ANALISIS SISTEM SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) DI KEBUN DAN PABRIK MINYAK SAWIT GUNUNG MELIAU, PTPN XIII, KALIMANTAN BARAT, DALAM RANGKA PENGINGKATAN KUALITAS DAN PRODUKTIVITAS CRUDE PALM OIL (CPO) DAN INTI SAWIT
SKRIPSI
MARVIN LUCKY F24070132
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ANALYSIS OF SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) SYSTEM AT PALM PLANTATION AND PALM OIL FACTORY OF GUNUNG MELIAU, PTPN XIII, WEST BORNEO, IN ORDER TO IMPROVE QUALITY AND PRODUCTIVITY OF CRUDE PALM OIL (CPO) AND PALM KERNEL Marvin Lucky , Tien R Muchtadi , Khaswar Syamsu , Fajar Bumintoro Departement of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone +62 852 4975 4984, e-mail :
[email protected]
ABSTRACT Nowadays, supply chain management becomes one of popular systems that are used by companies for increasing profits and costumer trusts. The designing Supply chain management’s case study is implemented at palm oil factory of Gunung Meliau, PTPN XIII, West Borneo. This research by approaching through supply chain management system is focused on the process starting from harvesting of fresh fruit bunches up to producing a high quality and productivity of crude palm oil and palm kernel in accordance with the standart by PTPN XIII. This model is expected to be able to improve the company’s competitive advantage. Competitive advantage can be achieved through value advantage and productivity advantage. Value advantage can be reached through a process that produces high quality products, while productivity advantage is reflected in high-volume production with low-cost process for each unit. Supply chain management system is designed based on identification problems which are traced and observed during supplier research. Supply chain management system is built with three important aspects; those are operational aspect, tactical aspect, and strategic aspect. Supply chain management system is created for stimulating some scenarios about controlling and scheduling of harvesting, delivering, and producing; improving and repairing facilities and infrastructures; implementation of total quality management; and implementation of specification sets through periodic audit. Keywords : Supply Chain Management, Competitive advantage, Crude Palm Oil (CPO), Palm kernel, identification problems
Marvin Lucky. F24070132. Analisis Sistem Supply Chain Management (SCM) di Kebun dan Pabrik Minyak Sawit Gunung Meliau, PTPN XIII, Kalimantan Barat, Dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Crude Palm Oil (CPO) dan Inti Sawit. Di bawah bimbingan Tien R Muchtadi, Khaswar Syamsu, dan Fajar Bumintoro 2011. RINGKASAN Indonesia sebagai salah satu negara agraris terbesar di dunia sangat bergantung pada sektor pertanian. Salah satu subsektor penting dari sektor pertanian adalah perkebunan yang memberikan kontribusi besar bagi devisa negara seperti karet, kopi, kelapa, kelapa sawit, dan kakao. Perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu perkebunan yang berkembang pesat selama beberapa dekade ini. Salah satu produsen minyak kelapa sawit di Indonesia adalah PT Perkebunan Nusantara XIII (PTPN XIII) yang bergerak dalam bidang usaha agroindustri dan agribisnis. Dalam era persaingan yang semakin ketat, diperlukan suatu strategi tepat untuk bisa terus bersaing dan mendapatkan keuntungan serta kepuasan konsumen yang maksimal. Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah sistem Suppy Chain Management (SCM). SCM merupakan suatu jaringan fasilitas yang bermula dari bahan mentah dan ditransformasikan menjadi bahan setengah jadi dan kemudian produk akhir serta pengiriman produk ke konsumen melalui sistem distribusi yang tepat. Pengambilan data dilakukan melalui observasi dan wawancara lapangan yang dilakukan pada bulan Maret – April 2011 di Kebun Sawit Inti Gunung Meliau, Sungai Dekan, Gunung Mas dan Pabrik minyak sawit (PMS) Gunung Meliau milik PTPN XIII. Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem Supply Chain Management (SCM) dalam rangka meningkatkan kualitas dan produktivitas Crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit produksi PMS Gunung Meliau. Keunggulan kompetitif dalam industri CPO dan inti sawit dapat dicapai bila rantai kegiatan dari kebun hingga konsumen terkelola dengan baik secara nilai maupun biaya. Keunggulan kompetitif dapat terwujud melalui keunggulan nilai dan keunggulan produktivitas. Untuk mencapai keunggulan nilai, produk CPO dan inti sawit diukur dalam beberapa aspek, antara lain : tingkat persentase kadar Asam Lemak Bebas (ALB), persentase kadar air, dan persentase kadar kotoran. Sedangkan untuk mencapai keunggulan produktivitas, produk CPO dan inti sawit diukur berdasarkan cost-per-palm product yang dianalisis dari biaya operasional terhadap produk yang mampu diproduksi. Berdasarkan kecenderungan data mutu dan produksi, hingga saat ini PMS Gunung Meliau sulit menghasilkan CPO dan inti sawit dengan kualitas tinggi dengan cost-per-palm product yang rendah. Kualitas dan costper-palm product yang didapat selama ini bersifat fluktuatif. Kondisi tersebut tentu tidak diharapkan karena dapat menurunkan kepercayaan konsumen dan menurunkan keuntungan perusahaan. Dari data-data kualitas, hanya rata-rata persentase kadar kotoran CPO yang sama dengan standar maksimal dan hanya rata-rata persentase kadar ALB inti sawit yang berada dibawah standar maksimal yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Namun ditinjau secara harian, persentase kadar kotoran CPO produksi yang dihasilkan bersifat fluktuatif dan terdapat kecenderungan melebihi standar maksimalnya, sedangkan persentase kadar ALB inti sawit lebih rendah dari standar maksimalnya karena inti sawit memang bersifat lebih tahan terhadap cahaya, suhu, dan udara yang dapat mempengaruhi kenaikan ALB seperti yang dialami oleh CPO. Sementara itu, data-data produktivitas kebun dan pabrik yang diperoleh selama periode Maret 2011 juga tidak dapat memenuhi target perusahaan. Hasil data yang diperoleh menunjukkan bahwa kualitas CPO dan inti sawit yang dihasilkan dan cost-per-palm product di PMS Gunung Meliau belum dapat memenuhi harapan dari perusahaan. Untuk mengatasi kasus yang terjadi di PMS Gunung Meliau, diperlukan suatu identifikasi
mendalam untuk menemukan faktor-faktor permasalahan yang menjadi penyebab rendahnya kualitas CPO dan inti sawit dan tingginya cost-per-palm product. Survei dan observasi awal dilakukan di kebun penyuplai TBS hingga ke PMS Gunung Meliau seperti kebun inti Gunung Meliau, kebun inti Gunung Mas, kebun inti Sungai Dekan, kebun plasma, dan kebun dari pihak ketiga. Selain itu, dilakukan pula observasi pada kondisi jalan penghubung dari kebun menuju pabrik beserta transportasi yang digunakan selama pengangkutan. Dan yang terakhir adalah observasi kondisi PMS Gunung Meliau yang menghasilkan CPO dan inti sawit. Survei dan observasi kebun meliputi sistem manajemen kebun, tata cara pemanenan, sistem perawatan tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan, sistem premi, kondisi lingkungan, kondisi jalan, jarak dari kebun menuju pabrik, sistem pengangkutan TBS, jumlah TBS yang dikirimkan, luas areal kebun, luas areal tanaman menghasilkan, dan luas areal tanaman belum menghasilkan/replanting. Survei dan observasi kondisi jalan penghubung meliputi kondisi jalan blok, kondisi jalan panen, kondisi jalan raya menuju pabrik, sistem pengiriman buah, jenis transportasi yang digunakan, dan manajemen pengiriman. Survei dan observasi yang dilakukan di PMS Gunung Meliau meliputi sistem manajemen pabrik, sistem penerimaan TBS, sistem sortasi, waktu pengolahan TBS, proses pengolahan TBS menjadi CPO dan inti sawit, sistem pembersihan pabrik, dan perawatan alatalat produksi. Pemetaan masalah dan hubungan antarvariabel digunakan sebagai landasan dalam membangun model Supply Chain Management (SCM) dalam agribisnis kelapa sawit. Model ini merupakan abstraksi dari sistem nyata perjalanan TBS mulai dari dipanen dalam kebun, diangkut ke pabrik, diolah menjadi CPO dan inti sawit, penyimpanan, dan sampai ke tangan berikutnya. Perancangan model diharapkan dapat meningkatkan kualitas produksi dengan merancang waktu yang cepat dan dapat menurunkan cost-per-palm product dengan merancang sistem pemanenan, pengiriman, dan pengolahan secara tepat. Model SCM yang dibangun terdiri atas tiga submodel, yaitu : submodel SCM aspek operasional, submodel SCM aspek taktis, dan submodel SCM aspek strategis. Perbedaan dari ketiga jenis submodel ini berdasarkan rentang waktu pelaksanaan sistem. Submodel SCM aspek operasional menggunakan horizon waktu harian untuk menggambarkan permasalahan operasional. Submodel SCM aspek taktis menggunakan horizon waktu bulanan untuk menggambarkan permasalahan taktis. Dan submodel SCM aspek strategis menggunakan horizon waktu tahunan untuk menggambar permasalahan strategis. Submodel SCM pada aspek operasional lebih berfokus pada aspek teknis yang dilakukan setiap hari selama proses pemanenan, pengiriman, hingga pengolahan TBS menjadi CPO dan inti sawit. Pemodelan ini memberikan skenario dalam menyusun dan mengkoordinasikan waktu pengiriman dan pengolahan TBS, mengalokasikan waktu untuk perawatan mesin-mesin pengolahan, meningkatan efisiensi pengecekan TBS di kebun dan pemantauan kerja berdasarkan SOP di pabrik, melakukan pengontrolan tangki timbun CPO dan gudang inti sawit, dan menerapkan prinsip First.In.First.Out (FIFO) dalam proses pengiriman produk ke tangan konsumen. Submodel SCM pada aspek taktis menitikberatkan pada sistem teknis yang berlangsung dalam jangka waktu yang lebih lama daripada submodel SCM pada aspek operasional. Perancangan sistem ini meliputi pelatihan, perbaikan jalan, pelapisan TPH dengan semen, penggunaan terpal atau jejaring selama pengiriman, dan proses pemupukan. Submodel SCM terakhir adalah submodel SCM pada aspek strategis. Aspek ini berjangka waktu paling lama apabila dibandingkan dengan aspek sebelumnya. Skenario dari submodel SCM aspek strategis antara lain : penentuan yang dijadikan acuan kebun dan pabrik, penerapan sistem Total Quality Management (TQM), pelaksanaan audit secara berkala
ANALISIS SISTEM SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) DI KEBUN DAN PABRIK MINYAK SAWIT GUNUNG MELIAU, PTPN XIII, KALIMANTAN BARAT, DALAM RANGKA PENGINGKATAN KUALITAS DAN PRODUKTIVITAS CRUDE PALM OIL (CPO) DAN INTI SAWIT
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh MARVIN LUCKY F24070132
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Analisis Sistem Supply Chain Management (SCM) di Kebun dan Pabrik Minyak Sawit Gunung Meliau, PTPN XIII, Kalimantan Barat, Dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Crude Palm Oil (CPO) dan Inti Sawit : Marvin Lucky : F24070132
Nama NIM
Menyetujui: Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Prof. Dr. Ir. Tien R Muchtadi, MS) NIP 19480208 197701 2 001
(Prof. Dr. Ir. Khaswar. Syamsu, MSc) NIP 19630817 198803 1 003
Pembimbing Lapang,
( Fajar Bumintoro, ST )
Mengetahui: Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si) NIP 19610802 198703 2 002
Tanggal Lulus
:
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Analisis Sistem Supply Chain Management (SCM) di Kebun dan Pabrik Minyak Sawit Gunung Meliau, PTPN XIII, Kalimantan Barat, Dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Crude Palm Oil (CPO) dan Inti Sawit adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan Pembimbing Lapang, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari kaya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 13 Juli 2011 Yang membuat pernyataan
Marvin Lucky F24070132
© Hak cipta milik Marvin Lucky, tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
BIODATA PENULIS Marvin Lucky lahir di Pontianak, 23 Juni 1989 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan jenjang SD di SD Kristen Immanuel (2001), jenjang SMP di SMP Kristen Immanuel (2004), jenjang SMA di SMA Katolik Santo Petrus (2007), dan jenjang S1 di Institut Pertanian Bogor (2011) dengan mayor Ilmu dan Teknologi Pangan serta minor Agribisnis. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan, antara lain sebagai ketua Divisi Logistik dan Transportasi UKM Tenis Lapangan IPB (2008), ketua Divisi Dana Usaha Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan Barat untuk wilayah Bogor dan sekitarnya (2008), anggota Divisi Profesi HIMITEPA IPB (2009), ketua Divisi Profesi HIMITEPA IPB (2010), ketua pelaksana Mie Jagung Project Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB (2009), dan koordinator pelaksana Mie Jagung Project Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB (2010). Selain itu, penulis aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan, yaitu sebagai anggota divisi acara LCTIP (Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan) Nasional XVI IPB (2008), ketua Suksesi HIMITEPA IPB (2008), anggota Divisi acara NFIC ( National Food Inovation Competition) IPB (2009), ketua Divisi acara LCTIP (Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan) Nasional XVII (2009), ketua Divisi Tata Tertib BAUR IPB (2010), dan ketua Divisi Dana Usaha Orde Keramat (2010). Penulis juga berkesempatan menjadi asisten praktikum Kimia dan Biokimia Pangan Dasar (2009) dan asisten praktikum Prinsip Teknik Pangan (2010). Selain itu, penulis pernah bekerja selama kurang lebih dua tahun dalam memproduksi mie jagung sebagai bagian dari proyek Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.
ii
KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema karya ilmiah ini adalah “Analisis Sistem Supply Chain Management (SCM) di Kebun dan Pabrik Minyak Sawit Gunung Meliau, PTPN XIII, Kalimantan Barat, Dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Crude Palm Oil (CPO) dan Inti Sawit”. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, yaitu : 1. Almh. Ama (nenek) tercinta yang sangat penulis sayangi dan yang selalu menjadikan penulis sebagai cucu kesayangan dan kebanggaan Beliau. 2. Keluarga tercinta : Papi, Mami, Mami satu lagi, Kuku Ameng, TioTio A’ui, Ieie TinTin, Ieie Rita, Ieie Gemuk, Kuku Mantol, Ieie Afong, Kuku Niti, Ieie Li Shien, Kungkung, Deborah Wong, William Wong, Tommy Wong, Sonia, dan Edward atas segala doa dan dukungannya. 3. Prof. Dr. Ir. Tien R Muchtadi, MS selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan support, dukungan, dan nasehat bagaimana menjadi mahasiswa yang mandiri, disiplin, cekatan, dan profesional dalam belajar dan berkerja. 4. Prof. Dr. Ir Khaswar Syamsu, MSc selaku pembimbing skripsi kedua yang memberikan nasehat dalam menulis karya ilmiah ini. 5. Fajar Bumintoro, ST selaku pembimbing lapang yang telah memberikan nasehat dan masukan dalam menulis karya ilmiah ini. 6. Pimpinan PTPN XIII yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan magang selama empat bulan di kebun-kebun dan PMS Gunung Meliau. 7. Karyawan PTPN XIII yang sangat membantu selama proses magang. 8. Sahabat-sahabat penulis di Ilmu dan Teknologi Pangan : Melia Christian, Andri Prayogi, dan Angga Saputra. 9. Sahabat-sahabat penulis di GKDI : Pak Setyo, Bu Lita, Stanley, Marcel, Moilang, Tina, Irin, Dhea, Piter, Rio, Raymond, K. Nur, K Neli, K Heri, K Ria, K Juang, dan sahabat lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. 10. Sahabat-sahabat di SMA Santo Petrus : Ellenchy, Atengchy, Rickypui, Daniel, dan Jimmy yang selalu ada saat suka maupun duka. 11. Sahabat-sahabat di PTPN XIII : abang Puji Arisnawan, Brian, Robin, Yudi, Joko, Dede, Pak Umar, Pak Pangeran, Pak Liman, Yunita, Dr. Wita, Amay, Susianus, dan Anang. 12. Teman-teman terbaik penulis di Ilmu dan Teknologi Pangan : Lisa, Iman, Marki, Amel, Belinda, Amelia Safitri, Cherish, Irsyad, Arif, Renny, Anissa Emak, Niputu, Oni, TC, Agy, Dinda, Adi, Vendry, Onye, Wima, Mita, Reggie, Daniel, Andrew, Romulo, Michael, Desir, Dela, Malik, Vita, Leo, dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 13. Teman-teman rumah penulis : Kiyul, Ida, dan Mandala yang selalu mendukung disaat suka maupun duka. 14. Para Dosen yang telah memberikan ilmu yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan. Terima Kasih.
Bogor, 7 Juli 2011 Marvin Lucky iii
DAFTAR ISI Biodata Penulis ........................................................................................................................................ ii Kata Pengantar ....................................................................................................................................... iii Daftar Isi...................................................................................................................................................iv Daftar Tabel .............................................................................................................................................vi Daftar Gambar ...................................................................................................................................... vii Daftar Lampiran .....................................................................................................................................ix I. Pendahuluan .......................................................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................................... 1 1.2 Tujuan ................................................................................................................................................ 2 1.3 Manfaat ................................................................................................................................................. 2 II. PTPN XIII ............................................................................................................................................ 3 2.1 Sejarah PTPN XIII ............................................................................................................................... 3 2.2 Bidang Usaha PTPN XIII .................................................................................................................... 3 2.3 Perkebunan dan Pabrik PTPN XIII ...................................................................................................... 3 III. Tinjauan Pustaka............................................................................................................................... 6 3.1 Tanaman Kelapa Sawit ........................................................................................................................ 6 3.1.1 Ciri-Ciri Fisiologis Kelapa Sawit ..................................................................................................... 6 3.1.2 Perkembangbiakan Kelapa Sawit ..................................................................................................... 7 3.1.3 Produk Kelapa Sawit ......................................................................................................................... 8 3.2 Perkebunan Kelapa Sawit .................................................................................................................... 8 3.2.1 Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia ................................................................... 9 3.2.2 Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit ...............................................................................................11 3.2.3 Proses Pemanenan Kelapa Sawit ....................................................................................................13 3.3 Industri Kelapa Sawit .........................................................................................................................15 3.3.1 Perkembangan Industri Kelapa Sawit di Indonesia ........................................................................15 3.3.2 Sistem Pengolahan Kelapa Sawit ...................................................................................................16 3.4 Minyak Kelapa Sawit .........................................................................................................................18 3.4.1 Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit ........................................................................................18 3.4.2 Standar Mutu Crude Palm Oil (CPO) dan Inti Sawit.....................................................................19 3.5 Supply Chain Management (SCM)....................................................................................................20 IV. Metodologi Penelitian ......................................................................................................................21 V. Hasil dan Pembahasan ......................................................................................................................24 5.1 Hasil ...................................................................................................................................................24 5.1.1 Data operasional PMS Gunung Meliau periode maret 2011 .........................................................24 5.1.2 Distribusi penerimaan TBS di PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 ....................................30 5.1.3 Persentase distribusi penerimaan fraksi TBS di PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 ........33 5.1.4 Rendemen maksimal yang mungkin diperoleh berdasarkan fraksi TBS yang dipanen periode Maret 2011 ......................................................................................................................................35 5.1.5 Data Betakaroten dari Sampel Khusus di Kebun Inti Gunung Mas ..............................................36 5.2 Pembahasan ........................................................................................................................................37 5.2.1 Keunggulan Nilai ............................................................................................................................44 5.2.2 Keunggulan Produktivitas ...............................................................................................................50 5.2.3 Pengembangan Model Supply Chain Management (SCM) ...........................................................57 VI. Kesimpulan .......................................................................................................................................70 iv
VII. Saran ................................................................................................................................................72 Daftar Pustaka ........................................................................................................................................74 Lampiran .................................................................................................................................................76
v
DAFTAR TABEL Tabel 1. Wilayah kebun sawit milik PTPN XIII .......................................................................................4 Tabel 2. Pabrik minyak sawit milik PTPN XIII ........................................................................................5 Tabel 3. Produksi minyak nabati dunia ..................................................................................................... 8 Tabel 4. Pangsa konsumsi CPO terhadap minyak nabati dunia ................................................................ 9 Tabel 5. Produksi CPO dunia..................................................................................................................... 9 Tabel 6. Luas areal perkebunan kelapa sawit menurut provinsi dan status pengusahaan ......................10 Tabel 7. Keadaan iklim bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit ..........................................................11 Tabel 8. Spesifikasi fraksi TBS ...............................................................................................................15 Tabel 9. Komposisi asam lemak buah sawit ............................................................................................19 Tabel 10. Standar kualitas minyak dan inti sawit ....................................................................................20 Tabel 11. Areal kebun TM dan TBM hingga tahun 2010 .......................................................................52
vi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Bentuk pohon kelapa sawit ...................................................................................................... 6 Gambar 2. Bentuk buah kelapa sawit ........................................................................................................ 7 Gambar 3. Peta penyebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia .......................................................10 Gambar 4. Peta penyebaran dan produksi CPO di Indonesia .................................................................16 Gambar 5. Skema proses pengolahan pabrik minyak sawit ....................................................................18 Gambar 6. Rantai Supply Chain Management ........................................................................................21 Gambar 7. Kerangka konseptual penelitian .............................................................................................23 Gambar 8. Diagram Ishikawa yang menunjukkan keunggulan kompetitif pada perusahaan berbasis perkebunan kelapa sawit ......................................................................................................37 Gambar 9. Grafik presentase kadar ALB minyak sawit periode Maret 2011.........................................38 Gambar 10. Grafik presentase kadar air minyak sawit periode Maret 2011 ..........................................39 Gambar 11. Grafik persentase kadar kotoran minyak sawit periode Maret 2011 ..................................39 Gambar 12. Grafik persentase kadar ALB inti sawit periode Maret 2011 .............................................39 Gambar 13. Grafik persentase kadar air inti sawit periode Maret 2011 .................................................40 Gambar 14. Grafik persentase kadar kotoran inti sawit periode Maret 2011 .........................................40 Gambar 15. Grafik persentase rendemen minyak sawit periode Maret 2011 .........................................41 Gambar 16. Grafik persentase total kehilangan minyak sawit periode Maret 2011 ...............................41 Gambar 17. Grafik persentase rendemen inti sawit periode Maret 2011................................................42 Gambar 18. Grafik persentase total kehilangan inti sawit periode Maret 2011 .....................................42 Gambar 19. Grafik persentase CPO yang dihasilkan dibandingkan dengan RKAP periode Maret 2011 ..............................................................................................................................................43 Gambar 20. Diagram Ishikawa yang menunjukkan identifikasi permasalahan tingginya kadar ALB CPO produksi PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 ..................................................44 Gambar 21. Reaksi pembentukan ALB minyak sawit ............................................................................45 Gambar 22. Persentase buah diolah periode Maret 2011 ........................................................................46 Gambar 23. Diagram Ishikawa yang menunjukkan identifikasi permasalahan tingginya kadar air CPO dan inti sawit produksi PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 ....................................47 Gambar 24. Diagram Ishikawa yang menunjukkan identifikasi permasalahan tingginya kadar kotoran CPO dan inti sawit produksi PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 ...........................49 Gambar 25. Diagram Ishikawa yang menunjukkan identifikasi permasalahan rendahnya produktivitas PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 ..........................................................................50 Gambar 26. Grafik jumlah TBS kebun inti yang diterima PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 ..............................................................................................................................................51 Gambar 27. Grafik jumlah TBS diterima PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 berdasarkan asal kebun ....................................................................................................................................52 Gambar 28. Histogram fraksi TBS diterima PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 .......................54 Gambar 29. Grafik rendemen dari fraksi TBS yang diterima PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 ..............................................................................................................................................54 Gambar 30. Histogram jumlah TBS diterima PMS Gunung Meliau per jam periode Maret 2011........58 Gambar 31. Histogram jumlah rata-rata TBS diterima PMS Gunung Meliau per jam periode Maret 2011 ......................................................................................................................................59 Gambar 32. Diagram persentase TBS diterima PMS Gunung Meliau per jam periode Maret 2011 .....59 Gambar 33. Histogram skenario jumlah TBS diterima PMS Gunung Meliau .......................................60 Gambar 34. Manfaat Total Quality Management (TQM) .......................................................................66 vii
Gambar 35. Skenario pengendalian secara Supply Chain Management (SCM) ....................................67 Gambar 36. Siklus PDCA yang dapat diterapkan PMS Gunung Meliau ...............................................68
viii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Kalimantan Barat .........................................................................................................76 Lampiran 2. Peta Kabupaten Sanggai ......................................................................................................76 Lampiran 3. Peta Kecamatan Meliau ......................................................................................................76 Lampiran 4a. Peta kondisi Kebun Kelapa Sawit ....................................................................................77 Lampiran 4b. Keterangan dan rumus dari data operasional PMS Gunung Meliau ................................78 Lampiran 5. Kondisi kebun kelapa sawit (1) ...........................................................................................79 Lampiran 5. Kondisi kebun kelapa sawit (2) ..........................................................................................79 Lampiran 6. Tanaman kelapa sawit .........................................................................................................79 Lampiran 7. Kondisi kebun replanting (1) ..............................................................................................79 Lampiran 7. Kondisi kebun replanting (2) ..............................................................................................79 Lampiran 8. Tandan buah segar (1) ........................................................................................................79 Lampiran 8. Tandan buah segar (2) .........................................................................................................80 Lampiran 9. Kondisi jalan kebun yang rusak (1) ...................................................................................80 Lampiran 9. Kondisi jalan kebun yang rusak (2) ....................................................................................80 Lampiran 9. Kondisi jalan kebun yang rusak (3) ....................................................................................80 Lampiran 9. Kondisi jalan yang rusak (4) ...............................................................................................80 Lampiran 9. Kondisi jalan yang rusak (5) ...............................................................................................80 Lampiran 10. Sistem pengangkutan buah ................................................................................................81 Lampiran 11. Kecelakaan karena jalan yang rusak ................................................................................81 Lampiran 12. Buah restan (1) ..................................................................................................................81 Lampiran 12. Buah restan (2) ..................................................................................................................81 Lampiran 12. Buah restan (3) ..................................................................................................................81 Lampiran 12. Buah restan (4) ..................................................................................................................81 Lampiran 13. Kondisi TPH yang tak memadai (1) .................................................................................82 Lampiran 13. Kondisi TPH yang tak memadai (2) .................................................................................82 Lampiran 13. Kondisi TPH yang tak memadai (3) .................................................................................82 Lampiran 13. Kondisi TPH yang tak memadai (4) .................................................................................82 Lampiran 14. Berondolan yang tertinggal ...............................................................................................82 Lampiran 15. PMS Gunung Meliau (1) ...................................................................................................82 Lampiran 15. PMS Gunung Meliau (2) ...................................................................................................83 Lampiran 16. Stasiun Penimbangan (1) ...................................................................................................83 Lampiran 16. Stasiun penimbangan (2) ...................................................................................................83 Lampiran 17. Truk pengangkut yang melebihi kapasitas........................................................................83 Lampiran 18. Kondisi loading ramp (1) ..................................................................................................83 Lampiran 18. Kondisi loading ramp (2) ..................................................................................................83 Lampiran 19. Proses penurunan TBS ......................................................................................................84 Lampiran 20. Proses sortasi TBS yang diterima .....................................................................................84 Lampiran 21. Proses pemindahan TBS (1) ..............................................................................................84 Lampiran 21. Proses pemindahan TBS (2) ..............................................................................................84 Lampiran 22. Proses perebusan (1) ..........................................................................................................84 Lampiran 22. Proses perebusan (2) .........................................................................................................84 Lampiran 22. Proses perebusan (3) ..........................................................................................................85 Lampiran 23. Proses thresing (1) .............................................................................................................85 Lampiran 23. Proses thresing (2) .............................................................................................................85 ix
Lampiran 23. Proses thresing (3) .............................................................................................................85 Lampiran 23. Proses thresing (4) .............................................................................................................85 Lampiran 23. Proses thresing (5) ............................................................................................................85 Lampiran 23. Proses thresing (6) .............................................................................................................86 Lampiran 23. Proses thresing (7) .............................................................................................................86 Lampiran 24. Proses digesting (1) ...........................................................................................................86 Lampiran 24. Proses digesting (2) ...........................................................................................................86 Lampiran 24. Proses digesting (3) ...........................................................................................................86 Lampiran 24. Proses digesting (4) ...........................................................................................................86 Lampiran 25. Proses derivercarping (1) ..................................................................................................87 Lampiran 25. Proses derivercarping (2) ..................................................................................................87 Lampiran 25. Proses derivercarping (3) ..................................................................................................87 Lampiran 25. Proses kernel recovery (1) .................................................................................................87 Lampiran 25. Proses kernel recovery (2) .................................................................................................87 Lampiran 25. Proses kernel recovery (3) .................................................................................................87 Lampiran 25. Proses kernel recovery (4) .................................................................................................88 Lampiran 25. Proses kernel recovery (5) .................................................................................................88 Lampiran 25. Proses kernel recovery (6) .................................................................................................88 Lampiran 25. Proses kernel recovery (7) ................................................................................................88 Lampiran 26. Gudang penyimpanan inti sawit ........................................................................................88 Lampiran 27. Ampas inti sawit ...............................................................................................................88 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (1) .................................................................................................89 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (2) .................................................................................................89 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (3) .................................................................................................89 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (4) ................................................................................................89 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (5) .................................................................................................89 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (6) .................................................................................................89 aLampiran 28. Proses klarifikasi CPO (7) ...............................................................................................90 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (8) .................................................................................................90 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (9) .................................................................................................90 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (10) ...............................................................................................90 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (11) ...............................................................................................90 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (12) ...............................................................................................90 Lampiran 29. Proses vacuum drying........................................................................................................91 Lampiran 30. Tangki timbun CPO...........................................................................................................91 Lampiran 31. Pengujian kadar air ............................................................................................................91 Lampiran 32. Pengujian kadar ALB ........................................................................................................91 Lampiran 33. Pengujian kadar kotoan (1) ...............................................................................................91 Lampiran 33. Pengujian kadar kotoran (2) ..............................................................................................91
x
I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara agraris terbesar di dunia sangat bergantung pada sektor pertanian. Selain sebagai penghasil devisa negara, sektor pertanian juga merupakan lumbung penghasil pangan utama dan merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar. Salah satu subsektor penting dari sektor pertanian adalah perkebunan yang memberikan kontribusi besar bagi devisa negara seperti karet, kopi, kelapa, kelapa sawit, dan kakao (Badrun 2010). Perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu perkebunan yang berkembang pesat selama beberapa dekade ini. Pasar dunia menunjukkan tren permintaan minyak kelapa sawit yang meningkat sejalan dengan kemajuan teknologi pemanfaatan minyak kelapa sawit itu sendiri (Badrun 2010). Sejak tahun 2005, pangsa konsumsi Crude Palm Oil (CPO) dalam konsumsi minyak nabati dunia telah menggeser konsumsi minyak bunga matahari, rapeseed, dan kedelai yang sebelumnya mendominasi perdagangan minyak nabati dunia dalam waktu yang cukup lama. Produktivitas minyak kelapa sawit jauh lebih tinggi dari minyak nabati lainnya, yaitu CPO sekitar 3.8 ton/hektar yang setara dengan 9.3 kali, 7.6 kali, dan 5.8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas minyak kedelai, rapeseed, dan bunga matahari (Badrun 2008). Di samping itu kelapa sawit merupakan tanaman tahunan, sedangkan tanaman nabati lainnya merupakan tanaman musiman sehingga budidaya kelapa sawit lebih hemat energi dan memerlukan lahan lebih sedikit untuk mencapai jumlah produksi yang sama dibanding minyak nabati lainnya (Badrun 2010). Semenjak tahun 2006, produksi CPO Indonesia telah melampaui produksi CPO Malaysia sebagai produsen CPO terbesar di dunia. Secara bersama-sama produksi CPO Indonesia dan Malaysia pada tahun 2008 telah menguasai 85.8% produksi CPO dunia dimana produksi CPO Indonesia sebesar 19.100 ribu ton (Badrun 2008). Menurut Porter (1998), keunggulan kompetitif dapat dicapai melalui kinerja dengan kegiatan berbiaya rendah dan memiliki differensiasi untuk membedakan dirinya secara unik dengan pesaing. Kegiatan berbiaya rendah merupakan keunggulan produktivitas, sedangkan differensiasi adalah bagian dari keunggulan nilai (Indrajil dan Djokopranoto 2002). Keunggulan kompetitif dalam industri CPO dan inti sawit dapat dicapai bila rantai kegiatan dari kebun hingga ke pabrik terkelola dengan baik secara kualitas maupun biaya. Salah satu produsen minyak kelapa sawit di Indonesia adalah PT Perkebunan Nusantara XIII (PTPN XIII) yang bergerak dalam bidang usaha agroindustri dan agribisnis. Pola pengembangan kelapa sawit PTPN XIII diarahkan pada kemitraan dengan melibatkan sektor swasta, BUMN, dan rakyat melalui pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Kemitraan ini diharapkan dapat menumbuhkan sikap saling berbagi kerja dan keuntungan dengan petani yang berperan sebagai plasma. Bidang usaha yang dilakukan oleh PTPN XIII meliputi pengelolaan kebun inti dan plasma berikut pabrik pengolahan minyak sawit dengan produk utama berupa Crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit. Dalam era persaingan yang semakin ketat, diperlukan suatu strategi tepat untuk bisa terus bersaing dan mendapatkan keuntungan serta kepuasan konsumen yang maksimal. Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah sistem Suppy Chain Management (SCM). Menurut Lambert dan Cooper (2000) dalam Van den Vorst dan Beulens (2002), SCM merupakan intergrasi perencanaan, koordinasi, dan pengendalian proses bisnis dan kegiatan dalam supply chain untuk memberikan nilai superior pada konsumen dengan biaya rendah dan memuaskan kebutuhan stakeholder lain. Menurut Lee dan Billington (1995), SCM merupakan suatu jaringan fasilitas yang bermula dari bahan mentah dan ditransformasikan menjadi bahan setengah jadi dan kemudian produk akhir serta pengiriman produk ke konsumen melalui sistem distribusi yang tepat. Saat ini, banyak perusahaan terkemuka menerapkan sistem SCM dalam rangka menjaga keberlangsungan produksi dengan mempertimbangkan kualitas 1
tinggi dengan biaya rendah. Selain itu, SCM dapat meningkatkan efisiensi kerja dalam suatu perusahaan sehingga menghasilkan produk secara optimal. Pada umumnya, sistem SCM dilakukan pada perusahaan manufaktur. Namun penelitian ini mengambil objek perusahaan berbasis agroindustri yang produknya memiliki karakter khusus. Objek yang difokuskan adalah distribusi dan perlakuan Tandan Buah Segar (TBS) dari kebun inti, kebun plasma, dan kebun pihak ketiga yang dibawa ke Pabrik minyak sawit (PMS) Gunung Meliau milik PTPN XIII untuk diolah menjadi CPO dan inti sawit. Diharapkan hasil dari penelitian ini menjadi salah satu pertimbangan dalam meningkatkan kualitas dan produktivitas di kebun penyuplai TBS dan PMS Gunung Meliau sehingga dapat meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan.
