perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS STRUKTUR PERKERASAN JALAN DI ATAS TANAH EKSPANSIF (STUDI KASUS : RUAS JALAN PURWODADI-BLORA) ANALYSIS OF PAVEMENT STRUCTURE ON EXPANSIVE SOIL (CASE STUDY ON PURWODADI-BLORA ROADWAY) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Magister Teknik
Disusun Oleh:
SURAT S 940809112
MAGISTER TEKNIK SIPIL KONSENTRASI TEKNIK REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN SIPIL PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Surat
NIM
: S940809112
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul:
Analisis Struktur Perkerasan Jalan di Atas Tanah Ekspansif (Studi Kasus : Ruas Jalan Purwodadi-Blora) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, tertulis dalam tesis tersebut, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari gelar tersebut.
Surakarta,
Januari 2011
Yang membuat pernyataan
Surat
UCAPAN TERIMA KASIH commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dengan mengucap puji syukur kepada Tuhan, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Struktur Perkerasan Jalan di Atas Tanah Ekspansif (Studi Kasus: Ruas Jalan Purwodadi-Blora)” dapat diselesaikan dengan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta 2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Prof. Dr. Ir. Sobriyah, MS., selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Ir. Ary Setyawan, M.Sc (Eng), Ph.D., Sekretaris Program Studi dan selaku Pembimbing Utama yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan, dan saran pada setiap tahapan penyusunan tesis ini. 5. Agus Setiya Budi,S.T., M.T., selaku Pembimbing Pendamping yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan, dan saran pada setiap tahapan penyusunan tesis ini. 6. S.A. Kristiawan,S.T.,M.Sc.,Ph.D., selaku Pembimbing Akademik yang telah membantu dalam proses administrasi perkuliahan. 7. Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi (PUSBIKTEK), Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia Departemen Pekerjaan Umum yang telah memberikan beasiswa pendidikan kepada penulis. 8. Bupati Blora, Kepala BKD Kabupaten Blora dan Kepala DPU Kabupaten Blora yang telah memberikan tugas izin belajar kepada penulis selama mengikuti pendidikan. 9. Segenap Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah banyak membantu penulis selama menempuh perkuliahan. 10. Istriku Dian Ike N, anakku Natan dan Arya, atas segala kasih sayang, pengertian dan doanya. 11. Papi dan mami atas segala curahan kasih sayang dan iringan do’anya di setiap langkah dan waktuku.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12. Keluarga Pdt. Thomas Gudarso,SmTh., atas segala pengertian, dukungan doa dan motivasinya. 13. Keluarga Ir. Samgautama Karnajaya, M.T., atas dukungan moril, doa dan motivasinya. 14. Semua saudaraku dan keluarganya beserta keponakan atas kasih sayang dan motivasinya 15. Teman-teman MTRPBS Kelas PU angkatan 2009 atas kerja sama dan semangat kebersamaannya. 16. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga bantuan yang telah bapak-ibu berikan mendapat balasan yang luar biasa dari Tuhan. Amin.
Penulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan karena berkat rahmad dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Struktur Perkerasan Jalan di Atas Tanah Ekspansif (Studi Kasus : Ruas Jalan PurwodadiBlora)”. Tesis ini sebagai salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan Program Pasca Sarajana pada bidang keahlian Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tesis ini mengangkat permasalahan tentang analisis struktur desain perbaikan perkerasan jalan pada ruas jalan Purwodadi-Blora di atas tanah dasar ekspansif, sehingga dapat diketahui pilihan desain struktur perbaikan perkerasan jalan yang paling tepat untuk diterapkan pada pelaksanaan rehabilitasi di ruas jalan tersebut . Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan tesis ini. Semoga
tesis
ini
dapat
bermanfaat
dalam
memberikan
sumbangan
pengetahuan bagi para pembaca.
Surakarta,
Januari 2011
Penulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Ruas jalan Purwodadi-Blora, yang terletak di Kabupaten Grobogan-Blora Propinsi Jawa Tengah mengalami kerusakan berat. Kerusakan perkerasan yang terjadi berupa cracking (retak), depression (ambles) , rutting (alur) dan pothole (lubang). Hal ini dicurigai karena sifat ekspansif pada lapisan tanah dasar (subgrade) jalan. Maka untuk menangani permasalahan kerusakan jalan tersebut dilakukan rehabilitasi perkerasan jalan dengan menggunakan desain struktur perkerasan lentur dan struktur perkerasan kaku. Penelitian ini bertujuan menganalisis dan mengevaluasi stabilitas struktur perkerasan eksisting berdasarkan angka keamanan terhadap lendutan dan tegangan sehingga diperoleh alternatif desain perbaikan struktur perkerasan yang tepat. Metode penelitian dilakukan dengan menganalisis karateristik tanah dasar dan menganalisis 2 (dua) tipe desain rehabilitasi struktur perkerasan yaitu struktur perkerasan lentur yang terdiri dari lapisan ACWC 4 cm, lapisan ACBC 6 cm dan struktur perkerasan kaku yang terdiri dari lapisan beton semen bertulang 25 cm, lapisan WLC 5 cm. Analisis dilakukan dengan program berbasis metode elemen hingga yaitu SAP-2000 dan BISAR 3.0 sebagai pembandingnya. Dalam proses analisis dengan SAP-2000, massa tanah dasar dimodelkan sebagai kumpulan pegas (elastic spring) yang berdiri sendiri dan tidak saling berhubungan sedangkan struktur perkerasan dimodelkan dengan elemen shell. Dalam proses analisis dengan BISAR 3.0, struktur perkerasan dimodelkan sebagai sistem struktur perkerasan banyak lapis (multi-layered system) yang analisisnya didekati dengan teori lapisan elastis (elastic layered system). Pemilihan alternatif desain berdasarkan hasil analisis struktur perkerasan yang dilakukan dengan SAP-2000 dan BISAR 3.0. Hasil analisis menunjukkan bahwa tanah dasar jalan termasuk lempung lanauan CH (High Clay) dengan potensi pengembangan dan tingkat keaktifan yang tinggi. Desain struktur perkerasan lentur yang terdiri dari lapisan ACWC 4 cm, lapisan ACBC 6 cm dan struktur perkerasan kaku yang terdiri dari perkerasan beton semen bertulang 25 cm, lapisan WLC 5 cm dapat dipakai untuk rehabilitasi ruas jalan Purwodadi-Blora. Alternatif desain struktur perkerasan yang paling baik dipilih adalah struktur perkerasan kaku yang terdiri dari lapis perkerasan beton semen bertulang tebal 25 cm dan lapis WLC tebal 5 cm. Dengan pertimbangan bahwa perkerasan kaku memenuhi persyaratan teknis yaitu momen yang relatif kecil pada dasar perkerasan, daya dukung yang besar, lendutan yang kecil, distribusi tegangan yang merata dan distribusi lendutan yang merata berdasarkan hasil evaluasi output momen, tegangan dan lendutan dari SAP-2000 dan BISAR 3.0. Kata Kunci : Tanah ekspansif, Perkerasan Lentur, Perkerasan Kaku.
ABSTRACT commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
The serious road damages occurred at the road segment Purwodadi-Blora, in Grobogan-Blora regency, Central Java. Pavement damage that occurs in the form of cracking, depression, rutting and pothole. This damages were suspected by expansive soil of the subgrade layer road. So to address the problem of road damage is done by using a pavement rehabilitation design of flexible pavement structure and rigid pavement structures. This study aims analyze and evaluate the stability of the existing pavement structure based on safety factor of deformation and stress in order to obtain alternative pavement design appropriate structural repairs. The research methode is done by analyzing the characteristic of soil in the road’s subgrade and analyze two types of rehabilitation design of pavement structure that is flexible pavement structure consisting of layers ACWC 4 cm, layer of ACBC 6 cm and the rigid pavement structure consisting of layers reinforced cement concrete 25 cm, layer of WLC 5 cm. The analysis was performed with the finite element method based program that is SAP-2000 and BISAR 3.0 as comparison. In the process of analysis with SAP-2000, the subgrade mass is modeled as a set of springs (elastic spring) that stands alone and does not relate to each other while the pavement structure is modeled with shell elements. In the process of analysis with BISAR 3.0, pavement structure is modeled as many layers of pavement structure (multi-layered system) that the analysis is approached with the theory of elastic layer (elastic layered system). Selection of alternative designs based on the results of pavement structure analysis performed with SAP-2000 and BISAR 3.0. The results showed that the road subgrade including clayey silt CH (High Clay) with high swelling potential and activity. The flexible pavement repair design consists layer of ACWC 4 cm, layer of ACBC 6 cm and rigid pavement repair design consists layer of reinforced cement concrete pavement 25 cm, layer of WLC 5 cm can be used to rehabilitate roads Purwodadi-Blora. The best alternative repairing design resulting by analyzing output of SAP-2000 and BISAR 3.0 was selected the rigid pavement structure consists layer of reinforced cement concrete pavement 25 cm and layer of WLC 5 cm. Considering that the rigid pavement meets the technical requirements of a relatively low moment on the subgrade of pavement, high bearing capacity, low deformation, stress and deformation distribution is equitable based on the evaluation moments, stress and deformation of the SAP-2000 and BISAR 3.0.
Key Words : expansive subgrade, flexible pavement, rigid pavement.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................................
iv
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................
v
ABSTRAK ............................................................................................................. vii ABSTRACT ........................................................................................................... viii KATA PENGANTAR...........................................................................................
ix
DAFTAR ISI .........................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xviii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
xxi
DAFTAR NOTASI .............................................................................................. xxii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................
1
1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ...........................................................................
5
1.3 Batasan Masalah .............................................................................
6
1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................
6
1.5. Manfaat Penelitian ..........................................................................
6
1.6 Keaslian Penelitian ........................................................................
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI..........................
8
2.1. Tinjauan Pustaka .............................................................................
8
2.2. Landasan Teori ...............................................................................
18
2.2.1 Tanah Ekspansif .....................................................................
18
2.2.1.1 Definisi Tanah Ekspansif ...........................................
18
2.2.1.2 Karakteristik Tanah Ekspansif ...................................
18
2.2.1.3 Ciri-ciri Kerusakan Jalan di Atas Tanah Ekspansif ...
19
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.2.1.4 Identifikasi dan Klasifikasi Tanah Ekspansif ............
21
2.2.2 Perkerasan Jalan di Atas Tanah Ekspansif ...........................
24
2.2.2.1 Desain Konstruksi Jalan di Atas Tanah Ekspansif ....
24
2.2.2.2 Teknik Konstruksi di Atas Tanah Ekspansif .............
26
2.2.2.3 Parameter Desain .......................................................
35
2.2.2.4 Desain Perkerasan Lentur (Flexible Pavement).........
35
2.2.2.5 Desain Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) ...............
41
2.2.3 Analisa Struktur Perkerasan Jalan .........................................
47
2.2.3.1 Pemodelan Pembebanan ............................................
48
2.2.3.2 Parameter Karakteristik Tanah Dasar (Subgrade) .....
49
2.2.3.3 Pemodelan Struktur Perkerasan Dengan SAP-2000 ..
50
2.2.3.4 Pemodelan Struktur Perkerasan Dengan BISAR 3.0
54
2.2.4 Evaluasi Hasil Analisis Struktur Perkerasan Jalan ...............
57
BAB III METODE PENELITIAN..................................................................... 58 3.1 Waktu Penelitian ............................................................................. 58 3.2 Lokasi Penelitian............................................................................. 58 3.3 Kebutuhan Data .............................................................................. 59 3.4 Teknik Pengumpulan Data.............................................................. 60 3.5 Teknik Analisa Data ....................................................................... 60 3.6 Tahapan Penelitian .......................................................................... 60 3.6.1 Tahap Perumusan Masalah ................................................... 62 3.6.2 Tahap Studi Pustaka.............................................................. 63 3.6.3 Tahap Pengumpulan Data ..................................................... 63 3.6.3.1 Data Tanah ............................................................. 63 3.6.3.2 Data Jalan ............................................................... 63 3.6.4 Tahap Analisis Data ............................................................. 63 3.6.5 Tahap Analisis Struktur Perkerasan ..................................... 64 3.6.5.1 Analisa Struktur Perkerasan dengan SAP-2000 ... 64 3.6.5.2 Analisa Struktur Perkerasan dengan BISAR 3.0 .. 67 3.6.6 Tahap Perbandingan Hasil Analisis ..................................... 69
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.6.7 Tahap Evaluasi Hasil Output Analisis SAP-2000 dan BISAR 3.0 ........................................................................... 69
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN……...…………………
70
4.1 Data Kondisi Umum ....................................................................... 70 4.1.1
Data Kondisi Ruas Jalan Purwodadi-Blora ........................ 70
4.1.2
Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) ......................... 73
4.2 Karakteristik Tanah Dasar (Subgrade) Jalan .................................. 74 4.2.1
Sampel Data Tanah Ruas Jalan Purwodadi-Blora .............. 74
4.2.2
Karakteristik Tanah Dasar Ruas Jalan Purwodadi-Blora ... 75
4.2.3. Analisis dan Evaluasi Tanah Dasar Ruas Jalan Purwodadi-Blora ................................................................. 75 4.2.3.1 Klasifikasi Tanah .................................................... 75 4.2.3.2 Potensi Pengembangan (Swelling Potential) .......... 77 4.2.3.3 Tingkat Keaktifan (Activity) ................................... 79 4.3 Desain Perbaikan Struktur Perkerasan pada Pelaksanaan Rehabilitasi Ruas Jalan Purwodadi-Blora ........................................................... 80 4.3.1
Desain Perbaikan Perkerasan Jalan dengan Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) ............................................................ 81
4.3.2
Desain Perbaikan Perkerasan Jalan dengan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) ................................................................ 83
4.4 Analisis Struktur Perkerasan pada Pelaksanaan Rehabilitasi Ruas Jalan Purwodadi-Blora .................................................................... 84 4.4.1
Pembebanan Beban Gandar Rencana ................................. 84
4.4.2
Parameter Analisis Struktur Subgrade Jalan ...................... 86 4.4.2.1 Berat Jenis Tanah .................................................... 86 4.4.2.2 Modulus Reaksi Tanah Dasar (Ks) ........................ 87 4.4.2.3 Modulus Elastisitas Tanah (Es) .............................. 88 4.4.2.4 Angka Poisson’s Ratio............................................ 88 4.4.2.5 Daya Dukung Tanah Ultimit................................... 88 4.4.2.6 Lendutan Ijin ........................................................... 89 4.4.2.7 Tekanan Mengembang Tanah Dasar ...................... 89
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4.4.3
digilib.uns.ac.id
Data Umum Analisis Struktur dengan Program SAP-2000 dan Program BISAR 3.0 ..................................................... 89
4.4.4
Analisa Struktur Perkerasan dengan SAP-2000 ................. 91 4.4.4.1 Struktur Perkerasan Lentur (Flexible Pavement).... 91 4.4.4.2 Struktur Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) .......... 98
4.4.5 Analisa Struktur Perkerasan dengan BISAR 3.0 ................. 106 4.4.5.1 Struktur Perkerasan Lentur (Flexible Pavement).... 106 4.4.5.2 Struktur Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) .......... 112 4.5 Evaluasi Hasil Analisis Struktur Perkerasan pada Pelaksanaan Rehabilitasi Ruas Jalan Purwodadi-Blora....................................... 117 4.5.1
Evaluasi Hasil Analisa Struktur Perkerasan dengan SAP-2000 ............................................................................ 117 4.5.1.1 Evaluasi Momen Struktur Perkerasan Lentur dan Struktur Perkerasan Kaku dengan SAP-2000. ....... 118 4.5.1.2 Evaluasi Tegangan Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku pada Tanah Dasar dengan SAP-2000 ................................................................ 119 4.5.1.3 Evaluasi Deformasi Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku pada Tanah Dasar dengan SAP-2000 ................................................................ 122
4.5.2
Evaluasi Hasil Analisa Struktur Perkerasan dengan BISAR 3.0 ........................................................................... 124 4.5.2.1 Evaluasi Tegangan Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0.......... 124 4.5.2.2 Evaluasi Deformasi Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0.......... 127
4.5.3
Evaluasi Kemampuan Perkerasan Lentur terhadap Tekanan Mengembang (Swelling Pressure) Tanah Dasar ................ 129
4.5.4
Evaluasi Kemampuan Perkerasan Kaku terhadap Tekanan Mengembang (Swelling Pressure) Tanah Dasar ................ 129
4.6 Alternatif Pilihan Desain Struktur Perkerasan pada Pelaksanaan Rehabilitasi Ruas Jalan Purwodadi-Blora....................................... 130
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 134 5.2 Saran ............................................................................................... 135 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 136 LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1 Peta Lokasi Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan ..................
1
Gambar 1.2 Kerusakan Jalan Ruas Purwodadi – Blora .........................................
2
Gambar 2.1 Retakan memanjang pada tepi perkerasan jalan Ruas Jalan Purwodadi-Blora .............................................................
19
Gambar 2.2 Pengangkatan tanah pada tepi perkerasan jalan Ruas Jalan Purwodadi-Blora .............................................................
20
Gambar 2.3 Deformasi/penurunan pada tepi perkerasan jalan Ruas Jalan Purwodadi-Blora .............................................................
20
Gambar 2.4 Longsoran pada tepi perkerasan jalan Ruas Jalan Purwodadi-Blora .............................................................
21
Gambar 2.5 Klasifikasi Potensi Pengembangan (Seed et al., 1962) ......................
24
Gambar 2.6 Stabilisasi dengan Semen ...................................................................
28
Gambar 2.7 Pemasangan Membran Geosintetik....................................................
29
Gambar 2.8 Membran Horisontal Pada Perkerasan Jalan...................................... 31 Gambar 2.9 Membran Vertikal Pada Konstruksi Jalan.......................................... 31 Gambar 2.10 Membran Pembungkus Lapisan Tanah Pada Konstruksi Jalan.................................................................................................. 32 Gambar 2.11 Grafik desain untuk perkerasan lentur berdasarkan penggunaan nilai rata-rata untuk tiap inputnya (AASHTO, 1993) Tanah pada Konstruksi Jalan............................................................................... 38 Gambar 2.12 Contoh konseptual grafik hubungan kehilangan tingkat pelayanan dengan perkembangan waktu untuk lokasi tertentu (AASHTO, 1993) ............................................................................ 39 Gambar 2.13 Contoh pengeplotan kumulatif lalu lintas ekivalen sumbu tunggal 8,16 ton terhadap waktu (AASHTO, 1993) ........... 40 Gambar 2.14.a Grafik desain untuk perkerasan kaku berdasarkan penggunaan nilai rata-rata untuk tiap variabel input (AASHTO, 1993) .................. 45 Gambar 2.14.b Grafik desain untuk perkerasan kaku berdasarkan penggunaan nilai rata-rata untuk tiap variabel input lanjuta (AASHTO, 1993) ...... 46
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.15.a Konfigurasi Struktur Perkerasan Lentur ....................................... 51 Gambar 2.15.b Konfigurasi Struktur Perkerasan Kaku ......................................... 51 Gambar 2.16 Konfigurasi Elemen SHELL ............................................................. 52 Gambar 2.17 Geometri dan transisi meshing Elemen SHELL ................................ 53 Gambar 2.18 Model struktur perkerasan berlapis ................................................... 54 Gambar 2.19 Contoh pemodelan struktur perkerasan jalan dengan BISAR 3.0 .... 55 Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian ........................................................................ 59 Gambar 3.2 Bagan Alir Penelitian ......................................................................... 61 Gambar 3.3 Kegiatan Survei Kondisi Eksisting Perkerasan.................................. 62 Gambar 3.4 Pilihan Template Model ..................................................................... 64 Gambar 3.5 Pemodelan Grafis Struktur Perkerasan .............................................. 65 Gambar 3.6 Pilihan Opsi Analisis SAP-2000 ........................................................ 66 Gambar 3.7 Tampilan Proses Analisis ................................................................... 66 Gambar 3.8 Tampilan Layar BISAR 3.0 ............................................................... 67 Gambar 3.9 Tampilan Input Data BISAR 3.0 ....................................................... 67 Gambar 3.10 Blok Calculated Data ....................................................................... 68 Gambar 3.11 Hasil Output BISAR 3.0 .................................................................. 69 Gambar 4.1 Tipikal Eksisting Struktur Ruas Jalan Purwodadi-Blora ................... 70 Gambar 4.2 Tampak Atas Ruas Jalan Purwodadi-Blora ....................................... 72 Gambar 4.3 Peta Lokasi Ruas Jalan Blora-Purwodadi .......................................... 72 Gambar 4.4 Kondisi Eksisting Perkerasan Jalan Ruas Purwodadi-Blora .............. 73 Gambar 4.5 Grafik Casagrande untuk Menentukan Klasifikasi Tanah Ruas Jalan Purwodadi-Blora ............................................................................... 76 Gambar 4.6 Klasifikasi Potensi Pengembangan Tanah Dasar ruas Jalan Purwodadi-Blora berdasarkan Cara Seed et al................................... 80 Gambar 4.7 Tipikal Potongan Melintang Desai Perkerasan Jalan Lentur (Overlay) Ruas Jalan Purwodadi-Blora ............................................. 82 Gambar 4.8 Tipikal Potongan Melintang Desain Perkerasan Jalan Beton Ruas Jalan Purwodadi-Blora .............................................................. 84 Gambar 4.9 Desain Axle Load Standart Axle Load 80 KN = 8,16 Ton................. 85 Gambar 4.10 Ekivalensi Luas Bidang kontak Lingkaran ...................................... 85
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.11 Bidang Kontak Beban Roda............................................................. 86 Gambar 4.12 Tipikal Suhendro Charts .................................................................. 87 Gambar 4.13 Model Tumpuan Pegas pada Perkerasan Lentur .............................. 92 Gambar 4.14 Pemodelan Struktur Perkerasan Lentur dengan SAP-2000 ............. 93 Gambar 4.15 Diagram Momen Perkerasan Lentur Dengan SAP-2000. ................ 94 Gambar 4.16 Tegangan Tanah Dasar Perkerasan Lentur dengan SAP-2000 ........................................................................................ 96 Gambar 4.17 Pola Diagram Lendutan Perkerasan Lentur dengan SAP-2000 ....... 98 Gambar 4.18 Model Tumpuan Pegas pada Perkerasan Kaku ................................ 99 Gambar 4.19 Pemodelan Struktur Perkerasan Kaku dengan SAP-2000 ............... 101 Gambar 4.20 Diagram Momen Perkerasan Kaku dengan SAP-2000 .................... 102 Gambar 4.21 Tegangan Tanah Dasar Perkerasan Kaku dengan SAP-2000 ............................................................................ 104 Gambar 4.22 Pola Diagram Lendutan Perkerasan Kaku dengan SAP-2000 ......... 106 Gambar 4.23 Konfigurasi Struktur Perkerasan Lentur ......................................... 106 Gambar 4.24 Pemodelan Struktur Perkerasan Lentur dengan BISAR 3.0 ............ 107 Gambar 4.25 Diagram Tegangan Perkerasan Lentur dengan BISAR 3.0 ............. 110 Gambar 4.26 Diagram Lendutan Perkerasan Lentur dengan BISAR 3.0 .............. 111 Gambar 4.27 Konfigurasi Struktur Perkerasan Kaku ............................................ 112 Gambar 4.28 Pemodelan Struktur Perkerasan Kaku dengan BISAR 3.0 .............. 113 Gambar 4.29 Diagram Tegangan Perkerasan Kaku dengan BISAR 3.0 ............... 115 Gambar 4.30 Diagram Lendutan Perkerasan Kaku dengan BISAR 3.0 ................ 117 Gambar 4.31 Perbandingan Momen Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku dengan SAP-2000 ............................................................................. 118 Gambar 4.32 Diagram Tegangan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan SAP-2000 ............................................................................. 121 Gambar 4.33 Diagram Lendutan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan SAP-2000 ............................................................................. 123 Gambar 4.34 Diagram Tegangan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0 ............................................................................ 126 Gambar 4.35 Diagram Lendutan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0 ............................................................................ 128
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Tingkat Pengembangan Tanah (Chen,1975) ........................................
22
Tabel 2.2 Potensi Pengembangan Tanah (USBR) ..................................................
22
Tabel 2.3 Potensi Pengembangan Tanah (Raman, 1967) ......................................
22
Tabel 2.4 Korelasi tingkat keaktifan dengan potensi pengembangan (Skempton, 1953)..................................................................................
23
Tabel 2.5 Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan metode konstruksi ................................................................................. 33 Tabel 2.6 Nilai poisson’s ratio tanah lempung ..................................................... 35 Tabel 2.7 Contoh proses untuk memperkirakan waktu untuk lapis tambah pada struktur perkerasan permulaan dengan mempertimbangkan pengangkatan mengembang .......................................................................................... 37 Tabel 2.8 Contoh proses untuk memperkirakan waktu untuk lapis tambah pada struktur perkerasan kaku dengan mempertimbangkan pengangkatan mengembang ......................................................................................... 43 Tabel 2.9 Tingkat kepercayaan yang direkomendasikan untuk klasifikasi jalan berdasarkan fungsinya.................................................................... 44 Tabel 2.10 Standar penyimpangan normal berdasarkan tingkat kepercayaan ........ 44 Tabel 2.11 Jangkauan Nilai Banding Poisson Ratio ............................................... 49 Tabel 3.1 Data dan Sumber Data ............................................................................ 59 Tabel 4.1 Riwayat Konstruksi Struktur Perkerasan Ruas Jalan Purwodadi-Blora. ................................................................. 71 Tabel 4.2 Base Course Properties Perkerasan....................................................... 71 Tabel 4.3 Rekapitulasi Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata................................... 74 Tabel 4.4 Lokasi Pengambilan Sampel Tanah....................................................... 74 Tabel 4.5 Karakteristik Tanah Dasar (Subgrade) Ruas Jalan Purwodadi-Blora ... 75 Tabel 4.6 Analisis Klasifikasi Tanah Ruas Jalan Purwodadi-Blora ...................... 76 Tabel 4.7 Analisis Tingkat Pengembangan Tanah Dasar Ruas Jalan Purwodadi-Blora Cara Chen .................................................................. 77
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.8 Analisis Tingkat Pengembangan Tanah Dasar Ruas Jalan Purwodadi-Blora Cara Seed et al ........................................................... 77 Tabel 4.9 Analisis Tingkat Pengembangan Tanah Dasar Ruas Jalan Purwodadi-Blora Cara USBR ................................................................ 78 Tabel 4.10 Analisis Tingkat Pengembangan Tanah Dasar Ruas Jalan Purwodadi-Blora Cara Raman .............................................................. 78 Tabel 4.11 Korelasi Tingkat Keaktifan dengan Pengembangan Tanah Dasar Ruas Jalan Purwodadi-Blora Berdasarkan Cara Skempton .................. 79 Tabel 4.12 Paket Pemeliharaan Berkala Jalan dan Peningkatan Jalan Tahun 2010 ........................................................................................... 81 Tabel 4.13 Berat Jenis Tanah (Gs)......................................................................... 86 Tabel 4.14 Jangkauan Nilai Banding Poisson’s Ratio .......................................... 88 Tabel 4.15 Data Umum Analisis Struktur Program SAP-2000 dan Program BISAR 3.0.............................................................................. 90 Tabel 4.16 Tabel Nilai Tegangan Tanah Subgrade Perkerasan Lentur dengan SAP-2000 ............................................................................................ 95 Tabel 4.17 Tabel Nilai Lendutan Tanah Subgrade Perkerasan Lentur dengan SAP-2000 ............................................................................................ 97 Tabel 4.18 Tabel Nilai Tegangan Tanah Subgrade Perkerasan Kaku dengan SAP-2000 ............................................................................................ 103 Tabel 4.19 Tabel Nilai Lendutan Tanah Subgrade Perkerasan Kaku dengan SAP-2000 ............................................................................................ 105 Tabel 4.20 Tabel Nilai Tegangan Tanah Subgrade Perkerasan Lentur dengan BISAR 3.0 ........................................................................................... 108 Tabel 4.21 Tabel Nilai Lendutan Tanah Subgrade Perkerasan Lentur dengan BISAR 3.0 ........................................................................................... 110 Tabel 4.22 Tabel Nilai Tegangan Tanah Subgrade Perkerasan Kaku dengan BISAR 3.0 ........................................................................................... 114 Tabel 4.23 Tabel Nilai Lendutan Tanah Subgrade Perkerasan Kaku dengan BISAR 3.0 ........................................................................................... 116 Tabel 4.24 Hasil Evaluasi Analisis Momen Struktur Perkerasan Lentur dan Kaku .............................................................................................. 119
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.25 Evaluasi Tegangan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan SAP-2000 ............................................................................................. 120 Tabel 4.26 Hasil Evaluasi Analisis Tegangan Struktur Perkerasan Lentur dan Kaku pada Tanah Dasar dengan SAP-2000 .................................. 121 Tabel 4.27 Evaluasi Lendutan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan SAP-2000 ............................................................................................. 122 Tabel 4.28 Hasil Evaluasi Analisis Lendutan Struktur Perkerasan Lentur dan Kaku pada Tanah Dasar dengan SAP-2000 .................................. 124 Tabel 4.29 Evaluasi Tegangan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0 ............................................................................... 125 Tabel 4.30 Hasil Evaluasi Analisis Tegangan Struktur Perkerasan Lentur dan Kaku pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0 ................................. 126 Tabel 4.31 Evaluasi Lendutan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0 ............................................................................... 127 Tabel 4.32 Hasil Evaluasi Analisis Lendutan Struktur Perkerasan Lentur dan Kaku pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0 ................................. 128 Tabel 4.33 Perbandingan Hasil Evaluasi Analisis Struktur Perkerasan Lentur dan Kaku .................................................................................. 131
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A
Data Jalan 1. Data LHR 2. Peta Lokasi Penelitian
Lampiran B
Data Tanah
Lampiran C
Desain Perbaikkan Rehabilitasi Jalan 1. Gambar Shop Drawing Perkerasan Kaku 2. Gambar Perencanaan Perkerasan Kaku 3. Gambar Perencanaan Perkerasan Lentur 4. Dokumentasi Eksisting Pekerjaan Rehabilitasi Jalan
Lampiran D
Perhitungan Data Properti Perkerasan
Lampiran E
Data Output SAP-2000 dan BISAR 3.0
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR NOTASI Ac : Activity AC : Asphalt Concrete ACWC
: Aspalt Concrete Wearing Course
ACBC
: Aspalt Concrete Binder Course
AHP
: Analitical Hierarchy Process
BS
: Beban Sumbu
BISAR : Bitumen Stress Analysis in Roads c
: Kohesi Tanah
Cc
: Indeks Pemampatan
CF
: Fraksi Lempung CBR
CH
: California Bearing Ratio
: Clay High
CTRB : Cement Treated Recycling Base E : Modulus Elastisitas Es : Modulus Elastisitas Tanah Ec : modulus Elastisitas Beton e
: Angka Pori
ESAL
: Equivalent Standart Axle Load
f’c : Kuat Tekan Karakteristik Beton fs : Kuat Lentur Karakristik Beton
G
FEM
: Fiinite Element Method
FRP
: Fiber Reinforced Polymer
: Modulus Geser
Gmm : Berat Jenis Maksimum Campuran Agregat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
Gse
: Berat Jenis Efektif Agregat
Gb
: Berat Jenis Aspal
Gs
: Specific Grafity
HRS
: Hot Rolled Sheet
IP
: Indek Permukaan
ITP
: Indek Tebal Perkerasan
digilib.uns.ac.id
j1,j2.j3 : Titik nodal Ks
: Modulus Reaksi Tanah Dasar
Kv
: Modulus Reaksi Tanah Dasar Arah Vertikal
Kh
: Modulus Reaksi Tanah Dasar Arah Horisontal
k1,k2,k3 LHRj
: Konstanta kekakuan pegas : Lalu lintas harian rata-rata tiap jenis kendaraan
LL : Liquid Limit Mr : Modulus Resilient MESL
: Membranes Encapsulated Soil Layer
m : Massa Jenis n
: Angka Pori
Pmm
: Persentase Berat Terhadap Total Campuran
Ps : Persentase Agregat terhadap Total Campuran Pb : Kadar Aspal total P1,P2,P3 : Persentase Masing-masing Fraksi Agregat PSI
: Pavement Servisibility Index
PI
: Plasticity Index
PL
: Plastic Limit P1,P2,P3:
: Nilai kondisi perkerasan jalan (%)
PVC
: Polyvinyl Chlorida
qu : Daya dukung Tanah Ultimit SAP
: Structure analysis Programme
Sb
: Kekakuan Aspal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
SI
: Susut Indeks
SL
: Shringkage Limit
SN
: Structure Number
digilib.uns.ac.id
Smix : Modulus Elastisitas Campuran SPDM : Shell Pavement Design Manual UCS
: Unconfined Compresive Strength
VMA
: Rongga dalam Agregat
w : Berat Jenis WLC
: Wet Lean Concrete
ѡ
: Kadar Air
ϕ
: Sudut Geser Dalam
µ
: Konstatanta Poison
ѡ optimum
: Kadar Air Optimum
γ
: Berat Isi Tanah
δ
: Lendutan
Ϫd
: Kepadatan Kering
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan merupakan jalur transportasi lintas tengah yang menghubungkan Jawa Tengah dan Jawa Timur (Semarang-Surabaya) sehingga mengakibatkan tingkat aksesbilitas dan mobilitas yang cukup tinggi. Hal ini memberikan keuntungan yang besar bagi Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan sebagai modal dasar pengembangan wilayahnya sehingga perlu didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang baik, agar dapat memperlancar perkembangan wilayah khususnya perkembangan perekonomian ada di Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan. Lokasi Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.1. Peta Lokasi Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan, sebagai berikut :
Gambar 1.1. Peta Lokasi Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2 Salah satu jalur transportasi lintas tengah yang berada di antara Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora yang menghubungkan Jawa Tengah dan Jawa Timur (Semarang-Surabaya) adalah ruas jalan Purwodadi-Blora. Ruas jalan ini sering mengalami kerusakan struktural jalan cukup parah yang dicurigai karena sifat expansive tanah lempung dari lapisan tanah dasar yang ada pada ruas jalan ini seperti yang terlihat pada Gambar 1.2 dibawah ini.
