ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR OPERASIONAL DALAM SIMULASI KARAKTERISTIK ARUS-TEGANGAN PADA DIODA Si MENGGUNAKAN FEMLAB
SKRIPSI
Oleh HERI KURNIAWAN NIM 081810201016
JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2013
ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR OPERASIONAL DALAM SIMULASI KARAKTERISTIK ARUS-TEGANGAN PADA DIODA Si MENGGUNAKAN FEMLAB
SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Ilmu Fisika (S1) dan mencapai gelar Sarjana Sains
Oleh HERI KURNIAWAN NIM 081810201016
JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2013
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk: 1.
Ibunda Titik Dahliawati serta Ayahanda Mohammad Hafit tercinta yang selalu menghantarkan setiap nafasku dengan hembusan doanya;
2.
Ibu Endhah Purwandari, S.Si, M.Si, dan Bapak Dr. Edy Supriyanto, S.Si, M.Si yang selalu memberikan bimbingan dan arahannya;
3.
para pahlawan tanpa tanda jasa sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi yang telah mendidikku dengan penuh perhatian dan kesabaran;
4.
Adik Muhammad Dwi Hendriyanzah, serta sobat-sobat seperjuangan yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam setiap kesulitan;
5.
Almamater Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember.
ii
MOTO
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” (Terjemahan Surat Al Fatihah, ayat 1)1
“Dan orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasannya Al Qur’an itulah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepada-Nya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus” (Terjemahan Surat Al Hajj, ayat 54)1
1
Departemen Agama Republik Indonesia. 2005. Al Qur’an dan Terjemahannya. Bandung:Syaamil
iii
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Heri Kurniawan
NIM
: 081810201016
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “Analisa Pengaruh Temperatur Operasional dalam Simulasi Karakteristik Arus-Tegangan pada Dioda Si Menggunakan FEMLAB” adalah benar-benar hasil karya tulis sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya dan belum pernah diajukan pada institusi mana pun, dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember, Yang menyatakan,
Heri Kurniawan NIM 081810201016
iv
SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR OPERASIONAL DALAM SIMULASI KARAKTERISTIK ARUS-TEGANGAN PADA DIODA Si MENGGUNAKAN FEMLAB
Oleh Heri Kurniawan NIM 081810201016
Pembimbing Dosen Pembimbing Utama
: Endhah Purwandari, S.Si, M.Si
Dosen Pembimbing Anggota : Dr. Edy Supriyanto, S.Si, M.Si
v
PENGESAHAN
Skripsi berjudul "Analisa Pengaruh Temperatur Operasional dalam Simulasi Karakteristik Arus-Tegangan pada Dioda Si Menggunakan FEMLAB " telah diuji dan disahkan pada: hari, tanggal
:
tempat
:
Tim Penguji: Ketua,
Sekretaris,
Endhah Purwandari, S.Si, M.Si NIP 19811111 200501 2 001
Dr. Edy Supriyanto, S.Si, M.Si NIP 19671215 199802 1 001
Anggota I,
Anggota II
Drs. Yuda C. Hariadi, M.Sc, Ph.D NIP 19620311 198702 1 001
Dra. Arry Yuariatun Nurhayati NIP 19610909 198601 2 001 Mengesahkan,
Dekan Fakultas MIPA,
Prof. Drs. Kusno, DEA, Ph.D NIP 19610108 198602 1 001
vi
RINGKASAN
Analisa Pengaruh Temperatur Operasional dalam Simulasi Karakteristik ArusTegangan
pada
Dioda
Si
Menggunakan
FEMLAB;
Heri
Kurniawan,
081810201016; 2012: 77 halaman; Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember.