1.2
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun sistem Suppy Chain Management (SCM) yang tepat, rasional, dan efisien sehingga dapat diaplikasikan dan diterapkan dalam rangka meningkatkan kualitas dan produktivitas Crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit khususnya di kebun penyuplai TBS dan Pabrik Minyak Sawit (PMS) Gunung Meliau milik PTPN XIII. Peningkatan kualitas dapat dilihat berdasarkan rendahnya kadar Asam Lemak Bebas (ALB), kadar air, dan kadar kotoran CPO dan inti sawit, sedangkan peningkatan produktivitas berdasarkan pada peningkatan produksi TBS, peningkatan rendemen, penurunan losis produksi dan pengoptimalan jam kerja karyawan dari kebun hingga ke pabrik. Penelitian ini dibatasi pada proses pemetaan permasalahan yang timbul pada supply chain.
1.3
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini yaitu menjadi salah satu pertimbangan dalam meningkatkan kualitas dan produktivitas Crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit produksi PTPN XIII khususnya di kebun penyuplai TBS dan Pabrik minyak sawit (PMS) Gunung Meliau. Peningkatan ini diharapkan memiliki korelasi yang positif dalam peningkatan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga visi PTPN XIII yaitu menjadi perusahaan agribisnis berdaya saing tinggi, tumbuh, dan berkembang bersama masyarakat dapat tercapai.
2
II. 2.1
PTPN XIII
Sejarah PTPN XIII
PT Perkebunan Nusantara XIII (PTPN XIII) adalah perseroan terbatas yang didirikan pada tahun 1996. Perusahaan ini merupakan BUMN perkebunan yang berfokus di wilayah Kalimantan. Perusahaan ini adalah hasil penggabungan dari proyek pengembangan 8 (delapan) PTP yaitu PTP VI, VII, XII, XIII, XVIII, XXIV-V, XXVI dan XXIX (PTPN XIII 2009). Maksud dan tujuan perusahaan PTPN XIII adalah melakukan usaha di bidang agribisnis dan agroindustri serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya perseroan untuk menghasilkan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat, serta mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perseroan dengan menerapkan pinsip-prinsip Perseroan Terbatas (PT). Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, PTPN XIII melaksanakan kegiatan usaha utama sebagai berikut: 1) Pengusahaan budidaya tanaman meliputi pembukaan dan pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan pemungutan hasil tanaman serta melakukan kegiatan-kegiatan lain yang sehubungan dengan pengusahaan budidaya tanaman tersebut, 2) Produksi meliputi pengolahan hasil tanaman sendiri maupun dari pihak lain menjadi barang setengah jadi dan atau barang jadi serta produk turunannya, 3) Perdagangan meliputi penyelenggaraan kegiatan pemasaran berbagai macam hasil produksi serta melakukan kegiatan perdagangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan usaha Perseroan, dan 4) Pengembangan usaha bidang perkebunan, agrowisata, agrobisnis, dan agroforestry.
2.1.1
Bidang usaha PTPN XIII
PTPN XIII berfokus pada bidang agroindustri sebagai core bisnis, dengan komoditas andalan berupa kelapa sawit dan karet. Bidang usaha kelapa sawit meliputi pengelolaan kebun kelapa sawit inti dan plasma serta Pabrik Minyak Sawit (PMS), dengan produk utama berupa CPO dan inti sawit. Bidang usaha karet meliputi pengelolaan kebun karet inti dan plasma dengan produk utama berupa SIR 20 dan RSS. Produk CPO dan inti sawit sepenuhnya dipasarkan untuk memenuhi konsumsi industri minyak nabati di Indonesia. Produk olahan karet berupa SIR 20 dan RSS, 30% dialokasikan untuk pasar domestik dan 70% dialokasikan untuk pasar global seperti India, Pakistan, Turki, Cina, Jerman, dan Argentina (PTPN XIII 2009). PTPN XIII tengah melakukan program peremajaan tanaman kelapa sawit dan karet, serta penambahan areal untuk mencapai skala ekonomi yang optimal di unit-unit eksisting. PTPN XIII juga melakukan proyek pengembangan perkebunan kelapa sawit yang bersinergi dengan perusahaan lain dalam kaitannya terhadap pembangunan perkebunan kelapa sawit yang baru. Selain itu, PTPN XIII telah dapat memproduksi biodiesel yang berasal dari dua Unit Pengolahan Biodiesel masing-masing berkapasitas 6,000 liter per hari/unit. Untuk mengoptimalkan limbah sisa pengolahan sawit, PTPN XIII akan membangun pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar cangkang, tandan kosong, dan serabut sawit (PTPN XIII 2009).
2.1.2
Perkebunan dan pabrik PTPN XIII
Secara struktural, PTPN XIII menaungi empat wilayah besar di seluruh Kalimantan, yaitu: Distrik Kalimantan Barat 1, Distrik Kalimantan Barat 2, Distrik Kalimantan Timur, dan Distrik Kalimantan Selatan dan Tengah. Setiap distrik menaungi beberapa kebun inti, kebun plasma, dan Pabrik minyak sawit (PMS). Pada akhir tahun 2009, areal tanaman kelapa sawit milik PTPN XIII 3
telah mencapai seluas 109,388 ha atau bertambah 3.22% dari luas tahun 2008 yang mencapai 105,977 ha. Luasan areal tersebut terdiri dari kebun inti seluas 51,553 ha dan kebun plasma seluas 57,835 ha (PTPN XIII 2009). Wilayah perkebunan kelapa sawit milik PTPN XIII ditunjukkan pada tabel 1. Tabel 1. Wilayah kebun kelapa sawit milik PTPN XIII No
Distrik
Status
Kebun Inti 1
Kalimantan Barat 1 Kebun Plasma
Kebun Inti 2
Kalimantan Barat 2 Kebun Plasma
3
Kalimantan Selatan dan Tengah
Kebun inti Kebun Plasma
Kebun Inti 4
Kalimantan Timur Kebun Plasma
Daerah
Luas Areal Tanaman (Ha)
Gunung Meliau
5,743.28
Gunung Mas
4,349.20
Sungai Dekan
5,625.50
Rimba Belian
4,281.38
Gunung Meliau
3,577.08
Gunung Mas
3,7843.0
Rimba Belian
4,567.48
Parindu
2,657.10
Kembayan
4,244.77
Ngabang
3,830.00
Parindu
7,636.17
Kembayan
4,946.29
Ngabang
8,829.70
Batu Licin
1,500.00
Pelaihari
3,406.00
Pelaihari
1,000.00
Batu Licin 1
1,054.40
Tabara
6,485.00
Tajati
5,255.00
Longkali
4,176.00
Tabara
12,016.00
Tajati
11,776.00
Longkali
1,668.00
Sumber : PTPN XIII (2009)
Pada tahun 2009, Komposisi areal tanaman Kebun inti didominasi oleh Tanaman Menghasilkan, meliputi tanaman muda hingga dewasa mencapai 47.75%, tanaman tua mencapai 11.26% dan tanaman tua renta mencapai 29.90%. Sedangkan persentase tanaman belum menghasilkan mencapai 5.85% dan tanaman baru / tanaman ulang mencapai 5.24%. Areal tanaman kebun plasma didominasi oleh tanaman menghasilkan, meliputi tanaman muda hingga dewasa mencapai 47.55%, tanaman tua mencapai 36.63% dan tanaman tua renta mencapai 6.00%. Sedangkan persentase tanaman belum menghasilkan mencapai 7.26% dan tanaman baru / tanaman ulang mencapai 2.55% (PTPN XIII 2009). PTPN XIII memiliki 7 (tujuh) unit Pabrik Minyak Sawit (PMS), yang tersebar di wilayah Kalimantan Barat I, Kalimantan Barat II, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan/Tengah. Setiap pabrik menerima TBS yang berasal dari kebun inti, kebun plasma, dan kebun pihak ketiga (PTPN XIII 2009). Pabrik minyak sawit milik PTPN XIII ditunjukkan pada tabel 2. 4
Tabel 2. Pabrik minyak sawit milik PTPN XIII No 1
Distrik Kalimantan Barat 1
2
Kalimantan Barat 2
3
Kalimantan Selatan dan Tengah
4
Kalimantan Timur
Wilayah Gunung Meliau
Kapasitas 60 ton TBS / jam
Rimba Belian
30 ton TBS / jam
Parindu
60 ton TBS / jam
Ngabang
30 ton TBS / jam
-
-
Long Pinang
60 ton TBS / jam
Semuntai
40 ton TBS / jam
Long kali
30 ton TBS / jam
Sumber : PTPN XIII (2009)
5
III. 3.1
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan tumbuhan hutan hijau tropis yang banyak ditemukan di daerah Afrika Barat terutama di Kamerun, Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Sirea Lione, Togo, Angola, dan kongo (Poko 2002). Kelapa sawit termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Liliopsida, ordo Arecales, famili Arecaceae dan genus Elaeis. Tanaman Kelapa sawit ditemukan oleh Nicholas Jacquin pada tahun 1763 sehingga tanaman kelapa sawit diberi nama Elaeis guineensis Jacq. Tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Bentuk pohon kelapa sawit ( Anonim 2003) Pada mulanya kelapa sawit diperkenalkan di Asia Tenggara sebagai tanaman hias. Ditanam pertama kali pada tahun 1884 di Kebun Raya Bogor, Indonesia (Gunstone 2002). Kelapa sawit terdiri atas tiga varietas, yaitu : 1) Varietas Dura, tebal tempurung 2-8 mm, 2) Varietas Tenera, tebal tempurung 0.5-4 mm, 3) Varietas Pisifera, bagian tempurung tipis (Fauzi et al. 2006).
3.1.1
Ciri-Ciri Fisiologis Kelapa Sawit
A. Daun Daunnya merupakan daun majemuk. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya sangat mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007). B. Batang Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelepah yang mengering akan terlepas sehingga menjadi mirip dengan tanaman kelapa (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007). C. Akar Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007) .
6
D. Bunga Bunga jantan dan betina terpisah dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007). E. Buah Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dalam tiap pelepah (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007). Buah sawit umumnya memiliki panjang 2 hingga 5 cm dan berat 3 hingga 30 gram, berwarna ungu hitam pada saat muda, kemudian menjadi berwarna kuning merah pada saat tua dan matang (Muchtadi 1992). Daging buah berwarna putih kuning ketika masih muda dan berwarna jingga setelah matang (Ketaren 2005). Gambar buah kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Bentuk buah kelapa sawit ( Anonim 2003)
Bagian-bagian buah kelapa sawit terdiri dari : 1. Perikarp, terdiri dari : a. Epikarpium, yaitu kulit buah yang keras dan licin b. Mesokarpium, yaitu bagian buah yang berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi, menghasilkan CPO kasar / Crude Palm Oil (CPO). 2. Biji, terdiri dari : a. Endokarpium (kulit biji = tempurung), berwarna hitam dan keras b. endosperm (kernel = daging biji) berwarna putih yang menghasilkan minyak inti sawit / Palm Kernel Oil (PKO)
3.1.2
Perkembangbiakan Kelapa Sawit
Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Pada kondisi tertentu. Embrio buah sawit akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula). Kelapa sawit memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibagi menjadi Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang yang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak pertandannya berkisar 18%. Pisifera merupakan sawit yang buahnya tidak memiliki cangkang namun buah betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera merupakan persilangan antara induk Dura dan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa Tenera unggul persentase daging buahnya dapat mencapai 90% dan kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28% (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007) .
7
3.1.3
Produk Kelapa Sawit
Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Kelebihan CPO adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten yang tinggi. CPO juga diolah menjadi bahan baku margarin. Bagian biji buah dijadikan sebagai bahan baku minyak alkohol dari industri kosmetika (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007). Di samping itu masih terdapat potensi terkandung yang peluang pengembangannya cukup potensial yaitu : 1) pemanfaatan limbah batang kayu sawit tua yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri perkayuan, 2) pemanfaatan limbah dan hasil samping kelapa sawit untuk mengembangkan cabang usaha tani ternak, 3) pengembangan tanaman pangan jagung intensif pada pelaksanaan peremajaan perkebunan rakyat (Badrun 2010). Menurut Balfas (2008), pemanfaatan kayu sawit sebagai substitusi kayu tropis memiliki aspek lingkungan dalam kaitannya dengan upaya nasional dan internasional dalam penyelamatan hutan tropis sehingga tidak memerlukan sertifikasi lingkungan.
3.2
Perkebunan Kelapa Sawit
Sejak tahun 2005, pangsa pasar konsumsi CPO dalam konsumsi minyak nabati dunia telah menggeser konsumsi minyak bunga matahari, repeseed, dan kedelai yang sebelumnya mendominasi perdagangan minyak nabati dunia dalam waktu yang cukup lama. Produktivitas minyak kelapa sawit jauh lebih tinggi dari minyak nabati lainnya, yaitu CPO sekitar 3.8 ton/hektar, yang setara dengan 9.3 kali, 7.6 kali, dan 5.8 kali lebih tinggi dibanding produktivitas minyak kedelai, rapeseed, dan bunga matahari (Badrun 2008). Hingga tahun 2003, produksi minyak nabati masih didominasi oleh minyak kedelai. Namun peran minyak kedelai pada tahun-tahun berikutnya mulai tergeser oleh CPO. Produksi minyak nabati dunia tahun 2000-2008 seperti ditunjukkan pada tabel 3. Tabel 3. Produksi minyak nabati dunia Konsumsi (000) Minyak Kelapa
Minyak Bunga Matahari
Minyak Rapeseed
CPO
Minyak Kedelai
Lainnya
Dunia
2000
3,261
9,745
14,502
21,867
25,563
39,819
114,757
2001
3,499
8,200
13,730
23,984
27,828
40387
117,628
2002
3,145
7,824
13,307
25,392
29,861
41,037
120,566
2003
3,286
8,962
12,660
28,111
31,288
41,074
125,381
2004
3,037
9,402
14,904
30,909
30,713
42,774
131,739
2005
3,143
9,681
16,026
33,326
33,287
43,736
139,199
2006
3,143
11,126
18,451
37,163
35,268
43,735
148,886
2007
3,107
10,841
18,736
38,673
37,347
45,186
153,890
2008
3,067
10,773
19,774
42,904
36,830
46,204
159,552
Tahun
Sumber : Badrun (2008) Pangsa konsumsi CPO telah menggeser pangsa konsumsi minyak kacang kedelai pada tahun 2005. Pangsa CPO sebesar 33,156 ton atau 24%, sedangkan minyak kedelai sebesar 32,879 ribu ton atau 23% dari total perdagangan minyak nabati dunia yang mencapai 138,028 ribu ton. Pada tahun 2008, pangsa konsumsi CPO meningkat menjadi 26%, sedangkan pangsa konsumsi minyak kedelai 8
tetap sebesar 23% dari total perdagangan minyak nabati dunia yang mencapai 159,530 ribu ton. Pangsa konsumsi CPO terhadap minyak nabati dunia dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Pangsa konsumsi CPO terhadap minyak nabati dunia Konsumsi (000) CPO
Minyak Kedelai
Minyak Repaseed
Minyak Bunga Matahari
Minyak Kelapa
Lainnya
Dunia
2000
21,771
25,135
14,471
9,404
2,962
39,689
113,432
2001
23,869
27,508
13,952
8,765
3,467
40,444
118,005
2002
25,595
29,964
13,489
7,721
3,291
41,472
121,532
2003
28,201
31,246
12,716
8,921
3,322
41,287
125,693
2004
30,050
31,163
14,829
9,583
3,054
42,421
131,100
2005
33,156
32,879
15,914
9,546
3,047
43,666
138,208
2006
36,192
34,670
18,196
10,946
3,047
43,666
146,717
2007
37,892
37,067
19,073
11,174
3,153
45,424
153,783
2008
42,500
37,930
19,725
10,326
3,142
45,907
159,530
Tahun
Sumber : Badrun (2008)
3.2.1
Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia
Produksi CPO Indonesia telah melampaui produksi CPO Malaysia semenjak tahun 2006. Secara bersama produksi minyak sawi Indonesia dan Malaysia pada tahun 2008 menguasai 85.8% produksi CPO dunia. Produksi CPO dunia menurut negara produsen utama 2000-2008 disampaikan pada tabel 5. Tabel 5. Produksi CPO dunia Konsumsi (000 ton)
Tahun Indonesia
Malaysia
Nigeria
Thailand
Colombia
Lainnya
Dunia
2000
7,000
10,842
740
525
524
2,196
21,827
2001
8,396
11,804
770
620
548
2,175
24,313
2002
9,622
11,909
775
600
528
2,224
25,658
2003
10,600
13,354
785
630
543
1,538
27,450
2004
12,380
13,974
790
668
632
2,185
30,629
2005
13,920
14,961
800
685
661
2,563
33,590
2006
16,080
15,881
815
855
711
2,821
37,163
2007
17,270
15,823
835
1,020
732
2,993
38,673
2008
19,100
17,735
860
1,160
800
3,249
42,904
Sumber : Badrun (2008) Pada tahun 1969 total luas areal perkebunan sawit di Indonesia hanya 119,520 Ha dan tahun 1979 meningkat menjadi 257,814 Ha. Pada tahun 1989 total luas areal perkebunan kelapa sawit telah mencapai 973,528 Ha dan diantaranya merupakan perkebunan rakyat sebesar 223,832 Ha (23%). Pada tahun 1999 total luas areal perkebunan kelapa sawit sudah mencapai 3,901,802 Ha dan perkebunan rakyat seluas 1,041,046 Ha (27%). Perluasan ini terus berlanjut dan pada tahun 2009 total luas areal mencapai 7,508,470 Ha dengan luas perkebunan rakyat yang mencapai 3,498,425 Ha (45%). Peta 9
penyebaran kelapa sawit di Indonesia dapat dilihat pada gambar 3, sedangkan luas areal kelapa sawit menurut provinsi dan status pengusahaan keadaan pada tahun 2009 seperti ditunjukkan pada tabel 6.
Gambar 3. Peta Penyebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007) Tabel 6. Luas areal perkebunan kelapa sawit menurut provinsi dan status pengusahaan Tahun 2009 No
Provinsi
Perkebunan Rakyat (Ha)
Perkebunan Besar Negara (Ha)
Perkebunan Besar Swasta (Ha)
Jumlah (Ha)
1
NAD
105,169
41,356
135,807
282,332
2
Sumatera Utara
408,699
269,039
343,954
1,048,692
3
Sumatera Barat
164,925
7,936
166,814
339,675
4
Riau
865,231
79,528
748,810
1,693,569
5
Kep. Riau
529
0
5,610
6,130
6
Jambi
318,479
18,620
149,037
486,136
7
Sumatera Selatan
312,404
34,228
361,424
708,056
8
Bangka Belitung
21,402
0
160,959
182,361
9
Bengkulu
165,476
5,425
56,134
227,035
10
Lampung
78,068
11,379
63,771
153,218
11
Jawa Barat
0
6,548
3,289
9,837
12
Banten
13
Kalimantan Barat
6,866
8,028
0
14,894
197,830
41,966
258,975
498,771
14
Kalimantan Tengah
92,734
0
778,486
871,220
15
Kalimantan Selatan
50,166
4,865
236,703
291,734
16
Kalimantan Timur
98,050
13,551
311,207
423,081
17
Sulawesi Tengah
6,064
5,090
36,207
47,361
18
Sulawesi Selatan
8,401
8,348
601
17,350
19
Sulawesi Barat
67,636
0
53,979
121,615
20
Sulawesi Tenggara
20,067
2,966
0
23,033
21
Papua
9,838
10,000
8,139
27,977
22
Papua Barat
15,939
12,707
5,300
33,946
Jumlah
3,013,973
581,580
3,885,206
7,508,023
Sumber : Business Research Report (2009) 10
Perkebunan kelapa sawit lebih efisien sehingga menjadi lebih kompetitif dibanding dengan minyak nabati lainnya. Perkebunan kelapa sawit memiliki potensi yang cukup prospektif. Potensi tersebut antara lain limbah dan hasil samping kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan, pengembangan tanaman jagung atau kedelai sebagai penganti tanaman penutup tanah pada waktu kegiatan peremajaan, serta pemanfaatan limbah batang kayu untuk bahan baku industri perkayuan. Sesuai dengan pengalaman dan kesiapan yang dimiliki serta memperhatikan potensi permintaan yang sangat prospektif dan potensi sumber daya alam yang ada, Indonesia masih berpotensi untuk terus mengembangkan perkebunan kelapa sawit. Dari gambaran singkat lintasan fakta tersebut, secara umum dapat dilihat bahwa produktivitas minyak sawit jauh lebih tinggi dibanding minyak nabati lainnya. Di samping itu kelapa sawit merupakan tanaman tahunan, sedangkan tanaman nabati lainnya merupakan tanaman musiman. Kebutuhan energi untuk pembukaan lahan dan penanaman hanya sekali dilakukan sesuai daur ekonomi kelapa sawit yaitu dilakukan sekitar 25-30 tahun. Ini berbeda dengan kedelai misalnya yang pengolahan tanahnya perlu dilakukan setiap musim panen.
3.2.2
Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit
Dalam suatu perkebunan kelapa sawit, kegiatan di sektor hulu dan ketepatan sistem budidaya menjadi syarat mutlak. Sistem budidaya yang semakin baik akan memberikan hasil produksi tanaman yang lebih memadai dan memberikan keuntungan yang lebih besar. Banyak faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan perkebunan kelapa sawit dengan produktivitas yang tinggi. Faktorfaktor tersebut antara lain syarat pertumbuhan, penanaman kelapa sawit, dan pemeliharaan. 1) Syarat Pertumbuhan a) Iklim Secara alami, tanaman kelapa sawit hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis dengan suhu optimal 350C. Tanaman ini memerlukan sinar matahari langsung dengan lama waktu penyinaran 5-7 jam setiap harinya. Oleh karena itu, tanaman kelapa sawit tidak dapat tumbuh di daerah yang kurang mendapatkan sinar matahai dan yang terlalu lembab. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit berkisar 1.500-4.000 mm/tahun dengan curah hujan optimal berkisar 2000-3000 mm/tahun (Sumarto 2010). Iklim bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit dapat dilihat di tabel 7. Tabel 7. Keadaan iklim bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit Keadaan Iklim
Baik
Sedang
Kurang Baik
Tidak Baik
200 – 2500
1800 - 2000
1600 - 1800
< 1500
0 – 150
150-250
250 - 400
> 400
< 10
< 10
< 10
> 10
Temperatur (0C)
22 – 33
22 – 33
22 - 33
22 – 33
penyiraman (jam)
6
6
<6
<6
Kelembaban (%)
80
80
< 80
< 80
Curah Hujan (mm) Defisit air/tahun (mm) Hari panjang tidak hujan
sumber : Sumarto (2010) b) Tanah Tanah yang baik untuk budidaya kelapa sawit harus mengandung banyak lempung, beraerasi baik, berdrainase baik, permukaan air tanah cukup dalam, tidak berbatu, dan subur. Selain 11
itu, tanah Latosol, Ultisol, dan Aluvial yang meliputi tanah gambut, dataran pantai, dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit. Derajat keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit berkisar antara 4-6. Ketinggian ideal bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit berkisar antara 1-400 m dpl (Sumarto 2010). 2) Penanaman Kelapa Sawit a) Pembukaan lahan Metode yang digunakan dalam pembukaan lahan tergantung pada vegetasi dan topografi lahan yang akan dibuka. Beberapa cara yang biasa diterapkan untuk pembukaan lahan, yaitu dengan cara manual, mekanis, dan kimia atau kombinasi dari ketiganya. Cara manual dilaksanakan pada area topografi mulai dari bergelombang sampai berbukit dengan vegetasi hutan sekunder atau semak belukar. Cara mekanis dilaksanakan pada areal topografi rata sampai bergelombang dengan cara vegetasi hutan sekunder, semak belukar, atau padang lalang. Cara kimia dilaksanakan pada semua topografi dengan vegetasi rerumputan dan lalang (Sumarto 2010). b) Penanaman kelapa sawit Penanaman kelapa sawit dimulai dengan pemacangan. Pemacangan ini dilakukan untuk menentukan titik tanam kelapa sawit. Setelah titik tanam telah ditentukan, tanah dibuat lubang dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm. Lubang tanam ini dibuat minimal 2 minggu sebelum tanam dilakukan dan diberi pupuk. Bibit tanaman kelapa sawit yang sudah berumur 8-10 bulan dan yang telah diseleksi kemudian ditanam ke tanah yang telah dilubangkan tersebut (Sumarto 2010). 3) Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM) dan pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM). Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan dan pemeliharaan tanaman menghasilkan yang dilakukan meliputi pengendalian gulma, pemeliharaan pokok, pengawetan tanah, pengendalian hama penyakit, dan pemupukan. a) Pengendalian gulma Gulma adalah setiap tumbuhan yang tumbuh tidak pada tempatnya yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman sawit mengalami gangguan. Pengendalian gulma bertujuan untuk memperkecil dan mengurangi kompetisi makanan antara tanaman pokok dan jenis tanaman penutup tanah dengan gulma (Sumarto 2010). b) Pengawetan tanah Untuk menjaga kesuburan tanah dari pengaruh erosi, maka lahan yang kemiringannya tinggi perlu dibuatkan teras individu. Teras individu yang dibuat tergantung dari besarnya kemiringan tanah tempat tanam (Sumarto 2010). c) Pengendalian hama dan penyakit Hama dan penyakit dapat mengganggu pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Pertumbuhan yang terganggu akan mempengaruhi produktivitas tanaman kelapa sawit baik itu bobot buah, kualitas buah, bahkan akan mengakibatkan tanaman mati sehingga tidak menghasilkan buah. Beberapa hama dan penyakit yang menyerang tanaman sawit antara lain : nematoda, tungau, ulat api, oil palm bunch moth, kumbang Oryctes, babi hutan, tikus, root blast, garis kuning, dan dry basal rot. Untuk menjaga keseimbangan ekosistem, pengendalian hama dan penyakit pada perkebunan kelapa sawit dapat menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.
12
Teknologi tersebut antara lain pengendalian dengan menggunakan mikroorganisme, feromon, dan biofungisida (Sumarto 2010). d) Pemupukan Pemupukan tiap kebun disusun berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu : dosis pupuk yang ditetapkan berdasarkan kemampuan tanah untuk memasok unsur hara untuk pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit, waktu pemberian pupuk yang ditetapkan berdasarkan pola curah hujan, dan intensitas pemberian pupuk yang ditetapkan berdasarkan penyebaran akar kelapa sawit di dalam tanah. Namun secara umum tanah tropis kekurangan unsur hara N, P dan K sehingga ketiga unsur hara tersebut harus ditambah melalui pemupukan anorganik. Pemberian pupuk pertama sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan dan kedua diakhir musim hujan (Sumarto 2010).