Sumber : Survei lapangan,2010. Gambar 1.2 Kerusakan Jalan Ruas Purwodadi-Blora Tanah ekspansif merupakan bahaya utama dibidang geoteknik yang dapat menimbulkan kerusakan parah terhadap kinerja dan umur layan infrastruktur. Masalah utama yang ditimbulkan tanah ekspansif adalah : perubahan volume karena mengembang dan menyusutnya tanah, yang dapat mengakibatkan penurunan tidak seragam dan rangkak; penurunan daya dukung tanah; rawan terhadap erosi sangat tinggi ketika dilakukan penggalian dan kondisi pengerjaan yang sulit (Yitagezu et al, 2008). Banyak kasus kerusakan perkerasan jalan terjadi pada jalan yang melewati daerah yang memiliki tanah ekspansif seperti di propinsi Jawa Tengah (ruas jalan Semarang-Purwodadi,Demak-Godong,Demak-Kudus,Wirosari-Cepu). Kejadian ini dicurigai karena perilaku tanah ekspansif yang berada di bawah perkerasan jalan mempunyai sifat mengembang dan menyusut yang besar. Sifat kembang-susut ini merupakan faktor penyebab yang dominan terhadap kejadian kerusakan perkerasan jalan karena dapat mendorong perkerasan jalan ke arah vertikal dan dapat menarik secara lateral. Masalah kembang-susut ini terjadi pada tanah kelempungan dengan perubahan kadar air yang tinggi, sehingga fleksibilitas perkerasan tidak mampu mengikuti perubahan sifat tanah ekspansif, maka kerusakanpun tak dapat dihindari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3 (Suherman, 2005). Ruas jalan Purwodadi-Blora merupakan salah satu ruas jalan yang berada pada ruas jalan Purwodadi-Wirosari-Blora-Cepu sehingga masuk kategori ruas jalan yang melewati daerah yang memiliki tanah ekspansif. Tanah dasar (Subgrade) yang ekspansif menimbulkan banyak masalah kerusakan pada perkerasan jalan raya, sehingga perkerasan yang terletak pada tanah dasar ekspansif ini sering membutuhkan biaya pemeliharaan dan rehabilitasi yang besar
sebelum
perkerasan
mencapai
umur
layannya.
Tanah
ekspansif
(exspansive soil) adalah tanah atau batuan yang mempunyai potensi penyusutan atau pengembangan oleh pengaruh perubahan kadar air. Rusaknya perkerasan yang berada di atas tanah dasar ekspansif adalah karena perkerasan merupakan struktur yang ringan dan sifat bangunannya meluas (Hardiyatmo, 2007). Penyebab utama kerugian ekonomi yang dikeluarkan untuk perkerasan yang dibangun di atas tanah dasar ekspansif adalah kurangnya pilihan yang tepat dari desain dan metode konstruksi yang diadopsi untuk mengurangi gejala ekspansif (Tekeste, 2003). Kegagalan konstruksi yang terjadi pada tanah ekpansif pada prinsipnya sebagian besar disebabkan oleh pemahaman yang masih terbatas terhadap sifat-sifat tanah tersebut. Hal ini mengakibatkan metode analisis yang digunakan dalam penentuan penanganan menjadi kurang relevan. Kurangnya pemahaman para perencana dan pelaksana terhadap perilaku struktur perkerasan pada tanah ekspansif dan perilaku tanah ekspansif, sering menyebabkan cara pendekatan desain dan metode pelaksanaan yang dipilih kurang begitu tepat. Tentu saja hal ini akan berakibat pada mahalnya konstruksi penanganan yang harus diterapkan, bahkan beberapa konstruksi yang telah ditangani tidak sedikit mengalami kegagalan (Anonim, 2003) Beberapa konsep desain perbaikan perkerasan jalan diatas tanah ekspansif yang saat ini dilakukan pada ruas jalan Purwodadi-Blora adalah desain perbaikan perkerasan jalan dengan perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Desain perkerasan lentur yang diterapkan berupa lapis tambah (Overlay) yang terdiri dari lapisan ACWC tebal 4 cm dan lapisan ACBC tebal 6 cm. Sedangkan desain perkerasan kaku yang diterapkan terdiri dari lapisan perkerasan beton semen bertulang tebal 25 cm dan lapisan WLC tebal 5 cm. Meskipun telah dilakukan pemeliharaan rutin dan berkala dengan menggunakan konsep desain perbaikan perkerasan diatas, ternyata masih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4 belum optimal dalam menekan kerusakan jalan yang berada pada ruas jalan Purwodadi-Blora. Masih banyak ditemukan kerusakan dan kegagalan struktur perkerasan jalan sebelum umur layannya tercapai. Hal ini terjadi karena cara pendekatan desain perbaikan yang dilakukan hanya didasarkan pada aspek ketersediaan dana saja dan perencanaan desainnya hanya mengandalkan pengalaman saja tanpa melakukan perhitungan perencanaan yang detail. Sementara pemahaman para perencana terhadap perilaku struktur perkerasan dan perilaku tanah dasar ekspansif masih terbatas akibatnya konsep desain dan metode pelaksanaan perbaikkan yang dipilih kurang tepat sehingga kegagalan struktur perkerasan jalan masih sering terjadi sebelum umur layannya tercapai. Agar didapatkan desain perbaikan struktur perkerasan yang baik diatas tanah ekspansif maka melakukan analisis struktur perkerasan jalan diatas tanah ekspansif pada ruas jalan Purwodadi-Blora sangat diperlukan untuk mengetahui karakteristik dari tanah ekspansif pada subgrade jalan dan perilaku struktur perkerasan jalannya itu sendiri yang dapat dilihat dari nilai besaran gaya-gaya dalam, tegangan dan lendutan yang terjadi berdasarkan hasil analisis struktur perkerasan jalan tersebut. Dari hasil analisis besaran gaya-gaya dalam, tegangan dan lendutan beserta perilakunya ini nanti dapat diketahui model desain perbaikan perkerasan jalan yang layak dan tepat untuk diterapkan diatas tanah ekspansif. Untuk menganalisa struktur perkerasannya dilakukan dengan memakai alat bantu program SAP-2000 dan program Shell Bitumen (BISAR 3). Program SAP-2000 yang mengadopsi metode elemen hingga linier elastik model 3 dimensi dapat digunakan untuk menghitung tegangan regangan pada perkerasan overlay sehingga dapat dipakai untuk memprediksi besaran retak reflektif yang terjadi pada perkerasan overlay (Sousa dkk, 2005). BISAR (Bitumen Analysis Stress in Roads) merupakan salah satu program yang mengadopsi konsep analisa teori elastik lapis banyak (Multi-layered elastic system) yang dapat dipakai untuk menghitung tegangan, regangan dan pergeseran dalam sistem berlapis elastis yang mengalami satu atau lebih beban vertikal melingkar seragam pada permukaan sistem perkerasan jalan (Hicks, 1982). Dengan program BISAR, tegangan, regangan dan perpindahan dapat dihitung dalam sebuah sistem multi-lapisan elastis (Andrei, 2006).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5 Analisis
struktur
perkerasan
jalan
dengan
program
SAP-2000
(Program Analisa Struktur) dan program Sheel Bitumen (BISAR 3.0) digunakan untuk menganalisa struktur perkerasan jalan yang menghasilkan keluaran besaran gaya-gaya dalam, tegangan, regangan, dan lendutan dari struktur perkerasan jalan sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam melakukan pemilihan alternatif desain perbaikan struktur perkerasan jalan yang paling tepat diterapkan untuk kegiatan pemeliharaan dan rehabilitasi pekerjaan perbaikan kerusakan jalan pada ruas Purwodadi-Blora. Topik dalam tesis ini adalah membahas tentang “Analisis Struktur Perkerasan Jalan di Atas Tanah Ekspansif” (Studi Kasus : Ruas Jalan Purwodadi-Blora). Hasil analisis struktur perkerasan lentur dan perkerasan kaku yang ditinjau berupa besaran momen, tegangan, dan lendutan. Nilai-nilai besaran tersebut merupakan hasil dari perhitungan analisis struktur perkerasan jalan dengan menggunakan SAP-2000 dan BISAR 3.0. Hasil evaluasi analisis struktur desain perbaikan perkerasan dipakai sebagai dasar pertimbangan untuk menentukan pilihan desain perbaikan perkerasan jalan yang paling tepat diterapkan pada ruas jalan Purwodadi-Blora.
1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah karakteristik tanah dasar (subgrade) jalan pada ruas jalan Purwodadi-Blora? 2. Bagaimanakah analisis struktur desain perbaikan perkerasan jalan pada ruas jalan Purwodadi-Blora dengan program BISAR 3.0 dan SAP-2000? 3. Bagaimanakah evaluasi hasil analisis struktur desain perbaikan perkerasan jalan pada ruas jalan Purwodadi-Blora berdasarkan output program BISAR 3.0 dan SAP-2000? 4. Bagaimanakah alternatif desain perbaikan perkerasan jalan pada ruas jalan Purwodadi-Blora berdasarkan hasil evaluasi analisis struktur desain perbaikan perkerasan jalan dengan program BISAR 3.0 dan SAP-2000?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
1.3 Batasan Masalah Pembahasan permasalahan dalam tesis ini memerlukan batasan guna mendapatkan solusi yang sesuai dengan permasalahan yang ada. Batasan tersebut adalah: 1. Data penyelidikan tanah adalah data sekunder dari Kemeterian Pekerjaan Umum, Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah, dan data lainnya dari hasil studi pustaka yang berkaitan dengan lokasi studi kasus dan daerah sekitarnya. 2. Tidak melakukan peninjauan terhadap penanganan perbaikan tanah pada subgrade jalan. 3. Model pembebanan pada struktur perkerasan menggunakan beban statik.
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dari penelitian pada tesis ini adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi karakteristik tanah dasar (subgrade) jalan pada ruas jalan PurwodadiBlora. 2. Analisis struktur desain perbaikan perkerasan jalan pada ruas jalan PurwodadiBlora menggunakan program BISAR 3.0 dengan SAP-2000. 3. Evaluasi hasil analisis struktur desain perbaikan perkerasan jalan pada ruas jalan Purwodadi-Blora berdasarkan output BISAR 3.0 dan SAP-2000. 4. Memilih desain perbaikan perkerasan jalan yang paling tepat diterapkan pada ruas jalan Purwodadi-Blora dari dua desain perbaikan perkerasan jalan yaitu struktur perkerasan lentur dan struktur perkerasan kaku yang dianalisis menggunakan program BISAR 3.0 dan SAP-2000.
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah manfaat praktis dan manfaat teoritis sebagai berikut : 1. Manfaat Praktis •
Memberikan
kontribusi
kepada
Pemerintah
Provinsi
Jawa
Tengah,
Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan dan Pemerintah Daerah Kabupaten Blora, sebagai salah satu acuan untuk menentukan alternatif desain perbaikan perkerasan jalan yang tepat diatas tanah ekspansif yang mengacu pada faktorfaktor yang paling mempengaruhi dan dominan berdasarkan pendekatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7 teknis untuk kegiatan pemeliharaan dan rehabilitasi perkerasan jalan Provinsi maupun jalan Kabupaten. •
Memperoleh alternatif desain perbaikan struktur perkerasan jalan untuk mengatasi kerusakan jalan pada ruas jalan Purwodadi-Blora dan sebagai salah satu acuan untuk penanganan rehabilitasi dan pemeliharaan jalan diatas tanah ekspansif yang berada di Kabupaten Blora dan sekitarnya.
2. Manfaat Teoritis Memberikan kontribusi peningkatan ilmu pengetahuan dan wawasan tentang pengaruh karakteristik tanah ekspansif terhadap perkerasan jalan dan analisa struktur perkerasan jalan diatas tanah ekspansif.
1.6 Keaslian Penelitian Dari beberapa penelitian dapat ditunjukkan keaslian penelitian ini yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Sutini, (2010) meneliti tentang Alternatif Desain Perbaikan Jalan pada Tanah Lempung (Studi Kasus : Ruas Jalan Ngujung-Lengkong Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk) berdasarkan Metode AHP (Analitical Hierarchy Process) yang gunakan untuk melakukan pemilihan alternatif desain perbaikan perkerasan dari beberapa jenis perkerasan jalan yang ditinjau dengan melakukan penilaian secara komparatif berpasangan sederhana dalam menentukan kriteria desain secara keseluruhan berdasarkan rangking. Dari beberapa penelitian diatas terdapat perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu lokasi studi kasus berbeda yaitu di ruas jalan Purwodadi-Blora. Teknik pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif desain perbaikan perkerasan jalan berdasarkan hasil evaluasi analisis struktur perkerasan jalan
yang ditinjau dari besaran momen, tegangan dan lendutan dari model
perkerasan jalan yang dianalisis dengan menggunakan program SAP-2000 dan BISAR 3.0.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka Tanah dasar (Subgrade) yang ekspansif menimbulkan banyak masalah kerusakan pada perkerasan jalan raya, sehingga perkerasan yang terletak pada tanah dasar ekspansif ini sering membutuhkan biaya pemeliharaan dan rehabilitasi yang besar sebelum perkerasan mencapai umur rancangannya. Tanah ekspansif (exspansive soil) adalah tanah atau batuan yang mempunyai potensi penyusutan atau pengembangan oleh pengaruh perubahan kadar air. Rusaknya perkerasan yang berada di atas tanah dasar ekspansif adalah karena perkerasan merupakan struktur yang ringan dan sifat bangunannya meluas (Hardiyatmo, 2007). Pada tanah ekspansif, tanah tersebut akan mengalami kembang susut bila terjadi perubahan kadar air. Tanah akan mengembang bila kadar air bertambah, misal pada musim penghujan, dan menyusut bila kering pada musim kemarau. Pada kondisi basah (musim penghujan) tanah mengembang dan menjadi sangat lunak (kekuatan geser tanah berkurang) sehingga tanah mengalami deformasi arah vertikal maupun horizontal dan mengakibatkan kerusakan perkerasan yang ada diatasnya. Pada kondisi kering (musim kemarau) air yang ada pada tanah akan mengalami penguapan (evaporasi) sehingga tanah akan menyusut terutama pada lapisan di dekat permukaan. Kondisi ini juga akan menyebabkan retak-retak dan juga menimbulkan kerusakan perkerasan yang ada diatasnya. Pada musim penghujan berikutnya air akan masuk lewat retakan ini sehingga penetrasi air akan semakin dalam, dan tanah akan
mengalami
pengembangan
yang
lebih
besar
dan
menjadi
lunak
(Padmono, 2007). Banyak kasus kerusakan jalan terjadi pada jalan yang melewati daerah yang memiliki tanah ekspansif seperti di propinsi Jawa Tengah (ruas jalan SemarangPurwodadi,
Demak-Godong,
Demak-Kudus,
commit to user
Wirosari-Cepu),
di
propinsi 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Jawa Timur (ruas jalan Ngawi-Caruban, Surabaya-Gresik, Gresik-Lamongan), di propinsi Yogyakarta (ruas jalan Yogya-Wates) dan di propinsi Jawa Barat (jalan tol Jakarta-Cikampek). Kejadian ini disebabkan oleh perilaku tanah ekspansif yang berada di bawah perkerasan jalan yang mempunyai sifat mengembang dan menyusut yang besar. Sifat kembang-susut ini merupakan faktor penyebab yang dominan terhadap kejadian kerusakan karena dapat mendorong perkerasan jalan ke arah vertikal dan dapat menarik secara lateral. Masalah kembang-susut ini terjadi pada tanah kelempungan dengan perubahan kadar air yang tinggi, sehingga fleksibilitas perkerasan tidak mampu mengikuti perubahan sifat tanah ekspansif, maka kerusakanpun tak dapat dihindari (Suherman, 2005). Lokasi proyek penanganan kerusakan jalan akibat pengembangan dan penyusutan tanah (expansive soil) yang berada di Jawa Tengah telah dilakukan di beberapa ruas jalan yaitu ruas jalan Semarang-Purwodadi, ruas jalan DempetGodong, ruas jalan Wirosari-Cepu, ruas jalan Demak-Kudus (Anonim,2003). Ruas Jalan Semarang-Wirosari di Jawa Tengah, merupakan salah satu ruas jalan yang terletak diatas tanah ekspansif. Pengembangan dan penyusutan tanah dasar yang terjadi dipengaruhi oleh fluktuasi muka air tanah yang ekstrim selama musim kering dan basah. Jalan mengalami kerusakan dini yang memerlukan biaya pemeliharaan miliaran rupiah per tahun. Kerusakan jalan yang terjadi berupa retak longitudinal, deformasi (gundukan dan penurunan),dan ketidakstabilan timbunan (Rahadian dkk, 2006). Kerusakan lain yang terjadi pada ruas jalan tersebut juga disebabkan oleh adanya akar pepohonan yang berada di pingir-pingir jalan yang menjalar sampai ke badan jalan (Wardani dkk, 2004). Ruas jalan Trengguli-Jati (Jalan raya DemakKudus) dari waktu ke waktu selalu mengalami kerusakan yang disebabkan oleh adanya potensi pengembangan tanah yang tinggi (Hardiyatmo, 2007). Kerusakan Ruas jalan Purworejo-Wates di sta 8 + 127 juga disebabkan oleh tanah ekspansif, tanah dasar di lokasi tersebut adalah tanah ekspansif dengan tekanan mengembang yang sanggup merusak struktur perkerasan jalan diatasnya (Muntohar, 2006). Ruas jalan Caruban-Ngawi, Propinsi Jawa Timur pada umumnya terletak diatas tanah ekspansif (Widajat dkk, 2008). Kajian tanah ekspansif pada ruas jalan akses jembatan Suramadu sisi Madura juga dilakukan guna mengetahui sifat dan karakteristik tanah dasar pada lokasi ruas jalan tersebut. Ruas jalan akses sisi Madura
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
yang dimaksud dalam kajian ini adalah mulai Sta 0+050 s/d Sta 6+000 (Chomaedhi dkk, 2007). Ruas Jalan Pantura Jawa Barat merupakan jalan Nasional yang dilalui kendaraan berat, padat, dan sebagian berada pada lapisan tanah sangat lunak sampai lunak yang sangat tebal tebal seperti pada Ruas Jalan Indaramayu-Pamanukan dengan tebal tanah sangat lunak dan lunak mencapai 12 m (Daud dkk, 2009). Kerusakan jalan akibat dari tanah ekspansif juga terjadi di seluruh dunia. Tanah lempung juga menyebabkan kerugian milyaran dollars setiap tahunnya di Amerika Serikat akibat kerusakan rumah dan properti. Kerusakan ini dapat diprediksi jika nilai kembang susut tanah lempung ini diketahui sebelum dilakukan pembangunan (Thomas, 2000). Kerugian yang diakibatkan oleh pengembangan tanah diperkirakan sangat besar, bahkan di Amerika saat ini mencapai lebih dari 9 juta dollar per tahun (Padmono, 2007). Kerusakan pada jalan raya disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu di antaranya adalah sifat fisik yang khusus dimiliki oleh tanah dasar. Sifat fisik khusus tersebut berupa kepekaan tanah dasar tersebut yang tinggi terhadap perubahan kadar airnya. Apabila kadar air tanah tersebut bertambah, maka volume lapisan tanah dasar tersebut meningkat dan mengembang, yang mengakibatkan permukaan jalan bergelombang. Sebaiknya apabila kadar air tanah dasar berkurang, volume tabah akan mengecil, yang mengakibatkan timbulnya retakan pada permukaan jalan. Jenis lapisan tanah dasar tersebut dalam ilmu MEKANIKA TANAH diklasifikasikan sebagai tanah lempung yang mempunya plastisitas tinggi (L.L.> 41% P.I.> 11%) dan lebih umum disebut “Expansive clay”. akibat swelling pressure (Sutrisno, 2009). Kerusakan perkerasan jalan diatas tanah ekspansif umumnya adalah retak memanjang dan atau ambles/penurunan badan jalan yang diperkirakan adanya kembang susut yang terjadi dibawah perkerasan. Pada musim hujan kadar air tinggi tanah mengembang. Apabila lapisan bawah ini tidak cukup kuat mendukung perkerasan akan terjadi kerusakan ambles atau penurunan dan pada musim panas dimana kadar air berkurang terjadi penyusutan akan terjadi retak (Widajat dan Suherman, 2008). Rendahnya daya dukung tanah dasar umumnya menjadi masalah yang sangat serius untuk dipecahkan dalam perencanaan bangunan teknik sipil. Kondisi ini misalnya terjadi didaerah rawa, tanah kohesif (lempung) dan tanah gambut. Akibat adanya penurunan yang tidak merata pada lapis pondasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
menyebabkan retak-retak pada lapis permukaan perkerasan (surface coarse). Retak akan merambat ke atas sejalan dengan waktu selama lapis keras tersebut dibebani secara dinamik (lalulintas) yang lewat diatasnya. Salah satu jenis kerusakan jalan adalah retak refleksi yaitu retak yang menggambarkan pola retakan dibawahnya (Nugroho dan Kurniati, 2006). Persoalan tanah mengembang merupakan persoalan yang relatif sulit diatasi. Hal ini terjadi karena banyak hal, salah satu diantaranya karena pemahaman mengenai perilaku tanah ekspansif kurang di mengerti oleh para insinyur yang terlibat dalam perencanaan maupun pelaksanaan proyek (Padmono, 2007). Kegagalan konstruksi yang terjadi pada tanah ekpansif pada prinsipnya sebagian besar disebabkan oleh pemahaman yang masih terbatas terhadap sifat-sifat tanah tersebut. Hal ini mengakibatkan metode analisis yang digunakan dalam penentuan penanganan menjadi kurang relevan. Kurangnya pemahaman para perencana dan pelaksana terhadap perilaku tanah ekspansif, sering menyebabkan cara pendekatan desain dan metode pelaksanaan yang dipilih kurang begitu tepat. Tentu saja hal ini akan berimplikasi lebih jauh yaitu akan mahalnya konstruksi penanganan yang harus diterapkan, bahkan beberapa konstruksi yang telah ditangani tidak sedikit mengalami kegagalan. Dalam desain untuk pembuatan dan penanganan konstruksi jalan di atas tanah ekspansif perlu mempertimbangkan beberapa aspek penting sehubungan dengan sifat tanah yang berada di bawah badan jalan sehingga pengaruh jelek dari sifat ini dapat diantisipasi sebelumnya oleh para perencana. Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam desain antara lain : sifat kembang-susut, kondisi retak,parameter tanah, pengangkatan ke atas dan tekanan tanah lateral. Stabilitas timbunan dan stabilitas lereng akan menyangkut persoalan daya dukung dan pergerakan ke samping yang didasarkan pada kriteria keruntuhan batas atau kriteria elastisitas tanah. Besaran faktor keamanan diambil berdasarkan kondisi kemantapan lereng statis atau dinamis dengan mereduksi kekuatan besaran tanah (Anonim, 2003). Identifikasi tanah kelempungan atau ekspansif merupakan tahap yang sangat penting untuk memberikan masukan pada proses desain atau perencanaan. Cara identifikasi yang sering digunakan adalah analisis ukuran butir, batas-batas atterberg dan pengujian lain untuk menentukan potensi mengembang tanah (Suherman, 2007). Permasalahan yang terjadi dengan tanah lempung berhubungan dengan perkerasan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
jalan adalah nilai CBR (California Bearing Ratio) dan retak pada permukaan perkerasaan jalan serta berbagai permasalahan lain yang berhubungan dengan pondasi bangunan (Ameta, 2007). Parameter desain yang biasa digunakan dalam menentukan daya dukung tanah dasar adalah nilai CBR yang diperoleh dari hasil pengujian di laboratorium. Seiring dengan pergantian musim maka tanah akan mengalami proses pembasahan dan pengeringan. Akibat siklus ini maka tanah akan mengalami perubahan kadar air dan tegangan air pori negatif di dalam tanah. Perubahan ini akan berpengaruh terhadap sifat fisik dan mekanik tanah terutama terhadap
kekuatan tanah dan
perubahan volume (Maricar dan Iskandar, 2007). Nilai CBR tanah ekspansif maksimal sebesar 2 % adalah biasa sehingga memerlukan penanganan khusus untuk meningkatkan daya dukung tanah dasarnya (Elsharief dan Muhamed, 2001). Jadi tanah lempung ekspansif tidak memenuhi standar untuk digunakan sebagai lapisan subgrade jalan (Sutini, 2010). Beberapa alternatif desain perkerasan jalan diatas tanah ekspansif telah dilakukan di Indonesia. Untuk mengatasi kerusakan jalan pada tanah dasar lempung dapat menggunakan perkerasan beton atau perkerasan kaku. Kelemahan dan kelebihannya yaitu biaya konstruksi yang mahal, biaya pemeliharaan rendah dan waktu konstruksi lama (Aly, 2004). Sedangkan kelebihannya adalah perkerasan beton mampu mendukung beban lalu lintas yang besar. Untuk menangani gangguan ketidakrataan permukaan jalan akibat pengembangan tanah dasar dapat dicoba perkerasan kaku dengan menggunakan sistem cakar ayam yang dilengkapi dengan struktur penghalang vertical (Hardiyatmo, 2007). Konstruksi Cakar ayam modifikasi juga merupakan salah satu cara untuk memperbaiki kerusakan perkerasan jalan yang berada diatas timbunan di daerah tanah lunak (Daud dkk, 2009). Penanganan perkerasan jalan diatas tanah ekspansif dengan geomembran sebagai penghalang kelembaban vertikal juga merupakan solusi yang baik untuk dilakukan. Uji coba penanganan kerusakan pada Km STA.153+534-STA.154+620 dan STA.172+000-174+000 pada ruas jalan Caruban-Ngawi telah dilakukan pada tahun 2006 dengan melakukan tindakan memperkecil pengaruh perubahan kadar air pada badan jalan dengan pemasangan geomembran vertikal dan beberapa kegiatan lain seperti mengadakan penambahan tebal lapisan diatas jalan lama (overlay),
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
pelebaran dan memperkeras bahu jalan, pembuatan tembok penahan tanah, perbaikan saluran drainase, pengisian parit geomebran dengan cement slurry atau selected material (Widajat dan Suherman, 2008). Pada tahun 2004 ruas jalan SemarangWirosari juga menerapkan geomembran sebagai penghalang kelembaban vertikal tanah ekspansif yang ada pada ruas jalan tersebut (Rahadian dkk, 2006). Kemudian pelaksanaan geomembran yang di modifikasi dengan dinding penahan juga pernah dilakukan di ruas jalan tersebut (Wardani dkk, 2004). Pemecahan masalah yang dapat dilakukan untuk mengatasi “Expansive clay” akibat swelling pressure juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi / memperkecil luas permukaan jalan yang rusak akibat swelling pressure. Untuk itu dibuat konstruksi yang sebagian besar tidak menyentuh permukaan jalan lama. Konstruksi tersebut adalah FILADELFIA FLYING PRECAST SLAB (dari beton bertulang atau bahan lain) yang melayang di atas permukaan jalan lama. Slab tersebut ditumpu di atas balok beton bertulang yang diletakkan melintang pada permukaan jalan lama yang telah diberi lapisan perata berupa sirtu (maximum size 1½ inch), tebal minimum 10 cm. Dengan sistem konstruksi FILADELFIA FLYING PRECAST SLAB yang mempunyai satu sistem kesatuan konstruksi slab, balok beton, tiang strauss, lean concrete, diketahui bahwa mengembangnya lapisan tanah dasar expansive clay tidak berpengaruh terhadap slab dan Swelling pressure pada balok beton dapat ditahan oleh daya perlawanan terhadap swelling pressure serta tiang strauss mempunyai fungsi ganda yaitu kemampuan balok beton untuk menahan beban kendaraan sehingga tekanan terhadap perkerasan jalan berkurang dan fungsi lainnya adalah menambah daya perlawanan terhadap swelling pressure pada balok beton (Sutrisno, 2007). Pemakaian lapisan pasir dicampur dengan kapur diatas tanah ekspansif memberikan kinerja terbaik untuk mengurangi pengembangan tanah ekspansif dibandingkan dengan hanya diberi lapisan pasir saja (Ahmed,2009). Untuk mengatasi permasalahan kerusakan jalan pada tanah lempung dapat dilakukan beberapa metode teknik perbaikan, antara lain recycling in situ dengan menggunakan Cement Treated Recycling Base (CTRB) atau daur ulang terhadap perkerasan yang rusak menjadi lapis pondasi atas (base course) pada perkerasan jalan dengan bahan tambah semen dikombinasikan dengan Asphalt Wearing Course. Teknologi ini memanfaatkan material perkerasan lama sebagai bahan perkerasan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
untuk lapis pondasi sehingga lebih hemat material maupun secara teknis akan dapat meningkatkan kuat tekan lapisan pondasi. Metode lain adalah rigid pavement atau perkerasan kaku yang menggunakan beton yang mampu mengakomodasi beban kendaraan sekalipun nilai daya dukung tanah lempung yang sangat rendah. Dengan rigid pavement beban lalu lintas yang ada dapat dipikul oleh lapisan perkerasan kaku tersebut. Selain itu juga dapat digunakan metode desain overlay atau pelapisan ulang berdasarkan umur perkerasan jalan (Sutini, 2010). Selain itu teknologi Cement Treated Recycling Base (CTRB) ini sudah diaplikasikan untuk menangani kerusakan jalan pada jalur Pantura (pantai utara jawa), yang pada umumnya berada di atas tanah lunak. Ruas jalan yang menggunakan teknologi CTRB adalah Paket Karawang I dan II, Paket Kandang Haur-Palimanan serta Paket Losari-Cirebon (Anonim, 2008). Pada akhir tahun 2008 di ruas jalan Boyolali – Kartosuro juga dilaksanakan rehabilitasi jalan sepanjang 6,95 km dengan teknologi recycling in situ metode Cement Treated Recycling Base (CTRB). Kadar semen yang digunakan dalam pekerjaan CTRB ini adalah sebesar 5,5% (Karsikun dkk, 2008). Sedangkan metode yang banyak digunakan untuk memperbaiki kerusakan jalan pada tanah lempung tersebut adalah metode overlay (pelapisan ulang) lapisan permukaan perkerasan. Namun dengan metode ini ternyata masih banyak terjadi kerusakan perkerasan jalan. Maka untuk menentukan alternatif terbaik untuk memperbaiki kerusakan tersebut perlu peninjauan terhadap beberapa pertimbangan yaitu konstruksi, pemeliharaan, alternatif perbaikan dan evaluasi perkerasan (Haas and Hudson, 1978). Supaya didapatkan alternatif solusi terbaik untuk menangani perkerasan jalan diatas tanah ekspansif agar umur layan perkerasan jalan dapat tercapai sesuai dengan umur rencana yang telah direncanakan maka sangat penting dilakukan identifikasi terhadap karakteristik tanah ekspasif dan analisis struktur perkerasan jalan di atas tanah ekspansif agar didapatkan hasil desain perbaikan perkerasan jalan yang paling optimal untuk dilaksanakan diatas tanah ekspansif. Metode yang dapat digunakan untuk melakukan analisis struktur perkerasan jalan dapat dilakukan menggunakan
bantuan pemrograman komputer melalui
program analisa struktur SAP-2000 dan BISAR 3.0. Program SAP-2000 dan BISAR 3.0 dapat melakukan analisis struktur perkerasan jalan sehingga besaran gaya-gaya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
dalam berupa momen, tegangan, dan lendutan dari suatu jenis perkerasan jalan dapat di ketahui. Program komputer SAP (Structure Analysis Programme) dikembangkan oleh Profesor Edward L. Wilson di Universitas California Barkeley selama 25 tahun, yang merupakan solusi berbasis komputer terhadap metode analisa struktur dengan menggunakan metode elemen hingga. Di dalam Program SAP-2000, elemen yang dapat merepresentasikan struktur perkerasan adalah elemen ASOLID. Banyak problem praktis tentang analisis tegangan menggunakan bentuk aksisimetris, seperti cerobong, piringan, dan juga dapat dikembangkan ke bentuk perkerasan. Pada struktur perkerasan baik bentuk perkerasan maupun beban yang bekerja, dimodelkan dalam bentuk aksisimetris. Program SAP-2000 dapat digunakan untuk menganalisis model perkerasan lentur multilayer dengan memakai elemen ASOLID (Hariyadi, 2006). Program SAP-2000 dapat dipakai untuk menganalisa desain tebal perkerasan lentur jalan secara tiga dimensi dengan pendekatan elemen hingga. Model yang di analisa terdiri dari tiga lapisan perkerasan lentur yaitu lapisan aspal beton, lapisan pondasi bawah dan lapisan tanah dasar. Output dari model ini menghasilkan nilai structure number (SN) dari perkerasan lentur sehingga memudahkan para desainer menentukan ketebalan lapisan perkerasan lentur (Abaza, 2007). Program SAP-2000 dapat digunakan untuk menganalisa dan menghitung desain struktur bantalan plat beton bertulang rel lereta api (Lotfi dan Oesterle, 2007). SAP-2000 juga dapat dipakai untuk menganalisa perilaku struktur jembatan beton bertulang sebelum dan sesudah dilakukan perkuatan dengan FRP (Fiber reinforced Polymer) untuk mengetahui besaran regangan yang dihasilkan (Kachlakev dan Miller, 2001). SAP2000 dapat dipakai untuk menganalisa gaya-gaya dalam akibat beban kendaraan yang lewat diatas struktur perkerasan jalan dan jembatan (Zhang et al, 2001). SAP2000 yang mengadopsi metode elemen hingga linier elastik model 3 dimensi dapat digunakan untuk menghitung tegangan regangan pada perkerasan overlay sehingga dapat dipakai untuk memprediksi besaran retak reflektif yang terjadi
pada
perkerasan overlay (Sousa et al, 2005). BISAR 3,0 adalah salah satu program komputer untuk mendesain struktur perkerasan jalan yang di kembangkan oleh Shell pada tahun 1970-an yang digunakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
untuk melakukan riset tentang struktur perkerasan jalan yang dapat dipakai untuk menggambarkan grafik desain dari Shell Pavement Design Manual (Shell Desain Perkerasan Manual) yang diterbitkan pada tahun 1978. Selain perhitungan tegangan dan regangan BISAR 3.0 mampu menghitung defleksi dan mampu menangani dengan gaya-gaya horizontal dan slip antara lapisan aspal. BISAR 3.0 menawarkan kesempatan untuk menghitung tegangan yang komprehensif dan regangan profil seluruh struktur untuk berbagai pola pembebanan (Anonim,1998). SPDM 3.0 berisi modul untuk desain tebal, alur yang didapat perhitungan dan lapisan aspal desain Perangkat lunak ini merupakan program riset dari Shell Desain Perkerasan . Perkembangan metode ini dimulai dengan isu Desain Grafik pada tahun 1963, dan mewakili sebagian metode empiris analitis dan sebagian dari desain ketebalan fleksibel perkerasan. Pada tahun 1978 sistem ini diperpanjang secara signifikan dengan analitis komponen dan diterbitkan sebagai Metode Desain Perkerasan Shell. Pada tahun 1992 rilis pertama dari SPDM-PC (Shell Desain Perkerasan pada sebuah Personal Computer) dikeluarkan. Paket ini pada dasarnya mengikuti filosofi desain dari tahun 1978 manual tapi program komputer memungkinkan penggunaan berbagai temperatur, karakteristik nilai aspal dll, yang menghindari interpolasi rumit diperlukan bila menggunakan perhitungan manual (Anonim, 2000). Sejak tahun 1970-an, model mekanistik-empiris telah banyak dikembangkan berdasarkan teori elastis
dan
viskoelastik
dan
elemen
hingga
untuk
analisis
teknik.
