Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 4 September 2015
ANALISIS STRUKTUR JALAN REL (Studi kasus : Ketapang, Sungkai Selatan, Lampung Utara)
1
FadlunMias 1, Sri Atmaja P. Rosyidi2 Agus Setyo Muntohar 3 Mahasiswa (NIM.20110110046 ) 2 Dosen Pembimbing 1 3Dosen Pembimbing 2
ABSTRAK Naiknya tanah ke permukaan balas merupakan indikator struktur jalan rel telah mengalami kerusakan. Untuk itu diperlukan perbaikan yang segera sebelum menyebabkan kereta api anjlok. Dalam penelitian ini,dilakukan analisis penyebab kerusakan secara analitik untuk mengetahui tegangan vertikal pada tanah dasar, berdasarkan variasi kelas jalan I, tipe rel R54,bantalan beton pratekan blok tunggal dengan variasi kecepatan 80,100,120 km/jam, beban dinamis menggunakan teori Talbot, Area dan Eisenmann, dan variasi ketebalan balas 30,60 dan 90 cm. Hasil analisis didapatkan perbandingan beban dinamis menurut teori Talbot kecepatan 120 km/jam di dapat 88,23%, kecepatan 100 km/jam 72,68 %, kecepatan 80 km/jam 57,15% lebih besar dari beban statis yang digunakan, pada metode Area kecepatan 120 didapat 76,91 % , kecepatan 100 km/jam didapat 64,09% dan metode Eissenmann kecepatan 120 km/jam didapat 16,42 % kecepatan 100 km/jam didapat 14,64% kecepatan 80 km/jam didapat 12,85 %. Pada bagian pembebanan di rel dengan menggunakan tipe rel R54 dan variasi di atas telah memenuhi syarat tegangan ijin sebesar 1325 kg/cm2 dan tahanan momen dasar sebesar 1176,8 kg/cm2. Pada bantalan dengan variasi di atas telah memenuhi syarat momen dan tegangan ijin beton. Hasil dari balas merupakan hasil perbandingan menggunakan grafik hubungan tegangan dan ketebalan, dan grafik hubungan tegangan dengan kecepatan dengan membandingkan metode sesuai Peraturan Dinas Nomor 10 Tahun 1986, metode Sederhana, Semi-Empirik dan Empirik. Hasil Tegangan vertikal yang diterima tanah dasar dengan menggunakan perhitungan menurut Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 1986 dengan metode BoEF (Beam of Elastic Fondation) dan JNR (Japanese National Railways) dengan variasi kecepatan, beban gandar, dan teori beban dinamis mampu menahan tegangan vertikal ke tanah dasar sesuai dengan daya dukung tanah di lokasi penelitian. Dari hasil analitis ini diperoleh bahwa fakta kecepatan sangat mempengaruhi nilai tegangan.
Kata kunci : Struktur Jalan Rel, Tegangan Vertikal, Peraturan Dinas Nomor 10 Tahun 1986
a. Berapa besar tegangan yang diterima struktur jalan rel sampai tanah dasar? b. Berapa besar perbandingan tegangan vertikal yang diterima struktur jalan rel dengan variasi kecepatan dengan beban dinamis menggunakan metode Talbot, Area dan Eisenmann? c. Apakah kecepatan mempengaruhi tegangan? Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Menghitung tegangan yang terjadi pada struktur jalan rel sampai tanah dasar. b. Membandingkan pengaruh distribusi pembebanan dengan variasi kecepatan 80, 100 dan 120 km/jam dengan beban dinamis menggunakan metode Talbot,Area dan Eisenmann. c. Menganalisis pengaruh dari kecepatan.
1. PENDAHULUAN Tanah merupakan bagian badan jalan rel, baik itu dari tanah asli ataupun sudah diperbaiki yang akan mengalami penurunan bentuk akibat memikul beban dari kereta dan penurunan tanah yang berlebihan akan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada struktur jalan rel. Terjadi penurunan dan menaiknya tanah ke permukaan balas. Oleh karena itu, diperlukannya analisis struktur jalan rel untuk mengetahui penyebab terjadi penurunan tersebut dengan beberapa variasi pembebanan dan kecepatan. Pada penelitian yang dilakukan di ketapang, sungkai, Lampung utara, yang mengalami penurunan pada bagian struktur jalan rel yang terparah pada KM 117+600 sampai 117+800 yang untuk kedepannya akan dilakukan pengembangan jalur kereta api dari jalur tunggal menjadi jalur ganda, untuk itu diperlukannya untuk mengetahui penyebab terjadinya penurunan pada struktur jalan rel dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1
Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 4 September 2015
Id
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembebanan Jalan Rel Struktur jalan rel merupakan sistem pendistribusian beban dari beban roda kereta api yang disalurkan melalui rel ke bantalan dan selanjutnya tanah dasar melalui lapisan balas. Besaran tanah dasar sangat tergantung dari tebal lapisan balas. Secara praktisnya, pembebanan jalan rel sangat dipengaruhi oleh kemampuan komponen jalan rel untuk memenuhi bebarapa kriteria perancangan. Komponen struktur jalan rel yang didesain harus didasarkan kemampuan elemennya dalam menerima dan mendistribusikan beban kereta api, diantaranya harus memenuhi (tidak boleh melebihi) : 1. tegangan lentur pada rel yang diijinkan 2. tegangan lentur pada bantalan yang diijinkan 3. tekanan balas yang diijinkan, dan 4. tekanan tanah dasar yang diijinkan.