3.2.3
Proses Pemanenan Kelapa Sawit
Hasil utama yang dapat diperoleh dari Tandan Buah Sawit (TBS) ialah CPO yang terdapat pada daging buah dan inti sawit yang terdapat pada kernel. CPO dan inti sawit mulai terbentuk sesudah 100 hari setelah penyerbukan dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam buah minyak telah jenuh. Bila telah matang, buah sawit siap untuk dipanen. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan proses pemanenan, antara lain : persiapan panen, pemantauan kriteria matang buah, cara memanen, pemeriksaan panen harian, dan pengutipan hasil pemanenan. 1)
Persiapan panen Sebelum melakukan panen buah sawit yang telah matang, perlu dilakukan persiapan panen untuk mempermudah proses panen. Hal-hal yang perlu dipersiapkan adalah jalan dan alat dan bahan. Jalan merupakan faktor penunjang dalam pengumpulan produksi mulai dari pohon sampai ke pabrik, sedangkan alat dan bahan merupakan alat bantu selama proses pemanenan buah sawit (Naibaho 1998). 2)
Pemantauan kriteria matang buah Buah yang telah matang akan lepas dari bulirnya yang disebut dengan membrondol. Keadaan ini digunakan sebagai tolak ukur kematangan buah. Semakin banyak buah yang memberondol maka buah dinyatakan semakin matang. Untuk mempermudah pengolahan dan penyeragaman kualitas tandan maka ditetapkan kriteria matang panen didasarkan pada : a) Kandungan minyak dalam tandan semaksimal mungkin Tujuan dari budidaya kelapa sawit ialah untuk memproduksi CPO dan inti sawit. Oleh sebab itu ukuran yang dipakai bukan berat tandan per ha, akan tetapi jumlah minyak dan inti sawit per ha. Kandungan minyak sebagai ukuran kematangan dianjurkan adalah buah berondol, tetapi hal ini tidak mungkin dilakukan karena kesulitan dalam pengutipan brondolan dan kemungkinan besar persentase asam lemak bebas akan tinggi (Naibaho 1998). b) Kandungan asam lemak bebas yang rendah Umumnya konsumen menginginkan CPO dan inti sawit yang mengandung asam-asam lemak bebas yang rendah. Hal ini dapat dicapai jika buah yang dipanen masih mentah, tetapi memotong buah yang mentah akan menimbulkan masalah di pabrik yaitu rendahnya efisiensi minyak dan inti sawit (Naibaho 1998). c) Biaya panen yang ekonomis Biaya panen merupakan salah satu komponen biaya produksi. Biaya panen dipengaruhi :
13
i. Umur tanaman Tanaman muda lebih mudah dipanen daripada tanaman tua. Tanaman muda di panen dengan menggunakan dodos atau kampak, sedangkan tanaman tua dipanen dengan “egrek”. Pada tanaman tua lebih banyak brondolannya daripada tanaman muda dan akan membutuhkan tenaga yang lebih besar untuk mengutip brondolan yang umumnya berserakan disekitar pohon (Naibaho 1998). ii. Topografi areal Pelaksanaan panen pada tanah miring akan lebih sulit dibandingkan dengan tanah datar. Kesalahan kriteria matang pada tanah miring dapat menyebabkan efisiensi pengutipan brondolan yang rendah (Naibaho 1998). iii. Kematangan buah Buah mentah lebih mudah dipanen karena brondolan yang terdapat dipiringan setelah tandan dipotong sangat kecil, sedangkan buah lewat matang jumlah brondolan dipiringan akan lebih banyak dan membutuhkan tenaga tambahan (Naibaho 1998). iv. Kemampuan pemanen Kemampuan pemanen untuk melakukan panen dipengaruhi tenaga fisik pemanen. Untuk meningkatkan kemampuan pemanen mencapai target panen sering dibantu oleh istri dan anak (Naibaho 1998). 3)
Cara memanen Melalui jalan buah, pemanen melihat tanda-tanda buah yang matang. Untuk mempermudah pemotongan tandan buah, pelepah di bawah tandan buah yang menyangga dapat dipotong terlebih dahulu. Memotong pelepah harus merapat ke batang sehingga tidak ada sisa pelepah, hanya pangkal yang masih menempel ke batang. Buah yang telah selesai dipotong kemudian menuju Tempat Penyimpanan Hasil (TPH). Buah disusun di TPH secara berbaris 5 atau 10 dengan pangkal tandan mengarah ke atas dan brondolan ditumpuk menjadi satu pada tempat tersendiri. Setelah itu, buah diangkut menuju ke pabrik dengan segera untuk diolah menjadi CPO dan inti sawit. Pengangkutan dapat dilakukan dengan truk atau diantarkan langsung menuju pabrik (Naibaho 1998). 4)
Rotasi panen Kematangan setiap tandan yang akan dipanen bersifat heterogen. Oleh karena itu diperlukan jumlah pemanen yang cukup dengan pembagian berdasarkan perbandingan pemanenan dengan luas areal. Untuk mempermudah dan meningkatkan efisiensi panen maka dilakukan pembagian ancak panen yang akan dipanen sekali dalam seminggu. Dalam penetapan rotasi panen perlu dipertimbangkan beberapa faktor antara lain : kerapatan panen, baris borong,dan jumlah pemanen (Naibaho 1998). 5)
Pengutipan hasil pemanenan Tandan yang telah dipotong segera diangkat ke TPH yang berada dipinggir jalan kebun. Tandan diangkut dengan memakai keranjang pikul atau beko. Tandan umumnya terangkat kecuali tandan yang jatuh ke jurang atau lembah pada areal miring. Brondolan sering tinggal dipiringan dan tumbuh menjadi gulma. Pengumpulan brondolan semakin efektif jika diberlakukan premi brondolan yaitu pemberian premi bagi pemanen yang mengutip seluruh brondolan yang terdapat dipiringan. Pelaksanaan dan pemberian premi akan menguntungkan perusahaan dan pemanen. Pengutipan brondolan yang tidak bersih dapat menyebabkan penurunan mutu CPO. Buah yang ditinggal di lapangan dapat mengalami perubahan mutu buah yang disebabkan terjadinya proses hidrolisis yang 14
membentuk asam lemak bebas. Hal ini dapat terjadi karena kondisi jalan yang rusak sehingga pengangkutan buah terganggu, alat angkut yang terbatas, dan stagnasi di pabrik (Naibaho 1998). 6)
Mutu tandan buah sawit Tandan buah sawit yang diterima di pabrik hendaknya memenuhi persyaratan bahan baku, yaitu tidak menimbulkan kesulitan dalam proses ekstraksi CPO dan inti sawit. Sebelum buah diolah perlu dilakukan sortasi dan penimbangan di loading ramp. Tandan yang telah tiba di pabrik perlu diketahui mutunya dengan cara visual yang dilakukan ditempat penerimaan buah. Pengujian dan sortasi panen sebaiknya dilakukan pada setiap truk yang tiba di pabrik, tetapi hal ini tidak ekonomis sehingga sortasi dilakukan dengan acak (Naibaho 1998). Penilaian terhadap mutu TBS didasarkan pada standar fraksi tandan dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Spesifikasi fraksi TBS
Fraksi
Istilah
Kriteria
00 0 1
mentah sekali Mentah kurang matang
brondolan 0 brondolan 1 - 12.5 % buah luar brondolan 12.5 - 25 % permukaan luar
2 3 4
matang I matang II lewat matang
brondolan 25 - 50 % permukaan luar brondolan 50 - 75 % permukaan luar brondolan 75 - 100 %
Ranum
buah dalam ikut membrondol
Sumber : Naibaho (1998) Penimbunan buah yang bermalam di loading ramp dapat menurunkan mutu CPO, yang lebih cepat dari keadaan penimbunan di lapangan. Hal ini disebabkan derajat kelukaan buah yang tinggi akibat frekuensi benturan mekanis lebih banyak dialami setelah sampai di pabrik dan jika ditimbun makan proses hidrolisis akan berjalan dengan cepat.
3.3
Industri Kelapa Sawit
CPO (Crude Palm Oil) dan KPO (Kernel Palm Oil) merupakan produk hulu industri kelapa sawit. CPO dihasilkan melalui perebusan dan pemerasan daging buah, sedangkan KPO berasal dari inti sawit yang di press atau diekstrasi dengan pelarut. Proses produksi CPO dan KPO yang menghasilkan produk ikutan yang cukup memiliki nilai komersial seperti tempurung, serat, tandan kosong dan sludge. Tempurung dapat diolah lebih lanjut menjadi briket arang sebagai bahan bakar atau karon aktif untuk bahan penyerap. Serat dan tandan kosong dapat diolah lebih lanjut untuk mendapatkan selulosa atau langsung digunakan sebagai bahan bakar, sedangkan sludge dapat digunakan sebagai komponen makanan ternak. CPO dan inti sawit merupakan salah satu jenis minyak nabati yang tidak hanya digunakan untuk keperluan pangan, tetapi juga diperuntukkan bagi aneka keperluan industri non pangan (Bagun 2006).
3.3.1
Perkembangan Industri Kelapa Sawit di Indonesia
Kelapa sawit sebagai penghasil CPO dan KPO merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. 15
Berkembangnya sub-sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif, terutama kemudahan dalam hal perijinan dan bantuan subsidi investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat dengan pola PIR-Bun dalam hal pembukaan wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta. Peta penyebaran dan produksi CPO di Indonesia dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Peta penyebaran dan produksi CPO di Indonesia (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007)
3.3.2
Sistem Pengolahan Kelapa Sawit
Ada beberapa tahapan penting dalam mengolah buah kelapa sawit menjadi CPO dan inti sawit. Tahapan tersebut antara lain : 1)
Stasiun penerimaan buah Stasiun ini adalah stasiun pertama dalam proses pembuatan CPO dari TBS. Pada stasiun ini, buah sawit yang telah dipanen dari kebun akan ditimbang bobotnya. Penimbangan ini dilakukan dengan menimbang bobot buah kelapa sawit dengan truk yang kemudian dikurangi dengan bobot truk kosong. Bobot kelapa sawit akan didapatkan dari hasil pengurangannya. Bobot yang diperoleh akan menjadi landasan apakah pabrik akan berproduksi atau tidak karena bila bobot yang diperoleh dibawah bobot minimum, pabrik akan mengalami kerugian pada biaya produksi dan upah pekerja. Selain itu, penerimaan dan penimbangan buah sawit ini menjadi stasiun pertama yang paling menentukan hasil pabrik yang dalam hal ini adalah jumlah CPO yang akan dihasilkan (PTPN XIII 2005). 2)
Stasiun perebusan Setelah ditimbang dan diperoleh bobot buah kelapa sawit, TBS kemudian direbus dengan menggunakan panas uap bertekanan. Perebusan ini dilakukan untuk menonaktifkan enzim-enzim lipase yang dapat menaikkan asam lemak bebas (ALB) dimana enzim lipase akan non aktif pada suhu 450C. Perebusan juga berguna untuk memudahkan proses pelepasan berondolan dari janjang. 16
Perebusan ini melunakkan berondolan sehingga memudahkan pemisahan antara daging buah dan biji pada proses digestion dan devericarper. Selain itu, proses perebusan juga berguna untuk memudahkan pemisahan minyak dari ampasnya saat di press dan mengurangi kadar air pada biji sehingga memudahkan pemecahan dan menaikkan efisiensi pemecahan biji (PTPN XIII 2005). 3)
Stasiun threshing Buah kelapa sawit yang telah direbus kemudian akan ditebah. Proses penebahan ini merupakan proses pemisahan berondolan dari janjangan. Proses ini akan memisahkan buah sawit dengan tandannya. Buah sawit yang telah terpisah dari tandannya akan dibawa dengan fruit conveyor dan fruit elevator menuju digester. Sementara itu, tandan kosong akan diaplikasikan ke kebun sawit dan dijadikan uap untuk menghasilkan energi selama proses produksi CPO berlangsung (PTPN XIII 2005). 4)
Stasiun digester dan press Buah kelapa sawit yang telah dipisahkan dari tandannya kemudian akan dibawa menuju digester. Fungsi dari digestion (pengadukan) antara lain : melepaskan sel-sel minyak dari daging buah dengan cara mencabik dan mengaduknya, memisahkan daging buah dengan biji, menghomogenkan massa berondolan sebelum menuju alat press, dan mempertahankan temperatur massa campuran agar tetap pada suhu 90-950C untuk dapat menghasilkan pengutipan minyak yang efektif pada masa pengepresan. Setelah dilakukan pengadukan, buah sawit yang telah dicabik masuk ke dalam alat press. Tujuan pengepressan adalah untuk mengekstraksi CPO kasar dari buah yang telah dicabik (PTPN XIII 2005). Stasiun devericarper Produk sisa dari hasil ekstraksi minyak pada buah adalah press cake. Press cake ini terdiri dari fiber dan biji. Fiber dan biji akan dipisahkan dimana fiber akan dibawa menuju fiber cyclone sebagai penampung dan biji akan diproses lebih lanjut untuk mendapatkan kernel. Fiber akan dipakai sebagai bahan bakar untuk menjalankan ketel uap sebagai sumber tenaga selama proses produksi CPO. Proses di stasiun devericarper melewati proses pemecahan gumpalan cake, proses pengeringan ampas cake dan proses pemisahan fiber dan biji (PTPN XIII 2005). 5)
6)
Stasiun kernel recovery Tujuan kernel recovery adalah untuk mengekstraksi inti (kernel) dari cangkangnya. Pertama, biji dipisahkan dari batu-batuan dan bahan-bahan metal yang akan mengganggu proses pemecahan biji. Setelah itu, biji dibawa menuju nut silo untuk dikeringkan dengan pemanasan sehingga memudahkan pemecahan cangkang dengan kernelnya. Setelah biji dipanaskan, biji dibawa menuju nut cracker untuk memecahkan kernel dengan cangkangnya. Kernel dan cangkangnya dipisahkan dimana cangkang akan di bawa dengan shell elevator menuju shell hopper dan kernel dibawa dengan kernel elevator menuju kernel silo untuk dipanaskan. Kernel dipanaskan dengan tujuan untuk menghasilkan kernel dengan kadar air kurang dari 7%. Cangkang dipakai sebagai bahan ketel uap (PTPN XIII 2005). 7)
Stasiun klarifikasi Proses klarifikasi adalah proses pemurnian dari minyak kasar yang telah dihasilkan dari proses sebelumnya. Tahapan proses di stasiun klarifikasi adalah tahap penyaringan crude oil dengan vibrating screen, tahap pemisahan minyak pada tangki, tahap pemurnian minyak, tahap pengambilan 17
minyak dari slludge, dan tahaap pengurangann kadar air. Peenyaringan cruude oil dengan vibrating screeen m b berfungsi untuuk memisahkann pasir, fiber, dan kotoran laainnya. Setelahh itu crude oill dibawa menuuju C Continous Setttling Tank (C CST) untuk dipisahkan d minnyaknya. Selama holding di d CST, minyyak d dipisahkan den ngan lumpur / sludge s untuk mendapatkan m minyak m yang m murni. Minyak dari d CST dibaw wa m menuju oil tan nk yang sebeluumnya melewati vibro, sedaangkan lumpurr dibawa menuju sludge tannk. L Lumpur yang telah t terpisah dari d minyak m murni kemudiann diekstrak kem mbali untuk mendapatkan m sissas sisa minyak yang terpisahh. Tujuannya adalah untukk menghasilkaan losis seminnimal mungkiin. P Pemisahan lum mpur dari miny yak sisa ini deengan mengguunakan sludge separator. Miinyak yang tellah d didapatkan darri sludge tank kemudian k dibaw wa kembali meenuju oil tank yang y sudah terrisi dengan crude o murni dari CST. Crude pa oil alm oil dibawaa menuju oil pu urifier kemudian menuju vaccuum drier untuuk m mengurangi kaadar air kurangg dari 0.2 %. Crrude palm oil murni m disimpann di dalam storrage tank hinggga s siap untuk dippasarkan (PTPN N XIII 2005)... Skema proses secara umuum pengolahann pabrik minyyak s sawit dapat dilihat pada gambbar 5.
G Gambar 5. Skeema proses penngolahan pabrikk minyak sawit (Anonim 20005)
3 3.4
Minyyak Kelapa a Sawit
Produuk utama yang diperoleh darii tanaman kelappa sawit ialah CPO dan KPO O yang tergolonng ddalam lipida. Lipida adalahh suatu kelomppok senyawa heterogen yanng berhubungaan dengan asaam l lemak, termasuuk biomolekul yang tidak llarut atau sebaagian larut dallam air namunn larut di dalaam p pelarut organikk seperti eter, kloroform, daan lain-lainnya. CPO yang berasal dari dagging buah terddiri d asam lemaak jenuh dan tiidak jenuh, yanng sebagian besar terdiri dari asam palmitatt (Pusat Data dan dari d I Informasi Departemen Perind dustrian 2007)
3 3.4.1 Kom mposisi Kimia Minyak Kelapa K Saw wit CPO yang berasal dari daging buuah terdiri darri asam lemakk jenuh dan assam lemak tiddak jjenuh. Minyak k kelapa sawit dan inti minyyak kelapa saw wit merupakan susunan dari asam lemak dan d 18
gliserol yang mengalami esterifikasi. Komposisi terbesar yang terkandung dalam minyak kelapa sawit adalah asam palmitat. Selain itu, minyak sawit mengandung mikronutiren aktif seperti betakaroten, tokotrienol, likopen, vitamin, dan magnesium. Komposisi CPO dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor perlakuan (Naibaho 1998). Komposisi asam lemak buah sawit dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Komposisi asam lemak buah sawit No
Uraian
1 2 3 4
Komposisi Asam Lemak C 14-0
C 16-0
C 18-0
C 18-1
C 18-2
C 18-3
Busuk Segar Layu Fraksi 0, dalam
1.3769 1.2190 1.1468 0.9252
46.3863 46.3985 46.0487 45.3629
3.2911 3.9306 3.8872 3.6250
35.7920 37.0420 37.2485 38.9411
12.4602 11.1178 11.3459 10.8826
0.3536 0.2799 0.2760 0.1913
5 6 7 8 9
fraksi 0, luar Fraksi 1, dalam fraksi 1, luar Fraksi 2, dalam fraksi 2, luar
1.0826 0.7579 0.9994 0.9601 1.3405
42.2841 43.7403 42.5458 45.8088 45.8350
4.2688 3.7608 4.5570 3.9352 4.3650
40.9504 41.2500 40.6824 38.0808 36.0821
11.0322 10.2118 10.8517 11.0056 12.0247
0.1946 0.2094 0.2798 0.1952 0.2786
10 11 12 13
Fraksi 3, dalam fraksi 3, luar Fraksi 4, dalam fraksi 4, luar
1.1902 1.4119 0.8363 1.1614
47.5905 45.5444 46.8250 46.9187
4.0864 4.1446 3.9590 4.3070
35.7292 36.4462 37.6353 35.3227
11.0704 12.0852 10.5946 11.8788
0.2008 0.2532 0.1896 0.3718
Sumber : Naibaho (1998)
3.4.2
Standar Mutu Crude Palm Oil (CPO) dan Inti Sawit
Mutu CPO dan inti sawit dapat dibedakan menjadi dua arti, yaitu pertama bersifat murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu CPO dan inti sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium. Namun yang menjadi perhatian adalah pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Kebutuhan mutu CPO dan inti sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masing-masing berbeda. Rendahnya mutu CPO dan inti sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan pasca panen, atau kesalahan selama proses dan pengangkutan. Standar kualitas minyak kelapa sawit dan inti sawit yang baik dapat dilihat pada tabel 10.
19
Tabel 10. Standar kualitas minyak dan inti sawit
Karakteristik Kualitas CPO Kadar asam lemak bebas (ALB) Kadar air Kadar kotoran Deteoration of Bleach Index (DOBI) Bilangan Peroksida Bilangan Anisidine Total oksigen kadar Fe Kadar Cu Bleachability Kualitas Inti Sawit kadar air Kadar kotoran Inti pecah Inti berubah warna
Batas < 3,5 % dan < 4,0 % < 0,1 % min 5 mek < 5 mek < 10 mek < 20 mek < 3 ppm < 0,3 ppm <2R < 20 Y maks 7 % maks 6 % < 25 % < 40 %
Sumber : Naibaho (1998)
3.5
Supply Chain Management (SCM)
Supply chain management (SCM) dapat diistilahkan sebagai jaringan logistik. SCM membahas keterkaitan antara beberapa stakeholder seperti suplier bahan baku, pabrik pengolahan, gudang penyimpanan, bagian distribusi, dan outlet-outlet pengecer yang kesemuanya berhubungan dengan fasilitas. Hal-hal penting yang dipengaruhi oleh fasilitas tersebut antara lain bahan mentah, inventaris kerja selama proses, dan produk akhir. Rantai SCM selalu dimulai dengan adanya suatu rencana yang telah disusun dengan matang. Rencana ini akan memberikan stimulasi kepada suplier sebagai penghasil bahan baku mentah untuk memberikan respon sesuai dengan yang telah direncanakan. Respon dari suplier tersebut akan berdampak bagi pabrik pengolahan sebagai stakeholder yang berperan dalam mengolah bahan baku dari suplier menjadi produk setengah jadi atau produk jadi. Gudang penyimpanan dan bagian distribusi akan mengirimkan produk-produk hasil pengolahan kepada konsumen sebagai pembeli akhir (Farris and Hutchison 2002). Rantai supply chain management dapat dilihat pada gambar 6.
20
Gambar 6. Rantai supply chain management (RSPO Supply Chain 2002) SCM melakukan pendekatan yang berintergrasi secara efisien antara suplier, pengolah, gudang penyimpanan, pusat distribusi, hingga konsumen yang dimana terdapat aliran material, aliran informasi, dan aliran dana. Pendekatan ini akan menghasilkan produk yang didistribusikan dengan jumlah yang tepat, tempat tujuan yang tepat, dan waktu yang tepat. Sistem ini secara umum akan meminimalkan pengeluaran dengan tingkat pelayanan yang memuaskan. Kunci agar SCM efektif antara lain: informasi yang tepat, komunikasi yang lancar, adanya sikap saling mendukung, dan saling percaya. Elemen rangkaian persediaan terdiri atas tiga aspek yaitu aspek strategi, aspek taktika, dan aspek operasional. Aspek strategi merupakan bentuk rangkaian persediaan dalam jangka waktu tahunan. Aspek ini berfokus pada penambahan sumber pendapatan perusahaan. Aspek taktikal merupakan bentuk rangkaian persediaan dalam jangka waktu bulanan. Aspek ini merancang bentuk produksi dan distribusi yang akan membantu sumber alokasi. Aspek operasional merupakan bentuk rangkaian persediaan dalam jangka waktu mingguan atau harian. Aspek ini berfokus pada rancangan jadwal pengiriman produk (Chopra dan Meindl 2001) Penyusunan SCM tidaklah mudah karena adanya ketidaktentuan yang saling berkaitan pada setiap rangkaian persediaan seperti waktu perjalanan, rusaknya mesin dan kendaraan, cuaca yang tidak mendukung, perang, kebijakan politik, kondisi tenaga kerja, dan isu-isu yang sedang berkembang. Kompleksitas dari masalah-masalah tersebut dapat terjadi secara bersamaan yang akan mempersulit pelaksanaan SCM yang baik. Namun bila dapat dikendalikan dengan baik, sistem ini akan meminimalkan pengeluaran internal, mengurangi ketidaktentuan, dan membantu dalam memprediksi ketidaktentuan lainnya. Pentingnya sistem SCM antara lain dapat membantu perusahaan dalam menentukan ketidaktentuan lingkungan dengan menyelaraskan antara permintaan dan persediaan. Sistem ini akan memperpendek alur produk dengan menghasilkan produk dengan bantuan teknologi tinggi karena kecilnya kesempatan dalam mengakumulasikan data-data permintaan konsumen dan semakin banyaknya produk yang berkompetisi sehingga menyulitkan perusahaan untuk memprediksi permintaan. Pertumbuhan teknologi seperti internet akan meningkatkan peran rangkaian persediaan sebagai suatu rantai yang berkaitan.
21
IV.
METODOLOGI PENELITIAN
Pengambilan data dilakukan melalui observasi dan wawancara lapangan yang dilakukan pada bulan Maret – April 2011 di Kebun Sawit Inti Gunung Meliau, Sungai Dekan, Gunung Mas dan Pabrik minyak sawit (PMS) Gunung Meliau milik PTPN XIII. Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem Suply Chain Management (SCM) dalam rangka meningkatkan kualitas dan produktivitas CPO dan inti sawit produksi PMS Gunung Meliau. Penelitian dilakukan secara bertahap dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Observasi dan pengumpulan data dilakukan selama periode bulan Maret - April 2011 yang berfokus di PMS Gunung Meliau. Data-data yang diambil antara lain : TBS diterima PMS Gunung Meliau dari kebun inti, kebun plasma, dan kebun pihak ketiga; buah restan awal; buah diolah; buah restan akhir; waktu olah; kapasitas olah; produksi CPO; rendemen CPO; kadar ALB CPO; kadar air CPO; kadar kotoran CPO; produksi inti sawit; rendemen inti sawit; kadar ALB inti sawit; kadar air inti sawit; kadar kotoran inti sawit; total kehilangan CPO; total kehilangan inti sawit; fraksi buah diterima PMS Gunung Meliau; dan kadar betakaroten yang diambil pada sampel khusus di kebun inti Gunung Mas. 2. Pengolahan dan analisis data yang telah didapatkan di PMS Gunung Meliau untuk mencari sumber permasalahan terkait produktivitas dan kualitas. Pengolahan dan analisis data meliputi : perbandingan TBS diterima PMS Gunung Meliau dari kebun-kebun inti; perbandingan dan persentase TBS diterima PMS Gunung Meliau dari kebun inti, plasma, dan pihak ketiga; waktu kedatangan TBS setiap harinya; persentase buah diolah dan direstan; perbandingan persentase kadar ALB CPO dan inti sawit produksi dengan standar mutu; perbandingan presentase kadar air CPO dan inti sawit produksi dengan standar mutu; perbandingan persentase kadar kotoran CPO dan inti sawit dengan standar mutu; perbandingan total kehilangan CPO dan inti sawit dengan batas toleransi; persentase CPO dan inti sawit yang dihasilkan dibandingkan dengan RKAP; persentase rendemen CPO dan inti sawit dibandingkan dengan target perusahaan; persentase fraksi TBS yang diterima; dan maksimal rendemen yang mungkin didapat dari fraksi TBS yang diterima PMS Gunung Meliau. 3. Pengidentifikasian permasalahan dalam supply chain terkait produktivitas dan kualitas CPO dan inti sawit produksi PMS Gunung Meliau. Menurut Muhandri dan Kadarisman (2008), diagram ishikawa berguna untuk mengetahui faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah. Penggunaan diagram Ishikawa dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan memecahkan masalah. Diagram Ishikawa adalah perangkat grafis yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi, mengekspolrasi, dan menggambarkan permasalahan serta hubungan sebab akibat dari permasalahan tersebut. Diagram ini sering disebut sebagai diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan. 4. Pemberian solusi terhadap permasalahan Suppy Chain berdasarkan pemetaan yang telah dilakukan dengan metode Supply Chain Management (SCM)
22
Keunggulan Kompetitif
Keunggulan Nilai
Keunggulan Produktivitas Rantai Nilai
Kegiatan Pendukung Kegiatan Primer
Supply Chain Management Operasional Excellence
Observasi Identifikasi Analisis
Diagram Ishikawa
Pemberian solusi Gambar 7. Kerangka konseptual penelitian Supply Chain Management (SCM) dirancang melalui tahapan-tahapan observasi. Observasi dilakukan di sepanjang rantai perjalanan bahan baku TBS dari kebun hingga ke PMS Gunung Meliau untuk diolah menjadi CPO dan inti sawit. Hasil observasi tersebut kemudian dijadikan sebagai dasar dalam melakukan identifikasi dan analisis dengan menggunakan Diagram Ishikawa. Pemberian solusi yang rasional dapat dilakukan setelah permasalahan telah ditemukan. Sistem SCM ini diharapkan dapat meningkatkan operasional excellence pada perusahaan sehingga dengan adanya kegiatan primer dan kegiatan pendukung, keunggulan kompetitif perusahaan dapat tercapai.
23
V. 5.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil yang diperoleh selama periode Maret 2011 adalah data operasional PMS Gunung Meliau, distribusi penerimaan TBS di PMS Gunung Meliau, distribusi penerimaan fraksi TBS di PMS Gunung Meliau, dan rendemen maksimal yang mungkin diperoleh dari fraksi TBS yang diterima oleh PMS Gunung Meliau. Data-data ini diperoleh secara observasi, pengujian, dan perhitungan berdasarkan rumus-rumus tertentu.
5.1.1 1.
Data operasional PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 Data operasional PMS Gunung Meliau tanggal 01 Maret 2011 s.d. 05 Maret 2011 Buah Diterima Pencapaian (1/03/2011)
Pencapaian (2/03/2011)
Pencapaian (3/03/2011)
Pencapaian (4/03/2011)
Pencapaian (5/03/2011)
400,070
399,650
387,110
319,110
89,500
Gunung Meliau (kg)
227,480
176,770
182,460
136,170
30,240
Sungai Dekan (kg)
98,120
95,680
101,650
88,290
5,890
Gunung Mas (kg)
74,470
127,200
103,000
94,650
53,370
Kebun Plasma (kg)
10,240
45,400
2,560
7,700
3,450
Pihak Ketiga (kg)
186,150
164,240
172,830
111,400
0
596,460
609,290
562,500
438,210
92,950
131,400
177,860
162,150
174,650
196,360
727,860
787,150
No
Uraian
Target
Buah Diterima
Kebun Inti 1
Jumlah (kg) 2
Buah Restan Awal (kg)
724,650
612,860
289,310
3
Buah Diolah (kg)
Total TBS Hari Ini (kg)
550,000
625,000
550,000
416,500
0
4
Buah Restan akhir (kg)
177,860
162,150
174,650
196,360
289,310
Jam Kerja (jam)
13.0
11,5
10,0
8.0
0.0
Jam Mulai Pengolahan (Jam)
12.00
12.00
12.00
12.00
-
Jam Stop Pengolahan (Jam)
01.00
23.30
22.00
20.00
-
Kapasitas Olah (TBS /Jam)
50.000
54,348
55,000
52,063
0
Produksi CPO aktual (kg)
116,059
132,177
116,219
88,078
0
Produksi CPO dari RKAP (kg)
124,246
141,448
124,661
94,682
0
5
6 7 8
9
10 11
Rendemen Minyak (%)
22.5
21.100
21,150
21.130
21.150
-
ALB Minyak Produksi (%)
3.5
3.730
3.880
3.510
2.850
-
Kadar Air Minyak Produksi (%)
0.15
0.220
0.300
0.280
0.250
-
Kadar Kotoran Minyak Produksi (%)
0.02
0.020
0.020
0.020
0.019
-
Produksi inti sawit Aktual (kg)
26,550
32,670
27,540
21,780
0
Produksi inti sawit dari RKAP (kg)
25,856
29,348
25,750
19,521
0
4.830
5.230
5.010
5.230
-
Rendemen inti sawit (%)
4.8
24
ALB Inti Produksi (%)
2.00
1.040
1.060
1.000
1.010
-
Kadar Air Inti Produksi (%)
7.00
7.690
7.780
7.540
7.680
-
Kadar Kotoran Inti Produksi (%)
6.00
9.600
8.900
9.630
9.890
-
13
Total Kehilangan CPO (%)
1.65
1.700
1.690
1.690
1.690
-
14
Total kehilangan inti sawit (%)
0.6
0.590
0.590
0.590
0.590
-
12
2.