Persambungan p-n atau dioda diciptakan dari bahan semikonduktor ekstrinsik tipe-p dan semikonduktor ekstrinsik tipe-n. Mutu pengoperasian dari dioda juga bergantung pada temperatur operasional dari dioda itu sendiri. Dioda dirancang bekerja baik pada temperatur ruang. Perubahan temperatur operasional dari dioda akan mempengaruhi jumlah pembawa muatan, dengan demikian arus yang dihasilkan juga akan berubah terhadap perubahan temperatur. Arus yang dihasilkan merupakan kontribusi dari pembawa muatan mayoritas yang merupakan fungsi tegangan masukan dioda. Keterkaitan antara arus-tegangan pada sambungan p-n dioda dijelaskan oleh kurva karakteristik arus-tegangan. Adanya perubahan temperatur akan menyebabkan adanya perubahan kurva karakteristik arus-tegangan. Arus-tegangan memiliki ketergantungan secara implisit terhadap temperatur operasional melalui besaran arus saturasi (Is). Temperatur operasional ini berkontribusi sangat besar terhadap konsentrasi pembawa muatan intrinsik (ni) serta arus saturasi (Is) dari dioda. Dalam hal ini, analisis kebergantungan distribusi elektron dan hole terhadap parameter temperatur operasional dapat dilakukan melalui kajian teoritik. Untuk itulah,
diperlukan
sebuah
simulasi
vii
pemodelan
distribusi
pembawa
muatan di bawah variasi temperatur operasional tertentu, sehingga dapat dianalisis karakteristik arus-tegangan yang dihasilkan. Di dalam penelitian ini, dilakukan simulasi karakteristik arus-tegangan yang diperoleh berdasarkan distribusi konsentrasi pembawa muatan. Model distribusi pembawa muatan hole dan elektron diperoleh dengan menyelesaikan persamaan dasar divais semikonduktor, yang diaplikasikan untuk dioda berbasis silikon. Pemodelan dilakukan dengan memanfaatkan perangkat lunak FEMLAB yang memiliki kelebihan selain dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan differensial divais semikonduktor, juga mampu menggambarkan geometri dari divais, sehingga hasil simulasi ini lebih mudah untuk dianalisa. Berdasarkan hasil simulasi, diperoleh kemiripan antara hasil simulasi dengan hasil eksperimen pembanding yakni Aslizar (1996). Hasil penelitian yang sudah dilakukan diperoleh bahwa adanya variasi temperatur operasional menyebabkan adanya perubahan distribusi konsentrasi hole dan elektron. Hal ini terlihat bahwa untuk setiap mesh yang sama di dalam geometri dioda Si menghasilkan nilai konsentrasi hole maupun elektron yang semakin bertambah seiring dengan pertambahan temperatur operasional dioda. Berangkat dari adanya perubahan distribusi konsentrasi hole dan elektron di dalam pengaruh temperatur operasional oleh sebab itu dilakukan pengkajian tentang kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si. Dari hasil diperoleh adanya perubahan kurva karakteristik arus-tegangan di bawah pengaruh variasi temperatur operasional. Nilai arus dioda yang dihasilkan semakin bertambah seiring dengan pertambahan temperatur operasional pada tegangan masukan yang sama. Sesuai dengan teori yang ada bahwa parameter temperatur operasional mempengaruhi nilai konsentrasi muatan pembawa muatan intrinsik (ni), nilai arus saturasi (IS), dan fungsi eksponensial eqV/kT pada perhitungan arus dioda sehingga temperatur operasional sangatlah penting untuk di pertimbangkan di dalam pengoprasian dioda Si.
viii
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya serta sentuhan kasih sayang –Nya yang tersirat dalam ilmu yang terdapat pada setiap jengkal luasnya alam semesta. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasul Tercinta Muhammad SAW hingga menembus keterbatasan dimensi ruang-waktu yang hanya akan berakhir pada penghujung usia semesta. Karya tulis ilmiah (SKRIPSI) yang berjudul berjudul "Analisa Pengaruh Temperatur Operasional dalam Simulasi Karakteristik Arus-Tegangan pada Dioda Si Menggunakan FEMLAB " ini penulis tujukan untuk dapat memahami setetes dari luasnya rahasia keagungan-Nya yang tersimpan dalam disiplin ilmu fisika semikonduktor, serta untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan, bimbingan, serta doa dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Endhah Purwandari, S.Si, M.Si selaku Dosen Pembimbing Utama dan Dr. Edy Supriyanto, S.Si, M.Si selaku Dosen Pembimbing Anggota yang telah meluangkan waktu, pikiran, serta perhatian beliau guna memberikan bimbingan dan arahan demi terselesainya penelitian dan penulisan skripsi ini;
ix
2.
Drs. Yuda Cahyoargo Hariadi, M.Sc, Ph.D, selaku Dosen Penguji I dan Dra. Arry Yuariatun Nurhayati selaku Dosen Penguji II, terima kasih atas segala masukan, kritikan dan saran yang telah diberikan bagi kesempurnaan penulisan skripsi ini;
3.
Agung Tjahjo Nugroho, S.Si, M.Phil selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan memberikan motivasi;
4.
Darwoto S.Pd, serta Siti Andayani S.Pd, selaku Guru Fisika yang memberangkatkan penulis untuk terjun di dunia fisika;
5.
rekan kerja laboraturium komputasi, Melandi Novianto, Farah Wahidiyah dan Jakfar Helmi, terima kasih atas setiap setiap waktu yang kalian luangkan untuk berdiskusi dan saling mengisi demi selesainya skripsi ini;
6.
sobat-sobat Fisika: Sudarmono, Lutfi, Retno, Hera, Ajeng, Prila, serta seluruh angkatan 2008, terima kasih atas setiap waktu yang kalian luangkan untuk berdiskusi dan saling mengisi;
7.