Nilai faktor dinamik atau indeks beban dinamik diperoleh dari percobaan empirik dan parameter kecepatan kendaraan atau kereta api. Nilai indeks beban dinamik juga ditentukan dari kualitas instrumen dan komponen jalan rel yang digunakan dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam perencanaan struktur jalan rel. Adapun nilai persamaan faktor dinamik diantaranya: Persamaan TALBOT: Persaman Talbot (1918) memberikan transformasi gaya berupa pengkali faktor dinamis sebagai berikut: Id = 1 + 0.01 Vr − 5 ...........................(2.4) 1.609 dengan, Id = faktor/indeks beban dinamis Vr =Kecepatan rencana (km/jam) Persamaan AREA : Persamaan the American Railroad Engineering Association (AREA) (1974) merekomendasikan persamaan indeks beban dinamik untuk perhitungan gaya vertikal rencana sebagai berikut : Id = 1 + 5.21 Vr ......................................(2.5) D dengan, D = diameter roda (mm) Vr =Kecepatan rencana (km/jam) Persamaan Eisenman: Eisenmann (1972) menentukan indeks beban dinamik sebagai berikut: Id = 1 + δ x η x t......................................(2.6) dengan, δ = kualitas jalan rel yang ditentukan = 0,1 untuk jalan rel pada kondisi yang δ
2.2 Rel Rel merupakan batangan baja longitudinal yang berhubungan secara langsung, dan memandu serta memberikan tumpuan terhadap pergerakan roda kereta api secara berterusan. 2.3.1 Gaya dan Pembebanan Rel 1. Gaya Vertikal Perhitungan gaya vertikal yang dihasilkan oleh gandar, lokomotif, kerata dan gerbong merupakan beban statik, sedangkan pada kenyataannya beban yang terjadi pada jalan rel merupakan beban dinamis yang dipengaruhi oleh faktor aerodinamik (hambatan udara dan beban angin). (Pstatis)=
𝑊𝑙𝑜𝑘 2 𝐽umlah 𝑏𝑜𝑔𝑖𝑒
jumlah gandar
sangat bagus, δ
................................(2.1)
= 0,2 untuk jalan rel pada kondisi yang bagus,
δ
Vr = 1.25 x V maks… ............................(2.2) dengan, wlok Pstatis Vmaks
= faktor atau indeks beban dinamik dimensionless (nilainya >1).
= 0,3 untuk jalan rel pada kondisi yang buruk,
η = berat lokomotif = gaya roda statis =Kecepatan rencana maksimum
η
= Kecepatan kendaraan/kereta api yang ditentukan dari : = 1, untuk kendaraan hingga kecepatan 60 km/jam,,
Transformasi gaya statis ke gaya dinamik untuk menghitung beban yang lebih realistis. Untuk menentukan gaya vertikal pada jalan rel dengan persamaan : Pd = Id x Ps .......................................(2.3)
η
v−60
= 1 140 , untuk kendaraan hingga kecepatan 60 hingga 200 km/jam,
t
Dengan, Pd = beban gaya dinamik rencana (kN/kg), Ps = beban roda statik dari kendaraan /kereta api (kN/kg), 2
= ditentukan dari nilai Upper Confidence Limit (UCL) yang didasarkan dari probabilitas tegangan rel maksimum atau defleksi rel, dengan nilai sebgai berikut: t = 0, UCL = 50% t = 2, UCL = 97,7 %
Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 4 September 2015
t = 1, UCL = 84,1 % t = 3, UCL = 99.9 %
1. Pembebanan pada bantalan Doyle (1980) menyatakan bahwa sebelum struktur bantalan di analisis dan diperhitungkan kapasitasnya untuk menerima pembebanan dari rel, yang perlu dikaji terlebih dahulu bagaimana distribusi tekanan yang diterima bantalan itu sendiri.