Data operasional PMS Gunung Meliau tanggal 07 Maret 2011 s.d. 11 Maret 2011 Buah Diterima Pencapaian (07/03/2011)
Pencapaian (08/03/2011)
Pencapaian (09/03/2011)
Pencapaian (10/03/2011)
Pencapaian (11/03/2011)
480,380
411,880
450,190
428,070
347,310
Gunung Meliau (kg)
258,750
194,760
200,210
184,860
167,450
Sungai Dekan (kg)
77,230
88,220
114,010
120,340
76,670
Gunung Mas (kg)
144,400
128,900
135,970
122,870
103,190
Kebun Plasma (kg)
29,130
28,230
26,400
30,630
23,160
Pihak Ketiga (kg)
244,230
107,000
137,460
126,490
166,360
753,740
547,110
614,050
585,190
536,830
No
Uraian
Target
Buah Diterima Kebun Inti 1
Jumlah (kg) 2
Buah Restan Awal (kg) Total TBS Hari Ini (kg)
289,310
193,050
215,160
154,210
167,400
1,043,050
740,160
829,210
739,400
704,230
3
Buah Diolah (kg)
850,000
525,000
675,000
572,000
561,000
4
Buah Restan akhir (kg)
193,050
215,160
154,210
167,400
143,230
16.0
10.0
12.3
10.5
10.5
Jam Kerja (jam) 5
6 7 8
9
10 11 12
Jam Mulai Pengolahan (Jam)
07.00
13.00
13.00
13.00
12.00
Jam Stop Pengolahan (Jam)
23.00
23.00
01.15
01.15
22.30
Kapasitas Olah (TBS /Jam)
53,125
52,500
55,102
54,476
53,429
Produksi CPO aktual (kg)
181,985
111,613
144,409
122,378
120,093
Produksi CPO dari RKAP (kg)
192,544
119,665
154,056
130,164
126,932
22.5
21.410
21.260
21.390
21.390
21.410
ALB Minyak Produksi (%)
3.5
3.690
3.340
3.300
3.340
3.460
Kadar Air Minyak Produksi (%)
0.15
0.280
0.300
0.270
0.290
0.290
Kadar Kotoran Minyak Produksi (%)
0.02
0.020
0.021
0.020
0.020
0.020
42,120
26,370
31,680
26,010
26,370
Rendemen Minyak (%)
Produksi Inti Sawit Aktual (kg) Produksi Inti Sawit dari RKAP (kg)
39,764
24,671
31,725
26,876
26,260
Rendemen Inti Sawit (%)
4.8
4.960
5.020
4.690
4.550
4.700
ALB Inti Produksi (%)
2.00
0.950
0.920
0.980
1.020
0.980
Kadar Air Inti Produksi (%)
7.00
7.490
7.500
7.470
7.550
7.240
Kadar Kotoran Inti Produksi (%)
6.00
9.380
9.960
9.920
8.540
9.280
13
Total Kehilangan CPO (%)
1.65
1.710
1.690
1.680
1.700
1.690
14
Total kehilangan Inti Sawit (%)
0.6
0.580
0.590
0.600
0.600
0.610
25
3.
Data operasional PMS Gunung Meliau tanggal 12 Maret 2011 s.d. 16 Maret 2011
Buah Diterima
No
Uraian
Target
Buah Diterima Kebun Inti 1
Gunung Meliau (kg)
Pencapaian (13/03/2011)
Pencapaian (14/03/2011)
Pencapaian (15/03/2011)
Pencapaian (16/03/2011)
397,710
111,490
461,930
407,630
472,880
194,600
92,650
238,800
198,780
231,650
Sungai Dekan (kg)
68,790
0
68,150
72,740
107,770
Gunung Mas (kg)
134,320
18,840
154,980
136,110
133,460
Kebun Plasma (kg)
40,840
0
50,080
39,690
70,610
Pihak Ketiga (kg)
176,670
0
360,720
324,900
211,150
615,220
111,490
872,730
772,220
754,640
143,230
157,850
269,340
142,070
104,920
Jumlah (kg) 2
Pencapaian (12/03/2011)
Buah Restan Awal (kg)
758,450
269,340
1,142,070
914,290
859,560
3
Buah Diolah (kg)
600,600
0
1,000,000
809,370
729,810
4
Buah Restan akhir (kg)
Total TBS Hari Ini (kg)
5
6 7 8
9
10 11 12
13 14
157,850
269,340
142,070
104,920
129,750
Jam Kerja (jam)
11.0
0.0
19.0
15.0
13.0
Jam Mulai Pengolahan (Jam)
12.00
-
08.00
10.00
11.00
Jam Stop Pengolahan (Jam)
22.30
-
03.00
01.00
24.00
Kapasitas Olah (TBS /Jam)
54,600
0
52,632
53,958
56,139
Produksi CPO aktual (kg)
128,651
0
214,477
173,729
156,357
Produksi CPO dari RKAP (kg)
135,592
0
224,776
181,244
164,402
Rendemen Minyak (%)
22.5
21.420
-
21.450
21.460
21.420
ALB Minyak Produksi (%)
3.5
4.010
-
3.850
3.760
4.480
Kadar Air Minyak Produksi (%)
0.15
0.270
-
0.340
0.320
0.229
Kadar Kotoran Minyak Produksi (%)
0.02
0.020
-
0.020
0.020
0.021
Produksi Inti Sawit Aktual (kg)
28,530
0
49,590
37,090
30,330
Produksi Inti Sawit dari RKAP (kg)
28,095
0
46,711
37,655
34.211
Rendemen Inti Sawit (%)
4.8
4.750
-
4.960
4.580
4.160
ALB Inti Produksi (%)
2.00
0.930
-
0.980
0.940
1.000
Kadar Air Inti Produksi (%)
7.00
7.620
-
7.580
7.460
7.940
Kadar Kotoran Inti Produksi (%)
6.00
9.150
-
9.330
9.650
9.800
Total Kehilangan CPO (%)
1.65
1.700
-
1.690
1.700
1.690
Total kehilangan Inti Sawit (%)
0.6
0.600
-
0.610
0.600
0.599
26
4.
Data operasional PMS Gunung Meliau tanggal 17 Maret 2011 s.d. 21 Maret 2011
Buah Diterima No
Uraian
Target
Buah Diterima Gunung Meliau (kg) Kebun Inti 1
Pencapaian (18/03/2011)
Pencapaian (19/03/2011)
Pencapaian (20/03/2011)
Pencapaian (21/03/2011)
448,680
451,500
370,610
214,100
265,850
200,090
203,560
175,280
160,240
120,410
Sungai Dekan (kg)
97,230
107,900
87,130
23,400
54,710
Gunung Mas (kg)
151,360
140,040
108,200
30,460
90,730
Kebun Plasma (kg)
91,660
86,860
55,100
9,410
14,700
Pihak Ketiga (kg)
229,170
246,440
174,920
0
126,770
769,510
784,800
600,630
223,510
407,320
129,750
124,260
112,260
123,290
346,800
Jumlah (kg) 2
Pencapaian (17/03/2011)
Buah Restan Awal (kg)
899,260
909,060
712,890
346,800
754,120
3
Buah Diolah (kg)
775,000
796,800
589,600
0
625,000
4
Buah Restan akhir (kg)
124,260
112,260
123,290
346,800
129,120
Total TBS Hari Ini (kg)
5
6 7 8
9
10 11 12
13 14
Jam Kerja (jam)
14.0
14.0
14.0
0.0
11.0
Jam Mulai Pengolahan (Jam)
12.30
10.00
10.00
-
08.00
Jam Stop Pengolahan (Jam)
02.30
24.00
24.00
-
19.00
Kapasitas Olah (TBS /Jam)
55,357
56,914
54,847
0
56,818
Produksi CPO aktual (kg)
165,369
170,834
126,469
0
132,884
Produksi CPO dari RKAP (kg)
174,122
178,947
132,762
0
142,692
Rendemen Minyak (%)
22.5
21.340
21.440
21.450
-
21.260
ALB Minyak Produksi (%)
3.5
4.330
3.870
3.710
-
3.940
Kadar Air Minyak Produksi (%)
0.15
0.310
0.280
0.290
-
0.300
Kadar Kotoran Minyak Produksi (%)
0.02
0.020
0021
0.019
-
0.021
Produksi Inti Sawit Aktual (kg)
34,920
37,350
30,870
0
29,880
Produksi Inti Sawit dari RKAP (kg)
36,243
37,250
27,610
0
29,519
Rendemen Inti Sawit (%)
4.8
4.510
4.690
5.240
-
4.780
ALB Inti Produksi (%)
2.00
0.960
1.020
1.000
-
0.930
Kadar Air Inti Produksi (%)
7.00
7.680
7.620
7.500
-
7.290
Kadar Kotoran Inti Produksi (%)
6.00
9.650
9.410
9.288
-
9.150
Total Kehilangan CPO (%)
1.65
1.700
1.680
1.710
-
1.690
Total kehilangan Inti Sawit (%)
0.6
0.599
0.590
0.600
-
0.610
27
5.
Data operasional PMS Gunung Meliau tanggal 22 Maret 2011 s.d. 26 Maret 2011
Buah Diterima No
Uraian
Target
Buah Diterima
Kebun Inti 1
Gunung Meliau (kg) Sungai Dekan (kg) Gunung Mas (kg)
Pencapaian (23/03/2011)
Pencapaian (24/03/2011)
Pencapaian (25/03/2011)
Pencapaian (26/03/2011)
440,680
373,520
434,120
364,340
383,400
209,960
190,070
215,800
178,160
183,410
80,710
82,220
76,860
74,540
77,930
150,010
101,230
141,460
111,640
122,060
Kebun Plasma (kg)
9,400
2,560
4,160
5,110
5,580
Pihak Ketiga (kg)
55,040
58,340
121,000
124,540
131,380
505,120
434,420
559,280
493,990
520,360
129,120
209,240
166,660
175,940
198,180
Jumlah (kg) 2
Pencapaian (22/03/2011)
Buah Restan Awal (kg)
634,240
643,660
725,940
669,930
718,540
3
Buah Diolah (kg)
425,000
477,000
550,000
471,750
550,000
4
Buah Restan akhir (kg)
209,240
166,660
175,940
198,180
168,540
8.0
9.0
10.0
9.0
10.3
Total TBS Hari Ini (kg)
Jam Kerja (jam) 5
6 7 8
9
10 11 12
13 14
Jam Mulai Pengolahan (Jam)
13.00
13.00
12.00
13.00
12.00
Jam Stop Pengolahan (Jam)
21.00
22.00
22.00
22.00
22,15
Kapasitas Olah (TBS /Jam)
53,125
53,000
55,000
52,417
53,659
Produksi CPO aktual (kg)
90,434
101,532
116,868
100,933
117,839
Produksi CPO dari RKAP (kg)
97,811
110,018
125,711
107,361
125,462
Rendemen Minyak (%)
22.5
21.280
21.290
21.250
21.400
21.430
ALB Minyak Produksi (%)
3.5
4.220
3.700
4.030
3.670
4.400
Kadar Air Minyak Produksi (%)
0.15
0.280
0.290
0.300
0.240
0.299
Kadar Kotoran Minyak Produksi (%)
0.02
0.020
0.020
0.021
0.020
0.021
Produksi Inti Sawit Aktual (kg)
20,430
24,930
28,350
23,670
23,400
Produksi Inti Sawit dari RKAP (kg)
20,058
22,570
25,844
22,120
25,807
Rendemen Inti Sawit (%)
4.8
4.810
5.230
5.150
5.020
4.250
ALB Inti Produksi (%)
2.00
1.050
0.980
1.020
0.990
0.950
Kadar Air Inti Produksi (%)
7.00
7.470
7.530
7.410
7.460
7.280
Kadar Kotoran Inti Produksi (%)
6.00
9.100
9.150
9.750
9.630
10.050
Total Kehilangan CPO (%)
1.65
1.690
1.700
1.690
1.690
1.700
Total kehilangan Inti Sawit (%)
0.60
0.630
0.610
0.559
0.600
0.630
28
6.
Data operasional PMS Gunung Meliau tanggal 28 Maret 2011 s.d. 01 April 2011
Buah Diterima No
Uraian
Target
Buah Diterima
Kebun Inti 1
Gunung Meliau (kg) Sungai Dekan (kg) Gunung Mas (kg)
Kebun Plasma (kg) Pihak Ketiga (kg) Jumlah (kg) 2
Buah Restan Awal (kg)
Pencapaian (28/03/2011)
Pencapaian (29/03/2011)
Pencapaian (30/03/2011)
Pencapaian (31/03/2011)
Pencapaian (1/04/2011)
552,870
500,400
458,000
399,350
317,840
258,750
250,930
219,710
192,390
140,480
111,210
106,410
96,280
85,330
69,950
182,910
143,060
142,010
121,630
107,410
2,870
11,030
32,550
37,880
6,580
346,440
218,470
163,730
160,040
110,200
902,180
729,900
654,280
597,270
434,620
168,540
170,720
170,270
163,050
210,320
1,070,720
900,620
824,550
760,320
644,940
3
Buah Diolah (kg)
900,000
730,350
661,500
550,000
459,000
4
Buah Restan akhir (kg)
170,720
170,270
163,050
210,320
185,940
17.0
13.0
12.0
11.0
8.5
Total TBS Hari Ini (kg)
Jam Kerja (jam) 5
6 7 8
9
10 11 12
13 14
Jam Mulai Pengolahan (Jam)
10.00
11.00
11.00
11.00
12.30
Jam Stop Pengolahan (Jam)
03.00
24.00
23.00
22.00
21.00
Kapasitas Olah (TBS /Jam)
52,941
56,181
55,125
50,000
54,000
Produksi CPO aktual (kg)
192,965
156,650
141,880
118,075
98,646
Produksi CPO dari RKAP (kg)
202,695
165,615
150,241
124,195
104,647
Rendemen Minyak (%)
22.5
21.440
21.450
21.450
21.470
21.490
ALB Minyak Produksi (%)
3.5
4.130
3.870
3.920
3.600
4.220
Kadar Air Minyak Produksi (%)
0.15
0.310
0.320
0.320
0.310
0.300
Kadar Kotoran Minyak Produksi (%)
0.02
0.020
0.021
0.021
0.021
0.021
Produksi Inti Sawit Aktual (kg)
37,080
29,610
27,900
25,740
19,530
Produksi Inti Sawit dari RKAP (kg)
41,870
34,199
31,044
25,759
21,514
Rendemen Inti Sawit (%)
4.8
4.120
4.050
4.220
4.680
4.250
ALB Inti Produksi (%)
2.00
0.980
0.960
1.020
0.970
0.950
Kadar Air Inti Produksi (%)
7.00
7.360
7.400
7.690
7.580
7.400
Kadar Kotoran Inti Produksi (%)
6.00
7.360
7.580
7.180
7.740
7.620
Total Kehilangan CPO (%)
1.65
1.690
1.700
1.690
1.700
1.680
Total kehilangan Inti Sawit (%)
0.6
0.650
0.630
0.640
0.630
0.640
29
5.1.2 1.
Distribusi penerimaan TBS PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 Distibusi penerimaan TBS PMS Gunung Meliau tanggal 01 Maret 2011 s.d. 11 Maret 2011
Tanggal
01/03/2011
02/03/2011
03/03/2011
04/03/2011
05/03/2011
07/03/2011
08/03/2011
09/03/2011
10/03/2011
11/03/2011
Kebun Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga
06.00 08.00 0 0 4,150 0 10,240 0 0 6,020 0 22,670 4,640 0 0 0 20,800 0 0 5,720 0 6,570 0 0 0 0 0 12,800 0 11,360 0 37,440 0 0 0 0 16,870 0 0 0 1,050 8,550 0 0 0 0 10,540 0 0 0 0 26,210
08.00 10.00 8,110 0 0 0 21,040 0 0 0 0 2,480 0 0 0 0 27,330 0 0 0 0 8,930 0 0 0 820 0 16,940 0 11,790 4,910 30,510 4,770 0 4,520 5,000 7,610 0 0 6,140 8,560 14,630 0 0 0 0 8,610 0 0 3,090 0 4,660
10.00 12.00 29,870 27,390 7,110 2,180 12,030 38,880 5,180 14,620 24,790 16,930 30,680 5,340 5,170 2,560 33,920 16,780 4,800 10,310 3,560 14,520 16,710 0 5,670 0 0 52,110 11,290 14,610 0 26,810 28,340 10,910 0 5,580 14,190 26,940 13,130 0 1,690 19,180 27,540 18,140 0 2,680 17,570 0 0 0 4,340 25,840
12.00 14.00 106,600 29,000 19,040 2,570 30,020 71,220 46,590 34,530 6,500 11,720 92,650 41,190 39,830 0 0 57,610 52,310 23,370 4,140 18,610 6,820 0 21,340 2,630 0 105,210 38,810 34,380 4,030 17,120 66,530 57,540 26,030 4,230 5,390 76,970 35,990 40,080 4,360 11,920 71,910 37,890 36,600 3,250 20,470 63,140 55,750 17,510 7,320 15,050
14.00 16.00 30,740 23,150 12,770 0 3,530 30,610 17,360 19,430 10,500 13,380 36,920 30,180 37,120 0 16,780 35,420 25,600 30,350 0 13,780 6,710 0 25,890 0 0 50,520 15,770 10,700 4,860 53,660 60,800 11,730 44,100 10,000 17,960 39,170 30,480 36,250 4,900 25,970 53,090 33,460 61,290 11,800 15,430 71,790 10,340 35,670 1,340 16,760
16.00 18.00 23,400 12,680 18,180 0 14,970 16,240 5,680 6,350 3,670 3,810 11,210 20,320 20,880 0 1,990 0 5,580 11,750 0 21,350 0 0 0 0 0 13,460 11,360 59,260 15,330 78,450 34,320 11,040 31,590 3,420 31,870 45,620 11,400 27,860 2,270 13,220 20,910 0 8,030 0 26,910 6,410 6,520 27,430 10,160 30,790
18.00 20.00 24,640 5,900 7,030 5,490 63,280 14,090 14,680 19,580 0 11,820 6,360 4,620 0 0 54,020 10,530 0 13,050 0 27,640 0 0 6,360 0 0 7,830 0 0 0 0 0 0 22,660 0 13,110 11,450 22,980 25,640 3,570 43,990 11,410 30,550 16,950 7,980 26,960 26,140 4,050 19,490 0 43,090
20.00 22.00 4,120 0 6,240 0 26,510 6,330 6,190 18,740 0 33,140 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4,920 0 0 0 0 0 0
22.00 06.00 0 0 0 0 0 0 0 7,930 0 48,340 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
30
TOTAL (Kg) 227,480 98,120 74,520 10,240 181,620 177,370 95,680 127,200 45,460 164,290 182,460 101,650 103,000 2,560 154,840 120,340 88,290 94,550 7,700 111,400 30,240 0 59,260 3,450 0 258,870 77,230 142,100 29,130 243,990 194,760 91,220 128,900 28,230 107,000 200,150 113,980 135,970 26,400 137,460 184,860 120,040 122,870 30,630 126,490 167,480 76,660 103,190 23,160 162,400
2.
Distibusi penerimaan TBS PMS Gunung Meliau tanggal 12 Maret 2011 s.d. 21 Maret 2011
Tanggal
12/03/2011
13/03/2011
14/03/2011
15/03/2011
16/03/2011
17/03/2011
18/03/2011
19/03/2011
20/03/2011
21/03/2011
Kebun Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga
06.00 08.00 0 0 0 2,540 18,830 0 0 0 0 0 0 0 7,600 2,990 85,640 0 0 0 0 31,750 0 0 0 2,390 17,110 0 0 11,730 2,200 19,260 5,070 0 14,000 6,280 33,080 0 0 11,110 13,030 40,370 0 0 0 0 0 0 0 0 0 33,100
08.00 10.00 5,450 0 0 13,970 13,090 0 0 0 0 0 0 0 10,080 0 57,530 3,860 0 0 4,840 44,830 0 0 0 6,900 34,800 0 0 13,600 7,670 17,260 3,400 0 0 6,140 18,460 0 0 0 15,000 6,640 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17,440
10.00 12.00 29,130 10,300 5,010 3,040 8,100 20,290 0 0 0 0 41,720 16,420 15,770 16,200 55,150 26,410 4,980 0 3,410 30,000 32,770 14,810 12,670 9,060 19,070 17,330 21,510 6,890 20,020 27,240 28,010 27,430 13,000 28,300 24,340 14,700 6,160 7,220 10,690 15,720 36,550 5,510 0 0 0 17,700 0 0 9,510 25,340
12.00 14.00 82,660 27,780 68,700 2,710 41,780 54,240 12,420 0 0 0 61,320 12,210 51,620 0 26,190 104,040 48,050 36,150 12,090 32,240 78,510 45,230 61,980 0 31,390 64,360 22,700 23,530 11,729 29,170 96,650 26,050 47,070 15,620 30,120 83,110 58,500 46,340 3,280 26,110 72,790 7,680 21,340 0 0 34,030 34,840 16,150 5,190 0
14.00 16.00 59,160 16,060 36,590 0 17,620 18,620 6,420 0 0 0 77,830 7,280 34,670 9,620 28,820 27,830 14,720 33,290 0 41,510 44,670 24,740 24,760 38,600 16,750 27,850 20,880 11,350 6,940 15,680 35,460 31,040 34,840 11,240 17,150 64,690 15,980 21,040 4,840 26,730 50,900 10,210 4,510 9,410 0 30,600 14,900 57,540 0 15,130
16.00 18.00 0 4,390 0 4,060 5,240 0 0 0 0 0 11,280 18,100 5,630 6,640 21,360 27,270 4,990 42,880 0 33,220 49,840 5,320 23,210 10,900 51,250 36,850 17,440 35,830 4,530 4,020 25,430 12,430 12,990 7,340 41,380 9,780 0 22,490 4,900 57,550 0 0 4,610 0 0 32,040 4,970 17,040 0 35,810
18.00 20.00 17,900 10,320 26,120 14,520 72,010 0 0 0 0 0 24,310 14,140 23,400 11,470 48,380 13,820 0 18,830 12,350 90,340 25,910 17,870 10,800 2,760 40,680 21,330 14,700 25,960 13,570 23,310 4,630 5,230 11,310 5,410 22,660 0 6,490 0 3,360 7,860 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20.00 22.00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 21,340 0 6,230 3,160 35,520 11,180 0 4,960 7,000 21,310 0 0 0 0 0 27,120 0 22,470 10,100 62,880 4,910 5,720 6,780 6,530 59,250 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6,640 0 0 0 0
22.00 06.00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5,250 0 0 14,910 30,350 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
31
TOTAL (Kg) 194,300 68,850 136,420 40,840 176,670 93,150 18,840 0 0 0 237,800 68,150 155,000 50,080 358,590 214,410 72,740 136,110 39,690 325,200 231,700 107,970 133,420 70,610 211,050 200,090 97,230 151,360 91,669 229,170 203,560 107,900 139,990 86,860 246,440 172,280 87,130 108,200 55,100 180,980 160,240 23,400 30,460 9,410 0 121,010 54,710 90,730 14,700 126,820
3.
Distibusi penerimaan TBS PMS Gunung Meliau tanggal 22 Maret 2011 s.d. 01 April 2011
Tanggal
22/03/2011
23/03/2011
24/03/2011
25/03/2011
26/03/2011
28/03/2011
29/03/2011
30/03/2011
31/03/2011
01/04/2011
Kebun Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga Gunung Meliau Sungai Dekan Gunung Mas Plasma Pihak Ketiga
06.00 08.00 0 0 0 0 3,920 0 0 0 0 0 4,190 0 5,320 4,160 21,110 0 0 0 0 6,340 0 0 6,350 0 0 0 0 11,860 0 88,400 5,330 0 0 5,040 24,180 0 0 10,760 0 21,180 0 0 0 5,950 27,150 0 0 0 0 15,490
08.00 10.00 2,930 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4,480 6,910 0 14,040 5,110 0 0 0 4,680 9,560 0 0 0 3,920 10,980 0 30,690 0 45,190 6,710 0 0 0 4,620 0 0 0 3,810 12,140 0 0 0 5,760 7,400 0 0 0 3,190 6,740
10.00 12.00 36,250 21,550 17,370 0 0 11,030 0 0 0 0 58,020 4,830 13,860 0 14,850 21,980 16,610 0 0 17,370 32,370 12,480 4,920 0 32,380 54,380 5,840 5,350 2,870 41,410 9,540 15,770 18,050 1,450 14,990 25,710 9,020 18,480 0 13,070 16,520 10,560 0 14,530 15,450 10,740 10,860 7,540 0 10,930
12.00 14.00 57,210 26,490 46,290 5,070 10,450 74,670 41,160 30,880 0 4,150 49,040 51,080 46,240 0 24,190 54,460 20,770 51,520 0 25,180 49,650 29,430 37,280 5,580 2,710 28,470 3,860 54,560 0 11,920 106,650 44,010 36,060 0 22,480 108,660 52,710 30,710 20,930 15,220 84,570 53,880 37,880 7,040 15,550 86,770 45,980 47,270 0 12,800
14.00 16.00 65,510 27,110 36,680 0 9,710 44,130 41,060 16,200 2,560 14,480 67,680 9,760 17,360 0 20,150 69,260 30,520 53,540 5,110 24,660 74,240 18,080 42,040 0 26,470 79,420 38,440 16,730 0 43,460 78,030 36,380 55,990 4,540 29,910 24,240 30,890 21,710 4,030 12,610 67,170 8,730 54,670 1,230 20,440 39,550 13,110 35,330 0 26,040
16.00 18.00 33,940 0 42,760 4,330 25,210 50,820 0 54,150 0 29,860 36,820 6,710 29,480 0 9,490 0 6,640 0 0 36,880 6,530 12,650 27,040 0 52,960 43,210 10,350 6,850 0 9,370 19,450 0 21,130 0 36,920 57,010 3,660 45,190 3,780 48,710 24,130 6,680 29,130 0 46,480 3,720 0 17,270 3,390 38,200
18.00 20.00 14,150 5,620 6,910 0 5,750 4,420 0 0 0 9,820 0 0 2,229 0 17,150 27,150 0 6,550 0 14,490 11,060 526 4,400 0 12,940 41,290 4,470 26,610 0 39,820 20,640 10,250 11,830 0 60,940 4,090 0 15,160 0 40,800 0 5,480 0 3,370 22,430 0 0 0 0 0
20.00 22.00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13,170 30,220 0 53,960 4,580 0 0 0 24,790 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
22.00 06.00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
32
TOTAL (Kg) 209,990 80,770 150,010 9,400 55,040 185,070 82,220 101,230 2,560 58,310 215,750 76,860 121,399 4,160 120,980 177,960 74,540 111,610 5,110 129,600 183,410 73,166 122,030 5,580 131,380 257,750 76,130 182,870 2,870 333,530 250,930 106,410 143,060 11,030 218,830 219,710 96,280 142,010 32,550 163,730 192,390 85,330 121,680 37,880 154,900 140,780 69,950 107,410 6,580 110,200
5.1.3
1.
Persentase distribusi penerimaan fraksi TBS di PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 Persentase distribusi penerimaan fraksi TBS PMS Gunung Meliau tanggal 01 Maret 2011 s.d. 05 Maret 2011 Fraksi
2.
3.
(1/03/2011)
(2/03/2011)
(3/03/2011)
(4/03/2011)
(5/03/2011)
00
1.44
1.08
1.56
0.53
0.00
0
3.20
2.83
2.93
2.68
0.00
1
34.58
34.26
32.64
29.25
0.00
2
25.98
26.20
25.23
26.46
0.00
3
16.78
18.01
17.47
20.36
0.00
4
11.06
11.00
12.29
12.71
0.00
5
6.03
6.17
7.35
7.27
0.00
T. Kosong
0.93
0.44
0.55
0.74
0.00
Brondolan
7.50
7.80
7.02
8.18
0.00
Sampah
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
T. Panjang
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Persentase distribusi penerimaan fraksi TBS PMS Gunung Meliau tanggal 07 Maret 2011 s.d. 11 Maret 2011 Fraksi
(07/03/2011)
(08/03/2011)
(09/03/2011)
(10/03/2011)
(11/03/2011)
00
0.76
1.36
0.77
0.59
0.71
0
2.96
4.19
2.81
2.67
2.62
1
37.76
50.85
30.46
30.51
30.36
2
26.28
19.82
27.71
26.04
25.72
3
15.76
13.82
18.32
20.03
22.73
4
10.17
6.68
12.29
12.98
11.84
5
5.65
3.17
7.11
6.83
5.68
T. Kosong
0.67
0.11
0.55
0.34
0.34
Brondolan
7.23
8.60
7.60
7.66
7.17
Sampah
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
T. Panjang
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Persentase distribusi penerimaan fraksi TBS PMS Gunung Meliau tanggal 12 Maret 2011 s.d. 16 Maret 2011 Fraksi
(12/03/2011)
(13/03/2011)
(14/03/2011)
(15/03/2011)
(16/03/2011)
00
1,29
0,00
0,32
0,75
1,36
0
3,07
0,00
2,51
2,36
2,84
1
32,86
0,00
32,73
26,98
35,68
2
29,14
0,00
26,43
25,88
23,42
3
17,48
0,00
18,83
21,14
18,49
4
10,05
0,00
11,78
13,96
10,87
5
5,46
0,00
7,02
8,12
6,87
T. Kosong
0,64
0,00
0,37
0,83
0,46
Brondolan
7,04
0,00
7,07
7,53
7,16
Sampah T. Panjang
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
33
4.
5.
6.