BISAR,Chevron,Elsym dan Kenlayer adalah contoh program computer yang mengaplikasikan dari jenis-jenis model tersebut diatas (Abaza, 2007). Keterkaitan penelitian pada ruas jalan Purwodadi-Blora dengan penelitian yang dilakukan pada 5 penelitian terakhir adalah (1). Hary CH , 2008, mengusulkan desain Sistem Cakar Ayam dapat dijadikan salah satu alternatif dalam penanganan masalah perkerasan kaku (rigid pavement) pada tanah ekspansif berdasarkan hasil uji model di laboratorium karena dapat menahan gerakan naik turun tanah dasar (2). Suhaimi Dauk, dkk, 2009 mengusulkan bahwa desain konstruksi Cakar Ayam Modifikasi dengan menggunakan serangkaian pipa baja yang menyatu dengan slab beton bertulang ganda sebagai salah satu alternatif untuk memperbaiki kerusakan jalan diatas tanah timbunan di daerah tanah lunak dengan catatan kondisi tanah lunak di bawah Cakmond sudah terkonsolidasi,slab beton harus dilapis aspal dan harus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
tersedia dana untuk mengatasi retak medium yang mungkin terjadi pada tahun ke dua pasca konstruksi (3).Lou dan Yin, 2008, menganalisa kerusakan jalan berupa crack dan rutting dengan tiga tingkat kerusakan, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Data kerusakan tersebut dapat dianalisa oleh perencana jalan untuk menentukan strategi/teknik pemeliharaan jalan (4). Srinivasan, dkk, 2008, evaluasi untuk menentukan solusi optimal untuk pemeliharaan perkerasan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan biaya, waktu dan keuntungan yang akan diperoleh. Untuk mendapatkan solusi optimal dipengaruhi oleh beberapa parameter: lendutan, kekasaran, beban berulang selama umur rencana, volume lalu lintas dan pertumbuhan lalu lintas (5) Adams, dkk, 2008, hubungan biaya dan kondisi perkerasan dapat di analisa dengan tiga persamaan, dengan parameter: kondisi fisik perkerasan, lingkungan, operasional, dan sosial ekonomi. Parameter-parameter tersebut sangat mempengaruhi biaya pemeliharaan
perkerasan lentur
dan kaku. Hal ini
menentukan keputusan yang tepat dalam
dapat
pengalokasian
digunakan
untuk
anggaran sesuai dana
yang tersedia. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan oleh Hary CH, Suhaimi Daud, dkk, Lou dan Yin, Srinivasan, dkk, serta Adams, dkk, adalah bahwa penelitian ini memfokuskan
pembahasan tentang beberapa analisa
alternatif
desain perbaikan struktur perkerasan dan pemilihan alternatif terbaik berdasarkan analisa struktur perkerasan jalan diatas tanah ekspansif dengan program SAP-2000 dan BISAR 3.0 dengan membandingkan hasil keluaran besaran gaya-gaya dalam, tegangan-regangan, dan besaran lendutan yang terjadi dari beberapa jenis model perkerasan jalan yang ditinjau. Berdasarkan kajian pustaka di atas maka dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan alternatif desain perbaikan struktur perkerasan jalan pada ruas jalan Purwodadi-Blora diperlukan analisis struktur perkerasan jalan dan mengetahui karakteristik tanah dasarnya sehingga akan didapatkan pilihan desain perbaikan struktur perkerasan jalan yang paling tepat untuk diterapkan pada ruas jalan Purwodadi-Blora.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Tanah Ekspansif 2.2.1.1 Definisi Tanah Ekspansif Tanah ekspansif adalah tanah atau batuan yang kandungan lempungnya memiliki potensi kembang-susut akibat perubahan kadar air. 2.2.1.2 Karakteristik Tanah Ekspansif Tanah ekspansif memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis tanah pada umumnya, yaitu sebagai berikut: a. Mineral lempung Mineral lempung yang menyebabkan perubahan volume umumnya mengandung montmorillonite atau vermiculite, sedangkan illite dan kaolinite dapat bersifat ekspansif bila ukuran partikelnya sangat halus. b. Kimia tanah Meningkatnya konsentrasi kation dan bertambahnya tinggi valensi kation dapat menghambat pengembangan tanah. Sebagai contoh, kation Mg++ akan memberikan pengembangan yang lebih kecil dibandingkan dengan Na+. c. Plastisitas Tanah dengan indeks plastisitas dan batas cair yang tinggi mempunyai potensi untuk mengembang yang lebih besar. d. Struktur tanah Tanah
lempung
yang
berflokulasi
cenderung
bersifat
lebih
ekspansif
dibandingkan dengan yang terdispersi. e. Berat isi kering Tanah yang mempunyai berat isi kering yang tinggi menunjukkan jarak antar partikel yang kecil, hal ini berarti gaya tolak yang besar dan potensi pengembangan yang tinggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
2.2.1.3 Ciri-ciri Kerusakan Jalan di Atas Tanah Ekspansif Kerusakan jalan yang diakibatkan oleh perilaku tanah ekspansif dapat dilihat dengan ciri-ciri seperti di bawah ini : a. Retakan Retak pada perkerasan terjadi akibat penyusutan maupun pengembangan tanah. Retak ini merupakan retak memanjang yang dimulai dari tepi bahu jalan menuju ke tengah perkerasan. Lebar retakan bervariasi mulai dari retak rambut sampai retak berbentuk celah hingga mencapai 10 cm. Kedalaman retakan bervariasi mulai dari 1,0 cm sampai dengan kedalaman 50 cm. Retakan memanjang arah jalan disebabkan oleh retak yang terjadi pada tanah dasar, dan secara refleksi menjalar ke struktur perkerasan yang berada di atasnya dimulai dari samping perkerasan jalan (lihat Gambar 2.1).
Sumber : Survei lapangan, 2010
Gambar 2.1 Retakan memanjang pada tepi perkerasan jalan Ruas Jalan Purwodadi-Blora b. Pengangkatan Tanah Pengangkatan tanah atau cembungan perkerasan jalan dapat diakibatkan oleh mengembangnya tanah ekspansif yang berada di bawah perkerasan. Cembungan ini dapat mempengaruhi struktur perkerasan sehingga menyebabkan permukaan jalan bergelombang. Pada saat-saat tertentu cembungan terjadi pada tepi perkerasan akibat pemompaan tanah dasar yang lunak oleh repetisi roda kendaraan (lihat Gambar 2.2)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Sumber : Survei lapangan, 2010
Gambar 2.2 Pengangkatan tanah pada tepi perkerasan jalan Ruas jalan Purwodadi-Blora c. Deformasi (Penurunan) Penurunan permukaan perkerasan jalan dapat terjadi akibat berubahnya sifat tanah dasar menjadi tanah lunak atau terjadinya pengecilan volume akibat proses penyusutan. Penurunan permukaan yang terjadi dapat mencapai kedalaman 30 cm sehingga menggangu kelancaran pengguna jalan (lihat Gambar 2.3)
Sumber : Survei lapangan, 2010
Gambar 2.3 Deformasi/penurunan pada tepi perkerasan jalan Ruas jalan Purwodadi-Blora
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
d. Longsoran Air permukaan yang berada di atas perkerasan dapat masuk ke dalam celah yang besar, sehingga tanah menjadi jenuh air dan kadar air di dalamnya meningkat. Dengan adanya peningkatan kadar air pada tanah ekspansif, maka kuat geser tanah semakin berkurang dan akan mencapai kuat geser kritisnya. Semakin berkurangnya kuat geser tanah akan berakibat semakin berkurang pula daya dukungnya, sehingga pada saat faktor keamanan mendekati satu, tanah dasar tidak mampu lagi menahan beban di atasnya dan longsoran pun tidak dapat dihindari (lihat Gambar 2.4)
Sumber : Survei lapangan, 2010
Gambar 2.4 Longsoran pada tepi perkerasan jalan Ruas jalan Purwodadi-Blora 2.2.1.4 Identifikasi dan Klasifikasi Tanah Ekspansif Identifikasi dan klasifikasi tanah ekspansif secara empiris dilakukan dengan menggunakan parameter-parameter hasil dari uji indeks. Uji-uji indeks yang diperlukan adalah kadar air (SNI 03-1965-1990), batas cair (SNI 03-1967-1990), batas plastis (SNI 03-1966-1990), batas susut (SNI 03-3422-1994) dan analisis hidrometer (SNI 03-3423-1994). Pada umumnya, tanah dengan indeks plastisitas (PI) kurang dari 15 persen tidak akan memperlihatkan perilaku pengembangan. Untuk tanah dengan PI lebih besar dari 15 persen, kandungan kadar lempung harus dievaluasi di samping nilai-nilai batas Atterberg.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Identifikasi dan klasifikasi kualitatif tanah ekspansif secara sederhana dapat dilakukan dengan menghitung nilai tingkat keaktifan (activity) dan potensi pengembangan (swelling potential) berdasarkan nilai-nilai batas Atterberg dan/atau persentase kandungan lempung. a. Potensi Pengembangan ( Swelling Potential )
Menurut Chen
Menurut Chen (1975), potensi pengembangan dapat diidentifikasi menggunakan indeks tunggal berdasarkan nilai indeks plastisitas dari data atterberg seperti pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Tingkat pengembangan tanah (Chen,1975) Indeks Plastisitas / PI ( % ) 0 – 15 10-35 20-55 > 55
Potensi Pengembangan Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Menurut Cara USBR di kembangkan oleh Holtz dan Gibbs
Menurut Cara USBR yang dikembangkan oleh Holtz dan Gibbs Potensi pengembangan dapat diidentifikasi berdasarkan Tabel 2.2 Tabel 2.2 Potensi pengembangan tanah (USBR) Cara USBR di kembangkan oleh Holtz dan Gibbs Indeks Plastisitas Kemungkinan Mengembang (%) Derajat Mengembang >35 >30 Sangat Tinggi 25 – 41 20 -30 Tinggi 15 – 28 10 - 20 Sedang <18 <10 Rendah Persamaan Potensi Mengembang Seed, Woodward, dan Lundgren S = 60 * K * (PI) ^2,44 K = 3,6 * 10^-5
Menurut Raman
Menurut Raman (1967) potensi pengembangan dapat diidentifikasi berdasarkan Tabel 2.3 Tabel 2.3 Potensi pengembangan tanah (Raman, 1967) PI ( % ) <12 12-23 23-32 >32
SI ( % ) <15 13-50 30-40 >40
Potensi Pengembangan Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
b. Tingkat Keaktifan (Activity) Batas Atterberg dan fraksi lempung dapat dikombinasikan menjadi satu parameter yang dinamakan tingkat keaktifan (activity). Pada umumnya, tanah dengan indeks plastisitas (PI) kurang dari 15 persen tidak akan memperlihatkan perilaku pengembangan.
Menurut Skempton Tingkat keaktifan suatu tanah dapat ditentukan dari persamaan :
Ac =
PI CF
(2.1)
dengan : Ac = tingkat keaktifan PI = indeks plastisitas (%) CF = persentase fraksi lempung (%) Jika dikorelasikan dengan potensi pengembangan, maka tanah lempung dibagi menjadi tiga kelas berdasarkan tingkat keaktifannya, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.4 berikut : Tabel. 2.4 Korelasi tingkat keaktifan dengan potensi pengembangan (Skempton, 1953) Tingkat Keaktifan < 0,75 0,75 – 1,25 > 1,25
Potensi Pengembangan Tidak Aktif Normal Aktif
Menurut Seed Memperlihatkan potensi kembang suatu tanah remasan dikaitkan dengan tingkat keaktifan dan fraksi lempung. Tingkat keaktifan suatu tanah dapat ditentukan dari persamaan di bawah ini dan diplotkan dalam grafik berikut : Ac =
PI CF − 10
(2.2)
Hasil aktifitas ini bersama persentase fraksi lempung kemudian diplotkan pada grafik klasifikasi mengembang yang telah dibuat oleh Seed (1962). Titik perpotongan ini akan berada diantara garis potensi pengembangan 1,5%, 5%
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
dan 25%, maka tanah akan bersifat pengembangan rendah, medium, tinggi dan sangat tinggi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5
Sumber : Pd-T-10-2005-B
Gambar. 2.5 Klasifikasi Potensi Pengembangan (Seed et al., 1962)
2.2.2 Perkerasan Jalan di Atas Tanah Ekspansif 2.2.2.1 Desain Konstruksi Jalan di Atas Tanah Ekspansif Desain konstruksi jalan di atas tanah ekspansif membutuhkan analisis data hasil penyelidikan tanah di lapangan dan pengujian di laboratorium yang dapat memberikan informasi mengenai prosedur perencanaan atau pemilihan metode penanganan. Faktor-faktor yang di jadikan dasar dalam desain konstruksi jalan di atas tanah ekspansif yaitu :
A. Zona Aktif Zona aktif dapat ditentukan dengan memetakan nilai kadar air (w) terhadap kedalaman (D) dari contoh tanah yang diambil selama musim basah dan kering. Kedalaman pada saat kadar air hampir konstan adalah batasan zona aktif, atau disebut juga tebal perubahan kadar air musiman.
B. Pemadatan Tanah Pada prinsipnya pemadatan tanah merupakan suatu proses dimana partikel tanah saling berdekatan, sehingga rongga udara menjadi lebih kecil akibat tumbukan mekanik. Dengan melakukan pemadatan tanah pada kondisi kadar air yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
mendekati optimum, rongga udara dapat dieliminir sehingga perubahan kadar air pun berkurang. Pemadatan yang baik pada timbunan badan jalan akan mengurangi bahkan meniadakan penurunan timbunan. Melalui pemadatan tanah yang baik kuat geser tanah akan meningkat dan tahan terhadap deformasi.
C. Kuat Geser Tanah Tak Jenuh Kuat geser tanah tak jenuh dapat diformulasikan sebagai variabel kondisi tegangan . Ada dua variabel yang dapat dimasukkan ke dalam persamaan kuat geser tanah tak jenuh, yaitu variabel (σ-ua) dan (ua-uw). Bila dibandingkan dengan kuat geser tanah jenuh, maka tanah tak jenuh memiliki kuat geser yang lebih tinggi.
D. Perilaku Kuat Geser Akibat Siklus Berulang Terdapat dua kemungkinan yang terjadi akibat proses berulangnya basah-kering terhadap partikel-partikel tanah, yaitu terjadinya penyatuan butiran sehingga ukuran menjadi lebih besar, dan terjadinya pengurangan butiran sehingga ukuran menjadi lebih kecil. Partikel kuat geser tanah lempung akibat siklus berulang basah-kering akan mengakibatkan terjadinyahal-hal berikut: 1) Peningkatan kekakuan susunan partikel tanah yang ditandai dengan meningkatnya nilai modulus tangen awal pada siklus tertentu dari berulangnya basah-kering; 2) Peningkatan kuat geser tanah lempung yang merupakan peningkatan tegangan efektif intrinsik (intrinsic effective sress) akibat munculnya ikatan antar partikel; 3) Peningkatan kohesi tanah seiring dengan meningkatnya siklus berulang basah kering. Hal ini membuktikan bahwa proses selama siklus berulang terjadi ikatan partikel yang dinilai sebagai tegangan efektif intrinsik dalam tanah.
E. Perilaku Mengembang Akibat Siklus Berulang Perilaku potensi mengembang pada tanah ekspansif akan berkurang akibat bertambahnya siklus berulang basah-kering. Pengurangan tersebut semakin kecil setelah melewati siklus kelima. Permukaan jalan mengalami pergerakan setiap siklus musim hujan hingga empat siklus dan pergerakan menjadi sangat kecil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
setelah mengalami siklus kelima. Kondisi berulangnya pengembangan tanah akan mengakibatkan kelelahan pengembangan.
F. Tekanan Tanah Lateral Untuk keperluan konstruksi dinding penahan tanah yang ditempatkan di atas tanah ekspansif, maka analisis perhitungan dapat dipertimbangkan terhadap dua kondisi, yaitu: 1) untuk tanah timbunan yang berupa tanah ekspansif, analisis perhitungan dipertimbangkan terhadap keadaan remasan (remolded). 2) untuk tanah galian yang berupa tanah ekspansif, analisis perhitungan dipertimbangkan terhadap keadaan asli. Dalam mendesain dinding penahan tanah pada tanah ekspansif, dianjurkan agar konstruksi penahan tanah bersifat berat dan tidak dapat bergerak serta diperhitungkan menggunakan tekanan tanah pasif untuk tanah tak jenuh. Salah satu cara untuk mengurangi pengaruh pergerakan lateral atau tekanan horisontal yaitu dengan menggunakan bahan busa yang relatif lunak untuk ditempatkan pada dinding penahan tanah bagian dalam. Apabila tanah timbunan merupakan tanah ekspansif yang akan dilindungi dari resapan air melalui pemasangan geomembran pada permukaan tanah, maka tekanan tanah aktif yang bekerja pada dinding penahan tanah harus dihitung berdasarkan perilaku tekanan tanah tak jenuh.
2.2.2.2 Teknik Konstruksi di Atas Tanah Ekspansif Penanganan konstruksi jalan di atas tanah ekspansif pada prinsipnya adalah menjaga agar perubahan kadar air tidak terlalu tinggi atau dengan mengubah sifat tanah lempung ekspansif menjadi tidak ekspansif. Metode penanganan tanah ekspansif difokuskan ke dalam dua hal, yaitu perencanaan konstruksi jalan baru dan perbaikan konstruksi jalan lama. Usaha penanganan yang paling penting adalah mengupayakan agar tanah lempung tidak menimbulkan kerusakan pada struktur perkerasan jalan. Oleh karena itu penanganan harus dilakukan dengan beberapa alternatif, untuk mengetahui sifat tanah lempung yang akan dicegah atau diubah sifatnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
Berikut ini merupakan beberapa alternatif metode-metode konstruksi di atas tanah ekspansif :
A. Penggantian Material Metode penggantian material tanah ekspansif pada prinsipnya merupakan pengurangan seluruh atau sebagian tanah ekspansif sampai pada kedalaman tertentu, sehingga fluktuasi kadar air akan terjadi sekitar ketebalan tanah pengganti. Material tanah pengganti harus terdiri dari tanah yang non ekspansif agar tidak menimbulkan masalah kembang-susut tanah lagi di bawah konstruksi jalan.
B. Manajemen Air Desain drainase merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam manajemen air pada konstruksi jalan di atas tanah ekspansif. Baik buruknya kinerja perkerasan jalan tergantung kepada kondisi drainase permukaan maupun bawah permukaan. Salah satu faktor yang memicu perubahan volume tanah ekspansif sehingga dapat merusak lapis perkerasan adalah kurang berfungsinya drainase permukaan. Hal tersebut ditandai dengan terjadinya genangan air pada saluran samping, lunaknya tanah pada saluran dan tumbuhnya tanaman atau pepohonan akibat terendamnya lingkungan sekitarnya.
C. Stabilisasi Penggunaan metode stabilisasi tanah ekspansif bertujuan untuk menurunkan nilai indeks plastisitas dan potensi mengembang, yaitu dengan mengurangi persentase butiran halus atau kadar lempungnya. 1). Stabilisasi dengan Kapur Stabilisasi jenis ini menggunakan kapur sebagai bahan penstabilisasi. Kapur dapat menimbulkan pertukaran ion lemah sodium oleh ion kalsium yang berada pada permukaantanah lempung, sehingga persentase partikel halus cenderung menjadi partikel yang lebih kasar. Metode ini pada prinsipnya adalah mencampur tanah lempung dengan kapur di lapangan menggunakan peralatan seperti disc harrow atau small ripper. Banyaknya bahan kapur yang digunakan untuk keperluan stabilisasi tanah ekspansif berkisar antara 2%-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
10% dari berat kering tanah lempung. Tata cara perencanaan dan pelaksanaan sesuai SNI 03-3437 dan SNI 03-3439. Metode tiang kapur dapat dilakukan dengan menggali lubang sampai kedalaman tertentu, kemudian lubang tersebut diisi dengan kapur encer atau kapur kering. Diameter lubang berkisar antara 15 cm sampai dengan 30 cm dengan jarak antar titik tengah 1,20 meter sampai dengan 1,50 meter. Metode injeksi ini dilakukan dengan memasukkan kapur encer ke dalam tanah lempung dengan menggunakan tekanan, sehingga air kapur dapat bereaksi dengan tanah. 2). Stabilisasi dengan Semen Stabilisasi menggunakan bahan semen seperti terlihat pada Gambar 2.6 dapat meningkatkan butiran tanah menjadi suatu kesatuan yang lebih keras, sehingga akan terjadi pengurangan nilai indeks plastisitas, nilai batas cair (LL), dan potensi perubahan volume serta penambahan nilai batas susut (SL) dan nilai kuat geser tanah. Banyaknya bahan semen yang digunakan untuk keperluan stabilisasi tanah ekspansif berkisar antara 4-6 % dari berat kering tanah lempung. Tata cara perencanaan dan pelaksanaan sesuai SNI 03-343819 dan SNI 03-3440.
Sumber : Pd–T–10-2005-B
Gambar 2.6 Stabilisasi dengan Semen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
D. Membran Membran berfungsi untuk mereduksi laju perubahan kadar air di bawah perkerasan jalan, sehingga harus bersifat kedap air serta kuat menahan perubahan kondisi tanah. Membran dapat ditempatkan secara vertikal maupun horisontal tergantung dari bagian tanah ekspansif yang kadar airnya akan dilindungi. Untuk membran yang ditempatkan secara vertikal, umumnya dilakukan penekukan ke arah lateral pada tepi ujung bagian atas sehingga berfungsi sebagai penghalang horisontal. 1). Membran Geosintetik Membran geosintetik dapat dibuat dari bahan polyethylene, polyvinyl chlorida (PVC), polypropylene dan geosintetik lainnya yang kedap air. Geomembran yang ditempatkan di atas tanah dasar harus cukup tebal agar tidak mudah terkoyak atau terkena benda tajam pada saat penghamparan. Ketebalan membran yang digunakan minimal 0,25 mm atau 10 mil, dimana mil adalah satuan tebal geosintetik. Penggunaan membran seperti terlihat pada Gambar 2.7 dengan ketebalan yang kurang dari 0,25 mm memerlukan perhatian khusus untuk menghindari tertusuknya membran pada saat pemasangannya. Dalam hal ini, sifat ketahanan terhadap reaksi kimia dan oksidasi harus diperhatikan dalam pemilihan bahan membran yang akan digunakan.
Sumber : Pd–T–10-2005-B
Gambar 2.7 Pemasangan Membran Geosintetik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
2). Pelat Beton Pelat beton dapat juga digunakan sebagai membran untuk menjaga perubahan kadar air yang berlebihan. Penggunaan pelat beton memiliki keunggulan dibandingkan dengan membran sintetik karena sifat beton yang lebih kaku. Pelat beton memiliki fungsi ganda, yaitu di samping berfungsi untuk mengurangi perubahan kadar air, dapat juga berfungsi sebagai penahan gaya angkat ke atas dari pengembangan tanah ekspansif. Pelat beton yang digunakan untuk konstruksi bahu jalan atau trotoar harus dilengkapi dengan tulangan yang saling mengikat agar pelat tidak mudah lepas. 3). Aspal Aspal juga dapat berfungsi sebagai membran, terutama dari jenis catalytically blown, aspal emulsi dan aspal karet. Secara tidak langsung perkerasan beraspal dapat berfungsi sebagai membran. Penggunaan campuran aspalsemen yang direkomendasikan untuk digunakan sebagai membran adalah sebanyak 5,9 liter/m2. Lembaran aspal yang dibuat di pabrik dengan tebal kurang dari 12 mm juga dapat digunakan sebagai membran. Aspal dengan penetrasi 50-60 digunakan sebagai membran pembungkus timbunan badan jalan dengan maksud menjaga kadar air agar tetap konstan sehingga perubahan volume material timbunan dapat berkurang. 4). Membran Horizontal Membran horisontal ditempatkan di atas permukaan tanah sedemikian rupa sehingga lebar membran lebih panjang dari lebar jalan yang dilindungi. Kelebihan membran yang berada di antara lebar membran yang dipasang dengan lebar jalan yang dilindungi disebut jarak samping. Pada jarak samping ini perubahan kadar air dapat menimbulkan pengembangan tanah. Jarak samping berkisar antara 0,60 meter sampai dengan 1,50 meter, atau dapat diambil sebesar kedalaman zona aktif. Cara pemasangan membran horisontal pada konstruksi jalan diperlihatkan pada Gambar 2.8.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
(a) Perkerasan Beraspal
(b) Tipe Membran semprotan aspal Gambar. 2.8 Membran horisontal pada perkerasan jalan (Snethen,1979) 5). Membran Vertikal Membran vertikal ditempatkan pada kedua sisi jalan yang akan dilindungi dalam posisi tegak hingga mencapai kedalaman tertentu. Membran ini berfungsi sebagai penghalang aliran air tanah pada arah horisontal atau menjaga penguapan ke samping dari tanah yang berada di bawah badan jalan. Kedalaman membran harus dipasang minimal dua pertiga dari kedalaman zona aktif, dan kedalaman minimal pemasangan membran adalah 1,5 meter. Umumnya membran vertikal lebih efektif dibandingkan dengan membran horisontal. Meskipun demikian, ditinjau dari segi kepraktisan masing-masing membran memiliki kesulitan yang sama dalam menentukan jarak samping dan penggalian yang lebih dalam. Cara pemasangan membran vertikal diperlihatkan pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Membran vertikal pada konstruksi jalan (Snethen, 1979)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Keterangan gambar: Kedalaman potongan melintang membran harus diperdalam hingga kedalaman zona aktif. Meskipun demikian, jika kondisi tanah, kepraktisan serta keekonomisan usaha pemasangan ini tidak memberikan keuntungan yang
berarti,
maka
kedalaman
membran
harus
dikurangi
untuk
mempermudah pemasangan. 6). Membran Pembungkus Lapisan Tanah Membran pembungkus lapisan tanah (Membranes Encapsulated Soil Layer, MESL) berfungsi sebagai pembungkus tanah dasar yang dipadatkan. Pada metode ini tanah yang berada di dalam selubung membran akan memiliki kadar air yang relatif tetap, akibat kurangnya pengaruh dari perubahan kadar air yang terjadi di luar membran. Detail membran pembungkus lapisan tanah ditunjukkan pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Membran pembungkus lapisan tanah pada konstruksi jalan (Hammit dan Ahlvin, 1973)
E. Pembebanan Pengembangan tanah ekspansif dapat dicegah melalui pemberian beban yang cukup besar untuk menahan tekanan mengembang. Cara ini hanya dapat dilakukan untuk tanah lempung yang memiliki tingkat ekspansif yang rendah sampai dengan sedang. Pengujian lapangan dan laboratorium harus dilakukan untuk menentukan karakteristik pengembangan tanah. Kondisi lapangan harus betul-betul dipelajari selama pengujian berlangsung. Apabila tetap terjadi peningkatan tegangan mengembang, maka penggunaan pembebanan tidak efisien karena tidak linearnya hubungan antara tegangan dan besarnya pengembangan. Tekanan mengembang sekitar 25 kPa dapat dijaga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
pengembangannya dengan tinggi timbunan 1,3 meter dan fondasi beton. Pada sistem pembebanan ini diperlukan pembuatan drainase untuk menurunkan muka air tanah agar tanah tidak bersifat lunak sewaktu pemberian beban berlangsung. Informasi-informasi
tambahan
mengenai
hal-hal
penting
yang
harus
dipertimbangkan dalam pemilihan metode konstruksi serta belum tercantum di dalam sub-sub pasal di atas dirangkum pada Tabel 2.5 di bawah ini: Tabel 2.5 Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan metode konstruksi No
Metode Konstruksi
1.
Penggantian Material
2.
Stabilisasi dengan kapur
3.
Stabilisasi dengan semen
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan a. Material pengganti yang digunakan harus bersifat non ekspansif serta tidak lolos air b. Tanah tersebut harus dipadatkan melebihi kepadatan tanah ekspansif untuk mendapatkan daya dukung yang tinggi. c. Jika menggunakan material granular, maka perlu dilakukan kontrol pengaliran air dari timbunan agar tidak berkumpul pada material ini. d. Penggalian harus mencapai kedalaman yang dianggap stabil serta dilindungi dengan menggunakan membran. a. Persentase kapur yang diberikan sebesar 2 – 10 % umumnya dapat digunakan b. Harus dilakukan pengujian awal terhadap tanah yang akan distabilisasi untuk menentukan reaksi kapur dan persentase kapur yang dibutuhkan. c. Kedalaman pencampuran terbatas antara 30 – 45 cm,tergantung pada peralatan pencampurnya. d. Kapur dapat digunakan dalam bentuk kering maupun encer(slurry), tetapi penambahan air harus tetap dilakukan. e. Pengawasan kualitas sangat penting dilakukan selama penggemburan, pencampuran dan pemadatan. f. Stabilisasi dengan kapur harus dilindungi dari air permukaan dan air tanah karena air tersebut dapat mengeluarkan kapur dari dalam campuran sehingga tanah akan kehilangan kekuatan akibat jenuh air. a. Tipe semen yang digunakan adalah semen Portland dengan persentase 4 – 6%, dengan tujuan mengurangi potensi perubahan volume. b. Pelaksanaan stabilisasi dengan semen sama dengan yang dilakukan pada stabilisasi dengan kapur. c. Penggunaan stabilisasi dengan semen tidak seefektif stabilisasi dengan kapur untuk tanah lempung berplastisitas tinggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Tabel 2.5 Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan metode konstruksi (lanjutan) No 4.
5. 6.
7.
8.
9.