Budiyono, Edy Sutrisno, Sunarto, Taufik Usman, Aji Priyono, Ansori, Hadi, serta segenap keluarga besar FMIPA Universitas Jember;
8.
semua pihak yang turut membantu demi selesainya tugas akhir ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah
diberikan kepada penulis. Penulis juga menyadari bahwa penulis adalah insan yang jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis akan selalu mengharapkan munculnya segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan penelitian yang tertulis dalam skripsi ini. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi disiplin ilmu Fisika serta kepada setiap pembacanya.
Jember, Februari 2013
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................
ii
HALAMAN MOTO ......................................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................
iv
HALAMAN PEMBIMBINGAN ..................................................................
v
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
vi
RINGKASAN ................................................................................................
vii
PRAKATA .....................................................................................................
ix
DAFTAR ISI ..................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL .........................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xvi
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...........................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................
3
1.3 Batasan Masalah .........................................................................
3
1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................
4
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
6
2.1 Material Semikonduktor ..........................................................
6
2.2 Semikonduktor Intrinsik dan Ekstrinsik ...............................
9
2.2.1 Semikonduktor Intrinsik ......................................................
9
xi
2.2.2 Semikonduktor Ekstrinsik ...................................................
11
2.2.2.1 Semikonduktor Tipe-n ............................................
11
2.2.2.2 Semikonduktor Tipe-p ............................................
13
2.3 Persamaan Dasar Devais Semikonduktor ..............................
14
2.3.1 Persamaan Rapat Arus ........................................................
14
2.3.2 Persamaan Poisson ..............................................................
16
2.3.3 Persamaan Kontinuitas Pembawa Muatan ..........................
16
2.4 Dioda Silikon ..............................................................................
18
2.4.1 Panjar Maju .........................................................................
21
2.4.2 Panjar Mundur .....................................................................
22
2.4.3 Karakteristik Arus-Tegangan pada Dioda Silikon ...............
23
2.5 Analisa Numerik Menggunakan FEMLAB .............................
30
BAB 3. METODE PENELITIAN .................................................................
33
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................
33
3.2 Prosedur Penelitian ...................................................................
33
3.2.1 Diagram Penelitian ..............................................................
34
3.2.2 Instalasi Perangkat Lunak MATLAB 5.3 dan FEMLAB 21 ........................................................................
35
3.2.3 Perumusan Persamaan Transport Pembawa Muatan Dioda Si ..............................................................................
35
3.2.4 Pemodelan Geometri Pembawa Muatan Dioda Si .............
36
3.2.5 Penyelesaian Persamaan Diferensial untuk Variasi Temperatur Operasional .....................................................
39
3.2.6 Penentuan Karakteristik Arus-Tegangan Dioda Si .............
41
3.2.7 Analisa Data ........................................................................
41
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................
43
4.1 Pemodelan Distribusi Konsentrasi Hole dan Elektron Terhadap Variasi Temperatur Operasional pada Dioda Si ....................................................................................
43
4.2 Kurva Karakteristik Arus-Tegangan Dioda Si Terhadap Variasi Temperatur Operasional ...........................................
58
xii
BAB 5. PENUTUP .........................................................................................
74
5.1 Kesimpulan ................................................................................
74
5.2 Saran ..........................................................................................
75
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
76
LAMPIRAN ...................................................................................................
78
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman 2.1
Material semikonduktor dan celah energi yang dimilik ........................
7
3.1
Parameter dioda Si .................................................................................
37
4.1
Perhitungan konsentrasi hole dan elektron pada T = 288 K dengan V = 0,34 volt ..........................................................................................
44
Perhitungan konsentrasi hole dan elektron pada T = 293 K dengan V = 0,34 volt ..........................................................................................
46
Perhitungan konsentrasi hole dan elektron pada T = 298 K dengan V = 0,34 volt ..........................................................................................
47
Perhitungan konsentrasi hole dan elektron pada T = 303 K dengan V = 0,34 volt ..........................................................................................
49
Perhitungan konsentrasi hole dan elektron pada T = 308 K dengan V = 0,34 volt ..........................................................................................
50
Perhitungan konsentrasi hole dan elektron pada T = 313 K dengan V = 0,34 volt ..........................................................................................
51
Perhitungan konsentrasi hole dan elektron pada T = 318 K dengan V = 0,34 volt ..........................................................................................