Persentase distribusi penerimaan fraksi TBS PMS Gunung Meliau tanggal 17 Maret 2011 s.d. 21 Maret 2011 Fraksi
(17/03/2011)
(17/03/2011)
(18/03/2011)
(19/03/2011)
(21/03/2011)
00
1,12
1,10
1,73
1,04
0,42
0
3,24
2,95
2,54
3,05
2,57
1
34,64
33,13
32,39
28,12
29,56
2
24,64
26,30
27,39
25,14
26,62
3
17,33
18,30
13,63
18,98
21,13
4
11,42
11,25
11,03
14,20
11,82
5
7,08
6,41
5,09
7,41
7,27
T. Kosong
0,53
0,56
0,33
2,08
0,62
Brondolan
7,01
7,26
7,93
7,05
6,60
Sampah
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
T. Panjang
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Persentase distribusi penerimaan fraksi TBS PMS Gunung Meliau tanggal 22 Maret 2011 s.d. 26 Maret 2011
Fraksi
(22/03/2011)
(23/03/2011)
(24/03/2011)
(25/03/2011)
(26/03/2011)
00
1.87
0.43
0.68
1.42
0.53
0
6.44
4.05
2.70
2.40
3.40
1
35.92
42.44
31.76
32.89
34.82
2
26.17
24.48
24.72
26.82
28.34
3
14.21
16.13
19.73
17.94
17.57
4
9.78
7.89
12.39
11.46
9.51
5
5.29
4.41
7.34
6.63
5.43
T. Kosong
0.32
0.18
0.68
0.45
0.40
Brondolan
7.18
6.67
7.28
7.34
7.78
Sampah
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
T. Panjang
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Persentase distribusi penerimaan fraksi TBS PMS Gunung Meliau tanggal 28 Maret 2011 s.d. 01 April 2011
Fraksi
(28/03/2011)
(29/03/2011)
(30/03/2011)
(31/03/2011)
(01/04/2011)
00
0.64
1.96
1.98
0.43
1.12
0
3.02
5.97
3.67
2.73
3.77
1
32.80
31.66
27.25
30.57
31.15
2
27.09
23.02
23.85
25.52
27.34
3
18.13
18.50
19.71
19.24
18.86
4
11.27
12.00
13.24
13.91
11.39
5
6.64
6.37
8.30
6.91
5.60
T. Kosong
0.40
0.51
2.00
0.69
0.75
Brondolan
7.68
6.94
6.92
7.80
7.35
Sampah
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
T. Panjang
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
34
5.1.4
Rendemen maksimal yang mungkin diperoleh berdasarkan fraksi TBS yang dipanen periode Maret 2011
Fraksi TOTAL (%) Tanggal
00
0
1
2
3
4
5
(01/03/2011)
0.22
0.51
7.40
5.74
3.73
2.46
1.38
21.43
(02/03/2011)
0.16
0.45
7.33
5.79
4.00
2.44
1.41
21.59
(03/03/2011)
0.23
0.47
6.98
5.58
3.88
2.73
1.68
21.55
(04/03/2011)
0.08
0.43
6.26
5.85
4.52
2.82
1.66
21.62
(07/03/2011)
0.11
0.47
8.08
5.81
3.50
2.26
1.29
21.53
(08/03/2011)
0.20
0.67
10.88
4.38
3.07
1.48
0.73
21.41
(09/03/2011)
0.12
0.45
6.52
6.12
4.07
2.73
1.63
21.63
(10/03/2011)
0.09
0.43
6.53
5.75
4.45
2.88
1.56
21.69
(11/03/2011)
0.11
0.42
6.50
5.68
5.05
2.63
1.30
21.68
(12/03/2011)
0.19
0.49
7.03
6.44
3.88
2.23
1.25
21.52
(14/03/2011)
0.05
0.40
7.00
5.84
4.18
2.62
1.61
21.70
(15/03/2011)
0.11
0.38
5.77
5.72
4.69
3.10
1.86
21.63
(16/03/2011)
0.20
0.45
7.64
5.18
4.10
2.41
1.57
21.56
(17/03/2011)
0.17
0.52
7.41
5.45
3.85
2.54
1.62
21.55
(18/03/2011)
0.17
0.47
7.09
5.81
4.06
2.50
1.47
21.57
(19/03/2011)
0.26
0.41
6.93
6.05
4.14
2.45
1.17
21.40
(20/03/2011)
0.16
0.49
6.02
5.56
4.21
3.15
1.70
21.28
(21/03/2011)
0.06
0.41
6.33
5.88
4.69
2.62
1.66
21.66
(22/03/2011)
0.28
1.03
7.69
5.78
3.15
2.17
1.21
21.32
(23/03/2011)
0.06
0.65
9.08
5.41
3.58
1.75
1.01
21.55
(24/03/2011)
0.10
0.43
6.80
5.46
4.38
2.75
1.68
21.61
(25/03/2011)
0.21
0.38
7.04
5.93
3.98
2.54
1.52
21.61
(26/03/2011)
0.08
0.54
7.45
6.26
3.90
2.11
1.24
21.59
(28/03/2011)
0.10
0.48
7.02
5.99
4.02
2.50
1.52
21.63
(29/03/2011)
0.29
0.96
6.78
5.09
4.11
2.66
1.46
21.34
(30/03/2011)
0.30
0.59
5.83
5.27
4.38
2.94
1.90
21.20
(31/03/2011)
0.06
0.44
6.54
5.64
4.27
3.09
1.58
21.62
(01/04/2011)
0.17
0.60
6.67
6.04
4.19
2.53
1.28
21.48
(05/03/2011)
(13/03/2011)
35
5.1.5
Kadar Betakaroten dari sampel khusus di Kebun Inti Gunung Mas
Baris 4/ pohon 6 Ulangan1 ( berat sampel = 0.11 g , Absorbansi = 1.2015 , volume pelarut = 25 ml) TB1 = 1.2015 x 383 x 25 = 1045.85ppm 100 x 0.11 Ulangan2 ( berat sampel = 0.11 g , Absorbansi = 1.1600 , volume pelarut = 25 ml) TB1 = 1.1600 x 383 x 25 = 1009.73ppm 100 x 0.11 Rata-rata = 1027.79ppm
Baris 7/ pohon 4 Ulangan1 ( berat sampel = 0.11 g , Absorbansi = 0.6355 , volume pelarut = 25 ml) TB1 = 0.6355 x 383 x 25 = 553.17ppm 100 x 0.11 Ulangan2 ( berat sampel = 0.11 g , Absorbansi = 0.5974 , volume pelarut = 25 ml) TB1 = 0.5974 x 383 x 25 = 520.00ppm 100 x 0.11 Rata-rata = 526.59ppm
Baris 5/ pohon 6 Ulangan1 ( berat sampel = 0.10 g , Absorbansi = 0.4735 , volume pelarut = 25 ml) TB1 = 0.4735 x 383 x 25 = 453.38ppm 100 x 0.10 Ulangan2 ( berat sampel = 0.11 g , Absorbansi = 0.4480 , volume pelarut = 25 ml) TB1 = 0.5974 x 383 x 25 = 389.96ppm 100 x 0.11 Rata-rata = 421.67ppm
Baris 7/ pohon 2 Ulangan1 ( berat sampel = 0.11 g , Absorbansi = 0.4430 , volume pelarut = 25 ml) TB1 = 0.4430 x 383 x 25 = 429.13ppm 100 x 0.11 Ulangan2 ( berat sampel = 0.12 g , Absorbansi = 0.5104 , volume pelarut = 25 ml) TB1 = 0.5104 x 383 x 25 = 407.26 ppm 100 x 0.12 Rata-rata = 418.19ppm
Kontrol Ulangan1 ( berat sampel = 0.12 g , Absorbansi = 0.5374 , volume pelarut = 25 ml) TB1 = 0.5374 x 383 x 25 = 428.8ppm 100 x 0.12 Ulangan2 ( berat sampel = 0.12 g , Absorbansi = 0.5629 , volume pelarut = 25 ml) TB1 = 0.5629 x 383 x 25 = 449.15ppm 100 x 0.12 Rata-rata = 438.97ppm 36
5.2
Pembahasan
Keunggulan kompetitif dalam industri CPO dan inti sawit dapat dicapai bila rantai kegiatan dari kebun hingga konsumen terkelola dengan baik secara nilai maupun biaya. Rantai kegiatan tersebut pada hakekatnya merupakan rantai pasokan yang mengalirkan bahan baku buah sawit dari kebun menuju pabrik kemudian diolah menjadi CPO dan inti sawit, ditimbun dalam tangki dan gudang penyimpanan, dipasok ke konsumen industri, didistribusikan ke retailer hingga sampai ke tangan konsumen akhir. Penelitian dengan melakukan pendekatan melalui sistem Suppy Chain Managemet (SCM) menitikberatkan pada proses yang menjamin keluarnya Tandan Buah Segar (TBS) dari kebun hingga menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit dengan kualitas dan produktivitas yang tinggi. Proses ini meliputi manajemen panen, transportasi kebun menuju pabrik, manajemen pabrik, sistem pengolahan, hingga penyimpanan CPO dan inti sawit. Sistem ini diharapkan dapat menstimulasikan keunggulan kompetitif dari produk-produk yang dihasilkan PMS Gunung Meliau. Keunggulan kompetitif dapat terwujud melalui keunggulan nilai dan keunggulan produktivitas. Keunggulan nilai dapat dicapai melalui proses yang menjamin dihasilkannya karakter produk berkualitas tinggi yang diinginkan konsumen. Keunggulan produktivitas tercermin dari volume produksi yang tinggi dengan proses berbiaya rendah tiap unitnya. Perusahaan berbasis kelapa sawit berpotensi meningkatkan keunggulan produktivitasnya melalui peningkatan produksi TBS, peningkatan rendemen, pengurangan losis produksi, dan pengoptimalan jam kerja karyawan. Diagram Ishikawa keunggulan kompetitif dapat dilihat pada gambar 8. ALB Air
Kualitas
Keunggulan Nilai
Kotoran
Cost Per Palm Product
Keunggulan Kompetitif
Keunggulan Produktivitas
Gambar 8. Diagram Ishikawa yang menunjukkan keunggulan kompetitif pada perusahaan berbasis perkebunan kelapa sawit. Penelitian ini membatasi objek pada kebun penyuplai TBS dan PMS Gunung Meliau. PMS Gunung Meliau adalah salah satu pabrik pengolah CPO dan inti sawit terbesar yang dimiliki oleh PTPN XIII. PMS Gunung Meliau ini berada di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. PMS Gunung Meliau menerima TBS dari beberapa kebun seperti kebun inti Gunung Meliau, kebun inti Sungai Dekan, kebun inti Gunung Mas, kebun plasma, dan kebun milik pihak ketiga. PMS Gunung Meliau memiliki kapasitas produksi 60 ton TBS/ jam. Produk-produk yang dihasilkan seperti CPO dan inti sawit ditujukan untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Berdasarkan kecenderungan data mutu dan produksi, hingga saat ini PMS Gunung Meliau sulit menghasilkan CPO dan inti sawit dengan kualitas tinggi dengan cost per palm product yang rendah. Kualitas dan cost per palm product yang didapat selama ini bersifat fluktuatif. Kondisi tersebut tentu tidak diharapkan karena dapat menurunkan kepercayaan konsumen dan menurunkan keuntungan perusahaan. 37
Rata-rata persentase kadar ALB CPO produksi adalah sebesar 3.808 % dan melebihi standar maksimal yang telah ditetapkan oleh perusahaan yaitu sebesar 3.5 %. Rata-rata persentase kadar air CPO produksi adalah sebesar 0.288 % dan melebihi standar maksimal yang telah ditetapkan oleh perusahaan yaitu sebesar 0.15 %. Rata-rata persentase kadar kotoran CPO produksi adalah sebesar 0.02 % dan sama dengan standar maksimal yang telah ditetapkan oleh perusahaan yaitu sebesar 0.02 %. Rata-rata persentase kadar ALB inti sawit produksi adalah sebesar 0.985 % dan berada dibawah standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan yaitu sebesar 2.00% , Rata-rata persentase kadar air inti sawit produksi sebesar 7.526 % dan melebihi standar maksimal yang telah ditetapkan oleh perusahaan yaitu sebesar 7.00%. Rata-rata persentase kadar kotoran inti sawit produksi sebesar 9.10 % dan melebihi standar maksimal yang telah ditetapkan oleh perusahaan yaitu sebesar 6.00%. Dari data-data tersebut, hanya rata-rata persentase kadar kotoran CPO yang sama dengan standar maksimal dan hanya rata-rata persentase kadar ALB inti sawit yang berada dibawah standar maksimal yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Namun ditinjau secara harian, persentase kadar kotoran CPO produksi yang dihasilkan bersifat fluktuatif dan terdapat kecenderungan melebihi standar maksimalnya, sedangkan persentase kadar ALB inti sawit lebih rendah dari standar maksimalnya karena inti sawit memang bersifat lebih tahan terhadap cahaya, suhu, dan udara yang dapat mempengaruhi kenaikan ALB seperti yang dialami oleh CPO. Grafik persentase kadar ALB, kadar air, dan kadar kotoran CPO dan inti sawit bertuut-turut dapat dilihat pada gambar 9, 10, 11, 12, 13, dan 14.
5,000 4,500 4,000 3,500
%
3,000
Kadar ALB Minyak Sawit Produksi
2,500 2,000 1,500 1,000 0,500
Standar ALB Minyak Sawit
0,000
Gambar 9. Grafik persentase kadar ALB minyak sawit periode Maret 2011
38
0,400 0,350 0,300
%
0,250 0,200 0,150 0,100 0,050
Kadar Air Minyak Sawit Produksi Standar Kadar Air Minyak Sawit
0,000
Gambar 10. Grafik persentase kadar air minyak sawit periode Maret 2011 0,022 0,021 0,021
%
0,020
Kadar Kotoran Minyak Sawit Produksi
0,020 0,019 0,019 0,018
Standar Kadar Kotoran Minyak Sawit
Gambar 11. Grafik persentase kadar kotoran minyak sawit periode Maret 2011 2,500 2,000
%
1,500
Kadar ALB Inti Sawit Produksi
1,000 0,500 0,000
Standar Kadar ALB Inti Sawit
Gambar 12. Grafik persentase kadar ALB inti sawit periode Maret 2011 39
8,200 8,000 7,800
%
7,600 7,400
Kadar Air Inti Sawit Produksi
7,200 7,000 6,800 6,600 6,400
Standar Kadar Air Inti Sawit
Gambar 13. Grafik persentase kadar air inti sawit periode Maret 2011
12,000 10,000
%
8,000 6,000 4,000 2,000 0,000
Kadar Kotoran Inti Sawit Produksi Standar Kadar Kotoran Inti Sawit
Gambar 14. Grafik persentase kadar kotoran inti sawit periode Maret 2011 Sementara itu, produktivitas yang diperoleh selama periode Maret 2011 tidak dapat memenuhi target perusahaan. Dari data tersebut, rata-rata persentase rendemen CPO produksi hanya sebesar 21.355 % dan berada dibawah target perusahaan yaitu sebesar 22.5 %. Rata-rata persentase total kehilangan CPO produksi sebesar 1.694 % dan melebihi standar maksimal yang telah ditetapkan perusahaan yaitu sebesar 1.65 %. Rata-rata persentase rendemen inti sawit produksi hanya sebesar 4.729 % dan berada di bawah target perusahaan yaitu sebesar 4.8 %. Rata-rata persentase total kehilangan inti sawit produksi sebesar 0.606 % dan melebihi standar maksimal yang telah ditetapkan oleh perusahaan yaitu sebesar 0.6 %. Selama proses produksi, rata-rata persentase CPO yang dihasilkan dibandingkan dengan RKAP sebesar 94.169 % sehingga rata-rata persentase CPO yang tidak dapat diraih sebesar 5.831 %. Grafik persentase rendemen, total kehilangan minyak sawit dan inti sawit serta persentase CPO yang dihasilkan dibandingkan dengan RKAP dapat dilihat pada gambar 15, 16, 17, 18, dan 19.
40
23,000 22,500
%
22,000 21,500 21,000 20,500
Rendemen Minyak Sawit Produksi Target Rendemen Minyak Sawit
20,000
Gambar 15. Grafik persentase rendemen minyak sawit periode Maret 2011
1,720 1,710 1,700 1,690
%
1,680
Total Kehilangan Minyak Sawit Produksi
1,670 1,660 1,650 1,640 1,630
Standar Total Kehilangan Minyak Sawit
1,620
Gambar 16. Grafik persentase total kehilangan minyak sawit produksi periode Maret 2011
41
6,000 5,000 Rendemen Inti Sawit Produksi
%
4,000 3,000 2,000
Target Rendemen Inti Sawit
1,000 0,000
Gambar 17. Grafik persentase rendemen inti sawit periode Maret 2011
0,660 0,640 0,620
%
0,600
Total Kehilangan Inti Sawit Produksi
0,580 0,560 0,540
Standar Total Kehilangan Inti Sawit
0,520 0,500
Gambar 18. Grafik persentase total kehilangan inti sawit periode Maret 2011
42
% CPO Yang Dihasilkan
% CPO Yang Tidak Dapat Diraih
7 7 7 7
5 7 6 6 5 5
5 4 5 5 5 5
7 8 8 7 6 6 5 5 6 5 6
93 93 93 93
95 93 94 94 95 95
95 96 95 95 95 95
93 92 92 93 94 94 95 95 94 95 94
(01/04/2011)
(30/03/2011) (31/03/2011)
(29/03/2011)
(28/03/2011)
(25/03/2011) (26/03/2011)
(24/03/2011)
(22/03/2011) (23/03/2011)
(21/03/2011)
(20/03/2011)
(18/03/2011) (19/03/2011)
(17/03/2011)
(16/03/2011)
0 (14/03/2011) (15/03/2011)
(13/03/2011)
(11/03/2011) (12/03/2011)
(10/03/2011)
(09/03/2011)
0 (07/03/2011) (08/03/2011)
(05/03/2011)
(04/03/2011)
(02/03/2011) (03/03/2011)
(01/03/2011)
0
Gambar 19. Grafik persentase CPO yang dihasilkan dibandingkan dengan RKAP periode Maret 2011 Hasil data yang diperoleh menunjukkan bahwa kualitas CPO dan inti sawit yang dihasilkan dan cost per palm product di PMS Gunung Meliau belum dapat memenuhi harapan dari perusahaan. Persentase kadar ALB, kadar air, dan kadar kotoran dari CPO dan inti sawit yang tidak sesuai dengan harapan dapat memicu turunnya kepercayaan konsumen pada produk-produk hasil olahan PTPN XIII khususnya di PMS Gunung Meliau, sedangkan rendahnya persentase rendemen dan tingginya total kehilangan CPO dan inti sawit dapat menurunkan tingkat keuntungan dari perusahaan karena meningkatkan cost per palm product pada tiap proses pengolahan. Hal-hal seperti ini harus segera diatasi untuk mencegah respon negatif yang akan muncul dikemudian hari. Untuk mengatasi kasus yang terjadi di PMS Gunung Meliau, diperlukan suatu identifikasi mendalam untuk menemukan faktor-faktor permasalahan yang menjadi penyebab rendahnya kualitas CPO dan inti sawit dan tingginya cost per palm product. Identifikasi permasalahan dilakukan dengan pendekatan secara survei dan observasi di lapangan sepanjang rantai produksi bahan baku hingga menjadi produk akhir. Survei dan observasi awal dilakukan di kebun penyuplai TBS hingga ke PMS Gunung Meliau seperti kebun inti Gunung Meliau, kebun inti Gunung Mas, kebun inti Sungai Dekan, kebun plasma, dan kebun dari pihak ketiga. Selain itu, dilakukan pula observasi pada kondisi jalan penghubung dari kebun menuju pabrik beserta transportasi yang digunakan selama pengangkutan. Dan yang terakhir adalah observasi kondisi PMS Gunung Meliau yang menghasilkan CPO dan inti sawit. Survei dan observasi kebun meliputi sistem manajemen kebun, tata cara pemanenan, sistem perawatan tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan, sistem premi, kondisi lingkungan, kondisi jalan, jarak dari kebun menuju pabrik, sistem pengangkutan TBS, jumlah TBS yang dikirimkan, luas areal kebun, luas areal tanaman menghasilkan, dan luas areal tanaman belum menghasilkan/replanting. Survei dan observasi kondisi jalan penghubung meliputi kondisi jalan blok, kondisi jalan panen, kondisi jalan raya menuju pabrik, sistem pengiriman buah, jenis transportasi yang digunakan, dan manajemen pengiriman. Survei dan observasi yang dilakukan di PMS Gunung Meliau meliputi sistem manajemen pabrik, sistem penerimaan TBS, sistem sortasi, waktu pengolahan TBS, proses pengolahan TBS menjadi CPO dan inti sawit, sistem pembersihan pabrik, dan perawatan alatalat produksi. 43
5.2.1
Keunggulan Nilai
1)
Asam Lemak Bebas (ALB) Potensi pembentukan Asam Lemak Bebas (ALB) pada CPO lebih besar dibandingkan dengan potensi pembentukan ALB pada inti sawit. Hal ini dikarenakan CPO lebih mudah terpapar akan faktor-faktor pemicu terbentuknya ALB dibandingkan dengan inti sawit. Persentase kadar ALB yang tinggi pada minyak sawit disebabkan oleh beberapa faktor selama proses pemanenan, pengangkutan, dan pengolahan TBS. Peningkatan kadar ALB telah dimulai sejak proses pemanenan di kebun. Identifikasi permasalahan akan tingginya ALB CPO dapat dilihat pada gambar 20.
Transportasi
Kondisi Jalan Waktu Selama Transportasi
Buah Luka Selama transportasi
ALB Buah Restan di Kebun Penyimpanan CPO dan Inti Sawit
Buah Luka Selama Pemanenan
Waktu Pengangkutan
Buah Luka di Loading Ramp
Buah Restan di pabrik Proses Pengolahan Pabrik
Kebun
Fraksi Buah
Gambar 20. Diagram Ishikawa yang menunjukkan identifikasi permasalahan tingginya kadar ALB CPO produksi PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 Secara umum sistem pemanenan TBS telah melalui verifikasi oleh PTPN XIII dan diaplikasikan pada setiap kebun inti. Aplikasi sistem pemanenan TBS disesuaikan dengan kondisi lingkungan masing-masing kebun. Hasil observasi di kebun inti Gunung Meliau, kebun inti Sungai Dekan, kebun inti Gunung Mas, dan kebun plasma menunjukkan kecenderungan permasalahan yang sama. Selama proses pemanenan, buruh panen menentukan TBS siap dipanen atau tidak apabila terdapat berondolan yang jatuh dengan minimal berondolan sebanyak tiga buah. Cara ini memudahkan buruh panen dalam menentukan TBS siap dipanen atau tidak, namun beresiko menghasilkan TBS yang belum matang atau bahkan terlalu matang. Proses panen yang sulit mengakibatkan buah luka. Buah luka akan menstimulasi enzim lipase untuk memecah minyak dan menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Buah yang telah dipanen kemudian dikumpulkan pada satu tempat yang dinamakan Tempat Penampungan Hasil (TPH). Dari hasil observasi, kondisi TPH kurang memadai karena hanya berupa tanah kosong sehingga dapat memicu percepatan terbentuknya ALB. Kenaikan ALB disebabkan adanya reaksi hidrolisis pada minyak menjadi gliserol dan ALB. Reaksi ini dipercepat dengan adanya faktor – faktor panas, air, keasamaan, dan katalis (enzim). Rekasi pembentukan ALB CPO dapat dilihat pada gambar 21.
44
Gambar 21. Reaksi pembentukan ALB minyak sawit (Anonim 2010) Kondisi TPH yang tidak memadai dimana terdapat lumpur atau timbunan air pada saat hujan akan mempercepat terbentuknya ALB. Hal ini diperparah apabila terjadi buah restan di TPH karena keterlambatan pemanenan sehingga truk pengangkut telah meninggalkan area tersebut atau keterlambatan pengangkutan buah. Buah yang direstan dalam waktu lama dengan kondisi lingkungan yang buruk akan mengakibatkan semakin banyak ALB yang terbentuk. Keterlambatan pemanenan dapat terjadi karena keterlambatan buruh panen atau kurangnya tenaga untuk memanen buah terutama pada saat panen raya. Keterlambatan pengangkutan buah dapat terjadi karena kondisi topografi kebun yang sulit untuk dijangkau. Jalan blok dan afdeling yang kecil dan buruk menyulitkan pengangkutan buah dengan menggunakan truk sehingga diperlukan sistem lansir yang memerlukan waktu lebih banyak. Pengangkutan yang tertahan pada salah satu TPH akan berdampak pada TPH berikutnya karena pengangkutan TBS di TPH tersebut memerlukan waktu yang lebih lama selama menunggu giliran. Ada banyaknya perusahaan pengangkut TBS semakin mempersulit koordinasi dalam sistem pengangkutan buah. Perusahaan yang berbeda tidak akan mem-back up pengangkutan buah apabila terjadi keterlambatan bila bukan areal kerjanya. Kondisi lebih buruk terjadi pada kebun pihak ketiga. Kebun pihak ketiga adalah kebun milik masyarakat yang mengirimkan TBS miliknya ke PMS Gunung Meliau setelah proses kontrak. Kondisi kebun, sistem pemanenan, dan kondisi TPH yang buruk di kebun pihak ketiga akan memicu terbentuknya ALB. TBS yang dihasilkan oleh kebun pihak ketiga lebih sering mengalami restan karena berat TBS hasil panen yang kecil. Pemilik kebun pihak ketiga merestan TBS hingga beratnya cukup untuk dikirim. Restan bahkan dapat terjadi hingga berhari-hari. Restan buah yang lama dan kondisi penyimpanan sementara TBS yang buruk milik kebun pihak ketiga akan memicu pembentukan ALB yang tinggi. Pada beberapa kondisi, truk mengangkut TBS melebihi kapasitas yang diperbolehkan. TBS disusun menumpuk hingga melebihi tinggi truk. Hal ini dapat menyebabkan TBS yang ditumpuk dibagian bawah mengalami luka. Pengangkutan TBS dilakukan apabila truk telah penuh dan biasanya pada saat siang hari. Jalan yang dilalui dari kebun menuju pabrik pun tidak memadai sehingga proses pengangkutan memerlukan waktu yang lebih lama. Cuaca yang panas, jalan yang buruk, dan TBS yang terluka karena tertimpa beban terlalu berat akan memicu proses pembentukan ALB selama pengiriman buah menuju PMS Gunung Meliau. Saat pengangkut TBS tiba menuju pabrik, TBS tidak dapat langsung diolah. Pengolahan TBS baru dapat dimulai apabila TBS yang diterima sudah berbobot minimal 100 ton. TBS akan direstan apabila bobot minimal belum mencukupi. Kondisi restan tidak hanya terjadi saat bobot minimal belum tercapai, tetapi juga pada saat buah yang datang melebihi kapasitas oleh pabrik. Pengiriman TBS dari kebun-kebun inti, kebun plasma, dan kebun pihak ketiga yang tidak terkoordinasi dengan baik akan menyebabkan penumpukan TBS pada waktu-waktu tertentu. Penumpukan TBS ini akan menyebabkan buah restan hingga mendapat giliran untuk diolah. Peluang untuk terbentuknya ALB 45
semakin tinggi bila buah direstan dalam waktu lama dan kondisi buah yang telah terluka. Persentase jumlah TBS yang diolah dan direstan dapat dilihat pada gambar 22.
% Buah Diolah Produksi
24 21 24
19 32
29
% Buah Direstan Produksi
12 11 15 14 12 17
19 23 20 21
17 33
26 24 30 23
16 19 20
28 29
100 100 100 88 89 85 86 88 83 83 84 81 80 81 81 80 79 76 79 76 74 76 70 77 72 71 71 77 68 67
(01/04/2011)
(31/03/2011)
(30/03/2011)
(29/03/2011)
(28/03/2011)
(26/03/2011)
(25/03/2011)
(24/03/2011)
(23/03/2011)
(22/03/2011)
(21/03/2011)
(20/03/2011)
(19/03/2011)
(18/03/2011)
(17/03/2011)
(16/03/2011)
(15/03/2011)
(14/03/2011)
(13/03/2011)
(12/03/2011)
(11/03/2011)
(10/03/2011)
(09/03/2011)
(08/03/2011)
(07/03/2011)
(05/03/2011)
(04/03/2011)
(03/03/2011)
(02/03/2011)
(01/03/2011)
0
0
0
Gambar 22. Persentase buah diolah periode Maret 2011 Bagian penting dalam proses pengolahan TBS menjadi CPO yang dapat menghentikan terbentuknya ALB adalah proses perebusan. Salah satu tujuan perebusan adalah menonaktifkan enzim lipase yang berperan dalam mengurai minyak secara hidrolisis menjadi gliserol dan ALB. Selain itu, perebusan juga bertujuan untuk menurunkan kadar air. Namun selama penyimpanan, CPO masih mengalami proses peningkatan ALB walaupun enzim lipase telah dirusak selama perebusan. peningkatan ALB disebabkan karena CPO masih mengandung air yang dapat memacu reaksi hidrolisis. Tercampurnya CPO yang baru dihasilkan dengan CPO grade rendah hasil pengutipan ulang dari bak Vat Pit dan Deoling Pond akan semakin mempercepat terbentuknya ALB. 2)
Kadar Air Berbeda dengan kadar ALB, kadar air pada CPO dan inti sawit hanya disebabkan oleh faktor-faktor selama pengolahan. Faktor-faktor selama pemanenan dan pengangkutan buah seperti terjadinya hujan dan kelembaban udara yang tinggi tidak berefek terlalu besar pada tingkat kadar air karena dapat dikurangi selama proses pengolahan. Proses penurunan kadar air untuk CPO berbeda dengan proses penurunan kadar air inti sawit. Kadar air CPO diturunkan dengan menggunakan vacuum drier di stasiun klarifikasi, sedangkan kadar air pada inti sawit diturunkan dengan menggunakan kernel silo drier di stasiun kernel recovery. Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kadar air tergantung dari efisiensi dan kinerja alat vacuum drier untuk CPO dan kernel silo dryer untuk inti sawit. Identifikasi permasalahan pada tingginya kadar air CPO dan inti sawit dapat dilihat pada gambar 23.