2. Pembebanan pada rel Pembebanan pada jalan rel menggunakan konsep Beam on Elastik Foundation (BoEF) yang dikembangkan oleh Winkler pada tahun 1867 untuk memperhitungkan tegangan komponen jalan rel. Untuk menghitung dumping factor dapat dinyatakan dalam persamaan berikut : 𝜆
4
Beban yang didistribusikan kepada struktur bantalan merupakan beban merata tepi bawah rel. Persamaan BoEF untuk menentukan beban rel maksimum (qr) pada kedudukan rel dituliskan sebagai berikut : qr = S x k x Ym x F1............................(2.14) Dengan, S = Jarak bantalan (m), k = Modulus jalan rel (kg/cm2), Ym = defleksi rel maksimum F1 = Nilai faktor keamanan (F1) sama dengan 1 Konsep BoEE selanjutnya digunakan dalam peraturan Dinas No.10 Tahun 1986 untuk menentukan pembebanan pada bantalan. Selanjutnya dituliskan kembali dan disesuaikan sebagai : F = k x Ymaks........................................(2.15) Ymaks diperhitungkan pengaruh super posisi gandar pada kereta api, maka distribusikan beban (Q1) ke bantalan dapat ditulis: Pd Q = 2 x F x S = 2 x (𝑘 𝑥 k x X1) x S
𝑘
= √4𝐸𝐼 ...............................................(2.7)
Dan untuk memperhitungkan nilai momen maksimum, defleksi dan gaya geser pada setiap titik disepanjang rel akibat gaya titik terpusat dapat dituliskan sebagai : Mm = Pd ...................................................(2.8) 4𝜆 Ym = Pd ...................................................(2.9) 2𝑘
Fm = 𝑘 𝑥 𝑌 ............................................(2.10) Dengan, λ = dumping factor k = modulus jalan rel (kg/cm2) E = modulus elastisitas jalan rel (kg/cm) I
= inersia rel
Mm
= momen maksimum (kg.cm)
Pd
= beban dinamis (kg)
Ym
= beban dinamis (kg)
Fm
= gaya geser maksimum (kg/cm)
Pd x S
= 0,786 x X1 .............................(2.16) 2. Bantalan Beton Pratekan Blok Tunggal
Untuk reduksi perhitungan momen dapat dinyatakan sebagai berikut : Ma =0.85 x Pd .....................................(2.11) 4𝜆 Untuk mendaptakan nilai tegangan lentur yang terjadi di dasar rel dapat dinyatakan dalam bentuk : Sbase = Ma/Wb .....................................(2.12) Tinjuan terhadap tegangan ijin kelas jalan dinyatakan dalam bentuk: σ' =(Ma x y ) / Ix ................................(2.13) Dengan, Ma = reduksi momen (kg.cm) Wb = tahanan momen dasar.
Pehitungan modolus elastisitas berdasarkan nilai fcu (mutu beton) dinyatakan dalam bentuk: E = 6400√fcu.....................................(2.17) Perhtungan λ pada bagian di bawah rel dan tengan bantalan: 𝜆
4
𝑘 4𝐸𝐼
=√
............................................(2.18)
Perhitungan momen dititik C dan D, tepat dibawah kaki rel dalam persamaan :
2.3.2 Bantalan Bantalan memiliki beberapa fungsi yang penting, diantaranya menerima beban dari rel dan mendistribusikannya kepada lapisan balas dengan tingkat tekanan (tegangan) menjadi lebih kecil, mempertahankan sistem penambat untuk mengikat rel pada kedudukannya dan menahan pergerakan rel arah longitudinal, lateral dan vertikal.
Gambar 2.2 Letak kondisi pembebanan 1 MC/D = Q 𝑥 𝑥[2 cosh2 𝜆𝑎(cos 2 λc + 4𝜆 sin 𝜆𝐿+sinh 𝜆𝐿
cosh 𝜆 L) − 2cos 2 𝜆𝑎(cosh 2𝜆𝑐 + cos 𝜆L) − sinh 2𝜆𝑎 (sin 2 𝜆c + sinh 𝜆L) − sin 2 𝜆𝑎 (sinh 2𝜆𝑐 + sin 𝜆L) ...........(2.19).
3
Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 4 September 2015
Perhitungan momen di titik O (tengah bantalan) dinyatakan dalam persamaan:
Mo =−
Q
mendistribusikan kepada lapisan tanah dasar sesuai dengan tingkatannya.