Metode Konstruksi
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan
a. Trotoar yang terbuat dari pelat beton sebaiknya diberikan tulangan. b. Sambungan lentur harus dapat menghubungkan trotoar dengan fondasinya. c. Harus sering dilakukan pemeriksaan terhadap retak dan kebocoran a. Membran menerus harus ditempatkan di sepanjang Aspal tanah dasar dan saluran samping apabila aspal digunakan pada konstruksi jalan raya. a. Membran horisontal harus diperpanjang hingga Membran Horisontal cukup jauhdari perkerasan jalan atau fondasi untuk mencegah pergerakan air secara horisontal ke dalam tanah fondasi. b. Dibutuhkan kehati-hatian pada saat memasang membran di atas fondasi, merekatkan sambungan, serta memiringkan membran hingga berada di bawah dan jauh dari struktur. c. Bahan membran harus tahan lama dan terbuat dar bahan yang tidak mudah terdegradasi. d. Sambungan yang menghubungkan membran dengan struktur harus kuat dan tidak tembus air. e. Dibutuhkan kemiringan yang cukup untuk mengalirkan drainase permukaan langsung dari ujung-ujung membran a. Membran harus dipasang sedalam mungkin sesuai Membran Vertikal dengan peralatan yang digunakan. b. Kedalaman pemasangan minimum yang digunakan adalah setengah dari kedalaman zona aktif. c. Tanah timbunan yang digunakan untuk mengisi parit harus kedap air. Membran Pembungkus a. Setiap sambungan harus tertutup rapat. b. Material yang digunakan harus tahan lama dan kuat Lapisan Tanah terhadap urugan pasir. c. Penempatan lapisan pertama di atas membran bawah harus diawasi untuk mencegah kerusakan a. Apabila tekanan mengembang relatif rendah serta Pembebanan deformasinya masih dapat ditolerir, maka penggunaan metode pembebanan ini cukup efektif. b. Diperlukan pengujian tanah untuk menentukan kedalaman zona aktif dan besarnya tekanan mengembang maksimum yang akan dibebani. c. Pengawasan drainase sangat diperlukan selama pembebanan berlangsung untuk mencegah pengaliran air baik pada arah vertikal maupun horisontal. Pelat Beton
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
2.2.2.3 Parameter Desain Parameter desain perkerasan jalan di atas tanah ekspansif yang biasa dipakai antara lain : A. Kuat Geser Tanah Kuat geser tanah merupakan fungsi dari parameter-parameter kekuatan tanah yaitu kohesi (c) dan sudut geser dalam (φ). B. Poisson’s ratio Poisson’s ratio (µ) tanah lempung dinyatakan di dalam Tabel 2.6 berikut ini: Tabel 2.6 Nilai Poisson’s Ratio Tanah Lempung Kondisi Tanah Lempung Jenuh Lempung Tak Jenuh
poisson’s ratio 0,4-0,5 0,1-0,3
C. California Bearing Ratio ( CBR ) CBR didefinisikan sebagai perbandingan dari gaya yang dibutuhkan untuk penetrasi sebuah piston dengan luas permukaan 1935 mm2 (3 in2) ke dalam tanah yang ditempatkan di sebuah tempat khusus dengan kelajuan rata – rata 1 mm/mnt (0.05 in/ mnt), dari kebutuhan yang sama untuk penetrasi contoh standar batu pecah yang dipadatkan. Perbandingan yang digunakan adalah penetrasi ke-2.5 dan 5.0 mm (0.1 dan 0.2 in) dan yang digunakan adalah harga tertinggi. Nilai CBR yang ada pada tanah tergantung dari kepadatan kering dan kadar airnya. Sesuai dengan derajat kepadatan, nilai CBR akan turun seiring bertambahnya kadar air dan penurunan ini bisa lebih cepat jika berada di atas kadar air optimum. Nilai CBR dapat diaplikasikan untuk desain runway atau taxiway lapangan terbang dan jalan raya. Grafik desain standar digunakan para insinyur untuk menentukan ketebalan konstruksi berdasarkan nilai CBR tergantung dari kondisi lalulintas kendaraan atau pesawat terbang yang lewat sesuai dengan beban sumbu dan frekuensi lalu-lintas.
2.2.2.4 Desain Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Tahapan desain perkerasan lentur diatas tanah ekspansif adalah sebagai berikut:
Langkah 1 Pilih angka Indeks Tebal Perkerasan (ITP) atau disebut juga Structure Number (SN) yang sesuai untuk desain perkerasan awal. Disarankan agar diambil nilai ITP
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
maksimum sehingga diperoleh asumsi dalam keadaan tidak terjadi pengangkatan mengembang. Sebagai contoh, tingkat pelayanan awal desain (PSI permulaan) diharapkan sebesar 4,4 dan akhir desain adalah 2,5 serta waktu untuk lapis tambah 15 tahun (untuk 5 juta lalu lintas ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16 ton). Pada desain perkerasan awal Gambar 2.11. Nilai ITP yang lebih kecil dari 4,4 mungkin saja dapat cocok, sepanjang nilai tersebut tidak bertentangan dengan waktu untuk lapis tambah minimum.
Langkah 2 Pilih perkiraan waktu untuk lapis tambah yang diinginkan pada kondisi pengangkatan mengembang yang diantisipasi dan masukkan ke dalam Kolom 2. Angka ini harus lebih kecil daripada waktu untuk lapis tambah maksimum, sesuai dengan angka struktur perkerasan awal yang dipilih. Umumnya angka ini lebih besar dari kehilangan lingkungan dan lebih kecil dari waktu untuk lapis tambah.
Langkah 3 Perkirakan kehilangan tingkat pelayanan lingkungan total yang diakibatkan oleh pengangkatan mengembang (∆PSISW,) dengan menggunakan grafik hubungan antara kehilangan tingkat pelayanan lingkungan kumulatif dengan perkembangan waktu (Gambar 2.12 digunakan sebagai contoh). Perkiraan waktu untuk lapis tambah diperoleh dari Langkah 2 dengan cara cobacoba. Masukkan nilai (∆PSISW) yang diperoleh ke Kolom 3.
Langkah 4 Kurangkan nilai kehilangan tingkat pelayanan total yang diinginkan dengan nilai kehilangan tingkat pelayanan lingkungan untuk menetapkan kehilangan tingkat pelayanan lalu lintas yang sesuai (lihat Langkah 3). ∆ PSITR = ∆ PSI - ∆ PSISW
(2.3)
Contoh: 4,4-2,5 = 1,9. Masukkan hasilnya ke Kolom 4
Langkah 5 Gunakan Gambar 2.13 untuk mengestimasi nilai kumulatif lalu lintas ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16 ton yang diijinkan sesuai dengan kehilangan tingkat pelayanan lalu lintas, yang didapat dari Langkah 4. Masukkan hasilnya ke Kolom 5. Hal yang penting adalah gunakan tingkat kepercayaan yang sama, modulus efektif reaksi tanah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
dasar (modulus of subgrade reaction) dan lainnya, jika menggunakan nomograf pada Gambar 2.11.
Langkah 6 Perkirakan tahun yang sesuai dengan kumulatif lalu lintas ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16 ton yang akan dicapai (ditentukan dari Langkah 5). Masukkan hasilnya ke Kolom 6. Nilai tersebut harus disertai dengan penambahan dari hubungan lalu lintas kumulatif terhadap perkembangan waktu (Gambar 2.13 digunakan sebagai contoh).
Langkah 7 Bandingkan perkiraan waktu untuk lapis tambah dengan hasil perhitungan pada Langkah 6. Jika perbedaannya lebih besar dari 1 tahun, maka hitunglah nilai rata-rata dari dua angka tersebut dan gunakan sebagai nilai coba-coba untuk memulai pengulangan berikutnya (kembali ke Langkah 2). Jika perbedaannya kurang dari 1 tahun, maka perhitungan memuaskan sehingga hasil ini menjadi waktu untuk lapis tambah yang diperkirakan untuk struktur perkerasan awal sesuai dengan angka SN yang dipilih. Pada contoh ini, kepuasan tercapai setelah tiga kali pengulangan dan waktu untuk lapis tambah yang diperkirakan sekitar 9 tahun. Tabel 2.7 Contoh proses untuk memperkirakan waktu untuk lapis tambah pada struktur perkerasan permulaan dengan mempertimbangkan pengangkatan mengembang PSI permulaan : 4,4 Kemungkinan waktu untuk lapis tambah maksimum : 15 tahun Kehilangan tingkat pelayanan desain : ∆PSI = Po-Pt = 4,4-2,5 = 1,9 Lalu lintas Kesesuaian Pengulangan Perkiraan Kehilangan kumulatif kehilangan Waktu untuk pelayanan yang pelayanan lapis tambah total akibat diijinkan total akibat pengangkatan lalu lintas mengembang (No) (Tahun) (∆PSIsw) (∆PSITR) (8,16 ton ESAL) (1) (2) (3) (4) (5) 1 13,0 0,30 1,60 2,94 x 106 2 3,00 x 106 11,0 0,28 1,62 3 9,0 0,24 3,13 x 106 1,66
commit to user
Waktu untuk lapis tambah yang sesuai (tahun) (6) 8,8 9,0 9,4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
PERSAMAAN NOMOGRAF : ⎡ ∆PSI ⎤ log10 ⎢ ⎥ ⎣ 4,2 − 1,5 ⎦ + 2,32 * log M − 8,07 log10 W18 = Z R * S o + 9,36 * log10 ( SN + 1) − 0,20 + 10 R 1094 0,40 + ( SN + 1) 5,19
Contoh: 6 W18 = 5 x 10 R = 95% So = 0,35 MR = 5000 psi Δ PSI = 1,9 Penyelesaian : SN = 5,0
Gambar 2.11 Grafik desain untuk perkerasan lentur berdasarkan penggunaan nilai rata-rata untuk tiap inputnya (AASHTO, 1993)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Gambar 2.12 Contoh konseptual grafik hubungan kehilangan tingkat pelayanan dengan perkembangan waktu untuk lokasi tertentu (AASHTO, 1993)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Gambar 2.13 Contoh pengeplotan kumulatif lalu lintas ekivalen sumbu tunggal 8,16 ton terhadap waktu (AASHTO, 1993)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
2.2.2.5 Desain Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Tahapan desain perkerasan kaku diatas tanah ekspansif adalah sebagai berikut:
Langkah 1 Pilih ketebalan slab yang sesuai untuk desain perkerasan awal. Mengacu pada contoh masalah yang disajikan pada Gambar 2.14a dan Gambar 2.14b, ketebalan maksimum slab adalah 28,0 cm. Dalam prakteknya ada kalanya ketebalan slab yang kurang dari nilai tersebut, dapat cocok untuk menahan pengangkatan mengembang, sepanjang itu tidak bertentangan dengan waktu untuk lapis tambah minimum.
Langkah 2 Pilih perkiraan waktu untuk lapis tambah yang diinginkan pada kondisi pengangkatan mengembang yang diantisipasi dan masukan ke dalam Kolom 2. Angka ini harus kurang dari waktu untuk lapis tambah maksimum yang sesuai dengan ketebalan slab permulaan yang dipilih. Umumnya angka ini lebih besar dari kehilangan lingkungan dan lebih kecil dari waktu lapis tambah.
Langkah 3 Dengan menggunakan grafik hubungan antara kehilangan tingkat pelayanan lingkungan kumulatif dengan perkembangan waktu (Gambar 2.12 digunakan sebagai contoh), perkirakan kehilangan tingkat pelayanan lingkungan total yang diakibatkan oleh pengangkatan mengembang (∆PSI SW) yang dapat diharapkan untuk perkiraan waktu lapis tambah dari Langkah 2 dan masukan dalam Kolom 3.
Langkah 4 Kurangkan nilai kehilangan tingkat pelayanan total yang diinginkan dengan nilai kehilangan tingkat pelayanan lingkungan (Langkah 3) yaitu (4,2–2,5 = 1,7, diambil dari contoh), untuk menetapkan kehilangan tingkat pelayanan lalu lintas yang sesuai. Masukan ke dalam Kolom 4 ∆ PSITR = ∆ PSI - ∆ PSISW
(2.4 )
Langkah 5 Gunakan Gambar 2.14a dan Gambar 2.14b, untuk mengestimasi nilai kumulatif yang diperbolehkan lalu lintas pada ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16 ton sesuai dengan kehilangan tingkat pelayanan lalu lintas yang didapat dari Langkah 4, dan masukan ke dalam Kolom 5. Hal yang penting adalah gunakan tingkat kepercayaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
yang sama, modulus efektif reaksi tanah dasar dan lainnya, bila menggunakan nomograf desain perkerasan kaku untuk mengestimasi lalu lintas yang diijinkan.
Langkah 6 Perkirakan tahun yang sesuai dengan kumulatif lalu lintas pada ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16 ton yang akan dicapai (ditentukan dari Tahap 5) dan masukkan ke dalam Kolom 6. Nilai ini harus disertai dengan tambahan dari hubungan lalu lintas komulatif terhadap perkembangan waktu (Gambar 2.13 digunakan sebagai contoh).
Langkah 7 Bandingkan perkiraan waktu untuk lapis tambah dengan hasil perhitungan pada Tahap 6. Jika perbedaannya lebih besar dari 1 tahun, maka hitunglah nilai rata-rata dari dua angka tersebut dan gunakan ini sebagai nilai coba-coba untuk memulai pengulangan berikutnya (kembali ke Langkah 2). Jika perbedaannya kurang dari 1 tahun, maka perhitungan memuaskan, sehingga hasil ini menjadi waktu untuk lapis tambah yang diperkirakan untuk struktur perkerasan permulaan sesuai dengan desain ketebalan slab yang dipilih. Dalam contoh ini, kepuasan dapat dicapai setelah tiga kali pengulangan dan waktu untuk lapis tambah yang diperkirakan sekitar 10 tahun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Tabel 2.8 Contoh proses untuk memperkirakan waktu untuk lapis tambah struktur perkerasan kaku permulaan dengan mempertimbangkan pengangkatan mengembang Ketebalan Slab : 28 cm Waktu untuk lapis tambah maksimum : 20 tahun Kehilangan tingkat pelayanan desain : ∆PSI = Po-Pt = 4,2-2,5 = 1,7 Lalu lintas Kesesuaian Pengulangan Perkiraan Kehilangan kumulatif kehilangan Waktu untuk pelayanan yang pelayanan lapis tambah total akibat diijinkan total akibat pengangkatan lalu lintas mengembang (No)
(Tahun)
(1) (2) 1 15,0 2 12,0 3 10,0 Keterangan tabel : Nomor Kolom 2 3 4 5
6
(∆PSIsw)
(∆PSITR)
(3) 0,31 0,29 0,26
(4) 1,39 1,41 1,44
(8,16 ton ESAL) (5) 3,05 x 106 3,16 x 106 3,33 x 106
Waktu untuk lapis tambah yang sesuai (tahun) (6) 9,05 9,30 10,20
Deskripsi Prosedur Diestimasi oleh perencana (langkah 2) Gunakan nilai estimasi dari kolom 2 dengan Gambar 2.12. Tentukan kehilangan tingkat pelayanan total akibat pengangkatan mengembang (langkah 3) Kurangkan desain total dengan kehilangan tingkat pelayanan lingkungan (kolom 3) Ditentukan dari Gambar 2.14a dan Gambar 2.14b, usahakan seluruh input adalah konstan (kecuali untuk kehilangan tingkat pelayanan lalu lintas, gunakan dari kolom 4 dan gunakan nomograf secara kebalikannya (langkah 5) Gunakan lalu lintas dari kolom 5, estimasi waktu untuk lapis tambah dari gambar 2.13 (langkah 6)
(AASHTO 1993)
Tabel 2.9 berikut memperlihatkan tingkat kepercayaan yang direkomendasikan untuk klasifikasi jalan berdasarkan fungsinya. Tingkat kepercayaan tertinggi ditujukan untuk jalan dengan penggunaan terbanyak, sedangkan tingkat kepercayaan terendah yaitu 50% ditujukan untuk jalan-jalan lokal. Nilai tingkat kepercayaan ini digunakan dalam desain dengan bantuan nomograf pada Gambar 2.11 untuk perkerasan lentur dan Gambar 2.14 untuk perkerasan kaku.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Tabel 2.9 Tingkat kepercayaan yang direkomendasikan untuk klasifikasi jalan berdasarkan fungsinya Klasifikasi jalan berdasarkan fungsinya
Tingkat kepercayaan yang direkomendasikan (%) Perkotaan
Antar kota
85-99,9
80-99,9
Jalan Arteri
80-99
75-95
Jalan Kolektor
80-95
75-95
Jalan Lokal
50-80
50-80
Jalan Antar Kota dan Jalan raya (lintas) lainnya
(AASHTO,1993) Berdasarkan tingkat kepercayaan yang diperoleh dari Tabel 2.10 maka standar penyimpangan normal (Zn) dapat ditentukan dari tabel berikut : Tabel 2.10 Standar penyimpangan normal berdasarkan tingkat kepercayaan Tingkat Kepercayaan, R (%) 50 60 70 75 80 85 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 99,9 99,99
Standar penyimpangan normal, Zn -0,000 -0,253 -0,524 -0,674 -0,841 -1,037 -1,282 -1,340 -1,405 -1,476 -1,555 -1,645 -1,751 -1,881 -2,054 -2,327 -3,090 -3,750
(AASHTO,1993)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
PERSAMAAN NOMOGRAF : ⎡ ⎤ ⎡ ∆PSI ⎤ log10 ⎢ ⎢ ⎥ ⎥ 0 , 75 s ' c * cd D − 1,132 ⎣ 4,5 − 1,5 ⎦ + (4,22 − 0,32 Pt ) * log ⎢ ⎥ log10 W18 = Z R * S o + 7,35 * log10 ( D + 1) − 0,06 + 10 7 ⎢ 1,624 * 10 ⎡ 0,75 18,42 ⎤ ⎥ 0,40 + ⎢ 215,63 * J ⎢ D − ⎥⎥ ( D + 1)8, 46 ( Ec / k ) 0, 25 ⎦ ⎥⎦ ⎢⎣ ⎣
[
]
(Catatan : D dalam satuan inchi)
(a) Segmen 1 Gambar 2.14.a Grafik desain untuk perkerasan kaku berdasarkan penggunaan nilai rata-rata untuk tiap variabel input (AASHTO, 1993)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Catatan : W18 ESAL = W 8,16 ton ESAL Contoh: so = 0,29 K = 72 pci R = 95 % (zn = -1,645), didapat dari Tabel 14 Ec = 5 x 106 psi ∆ PSI = 4,2 – 2,5 = 1,7 S’c = 650 psi W18 = 5,1 x 106 (18 kip ESAL) J = 3,2 Penyelesaian: D = 10.0 inci Cd = 1,0 (b) Segmen 2 – Lanjutan Segmen 1 Gambar 2.14.b Grafik desain untuk perkerasan kaku berdasarkan penggunaan nilai rata-rata untuk tiap variabel input (lanjutan) (AASHTO, 1993)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
2.2.3 Analisis Struktur Perkerasan Jalan Untuk melakukan analisis struktur perkerasan jalan yang ditinjau akan dilakukan dengan menggunakan Program Bantu (Package Software) SAP-2000 dan Program BISAR 3.0 dengan pendekatan perhitungan memakai metode Finite Element Method (FEM) atau sering disebut juga Metode Elemen Hingga (MEH). Metode Elemen Hingga adalah suatu metode analisis struktur dengan menggantikan suatu continuum dengan sejumlah elemen-elemen diskrit yang terhingga dan terhubungkan satu sama lain dengan titik-titik nodal (Kumar,1986). Secara garis besar prosedur Finite Element Method yang dikembangkan untuk analisis perilaku Struktur Perkerasan Jalan ini dapat dibagi dalam 5 tahap dasar : 1. Diskretisasi Struktur perkerasan menjadi elemen-elemen benda pejal tiga dimensi aksisimetrik dan elemen-elemen pelat-lentur, Subgrade Tanah dasar sebagai elemen-elemen pegas vertikal dengan coefficient of subgrade reaction, kv, dan sebagai pegas horizontal dengan coefficient of subgrade reaction, kh. 2. Untuk setiap elemen, yaitu elemen pelat-lentur, elemen benda pejal aksisimetris, pegas vertikal maupun pegas horizontal, dievaluasi matriks kekakuan elemen dalam koordinat lokalnya dengan formula :
[K ] = ∫∫∫[B] [E ][. B]dV T
e l
(2.5)
v
Matriks [B] adalah matriks yang memberikan hubungan antara vektor regangan elemen {ε }dengan vektor nodal displacement elemen
{ε } = [B]{d } dan
{d }
, sesuai formula
[B] = [D][N] , dengan matriks [D] adalah matriks operator
diferensial, dan [N] adalah shape function matrix yang memberikan hubungan antara vektor displacement elemen {u} dengan vektor nodal displacement elemen
{d }, sesuai formula {u} = [N ]{d }.
[ ] [K ] = [T ] [K ].[T ]
Selanjutnya K le tersebut dapat ditransformasikan ke sistem koordinat global : e g
T
(2.6)
e l
dengan matriks [T] adalah matriks transformasi elemen dari sisetm koordinat lokal ke sistem koordinat global. Demikian pula halnya untuk vektor beban dan vektor nodal displacement :
{P}lokal = [T ].{P}global
(2.7)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
{d }lokal = [T ]{d }global
[ ]
(2.8)
3. Matriks-matriks K ge , {P}global , {d }global untuk setiap elemen dapat di-assembly e
e
menjadi [K], {P}, dan {D} dari strukturnya, dan persamaan keseimbangan struktur dalam sistem koordinat global menjadi :
[K ]{D} = {P}
(2.9)
4. Persamaan tersebut di atas, setelah kondisi batas beban {P}e dan kondisi batas displacement {Dk} pada struktur diperhitungkan, dapat diselesaikan untuk
memperoleh solusi nodal displacement dari struktur yang belum diketahui {Du} maupun reaksi-reaksi nodal pada pegas-pegas vertikal dan horizontal tanah dasar {P}r. 5. Berdasarkan solusi nodal displacement {Du} pada langkah (4), setelah ditransformasikan kembali ke sistem koordinat lokal {d e} dengan besarnya tegangan { σ } , regangan { ε } , maupun gaya-gaya dalam untuk setiap elemen pelat lentur, maupun gaya pegas-pegas vertikal dan horizontal {pe } , dapat dihitung sebagai berikut :
{σ } = [E ]{ε } = [E ][. B]{d e }
(2.10)
{ε } = [B]{d e }
(2.11)
{p } = [k e
e pegas
]{d }
(2.12)
e
dan distribusi tekanan tanah di bawah perkerasan jalan dapat dievaluasi dengan mengalikan defleksi perkerasan jalan di setiap titik dengan nilai coefficient of
subgrade reaction, kv. 2.2.3.1 Pemodelan Pembebanan Model pembebanan yang dipakai dalam analisis struktur perkerasan mengacu pada Beban gandar (axle load) yang digunakan untuk perancangan perkerasan jalan mengacu pada peraturan Bina Marga (1987) mengenai beban gandar tunggal standar (Standard Single Axle Load) = 8,16 ton. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan menyatakan bahwa Muatan Sumbu Terberat (MST) yang diijinkan untuk jalan kelas III adalah sebesar 8 Ton.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
2.2.3.2 Parameter Karakteristik Tanah Dasar (Subgrade) Beberapa parameter karakteristik tanah dasar yang sangat penting dipakai dalam analisis struktur perkerasan jalan antara lain :
•
Modulus reaksi tanah dasar Koefisien Modulus of Subgrade Reaction (ks) yang digunakan untuk analisis struktur perkerasan dapat dihitung berdasarkan nilai CBR tanah dasarnya.
•
Modulus elastisitas tanah dasar Modulus elastisitas tanah dapat diukur dari korelasi antara modulus resilient tanah dasar dengan CBR yaitu sebagai berikut : MR tanah dasar (MPa) = 10 x CBR(%)
•
Angka Poisson’s Ratio tanah dasar Menurut Bowles (1998), besarnya nilai Poisson’s Ratio (υ) berdasarkan jenis tanahnya disajikan pada Tabel. 2.11 Jangkauan Nilai Banding Poisson’s Ratio, sebagai berikut : Tabel. 2.11 Jangkauan Nilai Banding Poisson’s Ratio Jenis Tanah Lempung Jenuh Lempung Tak Jenuh Lempung Berpasir Lanau Pasir (padat) Pasir berkerikil Biasa dipakai Batuan Tanah Lus Es Beton
•
υ 0,40-0,50 0,10-0,30 0,2-0,30 0,30-0,35 0,10-1,00 0,30-0,40 0,10-0,40 0,10-0,30 0,36 0,15
Daya dukung ultimit tanah dasar Daya dukung tanah ultimate dapat dihitung berdasarkan rumus pendekatan yang diberikan oleh J.E. Bowles dengan rumus sebagai berikut : K s = 40 xq u qu =
(2.13)
Ks 40
dimana : Ks : Modulus Reaksi Tanah Dasar (kN/m3) qu : Daya dukung tanah ultimit (kN/m2)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
•
Lendutan ijin pada tanah dasar Lendutan maksimal yang dijinkan terjadi pada struktur perkerasan yang berada diatas subgrade dapat dihitung dengan rumus :
δ=
qu Ks
(2.14)
dimana : δ = lendutan yang diijinkan (m) qu = daya dukung tanah ultimit (kN/m2) Ks = Modulus reaksi tanah dasar (kN/m3)
•
Tekanan Mengembang (Swelling Pressure) Tekanan mengembang (swelling pressure) tanah dasar menyatakan tentang nilai besaran tekanan pengembangan tanah dasar yang diakibatkan karena sifat ekspansif pada tanah tersebut. Jika tekanan yang terjadi akibat berat struktur perkerasan lebih besar dari tekanan pengembangan tanah dasarnya maka struktur perkerasan tersebut akan aman dari bahaya potensi pengembangan tanah dasarnya. Nilai tekanan struktur perkerasan dapat dihitung dengan rumus :
P=
W A
(2.15)
dimana : P = Tekanan yang terjadi akibat berat struktur perkerasan W = Berat struktur perkerasan A = Luas struktur perkerasan yang ditinjau
2.2.3.3 Pemodelan Struktur Perkerasan Dengan SAP-2000 Dalam aspek konfigurasi struktur perkerasan lentur dan perkerasan kaku, parameter yang harus ditentukan adalah geometri perkerasan serta jenis material setiap lapis perkerasannya. Pada model struktur perkerasan lentur ini, secara umum konfigurasi strukturnya terlihat pada Gambar 2.15.a dan Gambar 15.b berikut, yang berupa sistem struktur perkerasan banyak lapis (multi
layer system) untuk
perkerasan lentur dan struktur perkerasan satu lapis (Single layer system) untuk perkerasan kaku.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Gambar 2.15.a Konfigurasi Struktur Perkerasan Lentur
Gambar 2.15.b Konfigurasi Struktur Perkerasan Kaku Konfigurasi Struktur Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku tersebut diatas di dalam pemodelan dengan program SAP-2000 direpresentasikan sebagai elemen
SHELL. Elemen SHELL adalah elemen tiga atau empat-node untuk memodelkan perilaku
struktur
membran
dan
pelat-lentur
berdasarkan
atas
persamaan
isoparametrik. Untuk setiap elemen dalam struktur Shell, dapat memilih untuk model membran murni, piring murni, atau perilaku shell penuh. Setiap elemen Shell telah sistem koordinat lokal untuk menentukan sifat bahan dan beban, dan untuk menafsirkan output. Bergantung pada suhu, sifat material orthotropik yang diizinkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Struktur yang dapat dimodelkan dengan elemen ini meliputi :
• Kerangka tiga-dimensi, seperti tank dan kubah • Struktur Pelat, seperti pelat lantai, perkerasan kaku dari pelat beton, Perkerasan Lentur
• Membran struktur, seperti dinding geser Elemen SHELL
mempunyai dua macam bentuk yaitu quadrilateral shell
elemen dan triangular shell elemen seperti ditunjukkan pada Gambar 2.16, berikut ini :
•
Segiempat, yang didefinisikan oleh empat sendi, sendi j1,j2, j3, dan j4.
•
Segitiga, yang ditetapkan tiga sendi yaitu sendi j1, j2, dan j3.
Gambar 2.16. Konfigurasi Elemen SHELL Untuk akurasi terbaik, penggunaan segiempat empat-node dianjurkan. Penggunaan elemen segiempat untuk meshing berbagai geometri dan transisi dapat dilihat pada Gambar 2.17 berikut ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Sumber : CSI, 1998
Gambar 2.17. Geometri dan transisi meshing Elemen SHELL Sifat material yang digunakan Bagian Shell adalah :
•
Modulus elastisitas,E1, E2, dan E3
•
Modulus geser, G12, G13, dan G23
•
Poisson rasio, υ12, υ13, dan υ23
•
Koefisien ekspansi termal, a1 dan a2
•
Massa Jenis, m, untuk komputasi elemen massa
•
Berat Jenis, w, untuk komputasi berat sendiri dan beban gravitasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
2.2.3.4 Pemodelan Struktur Perkerasan Dengan BISAR 3.0 Pada model struktur perkerasan lentur yang memiliki konfigurasi struktur perkerasan banyak lapis (multi layer system) dan model struktur perkerasan kaku yang memiliki struktur perkerasan satu lapis (single layer system), analisa perilaku kedua struktur perkerasan tersebut dapat didekati dengan analisa sistem lapisan elastis (Elastic layered system). Teori lapisan elastis telah dipakai sejak tahun 1962 ketika Westergaard menggunakannya untuk memprediksi respon sistem perkerasan terhadap beban roda dari perkerasan kaku. Kemudian Burmister memecahkan masalah elastis struktur perkerasan berlapis-lapis seperti ditunjukkan pada Gambar 2.18 dengan menggunakan teori elastisitas klasik.
Sumber : Departement Transportation and Public Facilities State of Alaska, 1982
Gambar 2.18 Model struktur perkerasan berlapis Beberapa asumsi yang dipakai oleh Burmister dan kebanyakan telah terbentuk dalam mengembangkan solusi tertutup adalah sebagai berikut: 1. Setiap lapisan bertindak sebagai kontinu, isotropik, homogen, medium elastis linear terbatas di tingkat horizontal; 2. Beban permukaan dapat direpresentasikan oleh tegangan vertikal merata di wilayah yang melingkar; 3. Kondisi antarmuka antara lapisan dapat direpresentasikan sebagai sempurna baik halus atau kasar sempurna;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
4. Setiap lapisan terus didukung dengan lapisan bawah; 5. Gaya inersial dapat diabaikan; 6. Deformasi seluruh sistem adalah kecil; dan 7. Suhu efek diabaikan. BISAR (Bitumen Stress Analysis in Roads) merupakan salah satu program yang mengadopsi konsep analisa teori elastik banyak lapis (Multi-layered elastic
system) yang dapat dipakai untuk menghitung tegangan, regangan dan pergeseran dalam sistem berlapis elastis yang mengalami satu atau lebih beban vertikal melingkar seragam pada permukaan sistem perkerasan jalan. Contoh pemodelan dari struktur perkerasan jalan yang dianalisa dengan BISAR ditunjukkan pada Gambar 2.19 berikut ini.
Sumber : Departement Transportation and Public Facilities State of Alaska, 1982
Gambar. 2.19 Contoh pemodelan struktur perkerasan jalan dengan BISAR Dengan program BISAR, tegangan, regangan dan perpindahan dapat dihitung dalam sebuah sistem multi-lapisan elastis yang didefinisikan oleh konfigurasi dan perilaku material berikut ini :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
1. Sistem ini terdiri dari lapisan horizontal dengan ketebalan seragam terletak pada dasar semi-terbatas atau ruang setengah. 2. Lapisan panjang jauh di arah horisontal. 3. Bahan dari setiap lapisan adalah homogen dan isotropik. 4. Bahan yang elastis dan memiliki hubungan tegangan-regangan linier. Sistem ini dimuat di atas struktur dengan satu atau lebih beban bundar,dengan distribusi tegangan seragam atas area dimuat. Program Bisar 3.0 menawarkan kemungkinan untuk menghitung pengaruh tegangan vertikal dan horisontal (kekuatan geser pada permukaan) dan termasuk salah satu pilihan untuk menjelaskan pengaruh (parsial) slip antara lapisan, melalui kepatuhan pegas geser pada antar muka. Tegangan, strain dan pemindahan dihitung dalam sistem koordinat silinder untuk setiap beban vertikal. Untuk lebih dari satu beban, komponen silinder ditransformasikan ke sistem koordinat Kartesius dan pengaruh beban ditemukan oleh tegangan, regangan dan perpindahan dari setiap roda. Perhitungan BISAR memerlukan input berikut:
•
Jumlah lapisan
•
Besaran Modulus Young's tiap lapisan
•
Besaran Poison's rasio tiap lapisan
•
Ketebalan lapisan (kecuali untuk lapisan dasar semi-tak terbatas)
•
Ketepatan gaya geser antarmuka pada setiap interface
•
Jumlah beban
•
Co-koordinat dari posisi pusat dari beban
•
Salah satu dari kombinasi berikut ini untuk menunjukkan komponen normal beban vertikal :
•
-
Stres dan beban
-
Beban dan jari-jari
-
Stres dan jari-jari
(Opsional) komponen tangensial horizontal dari beban dan arah beban geser ini
•
Co-koordinat dari posisi yang diperlukan output.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
BISAR terdiri dari program utama dan 24 subprogram. program utama membaca semua data masukan mendefinisikan masalah numerik dan mengendalikan langkah-langkah berikutnya dalam perhitungan besaran tegangan, strain, dan perpindahan. Outputnya sebagian dikendalikan oleh program utama dan subprogram SYSTEM, CALC, dan OUTPUT. Subprogram MACON1, CONPNT, INGRAL dan MATRIX memberikan output hanya jika pesan kesalahan yang dihasilkan. Program utama dapat mempertimbangkan beberapa sistem berlapis-lapis dalam satu kali (maksimum 99). Untuk setiap sistem berlapis-lapis, tegangan, regangan dan perpindahan dapat dihitung dalam jumlah yang beragam dari posisi yang berbeda (maksimum 99). Perhitungan hasil dengan menghitung di setiap titik tegangan, regangan dan perpindahan akibat beban masing-masing secara terpisah dan dengan mengubah ini ke sistem koordinat Kartesius. Komponen Cartesian ditambahkan untuk orang dari beban sebelumnya dan pada saat beban terakhir telah dipertimbangkan, total tegangan, strain dan pemindahan telah dihitung. Hasil perhitungan yang tercetak (terpisah) untuk setiap posisi yang diminta.