46
Suhu inlet CPO Kadar Air CPO
Vaccum Drier Tingkat Kevakuman
Kualitas Kadar Air Lama Pengeringan
Kadar Air Inti Sawit
Kernel Silo Drier
Suhu Pengeringan
Gambar 23. Diagram Ishikawa yang menunjukkan identifikasi permasalahan tingginya kadar air CPO dan inti sawit produksi PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 Sebelum mengalami pengeringan, CPO masih mengandung air berkisar 0.6 – 1.0 % sehingga perlu dikeringkan. Pengeringan ini bertujuan agar air tersebut tidak lagi berfungsi sebagai bahan pereaksi dalam reaksi hidrolisis. Untuk mengurangi air yang terkandung dalam CPO, pengeringan yang dilakukan tidak dapat melalui proses biasa karena dapat merusak CPO sehingga diperlukan proses pengeringan khusus. Pengeringan biasa dapat memicu proses oksidasi, kegosongan, dan perombakan karoten dalam minyak yang tidak disukai konsumen baik secara gizi maupun secara sensori. Pemanasan yang terlalu tinggi pada CPO dapat merangsang terjadinya proses oksidasi terutama jika minyak tersebut kontak dengan udara dan di dalam minyak terkandung prooksidant. Pemanasan yang berlebihan juga dapat menyebabkan kegosongan minyak sehingga dalam proses pemucatan akan lebih sulit dilakukan. PMS Gunung Meliau melakukan proses pengeringan CPO dengan menggunakan vacuum drier. Penurunan kadar air dengan vacuum drier hanya dilakukan dengan menurunkan tekanan CPO tanpa menggunakan proses pemanasan sama sekali. Dengan menurunnya tekanan, air yang terkandung di dalam CPO dapat dengan mudah menguap sehingga kadar air CPO dapat diturunkan hingga berkisar kurang dari 0.2 %. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar air akhir CPO dalam proses vacuum drying, antara lain : suhu minyak, kehampaan udara, dan interaksi suhu minyak dan kehampaan udara. Penurunan kadar air di dalam CPO semakin efektif apabila suhu CPO yang masuk semakin tinggi. Meskipun pemanasan tidak dilakukan dalam vacuum drier, suhu CPO dapat diatur di oil tank. Suhu akhir CPO dari oil tank sangat mempengaruhi efektivitas pengeringan di vacuum drier. Apabila suhu awal CPO saat masuk ke dalam vacuum drier terlalu rendah, air yang terkandung di dalam CPO tidak akan menguap secara maksimal. Namun apabila suhu terlalu tinggi, CPO akan mengalami kerusakan. Oleh karena itu, pengontrolan suhu di oil tank sebelum masuk oil purifier menjadi sangat penting. Selain itu, kehampaan udara juga mempengaruhi tingkat penguapan air di dalam CPO. Air akan lebih mudah menguap apabila kondisi dalam keadaan hampa udara. Kehampaan udara di dalam vacuum drier dipengaruhi oleh kemampuan pompa vacuum dan fluktuasi debit CPO yang masuk. Oleh karena itu, semakin hampa kondisi vacuum drier, semakin maksimal air yang dapat menguap. Begitu pula sebaliknya, semakin tidak hampa kondisi vacuum drier, air yang menguap tidak akan maksimal. Suhu dan kehampaan udara harus dikolaborasikan dengan tepat. Vacuum drier dianggap bekerja dengan baik apabila suhu awal CPO sesaat sebelum masuk berkisar ± 90 0C dengan tekanan operasi 50 Torr atau sekitar 0,067 atm. 47
Apabila salah satu faktor tidak dikontrol dengan tepat, penurunan kadar air di dalam CPO tidak dapat terjadi dengan maksimal. Berdasarkan hasil observasi, masih tingginya kadar air pada CPO dikarenakan kurangnya kontrol dan pengawasan proses dari pihak pabrik dalam memaksimalkan efisiensi dan kinerja alat vacuum drier. Penurunan kadar air pada inti sawit bertujuan untuk mengawetkan produk dan menjaga kualitas. Proses penurunan mutu umumnya terjadi selama proses penyimpanan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan proses dan kondisi penyimpanan serta interaksi antara kelembaban udara dengan kadar air inti. Kadar air inti yang diinginkan dalam penyimpanan adalah 6 – 7 % karena pada tingkat tersebut mikroba sulit untuk hidup. Permukaan inti sawit yang basah merupakan media tumbuh mikroba. Mikroba yang tumbuh dapat menghasilkan enzim yang dapat merusak lemak, protein, karbohidrat, dan vitamin baik secara hidrolisis maupun oksidasi. Untuk menjaga kualitas inti sawit, perlu dilakukan proses pengeringan. Pengeringan inti sawit dilakukan dengan menggunakan kernel silo. Kernel silo dilengkapi dengan heater yang berada di bagian atas silo. Udara panas dihembuskan dari atas ke bawah melalui pipa yang kemudian disebar keseluruh dinding silo. Udara panas inilah yang mempengaruhi tingkat kekeringan inti sawit. Temperatur pengeringan yang baik berkisar 55 – 750C. Suhu udara panas tidak boleh terlalu rendah untuk menghindari adanya air yang tersisa pada inti sawit, namun tidak boleh pula terlalu tinggi karena dapat menyebabkan perubahan warna pada kernel. Lama pengeringan yang baik berkisar 16 jam. Pengontrolan suhu dan lama pengeringan yang baik di kernel silo dapat menghasilkan inti sawit yang dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama dengan mutu yang baik. Berdasarkan hasil observasi, masih tingginya kadar air pada inti sawit dikarenakan kurangnya kontrol dan pengawasan proses dari pihak pabrik dalam memaksimalkan efisiensi dan kinerja alat-alat pengeringan. 3)
Kadar Kotoran Sama halnya dengan kadar air, kadar kotoran akhir pada CPO dan inti sawit bergantung pada proses pengolahan di pabrik. Kotoran yang terkandung pada CPO adalah lumpur, pasir, dan materi lain yang tidak diharapkan, sedangkan kotoran yang terkandung pada inti sawit adalah cangkang dan serabut yang secara tidak sengaja ikut terbawa selama proses pemisahan. Alat yang berfungsi untuk memurnikan CPO dari kotoran adalah serangkaian alat pada stasiun klarifikasi yang terdiri atas vibrating screen, CST, desanding cyclone, dan oil purifier, sedangkan alat yang berfungsi untuk memurnikan inti sawit dari kotoran adalah LTDS. Identifikasi permasalahan pada tingginya kadar kotoran CPO dan inti sawit dapat dilihat pada gambar 24.
48
Kapasitas Alat
Vibrating screen CST Desanding cyclone Oil Purifier
Suhu CPO Kadar Kotoran CPO Tingkat Kebersihan Kualitas Kadar Kotoran
Stabilitas Daya Hisap
Daya Hisap
Kadar Kotoran Inti Sawit
LTDS
Kontinuitas umpan
Gambar 24. Diagram Ishikawa yang menunjukkan identifikasi permasalahan tingginya kadar kotoran CPO dan inti sawit produksi PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 Sebelum mengalami pemurnian, CPO masih mengandung banyak kotoran yang terakumulasi selama berada di kebun hingga ke pabrik. Serangkaian alat pada stasiun klarifikasi berfungsi untuk memurnikan minyak dari kotoran. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi dan efektivitas kinerja alat-alat tersebut, antara lain : suhu CPO, kapasitas alat, dan tingkat kebersihan alat. Suhu CPO sangat mempengaruhi tingkat kemurnian CPO akhir. Suhu yang baik dalam proses pemurnian CPO adalah dengan menggunakan suhu tinggi. Suhu yang tinggi akan menyebabkan viskositas minyak menurun sehingga proses pemisahan minyak dengan kotoran menjadi lebih mudah. Namun, suhu tidak boleh terlalu tinggi karena dapat merusak CPO. Sedangkan apabila suhu yang dipakai terlalu rendah, viskositas CPO masih tinggi sehingga proses pemurnian CPO tidak maksimal. Suhu optimal dalam proses pemurnian berkisar 90-950C. Kapasitas alat juga mempengaruhi efisiensi pemurnian CPO. Semakin besar kapasitas alat, kemampuan alat dalam menurunkan kadar kotoran minyak semakin meningkat namun tetap harus dipertimbangkan tingkat ekonomisnya. Ukuran alat harus disesuaikan dengan requirement / parameter proses. Pembersihan alat juga perlu dilakukan secara rutin. Pembersihan dan pembilasan yang baik dilakukan minimal setiap 2 jam tergantung dari kotoran yang tertimbun di dalam alat. Pembersihan yang tidak dilakukan secara rutin mengakibatkan tertimbunnya kotoran di dalam alat sehingga kotoran yang terpisah tidak dapat dilakukan dengan maksimal. Pengontrolan suhu dan pembersihan alat menjadi poin penting dalam menjaga tingkat kadar kotoran akhir CPO. Berdasarkan hasil observasi, masih tingginya kadar kotoran pada CPO dikarenakan kurangnya kontrol dan pengawasan proses dari pihak pabrik dalam memaksimalkan efisiensi dan kinerja alat-alat pemurnian CPO di stasiun klarifikasi. Sementara itu, pembersihan inti sawit dari kotoran berupa cangkang dan serat dilakukan berdasarkan prinsip perbedaan massa jenis dan bentuk inti sawit serta kotoran. Pemisahan ini dilakukan dengan menggunakan kekuatan hisap. Kekuatan daya hisap mempengaruhi pemisahan inti sawit dengan kotoran. Daya hisap harus diatur dengan seksama agar efisiensi pemisahan menjadi maksimal. Hisapan yang terlalu kuat akan menyebabkan inti ikut terangkat ke atas bersama cangkang dan serat sehingga menyebabkan efisiensi pengutipan inti menurun, dan jika hisapan terlalu lemah maka pemisahan menjadi tidak sempurna karena banyak cangkang yang terikut ke inti sawit. Dalam proses penghisapan, stabilitas daya hisap alat juga mempengaruhi proses pemisahan inti sawit dengan kotorannya. Stabilitas daya hisap alat ditentukan oleh daya hisap blower yang dipengaruhi oleh variasi arus listrik. Hisapan yang terputus-putus akan menyebabkan turbulensi sehingga hasil pemisahan tidak sempurna. Sementara itu, kontinuitas umpan yang masuk akan mempengaruhi efisiensi 49
pengutipan dan pemisahan inti. Semakin besar jumlah umpan maka daya hisap akan menurun dan menyebabkan penurunan efisiensi. Oleh karena itu, pengontrolan kekuatan daya hisap, stabilitas, dan kontinuitas masuknya bahan harus dijaga dengan baik untuk menjaga efisiensi dan efektivitas pemisahan inti sawit dari kotoran berupa cangkang inti dan serat. Berdasarkan hasil observasi, masih tingginya kadar kotoran pada inti sawit disebabkan oleh kurangnya kontrol dan pengawasan proses dari pabrik dalam memaksimalkan efisiensi dan kinerja alat LTDS.
5.2.2
Keunggulan Produktivitas
Industri berbasis kelapa sawit menggunakan terminologi cost per palm product sebagai indikator keunggulan produktivitasnya. Cost per palm product sangat ditentukan oleh total output dan biaya operasionalnya sendiri. Total output CPO dan inti sawit sangat dipengaruhi oleh total output kebun dan pabrik. Pada saat total output kebun dan pabrik tinggi maka dengan biaya operasional yang relatif sama akan menghasilkan cost per palm product yang semakin rendah dan bersaing. Permasalahan yang dihadapi oleh PTPN XIII khususnya di kebun penyuplai TBS dan PMS Gunung Meliau adalah tingginya losis selama proses pemanenan dan proses pengolahan TBS. Selain itu, rendemen yang dihasilkan juga tidak mencapai target yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Hal ini akan meningkatkan cost per palm product sehingga keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan menjadi berkurang karena harga CPO dan inti sawit tidak dapat diatur oleh perusahaan berdasarkan cost dan margin tetapi mengikuti harga pasar. Penelusuran masalah dilakukan sepanjang rantai pengiriman TBS dari kebun hingga ke pabrik. Identifikasi permasalahan akan rendahnya produktivitas CPO dan inti sawit dapat dilihat pada gambar 25.
Kebun
Pekerja / SDM
Fraksi Buah Buah Tertinggal
Jumlah Pekerja
Panen
Brondolan Tidak Terkutip
Pupuk
Irigasi
Jam Kerja Serangan Hama Penyakit Usia
Pemeliharaan Tanaman
Produktivitas Pekerja / SDM Transportasi Proses Pengolahan Jam Kerja
Jumlah Pekerja
Buah Jatuh Pabrik
Gambar 25. Diagram Ishikawa yang menunjukkan identifikasi permasalahan rendahnya produktivitas PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 Berdasarkan data yang diperoleh, kebun inti yang paling banyak menyuplai TBS hingga yang paling sedikit menyuplai TBS berturut-turut adalah kebun inti Gunung Meliau, kebun inti Gunung Mas, dan kebun inti Sungai Dekan. Kebun inti Gunung Meliau mengirimkan semua TBS yang dipanen ke PMS Gunung Meliau. Kebun inti Gunung Mas mengirimkan ±70% TBS ke PMS Gunung Meliau dan ± 30% ke PMS Rimba Belian. Kebun inti Sungai Dekan mengirimkan ± 60% TBS ke 50
PMS Gunung Meliau dan ± 40% TBS ke PMS Rimba Belian. Pengiriman TBS ini didasarkan pada jarak afdeling kebun dengan pabrik sehingga tidak semua afdeling yang berada di dalam satu kawasan mengirimkan TBSnya ke satu pabrik saja. Hal ini dilakukan untuk menjaga efisiensi waktu pengiriman dan kapasitas olah pabrik sehingga tidak banyak buah yang direstan. Jumlah pengiriman TBS dari kebun inti Gunung Meliau, kebun inti Gunung Mas, dan kebun inti Sungai Dekan selama periode bulan Maret 2011 dapat dilihat pada gambar 26. 300.000
Kilogram
250.000 200.000
Gunung Meliau
150.000
Sungai Dekan
100.000 50.000
Gunung Mas
0
Gambar 26. Grafik jumlah TBS kebun inti yang diterima PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 Berdasarkan kepemilikan lahan dan organisasi pengolahan, TBS paling banyak yang diterima oleh PMS Gunung Meliau berasal dari kebun inti disusul kebun pihak ketiga dan yang terakhir berasal dari kebun plasma. Kebun plasma dan kebun pihak ketiga mengirimkan semua TBS hasil panen ke PMS Gunung Meliau berdasarkan kontrak yang telah disepakati bersama yang ditinjau dari aspek jarak antara kebun dan pabrik dengan kapasitas olah pabrik selama menerima TBS dari kebun inti, kebun plasma, dan kebun pihak ketiga. Jumlah TBS dari kebun inti, kebun plasma, dan kebun pihak ketiga dapat dilihat pada gambar 27.
51
600.000 500.000
Kebun Inti
Kilogram
400.000
Kebun Plasma
300.000
Kebun Pihak 3
200.000 100.000 0
Gambar 27. Grafik jumlah TBS diterima PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 berdasarkan asal Kebun Sementara itu, tiap-tiap kebun memiliki areal Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM). Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) adalah tanaman kelapa sawit muda dan belum dapat menghasilkan TBS. Areal TBM dan TM pada kebun inti, kebun plasma, dan kebun pihak ketiga dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 11. Areal Kebun TM dan TBM hingga tahun 2010 Tanaman Belum Tanaman Menghasilkan Kebun Menghasilkan (TBM) (ha) (TM) (ha) Kebun Inti 4325.32 937.25 Gunung Meliau Kebun Inti 4329.20 20.00 Gunung Mas Kebun Inti Sungai 2841.02 2294,07 Dekan Kebun Plasma (G. 3574.44 0.00 Meliau & G. Mas) Kebun Pihak 3220.17 0.00 Ketiga
TM +TBM (ha) 5262.57 4349.20 5135.09 3574.44 3220.17
Produktivitas akan meningkat secara berkala dengan bertambahnya usia tanaman kelapa sawit, mencapai usia produktif puncak kemudian menurun dan akhirnya tanaman tidak dapat menghasilkan TBS lagi karena sudah terlalu tua dan siap dilakukan replanting. TBS yang dihasilkan tanaman kelapa sawit muda masih berbobot rendah dan TBS akan semakin berat bila usia tanaman semakin tua. Dari data areal kebun TBM dan TM, dapat dilihat bahwa kebun inti Gunung Meliau memiliki produktivitas yang paling tinggi dan kebun inti Sungai Dekan memiliki produktivitas paling rendah. Produktivitas berdasarkan areal TBM dan TM bukanlah hal yang krusial karena kondisi 52
seperti ini pasti akan dialami oleh setiap kebun. Namun, hal tersebut akan mempengaruhi produktivitas PMS Gunung Meliau yang menerima TBS dari kebun-kebun tersebut. Rendahnya produktivitas kebun akibat replanting mengakibatkan TBS yang dikirim menjadi sedikit dan output produk yang dihasilkan menjadi tidak maksimal dengan biaya operasional yang sama. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, irigasi dan pemupukan telah dilakukan dengan cukup baik. Setiap blok kebun memiliki jalur air yang cukup sehingga kebun tidak tergenang air saat hujan tiba. Proses pemupukan juga telah dijalankan dengan baik dimana pemupukan dilakukan dua kali dalam setahun sesuai rekomendasi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Namun pemupukan sering dilakukan tidak tepat waktu karena keterlambatan pengadaan pupuk. Keterlambatan ini tentu tidak baik bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit terutama TBM karena akan berdampak pada tingkat produktivitas TBS setelah memasuki masa TM Serangan hama dan penyakit juga mempengaruhi pada tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit yang terserang hama dan penyakit akan terganggu pertumbuhannya sehingga TBS yang diproduksi tidak maksimal bahkan tanaman menjadi mati. Dari hasil observasi, hama dan penyakit tidak berdampak terlalu besar pada kebun-kebun penyuplai TBS ke PMS Gunung Meliau karena kondisi cuaca dan pemeliharaan yang baik. Namun sekecil apapun dampaknya, serangan hama dan penyakit tentu akan menurunkan produktivitas TBS di kebun dan secara tidak langsung akan mengganggu produktivitas pabrik. Setiap afdeling pada masing-masing kebun telah diberikan target bobot TBS yang dapat dipanen setiap proses pemanenan berdasarkan umur tanaman dan luas areal kebun. Apabila TBS yang dipanen telah melebihi target, kelebihan dari target tersebut akan dikalkulasikan sebagai premi bagi buruh panen. Premi yang diterima oleh buruh panen juga berdampak pada premi yang diterima oleh mandor. Sistem yang diterapkan ini mengakibatkan buruh panen cenderung lebih mengejar premi daripada kualitas TBS yang diharapkan. Kondisi seperti ini tidak dapat dikontrol dengan maksimal karena mandor juga mendapatkan premi dari kelebihan target tersebut. Selain itu, teknik pemanenan yang dilakukan dengan melihat ada tidaknya berondolan yang jatuh dimana TBS siap untuk dipanen apabila berondolan jatuh berjumlah minimal tiga buah tidaklah efektif dari sisi produktivitas. Teknik ini baik bila dilihat dari sisi efisiensi kerja, tetapi tidak baik bila dilihat dari sisi tingkat produktivitas kebun. Derajat kematangan tandan erat hubungannyadengan jumlah kandungan minyak yang terdapat di dalam buah yang dapat dilihat dari jumlah buah yang lepas secara alami dari tandan, yang dimulai dari ujung tandan bagian buah paling luar, sampai ke arah pangkal tandan. Kriteria matang yang umum dipraktekkan yaitu berdasarkan jumlah berondolan yang jatuh dalam kriteria tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah berondolan yang jatuh kurang lebih 10 butir dan tanaman dengan umur lebih dari 10 tahun, jumlah berondolan yang jatuh sekitar 15-20 butir. Selama periode Maret 2011, TBS yang paling banyak diterima adalah TBS dengan fraksi 1 alias belum matang. Banyaknya TBS yang belum matang akan meningkatkan cost per palm product dalam menghasilkan CPO dan inti sawit. Fraksi TBS yang diterima oleh PMS Gunung Meliau dapat dilihat pada gambar 28.
53
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% (01/03/2011) (02/03/2011) (03/03/2011) (04/03/2011) (05/03/2011) (07/03/2011) (08/03/2011) (09/03/2011) (10/03/2011) (11/03/2011) (12/03/2011) (13/03/2011) (14/03/2011) (15/03/2011) (16/03/2011) (17/03/2011) (18/03/2011) (19/03/2011) (20/03/2011) (21/03/2011) (22/03/2011) (23/03/2011) (24/03/2011) (25/03/2011) (26/03/2011) (28/03/2011) (29/03/2011) (30/03/2011) (31/03/2011) (01/04/2011)
0%
00
0
1
2
3
4
5
T. Kosong
Brondolan
Sampah
T. Panjang
Gambar 28. Histogram fraksi TBS diterima PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 Setiap kategori fraksi TBS memiliki standar maksimum rendemen CPO yang dapat dicapai. Data fraksi TBS yang diterima PMS Gunung Meliau dapat digunakan untuk memprediksi persentase total rendemen CPO maksimum . Berdasarkan standar teknis Dirjen Perkebunan, persentase total rendemen CPO maksimum dapat dilihat pada gambar 29.
23,00
22,50
%
22,00
Potensi rendemen berdasarkan fraksi TBS
21,50
21,00
Standar Rendemen dari perusahaan
20,50
Gambar 29. Grafik rendemen dari fraksi TBS yang diterima PMS Gunung Meliau periode Maret 2011 Berdasarkan grafik, fraksi TBS yang diterima PMS Gunung Meliau selama periode Maret 2011 menghasilkan persentase total rendemen CPO maksimum yang tetap lebih rendah daripada 54
standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Efisiensi yang tinggi tidak mungkin dapat memenuhi standar perusahaan karena konversi rendemen CPO dari fraksi-fraksi TBS yang diterima tidak memungkinkan bagi pabrik untuk mencapai standar tersebut. Selain itu, berondolan yang tidak terkutip juga mempengaruhi tingkat produktivitas kebun. Banyaknya berondolan yang tidak terkutip dapat terjadi karena topografi lahan yang sulit dilewati dan kurangnya tenaga kerja dalam memanen TBS. Kadang kala, terjadi pula buah tertinggal sehingga buah direstan satu malam karena keterlambatan panen. Buah tertinggal dianggap mempengaruhi produktivitas karena proyeksi TBS yang dikirimkan ke pabrik menjadi berkurang dan akan menumpuk dihari berikutnya. Selama observasi periode Maret 2011, jumlah dan jam kerja buruh panen masih dapat terkoordinasi dengan baik. Namun permasalahan akan muncul pada saat musim panen raya. Banyaknya TBS yang dipanen menyulitkan buruh panen untuk dapat bekerja sesuai rotasi panen yang telah dirancang. Kondisi ini akan berdampak pada banyaknya TBS yang terlalu matang dan busuk karena keterlambatan panen. Dalam proses pengiriman buah, truk pengangkut TBS kadang kala mengirimkan TBS dalam jumlah yang berlebihan. Hal ini mengakibatkan TBS dapat jatuh selama perjalanan tanpa disadari oleh supir. Kondisi ini didukung dengan medan jalan yang tidak rata dan berliku-liku sehingga potensi TBS jatuh akan semakin besar. Setiap proses pengolahan memiliki faktor masing-masing yang mempengaruhi tingkat rendemen dan losis produksi, namun terdapat beberapa stasiun yang berpengaruh langsung pada tingkat rendemen dan losis produksi. Selama proses pengolahan TBS menjadi CPO dan inti sawit, bagian-bagian proses pengolahan yang mempengaruhi tingkat rendemen dan losis produksi adalah proses perebusan, thresing, digestion, kernel recovery untuk inti sawit, dan klarifikasi untuk CPO. Selama proses perebusan, terjadi proses pelepasan molekul minyak dari ampasnya sehingga produk minyak menjadi mudah untuk dipisahkan. Setelah itu, tandan kosong dan buah dipisahkan pada proses thresing. Efisiensi tahap ini dapat dilihat dari banyak sedikitnya berondolan yang ikut terbawa bersama tandan kosong. Berondolan yang telah terpisah dari tandannya kemudian dipress dengan menggunakan digester yang dimana CPO akan mengalami proses klarifikasi untuk mendapatkan CPO murni dan biji sawit akan dibawa menuju stasiun kernel recovery untuk mendapatkan inti sawit. Proses perebusan menjadi titik kritis awal karena bila suhu dan tekanan selama perebusan tidak sesuai, molekul minyak tidak akan mudah terlepas dari ampasnya pada saat dipress. Pada tahap thresing, terdapat banyak berondolan yang ikut terbawa tandan kosong dan tentu saja ini akan meningkatkan losis pabrik. Pada tahap digestion, kontrol suhu menjadi poin penting dalam memudahkan molekul minyak terlepas dari dagingnya. Suhu yang terlalu rendah akan mengakibatkan molekul minyak tidak meleleh secara sempurna sehingga pemisahan minyak dari daging menjadi tidak maksimal. Dalam tahap klarifikasi, ekstraksi pada sludge separator akan mempengaruhi tingkat rendemen CPO yang dihasilkan. Ekstraksi yang sempurna akan mendapatkan kembali CPO yang terbawa oleh lumpur. Begitu pula dengan biji yang dibawa menuju kernel recovery. Biji sawit yang dipecah dengan sempurna di nut cracker akan menghasilkan rendemen inti sawit yang tinggi. Efisiensi kerja di PMS Gunung Meliau dapat dikatakan belum maksimal. Ketergantungan bahan baku berupa TBS dari kebun-kebun inti, kebun plasma, dan kebun pihak ketiga mengakibatkan produksi CPO dan inti sawit di PMS Gunung Meliau tidak stabil. Apabila TBS yang diterima tidak mencapai bobot minimal, pabrik tidak akan mengolah karena akan mengalami kerugian dari pembayaran operasional pabrik dan karyawan. Namun dihari berikutnya, jam olah pabrik meningkat tinggi karena banyaknya TBS yang harus diolah dari buah restan dihari sebelumnya dan buah yang diterima pada hari tersebut. Ketidakstabilan ini akan mempengaruhi cost per palm product dari perusahaan. Perbedaan cost per palm product tiap harinya akan berdampak pada tingkat keuntungan perusahaan. Waktu olah TBS yang berbeda-beda akan menganggu sistem kerja pabrik yang 55
menggunakan sistem shift. Saat pabrik mengolah, pekerja mendapatkan premi berdasarkan jumlah buah yang diolah. Dengan adanya ketidakstabilan olah di pabrik, premi yang diterima oleh pekerja tiap shift menjadi tidak sama. Selain itu, waktu olah pabrik yang tidak stabil akan memberikan peluang terjadinya kerusakan alat-alat pengolahan. Ketergantungan dan tidak adanya sistem yang mengatur kedatangan buah menyebabkan pabrik tidak memiliki waktu untuk proses perawatan alatalat olah. Konsumsi minyak dan lemak dunia pun dikuasai oleh minyak berbasis sawit sebesar 29.70% dan diikuti minyak nabati asal non sawit. Minyak sawit memiliki keunggulan dibandingkan minyak nabati lainnya. Minyak sawit memiliki kandungan mikronutrien yang banyak dan beragam. Kandungan nutrisi dalam minyak sawit tersebut antara lain α-, β-, dan γ- karoten, vitamin E(tokoferol, tokotrienol), likopen, lutein, sterol, asam lemak tidak jenuh dan ubiquinon. Salah satu keunggulan utama minyak sawit adalah kandungan pigmen karotenoid yang berwarna kuning merah sekitar 5001000ppm (untuk beta karoten setara dengan 60000 IU aktivitas vitamin A per 100 gram). Komponen tersebut memiliki nilai biologis yang sangat penting, antara lain berfungsi sebagai pro-vitamin A, merupakan antioksidan yang mampu mencegah penyakit degeneratif. Selain itu minyak sawit juga memiliki kandungan komponen tokoferol (vitamin E) yang tinggi. Keunggulan minyak sawit tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan produk-produk turunan minyak sawit yang bermanfaat bagi kesehatan. Satu-satunya perkebunan sawit yang mempunyai tanaman sawit dengan karoten tinggi adalah milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIII yang berlokasi di Kebun inti Gunung Mas. PTPN XIII memiliki kebun kelapa sawit dari varietas sawit dengan kandungan karoten tinggi yaitu berkisar antara 2000-4000ppm. Luas areal tanaman tersebut hanya sekitar 2 ha dengan jumlah pohon sekitar 200 pokok dan saat ini kurang terawat. Proses pengolahan minyak sawit dengan karoten tinggi saat ini masih dicampur dengan tanaman sawit lainnya yang memiliki kandungan karoten rata-rata 500700ppm. Pengolahan dengan pencampuran ini sangat disayangkan mengingat potensi kelapa sawit dengan karoten tinggi dapat dimanfaatkan menjadi produk olahan lain seperti minyak sawit merah(seperti minyak salad), pekatan karoten, minuman emulsi maupun produk farmasetikalnutrasetikal lainnya yang memiliki nilai tambah dan nilai ekonomi yang tinggi. Sampel buah sawit tinggi betakaroten yang diambil untuk di uji sebanyak 4 sampel dengan lokasi pada baris 4/ pohon 6, baris 7/ pohon 4, baris 5/ pohon 6, dan baris 7/pohon 2. Sampel dibawa ke PMS Gunung Meliau untuk direbus. Keempat sampel yang telah direbus kemudian dirontokkan dari tandannya dan di press secara manual. CPO kasar hasil penyaringan ditampung dalam botol yang dilapisi lakban hitam yang berguna untuk menghindari kontak langsung dengan cahaya yang dapat merusak betakaroten. Sampel CPO kasar dalam botol disimpan di dalam lemari pendingin untuk mencegah kerusakan betakaroten akibat panas dari lingkungan. Keempat sampel yang diambil memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik pada sampel dianalisis sebagai bagian dari perbedaan varietas yang diambil. Sampel tersebut akan dilakukan uji kadar betakarotennya. Data kadar betakaroten dari keempat sampel yang diuji pada baris 4/ pohon 6, baris 7/ pohon 4, baris 5/ pohon 6, baris 7/pohon 2, dan kontrol berturut-turut sebesar 1027.79ppm, 526.59ppm, 421.67ppm, 418.19ppm, dan 438.97ppm. Data keempat sampel yang diujikan cukup memuaskan. Walaupun data ini masih jauh berbeda dari data yang telah didapatkan dari PPKS dimana nilai kadar betakaroten yang diperoleh semuanya lebih dari 1000ppm, namun dari keempat sampel yang diuji terdapat satu sampel yang memiliki kadar betakaroten diatas 1000ppm. Hasil yang diperoleh tersebut menunjukkan adanya suatu sumber daya potensial yang belum dikembangkan secara maksimal oleh PTPN XIII. Walaupun pengujian yang dilakukan masih pengujian kasar yang menggunakan spektrofotometer, namun data yang diperoleh sudah dapat dijadikan sebagai representatif seberapa 56
besar potensi yang dapat dikembangkan oleh PTPN XIII untuk masuk ke usaha dan industri hilir. Kepemilikan satu-satunya dan kebijakan pemerintah yang mengharuskan adanya pengembangan industri hilir dapat menjadi alasan yang sangat tepat dan kuat untuk mulai masuk ke dalam aspek hilir
5.2.3
Pengembangan Model Supply Chain Management (SCM)
Pemetaan masalah dan hubungan antarvariabel yang telah dipaparkan sebelumnya digunakan sebagai landasan dalam membangun model Supply Chain Management (SCM) dalam agribisnis kelapa sawit. Model ini merupakan abstraksi dari sistem nyata perjalanan TBS mulai dari dipanen dalam kebun, diangkut ke pabrik, diolah menjadi CPO dan inti sawit, penyimpanan, dan sampai ke tangan berikutnya. Perancangan model diharapkan dapat meningkatkan kualitas produksi dengan merancang waktu yang cepat dan dapat menurunkan cost per palm product dengan merancang sistem pemanenan, pengiriman, dan pengolahan secara tepat. Model SCM yang dibangun terdiri atas tiga submodel, yaitu : submodel SCM aspek operasional, submodel SCM aspek taktis, dan submodel SCM aspek strategis. Perbedaan dari ketiga jenis submodel ini berdasarkan rentang waktu pelaksanaan sistem. Submodel SCM aspek operasional menggunakan horizon waktu harian untuk menggambarkan permasalahan operasional. Submodel SCM aspek taktis menggunakan horizon waktu bulanan untuk menggambarkan permasalahan taktis. Dan submodel SCM aspek strategis menggunakan horizon waktu tahunan untuk menggambar permasalahan strategis. 1)
Submodel SCM Pada Aspek Operasional Sistem pemanenan, transportasi, dan pengolahan TBS yang kurang tepat menyebabkan produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan ekspektasi perusahaan. Tingginya kadar ALB, kadar air, dan kadar kotoran serta rendahnya produktivitas TBS, rendahnya rendemen, dan tingginya losis produksi mengharuskan adanya suatu sistem pengaturan yang dapat mengontrol seluruh kinerja yang dimulai dari proses pemanenan hingga pengolahan. Submodel SCM pada aspek operasional ini ditekankan pada aliran material hingga didapatkan produk dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh, waktu pengiriman TBS dari kebun menuju PMS Gunung Meliau tidak teratur. Hal ini menyebabkan kinerja pabrik sangat bergantung pada kebun sebagai penyuplai bahan baku dimana rantai pengiriman bahan baku menjadi tidak terkontrol dan pabrik tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. Distribusi waktu penerimaan TBS di PMS Gunung Meliau selama periode Maret 2011 dapat dilihat pada gambar 30.