1
1. Analisis Lapisan Balas Pendekatan analitik yang dapat digunakan untuk menentukan distribusi tekanan vertikal dengan parameter tebal balas yaitu : a. Model teori sederhana Berikut ini adalah solusi teoritis sederhana mengenai distribusi tekanan vertikal dengan kedalaman balas : 1). Teori Boussinesq Teori ini dikenal dengan teori lapisan elastik tunggal karean teori ini mengasumsikan lapisan balas dan subgrade sebagai lapisan semitak hingga homogen dan isotropik. Dengan persamaan berikut: Perubahan tegangan vertikal 𝜎𝑧 (kg/cm2) dibawah beban titik
𝑥 sin 𝜆𝐿+sinh 𝜆𝐿 𝑥[sinh 𝜆𝑐(sin λc + sin 𝜆 (L − c)) + sin𝜆𝑐(sinh 𝜆𝑐 + sinh 𝜆(L − c)) + cosh 𝜆𝑐 . cos 𝜆 (𝐿 − 𝐶) − cos 𝜆 (𝐿 − 𝑐)]...............................................(2.20). 2𝜆
Analisis tegangan tahap ditentukan dengan persamaan: σ
=
σ
=
σ
=
𝑃𝑖𝑛𝑡𝑖𝑎𝑙 𝐴
𝑃𝑖𝑛𝑖𝑡𝑖𝑎𝑙 .𝑒
𝑃𝑖𝑛𝑡𝑖𝑎𝑙 𝐴
𝑃𝑖𝑛𝑖𝑡𝑖𝑎𝑙 .𝑒
𝑃𝑖𝑛𝑡𝑖𝑎𝑙 𝐴
𝑃𝑖𝑛𝑖𝑡𝑖𝑎𝑙 .𝑒
pratekan
awal
− (sisi atas bantalan 𝑊 bawah rel).......................................(2.21) + (sisi bawah bantalan 𝑊 bawah rel)…...................................(2.22)
+ (sisi atas tengah 𝑊 bantalan rel)....................................(2.23) σ = 𝑃𝑖𝑛𝑡𝑖𝑎𝑙 − 𝑃𝑖𝑛𝑖𝑡𝑖𝑎𝑙 .𝑒 (sisi bawah tengah 𝐴 𝑊 bantalan rel) ……………………...(2.24) Analisis tegangan tahap pratekan efektif ditentukan dengan persamaan: σ = 𝑃𝑖𝑛𝑡𝑖𝑎𝑙 − 𝑃𝑖𝑛𝑖𝑡𝑖𝑎𝑙 .𝑒 + 𝑀 𝐴 𝑊 𝑊 (sisi atas bantalan bawah rel)……...(2.25)
𝜎𝑧 = 3𝑄𝑂 × 2𝜋
𝑊
........................(2.29)
Dengan, Qo = Beban titik, z = kedalaman vertikal pada titik diatas permukaan (cm), r = radius horizontal dari vertikal pada posisi beban titik ke posisi di bawah permukaan (cm).
σ = 𝑃𝑖𝑛𝑡𝑖𝑎𝑙 + 𝑃𝑖𝑛𝑖𝑡𝑖𝑎𝑙 .𝑒 − 𝑀 𝐴 𝑊 𝑊 (sisi bawah bantalan bawah rel)……(2.26) σ = 𝑃𝑖𝑛𝑡𝑖𝑎𝑙 + 𝑃𝑖𝑛𝑖𝑡𝑖𝑎𝑙 .𝑒 − 𝑀 𝐴
𝑧3 (𝑟 2 +𝑧 2 )2.5
𝑊
(sisi atas tengah bantalan rel)... ……(2.27) σ = 𝑃𝑖𝑛𝑡𝑖𝑎𝑙 − 𝑃𝑖𝑛𝑖𝑡𝑖𝑎𝑙 .𝑒 + 𝑀 𝐴 𝑊 𝑊 (sisi bawah tengah bantalan rel)…...(2.28) Dengan, λ = dumping factor Ix = momen inersia rel pada sumbu x-x M = momen pada bantalan Pd
= beban dinamis pada kendaraan
Q W
= beban yang didapat diterima oleh bantalan = momen tahanan
A
= luasan bantalan
Gambar 2.3 Konsep teori boussinesq untuk menentukan tegangan vertikal dibawah beban terpusat di permukaan Dan untuk luasan beban yang diasumsikan sebagai lingkaran, maka persamaan perubahan tegangan vertikal 𝜎𝑧 (kg/cm2) dituliskan menjadi: 𝜎𝑧 = Pa ×
1.3.1 Balas Kontruksi lapisan balas terdiri dari material granular/butiran dan diletakan sebagai lapisan permukaan (atas) dari kontruksi substuktur. Dan lapisan sub-balas merupakan diantara lapisan balas dan lapisan tanah dasar. Lapisan ini berfungsi sebagaimana lapisan balas, diantaranya mengurangi tekanan di bawah balas sehingga dapat
𝑧3 (𝑎 2 +𝑧 2 )1.5
.........................(2.30)
2). Teori Eisenmann Teori ini untuk menentukan tegangan di bawah bantalan dengan panjang yang tak terhingga.Bantalan dikondisikan sebagai lajur beban yang seragam dengan panjang tak terhingga. Analasis didasarkan dari pendekatan teganagan Mohr yang selanjutnya dituliskan dalam persamaan berikut : 4
Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 4 September 2015
2). Metode Schramm Tegangan vertikal 𝜎𝑧 (kg/cm2) pada titik (x,z)
Metode Scrhamm (1961) menentukan tekanan vertikal pada formasi balas yang melibatkan parameter sudut fiksi internal dari bahan atau material balas. Bahan balas dengan fiksi yang tinggi akan berpengaruh pada pola sebaran tekanannya pada kedalaman yang lebih besar dari panjang bantalannya. Batas atas sudut friksi (𝜃) untuk bahan balas berbutir, kasar dan kering sebesar 40o, sedangkan batas bawah untuk bahan halus dan cenderung basah adalah 30o. Tekanan vertikal 𝜎𝑧 (KPa) pada tanah dasar berdasarkan kedalaman ballast z (m) dapat di hitung dengan menggunakan :