2.2.4 Evalusi Hasil Analisis Struktur Perkerasan Jalan Evaluasi hasil analisis struktur perkerasan dilakukan untuk mengetahui besaran momen, tegangan dan lendutan serta stabilitas struktur perkerasan terhadap kapasitas daya dukung tanah dasarnya. Analisis stabilitas dilakukan berdasarkan tingkat keamanan terhadap deformasi dan tegangan yang terjadi pada lapisan paling bawah dari struktur perkerasan. Struktur perkerasan dianggap mempunyai stabilitas struktur yang baik apabila hasil analisis lendutan dan tegangan yang terjadi akibat pembebanan pada struktur perkerasan tidak melebihi lendutan dan kapasitas daya dukung dari tanah dasar (subgrade) jalan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini memakai metode analitis kuantitatif untuk analisa desain konstruksi struktur perkerasan jalan diatas tanah ekspansif, dan metode eksperimental untuk membuat pemodelan struktur perkerasan jalan yang akan dianalisis perilaku strukturnya dengan alat bantu program komputer SAP-2000 dan BISAR 3.0. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis struktur perkerasan kaku (perkerasan beton semen) dan struktur perkerasan lentur (overlay AC) yang dilakukan dengan bantuan Program SAP-2000 dan BISAR 3.0 yang menghasilkan output berupa besaran gaya-gaya dalam, tegangan dan deformasi untuk dibandingkan serta dianalisis lebih lanjut guna dipilih model desain perbaikan perkerasan yang paling baik dan tepat untuk dilaksanakan pada ruas jalan Purwodadi-Blora.
3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai Desember 2010. Pengumpulan data dilakukan pada bulan September sampai Oktober 2010. Sedangkan analisis desain perbaikan struktur perkerasan jalan dan evaluasi hasil analisis struktur perkerasan dilakukan pada bulan November sampai Desember 2010.
3.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dijadikan objek penelitian ini adalah ruas jalan Purwodadi-Blora dengan panjang jalan 63 km dengan lebar jalan 6 m yang terletak di antara Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora Propinsi Jawa Tengah. Lokasi ruas jalan yang ditinjau ditunjukkan dalam Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian
commit to user
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
LOKASI PENELITIAN
Sumber : Bappeda Blora,2010
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian
3.3 Kebutuhan Data Data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Data dan Sumber Data No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Data Data Riwayat Jalan Data Kelas Jalan Data LHR
Sumber Data Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah Dinas Bina Marga, Dinas Perhubungan Propinsi Jawa Tengah Data Perencanaan Jalan Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah Data Geometrik Jalan Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah Data Jaringan Jalan Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah Data Uji Klasifikasi Tanah Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah dan studi literatur Data Uji CBR Laboratorium Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah dan studi dan Lapangan literatur Data jenis perkerasan jalan Pd T-10-2005-B, NSPM Perkerasan Jalan Bina Marga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
3.4 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan dua macam cara yaitu pengumpulan data primer berdasarkan pengamatan langsung dilapangan dan pemodelan analisis struktur desain perbaikan perkerasan jalan dengan SAP-2000 dan BISAR 3.0 di Laboratoriun Teknik Komputasi, Teknologi Informasi dan Manajemen Teknik Sipil UNS . Data sekunder diperoleh berdasarkan data yang sudah tersedia dari studi literatur dan Instansi Pemerintah yaitu Kementerian Pekerjaan Umum, Balai Teknis Bina Marga Wilayah Purwodadi, Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah.
3.5 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisa data dalam penelitian ini adalah: 1. Analisis data menggunakan program aplikasi spreadsheet Microsoft Office Excel 2003 untuk data karakteristik tanah dan data desain struktur perkerasan jalan. 2. Analisis struktur desain perkerasan jalan menggunakan program aplikasi SAP2000 dan BISAR 3.0 untuk menghitung besaran momen, tegangan dan deformasi dari model perkerasan jalan yang di tinjau. 3. Evaluasi hasil analisis output SAP-2000 dan BISAR 3,0 digunakan sebagai alat pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam menentukan alternatif pilihan desain perbaikan perkerasan jalan yang paling baik untuk diterapkan pada ruas jalan Purwodadi-Blora.
3.6 Tahapan Penelitian Sedangkan tahapan kegiatan penelitian ini dapat diketahui pada Gambar 3.2 Bagan Alir Penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61 MULAI
Perumusan Masalah Studi Pustaka
Pengumpulan Data Jalan : • LHR • Desain Perbaikan perkerasan • Eksiting Perkerasan
Pengumpulan Data Tanah: • Indek Propertis • Data CBR Perkerasan Analisis Data : Parameter Tanah
Analisis Data : Desain Perkerasan Jalan Output properti material perkerasan
Output karakteristik tanah dasar
Analisis desain struktur perkerasan dengan SAP-2000
Output Perkerasan Lentur
Analisis desain struktur perkerasan dengan BISAR 3.0
Output Perkerasan Kaku
Output Perkerasan Lentur
Perbandingan hasil output : momen, tegangan,deformasi
Output Perkerasan Kaku
Perbandingan hasil output : tegangan,deformasi
Evaluasi hasil output analisis struktur perkerasan kaku dan lentur dari SAP-2000 dan BISAR 3.0
Pemilihan Alternatif Desain Perbaikan Perkerasan Jalan Kesimpulan dan Saran
SELESAI
Gambar 3.2 Bagan Alir Penelitian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62 3.6.1
Tahap Perumusan Masalah Pada kegiatan perumusan masalah dilakukan survei kondisi eksisting
perkerasan dilapangan melalui pengambilan dokumentasi lapangan. Kegiatan survei kondisi eksisting perkerasan dapat dilihat pada Gambar 3.3. Bagan Alir Kegiatan Survei Kondisi Eksisting Perkerasan. .
Mulai
Penentuan Lokasi Survei
Pengambilan Dokumentasi Kondisi Eksisting Lapangan
Analisa Data
Selesai
Gambar 3.3. Bagan Alir Kegiatan Survei Kondisi Eksisting Perkerasan Kegiatan uji pendahuluan tanah terdiri dari kegiatan: 1. Penentuan Lokasi Survei Kegiatan penetuan lokasi survei yaitu dilakukan dengan menentukan atau menetapkan lokasi ruas jalan yang akan diamati kondisi eksisting perkerasannya. Lokasi survei yang diamati adalah ruas jalan Purwodadi-Blora yang mempunyai tanah dasar ekspansif. 2. Pengambilan dokumentasi kondisi eksisting perkerasan di lapangan Kegiatan pengambilan dokumentasi kondisi eksisting dilakukan dalam rangka untuk mengetahui kondisi perkerasan jalan secara visual mengenai eksisting perkerasan dan kerusakan jalan yang terjadi dilapangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63 3. Analisa Data Berdasarkan data dokumentasi yang ada, diketahui kondisi eksisting perkerasan jalan banyak mengalami kerusakan yang parah berupa retak, amblesan dan berlubang. Hal ini dicurigai karena tanah dasarnya bersifat ekspansif. 3.6.2
Tahap Studi Pustaka Pada tahap studi pustaka ini dilakukan studi awal terhadap permasalahan yang
terjadi berdasarkan referensi yang berkaitan dan penelitian yang terdahulu serta pengamatan langsung dilapangan. Studi pendahuluan ini diperlukan untuk menentukan landasan konseptual dan teori terhadap masalah kerusakan jalan yang terjadi dan topik penelitian yang akan diteliti. 3.6.3
Tahap Pengumpulan Data Pada tahap pengumpulan data ini dilakukan pengumpulan data sekunder.
Kegiatan pengumpulan data sekunder meliputi: 3.6.3.1 Data Tanah Data tanah di dapat dari data sekunder yang diperoleh dengan cara pengambilan data yang sudah tersedia di Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah, DPU Kabupaten Blora serta dari referensi-referensi yang berkaitan dengan topik penelitian. 3.6.3.2 Data Jalan Data Jalan yang meliputi data eksisting jalan, data LHR dan data desain perbaikan struktur perkerasan di dapat dari data sekunder yang diperoleh dengan cara pengambilan data yang sudah tersedia di Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah, DPU Kabupaten Blora serta dari referensi-referensi yang berkaitan dengan topik penelitian. 3.6.4
Tahap Analisis Data Pada tahap analisis data ini dilakukan analisa data yang telah diperoleh dari
data sekunder. Analisis data ini meliputi: 1. Analisis data parameter tanah Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap hasil pengumpulan data tanah dari data sekunder, untuk mendapatkan data karakteristik tanah dasar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64 2. Analisis data desain struktur perkerasan Pada tahap ini dilakukan analisis data yang berkaitan dengan desain struktur perkerasan yang akan dilaksanakan dilapangan untuk mengetahui hasil output data properti material struktur perkerasan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui nilai-nilai properti material struktur perkerasan yang akan dipakai sebagai input dan dianalisis dengan program SAP-2000 dan BISAR 3.0. 3.6.5
Tahap Analisis Struktur Perkerasan Pada tahap ini akan dilakukan analisis desain struktur perkerasan lentur dan
struktur perkerasan kaku untuk mengetahui besaran momen, tegangan, lendutan dan stabilitas struktur perkerasan berdasarkan tingkat keamanan terhadap deformasi dan tegangan yang terjadi. Analisa data ini meliputi : 3.6.5.1 Analisis Struktur Perkerasan dengan SAP-2000. Tahapan-tahapan analisis dengan SAP-2000 dilakukan dengan urutan sebagai berikut : 1.
Pemodelan Struktur Perkerasan Pada tahap ini SAP-2000 dimulai dengan memodelkan struktur perkerasan secara grafis yang terdiri dari titik nodal, garis elemen, frame, shell dan spring (untuk tumpuan struktur perkerasan diatas tanah). Pemodelan diawali dengan langkah-langkah : •
Klik menu File>New Model sehingga akan muncul pilihan templete yang akan dipakai untuk menggambar model seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4 Pilihan Templete Model, seperti dibawah ini :
Gambar 3.4 Pilihan Templete Model
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65 •
Klik pilihan Grid Only sehingga bisa membuat model perkerasan sesuai yang diinginkan seperti terlihat pada Gambar 3.5 Pemodelan Grafis Struktur Perkerasan.
Gambar 3.5 Pemodelan Grafis Struktur Perkerasan. 2.
Input data pada SAP-2000 Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah :
3.
•
Pendefinisian Material dan Penampang struktur perkerasan
•
Pendefinisian tumpuan pegas di dasar struktur perkerasan
•
menginput pembebanan yang bekerja pada struktur perkerasan
Menjalankan analisis program SAP-2000 Setelah semua input pada data SAP-2000 lengkap dan benar, langkah selanjutnya adalah menjalankan analisis program SAP-2000 dengan cara sebagai berikut : •
Klik menu analyze>set options, sehingga akan muncul pilihan Analysis option, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.6 Pilihan Opsi Analisis SAP-2000
•
Pada pilihan Analysis option lalu klik Fast DOFs berupa Plane Grid
•
Setelah itu ulanggi klik menu analyze>Run
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
. Gambar 3.6 Pilihan Opsi Analisis SAP-2000 Proses analisis dari program SAP-2000 yang sukses akan terlihat seperti pada Gambar 3.7 Tampilan Proses Analisis.
Gambar 3.7 Tampilan Proses Analisis 4.
Output keluaran SAP-2000 Setelah proses analisis berjalan dengan sukses bisa diketahui hasil output berupa besaran momen, tegangan dan lendutan yang terjadi pada struktur perkerasan yang dianalisis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67 3.6.5.2 Analisis Struktur Perkerasan dengan BISAR 3.0 Tahapan-tahapan analisis dengan SAP-2000 dilakukan dengan urutan sebagai berikut : 1.
Membuka program BISAR 3.0 Program BISAR 3.0 diawali dengan membuka program BISAR 3.0 sampai muncul tampilan program BISAR seperti ditunjukkan pada Gambar 3.8 Tampilan Layar BISAR 3.0.
Gambar 3.8 Tampilan Layar BISAR 3.0. 2.
Input data Untuk memulai input data pada BISAR 3.0, langkah-lankahnya adalah sebagai berikut : •
Klik Project>New, sehingga akan muncul tampilan untuk input data BISAR 3.0 seperti terlihat pada Gambar 3.9
Tampilan Input Data
BISAR 3.0.
Gambar 3.9 Tampilan Input Data BISAR 3.0.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68 •
Klik Loads untuk memasukkan input peembebanan
•
Klik Layers untuk memasukkan input properti material berupa tebal lapisan perkerasan, nilai modulus elastisitas perkerasan dan angka poison’s rasio struktur perkerasan.
• 3.
Klik Positions untuk memasukkan input lokasi yang akan kita analisis.
Analisis program Setelah semua input data lengkap langkah selanjutnya adalah menjalankan analisis program BISAR 3.0 dengan cara : •
Klik Results>Calculate, sehingga akan muncul blok calculated data seperti ditunjukkan pada Gambar 3.10 Blok Calculated Data
Gambar 3.10 Blok Calculated Data •
Pada blok calculated data klik Block Report sehingga akan muncul hasil output BISAR 3.0 seperti ditunjukkan pada Gambar 3.11 Hasil Output BISAR 3.0
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
Gambar 3.11 Hasil Output BISAR 3.0 4.
Output BISAR 3.0 Setelah proses analisis berjalan dengan sukses bisa diketahui hasil output berupa besaran tegangan, regangan dan lendutan yang terjadi pada struktur perkerasan yang dianalisis.
3.6.6
Tahap Perbandingan Hasil Analisis Pada tahap ini akan dilakukan perbandingan hasil analisis output besaran
momen, tegangan dan deformasi struktur perkerasan lentur dan struktur perkerasan kaku untuk mengetahui perbedaan besaran momen, tegangan, lendutan dan stabilitas struktur perkerasan berdasarkan tingkat keamanan terhadap deformasi dan tegangan yang terjadi. Hasil perbandingan ini akan dipakai sebagai dasar evaluasi terhadap hasil output struktur perkerasan yang telah dianalisis dengan SAP-2000 dan BISAR 3.0. 3.6.7
Tahap Evalusi Hasil Output Analisis SAP-2000 dan BISAR 3.0 Pada tahap ini akan dilakukan evaluasi dari hasil perbandingan output struktur
perkerasan lentur dan struktur perkerasan kaku untuk mengetahui kemampuan dan stabilitas kedua struktur tersebut sebagai desain perbaikan struktur perkerasan. Dengan demikian dapat diketahui alternatif pilihan desain yang paling tepat yang dapat diterapkan untuk perbaikan jalan pada ruas jalan Purwodadi-Blora.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Kondisi Umum 4.1.1 Data Kondisi Ruas Jalan Purwodadi-Blora Ruas jalan Purwodadi-Blora, Kabupaten Blora-Grobogan merupakan salah satu ruas jalan propinsi kelas IIIA yang berada di wilayah Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora. Lebar perkerasan jalan tersebut adalah 6 m dengan panjang 64,43 km, yang terdiri dari dua arah dan dua lajur, serta dengan bahu jalan selebar 1 m pada arah samping kiri dan kanan jalan. Sedangkan konstruksi ruas jalan PurwodadiBlora ditunjukkan
pada Gambar 4.1.Tipikal Eksisting struktur Ruas Jalan
Purwodadi-Blora. Patching dan Levelling AC HRS 6 cm Makadam 5 cm AC Overlay 5 cm Makadam 5 cm Telford 15-20 cm Bahu Jalan
100
Bahu Jalan
300
300
100
Gambar 4.1. Tipikal Eksisting struktur Ruas Jalan Purwodadi-Blora Lapisan subgrade jalan merupakan lapisan tanah dasar dengan jenis tanah yaitu tanah lempung. Lapisan pondasi bawah atau subbase course dari telford setebal 1520 cm. Lapisan pondasi atas atau base course dari makadam setebal 5 cm. Sedangkan lapisan permukaan atas atau wearing course merupakan lapisan AC setebal 5 cm, penetrasi makadam dengan ketebalan 5 cm, HRS (Hot Rolled Sheet) setebal 6 cm dan patching dan levelling lapisan AC.
commit to user 70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71 Data riwayat konstruksi struktur perkerasan ruas jalan Purwodadi-Blora dari awal mulai dibangun sampai sekarang, ditunjukkan pada Tabel 4.1 Riwayat Konstruksi Struktur Perkerasan Ruas Jalan Purwodadi-Blora. Tabel 4.1 Riwayat Konstruksi Struktur Perkerasan Ruas Jalan Purwodadi-Blora. Tahun Penanganan Sebelum 1977 1977 – 1978 1980 – 1983 1987 – 1988 1989 – 1990 1991 – 2003 2003 - Sekarang
Tipe Struktur Perkerasan 15-20 cm Telford 5 cm Makadam 5 cm Asphalt Concrete (AC) Overlay 5 cm Penetrasi Makadam 6 cm HRS Patching dan Levelling AC Patching dan Levelling AC,HRS dan Perkerasan Beton Semen.
Sumber : Wardani dkk, 2004.
Berdasarkan hasil investigasi lapangan dengan uji tes pit terhadap struktur perkerasan
jalan yang ada, gambar tipikal potongan melintang jalan ruas jalan
Purwodadi-Blora dapat dilihat pada Gambar 4.1 diatas. Adapun hasil penyelidikan Base course properties terhadap struktur perkerasannya dapat dilihat pada
Tabel
4.2 Base Course Properties Perkerasan, dibawah ini : Tabel 4.2 Base Course Properties Perkerasan Properties Base Course Ketebalan (Cm) Field Density (%max in lab) CBR insitu (%) from DCP CBR laboratory (%) PI (%) % Fines (passing no #200)
Range 20-62 91-109 20-48 22-55 0-9 1-3
Rata-rata 42 99 19 47 7 2
Sumber : Wardani dkk, 2004.
Kondisi Ruas jalan tersebut saat ini banyak mengalami kerusakan dan diindikasikan karena pengaruh sifat tanah ekpansif (kembang-susut) pada subgrade, jenis kerusakan ruas jalan yang terjadi adalah kerusakan berupa amblas (depresion), rutting (alur) dan pothole atau lubang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72 Sketsa memanjang dari ruas jalan Purwodadi-Blora ditunjukkan pada Gambar 4.2. Tampak Atas Ruas Jalan Purwodadi-Blora, sebagai berikut :
a T CL
b
B a
Gambar 4.2. Tampak Atas Ruas Jalan Purwodadi-Blora Keterangan Notasi : a = bahu jalan efektif 1m b = jalur jalan 6 m CL = Center Line (As Jalan)
B = Barat T = Timur
Ruas jalan arah ke timur menuju ke Kabupaten Blora dan arah jalan menuju ke barat menuju ke Kabupaten grobogan. Ruas Jalan Purwodadi-Blora sepanjang 63 km berada di wilayah jalan antar kota-antar propinsi yang menghubungkan dua Kabupaten yaitu Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan seperti ditunjukkan pada gambar 4.3.
Lokasi Kab. Blora Kab. Grobogan
Sumber : Bappeda Blora,2010
Gambar 4.3. Peta Lokasi Ruas Jalan Purwodadi-Blora
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73 Berdasarkan hasil pengamatan kondisi jalan dilapangan didapatkan kondisi eksisting perkerasan jalan dapat dilihat pada Gambar 4.4 Kondisi Eksisting Perkerasan Jalan Ruas Purwodadi-Blora seperti dibawah ini :
a) Kondisi Ruas Sta. 018 + 000
b) Kondisi Ruas Sta. 034 + 000
c) Kondisi Ruas Sta. 049 + 000
d) Kondisi Ruas Sta. 057 + 000
Gambar 4.4 Kondisi Eksisting Perkerasan Jalan Ruas Purwodadi-Blora 4.1.2
Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) Lalu lintas yang melewati ruas jalan Purwodadi-Blora adalah lalu lintas
campuran yang terdiri dari : kendaraan tidak bermotor, sepeda motor, mobil penumpang, bus kecil, bus besar, truk ringan 2 sumbu, truk sedang 2 sumbu, truk 3 sumbu, truk gandengan dan trailer/semi trailer. Volume kendaraan rata-rata tiap hari pada
tahun 2009 sebesar 13.367
kendaraan dalam satuan mobil penumpang dan pada tahun 2010 sebesar 14.414 kendaraan dalam satuan mobil penumpang (Data pantauan Dinas Bina Marga Jawa Tengah). Rincian data volume lalu lintas harian rata-rata dapat dilihat pada Lampiran LA-1 sampai LA-26. Sedangkan Rekapitulasi hasil survei lalu lintas dalam smp/jam dapat dilihat pada Tabel 4.3. Rekapitulasi Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74 Tabel 4.3 Rekapitulasi Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata Keterangan
Kendaraan Tak Bermotor
Kendaraan Bermotor
Mobil Penumpang
Bus
Truk 2 as Kecil
Truk 2 as Besar
Truk 3 as
Truk Gandeng
Semi Trailer/ Trailer
0
0,5
1,0
1,0
1,0
1,3
1,3
1,3
1,3
1219
6288
5188
788
750
695
441
0
34
51
262
216
33
31
29
18
0
2
0
131
216
33
31
37,70
23,40
0
2,6
Faktor Pengali (emp) Volume Lalu Lintas Total Volume Lalu Lintas Harian Per jam LHR (smp/jam) Total LHR (smp/jam)
474,70
Sumber : Dinas Bina Marga Jawa Tengah ,2010.
4.2 Karakteristik Tanah Dasar (Subgrade) Jalan 4.2.1
Sampel Data Tanah Ruas Jalan Purwodadi-Blora Dalam uraian data dan pembahasan ini diarahkan pada data tanah yang
diperoleh dari data sekunder hasil penyelidikan tanah dan uji laboratorium yang pernah dilakukan di sepanjang ruas jalan Purwodadi-Blora yang dilakukan oleh Kementerian PU, Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah dan Pihak Swasta untuk menyelidiki perilaku tanah dasar (Subgrade) pada ruas jalan Purwodadi-Blora antara tahun 2003 sampai dengan tahun 2007. Data tanah yang dihimpun diambil dari beberapa lokasi yang terletak disepanjang ruas jalan Purwodadi-Blora seperti ditunjukkan pada Tabel 4.4 Lokasi Pengambilan Sampel Tanah, dibawah ini : Tabel 4.4 Lokasi Pengambilan Sampel Tanah No
Ruas Jalan
Lokasi Pengambilan Sampel
Kedalaman Sampel dari muka tanah (m) 1,0-2,0
1
PurwodadiWirosari 1)
Km Smg 64 s/d Km 81
2
Wirosari-Cepu 2)
Wrs Sta.37+500 s/d Sta.58+250
1,0-4,0
3
Kunduran-Blora 3)
Km Smg 100 s/d Km 127
1,5-2,0
Geologi Regional
Dataran rendah, ketinggian ± 10-15 m diatas muka laut Perbukitan rendah, Ketinggian ± 50 m diatas muka laut Perbukitan rendah, Ketinggian ± 50 m diatas muka laut
Sumber : 1) Wardani dkk, 2004,; 2)Puslitbang Prasarana Transportasi Kementerian PU,2003; 3)Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah, 2007.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
4.2.2 Karakteristik Tanah Dasar Ruas Jalan Purwodadi-Blora Berdasarkan pengumpulan data tanah yang didapat, ada 3 macam data tanah yang didapat pada ruas jalan Purwodadi-Blora. Ketiga data tersebut didapat pada ruas jalan Purwodadi-Wirosari,ruas jalan Wirosari-Cepu dan ruas jalan KunduranBlora. Ruas-ruas jalan tersebut berada pada ruas jalan Purwodadi-Blora. Data karakteristik tanah yang berada pada ketiga ruas jalan tersebut diatas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran LB-1 sampai LB-46. Adapun karakteristik tanah dasar (Subgrade) pada ruas jalan Purwodadi-Blora setelah diolah dari ketiga data yang didapat dari ketiga ruas jalan tersebut diatas dengan cara menetapkan nilai terendah dan nilai tertinggi dari masing-masing nilai parameter tanah untuk range data pada parameter desain. Hasil pengolahan data tersebut diatas dapat dilihat pada Tabel. 4.5 Karakteristik Tanah Dasar (Subgrade) Ruas Jalan Purwodadi-Blora, seperti dibawah ini : Tabel. 4.5 Karakteristik Tanah Dasar (Subgrade) Ruas Jalan Purwodadi-Blora No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
4.2.3
Parameter Tanah Berat isi (γ) Kadar lempung Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI) Kadar Air (W) Indeks Susut (SI) Lewat Saringan No. # 200 Tekanan Mengembang Tingkat Keaktifan (Activity) Indeks Pemampatan (Cc) Specific grafity (Gs) Kadar Pori (n) Angka Pori (e) CBR Rendaman CBR Lapangan
Satuan gr/cm3 % % % % % Kg/cm2 gr/cm3 % % %
Ruas Jalan Purwodadi-Blora Range Rata-Rata 1,750 - 2,828 1,693 16,730 - 60,000 31,629 42,000 - 110,000 80,000 24,000 - 69,000 44,250 11,834 - 39,067 28,517 18,202 - 19,918 19,166 69,000 - 95,000 82,750 0,070 – 0,090 0,08 1,020 - 5,010 1,390 0,2047 - 0,4215 0,253 2,453 - 2,748 2,604 20,523 - 50,097 38,379 0,258 - 1,004 0,639 1,350 - 8,100 3,395 0,900 - 3,600 2,000
Analisis dan Evaluasi Tanah Dasar Ruas Jalan Purwodadi-Blora
4.2.3.1 Klasifikasi Tanah Untuk keperluan klasifikasi tanah dapat dilakukan dengan cara klasifikasi USCS (Unified soil classification system) yang didasarkan pada hasil pembagian butir dari persentase tanah yang lolos saringan no. 200 dan persentase kadar lempungnya. Sedangkan untuk menentukan sifat plastisitasnya dapat dilakukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76 dengan grafik Casagrande yaitu dari besaran nilai indeks plastisitas (PI) dan nilai batas cair (LL). Dari data karakteristik tanah pada ruas jalan Purwodadi-Blora diketahui bahwa nilai PI rata-rata sebesar 44,25 % dan LL rata-rata sebesar 80 %. Nilai-nilai tersebut jika diplotkan pada
pada grafik Casagrande maka hasil
klasifikasi tanahnya dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Grafik Casagrande untuk menentukan klasifikasi tanah ruas jalan Purwodadi-Blora Berdasarkan Gambar 4.5 diketahui bahwa hasil ploting nilai PI dan LL terletak diatas ”A Line” sehingga menurut klasifikasi USCS, klasifikasi tanah dasar jalan termasuk pada kelompok CH (lempung plastisitas tinggi). Dari Tabel. 4.5 diketahui bahwa nilai persentase tanah lolos saringan no.200 adalah 82,75% dan kadar lempungnya adalah 31,629 sehingga dapat diklasifikasikan sebagai tanah lempung lanauan. Hasil analisis klasifikasi tanah selengkapnya pada ruas jalan Purwodadi-Blora disajikan pada Tabel 4.6 Analisis Klasifikasi Tanah Ruas Jalan Purwodadi-Blora seperti dibawah ini : Tabel 4.6 Analisis Klasifikasi Tanah Ruas Jalan Purwodadi-Blora
No 1
Lokasi Purwodadi-Blora
Persentase lolos saringan No.200 dan Persentase kadar lempung Lewat saringan no.200= 82,75% Kadar lempung = 32,629%
Nilai batas cair (LL) dan Indeks Plastisitas (IP) LL= 80 PI = 44,25
commit to user
Plot pada grafik Klasifikasi plastisitas Tanah casagrande Diatas garis Lempung A Line Lanauan (CH)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77 4.2.3.2 Potensi Pengembangan (Swelling Potential) Identifikasi potensi pengembangan tanah dasar pada ruas jalan PurwodadiBlora dapat dilakukan dengan beberapa cara agar validitas potensi pengembangan tanah dasarnya dapat diketahui dengan baik.
Dari kajian pustaka yang ada,
identifikasi potensi pengembangan tanah dapat dilakukan menurut cara Chen, cara Seed et al, cara USBR dan Cara Raman. A.
Cara Chen Menurut Chen (1975), identifikasi potensi pengembangan tanah dapat
dilakukan dengan menggunakan indeks tunggal berdasarkan nilai indeks plastisitas dari data uji atterberg. Hasil identifikasi potensi pengembangan tanah dasar pada ruas jalan Purwodadi-Blora disajikan pada Tabel 4.7 Analisis Tingkat Pengembangan Tanah Dasar Ruas Jalan Purwodadi-Blora Cara Chen, seperti di bawah ini : Tabel 4.7 Analisis Tingkat Pengembangan Tanah Dasar Ruas Jalan PurwodadiBlora Cara Chen Potensi Pengembangan Cara Chen Nila PI (%) 0 - 15 10 - 35 20-55 >55
B.
Potensi Pengembangan Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Ruas Purwodadi-Blora Potensi Nilai PI (%) Pengembangan 44,25
Tinggi
Cara Seed et al Menurut Seed et al (1962), identifikasi potensi pengembangan tanah dapat
dilakukan dengan menggunakan indeks tunggal berdasarkan nilai Indeks Plastisitas dari data uji atterberg. Hasil identifikasi potensi pengembangan tanah dasar pada ruas jalan Purwodadi-Blora disajikan pada Tabel 4.8 Analisis Tingkat Pengembangan Tanah Dasar Ruas Jalan Purwodadi-Blora Cara Seed et al, seperti di bawah ini : Tabel 4.8 Analisis Tingkat Pengembangan Tanah Dasar Ruas Jalan PurwodadiBlora Cara Seed et al Potensi Pengembangan Cara Seed et al Nila PI (%) 0 - 15 10 - 15 20 - 35 >35
Potensi Pengembangan Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Ruas Purwodadi-Blora Potensi Nilai PI (%) Pengembangan 44,25
commit to user
Sangat Tinggi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78 C.
Cara USBR yang dikembangkan oleh Holtz dan Gibbs Menurut cara USBR yang dikembangkan oleh Holtz dan Gibss identifikasi
potensi pengambangan tanah sebagai fungsi dari indeks plastisitas (PI), dan nilai persentase kemungkinan pengembangan tanahnya. Berdasarkan Cara ini, maka identifikasi potensi pengembangan tanah dasar pada ruas jalan Purwodadi-Blora disajikan pada Tabel 4.9 Analisis Tingkat Pengembangan Tanah Dasar Ruas Jalan Purwodadi-Blora Cara USBR, seperti di bawah ini : Tabel 4.9 Analisis Tingkat Pengembangan Tanah Dasar Ruas Jalan Purwodadi-Blora Cara USBR Potensi Pengembangan Cara USBR Potensi Kemungkinan PengemPI(%) Mengembang (%) bangan <18 <10 Rendah 15-28 10-20 Sedang 25-41 20-30 Tinggi >35 >30 Sangat Tinggi
D.
Ruas Purwodadi-Blora Potensi Kemungkinan PI(%) Mengembang (%) Pengembangan Tinggi s/d 44,25 22,41% Sangat Tinggi
Cara Raman Menurut Raman (1967), identifikasi potensi pengambangan tanah dapat
dilakukan dengan menggunakan nilai Indeks Plastisitas dan nilai indeks susut (SI) dari data uji atterberg. Berdasarkan Cara Raman, maka identifikasi potensi pengembangan tanah dasar pada ruas jalan Purwodadi-Blora disajikan pada Tabel 4.10 Analisis Tingkat Pengembangan Tanah Dasar Ruas Jalan Purwodadi-Blora Cara Raman, seperti di bawah ini : Tabel 4.10 Analisis Tingkat Pengembangan Tanah Dasar Ruas Jalan Purwodadi-Blora Cara Raman Potensi Pengembangan Cara Raman PI(%) <12 12-23 23-32 >32
SI(%) <15 15-30 30-60 >60
Potensi Pengembangan Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Ruas Purwodadi-Blora Potensi PI(%) SI(%) Pengembangan 44,25
19,17
Rata-rata Tinggi
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4.7, Tabel 4.8, Tabel 4.9 dan Tabel 4.10 dapat dinyatakan bahwa tanah dasar pada ruas jalan Purwodadi-Blora mempunyai potensi pengembangan yang tinggi sampai sangat tinggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79 4.2.3.3 Tingkat Keaktifan (Activity) Tingkat keaktifan tanah dasarnya dapat diketahui melalui beberapa pendekatan yaitu : A.