57
180.000 160.000 140.000 120.000 Kg
100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0 06 6.00 08.00 10..00 12.00 14.000 16.00 18.000 20.00 22.000 08 8.00 10.00 12..00 14.00 16.000 18.00 20.000 22.00 06.000 Keebun G.Meliauu
Kebun K S.Dekann
Keebun G.Mas
Kebun K Plasma
Keebun Pihak Ketiga G Gambar 30. Hiistogram jumlaah TBS diterim ma PMS Gunun ng Meliau per jam periode Maaret 2011 Dari gambar g diatas dapat dilihat bahwa b jam tingggi kedatangann TBS ke PMS S Gunung Meliiau ddimulai pada pukul p 10.00 – 20.00. 2 Waktu kkedatangan TB BS yang mencuukupi untuk memulai m produkksi d dengan kapasiitas 60 ton/jam m adalah pukuul 10.00 dan mengalami keelebihan kapassitas pada pukkul 12.00-18.00. Hal H ini tidak diinginkan d kareena efisiensi kerja k di PMS G Gunung Meliaau menjadi tiddak m maksimal. Daari data, rata-rrata waktu seelesai pengolahhan TBS adallah pukul 24..00 dimana bila d dibandingkan dengan d grafik,, TBS yang dattang sudah meenurun hingga kurang dari 200 ton pada pukkul 2 20.00-22.00. D penyimpaangan tersebut,, dapat disimppulkan bahwa banyak terjaddi buah restan di Dari P PMS Gunung Meliau karen na pengunaan kkapasitas pabrrik yang tidakk efisien. Hal ini i bukan hannya d dapat menurun nkan produktiv vitas, tetapi jugga kualitas CPO O dan inti saw wit yang dihasillkan. Kondisi ini i a akan meningkaatkan peluang terjadinya t buahh menginap sem malam karena pabrik tidak mampu m mengollah s semua TBS yaang datang. Paadahal pada beeberapa kondisi, kapasitas ppabrik tidak diigunakan denggan m maksimal kareena jumlah TBS S yang belum cukup untuk memulai m pengoolahan seperti yang y terjadi paada p pukul 06.00-10 0.00. Apabila penggunaan kapasitas k pabrik dapat dipakaai dengan makksimal pada saaat d dimulainya prroses pengolahhan hingga ssaat pengolahaan berhenti, T TBS yang mengalami m resttan s semalaman dappat dihindari, efisiensi kerja dipabrik akann maksimal, daan kualitas CP PO dan inti saw wit d dapat dijaga dengan d baik. Untuk U dapat menggunakan m kapasitas k pabrrik dengan efissiean dari mulai h hingga selesai pengolahan, diperlukan d suaatu sistem jadw wal pengirimann yang teratur dan terintegraasi d dengan baik. Hal H ini sangatt berhubungann erat dengan kemampuan ddan jadwal paanen dari kebuun. S Selama proses pemanenan, pengaturan p wakktu diperlukan untuk menceggah terjadinya buah b tinggal attau r restan. Pengatu uran ini harus dikoordinasikkan dengan peemilik truk penngantar TBS ke k PMS Gununng 58
Meliau. Waktu pemanenan tidak bisa disamaratakan pada tiap-tiap kebun dan afdeling. Kebanyakan buruh panen mulai memanen TBS pada pukul 6 pagi hingga selesai. Keadaan seperti ini akan menyebabkan terjadinya buah yang tertinggal karena buruh kebun tidak mampu memanen semua TBS pada saat truk pengangkut datang atau ada pula buah yang terlalu lama mengalami restan di TPH karena masih menunggu truk pengangkut datang untuk mengangkut TBS tersebut. Selain itu, kondisi ini dapat memicu penurunan efisiensi penggunaan kapasitas pabrik dan kualitas CPO dan inti sawit saat diproduksi di pabrik. Grafik pengiriman TBS dari tiap-tiap kebun menuju PMS Gunung Meliau per jam pada periode Maret 2011 dapat dilihat pada gambar 31. 80.000 70.000 60.000
Kg
50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 0 06.00 - 08.00 - 10.00 - 12.00 - 14.00 - 16.00 - 18.00 - 20.00 - 22.00 08.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 22.00 06.00 Kebun G.Meliau
Kebun S.Dekan
Kebun G.Mas
Kebun Plasma
Kebun Pihak Ketiga
Gambar 31. Histogram Jumlah rata-rata TBS diterima PMS Gunung Meliau per jam periode Maret 2011 Dari grafik dapat dilihat bahwa pengiriman TBS yang konsisten tiap waktunya hanya dilakukan oleh kebun-kebun pihak ketiga dan kebun plasma. Ironisnya, kebun-kebun inti yang ternyata tidak mengirimkan TBS dengan konsisten pada tiap jamnya padahal sistem organisasi dan pemanenan yang dimiliki jauh lebih baik daripada kebun plasma dan kebun-kebun pihak ketiga. Kebun-kebun inti berkontribusi sangat besar dalam menyuplai TBS yaitu sebesar 67 % dari total TBS yang diterima PMS Gunung Meliau selama periode Maret 2011. Persentase sumber TBS yang diterima oleh PMS Gunung Meliau dapat dilihat pada gambar 32.
Kebun Inti
Kebun Plasma
Kebun Pihak 3
28%
5%
67%
Gambar 32. Diagram persentase TBS diterima PMS Gunung Meliau per jam periode Maret 2011
59
Penjadwalan dalam proses pemanenan di setiap kebun perlu dilakukan dengan memperhitungkan jarak pengiriman, jumlah truk pengangkut, dan kondisi jalan. Selain itu, pabrik juga harus menentukan dengan pasti waktu mulai pengolahan TBS setiap harinya. Dengan waktu yang telah ditentukan, tiap-tiap kebun dapat mengalokasikan waktu pemanenan dan transportasi sehingga kedatangan TBS dapat diatur dengan baik. Selama periode Maret 2011, waktu rata-rata pengolahan di PMS Gunung Meliau berkisar 11 jam. Waktu pengolahan tersebut tidak efisien karena tidak semua jam menunjukkan efisiensi kapasitas pengolahan yang sesuai dengan kapasitas pabrik yaitu 60 ton / jam. Waktu pengolahan yang paling efisien berdasarkan jumlah TBS yang diterima selama periode Maret 2011 adalah 10 jam karena dapat mengalokasikan semua TBS yang diterima untuk diolah dengan baik tanpa restan. Oleh karena itu, waktu mulai pengolahan yang baik dapat dilakukan pada pukul 09.00 dan selesai pada pukul 19.00. Waktu yang sudah terjadwal ini akan membantu buruh pabrik untuk dapat melakukan perawatan dan pembersihan pabrik dengan lebih maksimal tanpa khawatir waktu mulai pengolahan yang selama ini bergantung dari kedatangan TBS. Skenario pengiriman yang baik dari kebun-kebun penyuplai TBS ke PMS Gunung Meliau dapat dilihat pada gambar 33.
70.000 60.000 50.000
Kebun Pihak Ketiga
40.000
Kebun Plasma
30.000
Kebun G. Mas
20.000 Kebun S. Dekan 10.000 Kebun G. Meliau 0 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
Gambar 33. Histogram skenario jumlah TBS diterima PMS Gunung Meliau Dari gambar dapat dijelaskan bahwa kebun-kebun inti memberikan kontribusi paling besar pada waktu-waktu mulai pengolahan dan semakin berkurang pada waktu-waktu sebelum pengolahan selesai, sedangkan kebun-kebun pihak ketiga memberikan kontribusi paling rendah pada waktu-waktu mulai pengolahan dan semakin bertambah pada waktu-waktu sebelum pengolahan selesai. Kebun plasma mengisi kekurangan dari tiap-tiap waktu pengolahan sehingga kapasitas olah pabrik dapat dipenuhi dengan maksimal karena kontribusi pengiriman TBS hanya berkisar 5 % dari total TBS yang diterima. Skenario ini memberikan jatah pengiriman sesuai dengan jarak, kondisi jalan, dan jumlah TBS yang dikirim. Kebun inti Gunung Meliau yang memiliki jarak paling dekat dari PMS Gunung Meliau diharapkan dapat mengisi kekosongan TBS pada waktu-waktu mulai pengolahan. Untuk dapat mencapai harapan tersebut, proses pemanenan di kebun inti Gunung Meliau harus lebih pagi daripada kebun-kebun inti lainnya. Jam mulai pengolahan yang dimulai pada pukul 09.00 akan memberikan kesempatan kepada buruh panen untuk dapat mengejar bobot target sehingga TBS dapat diolah tepat waktu. Kebun inti Sungai Dekan dan kebun inti Gunung Mas yang jaraknya lebih jauh dapat 60
memberikan kontribusi paling besar pada pertengahan proses pengolahan seperti pada pukul 12.0014.00. Skenario kepada kebun inti Sungai Dekan dan Gunung Mas diberikan berdasarkan perhitungan jarak yang cukup jauh dan kondisi jalan yang kurang baik dari kebun menuju PMS Gunung Meliau. Kebun-kebun pihak ketiga dapat memberikan kontribusi paling besar pada waktu-waktu akhir proses pengolahan sehingga dapat mencegah kedatangan TBS yang bersamaan dengan TBS dari kebunkebun inti. Kontribusi TBS dari kebun-kebun pihak ketiga sendiri sebesar 28 % dari total TBS yang diterima PMS Gunung Meliau. Dengan penjadwalan dan alokasi waktu tersebut, tiap-tiap kebun dapat menyesuaikan waktu pemanenan dan pengiriman TBS tanpa harus mengalami restan terlebih dahulu. Waktu pemanenan yang tepat akan meningkatkan efisiensi kerja di kebun dan di PMS Gunung Meliau. Skenario penerimaan TBS oleh PMS Gunung Meliau harus didukung oleh kebun-kebun penyuplai TBS. Skenario yang baik hanya akan terlaksana bila didukung oleh semua pihak dari hulu hingga ke hilir. Selain jadwal pemanenan yang tepat, faktor pendukung lain adalah sistem transportasi. Penggunaan truk pengangkut harus disesuaikan dengan bulan-bulan tinggi dan rendahnya produksi TBS. Pada saat panen raya, jumlah truk pengangkut yang diperlukan akan lebih banyak bila dibandingkan dengan bulan-bulan biasa. Bila jumlah truk pengangkut tidak diatur dengan baik, peluang TBS mengalami restan akan semakin besar terutama pada saat musim panen raya dan akan terjadi penurunan efisiensi penggunaan truk pengangkut pada saat musim paceklik. Sistem pengangkutan TBS dari TPH harus dialokasikan dengan tepat sesuai dengan luasan blok dan letak TPH dalam sebuah afdeling sehingga semua TBS dapat diangkut dalam sekali jalan tanpa harus berputar apabila terjadi buah tinggal. Waktu pengangkutan buah juga harus disesuaikan dengan waktu pemanenan buah yang telah diatur berdasarkan skenario penerimaan TBS oleh PMS Gunung Meliau sehingga skenario dapat berjalan dengan baik. Pemantauan proses pengangkutan TBS dengan truk pengangkut perlu dilakukan untuk meminimalisir luka TBS selama pengiriman. Berdasarkan hasil observasi, TBS yang dikirim oleh truk pengangkut banyak yang melebihi kapasitas. Tumpukan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan luka pada buah sehingga proses pembentukan ALB semakin tinggi. Selain itu peluang TBS jatuh selama perjalanan juga besar karena tidak ada yang menjaga TBS selama dalam perjalanan. Pemantauan oleh pihak internal kebun akan berefek baik karena pihak kebun dapat memberikan peringatan bila TBS yang diangkut telah melebihi kapasitas truk. Pemantauan ini akan menurunkan tingkat luka buah dan jatuhnya TBS selama pengiriman. Pemantauan dan pengecekan awal TBS saat masih di kebun akan membantu meningkatkan efisiensi proses pengolahan pabrik karena dapat mengurangi waktu pengecekan TBS setelah diterima di PMS Gunung Meliau. Pengecekan awal TBS akan lebih mudah dilakukan karena jumlah buah yang lebih sedikit dibandingkan pada saat TBS telah diterima di pabrik. TBS yang telah diterima lebih baik langsung diolah. Pada waktu-waktu tinggi kedatangan TBS, banyak sampel yang tidak dicek dengan maksimal karena kurangnya waktu dan tenaga dalam proses pengecekan. Oleh karena itu, pihak kebun sebagai penyuplai bahan baku berperan sangat penting untuk dapat memberikan bahan baku berkualitas baik. TBS yang tidak sesuai kriteria tidak boleh dikirim karena akan berpengaruh pada produktivitas dan kualitas CPO dan inti sawit hasil pengolahan. Masalah yang terjadi adalah buruh kebun cenderung mengejar premi buah dan ironisnya mandor panen tidak dapat mengontrol dengan maksimal karena premi yang diterima oleh buruh panen berdampak positif pada premi mandor panen. Oleh karena itu, perlu dilakukan sistem denda apabila ditemukan TBS yang tidak sesuai kriteria dan TBS tersebut tidak boleh dikirimkan ke pabrik. Sementara itu, proses perawatan mesin-mesin pabrik harus dilakukan dengan maksimal dan berkala. Selama ini perawatan mesin-mesin tidak dapat dilakukan dengan maksimal karena waktu 61
perawatan tidak cukup dan tidak ada hari khusus yang diperuntukan untuk perawatan mesin. Berdasarkan hasil observasi di PMS Gunung Meliau, terdapat 3 hari dalam sebulan tidak ada proses pengolahan TBS. Proses pengolahan tidak dilakukan bukan karena adanya proses perawatan mesin, tetapi dikarenakan TBS yang diterima tidak mencukupi bobot minimal untuk menutupi biaya operasional. Kondisi seperti ini menyebabkan buah yang mengalami restan menjadi banyak dan efisiensi kerja pabrik menjadi tidak optimal. Dengan kondisi tersebut, akan lebih baik apabila waktu tersebut dialokasikan untuk melakukan proses perawatan mesin pengolahan tanpa melakukan proses pemanenan yang dapat mengakibatkan buah restan. Waktu tersebut dapat dilakukan pada hari minggu. Penentuan waktu ini akan mencegah pemanenan TBS pada hari minggu sehingga tidak akan terjadi buah restan. Penggunaan waktu untuk perawatan mesin sangat berguna karena dapat mengistirahatkan dan mempersiapkan mesin untuk produksi enam hari ke depan. Pada saat musim panen raya, waktu perawatan mesin dapat dikurangi hingga 2 kali dalam sebulan. Namun waktu perawatan tidak boleh ditiadakan sama sekali karena dengan banyaknya TBS yang diolah, kondisi mesin akan lebih cepat mengalami masalah dan kerusakan teknis. Selama proses pengolahan berlangsung, semua stasiun pengolahan wajib mengikuti Standar Operasional Pabrik (SOP) yang telah ditetapkan. SOP yang telah diberikan harus selalu dipantau dan disesuaikan dengan kondisi sebenarnya untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan penurunan produktivitas CPO dan inti sawit. Berdasarkan hasil observasi, sebagian buruh pabrik cenderung melaksanakan sistem pengolahan berdasarkan pengalaman. Hal tersebut tidak dikehendaki karena proses pengolahan menjadi bias dan penyimpangan yang terjadi tidak dapat terdeteksi dengan segera dan baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemantauan secara berkala oleh masing-masing kepala stasiun yang harus segera diinformasikan secara sistematis dan terstruktur kepada kepala pabrik sehingga apabila terjadi penyimpanan dapat langsung dilakukan tindakan-tindakan perbaikan. Sebelum dikirim, CPO akan disimpan dalam tangki timbun. Temperatur penyimpanan harus terkontrol dengan baik yaitu sekitar 55˚C untuk mencegah terjadinya oksidasi dan hidrolisis. Selain itu, tangki timbun perlu dicuci secara berkala paling sedikit 2 kali dalam setahun untuk mencegah kerusakan CPO karena adanya kerak dan kotoran yang terbenam dalam tangki timbun. Kebersihan tangki harus selalu dijaga terutama terhadap kotoran dan air. Selain itu, perlu pula dilakukan sistem First In First Out (FIFO) untuk menjaga kualitas CPO. 2)
Submodel SCM Pada Aspek Taktis Hingga tahun 2010, jumlah karyawan pelaksana yang berkecimpung langsung dalam proses pemanenan di kebun-kebun inti dan kebun plasma berjumlah kurang lebih 3000 orang. Tingginya jumlah karyawan ini tidak diimbangi dengan pemekalan materi yang cukup. Selama ini, proses pemanenan TBS hanya dikontrol oleh mandor panen dimana setiap mandor panen mengontrol 2 - 5 orang buruh panen dalam area yang luas. Pemanenan yang dilakukan oleh buruh panen hanya didasarkan pada ada tidaknya berondolan yang jatuh. Teknik ini tentu tidak dapat memberikan hasil yang maksimal karena tidak didasarkan pada landasan ilmu yang kuat. Oleh karena itu, pelatihan kepada seluruh karyawan tentang karakteristik TBS termasuk fraksi TBS beserta sifat fisiologis yang akan muncul pada masing-masing fraksi akan memberikan dampak yang sangat besar. Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas TBS dimana TBS yang dipanen adalah TBS dengan fraksi 2 atau fraksi 3 dengan kategori matang. TBS yang dipanen saat fraksi yang tepat akan berdampak pada produktivitas CPO dan inti sawit di PMS Gunung Meliau dimana molekul minyak pada tiap berondolan yang dihasilkan lebih banyak dan maksimal. Hal yang sama akan tampak pula pada produksi inti sawit yang dihasilkan dimana produksi inti sawit akan lebih besar pada TBS matang. Selama ini pengontrolan proses pemanenan termasuk fraksi TBS yang dipanen hanya 62
dilakukan oleh mandor panen. Kontrol mandor tentu tidak akan maksimal karena luasnya areal kebun sawit yang harus dikontrol. Ketergantungan mandor panen dapat dikurangi dengan adanya pelatihan tersebut. Selain itu, perlu ditanamkan kepedulian dan rasa kepemilikan kepada perusahaan sehingga orientasi kerja karyawan bukan hanya mengejar gaji dan premi, tetapi juga dapat memberikan kinerja yang maksimal. Pelatihan tentang sistem panen tidak boleh hanya diberikan kepada karyawan-karyawan dari kebun-kebun inti dan kebun plasma, tetapi juga perlu diberikan kepada pemilik kebun-kebun pihak ketiga. Pelatihan yang diperuntukan kepada pemilik kebun-kebun pihak ketiga perlu dilaksanakan karena mereka menyumbangkan 28 % atau kurang lebih ¼ dari jumlah total TBS yang diolah oleh PMS Gunung Meliau. Materi yang diberikan tentu berbeda dengan kebun-kebun inti dan kebun plasma karena kondisi yang dialami berbeda. Pemilik kebun-kebun pihak ketiga cenderung menimbun TBS hingga beberapa hari hingga cukup bagi mereka untuk dikirim ke PMS Gunung Meliau. Penimbunan TBS hanya dilakukan di depan rumah tanpa adanya pelindung. Hal ini tentu akan memicu terjadinya buah busuk dan memicu terbentuknya ALB. Ironisnya, pengontrolan TBS dari PMS Gunung Meliau tidak dapat dilakukan dengan maksimal karena kurangnya tenaga kerja. TBS yang terdeteksi jelek hanya diberikan sanksi pemotongan pembayaran kepada pemilik namun TBS tersebut tetap diterima untuk memenuhi keperluan bahan baku yang telah terikat kontrak sebelumnya. Pelatihan dan pemberian materi yang sesuai kepada pemilik kebun-kebun pihak ketiga diharapkan dapat meningkatkan kualitas TBS sehingga berdampak positif bagi kualitas CPO dan inti sawit hasil pengolahan PMS Gunung Meliau. Karyawan pabrik juga perlu diberikan pelatihan karena mereka memegang peranan penting dalam menjaga kualitas dan produktivitas produk tetap tinggi selama proses pengolahan. Setiap buruh pabrik wajib mengetahui segala informasi penting dari stasiun pengolahan tempat mereka bekerja. Pengetahuan yang cukup akan memberikan timbal balik yang positif dimana pemantauan pabrik tidak lagi dipusatkan kepada beberapa orang. Kondisi ini akan mempercepat respon yang dapat diberikan apabila terjadi penyimpangan selama proses berlangsung. Kondisi jalan kebun yang buruk mengakibatkan terhambatnya pengiriman buah karena waktu yang diperlukan menjadi lebih lama. Berdasarkan hasil observasi, jalan-jalan kebun tidak cukup memadai untuk dilewati oleh kendaraan berat seperti truk pengangkut. Sebagian besar jalan kebun tidak rata dan beberapa jalan blok tidak dilapisi aspal sehingga sangat sulit dilalui pada saat hujan. Selain itu, jalan yang berlubang, kecil, dan naik turun menghambat pengiriman TBS karena perlu dilakukan proses lansir secara bertahap untuk dapat mengangkut semua TBS dari beberapa blok di afdeling tertentu. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan jalan secara menyeluruh sehingga jalan dapat dilewati oleh kendaraan berat. Jalan yang tidak cukup kuat akan mudah rusak dalam jangka waktu singkat setelah terus menerus dilewati kendaraan berat yang mengangkut TBS. Pelebaran jalan juga perlu dilakukan untuk mempermudah truk pengangkut menjangkau setiap TPH sehingga tidak perlu dilakukan proses lansir. Semakin banyak proses lansir pada buah, kemungkinan terjadi buah luka sangat besar karena buah beberapa kali diangkat dan diturunkan. Buah yang luka akan memicu terbentuknya ALB. Jalan raya yang menghubungkan kebun dan pabrik juga perlu dilakukan perbaikan karena kondisinya yang sangat parah. Jalan raya bukan lagi wewenang dari perusahaan karena sudah berada dalam pengaturan Pemerintah daerah (Pemda) setempat. Jalan raya yang menghubungkan kebun-kebun menuju pabrik tidak memadai untuk dilewati oleh kendaraan berat. Oleh karena itu, perusahaan dan pemerintah setempat perlu memikirkan solusi yang tepat untuk dapat mengirimkan TBS dalam waktu yang cepat namun tidak harus melewati jalan raya yang sebenarnya tidak diperuntukkan bagi kendaraan berat. Adanya jalan pintas atau jalan khusus pengiriman TBS dapat menjadi salah satu solusi yang dapat diberikan untuk dapat mengirimkan TBS tepat waktu tanpa 63
khawatir pada rusaknya jalan raya yang selalu dilalui kendaraan berat setiap hari. Hingga saat ini, ada beberapa jalan pintas yang dapat ditempuh oleh truk pengangkut menunju pabrik. Jalan pintas tersebut adalah jalan kebun yang dapat terkoneksi langsung dengan PMS Gunung Meliau. Namun sayangnya, kondisi jalan pintas tersebut tidak berbeda jauh dengan kondisi jalan kebun lainnya yang tidak rata dan cukup rusak. Walaupun jarak dan waktu yang diperlukan lebih singkat saat melewati jalan pintas, supir truk pengangkut lebih memilih untuk melewati jalan raya yang lebih jauh karena kenyamanan berkendara lebih baik pada saat melewati jalan raya. Untuk dapat menghemat waktu, jalan pintas yang menjadi koneksi langsung menuju pabrik perlu dilakukan perbaikan sehingga jalan mampu dilewati kendaraan berat setiap harinya. Dalam proses pemanenan, kondisi restan sangat tidak mungkin dihindari. Permasalahan teknis dan non teknis yang tidak terduga di lapangan akan memicu terjadinya restan TBS. Untuk tetap dapat menjaga kualitas TBS yang mengalami restan dan produktivitas kebun, TPH sebagai tempat pengumpulan buah perlu dirancang sedemikian rupa sehingga peningkatan ALB dan tidak terkutipnya berondolan di TPH dapat dicegah. TPH yang baik harus diberi dasar yang baik dan bersih. Dari observasi, sebagian besar dasar TPH hanya berupa tanah kosong yang masih ditumbuhi rumput dan beberapa TPH sudah tidak layak untuk digunakan karena tergenang lumpur. Salah satu opsi yang dapat dilakukan adalah melapisi dasar TPH dengan semen untuk menghindari genangan air pada saat hujan. Selain itu, untuk mencegah pembentukan ALB yang berlebihan pada TBS yang mengalami restan, dapat di rancang stasiun blancing kecil yang terletak di tempat-tempat strategis atau dapat pula berupa stasiun yang bisa berpindah-pindah seperti truk yang dapat mencari buah-buah restan di semua TPH sehingga pada saat TBS mengalami restan, TBS dapat diberi perlakuan pendahuluan dengan blansir sehingga enzim yang berperan dalam pembentukan ALB dapat dinonaktifkan terlebih dahulu. Selama pengiriman buah ke PMS Gunung Meliau, setiap truk pengangkut harus melindungi TBS dengan menggunakan terpal atau jejaring. Penggunaan terpal atau jejaring bertujuan untuk menghindari jatuhnya TBS selama perjalanan dari kebun menuju ke PMS Gunung Meliau. Kondisi jalan yang buruk dan kapasitas pengangkutan buah yang melebihi standar dapat meningkatkan peluang terjadinya buah jatuh. Jatuhnya buah selama pengiriman buah jarang diketahui oleh supir karena sulitnya memantau TBS. Dengan adanya terpal atau jaring, kemungkinan TBS jatuh selama proses pengiriman dapat dikurangi karena buah tersekat dengan baik. Pemupukan tanaman produktif juga harus dilakukan secara berkala dan tepat waktu. Pemupukan yang terlambat akan mempengaruhi produktivitas TBS yang dihasilkan. Selama ini, pengiriman pupuk sering kali terlambat sehingga proses pemupukan pada pohon-pohon produktif tidak dapat dilakukan sesegera mungkin. Untuk memastikan persediaan pupuk yang cukup dan tepat waktu, diperlukan suatu sistem kontrak yang jelas dan tegas sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Keterlambatan suplai pupuk perlu ditanggapi dengan serius dengan memberikan sanksi. Suplier tunggal juga harus dihindari sehingga pada saat salah satu perusahaan tidak mampu menyuplai pupuk tepat waktu, perusahaan lain dapat mengisi kekosongan tersebut. 3)
Submodel SCM Pada Aspek Strategis Untuk meningkatkan keunggulan kompetitif, PTPN XIII harus menentukan standar untuk menstimulasi perbaikan produk yang menyesuaikan standar, mencegah dan menghilangkan hambatan perdagangan, meningkatkan daerah penjualan produk, dan memudahkan penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini. Standar yang telah ditentukan akan diklasifikasikan ke dalam beberapa spesifikasi. Spesifikasi ini merupakan batas-batas terukur yang ditetapkan oleh PTPN XIII yang dijadikan acuan oleh semua komponen di dalamnya untuk dipenuhi. Spesifikasi ini disusun untuk memenuhi harapan dan keinginan konsumen dan selanjutnya merupakan senjata untuk 64
memasarkan produk yang dihasilkan. Spesifikasi produk merupakan gambaran utuh mengenai produk tersebut. Gambaran ini tidak dapat ditentukan sepenuhnya oleh PTPN XIII, tetapi sudah seharusnya melibatkan konsumen karena produk hasil produksi PTPN XIII akan dipakai oleh konsumen sehingga konsumen yang mengerti betul apa yang diinginkannya. Tanpa adanya spesifikasi yang jelas maka kegiatan pengendalian kualitas dan produktivitas tidak dapat dilakukan dengan baik. Spesifikasi yang dihasilkan oleh PTPN XIII adalah acuan yang harus diikuti dan mencakup semua tahapan proses dimulai dari kebun, pengadaan, transportasi, pabrik, dan segala sesuatu yang mendukung tercapainya tujuan yang dimaksud. Spesifikasi yang perlu dirancang oleh PTPN XIII adalah spesifikasi bahan mentah, proses, dan produk. Spesifikasi bahan mentah harus didefinisikan dengan baik agar dapat dimengerti dengan jelas oleh kebun dan pabrik. Spesifikasi bahan mentah berguna untuk mengurangi variasi mutu bahan ditingkat pemasok dari kebun inti, kebun plasma, dan kebun pihak ketiga serta perubahan selama distribusi dan penyimpanan. Jika semua pemasok menggunakan standar dan kelas mutu telah disepakati, pabrik akan lebih mudah melakukan pembelian, penanganan, dan pengolahan. Selain itu, proses ini akan meningkatkan efisiensi karena proses inspeksi di pabrik dapat diminimalkan. Spesifikasi bahan mentah meliputi penentuan fraksi dan efisiensi pemanenan TBS. Spesifikasi proses merupakan persyaratan-persyaratan yang berkaitan dengan kondisi proses selama pengolahan di Pabrik Minyak Sawit (PMS) dan yang berkaitan dengan produk-produk antara sebelum menjadi produk akhir. Spesifikasi proses ini meliputi kondisi proses pengolahan TBS menjadi CPO dan inti sawit dalam kaitannya dengan efisiensi kerja dan standar baku pengolahan TBS. Kualitas dan produktivitas sangat tergantung pada sejauh mana spesifikasi bahan mentah dan spesifikasi proses telah dipenuhi. Kualitas dan produktivitas juga tergantung pada sejauh mana spesifikasi telah dipertimbangkan dalam memenuhi keinginan konsumen. Spesifikasi produk akhir pada CPO dan inti sawit meliputi kadar ALB, kadar air, kadar kotoran, tingkat efisiensi pemanenan, rendemen, losis produksi, dan efisiensi kerja. Berdasarkan sudut pandang kualitas, diperlukan suatu sistem terintegrasi berupa Total Quality Management (TQM) dalam melaksanakan perbaikan mutu. Dengan menerapkan TQM, manfaat yang diperoleh perusahaan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari perbaikan posisi persaingan dan dari pengurangan cacat produk yang dihasilkan. Jika produk cacat dapat diminimumkan, maka biaya mutu akan berkurang dan lebih jauh lagi akan mengurangi total biaya produksi. Perusahaan yang menghasilkan mutu produk yang baik dan mampu memberikan jaminan kepada konsumen akan mendapatkan citra positif dari konsumen. Selanjutnya posisi persaingan akan semakin bagus dan harga produk dapat lebih ditingkatkan sehingga keuntungan yang diperoleh menjadi lebih besar. Beberapa manfaat yang dapat dinikmati oleh perusahaan dari penerapan TQM dapat dilihat pada gambar 34.