𝜎𝑧 = Pa [𝜃2 − 𝜃1 − 1 (sin 2 𝜃2 − 𝜋 2 sin 2 𝜃1 )] … … … … … … … … . … … (2.31) Tegangan horizontal 𝜎𝑧 (kg/cm2) pada lokasi (x,z) 𝜎𝑦 = Pa 𝜃2 − 𝜃1 + 𝜋 1 2
(sin 2 𝜃2 − sin 2 𝜃1 ) … … … . . … . (2.32) Tegangan geser utama 𝜏𝑥𝑧 (kg/cm2) dalam setiap lokasi (x,z)
𝜏𝑥𝑧
=
𝑃𝑎 2𝜋
(cos 2 𝜃2 − cos 2 𝜃1 ) … . (2.33)
Tegangan geser maksimum 𝜏𝑚𝑎𝑥 (kg/cm2)
𝜏𝑚𝑎𝑥 = Pa sin(𝜃2 − 𝜃1 ) … …………....(2.34) 𝜋
𝜎𝑧
1.5(ℓ−𝑔).𝐵
=𝑃𝑎 [{3(ℓ−𝑔)+𝐵 }
𝑧 tan 𝜃
]….…….(2.36)
Dengan, ℓ = panjang bantalan (cm) 𝑔 = jarak antara pusat rel (cm) 𝜃 = sudut friksi internal pada ballast(O)
Dengan, Pa = Tekanan seragam rata-rata antara bantalan dan balas (KPa). 𝜃1 dan 𝜃2 sudut yang ditunjakan pada Gambar 2.4
Tebal lapisan balas dapat ditentukan pada persamaan berikut:
𝑧𝑚𝑖𝑛 = 𝑆−𝐵 …………………….(2.37) 2 𝑡𝑎𝑛 𝜃 Dengan, S = Jarak bantalan (cm) c. Model teori empirik 1). Persamaan Empirik Talbot Menurut Talbot (1919), tekanan vertikal maksimum σz (KPa) pada lapisan balas terletak dibawah kedudukan rel dinyatakan sebagai berikut : 1 σz = 𝑃𝑎 {5.9 𝑧1.25 } ………..…….….(2.38)
Gambar 2.4 Penerapan dasar Boussinesq vertikal terkonsenstrasi dengan beban merata pada bantalan persegi panjang. b. Model teori semi-empirik Beberapa penyelesaian semi-empirik yang telah dikembangkan untuk menentukan distribusi tegangan vertikal terhadap pengaruh tebal formasi balas :
Persamaan ini dikembangkan untuk balas dengan ukuran (2642 x 203mm) dengan ketebalan balas antara 0,1 hingga 0,76, Clarke (1957) mengungkapkan tekanan vertikal maksimum dijelaskan oleh persamaan talbot yang disederhanakan dengan persamaan berikut: 0.254 σz =𝑃 { }………..……..……...(2.39)
1). Metode Sebaran Beban (Load Spread) Tekanan vertikal berdasarkan sebaran beban 1:1, dengan bantalan bentuk persegi panjang (BxL) dinyatakan dalam bentuk :
𝜎𝑧
=2𝑃𝑎 [
𝑎
𝑧
2). Persamaan Japanese National Railways
𝐵.𝐿 ]….………….(2.35) (𝐵+2𝑧)(𝐿+2𝑧)
Dengan, B = Lebar bantalan (cm) L =panjang bantalan dibawah kedudukan rel (cm)
5
(JNR) Beberapa persamaan empirik yang direkomendasikan oleh JNR diantasnya (Okabe, 1961) : Persamaan Hirokoshi 58 σz = 𝑃𝑎 {10+(100×𝑧)1,35 }……………..(2.40)
Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 4 September 2015
Persamaan Okabe untuk balas dengan material batuan pecah 350 σz = 𝑃𝑎 {240+(100×𝑧)1,6 }……………...(2.41)
Persamaan Okabe untuk balas dengan material batuan kerikil (gravel) : σz
= 𝑃𝑎 {
125 50+(100×𝑧)1,5
Metode AREA dan Talbot Metode AREA dan Talbot menggunakan persamaan empiris sebagai berikut : σ1 = 3 x p..............................................(2.48) σ2
}……………....(2.42)
=
𝑏+𝑙 53,87 x σ1 𝑑1,25
.......................................(2.49)
3. METODE PENELITIAN
Analisis tekanan pada balas σ1 , dapat 3.1 Bagan Alir Penelitan dihitung dengan menggunakan konsep beam Tahapan analisis dan penafsiran data on elastic fondation menggunakan persamaan dapat dijelaskan dalam bagan alir di bawah berikut : ini (Gambar 3.1) : Pd×λ 1 σ1 = 2𝑏 𝑥 sin 𝜆𝐿+sinh 𝜆𝐿 𝑥[2 cosh2 𝜆𝑎(cos 2 λc + Mulai cosh 𝜆 L) − 2cos 2 𝜆𝑎(cosh 2𝜆𝑐 + cos 𝜆L) + sinh 2𝜆𝑎 (sin 2 𝜆c − sinh 𝜆L) − sin 2 𝜆𝑎 (sinh 2𝜆𝑐 − Studi Jalan Rel sin 𝜆L) ………..………………….(2.43) Pd 𝜆
𝑘
Vr
=[1 + 0,01x (1,609 − 5) Ps] x %......(2.44) 4
Pengambilan data
𝑘
=√4𝐸𝐼……………………………...(2.45) =𝑏 x 𝑘𝑒%..........................................(2.46)
-
Pengambilan sampel tanah
Dengan, B = lebar bawah bantalan (cm) Ke = modulus reaksi balas (kg/cm3) EI = kekakuan lentur bantalan (kg/cm2) L = panjang bantalan (cm)
-
Data klasifikasi Jalan rel
Pembebanan Rel
Untuk mengetahui nilai koefisien balas dapat dilihat pada Tabel 2.1
Kondisi balas Buruk Sedang Baik
Data Sekunder
Data Primer