Cara Skempton Menurut Skempton besarnya nilai tingkat keaktifan jika dikorelasikan dengan
potensi pengembangan tanah maka tanah lempung dibagi menjadi tiga kelas yaitu tidak aktif nilainya kurang dari 0,75; normal nilainya 0,75-1,25 dan aktif nilainya lebih dari 1,25. Dari analisis data tanah diketahui bahwa pada ruas jalan PurwodadiBlora mempunyai nilai Fraksi lempung rata-rata 31,629% dan nilai PI rata-rata 44,25 %. Berdasarkan data itu, maka nilai tingkat aktifitas dapat dihitung sebagai berikut : Ac =
44 , 25 PI = = 1,39 CF 31,629
Hasil analisis tingkat keaktifan tanah pada ruas jalan Purwodadi-Blora menurut Skempton selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.11 Korelasi Tingkat Keaktifan dengan Potensi Pengembangan Tanah Dasar ruas Jalan Purwodadi-Blora, dibawah ini : Tabel 4.11 Korelasi Tingkat Keaktifan dengan Potensi Pengembangan Tanah Dasar ruas Jalan Purwodadi-Blora berdasarkan Cara Skempton Tingkat Keaktifan Cara Skempton Tingkat Potensi Pengembangan Keaktifan < 0,75 Tidak Aktif 0,75 – 1,25 Normal > 1,25 Aktif
Ruas Purwodadi-Blora Tingkat Potensi Keaktifan Pengembangan Rata-rata 1,39
Aktif
Berdasarkan analisis seperti pada Tabel 4.11, dapat dinyatakan bahwa tingkat keaktifan tanah dasar ruas jalan Purwodadi-Blora masuk kategori aktif sehingga berpengaruh terhadap terjadinya potensi pengembangan tanah dasarnya. B.
Cara Seed et al (1962) Menurut Seed, besarnya nilai tingkat keaktifan dapat di tentukan dengan
menggunakan besaran data parameter tanah berupa nilai fraksi lempung dan nilai PI. Dari analisis data tanah diketahui bahwa pada ruas jalan Purwodadi-Blora mempunyai nilai fraksi lempung rata-rata 31,629% dan nilai PI rata-rata 44,25 %. Berdasarkan data itu, maka nilai tingkat aktifitas dapat dihitung sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80 Ac =
PI 44,25 = = 2,05 CF − 10 31,629 − 10
Nilai-nilai tersebut jika diplotkan pada grafik cara Seed akan diketahui besarnya tingkat potensi mengembang tanah yang dipadatkan pada ruas jalan Purwodadi-Blora seperti dapat dilihat pada Gambar 4.6 Klasifikasi Potensi Pengembangan Tanah Dasar ruas Jalan Purwodadi-Blora berdasarkan Cara Seed et al, sebagai berikut :
Gambar 4.6 Klasifikasi Potensi Pengembangan Tanah Dasar ruas Jalan PurwodadiBlora berdasarkan Cara Seed et al Berdasarkan hasil analisis seperti pada Tabel 4.11 dan Gambar 4.6, dapat dinyatakan bahwa besarnya tingkat keaktifan tanah jika dikorelasikan dengan potensi pengembangan tanah dasar pada ruas jalan Purwodadi-Blora tergolong aktif dan sangat tinggi.
4.3 Desain Perbaikan Struktur Perkerasan pada Pelaksanaan Rehabilitasi Ruas Jalan Purwodadi-Blora Berdasarkan data yang di dapat dari Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah diketahui bahwa kegiatan perbaikan perkerasan jalan pada ruas jalan PurwodadiBlora telah dilakukan setiap tahun melalui kegiatan pemeliharaan berkala jalan dan peningkatan jalan. Pada tahun 2010, ruas jalan ini mendapatkan alokasi anggaran yang sangat besar untuk kegiatan pemeliharaan dan peningkatan jalan yang mengalami kerusakan pada ruas jalan ini. Adapun Paket Pekerjaan Pemeliharaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81 Berkala Jalan dan Peningkatan Jalan Ruas Jalan Purwodadi-Blora yang dibiayai dengan dana APBD Propinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2010 dapat dilihat pada Tabel. 4.12 Paket Pemeliharaan Berkala Jalan dan Peningkatan Jalan Tahun 2010 sebagai berikut : Tabel. 4.12 Paket Pemeliharaan Berkala Jalan dan Peningkatan Jalan Tahun 2010 NO
NAMA KEGIATAN/NAMA PAKET
I
II.
PAGU DANA (Rp)
RENCANA JENIS PEKERJAAN
LOKASI KAB/KOTA
PEMELIHARAAN BERKALA JALAN 1 Purwodadi-Wirosari PENINGKATAN JALAN
Hotmix
Kab. Grobogan
Rigid Pavement + Hot mix Rigid Pavement
Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Blora
1.800.000.000,00
1
Wirosari-Kunduran (SMT)
3.450.000.000,00
2
Kunduran-Blora
3.734.320.000,00
Sumber : Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah,2010 Desain struktur perkerasan yang dipakai untuk pelaksanaan pemeliharaan berkala jalan dan peningkatan jalan pada ruas jalan Purwodadi-Blora pada tahun 2010 adalah memakai struktur perkerasan lentur berupa lapis ulang AC dan struktur perkerasan kaku berupa perkerasan beton semen. Untuk lebih jelasnya data gambar desain dan dokumentasi kondisi eksisting setelah direhabilitasi dapat dilihat pada Lampiran LC-1 sampai LC-30. Desain tersebut dilakukan dalam rangka menangani kerusakan jalan di beberapa titik pada ruas jalan Purwodadi-Blora yang berada diatas tanah subgrade jalan berupa tanah ekspansif.
4.3.1
Desain Perbaikan Perkerasan Jalan dengan Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Desain perbaikan perkerasan jalan dengan perkerasan lentur yang dipakai
untuk menangani kerusakan jalan di ruas Purwodadi-Blora berupa overlay (lapis tambah) memakai Aspal Concrete (AC). Pekerjaan lapis ulang dengan AC ini terdiri dari lapisan ACBC tebal 6 cm dan ACWC tebal 4 cm. Perbaikan struktur perkerasan dengan overlay ini dilakukan dibeberapa titik ruas jalan yang terletak pada ruas jalan Purwodadi-Blora yang mengalami kerusakan yang parah. Adapun perbaikan struktur
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82 perkerasan jalan dengan overlay yang ada pada ruas jalan Purwodadi-Blora di laksanakan pada segmen ruas jalan sebagai berikut : 1. Segmen Jalan Sta.Km Smg 073+100 – Sta.073+600, lebar 6 m x 500 m 2. Segmen Jalan Sta.Km Smg 083+100 - Sta.084+100, lebar 6 m x 1000 m 3. Segmen Jalan Sta. Km Smg 092+000 – Sta. 092+650, lebar 6 m x 650 m. Gambar desain tipikal struktur perkerasan lentur dengan overlay yang dilaksanakan pada ruas jalan Purwodadi-Blora secara utuh dapat dilihat pada Gambar 4.7 Tipikal Potongan Melintang Desain Overlay Ruas Jalan Purwodadi-Blora, sebagai berikut :
Aspal Eksisting
CL
100
300
300
100
EKSISTING AC-WC = 4 Cm AC-BC = 6 Cm Aspal Eksisting
CL -2.00%
100
-2.00%
300
A
300
100
DESAIN
AC-WC = 4 Cm AC-BC = 6 Cm Aspal Eksisting AC-WC = 4 CM AC-BC = 6 CM
DETAIL A Gambar 4.7 Tipikal Potongan Melintang Desain Perkerasan Jalan Lentur (Overlay) Ruas Jalan Purwodadi-Blora
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
4.3.2
Desain Perbaikan Perkerasan Jalan dengan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Desain perbaikan perkerasan jalan dengan perkerasan kaku yang dipakai untuk
menangani kerusakan jalan di ruas Purwodadi-Blora berupa perkerasan beton semen bertulang. Pekerjaan desain perbaikan jalan ini terdiri dari lapisan perkerasan beton bertulang tebal 25 cm dan lapisan WLC tebal 5 cm. Spesifikasi dari perkerasan jalan beton yang dipakai adalah beton K.350 dengan kuat lentur (fs) = 45 Kg/cm2 dan memakai tulangan baja ulir D12 dengan mutu baja tulangan yang dipakai adalah U32 untuk tulangan ulir dan U24 untuk tulangan polos serta tebal perkerasan beton yang dilaksanakan dilapangan rata-rata adalah 25 cm. Struktur perkerasan kaku yang dilaksanakan dilapangan ada yang tidak memakai koperan dan ada yang memakai koperan tergantung dari kondisi tanah subgrade setempat, mengingat tanah subgrade berupa tanah ekspansif. Perbaikan struktur perkerasan dengan perkerasan jalan beton ini dilakukan dibeberapa titik ruas jalan yang terletak pada ruas jalan Purwodadi-Blora yang mengalami kerusakan yang parah. Adapun perbaikan struktur perkerasan jalan dengan perkerasan jalan beton yang ada pada ruas jalan Purwodadi-Blora di laksanakan pada segmen ruas jalan sebagai berikut : 1. Segmen Jalan Sta.Km Smg 093+250 – Sta.093+700, lebar 6 m x 450 m 2. Segmen Jalan Sta.Km Smg 094+675 – Sta.094+900, lebar 6 m x 225 m 3. Segmen Jalan Sta. Km Smg 105+664 – Sta.106+156, lebar 6 m x 492 m. 4. Segmen Jalan Sta.Km Smg 108+853 – Sta.109+405, lebar 6 m x 552 m. Gambar desain tipikal struktur perkerasan kaku dengan perkerasan jalan beton yang dilaksanakan pada ruas jalan Purwodadi-Blora secara utuh dapat dilihat pada Gambar 4.8 Tipikal Potongan Melintang Desain Perkerasan Jalan Beton Ruas Jalan Purwodadi-Blora, sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
Tul melintang bawah 21 D 12 (lebar jalan 600 cm) Tul melintang atas 21 D 12 (lebar jalan 600 cm)
CL
Fs 45 kg/cm2, t= 25 cm Silent Dowel 11 - O 25 ( 40 cm) Tie bar 20 - d 16
Bahu Jalan 4% Timbunan tanah setempat Tanah dasar
Existing jalan
Tul melintang atas 11 D 12 (lebar jalan 600 cm) Tul melintang bawah 11 D 12 (lebar jalan 600 cm) Bahu Jalan 4 %
Wetlean Concrete (WLC), t= 5 cm Agregat Kelas A,t= 7 cm Timbunan Pilihan, t=varian
60 120
300
300
120
a) Tipikal Potongan Melintang Sta. 105+664 – Sta 106+156 & Sta.093+250 – Sta.093+700
Tul melintang bawah 21 D 12 (lebar jalan 600 cm) Tul melintang atas 21 D 12 (lebar jalan 600 cm) Fs 45 kg/cm2, t= 25 cm Silent Dowel 11 - O 25 ( 40 cm) Tie bar 20 - d 16
Koperan 9 o 13 Bahu Jalan 25/25
CL
Tul melintang atas 11 D 12 (lebar jalan 600 cm) Tul melintang bawah 11 D 12 (lebar jalan 600 cm) Bahu Jalan 4 %
4% Timbunan tanah setempat Tanah dasar
Existing jalan
Wetlean Concrete (WLC), t= 5 cm Agregat Kelas A,t= 7 cm Timbunan Pilihan, t=varian
60 120
300
300
120
b) Tipikal Potongan Melintang Sta. 108+853 – Sta 109+405 & Sta.094+675 – Sta.094+900 Gambar 4.8 Tipikal Potongan Melintang Desain Perkerasan Jalan Beton Ruas Jalan Purwodadi-Blora
4.4 Analisis Struktur Perkerasan pada Pelaksanaan Rehabilitasi Ruas Jalan Purwodadi-Blora 4.4.1
Pembebanan Beban Gandar Rencana Beban gandar (axle load) yang digunakan untuk perancangan perkerasan jalan
mengacu pada peraturan Bina Marga (1987) mengenai beban gandar tunggal standar (Standard Single Axle Load) = 8,16 ton. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan menyatakan bahwa Muatan Sumbu Terberat (MST) yang diijinkan untuk jalan kelas III adalah sebesar 8 Ton.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85 Didalam analisis struktur perkerasan ditentukan MST = 8 ton sebagai beban statis. Untuk analisis beban MST = 8 ton, Design Axle load dapat dilihat pada Gambar 4.9 Design Axle Load Standard Axle Load = 80 KN = 8,16 ton; dan Gambar 4.10 Ekivalensi luas bidang kontak lingkaran, seperti terlihat dibawah ini :
2t 2t Tekanan Ban q = 85 psi = 5,95 kg/cm2
35 cm
35 cm 140 cm
Gambar 4.9 Design Axle Load Standard Axle Load = 80 KN = 8,16 ton
ekivalensi dengan lingkaran jari-jari = r
Sd = 35 cm
Gambar 4.10 Ekivalensi luas bidang kontak lingkaran
Tire contact area disederhanakan berbentuk lingkaran dengan jari-jari r adalah :
L=
2000 = 25,36..cm 0,5227 x5,95
Pd = 0,5227.q
π .r 2 = (2 x0,5227 xL2 ) + ((S d − 0,6)xL )
(
)
= 0,4454 x 25,36 2 + (34,4 x 25,36 )
π .r 2 = .1158,83 r=
1158,83
π
= 19,21.cm ≈ 20.cm
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86 Dengan demikian Bidang kontak beban roda dapat dilihat pada Gambar 4.11 Bidang kontak beban roda seperti terlihat dibawah ini :
4 Ton
4 Ton
20 cm
20 cm 40 cm
40 cm 140 cm
Gambar 4.11 Bidang Kontak beban roda 4.4.2
Parameter Analisis Struktur Subgrade Jalan
4.4.2.1 Berat Jenis (Gs) Tanah
Menurut Bowles (1998), besarnya nilai berat jenis tanah yang didasarkan menurut jenis tanahnya disajikan pada Tabel. 4.13 Berat Jenis Tanah (Gs), sebagai berikut : Tabel. 4.13 Berat Jenis Tanah (Gs) Gs (gr/cm3) 2,65-2,68 2,65-2,68 2,62-2,68 2,58-2,65 2,68-2,75
Jenis Tanah Kerikil Pasir Lanau organik Lempung Organik Lempung Anorganik Sumber : Bowles, 1998.
Menurut Bowles (1998), umumnya untuk tanah tak berkohesi nilai Gs adalah 2,67 gr/cm3 sedangkan untuk tanah lempung anorganik besarnya nilai Gs adalah 2,70 gr/cm3. Dari data karakteristik tanah ruas jalan Purwodadi Blora diketahui bahwa
jenis tanah dasarnya berupa lempung lanauan CH dengan nilai Gs antara range 2,453-2,738 gr/cm3. Jika nilai tersebut diplotkan pada tabel diatas maka jenis tanah dasarnya berupa lempung anorganik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87 4.4.2.2 Modulus Reaksi Tanah Dasar (Ks)
Koefisien Modulus of Subgrade Reaktion (ks) yang digunakan untuk analisis struktur perkerasan dapat dihitung berdasarkan nilai CBR tanah dasarnya. Menurut Suhendro, nilai ks dapat ditentukan berdasarkan data CBR tanah karena antara ks dan CBR terdapat korelasi nonlinier pada tipikal Suhendro Charts yang disajikan pada Gambar 4.12 Tipikal Suhendro Charts dibawah ini :
Gambar 4.12 Tipikal Suhendro Charts (Suhendro,2008) Dari data karakteristik tanah ruas jalan Purwodadi Blora diketahui bahwa nilai data CBR adalah 2 % sehingga jika nilai itu diplotkan ke Suhendro Charts maka didapat ksv (Modulus reaksi tanah dasar vertikal) sebesar 2,125 Kg/cm3 = 2,125 x 8,4 N/cm3 = 17,85 N/cm3 = 17,85 x 106 N/m3 = 17.850 KN/m3
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88 Dari data diatas maka besarnya nilai Modulus Reaksi Tanah Dasar (ks) yang akan dipakai sebagai konstanta pegas (spring) tanah dalam analisis struktur perkerasan jalan adalah sebesar 2,125 Kg/cm3 setara dengan 17.850 KN/m3. 4.4.2.3 Modulus Elastisitas Tanah (Es)
Nilai modulus elastisitas tanah dapat diukur dari korelasi antara modulus resilient tanah dasar dengan CBR yaitu sebagai berikut : MR tanah dasar (MPa) = 10 x CBR(%) = 10 x 2 = 20 MPa. Sehingga besarnya nilai modulus elastisitas tanahnya adalah 20 MPa atau setara dengan
20 = 238,10.Kg / cm 2 . 0,084
4.4.2.4 Angka Poisson’s Ratio (υ)
Menurut Bowles (1998), besarnya nilai Poisson’s Ratio (υ) berdasarkan jenis tanahnya disajikan pada Tabel. 4.14 Jangkauan Nilai Banding Poisson Ratio, sebagai berikut : Tabel. 4.14 Jangkauan Nilai Banding Poisson’s Ratio υ 0,40-0,50 0,10-0,30 0,2-0,30 0,30-0,35 0,10-1,00 0,30-0,40 0,10-0,40 0,10-0,30 0,36 0,15
Jenis Tanah Lempung Jenuh Lempung Tak Jenuh Lempung Berpasir Lanau Pasir (padat) Pasir berkerikil Biasa dipakai Batuan Tanah Lus Es Beton Sumber : Bowles, 1998.
Dari data karakteristik tanah ruas jalan Purwodadi Blora diketahui bahwa jenis tanah dasarnya berupa lempung lanauan CH. Sehingga nilai υ berdasarkan pada tabel diatas terletak pada range nilai 0,10-0,50. Untuk analisis struktur perkerasan ditentukan besarnya nilai υ diambil rata-rata sebesar 0,30. 4.4.2.5 Daya Dukung Tanah Ultimit (qu)
Daya dukung tanah ultimate dapat dihitung berdasarkan rumus pendekatan yang diberikan oleh J.E. Bowles dengan rumus sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89 Dari data Ks diketahui bahwa nilai Ks adalah 17,850 kN/m3, sehingga nilai daya dukung tanahnya dapat dihitung sebagai berikut : K s = 40 xq u Ks 40 17850 qu = 40 q u = 446,25.kN / m 2 qu =
Dari perhitungan diatas diketahui bahwa besarnya Daya Dukung Tanah adalah 446,25 KN/m2 = 44,625 N/cm2 atau setara dengan
44,625 = 5,3125 Kg/cm2. 8,4
4.4.2.6 Lendutan Ijin (δ) Lendutan maksimal yang dijinkan terjadi pada struktur perkerasan yang berada diatas subgrade dapat dihitung dengan rumus : Dari data Ks diketahui bahwa nilai qu adalah 446,25 kN/m2 dan Ks adalah 17.850 KN/m3, sehingga nilai lendutan yang diijinkan terjadi adalah :
δ=
qu 446,25 = = 0,025.m = 2,5.cm K s 17.850
Jadi lendutan yang diijinkan terjadi pada struktur perkerasan yang terletak diatas tanah dasar adalah maksimal 2,5 cm.
4.4.2.7 Tekanan Mengembang Tanah Dasar Dari data seperti pada Tabel.4.5 diketahui bahwa nilai tekanan mengembang (swelling pressure) tanah dasarnya adalah 0,080 Kg/cm2.
4.4.3 Data Umum Analisis Struktur dengan Program SAP-2000 dan Program BISAR 3.0 Analisis struktur dengan program SAP-2000 dan program BISAR 3.0 dapat dipakai untuk menganalisis struktur perkerasan jalan. Program SAP-2000 dan BISAR 3.0 dapat menghitung besaran tegangan dan lendutan yang terjadi pada struktur perkerasan akibat beban yang bekerja diatas struktur perkerasan. Hasil keluaran analisis SAP-2000 dan BISAR 3.0 dapat dipakai sebagai dasar untuk menentukan kelayakan dari desain perbaikan struktur perkerasan berdasarkan nilainilai tegangan dan lendutan yang dihasilkan dari suatu struktur perkerasan. Data-data
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90 umum mengenai analisis struktur dengan SAP-2000 dan program BISAR 3.0 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.15 Data Umum Analisis Struktur Program SAP-2000 dan Program BISAR 3.0, sebagai berikut : Tabel 4.15 Data Umum Analisis Struktur Program SAP-2000 dan Program BISAR 3.0 No 1
Keterangan Data Masukan
Program SAP-2000
Program BISAR 3.0
a. Berat Jenis Struktur
a. Modulus Elastisitas
b. Massa Jenis Struktur
b. Poisson’s Ratio
c. Modulus Elastisitas
c. Tebal lapisan struktur
d. Poisson’s Ratio
d. Pembebanan
e. Koefisien Ekspansi Termal f. Modulus Geser g. Dimensi Struktur h. Pembebanan 2
Data Keluaran
a. Momen
a. Tegangan
b. Geser
b. Regangan
c. Deformasi
c. Deformasi
d. Gaya Aksial e. Torsi f. Tegangan g. Gambar model struktur 3
Pemodelan Struktur
Pemodelan 3 dimensi
Pemodelan 2 dimensi
Berdasarkan Tabel 4.15 diketahui bahwa untuk analisis program yang menggunakan SAP-2000 diperlukan data masukan yang lebih banyak mengenai material struktur daripada program BISAR 3.0. Hal itu menunjukkan bahwa analisis struktur dengan SAP-2000 mengakomodasi lebih banyak tentang besaran fisik material struktur. Data keluaran yang dihasilkan dari program SAP-2000 tidak hanya menghitung besaran tegangan dan deformasi saja seperti yang dihasilkan dari analisis BISAR 3.0 namun juga menghasilkan besaran-besaran momen, geser, gaya aksial, torsi dan gambaran mengenai bentuk deformasi struktur. Hal itu menunjukkan bahwa analisis struktur dengan SAP-2000 akan memberikan hasil keluaran yang lebih lengkap mengenai perilaku struktur yang dianalisis. Namun demikian program BISAR 3.0 tetap diperlukan untuk analisis struktur perkerasan. Program BISAR 3.0
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91 secara khusus dibuat untuk menganalisis besaran tegangan, regangan dan lendutan yang terjadi pada struktur perkerasan jalan yang terdiri dari banyak lapis. Hasil keluaran programnya dapat dipakai untuk melengkapi dan mendukung kekurangan hasil keluaran yang tidak dihasilkan dari analisis SAP-2000.
4.4.4
Analisa Struktur Perkerasan dengan SAP-2000
4.4.4.1 Struktur Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) A.
Data Properti Material Struktur Perkerasan Hasil perhitungan
data properti
material struktur perkerasan
lentur
selengkapnya disajikan pada Lampiran LD-1 sampai LD-7. Data-data yang diperlukan untuk analisis struktur perkerasan lentur adalah sebagai berikut :
LAPISAN LASTON AC-WC 1. Berat jenis
= 2,325 x 10-3Kg/cm3
2. Modulus elastisitas
= 26.785,71 Kg/cm2
3. Angka Poisson’s ratio
= 0,35
4. Modulus Geser
= 9.920,633 Kg/cm2.
LAPISAN LASTON AC-BC 1. Berat jenis
= 2,325 x 10-3 Kg/cm3
2. Modulus elastisitas
= 36.376,96 Kg/cm2
3. Angka Poisson’s ratio
= 0,35
4. Modulus Geser
= 13.472,95 Kg/cm2.
LAPISAN BASE COURSE 1. Berat jenis lapisan
= 2,325 x 10-3Kg/cm3
2. Modulus elastisitas
= 2.261,90 Kg/cm2
3. Angka Poisson’s ratio
= 0,35
4. Modulus Geser lapisan
= 837,74 Kg/cm2.
LAPISAN TANAH DASAR Tanah dasar (subgrade) yang dipakai sebagai tumpuan lapisan perkerasan jalan diasumsikan sebagai tumpuan elastis yang dimodelkan sebagai tumpuan pegas. Nilai kekakuan pegas dihitung berdasarkan model tumpuan pegas seperti disajikan pada Gambar 4.13 Model tumpuan pegas pada perkerasan lentur, sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92
Gambar 4.13 Model tumpuan pegas pada perkerasan Lentur
B.
Pemodelan Struktur Data dimensi struktur perkerasan lentur yang ditinjau adalah : •
Panjang perkerasan lentur = 6 m
•
Lebar perkerasan lentur
=3m
•
Tebal perkerasan lentur
= * AC-WC
= 4 cm
* AC-BC
= 6 cm
* Base Course
= 42 cm
•
Jumlah tumpuan pegas
•
Jarak antar tumpuan pegas
= 1891 bh = * Arah memanjang = 10 cm * Arah melebar
•
= 10 cm
3
Modulus reaksi tanah dasar (ks) = 2,125 Kg/cm .
Berdasarkan data-data tersebut diatas maka nilai-nilai dari kekakuan pegas k1,k2,dan k3 dapat dihitung sebagai berikut : •
k1 = 5,00 x 5,00 x 2,125 = 53,125 Kg/cm’
•
k2 = 5,00 x 10,00 x 2,125 = 106,250 Kg/cm’
•
k3 = 10,00 x 10,00 x 2,125 = 212,500 Kg/cm’
Pemodelan struktur dari perkerasan lentur yang akan dianalisis dengan program SAP-200 disajikan pada Gambar 4.14 Pemodelan Struktur Perkerasan Lentur dengan SAP-2000, dibawah ini :
commit to user
93
Gambar 4.14 Pemodelan Struktur Perkerasan Lentur dengan SAP-2000
93
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94
C.
Hasil Analisa Struktur Perkerasan Lentur dengan SAP-2000
1.
Momen Maksimal Besaran nilai-nilai momen maksimal yang terjadi pada lapisan perkerasan
lentur ditampilkan pada Gambar 4.15 Diagram Momen Lapisan Perkerasan Lentur dengan SAP-2000, dibawah ini :
Gambar 4.15 Diagram Momen Perkerasan Lentur dengan SAP-2000 Berdasarkan Gambar 4.15 diketahui bahwa momen maksimal plat yang terjadi di lapisan perkerasan lentur mulai pada lapisan yang paliang atas yaitu lapisan ACWC sampai lapisan perkerasan lentur yang paling bawah yaitu lapisan base course, nilai-nilai momen maksimalnya mengalami kenaikan besaran momen plat. Besarnya momen maksimal plat yang terjadi pada lapisan bawah perkerasan (lapisan base course) sangat bervariasi yaitu antara minus 18 Kg.cm hingga plus 126 Kg.cm.
2.
Tegangan Tanah Subgrade Besarnya nilai tegangan tanah subgrade diambil pada joint-joint yang
mempunyai nilai tegangan maksimal yaitu pada arah bentang memendek plat yang terletak dibawah beban sumbu roda belakang. Nilai-nilai tegangan tanah subgrade maksimal yang terdapat pada arah bentang memendek plat terletak pada joint 31, 30, 138, 199, 260, 321, 382, 443, 504, 565, 626, 687, 748, 809, 870, 931, 992, 1053,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95 1114, 1175, 1236, 1297, 1358, 1419, 1480, 1541, 1602, 1663, 1724, 1785 dan 1845. Hasil gaya reaksi perletakan pegas selengkapnya dapa di lihat pada Lampiran LE-1. Besarnya nilai tegangan pada joint-joint tersebut disajikan pada Tabel 4.16 Tabel Nilai Tegangan Tanah Subgrade Perkerasan Lentur dengan SAP-2000, sebagai berikut : Tabel 4.16 Tabel Nilai Tegangan Tanah Subgrade Perkerasan Lentur dengan SAP-2000. Lapisan Perkerasan Lentur Reaksi Jarak x Tumpuan Joint Load (cm) Pegas (Kg) 31 COMB1 0 14,34 30 COMB1 10 28,81 138 COMB1 20 28,97 199 COMB1 30 29,18 260 COMB1 40 29,41 321 COMB1 50 29,65 382 COMB1 60 29,87 443 COMB1 70 30,03 504 COMB1 80 30,10 565 COMB1 90 30,07 626 COMB1 100 29,97 687 COMB1 110 29,81 748 COMB1 120 29,64 809 COMB1 130 29,49 870 COMB1 140 29,39 931 COMB1 150 29,35 992 COMB1 160 29,39 1053 COMB1 170 29,49 1114 COMB1 180 29,64 1175 COMB1 190 29,81 1236 COMB1 200 29,97 1297 COMB1 210 30,07 1358 COMB1 220 30,10 1419 COMB1 230 30,03 1480 COMB1 240 29,87 1541 COMB1 250 29,65 1602 COMB1 260 29,41 1663 COMB1 270 29,18 1724 COMB1 280 28,97 1785 COMB1 290 28,81 1845 COMB1 300 14,34
Tegangan Tanah Subgrade (Kg/cm2) 0,2868 0,2881 0,2897 0,2918 0,2941 0,2965 0,2987 0,3003 0,3010 0,3007 0,2997 0,2981 0,2964 0,2949 0,2939 0,2935 0,2939 0,2949 0,2964 0,2981 0,2997 0,3007 0,3010 0,3003 0,2987 0,2965 0,2941 0,2918 0,2897 0,2881 0,2868
Berdasarkan tabel 4.16 diketahui nilai tegangan tanah dasar perkerasan lentur bervariasi mulai dari 0,2868 Kg/cm2 sampai dengan 0,301 Kg/cm2. Nilai tegangan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96 maksimalnya adalah 0,301 Kg/cm2. Besarnya tegangan maksimal tanah dasar pada tiap jarak x (m) arah bentang memendek disajikan pada Gambar 4.16 Tegangan Tanah Dasar Perkerasan Lentur, seperti dibawah ini :
T e g a n g a n ( K g /c m 2 )
0,3020 0,3000 0,2980 0,2960 0,2940 0,2920 0,2900 0,2880 0,2860 0
50
100
150
200
250
300
350
Jarak x (cm)
Gambar 4.16 Tegangan Tanah Dasar Perkerasan Lentur dengan SAP-2000 Berdasarkan Gambar 4.16 diketahui bahwa pola tegangan maksimal terjadi pada jarak 80 cm dan jarak 220 cm. Sedangkan tegangan minimal terjadi pada jarak 0 cm dan 300 cm. Hal itu menunjukkan bahwa tegangan maksimal terjadi di pusat beban maksimal yang bekerja diatas struktur perkerasan lentur dan tegangan minimal terjadi didaerah yang tidak mengalami pembebanan.
3.
Lendutan Maksimal Besarnya nilai lendutan maksimal perkerasan lentur diambil pada joint-joint
yang mempunyai nilai lendutan maksimal yang terletak pada arah bentang memendek dari perkerasan lentur. Nilai-nilai lendutan maksimal yang terdapat pada arah bentang memendek perkerasan lentur terletak pada joint 31, 30, 138, 199, 260, 321, 382, 443, 504, 565, 626, 687, 748, 809, 870, 931, 992, 1053, 1114, 1175, 1236, 1297, 1358, 1419, 1480, 1541, 1602, 1663, 1724, 1785 dan 1845. Besarnya nilai lendutan pada joint-joint tersebut disajikan pada Tabel 4.17 Tabel Nilai Lendutan Perkerasan Lentur dengan SAP-2000, sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97 Tabel 4.17 Tabel Nilai Lendutan Perkerasan Lentur dengan SAP-2000. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Lendutan Perkerasan Lentur JOINT LOAD U3 (cm) 31 COMB1 -0,1349 30 COMB1 -0,1356 138 COMB1 -0,1363 199 COMB1 -0,1373 260 COMB1 -0,1384 321 COMB1 -0,1395 382 COMB1 -0,1405 443 COMB1 -0,1413 504 COMB1 -0,1416 565 COMB1 -0,1415 626 COMB1 -0,1410 687 COMB1 -0,1403 748 COMB1 -0,1395 809 COMB1 -0,1388 870 COMB1 -0,1383 931 COMB1 -0,1381 992 COMB1 -0,1383 1053 COMB1 -0,1388 1114 COMB1 -0,1395 1175 COMB1 -0,1403 1236 COMB1 -0,1410 1297 COMB1 -0,1415 1358 COMB1 -0,1416 1419 COMB1 -0,1413 1480 COMB1 -0,1405 1541 COMB1 -0,1395 1602 COMB1 -0,1384 1663 COMB1 -0,1373 1724 COMB1 -0,1363 1785 COMB1 -0,1356 1845 COMB1 -0,1349
Berdasarkan tabel 4.17 diketahui nilai lendutan maksimal yang terjadi pada perkerasan lentur sangat bervariasi mulai dari 0,1349 cm sampai 0,1416 cm. Nilai lendutan maksimal yang paling besar adalah 0,1416 cm. Pola jangkauan lendutan yang terjadi nilainya relatif tidak merata. Hasil nilai lendutan dan gambar pola lendutan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran LE-2 sampai LE-4. Pola lendutan yang terjadi pada joint-joint diatas dapat dilihat pada Gambar 4.17 Pola Diagram Lendutan Perkerasan Lentur dengan SAP-2000, sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98
-0,1340 -0,1350
0
50
100
150
200
250
300
350
Lendutan (cm)
-0,1360 -0,1370 -0,1380 -0,1390 -0,1400 -0,1410 -0,1420 Jarak X (cm)
Gambar 4.17 Pola Diagram Lendutan Perkerasan Lentur dengan SAP-2000
Berdasarkan Gambar 4.17 diketahui bahwa pola lendutan maksimal terjadi pada jarak 80 cm dan jarak 220 cm. Sedangkan lendutan minimal terjadi pada jarak 0 cm dan 300 cm. Hal itu menunjukkan bahwa lendutan maksimal terjadi di pusat beban maksimal yang bekerja diatas struktur perkerasan lentur dan lendutan minimal terjadi didaerah yang tidak mengalami pembebanan.
4.4.4.2 Struktur Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) A.
Data Properti Material Struktur Perkerasan Hasil
perhitungan
data
properti
material
struktur
perkerasan
kaku
selengkapnya disajikan pada Lampiran LD-8 sampai LD-12. Data-data yang diperlukan untuk analisis struktur perkerasan kaku adalah sebagai berikut :
LAPISAN PERKERASAN BETON 1. Berat jenis
= 2,4 x 10-3Kg/cm3
2. Massa jenis
= 2,448 x x 10-6Kg/cm3
3. Modulus elastisitas
= 303.383,70 Kg/cm2
4. Angka Poisson’s ratio
= 0,2
5. Modulus Geser
= 126.409,87 Kg/cm2.