65
Perbaikan Mutu
Perbaikan Posisi Persaingan Harga Lebih Tinggi
Penurunan Produk Cacat
Peningkatan Pangsa Pasar Penurunan Biaya Produksi
Peningkatan Penghasilan Peningkatan Laba Perusahaan
Gambar 34. Manfaat Total Quality Management (TQM) (Muhandri dan Kadarisman 2008) Menurut Joseph M Juran, TQM adalah suatu konsep yang sangat sederhana, tetapi sudah mengakomodasikan semua hal yang berkaitan dengan mutu (Suwardi 2001). Joseph M Juran mengemukakan bahwa TQM dapat diimplementasikan jika mengikuti tiga proses manajerial, yaitu : (1) perencanaan mutu, (2) pengendalian mutu, dan (3) peningkatan/perbaikan mutu yang lebih dikenal dengan istilah Trilogi Juran. Konsep Trilogi Juran merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. a) Perencanaan Mutu Perencanaan mutu merupakan suatu proses yang mengidentifikasi pelanggan, persyaratan, dan harapan tinggi tentang ciri-ciri produk serta mengembangkan proses yang tepat untuk menghasilkan produk sesuai dengan keinginan pelanggan. PTPN XIII telah menentukan standar mutu pada produk CPO dan inti sawit yang diproduksi. Standar ini ditentukan berdasarkan peninjauan dari konsumen dan kemampuan yang dapat dicapai perusahaan. Sayangnya, mutu yang ditentukan oleh perusahaan tidak diilhami dengan baik oleh seluruh karyawan kebun dan karyawan pabrik. Berdasarkan observasi dan wawancara, banyak karyawan tidak mengetahui betapa pentingnya menjaga mutu CPO dan inti sawit. Mereka hanya melaksanakan apa yang dikehendaki atasan tanpa mengetahui secara pasti tujuannya. Oleh karena itu diperlukan sosialisasi kepada seluruh karyawan yang berperan dalam menjaga mutu selama pemanenan di kebun hingga pengolahan di pabrik. Sosialisasi dilakukan dengan menggambarkan tujuan mutu dengan jelas dan rinci kepada seluruh karyawan. Tujuan mutu harus disepakati dan dipahami oleh seluruh karyawan sehingga muncul kebersamaan tindakan untuk pencapaiannya. Pemahaman yang baik pada tujuan mutu akan memperkuat sistem internal dalam perusahaan terutama di pabrik-pabrik tempat produksi CPO dan inti sawit. Setelah tujuan mutu tersosialisasi dengan baik, perusahaan dapat maju ketahap identifikasi pelanggan. Identifikasi pelanggan bertujuan untuk mengenali pelanggan. Secara umum pelanggan dibagi menjadi dua yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Pelanggan internal adalah bagian dari perusahaan sendiri, sedangkan pelanggan eksternal merupakan pihak-pihak yang bukan merupakan bagian perusahaan tetapi terkena dampak kegiatan perusahaan. Pelanggan internal yang dimaksud adalah bagianbagian mulai dari proses pengiriman TBS hingga menjadi produk CPO dan inti sawit dalam Suppy Chain Management (SCM). b) Pengendalian Mutu Pengendalian mutu merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin bahwa proses yang dilaksanakan akan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Sistem ini mencakup seluruh proses yang ada. Saat ini, PMS Gunung Meliau telah mengaplikasikan 66
standar ISO 9001. Namun dalam operasionalnya, standar ISO 9001 tersebut belum diaplikasikan dengan maksimal. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengendalian secara berkala untuk menjaga kualitas yang telah distandarisasikan pada standar ISO 9001. Kegiatan pengendalian terdiri atas beberapa kegiatan, yaitu: mengevaluasi kinerja proses, membandingkan kinerja nyata proses dengan SOP, dan mengambil tindakan jika dijumpai adanya penyimpangan antara kinerja dan SOP. Skenario pengendalian yang dapat dilakukan oleh PTPN XIII secara Suppy Chain Management (SCM) dapat dilihat pada gambar 35. Pemanenan TBS
Kontrol
Pengumpulan TBS
Kebun
Denda
Lulus
Pemeriksaan
Transportasi
Pengangkutan TBS
Penerimaan TBS
Kontrol
Lulus
Inspeksi
Thresing
Perebusan
Kontrol
Pengolahan
Digestion
Kontrol
Klarifikasi
Penyimpanan
Konsumen
Tangki CPO
Kontrol
Devericarping
Kontrol
Kernel Recovery
Lulus
Perbaikan Mutu
Kontrol
Kontrol
Gudang Inti Sawit
Pembelian
Komplain
Gambar 35. Skenario pengendalian secara Suppy Chain Management (SCM)
67
c)
Perbaikan Mutu Perbaikan mutu mengacu pada serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan CPO dan inti sawit yang ada menjadi lebih baik. Kegiatan perbaikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan pengendalian mutu dalam rangka pengembangan perusahaan. Program perbaikan mutu harus terorganisir dengan baik sehingga mampu merangsang munculnya ide-ide peningkatan mutu. Salah satu teknik yang dapat diaplikasikan di PMS Gunung Meliau adalah teknik Plan, Do, Check, Action (PDCA). Siklus PDCA dapat dilihat pada gambar 36.
Action
Plan
Mempertahankan Perbaikan
Identifikasi Masalah
Spesifikasi Masalah
Pengumpulan Data
Analisis Data
Pemeriksaan Kesimpulan
P
Pembuatan Kesimpulan Tentatif
Melakukan Percobaan
Check
Do
Gambar 36. Siklus PDCA yang dapat diterapkan PMS Gunung Meliau Jaminan mutu dan produksi tidak akan terwujud jika pelaksanaan berbagai fungsi dalam perusahaan tidak dapat berjalan dengan baik. Bukti bahwa fungsi mutu telah berjalan dengan baik adalah dengan melaksanakan audit. Pada umumnya, audit dilakukan oleh pihak internal ataupun eksternal. Audit internal dilaksanakan oleh PTPN XIII, sedangkan audit eksternal dapat dilaksanakan oleh pihak kedua yaitu konsumen dan universitas terkemuka atau pihak ketiga yaitu lembaga sertifikasi yang telah terakreditasi. Bentuk audit yang dapat dilaksanakan antara lain : audit mutu dan produksi, survei mutu dan produksi, dan audit produk. Audit mutu dan produksi merupakan tinjauan independen untuk membandingkan beberapa aspek kerja setiap stasiun pengolahan dengan SOP yang telah ditentukan. Survei mutu dan produksi merupakan tahap yang dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi prosedur dan kinerja dalam produksi CPO dan inti sawit. Audit produk adalah suatu evaluasi yang independen terhadap mutu dan produksi produk untuk menentukan kelayakan dan kesesuaian dengan standar yang telah ditentukan oleh perusahaan. Sebaiknya, orang yang melaksanakan audit bukan berasal dari karyawan dalam PMS Gunung Meliau agar mutu dan produksi CPO dan inti sawit dapat digambarkan secara objektif. Audit juga harus dilakukan secara berkala untuk menjaga konsistensi dan performa PMS Gunung Meliau.
68
Dalam merespon akan adanya sumber daya potensial yang dimiliki oleh PTPN XIII yang terdapat di Kebun inti Gunung Mas, diperlukan suatu tindakan nyata sehingga sumber daya potensial tersebut tidak dibiarkan dengan sia-sia. Kondisi pohon yang sudah tua yaitu telah berusia 22 tahun dan jumlah pohon yang sedikit yaitu berkisar 200 pohon, tentu tidak memungkinkan untuk menggunakan satu line proses di PMS Gunung Meliau karena bila dilihat dari sisi ekonomis pabrik sangat tidak efisien. Namun hal tersebut dapat disiasati dengan perancangan dan pembuatan pabrik skala pilot plan yang dikhususkan untuk mengolah pohon-pohon yang memiliki kadar betakaroten tinggi tersebut. Perancangan pabrik perlu dikolaborasikan antara pihak internal maupun eksternal. Kerjasama dengan pihak eksternal sangat diperlukan dalam aspek ilmu pengetahuan yang dapat membantu pihak internal yang lebih mengerti kondisi lingkungan kebun khususnya kebun inti Gunung Mas. Perancangan pabrik tidak harus diaplikasikan hingga proses hilir berupa produksi produk jadi yang dapat langsung dikonsumsi, namun perancangan dapat dilakukan hingga produksi produk setengah jadi berupa minyak sawit merah. Minyak sawit merah ini dapat menjadi bahan baku dalam pembuatan produkproduk turunan berikutnya seperti produk emulsi, farmasetikal, nutrasetikal, dan lain-lainnya. Kondisi masyarakat modern dengan tingginya permintaan produk-produk makanan kesehatan tentu akan merangsang permintaan produk berbahan dasar minyak sawit tinggi betakaroten dan mikronutrient lain sebagai salah satu produk kesehatan yang akan sangat diminati. Tingginya permintaan tersebut akan memicu banyak perusahaan yang bergerak di industri hilir kelapa sawit akan sangat berminat untuk bekerjasama dengan PTPN XIII sebagai satu-satunya pemilik pohon dengan kadar betakaroten 5-6 kali lebih banyak dari pohon-pohon biasa. Kondisi tersebut tentu sangat menguntungkan perusahaan karena posisi tawar PTPN XIII menjadi lebih tinggi sebagai satu-satunya pemilik pohon yang memiliki buah berkadar betakaroten tinggi.
69
VI.
KESIMPULAN
Keunggulan kompetitif menjadi orientasi dan tujuan bagi setiap perusahaan. Keunggulan kompetitif merupakan gabungan dari keunggulan nilai dan keunggulan produktivitas yang saling berkaitan. Pertumbuhan dari keunggulan nilai dan keunggulan produktivitas akan merangsang pertumbuhan dari keunggulan kompetitif. Keunggulan nilai dapat diartikan sebagai kualitas produk, sedangkan keunggulan produktivitas dapat diartikan sebagai cost per palm product. Untuk mencapai keunggulan nilai, produk CPO dan inti sawit diukur dalam beberapa aspek, antara lain : tingkat persentase kadar Asam Lemak Bebas (ALB), persentase kadar air, dan persentase kadar kotoran. Sedangkan untuk mencapai keunggulan produktivitas, produk CPO dan inti sawit diukur berdasarkan cost per palm product yang dianalisis dari biaya operasional terhadap produk yang mampu diproduksi. Salah satu pabrik terbesar yang dimiliki oleh PTPN XIII adalah Pabrik Minyak Sawit (PMS) Gunung Meliau. Hingga saat ini, PMS Gunung Meliau menerima Tandan Buah Segar (TBS) dari kebun-kebun inti seperti kebun inti Gunung Meliau, kebun inti Sungai Dekan, dan kebun inti Gunung Mas. Selain itu, PMS Gunung Meliau juga mendapat suplai TBS dari kebun plasma dan kebun-kebun pihak ketiga. Kebun plasma adalah kebun yang dimiliki oleh masyarakat yang dikontrol oleh PTPN XIII, sedangkan kebun-kebun pihak ketiga dimiliki oleh masyarakat namun tidak dikontrol oleh PTPN XIII. Berdasarkan analisis data, hingga saat ini PMS Gunung Meliau sulit mencapai standar yang ditentukan oleh perusahaan baik dari sisi kualitas maupun produktivitas. Persentase kadar ALB, kadar air, dan kadar kotoran sebagai bagian dari keunggulan nilai yang merepresentasikan kualitas seringkali melebihi standar maksimal yang telah ditentukan oleh perusahaan. Selain itu, tingginya cost per palm product juga menjadi permasalahan yang sering kali muncul dari sisi produktivitas. Kualitas CPO dan inti sawit yang tidak memenuhi standar perusahaan dapat menurunkan kepercayaan dan kepuasan konsumen. Permasalahan-permasalahan tersebut akan menghambat perusahaan dalam mencapai keunggulan kompetitif. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem terpadu yang dapat mengontrol dan membantu ketercapaian keunggulan nilai dan keunggulan produktivitas yang secara langsung akan meningkatkan keunggulan kompetitif. Salah satu solusi yang dapat diaplikasikan adalah dengan mengadaptasi sistem Supply Chain Management (SCM) hasil identifikasi permasalahan yang telah dipetakan secara mendalam. Sistem Supply Chain Management (SCM) adalah suatu sistem modern yang terintegrasi dan saling berkaitan yang dimulai dari hulu hingga ke hilir dalam suatu proses produksi. Sistem ini biasa diterapkan pada perusahaan-perusahaan manufaktur. Namun kali ini, sistem SCM akan diterapkan pada perusahaan agrobisnis yang memiliki karakteristik khusus pada bahan bakunya. Identifikasi permasalahan dalam pembuatan SCM bersifat spesifik untuk tiap kebun dan pabrik. Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, jarak, cuaca, kebijakan pemerintah setempat, dan sistem manajemen. Sistem SCM ini mengatur aliran bahan baku dari sumber pertama hingga siap diterima oleh konsumen. Dalam agribisnis yang bergerak di bidang perkelapasawitan, sistem SCM yang dirancang lebih menitikberatkan pada aliran suplai TBS sebagai bahan baku CPO dan inti sawit mulai dari pemanenan, pengiriman, pengolahan, penyimpanan, hingga siap untuk dipasarkan. Proses perancangan SCM melewati beberapa tahapan proses penting. Tahap pertama adalah melakukan observasi, pengumpulan data, dan wawancara di tempat-tempat yang berhubungan langsung dalam proses produksi CPO dan inti sawit. Data yang telah didapatkan kemudian dianalisis dalam melakukan proses identifikasi masalah. Identifikasi masalah yang ditemukan dapat diklasifikasikan dengan menggunakan diagram Ishikawa. Diagram Ishikawa akan menampilkan poin penting yang menjadi penyebab kualitas dan produktivitas yang dihasilkan tidak dapat mencapai standar perusahaan. Hasil identifikasi masalah ini akan menjadi dasar pembuatan sistem SCM yang 70
dimulai dari kebun hingga ke pabrik. Sistem SCM yang dirancang dibagi menjadi 3 bagian submodel berdasarkan kegunaan fungsi dengan variabel waktu. Ketiga Submodel tersebut adalah submodel SCM pada aspek operasioanal, submodel SCM pada aspek taktis, dan submodel SCM pada aspek strategis. Ketiga submodel ini diharapkan dapat menjadi penunjang dalam mencapai keunggulan kompetitif sehingga kepercayaan konsumen dan keuntungan perusahaan dapat meningkat dengan maksimal.
71
VII. SARAN Perancangan sistem Supply Chain Management (SCM) dilakukan dengan menggunakan tiga bentuk submodel berdasarkan kegunaan fungsi terhadap waktu. Submodel pertama adalah submodel SCM pada aspek operasional. Perancangan dalam aspek ini lebih berfokus pada aspek teknis yang dilakukan setiap hari selama proses pemanenan, pengiriman, hingga pengolahan TBS menjadi CPO dan inti sawit. Saran yang dapat dilakukan antara lain : 1) Menyusun dan mengkoordinasikan waktu pengiriman TBS dari kebun-kebun inti, kebun plasma, dan kebun-kebun pihak ketiga. Penyusunan jadwal ini dapat mencegah terjadinya buah restan di pabrik dan dapat memaksimalkan kapasitas olah pabrik selama proses pengolahan. 2) Mengalokasikan waktu khusus minimal empat kali dalam sebulan untuk melakukan proses perawatan dan perbaikan mesin-mesin pengolahan. 3) Melakukan koordinasi waktu pemanenan dan waktu transportasi untuk mencegah buah tertinggal dan restan di kebun. Koordinasi ini disesuaikan dengan alokasi waktu penerimaan buah dari PMS Gunung Meliau yang dirancang berdasarkan jarak dan kondisi jalan selama pengiriman. 4) Meningkatkan efisiensi pengecekan TBS di kebun untuk menjaga efisiensi kerja di PMS Gunung Meliau. 5) Melaksanakan pemantauan kerja secara berkala berdasarkan SOP yang telah ditentukan perusahaan. Pemantauan dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan yang tidak disadari. 6) Melakukan pengontrolan tangki timbun CPO dan gudang inti sawit untuk menjaga produk tetap berkualitas baik. 7) Menerapkan prinsip First In First Out (FIFO) dalam proses pengiriman produk ke tangan konsumen. Submodel SCM pada aspek taktis menitikberatkan pada sistem teknis yang berlangsung dalam jangka waktu yang lebih lama daripada submodel SCM pada aspek operasional. Perancangan sistem ini meliputi pelatihan, perbaikan jalan, pelapisan TPH dengan semen, penggunaan terpal atau jejaring selama pengiriman, dan proses pemupukan. Saran yang dapat diberikan antara lain : 1) Memberikan pelatihan kepada karyawan kebun dan karyawan pabrik. Pelatihan ini diharapkan dapat menurunkan ketergantungan kepada mandor dan setiap karyawan dapat melakukan tindakan pengendalian apabila terjadi penyimpangan. 2) Memberikan pelatihan kepada pemilik kebun-kebun pihak ketiga untuk menjaga kualitas dan fraksi TBS yang dikirimkan. 3) Melakukan perbaikan jalan kebun secara menyeluruh. Perbaikan jalan harus disesuaikan dengan kondisi kendaraan berat lewat setiap harinya. Selain itu, perlu pula menentukan jalur khusus dalam proses pengiriman TBS untuk mencegah kerusakan jalan raya. Jalur khusus yang dipilih harus memadai untuk dilewati dan berjarak dekat. 4) Melapisi TPH dengan semen untuk menjaga kualitas TBS dan meminimalisir losis berondolan di kebun. 5) Perancangan stasiun blancing yang dapat berpindah-pindah untuk memberikan perlakukan pendahuluan pada TBS yang mengalami restan di kebun sehingga dapat meminimalisir pembentukan ALB. 6) Menerapkan penggunaan terpal atau jejaring pada setiap truk pengangkut untuk menghindari terjadinya buah jatuh selama perjalanan. 72
7)
Pemberian pupuk dilaksanakan secara teratur dan tepat waktu untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas TBS di kebun. Submodel SCM terakhir adalah submodel SCM pada aspek strategis. Submodel SCM pada aspek strategis menitikberatkan pada sistem non teknis guna meningkatkan keuntungan perusahaan. Aspek ini berjangka waktu paling lama apabila dibandingkan dengan aspek sebelumnya. Aspek strategis merancang sistem yang bersifat strategis dalam menempatkan posisi perusahaan dimata konsumen dan para pesaing. Saran yang dapat diberikan antara lain : 1) Menentukan spesifikasi untuk menstimulasi perbaikan produk, mencegah dan menghilangkan hambatan perdagangan, meningkatkan daerah penjualan produk, dan memudahkan penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini. 2) Menerapkan sistem Total Quality Management (TQM) yang berfokus pada pengontrolan proses pengolahan dan kualitas di pabrik. Sistem TQM ini ditujukan untuk perbaikan mutu selama proses pengolahan sehingga kualitas CPO dan inti sawit dapat mencapai standar yang diharapkan perusahaan. 3) Melaksanakan audit yang dilaksanakan oleh pihak internal ataupun eksternal untuk menjaga konsistensi produk. 4) Mengadakan kerjasama dengan pihak ekternal untuk perancangan dan pembuatan pabrik minyak sawit skala pilot plan dalam memproduksi minyak sawit merah tinggi betakaroten dari pohon-pohon khusus yang berada di kebun inti Gunung Mas.
73
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2003. Palm Oil. Http://www.rspo.eu/images/rspo_pics_oil_palm_fruit4.jpg. [10 Desember 2010]. Anonim. 2003. Palm Oil. Http://www.rspo.eu/images/rspo_pics_oil_palm_fruit5.jpg. [10 Desember 2010]. Anonim. 2005. Rancangan Pabrik Pengolahan Minyak Sawit Secara Umum di Indonesia. Http://www.duniakebun.co.cc/crude_palm_oil_milling_process.jpg. [15 April 2011]. Anonim. 2010. Free Fatty Acids. Http://www.adm.com/Reaction_of_Palm_Oil.jpg. [15 Mei 2011]. Badrun M. 2008. Perkebunan Dalam Lintasan Zaman. Jakarta : Direktorat Jendral Perkebunan. Badrun M. 2010. Lintasan 30 Tahun Pengembangan Kelapa Sawit. Jakarta : Direktorat Jendral Perkebunan. Bangun Derom. 2006. Indonesian Palm Oil Industry. Http :// www. oilseed. org/ pdf/ am _2006_ materials / Bangun_Text . pdf. [ 10 April 2011] Balfas Jamal. 2008. Teknologi Pengolahan Batang Sawit Menjadi Produk Kayu Utuh. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Business Research Report. 2009. Development of Palm Oil in Indonesia. Http: // www .datacon.co.id /english/index.php?option=com_content&view=article&id=153%3Apalm-oilindustry&catid=37%3Aicn2009&Itemid=108. [15 April 2011]. Chopra S dan Meindl P. 2001. Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation. New Jersey : Prentice-Hall. Inc. Farris M T dan Hutchison P D. 2002. Cash to Cash: The New Supply Chain Management Metric. International Journal of Physical Distribution and Logistics Management 32 (4): 288-298. Fauzi Y, Widyastuti YE, Satyawibawa I, dan Hartono R. 2006. Kelapa Sawit Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta :Penebar Swadaya. Gunstone F D. 2002. Production and trade of vegetable oils dalam Gunstone F D, editor. Vegetables Oils in Food Technology: Composition, Properties, and Use. Oxford: Blackwell Publishing Ltd. Hlm 1-58. Indrajit R E dan Djokopranoto R. 2002. Konsep Management Supply Chain Management: Strategi Mengelola Manajemen Rantai Pasokan Bagi Perusahaan Modern di Indonesia. Jakarta : PT. Grasindo. Kateran S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Lambert dan Cooper. 2000. Supply Chain Management dalam Van Der Vorst dan Beulens A J M. 2002. Identifying Source of Uncertainly to Generate Supply Chain Redesign Strategies. International Journal of Physical Distribution and Logistics Management 32 (6): 409 – 430. Lee H dan Billington C. 1995. The Evolution of Supply-Chain-Management Models and Practice at Hewlett-Packard. Interfaces 25(5) : Sept - Oct.
74
Muchtadi T R. 1992. Karakterisasi komponen intrinsik utama buah sawit (Elaeis guineensis, Jacq) dalam rangka optimalisasi proses ekstraksi minyak dan pemanfaatan provitamin A. [Disertasi]. Bogor : Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Muhandri T dan Kadarisman D. 2008. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor : IPB Press. Naibaho, P M. 1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan : Pusat Penelitian Kelapa Sawit. [PTPN XIII] Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara XIII. 2005. Proses Pengolahan Kelapa Sawit [Makalah Khusus]. Medan : Lembaga Pendidikan Perkebunan. [PTPN XIII] Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara XIII. 2009. Annual Report 2009. Jakarta : PTPN XIII. Porter M. 1998. On Competition. Massachusetts : A Harvard Business Review Book. Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit. Jakarta : Departemen Perindustrian. RSPO Supply Chain. 2002. Http://www.rspo.org/?q=page/516. [14 April 2011]. Sumarto, W R. 2010. Bagaimana Membangun Perkebunan Sawit yang Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan. Pontianak : Pustaka Khatulistiwa. Suwardi R. 2001. Sistem Manajemen Mutu 9000:2000 : Penerapannya Untuk Mencapai TQM. Jakarta : Penerbit PPM.
75
L LAMPIRA AN
Lampiran 1. Peta Kalimantan L K Barat
Lampiran 2. Peta Kabupaten Sanggai
Lampirran 3. Peta Kecam matan Meliau
76
Lampiran 4a. Peta kondisi Kebun Kelapa Sawit
Blok Jalan Blok
Afdeling
Kebun
Jalan Afdeling
77
Lampiran 4b. Keterangan dan rumus dari data operasional PMS Gunung Meliau
No
Uraian
Penjelasan
Rumus
1
Buah Diterima
Buah yang diterima pabrik setiap harinya
Bobot truk dan TBS - Bobot truk kosong
2
Jumlah TBS
Buah yang diterima pabrik dari kebun inti, kebun plasma, dan kebun pihak 3
TBS kebun inti + TBS kebun plasma + TBS kebun pihak ketiga
3
Buah Restan Awal
TBS yang tidak diproduksi hari sebelumnya
4
Total TBS Hari Ini
Jumlah TBS yang siap diolah
5
Buah Olah
Jumlah TBS + Buah Restan Awal
TBS yang diproduksi pada hari tersebut
-
TBS yang tidak diproduksi pada hari tersebut
-
6
Buah Restan Akhir
7
Jam Mulai Pengolahan
Waktu saat pabrik mulai mengolah TBS
-
8
Jam Stop Pengolahan
Waktu saat pabrik berhenti mengolah
-
9
Jam Kerja
10
Kapasitas Olah
11
12
Produksi CPO Aktual
Produksi CPO Sesuai Anggaran (RKAP)
Kalkulasi waktu pengolahan pabrik pada hari tersebut
Jam Stop Pengolahan - Jam Mulai Pengolahan
TBS yang mampu diolah setiap jamnya
Buah Olah / jam kerja
Bobot CPO yang dihasilkan pada hari tersebut Bobot CPO yang dapat dihasilkan pada hari tersebut jika dihitung berdasarkan rendemen anggaran (RKAP) Keterangan salah satu contoh :
Berdasarkan pengukuran harian (sonding) bobot CPO (s) kebun inti + bobot CPO (s) kebun plasma + bobot CPO (s) kebun pihak ketiga Bobot CPO (s) kebun inti = (Bobot CPO (s) G.Meliau + Bobot CPO (s) G.Mas + Bobot CPO (s) S.Dekan) Bobot CPO (s) G.Meliau = (Rendemen CPO G.Meliau dari RKAP * TBS yang diolah dari G.Meliau)
13
Rendemen CPO Aktual
Persentase CPO yang dihasilkan dari TBS yang diolah
Produksi CPO aktual / Buah diolah
14
Rendemen CPO Sesuai Anggaran (RKAP)
Persentase CPO yang dapat dihasilkan dari TBS sesuai anggaran (RKAP) (s) pada hari tersebut
Berdasarkan buku RKAP
15
Kadar ALB CPO
tingkat asam lemak bebas yang terkandung dalam CPO
16
Kadar air CPO
tingkat air yang terkandung dalam CPO
(Bobot CPO setelah dioven / Bobot CPO sebelum dioven) * 100%
17
Kadar kotoran CPO
tingkat kotoran yang terkandung dalam CPO
((Bobot kertas saring dan kotoran - Bobot kertas saring sesudah pengeringan) / Bobot contoh) * 100%
18
Produksi inti sawit Aktual
19
Produksi inti sawit Sesuai Anggaran (RKAP)
Bobot inti sawit yang dihasilkan pada hari tersebut Bobot inti sawit yang dapat dihasilkan pada hari tersebut jika dihitung berdasarkan rendemen anggaran (RKAP)
Keterangan salah satu contoh :
(ml KOH + N KOH + Bm. Asam Palmitat) / Bobot Contoh
Berdasarkan pengukuran harian (sonding) bobot inti sawit (s) kebun inti + bobot inti sawit (s) kebun plasma + bobot inti sawit (s) kebun pihak ketiga Bobot inti sawit (s) kebun inti = (Bobot inti sawit (s) G.Meliau + Bobot inti sawit (s) G.Mas + Bobot inti sawit (s) S.Dekan) Bobot inti sawit (s) G.Meliau = (Rendemen inti sawit G.Meliau dari RKAP * TBS yang diolah dari G.Meliau)
20
21
21
Rendemen Inti Sawit Aktual Rendemen Inti Sawit Sesuai Anggaran (RKAP)
Persentase inti sawit yang dihasilkan pada hari tersebut Persentase inti sawit yang dapat dihasilkan dari TBS sesuai anggaran (RKAP) (s) pada hari tersebut
Kadar ALB inti sawit
tingkat asam lemak bebas yang terkandung dalam inti sawit
Produksi inti sawit aktual / Buah diolah
Berdasarkan buku RKAP (ml KOH + N KOH + Bm. Asam Palmitat) / Bobot Contoh
78
21
Kadar air inti sawit
tingkat air yang terkandung dalam inti sawit
((Bobot contoh sebelum dioven - Bobot contoh sesudah dioven) / Bobot contoh) * 100%
22
Kadar kotoran inti sawit
tingkat kotoran yang terkandung dalam inti sawit
(Bobot kotoran / Bobot contoh) * 100%
23
Kadar Betakaroten
Tingkat kadar betakaroten pada buah sawit
Lampiran 5. Kondisi kebun kelapa sawit (1)
Lampiran 6. Tanaman kelapa sawit
Lampiran 7. Kondisi kebun replanting (2)
[Absorbansi 446nm x 383 x volume pelarut (ml)] / [100 x berat sampel (gr)]
Lampiran 5. Kondisi kebun kelapa sawit (2)
Lampiran 7. Kondisi kebun replanting (1)
Lampiran 8. Tandan buah segar (1)
79
Lampiran 8. Tandan buah segar (2)
Lampiran 9. Kondisi jalan kebun yang rusak (1)
Lampiran 9. Kondisi jalan kebun yang rusak (2)
Lampiran 9. Kondisi jalan kebun yang rusak (3)
Lampiran 9. Kondisi jalan yang rusak (4)
Lampiran 9. Kondisi jalan yang rusak (5)
80
Lampiran 10. Sistem pengangkutan buah
Lampiran 11. Kecelakaan karena jalan yang rusak
Lampiran 12. Buah restan (1)
Lampiran 12. Buah restan (2)
Lampiran 12. Buah restan (3)
Lampiran 12. Buah restan (4)
81
Lampiran 13. Kondisi TPH yang tak memadai (1)
Lampiran 13. Kondisi TPH yang tak memadai (2)
Lampiran 13. Kondisi TPH yang tak memadai (3)
Lampiran 13. Kondisi TPH yang tak memadai (4)
Lampiran 14. Berondolan yang tertinggal
Lampiran 15. PMS Gunung Meliau (1)
82
Lampiran 15. PMS Gunung Meliau (2)
Lampiran 16. Stasiun Penimbangan (1)
Lampiran 16. Stasiun penimbangan (2)
Lampiran 17. Truk pengangkut yang melebihi kapasitas
Lampiran 18. Kondisi loading ramp (1)
Lampiran 18. Kondisi loading ramp (2)
83
Lampiran 19. Proses penurunan TBS
Lampiran 20. Proses sortasi TBS yang diterima
Lampiran 21. Proses pemindahan TBS (1)
Lampiran 21. Proses pemindahan TBS (2)
Lampiran 22. Proses perebusan (1)
Lampiran 22. Proses perebusan (2)
84
Lampiran 22. Proses perebusan (3)
Lampiran 23. Proses thresing (1)
Lampiran 23. Proses thresing (2)
Lampiran 23. Proses thresing (3)
Lampiran 23. Proses thresing (4)
Lampiran 23. Proses thresing (5)
85
Lampiran 23. Proses thresing (6)
Lampiran 23. Proses thresing (7)
Lampiran 24. Proses digesting (1)
Lampiran 24. Proses digesting (2)
Lampiran 24. Proses digesting (2)
Lampiran 24. Proses digesting (4)
86
Lampiran 25. Proses derivercarping (1)
Lampiran 25. Proses derivercarping (2)
Lampiran 25. Proses derivercarping (3)
Lampiran 25. Proses kernel recovery (1)
Lampiran 25. Proses kernel recovery (2)
Lampiran 25. Proses kernel recovery (3)
87
Lampiran 25. Proses kernel recovery (4)
Lampiran 25. Proses kernel recovery (5)
Lampiran 25. Proses kernel recovery (6)
Lampiran 25. Proses kernel recovery (7)
Lampiran 26. Gudang penyimpanan inti sawit
Lampiran 27. Ampas inti sawit
88
Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (1)
Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (2)
Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (3)
Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (4)
Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (5)
Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (6)
89
Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (7)
Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (8)
Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (9)
Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (10)
Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (11)
Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO (12)
90
Lampiran 29. Proses vacuum drying
Lampiran 30. Tangki timbun CPO
Lampiran 31. Pengujian kadar air
Lampiran 32. Pengujian kadar ALB
Lampiran 33. Pengujian kadar kotoan (1)
Lampiran 33. Pengujian kadar kotoran (2)
91