Parameter beban gandar lokomotif 18 ton
Koefisien balas 3 8-10 12-15
Metode beban dinamis Talbot, AREA dan Eisenmann
2.3.4 Tanah Dasar 1. Perhitungan tegangan pada lapisan tanah dasar Metode Beam on Elastic Fondation (BoEF) dan JNR Metode ini mengasumsikan bahwa bantalan diibaratkan sebgai balok serta sebagai tumpuan elastik yang diibaratkan pegas. Adapun tekanan dibawah bantalan dapat dihitung : σ2 = 58 x σ1 ...........................................(2.47) 10+𝑑1,35 Dengan, σ2 = lebar bawah bantalan (cm) σ1 = modulus reaksi balas (kg/cm3) 𝑑 = tebal balas total (cm)
Analisis Bantalan Analisis Balas Analisis tanah dasar Hasil dan Pembahasan
Selesai 6
Parameter kecepatan kokomotif 80,100 dan 120 km/jam
Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 4 September 2015
3.2 Studi Literatur
3.5 Pembebanan Rel Pembebanan pada rel diperoleh hasil berupa beban dinamis dengan menggunakan metode Talbot, Area dan Eisenmenn. Yang berfungsi untuk mendapatkan nilai distribusi beban rel ke bantalan. 3.6 Analisis Bantalan Pada analisis bagian struktur bantalan untuk menperoleh hasil berupa tegangan dan momen yang terjadi dibantalan dengan menggunakan bantalan berupa bantalan beton blok tunggal. 3.7 Analisis Balas Pada analisis balas untuk memperoleh hasil berupa tegangan dengan teori sederhana,semiempirik dan empirik dan menurut Peraturan Dinas Nomor 10 Tahun 1986. 3.8 Analisis Tanah Dasar Pada analisis tanah dasar untuk memperoleh hasil akhir berupa tegangan untuk mengetahui kelayakan struktur jalan rel dengan membandingkan tegangan tanah dasar pada lokasi penelitian.
Pada langkah ini peneliti melakukan kajian tentang pustaka atau literatur yang berkaitan dengan struktur jalan rel berupa buku-buku mengenai rekayasa jalan kereta api dan peraturanperaturan mengenai kerata apian. Hasil dari studi literatur digunakan sebagai dasar melakukan langkah berikutnya. 3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada ruas jalan rel Ketapang,Sungkai, Lampung Utara pada KM 117+600 sampai KM 117+800 seperti dilihat pada Gambar 3.2
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 3.2 Lokasi penelitian
4.1 Analisis Data
3.4 Data Penelitian Pada penelitian ini data-data yang dikumpulkan untuk analisis berupa data primer dan data sekunder. 3.4.1 Data Primer Data ini merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Data ini berupa pengambilan sampel tanah yang berada di Ketapang,Sungkai Selatan, Lampung Utara yang akan diuji langsung di laboratorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta untuk mengetahui daya dukung tanah yang berada dilokasi penelitian. 3.4.2 Data Sekunder Adapun beberapa klasifikasi sesuai dengan Peraturan Dinas No. 10 Tahun 1986 dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 60 Tahun 2012 yang mengatur klasifikasi jalan rel sebagaimana dijelaskan sebagai berikut : 1. Klasifikasi Jalan Rel Lebar sepur merupakan jarak terkecil di antara kedua sisi kepala rel (bagian dalam), diukur pada daerah 0-14 mm di bawah permukaan teratas kepala rel, bisa dilihat pada gambar
4.1.1 Parameter dan Asumsi Jalan Rel Tabel 4.1 Klasifikasi Jalan Rel Kelas Jalan
Vmaks (km/ja m)
Daya angkut Lintas (ton/tahun)
Jarak Bantalan (cm)
I II III IV V
120 110 100 90 80
>20.106 10.106-20.106 5.106-10.106 2,5.106-5.10 <2,5.106
600 600 600 600 600
Sumber PM 60 Tahun 2012 Dari klasifikasi jalan rel diatas digunakan tipe jalan rel I dengan memvariasikan kecepatan 80,100 dan 120 km/jam. Tabel 4.2 Dimensi profil rel Besaran Geometrik Tipe Rel Rel H (mm) R42 R50 R54 B (mm) 110 127 140 C (mm) 68,5 65 70 D (mm) 13,5 15 16 E (mm) 40,5 49 49,4 F (mm) 23,5 30 30,2 G (mm) 72 76 74,79 R (mm) 320 500 508 A (cm2) 54,26 64,2 69,39 W (kg/m) 42,59 50,4 54,43 Ix (cm4) 1369 1960 2346 Yb 68,5 71,6 76,2 A = Luas penampang W= Berat rel per meter Yb = Momen inersia terhadap sumbu x Ix = Jarak tepi bawah rel ke garis netral