6. Koefisien thermal expansion
= 9,9 10-6 Kg/cm2.
LAPISAN WET LEAN CONCRETE 1. Berat jenis
= 2,2 x 10-3Kg/cm3
2. Massa jenis
= 2,448 x x 10-6Kg/cm3
3. Modulus elastisitas
= 181.306,44 Kg/cm2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99 4. Angka Poisson’s ratio
= 0,2
5. Modulus Geser
= 75.544,35 Kg/cm2.
6. Koefisien thermal expansion
= 9,9 10-6 Kg/cm2.
LAPISAN BASE COURSE 1. Berat jenis lapisan
= 2,325 x 10-3 Kg/cm3
2. Modulus elastisitas
= 2.261,90 Kg/ cm2
3. Angka Poisson’s ratio
= 0,35
4. Modulus Geser lapisan
= 837,74 Kg/cm2.
LAPISAN TANAH DASAR Tanah dasar (subgrade) yang dipakai sebagai tumpuan lapisan perkerasan jalan diasumsikan sebagai tumpuan elastis yang dimodelkan sebagai tumpuan pegas. Nilai kekakuan pegas dihitung berdasarkan model tumpuan pegas seperti disajikan pada Gambar 4.18 Model Tumpuan Pegas pada Perkerasan Kaku, dibawah ini :
Gambar 4.18 Model Tumpuan Pegas pada Perkerasan Kaku
B.
Pemodelan Struktur Data dimensi struktur perkerasan lentur yang ditinjau adalah : •
Panjang perkerasan kaku = 6 m
•
Lebar perkerasan kaku
=3m
•
Tebal perkerasan beton
= 25 cm
•
Tebal wet lean concrete = 5 cm
•
Tebal Base Course
= 42 cm
•
Jumlah tumpuan pegas
= 1891 bh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100 •
Jarak antar tumpuan pegas
= * Arah memanjang = 10 cm * Arah melebar
•
Modulus reaksi tanah dasar (ks)
= 10 cm
= 2,125 Kg/cm3.
Berdasarkan data-data tersebut diatas maka nilai-nilai dari kekakuan pegas k1,k2,dan k3 dapat dihitung sebagai berikut : •
k1
= 5,00 x 5,00 x 2,125 = 53,125 Kg/cm’
•
k2
= 5,00 x 10,00 x 2,125 = 106,250 Kg/cm’
•
k3
= 10,00 x 10,00 x 2,125 = 212,500 Kg/cm’
Pemodelan struktur dari perkerasan lentur yang akan dianalisis dengan program SAP-200 disajikan pada Gambar 4.19 Pemodelan Struktur Perkerasan Kaku dengan SAP-2000, sebagai berikut :
commit to user
101
Gambar 4.19 Pemodelan Struktur Perkerasan Kaku dengan SAP-2000 101
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102
C.
Hasil Analisa Struktur Perkerasan Kaku dengan SAP-2000
1.
Momen Maksimal Besaran nilai-nilai momen maksimal yang terjadi pada lapisan perkerasan
lentur ditampilkan pada Gambar 4.20 Diagram Momen Perkerasan Kaku dengan SAP-2000, dibawah ini :
Gambar 4.20 Diagram Momen Perkerasan Kaku dengan SAP-2000 Berdasarkan Gambar 4.20 diketahui bahwa momen maksimal plat yang terjadi di lapisan perkerasan kaku mulai pada lapisan yang paliang atas yaitu lapisan beton semen sampai lapisan perkerasan kaku yang paling bawah yaitu lapisan base course, nilai-nilai momen maksimalnya mengalami penurunan besaran momen plat. Besarnya momen maksimal plat yang terjadi pada lapisan bawah perkerasan (lapisan base course) sangat bervariasi yaitu antara minus 7 Kg.cm hingga plus 40 Kg.cm.
2.
Tegangan Tanah Subgrade Besarnya nilai tegangan tanah subgrade diambil pada joint-joint yang
mempunyai nilai tegangan maksimal yaitu pada arah bentang memendek plat yang terletak dibawah beban sumbu roda belakang. Hasil gaya reaksi perletakan pegas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran LE-5. Nilai-nilai tegangan tanah subgrade maksimal yang terdapat pada arah bentang memendek plat terletak pada joint 31, 30,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103 138, 199, 260, 321, 382, 443, 504, 565, 626, 687, 748, 809, 870, 931, 992, 1053, 1114, 1175, 1236, 1297, 1358, 1419, 1480, 1541, 1602, 1663, 1724, 1785 dan 1845. Besarnya nilai tegangan pada joint-joint tersebut disajikan pada Tabel 4.18 Tabel Nilai Tegangan Tanah Subgrade Perkerasan Kaku dengan SAP-2000, sebagai berikut : Tabel 4.18 Tabel Nilai Tegangan Tanah Subgrade Perkerasan Kaku dengan SAP-2000.
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Lapisan Perkerasan Kaku Reaksi Jarak x Tumpuan Joint Load (cm) Pegas (Kg) 31 COMB1 0 17,63 30 COMB1 10 35,22 138 COMB1 20 35,19 199 COMB1 30 35,17 260 COMB1 40 35,16 321 COMB1 50 35,16 382 COMB1 60 35,16 443 COMB1 70 35,16 504 COMB1 80 35,17 565 COMB1 90 35,17 626 COMB1 100 35,17 687 COMB1 110 35,17 748 COMB1 120 35,16 809 COMB1 130 35,16 870 COMB1 140 35,16 931 COMB1 150 35,16 992 COMB1 160 35,16 1053 COMB1 170 35,16 1114 COMB1 180 35,16 1175 COMB1 190 35,17 1236 COMB1 200 35,17 1297 COMB1 210 35,17 1358 COMB1 220 35,17 1419 COMB1 230 35,16 1480 COMB1 240 35,16 1541 COMB1 250 35,16 1602 COMB1 260 35,16 1663 COMB1 270 35,17 1724 COMB1 280 35,19 1785 COMB1 290 35,22 1845 COMB1 300 17,63
Tegangan Tanah Subgrade (Kg/cm2) 0,3526 0,3522 0,3519 0,3517 0,3516 0,3516 0,3516 0,3516 0,3517 0,3517 0,3517 0,3517 0,3516 0,3516 0,3516 0,3516 0,3516 0,3516 0,3516 0,3517 0,3517 0,3517 0,3517 0,3516 0,3516 0,3516 0,3516 0,3517 0,3519 0,3522 0,3526
Berdasarkan Tabel 4.18 diketahui bahwa tegangan tanah dasar perkerasan kaku bervariasi antara 0,3516 Kg/cm2 sampai dengan 0,3526 Kg/cm2 . Nilai tegangan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104 maksimumnya adalah 0,3526 Kg/cm2. Besarnya tegangan maksimal tanah dasar pada tiap jarak x (m) arah bentang memendek disajikan pada Gambar 4.21 Tegangan Tanah Dasar Perkerasan Kaku dengan SAP-2000, seperti dibawah ini : 0,3528
Tegangan (Kg/cm2)
0,3526 0,3524 0,3522 0,3520 0,3518 0,3516 0,3514 0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
220
240
260
280
300
320
Jarak X (cm)
Gambar 4.21 Tegangan Tanah Dasar Perkerasan Kaku dengan SAP-2000 Berdasarkan Gambar 4.21 diketahui bahwa pola tegangan maksimal terjadi pada jarak 0 cm dan jarak 300 cm. Hal itu menunjukkan bahwa tegangan maksimal terjadi di daerah yang memiliki nilai kekakuan pegas paling kecil sedangkan tegangan minimal terjadi didaerah yang memiliki nilai kekakuan besar yang terletak diantara beban roda yang bekerja pada struktur perkerasan kaku. Nilai kekakuan pegas merepresentasikan massa tanah dasar yang berfungsi sebagai tumpuan yang bersifat elastis dari struktur perkerasan kaku.
3.
Lendutan Maksimal Besarnya nilai lendutan maksimal perkerasan kaku diambil pada joint-joint
yang mempunyai nilai lendutan maksimal yang terletak pada arah bentang memendek dari perkerasan kaku. Nilai-nilai lendutan maksimal yang terdapat pada arah bentang memendek perkerasan lentur terletak pada joint 31, 30, 138, 199, 260, 321, 382, 443, 504, 565, 626, 687, 748, 809, 870, 931, 992, 1053, 1114, 1175, 1236, 1297, 1358, 1419, 1480, 1541, 1602, 1663, 1724, 1785 dan 1845. Besarnya nilai lendutan pada joint-joint tersebut disajikan pada Tabel 4.19 Tabel Nilai Lendutan Subgrade Perkerasan Kaku dengan SAP-2000, sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105 Tabel 4.19 Tabel Nilai Lendutan Subgrade Perkerasan Kaku dengan SAP-2000. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Lendutan Perkerasan Kaku JOINT LOAD U3 (cm) 31 COMB1 -0,1660 30 COMB1 -0,1658 138 COMB1 -0,1656 199 COMB1 -0,1655 260 COMB1 -0,1655 321 COMB1 -0,1655 382 COMB1 -0,1655 443 COMB1 -0,1655 504 COMB1 -0,1655 565 COMB1 -0,1655 626 COMB1 -0,1655 687 COMB1 -0,1655 748 COMB1 -0,1655 809 COMB1 -0,1655 870 COMB1 -0,1655 931 COMB1 -0,1655 992 COMB1 -0,1655 1053 COMB1 -0,1655 1114 COMB1 -0,1655 1175 COMB1 -0,1655 1236 COMB1 -0,1655 1297 COMB1 -0,1655 1358 COMB1 -0,1655 1419 COMB1 -0,1655 1480 COMB1 -0,1655 1541 COMB1 -0,1655 1602 COMB1 -0,1655 1663 COMB1 -0,1655 1724 COMB1 -0,1656 1785 COMB1 -0,1658 1845 COMB1 -0,1660
Berdasarkan Tabel 4.19 diketahui bahwa nilai lendutan maksimal yang terjadi pada perkerasan kaku relatif merata mulai dari 0,1655 cm sampai 0,1660 cm. Nilai lendutan maksimal yang paling besar adalah 0,1660 cm. Pola jangkauan lendutan yang terjadi nilainya relatif merata. Hasil nilai lendutan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran LE-6 sampai LE-8. Pola lendutan yang terjadi pada joint-joint diatas dapat dilihat pada Gambar 4.22 Pola Diagram Lendutan Perkerasan Kaku dengan SAP-2000, sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106
-0,1651 -0,1652 0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
220
240
260
280
300
320
Lendutan (cm)
-0,1653 -0,1654 -0,1655 -0,1656 -0,1657 -0,1658 -0,1659 -0,1660 -0,1661 Jarak X (cm)
Gambar 4.22 Pola Diagram Lendutan Perkerasan Kaku dengan SAP-2000 Berdasarkan Gambar 4.22 diketahui bahwa pola lendutan maksimal terjadi pada jarak 0 cm dan jarak 300 cm. Hal itu menunjukkan bahwa lendutan maksimal terjadi di daerah yang memiliki nilai kekakuan pegas paling kecil diantara nilai kekakuan pegas lainnya. Nilai lendutan minimal terjadi pada jarak 20 cm dan 280 cm. Hal itu menunjukkan bahwa lendutan minimal cenderung terjadi di daerah yang memiliki nilai kekakuan pegas besar.
4.4.5
Analisa Struktur Perkerasan dengan Bisar 3.0
4.4.5.1 Struktur Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) A.
Data Properti Material Struktur Perkerasan Konfigurasi struktur perkerasan lentur yang akan dianalis dengan Bisar 3.0
disajikan pada Gambar.4.23 Konfigurasi Struktur Perkerasan Lentur, seperti terlihat dibawah ini :
Gambar.4.23 Konfigurasi Struktur Perkerasan Lentur
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107 Untuk melakukan analisis struktur perkerasan lentur dengan Bisar 3.0 diperlukan adanya data properti dari material struktur perkerasan yang akan dianalisis. Nilai Perhitungan data properti material struktur perkerasan overlay berupa Laston/Asphalt Concrete (AC) selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran LD13 sampai LD-15. Data-data yang diperlukan untuk analisis struktur perkerasan lentur adalah sebagai berikut : 1. Modulus Elastisitas Lapis Perkerasan : •
EAC-WC
= 2.250 Mpa = 26.785,71 Kg/cm2
•
EAC-BC
= 3.055,665 Mpa = 36.376,96 Kg/cm2
•
EBase Course
= 190 Mpa = 2.261,90 Kg/cm2
•
ESubgrade
= 20
Mpa = 238,10 Kg/cm2
2. Angka Poisson’s Ratio Lapis Perkerasan :
B.
•
υAC-WC
= 0,35
•
υAC-BC
= 0,35
•
υBase Course
= 0,35
•
υSubgrade
= 0,30
Pemodelan Struktur Berdasarkan data-data tersebut diatas maka pemodelan struktur dari perkerasan
lentur yang akan dianalisis dengan program Bisar 3.0 disajikan pada Gambar 4.24 Pemodelan Struktur Perkerasan Lentur dengan Bisar 3.0, dibawah ini :
Gambar 4.24 Pemodelan Struktur Perkerasan Lentur dengan Bisar 3.0
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108 Data dimensi struktur perkerasan lentur yang ditinjau adalah : 1. Panjang perkerasan lentur
=6m
2. Lebar perkerasan lentur
=3m
3. Tebal perkerasan lentur :
C.
•
Laston (ACWC)
= 4 cm
•
Laston (ACBC)
= 6 cm
•
Base Course
= 42 cm
4. Jari-jari beban roda
= 20 cm
5. Beban gandar rencana total
= 8000 Kg
•
P1
= 4000 Kg = 4000 x 8,4 N = 33,60 KN
•
P2
= 4000 Kg = 4000 x 8,4 N = 33,60 KN
Hasil Analis Struktur Perkerasan Lentur dengan BISAR 3.0 Berdasarkan hasil perhitungan dengan program BISAR 3.0, nilai-nilai besaran
tegangan dan lendutan yang terjadi pada titik-titik lokasi seperti tercantum pada Gambar 4.24 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran LE-9 sampai LE-12. Hasil output perhitungannya ditunjukkan pada Tabel. 4.20 Hasil Perhitungan Besaran Tegangan Perkerasan Lentur dengan BISAR 3.0, sebagai berikut : Tabel. 4.20 Hasil Perhitungan Besaran Tegangan Perkerasan Lentur dengan BISAR 3.0 Lokasi Titik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Lapisan Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade
Tegangan Tanah Subgrade Perkerasan Lentur Tegangan Tanah Tegangan Tanah Jarak x Subgrade Subgrade (cm) (MPa) (Kg/cm2) 0 0,004069 0,0484 10 0,004877 0,0581 20 0,005914 0,0704 30 0,007239 0,0862 40 0,008872 0,1056 50 0,010730 0,1277 60 0,012570 0,1496 70 0,014020 0,1669 80 0,014690 0,1749 90 0,014450 0,1720 100 0,013450 0,1601
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
109 Tabel. 4.20 Hasil Perhitungan Besaran Tegangan Perkerasan Lentur dengan BISAR 3.0 (lanjutan) Lokasi Titik
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Lapisan Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade
Tegangan Tanah Subgrade Perkerasan Lentur Tegangan Tanah Tegangan Tanah Subgrade Jarak x Subgrade (Kg/cm2) (cm) (MPa) 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300
0,012070 0,010720 0,009663 0,009011 0,008793 0,009011 0,009663 0,010720 0,012070 0,013450 0,014450 0,014690 0,014020 0,012570 0,010730 0,008872 0,007239 0,005914 0,004877 0,004069
0,1437 0,1276 0,1150 0,1073 0,1047 0,1073 0,1150 0,1276 0,1437 0,1601 0,1720 0,1749 0,1669 0,1496 0,1277 0,1056 0,0862 0,0704 0,0581 0,0484
Berdasarkan Tabel 4.20 diketahui bahwa tegangan yang terjadi pada subgrade perkerasan lentur bervariasi mulai dari 0,0484 Kg/cm2 sampai dengan 0,1749 Kg/cm2. Nilai tegangan tanah dasar maksimum adalah 0,1749 Kg/cm2. Pola diagram tegangan yang terjadi pada perkerasan lentur disajikan pada Gambar 4.25 Diagram Tegangan Perkerasan Lentur dengan BISAR 3.0, sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110 0,2000 0,1800
Tegangan ( Kg/cm 2)
0,1600 0,1400 0,1200 0,1000
P.Lentur
0,0800 0,0600 0,0400 0,0200 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Jarak (x10 cm)
Gambar 4.25 Diagram Tegangan Perkerasan Lentur dengan BISAR 3.0 Berdasarkan Gambar 4.25 diketahui bahwa pola tegangan maksimal terjadi pada jarak 80 cm dan jarak 220 cm. Sedangkan tegangan minimal terjadi pada jarak 0 cm dan 300 cm. Hal itu menunjukkan bahwa tegangan maksimal terjadi di pusat beban maksimal yang bekerja diatas struktur perkerasan lentur dan lendutan minimal terjadi didaerah yang tidak mengalami pembebanan. Hasil output perhitungan lendutan yang terjadi pada lapisan tanah dasar subgrade perkerasan lentur ditunjukkan
Tabel 4.21 Hasil Perhitungan Besaran
Lendutan Perkerasan Lentur dengan BISAR 3.0, sebagai berikut : Tabel 4.21 Hasil Perhitungan Besaran Lendutan Perkerasan Lentur dengan BISAR 3.0 Lokasi Titik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Lapisan Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade
Lendutan Tanah Subgrade Perkerasan Lentur Lendutan Lendutan Jarak x Tanah Tanah (cm) Subgrade (µm) Subgrade (cm) 0 693,40 0,0693 10 733,40 0,0733 20 776,60 0,0777 30 822,70 0,0823 40 870,60 0,0871 50 918,10 0,0918 60 961,90 0,0962 70 997,60 0,0998 80 1022,00 0,1022 90 1033,00 0,1033 100 1034,00 0,1034 110 1027,00 0,1027 120 1016,00 0,1016
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
111
Tabel 4.21 Hasil Perhitungan Besaran Lendutan Perkerasan Lentur dengan BISAR 3.0 (lanjutan)
Lokasi Titik Lokasi
Lapisan
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade
Lendutan Tanah Subgrade Perkerasan Lentur Lendutan Lendutan Tanah Jarak x Tanah Subgrade (cm) Subgrade (cm) (µm) 130 1007,00 0,1007 140 1000,00 0,1000 150 997,70 0,0998 160 1000,00 0,1000 170 1007,00 0,1007 180 1016,00 0,1016 190 1027,00 0,1027 200 1034,00 0,1034 210 1033,00 0,1033 220 1022,00 0,1022 230 997,60 0,0998 240 961,90 0,0962 250 918,10 0,0918 260 870,60 0,0871 270 822,70 0,0823 280 776,60 0,0777 290 733,40 0,0733 300 693,40 0,0693
Berdasarkan Tabel 4.21 diketahui bahwa lendutan yang terjadi pada subgrade perkerasan lentur bervariasi mulai dari 0,0693 cm sampai dengan 0,1034 cm. Nilai lendutan tanah dasar maksimum adalah 0,1034 cm. Pola diagram tegangan yang terjadi pada perkerasan lentur disajikan pada Gambar 4.26 Diagram Lendutan Perkerasan Lentur dengan BISAR 3.0, dibawah ini : 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 13 1415 161718 19202122 232425 26 2728 2930 31
Lendutan (cm)
(0,0200) (0,0400) (0,0600) (0,0800) (0,1000) (0,1200) Jarak (x10 cm)
Gambar 4.26 Diagram Lendutan Perkerasan Lentur dengan BISAR 3.0
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
112 Berdasarkan Gambar 4.26 diketahui bahwa pola lendutan maksimal terjadi pada jarak 100 cm dan jarak 200 cm. Sedangkan lendutan minimal terjadi pada jarak 0 cm dan 300 cm. Hal itu menunjukkan bahwa lendutan maksimal terjadi di daerah yang memikul beban maksimal yang bekerja diatas struktur perkerasan lentur dan lendutan minimal terjadi didaerah yang tidak mengalami pembebanan.
4.4.5.2 Struktur Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) A.
Data Properti Material Struktur Perkerasan Konfigurasi struktur perkerasan kaku yang akan dianalis dengan Bisar 3.0
disajikan pada Gambar.4.27 Konfigurasi Struktur Perkerasan Kaku, seperti terlihat dibawah ini :
Gambar.4.27 Konfigurasi Struktur Perkerasan Kaku Untuk melakukan analisa struktur perkerasan kaku dengan Bisar 3.0 diperlukan adanya data properti dari material struktur perkerasan yang akan dianalisis. Nilai Perhitungan data properti material struktur perkerasan kaku selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran LD-16 sampai LD-17. Data-data yang diperlukan untuk analisis struktur perkerasan lentur adalah sebagai berikut : 1. Jari-jari beban roda
= 20 cm
2. Beban gandar rencana total
= 8000 Kg
•
P1
= 4000 Kg = 4000 x 8,4 N = 33,60 KN
•
P2
= 4000 Kg = 4000 x 8,4 N = 33,60 KN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
113 3. Modulus Elastisitas Lapis Perkerasan : •
EBeton
= 25.484,23 Mpa = 303.383,70 Kg/cm2
•
EWLC
= 15.229,74 Mpa = 181.306,44 Kg/cm2
•
EBasecourse
= 190 Mpa = 2.261,90 Kg/cm2
•
ESubgrade
= 20
Mpa = 238,10 Kg/cm2
4. Angka Poisson’s Ratio Lapis Perkerasan :
B.
•
υbeton
= 0,20
•
υWLC
= 0,20
•
υBasecourse
= 0,35
•
υSubgrade
= 0,30
Pemodelan Struktur Berdasarkan data-data tersebut diatas maka pemodelan struktur dari perkerasan
kaku yang akan dianalisis dengan program Bisar 3.0 disajikan pada Gambar 4.28 Pemodelan Struktur Perkerasan Kaku dengan Bisar 3.0, dibawah ini :
Gambar 4.28 Pemodelan Struktur Perkerasan Kaku dengan Bisar 3.0 Data dimensi struktur perkerasan kaku yang ditinjau adalah : 1. Panjang perkerasan kaku
=6m
2. Lebar perkerasan kaku
=3m
3. Tebal perkerasan kaku : •
Perkerasan Beton bertulang = 25 cm
•
Wet Lean Concrete
= 5 cm
•
Base Course
= 42 cm
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
114
C.
Hasil Analis Struktur Perkerasan Kaku dengan BISAR 3.0 Berdasarkan hasil perhitungan dengan program BISAR 3.0, nilai-nilai besaran
besaran tegangan dan lendutan yang terjadi pada titik-titik lokasi seperti tercantum pada Gambar 4.28 diatas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran LE-13 sampai LE-14. Hasil output perhitungannya ditunjukkan pada Tabel. 4.22 Hasil Perhitungan Besaran Tegangan Perkerasan Kaku dengan BISAR 3.0, sebagai berikut : Tabel. 4.22 Hasil Perhitungan Besaran Tegangan Perkerasan Kaku dengan BISAR 3.0 Lokasi Titik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Lapisan Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade Subgrade
Tegangan Tanah Subgrade Perkerasan Kaku Jarak x Tegangan Tanah Tegangan Tanah (cm) Subgrade (MPa) Subgrade (Kg/cm2) 0 0,002036 0,0242 10 0,002155 0,0257 20 0,002277 0,0271 30 0,002402 0,0286 40 0,002527 0,0301 50 0,002647 0,0315 60 0,002756 0,0328 70 0,002849 0,0339 80 0,002920 0,0348 90 0,002967 0,0353 100 0,002993 0,0356 110 0,003002 0,0357 120 0,003002 0,0357 130 0,002997 0,0357 140 0,002993 0,0356 150 0,002991 0,0356 160 0,002993 0,0356 170 0,002997 0,0357 180 0,003002 0,0357 190 0,003002 0,0357 200 0,002993 0,0356 210 0,002967 0,0353 220 0,002920 0,0348 230 0,002849 0,0339 240 0,002756 0,0328 250 0,002647 0,0315 260 0,002527 0,0301 270 0,002402 0,0286 280 0,002277 0,0271 290 0,002155 0,0257 300 0,002036 0,0242
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
115 Dari tabel 4.22 diketahui bahwa tegangan yang terjadi pada subgrade perkerasan lentur bervariasi mulai dari 0,0242 Kg/cm2 sampai dengan 0,0357 Kg/cm2. Nilai tegangan tanah dasar maksimum adalah 0,0357 Kg/cm2. Pola diagram tegangan yang terjadi pada perkerasan lentur disajikan pada
Tegangan (Kg/cm2)
Gambar 4.29 Diagram Tegangan Perkerasan Kaku dengan BISAR 3.0, dibawah ini :
0,0370 0,0360 0,0350 0,0340 0,0330 0,0320 0,0310 0,0300 0,0290 0,0280 0,0270 0,0260 0,0250 0,0240 0,0230 0,0220 0,0210 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11
12
13
14 15
16
17
18 19
20
21
22 23
24
25
26 27
28
29
30 31
32
33
Jarak (x10 cm)
Gambar 4.29 Diagram Tegangan Perkerasan Kaku dengan BISAR 3.0 Berdasarkan Gambar 4.29 diketahui bahwa pola tegangan maksimal terjadi pada jarak antara 80 cm sampai jarak 220 cm. Sedangkan tegangan minimal terjadi pada jarak 0 cm dan 300 cm. Hal itu menunjukkan bahwa tegangan maksimal terjadi di daerah yang memikul beban maksimal yang bekerja diatas struktur perkerasan lentur dan tegangan minimal terjadi didaerah yang tidak mengalami pembebanan. Hasil output perhitungan lendutan yang terjadi pada lapisan tanah dasar perkerasan lentur ditunjukkan
Tabel 4.23 Hasil Perhitungan Besaran Lendutan
Perkerasan Kaku dengan BISAR 3.0, sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
116 Tabel 4.23 Hasil Perhitungan Besaran Lendutan Perkerasan Kaku dengan BISAR 3.0
Lokasi Titik
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Lendutan Tanah Subgrade Perkerasan Kaku Lendutan Lendutan Jarak Tanah Tanah Lapisan x Subgrade Subgrade (cm) (cm) (µm) Subgrade 0 457,20 0,0457 Subgrade 10 465,90 0,0466 Subgrade 20 474,40 0,0474 Subgrade 30 482,70 0,0483 Subgrade 40 490,50 0,0491 Subgrade 50 497,90 0,0498 Subgrade 60 504,60 0,0505 Subgrade 70 510,60 0,0511 Subgrade 80 515,90 0,0516 Subgrade 90 520,30 0,0520 Subgrade 100 523,90 0,0524 Subgrade 110 526,80 0,0527 Subgrade 120 528,80 0,0529 Subgrade 130 530,20 0,0530 Subgrade 140 531,10 0,0531 Subgrade 150 531,40 0,0531 Subgrade 160 531,10 0,0531 Subgrade 170 530,20 0,0530 Subgrade 180 528,80 0,0529 Subgrade 190 526,80 0,0527 Subgrade 200 523,90 0,0524 Subgrade 210 520,30 0,0520 Subgrade 220 515,90 0,0516 Subgrade 230 510,60 0,0511 Subgrade 240 504,60 0,0505 Subgrade 250 497,90 0,0498 Subgrade 260 490,50 0,0491 Subgrade 270 482,70 0,0483 Subgrade 280 474,40 0,0474 Subgrade 290 465,90 0,0466 Subgrade 300 457,20 0,0457
Dari tabel 4.22 diketahui bahwa lendutan yang terjadi pada subgrade perkerasan lentur bervariasi mulai dari 0,0457 cm sampai dengan 0,0531 cm. Nilai lendutan tanah dasar subgrade maksimum adalah 0,0531 cm. Pola diagram tegangan yang terjadi pada perkerasan lentur disajikan pada Gambar 4.30 Diagram Lendutan Perkerasan Kaku dengan BISAR 3.0, sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
117
(0,0450) 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
(0,0460)
Lendutan (cm)
(0,0470) (0,0480) (0,0490) (0,0500) (0,0510) (0,0520) (0,0530) (0,0540) Jarak (x10 cm)
Gambar 4.30 Diagram Lendutan Perkerasan Kaku dengan BISAR 3.0 Berdasarkan Gambar 4.30 diketahui bahwa pola lendutan maksimal terjadi pada jarak antara140 cm sampai jarak 160 cm. Sedangkan lendutan minimal terjadi pada jarak 0 cm dan 300 cm. Hal itu menunjukkan bahwa lendutan maksimal terjadi di tengah bentang dari struktur perkerasan sehingga daerah tengah bentang merupakan titik kritis dari lendutan maksimal.
4.5 Evaluasi Hasil Analisis Struktur Perkerasan pada Pelaksanaan Rehabilitasi Ruas Jalan Purwodadi-Blora 4.5.1 Evaluasi Hasil Analisa Struktur Perkerasan dengan SAP-2000 Evaluasi output analisis struktur perkerasan lentur dan perkerasan kaku dilakukan dengan cara membandingkan hasil output analisis yang terdiri dari besaran momen,tegangan dan lendutan yang terjadi di lapisan subgrade dari kedua struktur perkerasan tersebut yang analisisnya dihitung dengan program SAP-2000. Berdasarkan hasil analisis yang ditampilkan pada sub bab 4.4.4.1 dan sub bab 4.4.4.2, maka hasil evalusi analisis struktur perkerasan lentur dan struktur perkerasan kaku disajikan sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
118
Evaluasi Momen Struktur Perkerasan Lentur dan Struktur Perkerasan Kaku dengan SAP-2000 Momen pada struktur perkerasan merupakan besaran gaya dalam yang dihasilkan dari beban kerja yang bekerja diatas struktur perkerasan. Momen yang terjadi pada struktur perkerasan memberikan gambaran tentang besaran nilai-nilai momen yang terjadi pada tiap lapis perkerasan yang dapat berpengaruh terhadap kekuatan dari struktur perkerasan itu sendiri. Gambaran besaran momen yang terjadi pada struktur perkerasan lentur dan struktur perkerasan kaku yang dianalisis ditampilkan pada Gambar 4.31 Perbandingan Momen Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku dengan SAP-2000, sebagai berikut : Momen Struktur Perkerasan Kaku
Momen Struktur Perkerasan Lentur
Gambar 4.31 Perbandingan Momen Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku commit to user dengan SAP-2000
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
119 Berdasarkan Gambar 4.31, hasil evaluasi perbandingan struktur perkerasan lentur dan struktur perkerasan kaku disajikan pada Tabel. 4.24 Hasil Evaluasi Analisis Momen Struktur Perkerasan Lentur dan Kaku, sebagai berikut : Tabel. 4.24 Hasil Evaluasi Analisis Momen Struktur Perkerasan Lentur dan Kaku Hasil Evaluasi Hasil Evaluasi Struktur Perkerasan Kaku Struktur Perkerasan Lentur 1. Momen maksimal terjadi pada lapis 1. Momen maksimal terjadi pada lapis struktur perkerasan paling bawah yaitu struktur perkerasan paling atas yaitu base course. PBS. 2. Nilai momen maksimal yang terjadi 2. Nilai momen maksimal yang terjadi dilapis perkerasan paling bawah adalah dilapis perkerasan paling bawah adalah 126 Kg.cm. 40 Kg.cm. 3. Dari gambaran bidang momennya 3. Dari gambaran bidang momennya diketahui bahwa lapisan struktural diketahui bahwa struktur perkerasan PBS terjadi pada lapisan base course yang berfungsi sebagai lapisan struktural yang terletak tepat diatas lapisan subgrade memikul beban yang bekerja diatasnya sehingga lapisan subgrade perkerasan sehingga lapisan subgrade perkerasan kurang dapat dilindungi dengan baik. dapat dilindungi dengan baik.
Berdasarkan hasil evaluasi pada tabel 4.24, diketahui bahwa struktur perkerasan kaku memiliki keunggulan yang lebih baik dari pada struktur perkerasan lentur dalam hal melindungi lapisan subgrade.