3.3
Gambar 3.3 Ukuran jarak lebar sepur 7
R60 150 74,3 16,5 51 31,5 80,95 120 76,86 60,43 3055 80,95
Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 4 September 2015
Disesuaikan dengan kelas jalan di lapangan maka digunakan tipe rel R54. Ukuran bagian konstruksi balas dan sub-balas sesuai dengan kelas jalan menurut Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 1986, Asumsi ukuran balas dan sub-balas dapat dilihat pada Gambar 4.2
Adapun contoh hasil perhitungan pada balas menggunakan model sederhana teori boussinesq untuk beban diasumsikan sebagai lingkaran kecepatan 120 km/jam, beban gandar 18 ton, beban dinamis teori Talbot, Area dan Eisenmann dengan variasi ketebalan balas 30,60 dan 90 cm dapat dilihat pada tabel 4.6 Tabel 4.6 hasil tegangan di balas dengan variasi ketebalan balas 30,60 dan 90 cm Kecepatan (km/jam) Beban (ton) Beban dinamis σz (kg/cm2) 30 dengan z (cm) σz (kg/cm2) 60 dengan z (cm) σz (kg/cm2) 90 dengan z (cm)
Gambar 4.2 Asumsi ukuran balas dan subbalas Adapun contoh hasil perhitungan dengan kecepatan 120 km/jam, beban gandar 18 ton dan teori beban dinamis menggunakan teori Talbot, Area dan Eisenmann dapat dilihat pada table 4.3 Tabel 4.3 hasil beban dinamis Kecepatan (km/jam) Beban (ton)
120 18
Beban dinamis
Talbot
Area
Eisnmen
Pd (kg)
16940.3
15922.74
10478.57
0
Talbot
Area
Eisnmen
3.57897
3.36399
2.21380
2.38825
1.57168
1.56631
1.03077
2.54087
1.66640
Tegangan Vertikal (km/cm2)
2
4
30 40 Ketebalan z(cm)
120 18 Talbot
Area
Eisenmen
σx (kg/cm2)
1196.027
1124.184
739.8125
Sbase (kg/cm2)
1150.705
1081.584
711.7783
Gambar 4.7 Pengaruh tegangan vertikal dengan ketebalan balas model sederhana teori Boussinesq dengan kecepatan 120 km/jam Dari grafik dapat dijelaskan semakin tebal balas yang digunakan tegangan vertikal diterima balas semakin kecil. Adapun contoh hasil perhitungan pada balas menggunakan model sederhana teori boussinesq untuk beban diasumsikan sebagai lingkaran variasi kecepatan 80,100 dan120 km/jam, beban gandar 18 ton, beban dinamis teori Talbot, Area dan
18 Talbot
Area
Eisnmen
9944.236
9346.907
6151.093
70
V120,B18,Talbot V120,B18,Area V120,B18,Eisenmenn
120
Q (kg)
60
90
Table 4.5 hasil beban yang di distribusikan ke bantalan
Beban dinamis
50
80
Adapun contoh hasil perhitungan beban yang di distribusikan ke bantalan dengan kecepatan 120 km/jam, beban dinamis 18 ton menggunakan teori Talbot, Area dan Eisenmann dapat dilihat pada tabel 4.5
Kecepatan (km/jam) Beban (ton)
18
Adapun contoh grafik pengaruh tegangan vertikal dengan variasi ketebalan balas 30,60 dan 90 cm, model sederhana teori Boussinesq dengan kecepatan 120 km/jam. Dapat dilihat pada gambar 4.7
Adapun contoh hasil perhitungan tegangan ijin dan tagangan dasar rel kecepatan 120 km/jam, beban gandar 18 ton beban dinamis menggunkan teori Talbot, Area dan Eisenmann dapat dilihat pada tabel 4.4 Tabel 4.4 hasil tegangan ijin dan tegangan dasar rel Kecepatan (km/jam) Beban (ton) Beban dinamis
120
8
Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 4 September 2015
Eisenmann dengan ketebalan balas 30 cm dapat dilihat pada tabel 4.8 Tabel 4.8 hasil tegangan pada ketebalan balas 30cm dengan variasi kecepatan 80,100 dan 120km/jam Kecepatan (km/jam)
120
Beban (ton)
18
Beban dinamis σz (kg/cm2) dengan z (cm)
30
Talbot
Area
Eisnmen
3.578
3.363
2.213
Kecepatan (km/jam)
100
Beban (ton)
18
Beban dinamis σz (kg/cm2) dengan z (cm)
30
Area
Eisnmen
3.283
3.120
2.179
80
Beban (ton)
18
Beban dinamis σz (kg/cm2) dengan z (cm)
30
Kecepatan (km/jam) Beban (ton) Beban dinamis σ2 (kg/cm2)
Talbot
Area
Eisnmen
2.988
2.87
2.145
Tegangan Vertikal (km/cm2
3.5 3 Z30,B18,T albot
2 Z30,B18, Area
1
Z30,B18,E isenmann
0.5 0 80
90
100
110
Talbot
Area
Eisnmen
0.635876
0.59768
0.39332
5.1 Kesimpulan 1. Tegangan vertikal yang diterima tanah dasar dengan menggunakan perhitungan menurut Peraturan Dinas Nomor 10 Tahun 1986 dengan metode BoEF (Beam of Elastic Fondation) dan JNR (Japanese National Railways) dengan variasi kecepatan,teori beban dinamis mampu menahan tegangan vertikal ke tanah dasar sesuai dengan daya dukung tanah di lokasi penelitian. Sedangkan tegangan yang diterima tanah dasar menurut teori Area dan Talbot yang mampu menahan tegangan vertikal yaitu variasi kecepatan 120,100,80 km/jam dengan metode beban dinamis Eissenmann. 2. Adanya pengaruh untuk kecepatan terhadap tegangan yang diterima pada struktur jalan rel,untuk itu perlunya perencanaan yang sangat baik untuk menentukan kecepatan yang sesuai dengan daya dukung tanah. 3. Penyebab penurunan struktur jalan rel yang terjadi bukan karena kegagalan struktur jalan rel melainkan penyebab lain yaitu buruknya sistem drainase yang mengakibatkan air mengendap dan menjadikan lumpur masuk ke kantong balas manjadikan agregat balas berlumpur sehingga performa balas tidak maksimal untuk menahan getaran yang di salurkan dari bantalan.
4
1.5
18
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Adapun contoh grafik pengaruh tegangan vertikal dengan variasi kecepatan 80,100 dan 120 km/jam, model sederhana teori Boussinesq dengan ketebalan balas 30 cm. Dapat dilihat pada gambar 4.9
2.5
120
Dari hasil diatas di bandingkan dengan tegangan daya dukung tanah sebesar 1,014 kg/cm2.
Talbot
Kecepatan (km/jam)
Railways) dengan kecepatan 120 km/jam beban dinamis menggunakan teori Talbot, Area dan Eissenmann, beban gandar 18 ton ketebalan keseluruhan balas dan sub-balas 80 cm dapat dilihat pada tabel 4.10 Tabel 4.10 hasil tegangan vertikal
120
Kecepatan (km/jam)
5.1 Saran 1. Untuk kedepannya mengkaji tentang berapa besar beban gandar yang mampu diterima tegangan vertikal sampai kondisi tegangan yang diterima maksimal. 2. Merencanakan struktur jalan rel menggunakan kereta api cepat, dengan kecepatan kereta api diatas 120 km/jam. 3. Menrencakan struktur jalan rel ganda.
Gambar 4.9 Pengaruh tegangan vertikal dengan variasi kecepatan model sederhana teori Boussinesq dengan kedalaman 30 cm Dari hasil Grafik dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi kecepatan semakin besar tegangan vertikal yang diterima. Adapun contoh perhitungan tegangan vertikal yang diterima tanah dasar menurut teori BoEf(Beam on Elastic Fondation) dan JNR ( Japanese National 9
Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 4 September 2015
DAFTAR PUSTAKA PJKA.1986. Penjelasan Perencanaan Kontruksi Jalan Rel (Penjelasan Peraturan Dinas No.10). Bandung. PJKA.1986. Perencanaan Kontruksi Jalan Rel (Peraturan Dinas No.10). Bandung Menteri Perhubungan Republik Indonesia. 2012.Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api (Petaturan Meneteri No.60). Jakarta. Doyle, N. F. 1980. Railways Track Design. A Review of Current Practice. BHP Melbourne Research Laboratories, Australian Government Publishing Service, Canberra. Rosyidi, Sri Atmaja P. 2015. Rekayasa Jalan Kereta Api. Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (LP3M UMY).Yogyakarta Direktur Jendral Peraturan Darat.2002.Peteunjuk Teknik Penggunaan Beton Monoblok denga Proses Protension. Jakarta
10