4.5.1.2 Evaluasi Tegangan Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku pada Tanah Dasar dengan SAP-2000 Tegangan pada tanah dasar perkerasan adalah kekuatan tanah dasar untuk menopang struktur perkerasan beserta gaya-gaya dan beban yang bekerja diatasnya dalam keadaan elastis. Daya dukung tanah ultimit pada tanah dasar struktur perkerasan menggambarkan tentang batas kritis tegangan yang ditopang oleh tanah dasar struktur perkerasan dalam keadaan masih elastis, sehingga apabila tegangan ultimit ini sudah dilampaui maka tanah dasar struktur perkerasan sudah dalam keadaan plastis sehingga dianggap tidak kuat dalam mendukung struktur perkerasan yang ada diatasnya. Dengan demikian desain struktur perkerasan tersebut dianggap tidak layak. Dari perhitungan sebelumnya diketahui bahwa daya dukung tanah dasar ultimit struktur perkerasan adalah 5,3125 Kg/cm2. Evaluasi tegangan yang terjadi pada tanah dasar dibawah struktur perkerasan lentur dan struktur perkerasan kaku disajikan pada Tabel 4.25 Evaluasi Tegangan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan SAP-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
120 2000 dan Gambar 4.32 Diagram Tegangan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan SAP-2000, sebagai berikut : Tabel 4.25 Evaluasi Tegangan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan SAP-2000 Jarak (cm) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300
Tegangan (Kg/cm2)
Tegangan (Kg/cm2)
P. Lentur 0,2868 0,2881 0,2897 0,2918 0,2941 0,2965 0,2987 0,3003 0,3010 0,3007 0,2997 0,2981 0,2964 0,2949 0,2939 0,2935 0,2939 0,2949 0,2964 0,2981 0,2997 0,3007 0,3010 0,3003 0,2987 0,2965 0,2941 0,2918 0,2897 0,2881 0,2868
P.Kaku 0,3526 0,3522 0,3519 0,3517 0,3516 0,3516 0,3516 0,3516 0,3517 0,3517 0,3517 0,3517 0,3516 0,3516 0,3516 0,3516 0,3516 0,3516 0,3516 0,3517 0,3517 0,3517 0,3517 0,3516 0,3516 0,3516 0,3516 0,3517 0,3519 0,3522 0,3526
Tegangan Ijin (Kg/cm2)
5,3125
Angka Keamanan (FK) P. Lentur P.Kaku 18,52 18,44 18,34 18,21 18,06 17,92 17,79 17,69 17,65 17,67 17,73 17,82 17,92 18,01 18,08 18,10 18,08 18,01 17,92 17,82 17,73 17,67 17,65 17,69 17,79 17,92 18,06 18,21 18,34 18,44 18,52
commit to user
15,07 15,08 15,10 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,11 15,10 15,08 15,07
Hasil Analisis P.Lentur P.Kaku Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman
Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tegangan (Kg/cm2)
121 0,3800 0,3750 0,3700 0,3650 0,3600 0,3550 0,3500 0,3450 0,3400 0,3350 0,3300 0,3250 0,3200 0,3150 0,3100 0,3050 0,3000 0,2950 0,2900 0,2850 0,2800 0,2750 0,2700
P.Lentur P.Kaku
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Jarak (x10 cm)
Gambar 4.32 Diagram Tegangan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan SAP-2000 Berdasarkan Tabel 4.25 dan Gambar 4.32 maka hasil evaluasi tegangan antara struktur perkerasan kaku dan perkerasan lentur disajikan pada Tabel. 4.26 Hasil Evaluasi Analisis Tegangan Struktur Perkerasan Lentur dan Kaku pada Tanah Dasar dengan SAP-2000, dibawah ini : Tabel. 4.26 Hasil Evaluasi Analisis Tegangan Struktur Perkerasan Lentur dan Kaku pada Tanah Dasar dengan SAP-2000
1. 2. 3. 4.
Hasil Evaluasi Struktur Perkerasan Lentur Tegangan maksimal yang terjadi pada tanah dasar adalah 0,301 Kg/cm2. Angka keamanan daya dukung tanah dasarnya antara 17-18. Pola distribusi tegangan relatif tidak merata. Tanah dasar kuat dan aman dalam mendukung struktur perkerasan yang ada diatasnya.
1. 2. 3. 4.
Hasil Evaluasi Struktur Perkerasan Kaku Tegangan maksimal yang terjadi pada tanah dasar adalah 0,3526 Kg/cm2. Angka keamanan daya dukung tanah dasarnya rata-rata 15. Pola distribusi tegangan relatif merata. Tanah dasar kuat dan aman dalam mendukung struktur perkerasan yang ada diatasnya.
Berdasarkan hasil evaluasi pada Tabel. 4.26 diatas, dapat disimpulkan bahwa tanah dasar yang berada dibawah kedua struktur perkerasan tersebut masih aman dan kuat dalam mendukung struktur perkerasan yang berada diatasnya. Sehingga kedua jenis struktur perkerasan tersebut layak desain untuk diterapkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
122
4.5.1.3 Evaluasi Deformasi Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku pada Tanah Dasar dengan SAP-2000 Deformasi atau lendutan yang terjadi pada tanah dasar memberikan gambaran mengenai perubahan bentuk dari suatu struktur perkerasan dalam keadaan elastis. Lendutan ijin merupakan batas kritis lendutan yang terjadi pada suatu struktur perkerasan dalam keadaan masih elastis, sehingga apabila lendutan ijin sudah dilampaui maka struktur perkerasan tersebut dianggap gagal secara struktural dan tidak layak desain. Dari perhitungan sebelumnya diketahui bahwa lendutan yang diijinkan terjadi pada tanah dasar struktur perkerasan adalah 2,5 cm. Evaluasi besaran lendutan yang terjadi pada tanah dasar dibawah struktur perkerasan lentur dan struktur perkerasan kaku disajikan pada Tabel 4.27 Evaluasi Lendutan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan SAP-2000 dan Gambar 4.33 Diagram Lendutan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan SAP-2000, sebagai berikut : Tabel 4.27 Evaluasi Lendutan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan SAP-2000 Jarak (cm) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190
P. Lentur Lendutan (cm) 0,1349 0,1356 0,1363 0,1373 0,1384 0,1395 0,1405 0,1413 0,1416 0,1415 0,1410 0,1403 0,1395 0,1388 0,1383 0,1381 0,1383 0,1388 0,1395 0,1403
P. Kaku Lendutan (cm) 0,166 0,1658 0,1656 0,1655 0,1655 0,1654 0,1655 0,1655 0,1655 0,1655 0,1655 0,1655 0,1655 0,1655 0,1655 0,1655 0,1655 0,1655 0,1655 0,1655
Lendutan ijin (cm)
2,5
Angka Keamanan (FK) P. Lentur P.Kaku 39,38 39,18 38,98 38,69 38,39 38,08 37,81 37,60 37,52 37,54 37,68 37,87 38,08 38,27 38,41 38,47 38,41 38,27 38,08 37,87
commit to user
32,00 32,04 32,08 32,10 32,10 32,12 32,10 32,10 32,10 32,10 32,10 32,10 32,10 32,10 32,10 32,10 32,10 32,10 32,10 32,10
Hasil Analisis P.Lentur P.Kaku Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman
Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
123 Tabel 4.27 Evaluasi Lendutan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan SAP-2000 (lanjutan)
Lendutan (cm)
Jarak (cm) 200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300
P. Lentur Lendutan (cm) 0,1410 0,1415 0,1416 0,1413 0,1405 0,1395 0,1384 0,1373 0,1363 0,1356 0,1349
-0,1200 -0,1220 -0,1240 -0,1260 -0,1280 -0,1300 -0,1320 -0,1340 -0,1360 -0,1380 -0,1400 -0,1420 -0,1440 -0,1460 -0,1480 -0,1500 -0,1520 -0,1540 -0,1560 -0,1580 -0,1600 -0,1620 -0,1640 -0,1660 -0,1680 -0,1700
1
2
3
4
P. Kaku Lendutan (cm) 0,1655 0,1655 0,1655 0,1655 0,1655 0,1654 0,1655 0,1655 0,1656 0,1658 0,166
5
6
7
8
Lendutan ijin (cm)
2,5
Angka Keamanan (FK) P. Lentur P.Kaku 37,68 37,54 37,52 37,60 37,81 38,08 38,39 38,69 38,98 39,18 39,38
32,10 32,10 32,10 32,10 32,10 32,12 32,10 32,10 32,08 32,04 32,00
Hasil Analisa P.Lentur P.Kaku Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman
Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
P. Lentur P.Kaku
Jarak (x10 cm)
Gambar 4.33 Diagram Lendutan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan SAP-2000 Berdasarkan Tabel 4.27 dan Gambar 4.33 maka hasil evaluasi lendutan antara struktur perkerasan kaku dan perkerasan lentur disajikan pada Tabel. 4.28 Hasil Evaluasi Analisis Lendutan Struktur Perkerasan Lentur dan Kaku pada Tanah Dasar dengan SAP-2000, sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
124 Tabel. 4.28 Hasil Evaluasi Analisis Lendutan Struktur Perkerasan Lentur dan Kaku pada Tanah Dasar dengan SAP-2000
1. 2. 3. 4.
Hasil Evaluasi Struktur Perkerasan Lentur Lendutan maksimal yang terjadi pada tanah dasar adalah 0,1416 cm. Angka keamanan lendutan antara 37-39. Pola distribusi lendutan relatif tidak merata/tidak seragam. Lendutan yang terjadi masih dalam batas yang diijinkan dan aman.
1. 2. 3. 4.
Hasil Evaluasi Struktur Perkerasan Kaku Lendutan maksimal yang terjadi pada tanah dasar adalah 0,1660 cm. Angka keamanan lendutan rata-rata 32. Pola distribusi lendutan relatif merata/seragam. Lendutan yang terjadi masih dalam batas yang diijinkan dan aman.
Berdasarkan hasil evaluasi pada Tabel. 4.28 diatas, dapat disimpulkan bahwa lendutan yang terjadi pada struktur perkerasan tersebut belum melampaui batas yang diijinkan sehingga masih aman. Dengan demikian kedua jenis struktur perkerasan tersebut layak desain untuk diterapkan.
4.5.2 Evalusi Hasil Analisis Struktur Perkerasan dengan Bisar 3.0 Evaluasi output analisis struktur perkerasan lentur dan perkerasan kaku dilakukan dengan cara membandingkan hasil output analisis yang terdiri dari besaran tegangan dan lendutan yang terjadi di lapisan subgrade dari kedua struktur perkerasan tersebut yang analisisnya dihitung dengan program BISAR 3.0. Berdasarkan hasil analisis yang ditampilkan pada sub bab 4.4.5.1 dan sub bab 4.4.5.2, maka hasil evalusi analisi struktur perkerasan lentur dan struktur perkerasan kaku disajikan sebagai berikut :
4.5.2.1 Evaluasi Tegangan Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0 Evaluasi tegangan yang terjadi pada tanah dasar dibawah struktur perkerasan lentur dan struktur perkerasan kaku disajikan pada Tabel 4.29 Evaluasi Tegangan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0 dan Gambar 4.34 Diagram Tegangan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0, sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
125 Tabel 4.29 Evaluasi Tegangan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0 Jarak (cm) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300
P. Lentur Tegangan (Kg/cm2) 0,0484 0,0581 0,0704 0,0862 0,1056 0,1277 0,1496 0,1669 0,1749 0,1720 0,1601 0,1437 0,1276 0,1150 0,1073 0,1047 0,1073 0,1150 0,1276 0,1437 0,1601 0,1720 0,1749 0,1669 0,1496 0,1277 0,1056 0,0862 0,0704 0,0581 0,0484
P. Kaku Tegangan (Kg/cm2) 0,0242 0,0257 0,0271 0,0286 0,0301 0,0315 0,0328 0,0339 0,0348 0,0353 0,0356 0,0357 0,0357 0,0357 0,0356 0,0356 0,0356 0,0357 0,0357 0,0357 0,0356 0,0353 0,0348 0,0339 0,0328 0,0315 0,0301 0,0286 0,0271 0,0257 0,0242
Tegangan Ijin (Kg/cm2)
5,3125
Angka Keamanan (FK) P. Lentur P.Kaku 109,67 91,50 75,46 61,65 50,30 41,59 35,50 31,83 30,38 30,88 33,18 36,97 41,63 46,18 49,52 50,75 49,52 46,18 41,63 36,97 33,18 30,88 30,38 31,83 35,50 41,59 50,30 61,65 75,46 91,50 109,67
commit to user
219,18 207,08 195,98 185,78 176,59 168,59 161,92 156,63 152,83 150,40 149,10 148,65 148,65 148,90 149,10 149,20 149,10 148,90 148,65 148,65 149,10 150,40 152,83 156,63 161,92 168,59 176,59 185,78 195,98 207,08 219,18
Hasil Analisa P.Lentur P.Kaku Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman
Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tegangan (Kg/cm2)
126 0,2000 0,1800 0,1600 0,1400 0,1200 0,1000 0,0800 0,0600 0,0400 0,0200 0,0000
P.Lentur P.Kaku
1
3
5
7
9
11 13 15 17 19 21
23 25 27 29 31
Jarak (x10 cm)
Gambar 4.34 Diagram Tegangan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0 Berdasarkan Tabel 4.29 dan Gambar 4.34 maka hasil evaluasi tegangan antara struktur perkerasan kaku dan perkerasan lentur disajikan pada Tabel. 4.30 Hasil Evaluasi Analisis Tegangan Struktur Perkerasan Lentur dan Kaku pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0, dibawah ini : Tabel. 4.30 Hasil Evaluasi Analisis Tegangan Struktur Perkerasan Lentur dan Kaku pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0
1. 2. 3. 4.
Hasil Evaluasi Struktur Perkerasan Lentur Tegangan maksimal yang terjadi pada tanah dasar adalah 0,1749 Kg/cm2. Angka keamanan daya dukung tanah dasarnya antara 30-109. Pola distribusi tegangan relatif tidak merata/tidak seragam. Tanah dasar kuat dan aman dalam mendukung struktur perkerasan yang ada diatasnya.
1. 2. 3. 4.
Hasil Evaluasi Struktur Perkerasan Kaku Tegangan maksimal yang terjadi pada tanah dasar adalah 0,0357 Kg/cm2. Angka keamanan daya dukung tanah dasarnya antara 148-219. Pola distribusi tegangan relatif merata/seragam. Tanah dasar kuat dan aman dalam mendukung struktur perkerasan yang ada diatasnya.
Berdasarkan hasil evaluasi pada Tabel. 4.30 diatas, dapat disimpulkan bahwa tanah dasar yang berada dibawah kedua struktur perkerasan tersebut masih aman dan kuat dalam mendukung struktur perkerasan yang berada diatasnya. Sehingga kedua jenis struktur perkerasan tersebut layak desain untuk diterapkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
127
4.5.2.2 Evaluasi Deformasi Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku pada Pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0 Evaluasi besaran lendutan yang terjadi pada tanah dasar dibawah struktur perkerasan lentur dan struktur perkerasan kaku disajikan pada Tabel 4.31 Evaluasi Lendutan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0 dan Gambar 4.35 Diagram Lendutan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0, sebagai berikut : Tabel 4.31 Evaluasi Lendutan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0 P. Lentur Jarak (cm) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300
Angka Keamanan (FK)
P. Kaku
Lendutan Lendutan (cm) (cm) 0,0693 0,0457 0,0733 0,0466 0,0777 0,0474 0,0823 0,0483 0,0871 0,0491 0,0918 0,0498 0,0962 0,0505 0,0998 0,0511 0,1022 0,0516 0,1033 0,0520 0,1034 0,0524 0,1027 0,0527 0,1016 0,0529 0,1007 0,0530 0,1000 0,0531 0,0998 0,0531 0,1000 0,0531 0,1007 0,0530 0,1016 0,0529 0,1027 0,0527 0,1034 0,0524 0,1033 0,0520 0,1022 0,0516 0,0998 0,0511 0,0962 0,0505 0,0918 0,0498 0,0871 0,0491 0,0823 0,0483 0,0777 0,0474 0,0733 0,0466 0,0693 0,0457
Hasil Analisa
Lendutan ijin (cm)
P. Lentur
P.Kaku
P.Lentur
P.Kaku
2,5
36,05 34,09 32,19 30,39 28,72 27,23 25,99 25,06 24,46 24,20 24,18 24,34 24,61 24,83 25,00 25,06 25,00 24,83 24,61 24,34 24,18 24,20 24,46 25,06 25,99 27,23 28,72 30,39 32,19 34,09 36,05
54,68 53,66 52,70 51,79 50,97 50,21 49,54 48,96 48,46 48,05 47,72 47,46 47,28 47,15 47,07 47,05 47,07 47,15 47,28 47,46 47,72 48,05 48,46 48,96 49,54 50,21 50,97 51,79 52,70 53,66 54,68
Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman
Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
128 0,0000 1
3
5
7
9
11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31
Lendutan (cm)
-0,0200 -0,0400 P.Lentur
-0,0600
P.Kaku
-0,0800 -0,1000 -0,1200 Jarak (x10 cm)
Gambar 4.35 Diagram Lendutan Struktur Perkerasan pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0 Berdasarkan Tabel 4.31 dan Gambar 4.35 maka hasil evaluasi lendutan antara struktur perkerasan kaku dan perkerasan lentur disajikan pada Tabel. 4.32 Hasil Evaluasi Analisis Lendutan Struktur Perkerasan Lentur dan Kaku pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0, sebagai berikut : Tabel. 4.32 Hasil Evaluasi Analisis Lendutan Struktur Perkerasan Lentur dan Kaku pada Tanah Dasar dengan BISAR 3.0
1. 2. 3. 4.
Hasil Evaluasi Struktur Perkerasan Lentur Lendutan maksimal yang terjadi di tanah dasar adalah 0,1034 cm. Angka keamanan lendutan antara 24-36. Pola distribusi lendutan relatif tidak merata/tidak seragam. Lendutan yang terjadi masih dalam batas yang diijinkan dan aman.
1. 2. 3. 4.
Hasil Evaluasi Struktur Perkerasan Kaku Lendutan maksimal yang terjadi di tanah dasar adalah 0,0531 cm. Angka keamanan lendutan antara 47 sampai 54. Pola distribusi lendutan relatif merata/seragam. Lendutan yang terjadi masih dalam batas yang diijinkan dan aman.
Berdasarkan hasil evaluasi pada Tabel. 4.32 diatas, dapat disimpulkan bahwa lendutan yang terjadi pada struktur perkerasan tersebut belum melampaui batas yang diijinkan sehingga masih aman. Dengan demikian kedua jenis struktur perkerasan tersebut layak desain untuk diterapkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
129
4.5.3 Evaluasi Kemampuan Perkerasan Lentur Mengembang (Swelling Pressure) Tanah Dasar
terhadap
Tekanan
Struktur perkerasan lentur dikatakan mempunyai kemampuan dan stabilitas yang baik apabila tekanan yang terjadi akibat berat struktur perkerasan mampu meredam terjadinya potensi tekanan mengembang yang terjadi pada tanah dasarnya. Struktur perkerasan lentur akan aman terhadap potensi pengembangan tanah dasar apabila tekanan yang dihasilkan karena berat struktur lebih besar dari potensi pengembangan tanah dasarnya. Dari data Tabel 4.5 diketahui bahwa tekanan mengembang tanah dasarnya adalah 0,08 Kg/cm2. Berdasarkan data pada Lampiran LD-01 sampai LD-07 diketahui bahwa berat jenis struktur perkerasan lentur adalah 2,325 x 10-3 Kg/cm3. Dimensi struktur perkerasan yang ditinjau adalah 3 m x 6 m x 0,52 m. Sehingga berat total struktur perkerasan (W) yang ditinjau adalah : W = 2,325 x 10-3 Kg/cm3 x 300 cm x 600 cm x 52 cm = 21.762 Kg Dengan demikian tekanan (P) struktur perkerasan yang dihasilkan pada tanah dasar adalah :
W A 21.762 P= (300 x600) P=
P = 0,12.Kg / cm 2 Karena P>0,08 Kg/cm2 sehingga desain struktur perkerasan lentur aman dan mampu meredam tekanan pengembangan tanah dasarnya. 4.5.4 Evaluasi Kemampuan Perkerasan Kaku terhadap Tekanan Mengembang (Swelling Pressure) Tanah Dasar
Berdasarkan data pada Lampiran LD-08 sampai LD-12 diketahui bahwa berat jenis struktur perkerasan PBS tebal 25 cm adalah 2,4 x 10-3 Kg/cm3, berat jenis WLC tebal 5 cm adalah 2,2 x 10-3 Kg/cm3 dan berat jenis base course tebal 42 cm adalah 2,325 x 10-3 Kg/cm3. Dimensi struktur perkerasan yang ditinjau adalah 3 m x 6 m x 0,72 m. Sehingga berat total struktur perkerasan (W) yang ditinjau adalah :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
130 W = (2,4 x 10-3 Kg/cm3 x 300 cm x 600 cm x 25 cm)+( 2,4 x 10-3 Kg/cm3 x 300 cm x 600 cm x 5 cm) +(2,325 x 10-3 Kg/cm3 x 300 cm x 600 cm x 42 cm) = 30.357 Kg Dengan demikian tekanan (P) struktur perkerasan yang dihasilkan pada tanah dasar adalah : W A 30.357 P= (300 x600) P=
P = 0,17.Kg / cm 2 Karena P>0,08 Kg/cm2 sehingga desain struktur perkerasan kaku aman dan mampu meredam tekanan pengembangan tanah dasarnya.
4.6 Alternatif Pilihan Desain Struktur Perkerasan Pelaksanaan Rehabilitasi Ruas Jalan Purwodadi-Blora
pada
Berdasarkan hasil evaluasi analisis struktur perkerasan yang telah dilakukan sebelumnya diketahui bahwa desain perkerasan lentur dan perkerasan kaku yang dipakai untuk kegiatan rehabilitasi Ruas Jalan Purwodadi-Blora, kedua-duanya layak untuk dilaksanakan dalam kegiatan rehabilitasi dan pemeliharaan ruas Jalan Purwodadi-Blora. Untuk menentukan alternatif pilihan desain yang paling baik diantara kedua desain perkerasan tersebut dilakukan berdasarkan perbandingan hasil evaluasi analisis struktur perkerasan yang dilakukan dengan program SAP-2000 dan BISAR 3.0, seperti yang ditampilkan pada Tabel. 4.33 Perbandingan Hasil Evalusi Analisis Struktur Perkerasan Lentur dengan Struktur Perkerasan Kaku. Berdasarkan hasil rekomendasi pada Tabel. 4.33 diketahui bahwa struktur perkerasan kaku yang terdiri dari lapis PBS tebal 25 cm, lapis WLC 5 cm dan lapis eksisting base course tebal 42 cm memiliki keunggulan yang lebih baik dibandingkan dengan Struktur Perkerasan Lentur yang terdiri dari lapis ACWC 4 cm, lapis ACBC 6 cm dan lapis eksisting base course tebal 42 cm sehingga desain struktur perkerasan kaku merupakan pilihan yang lebih baik untuk dilaksanakan dalam kegiatan rehabilitasi dan pemeliharaan pada ruas Jalan Purwodadi-Blora yang memiliki tanah dasar ekspansif.
commit to user
131 Tabel. 4.33 Perbandingan Hasil Evalusi Analisis Struktur Perkerasan Lentur dengan Struktur Perkerasan Kaku No 1
2
Kriteria Momen (SAP-2000)
Tegangan (SAP-2000)
Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku 1. Momen maksimal terjadi pada lapis 1. Momen maksimal terjadi pada lapis struktur perkerasan paling atas yaitu struktur perkerasan paling bawah PBS. yaitu base course. 2. Nilai momen maksimal yang terjadi 2. Nilai momen maksimal yang terjadi dilapis perkerasan paling bawah dilapis perkerasan paling bawah adalah 40 Kg.cm. adalah 126 Kg.cm. 3. Dari gambaran bidang momennya 3. Dari gambaran bidang momennya diketahui bahwa struktur perkerasan lapisan struktural terjadi pada lapisan PBS berfungsi sebagai lapisan base course yang terletak tepat diatas struktural yang memikul beban yang lapisan subgrade sehingga bekerja diatasnya sehingga lapisan perlindungan lapisan subgrade relatif subgrade perkerasan dapat kurang baik. terlindungi dengan baik. 1. Tegangan maksimal yang terjadi pada 1. Tegangan maksimal yang terjadi pada tanah dasar adalah 0,3526 tanah dasar adalah 0,301 Kg/cm2. Kg/cm2. 2. Angka keamanan daya dukung tanah dasarnya antara 17-18. 2. Angka keamanan daya dukung 3. Pola distribusi tegangan relatif tidak tanah dasarnya rata-rata 15. merata. 3. Pola distribusi tegangan relatif 4. Tanah dasar kuat dan aman dalam merata. mendukung struktur perkerasan yang 4. Tanah dasar kuat dan aman dalam ada diatasnya. mendukung struktur perkerasan yang ada diatasnya.
Hasil Rekomendasi Struktur perkerasan kaku memiliki keunggulan yang lebih baik dalam hal melindungi lapisan subgrade dari pada struktur perkerasan lentur. Hal ini berdasarkan nilai momen dibawah struktur perkerasan kaku nilainya lebih kecil jika dibandingkan dengan perkerasan lentur.
Daya dukung tanah dibawah kedua struktur perkerasan kuat dan aman. Meskipun nilai daya dukung tanah dibawah strukur perkerasan lentur lebih baik daripada struktur perkerasan kaku tetapi stabilitas struktur perkerasan kaku lebih baik dibandingkan dengan struktur perkerasan lentur mengingat pola distribusi tegangan yang terjadi relatif merata dan seragam. Dengan demikian struktur perkerasan kaku lebih cocok dilaksanakan.
132 Tabel. 4.33 Perbandingan Hasil Evalusi Analisis Struktur Perkerasan Lentur dengan Struktur Perkerasan Kaku (lanjutan) No 3
4
Kriteria Lendutan (SAP-2000)
Perkerasan Lentur 1. Lendutan maksimal yang terjadi pada tanah dasar adalah 0,1416 cm. 2. Angka keamanan lendutan antara 3739. 3. Pola distribusi lendutan relatif tidak merata/tidak seragam. 4. Lendutan yang terjadi masih dalam batas yang diijinkan dan aman.
Perkerasan Kaku 1. Lendutan maksimal yang terjadi pada tanah dasar adalah 0,1660 cm. 2. Angka keamanan lendutan rata-rata 32. 3. Pola distribusi lendutan relatif merata/seragam. 4. Lendutan yang terjadi masih dalam batas yang diijinkan dan aman.
Tegangan (BISAR 3.0)
1. Tegangan maksimal yang terjadi pada tanah dasar adalah 0,1749 Kg/cm2. 2. Angka keamanan daya dukung tanah dasarnya antara 30-109. 3. Pola distribusi tegangan relatif tidak merata/tidak seragam. 4. Tanah dasar kuat dan aman dalam mendukung struktur perkerasan yang ada diatasnya.
1. Tegangan maksimal yang terjadi pada tanah dasar adalah 0,0357 Kg/cm2. 2. Angka keamanan daya dukung tanah dasarnya antara 148-219. 3. Pola distribusi tegangan relatif merata/seragam. 4. Tanah dasar kuat dan aman dalam mendukung struktur perkerasan yang ada diatasnya.
Hasil Rekomendasi Lendutan yang terjadi pada tanah dasar dibawah kedua struktur perkerasan belum melampaui batas yang diijinkan sehingga aman. Meskipun nilai lendutan yang terjadi dibawah strukur perkerasan lentur lebih kecil daripada struktur perkerasan kaku namum stabilitas struktur perkerasan kaku lebih baik dibandingkan dengan struktur perkerasan lentur mengingat pola distribusi lendutan yang terjadi relatif merata dan seragam. Dengan demikian struktur perkerasan kaku lebih cocok dilaksanakan. Daya dukung tanah dibawah kedua struktur perkerasan kuat dan aman. Nilai daya dukung tanah dibawah strukur perkerasan kaku lebih baik daripada struktur perkerasan lentur. Stabilitas struktur perkerasan kaku lebih baik dibandingkan dengan struktur perkerasan lentur mengingat pola distribusi tegangan yang terjadi relatif merata dan seragam. Dengan demikian struktur perkerasan kaku lebih cocok dilaksanakan.
133 Tabel. 4.33 Perbandingan Hasil Evalusi Analisis Struktur Perkerasan Lentur dengan Struktur Perkerasan Kaku (lanjutan) No 5
6
Kriteria Lendutan (BISAR 3.0)
Perkerasan Lentur 1. Lendutan maksimal yang terjadi pada tanah dasar adalah 0,1034 cm. 2. Angka keamanan lendutan antara 2436. 3. Pola distribusi lendutan relatif tidak merata/tidak seragam. 4. Lendutan yang terjadi masih dalam batas yang diijinkan dan aman.
Kemampuan dalam meredam tekanan mengembang tanah dasarnya
Tekanan yang dihasilkan dari berat struktur adalah 0,12 Kg/cm2
Perkerasan Kaku 1. Lendutan maksimal yang terjadi pada tanah dasar adalah 0,0531 cm. 2. Angka keamanan lendutan antara 47 sampai 54. 3. Pola distribusi lendutan relatif merata/seragam. 4. Lendutan yang terjadi masih dalam batas yang diijinkan dan aman.
Hasil Rekomendasi Lendutan yang terjadi pada tanah dasar dibawah kedua struktur perkerasan belum melampaui batas yang diijinkan sehingga aman. Nilai lendutan yang terjadi dibawah strukur perkerasan kaku lebih kecil daripada struktur perkerasan lentur. Stabilitas struktur perkerasan kaku lebih baik dibandingkan dengan struktur perkerasan lentur mengingat pola distribusi lendutan yang terjadi relatif merata dan seragam. Dengan demikian struktur perkerasan kaku lebih cocok dilaksanakan. Tekanan yang dihasilkan dari berat Tekanan yang dihasilkan dari struktur struktur adalah 0,17 Kg/cm2 perkerasan kaku lebih besar jika dibanding dengan perkerasan lentur sehingga stabilitas dan kemampuan perkerasan kaku dalam meredam tekanan pengembangan tanah dasarnya lebih baik daripada perkerasan lenturnya. Dengan demikian struktur perkerasan kaku lebih cocok dilaksanakan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 134
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan pada ruas jalan Purwodadi-Blora dan setelah dilakukan analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisis data tanah didapatkan data tanah dasar pada ruas jalan Purwodadi-Blora merupakan tanah dengan klasifikasi tanah lempung lanauan CH (High Clay) dengan butiran lolos saringan No. 200 rata-rata sebesar 82,75 %, kadar fraksi lempung 31,629 %, Indek Plastisitas rata-rata sebesar 44,25 %, Liquid Limit rata-rata sebesar 80 %, CBR soaked rata-rata 3,395 % (90% mewakili), CBR lapangan rata-rata 2 %, nilai tekanan mengembang rata-rata 0,08 Kg/cm2 dan nilai tingkat aktivitas sebesar 1,37. Potensi pengembangan dan tingkat aktifitas tanah dasar masuk dalam kategori tinggi sampai sangat tinggi. 2. Berdasarkan hasil analisis struktur desain perkerasan yang dilakukan dengan SAP-2000 didapatkan hasil besarnya momen, tegangan dan lendutan maksimal yang terjadi pada dasar lapis perkerasan lentur adalah 126 Kg.cm; 0,30 Kg/cm2; dan 0,14 cm. Besarnya momen, tegangan dan lendutan maksimal yang terjadi pada dasar lapis perkerasan kaku adalah 40 Kg.cm; 0,35 Kg/cm2; dan 0,17 cm. Berdasarkan hasil analisis struktur desain perkerasan yang dilakukan dengan BISAR 3.0 didapatkan hasil besarnya nilai tegangan dan lendutan maksimal yang terjadi pada dasar lapis perkerasan lentur adalah 0,17 Kg/cm2; dan 0,10 cm. Besarnya tegangan dan lendutan maksimal yang terjadi pada dasar lapis perkerasan kaku adalah 0,035 Kg/cm2; dan 0,05 cm. Hal itu menunjukkan perkerasan kaku memiliki stabilitas dan daya dukung lebih baik daripada perkerasan lentur.
commit to user 134
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 135
3. Berdasarkan hasil evaluasi analisis output SAP-2000 dan BISAR 3.0 diketahui bahwa desain struktur perkerasan lentur dan struktur perkerasan kaku dianggap layak sebagai desain perbaikan perkerasan pada kegiatan rehabilitasi dan pemeliharaan ruas jalan Purwodadi-Blora karena mampu meredam tekanan mengembang tanah dasarnya serta tegangan dan lendutan maksimal yang terjadi dibawah kedua struktur perkerasan tersebut tidak melampaui batas tegangan dan lendutan ijinnya (tegangan maksimal 0,35 Kg/cm2 < 5,30 Kg/cm2 dan lendutan maksimal 0,17 cm < 2,50 cm). 4. Pilihan desain perbaikan perkerasan yang paling baik berdasarkan hasil evaluasi analisis struktur dengan SAP-2000 dan BISAR 3.0 adalah menggunakan struktur perkerasan kaku yang terdiri dari lapisan perkerasan beton semen bertulang tebal 25 cm dan lapisan WLC tebal 5 cm. Dengan pertimbangan bahwa perkerasan kaku memenuhi persyaratan teknis yaitu momen yang relatif kecil pada dasar perkerasan, daya dukung yang besar, lendutan yang kecil, distribusi tegangan dan distribusi lendutan yang merata serta kemampuan dalam meredam tekanan pengembangan tanah dasar yang besar.
5.2 Saran Saran yang dapat disampaikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penyelidikan geoteknik terhadap tanah dasar sesuai kondisi saat ini sehingga didapatkan karakteristik tanah dasar yang riil sesuai kondisi terkini dari ruas jalan Purwodadi-Blora. 2. Peninjauan variasi nilai ks pada saat kondisi tanah dasar menyusut dalam analisis SAP-2000 untuk mengetahui perilaku struktur perkerasannya. 3. Pembagian pias tumpuan pegas yang lebih rapat dalam analisis SAP-2000 agar didapatkan hasil yang lebih teliti. 4. Mengevaluasi kinerja struktur perkerasan lentur dan struktur perkerasan kaku yang sudah diterapkan di ruas jalan Purwodadi-Blora sehingga dapat dibuktikan secara riil dilapangan terhadap hasil alternatif pilihan desain yang paling baik dan cocok diterapkan diruas jalan Purwodadi-Blora.
commit to user