52
Perhitungan konsentrasi hole dan elektron pada T = 323 K dengan V = 0,34 volt ..........................................................................................
54
Perhitungan deskripansi nilai rapat arus pada T = 288 K .......................
60
4.10 Perhitungan deskripansi nilai rapat arus pada T = 293 K .......................
61
4.11 Perhitungan deskripansi nilai rapat arus pada T = 298 K .......................
63
4.12 Perhitungan deskripansi nilai rapat arus pada T = 303 K .......................
64
4.13 Perhitungan deskripansi nilai rapat arus pada T = 308 K .......................
66
4.14 Perhitungan deskripansi nilai rapat arus pada T = 313 K .......................
67
4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9
xiv
4.15 Perhitungan deskripansi nilai rapat arus pada T = 318 K .......................
68
4.16 Perhitungan deskripansi nilai rapat arus pada T = 323 K .......................
70
4.17 Perhitungan Arus Saturasi dioda Si variasi Temperatur Operasional .............
72
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman 2.1
Gambaran ikatan kovalen atom Silikon .................................................
8
2.2
Model pita energi material semikonduktor .............................................
9
2.3
Kristal Silikon dengan atom pengotor Fosfor ........................................
12
2.4
Kristal Silikon dengan atom pengotor Boron ........................................
13
2.5
Difusi elektron dan hole .........................................................................
18
2.6
Skema diagram dari dioda pada keadaan terbuka ..................................
20
2.7
Dioda berpanjar maju ............................................................................
21
2.8
Dioda Berpanjar mundur .......................................................................
22
2.9
Kurva Karakteristik Arus-Tegangan dioda Silikon ...............................
25
2.10 Variasi temperatur operasional terhadap kurva karakteristik arus-tegangan dioda ...............................................................................
28
2.11 Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si untuk tegangan panjar maju variasi temperatur operasional ...........................................
29
2.12 Pendefinisian geometri menjadi elemen-elemen kecil dalam FEM pada dioda ..............................................................................................
31
3.1
Diagram prosedur penelitian ..................................................................
34
3.2
Model dari struktur dioda Si ..................................................................
37
4.1
Hasil pemodelan distribusi pembawa muatan pada T = 288 K .............
44
4.2
Hasil pemodelan distribusi pembawa muatan pada T = 293 K .............
45
4.3
Hasil pemodelan distribusi pembawa muatan pada T = 298 K .............
47
4.4
Hasil pemodelan distribusi pembawa muatan pada T = 303 K .............
48
4.5
Hasil pemodelan distribusi pembawa muatan pada T = 308 K .............
49
xvi
4.6
Hasil pemodelan distribusi pembawa muatan pada T = 313 K .............
51
4.7
Hasil pemodelan distribusi pembawa muatan pada T = 318 K .............
52
4.8
Hasil pemodelan distribusi pembawa muatan pada T = 319 K .............
53
4.9
Grafik hubungan konsentrasi hole terhadap tegangan masukan pada variasi temperatur operasional yang diambil pada mesh 3202 K ..........
56
4.10 Grafik hubungan konsentrasi elektron terhadap tegangan masukan pada variasi temperatur operasional yang diambil pada mesh 3202K ...........
56
4.11 Grafik hubungan konsentrasi elektron terhadap tegangan masukan variasi temperatur operasional pada mesh 63K .....................................
58
4.12 Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada T = 288 K ................
59
4.13 Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada T = 293 K ................
61
4.14 Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada T = 298 K ................
62
4.15 Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada T = 303 K ................
64
4.16 Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada T = 308 K ................
65
4.17 Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada T = 313 K ................
66
4.18 Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada T = 318 K ................
68
4.19 Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada T = 323 K ................
69
xvii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian bahan semikonduktor berawal dari penelitian tentang solid-state
transistor pada tahun 1948 oleh William Shockley, John Bardeen, dan Walter Brattain di Bell Laboratories Amerika Serikat. Penelitian mereka merupakan cikal bakal penelitian material lanjutan di masa ini. Hal ini dibuktikan dengan pesatnya perkembangan material semikonduktor saat ini. Contoh nyata yakni semakin canggihnya sistem processor komputer (Darja, 2003). Bahan semikonduktor merupakan bahan yang memiliki konduktivitas listrik di antara bahan konduktor dan bahan isolator. Nilai konduktivitas bahan semikonduktor yaitu bervariasi sekitar (104 – 10-8) -1.cm-1 (Goetzberger et al., 1998). Ditinjau dari jenis pembawa muatan yang menghantarkan arus listrik di dalamnya, bahan semikonduktor dapat dibedakan menjadi bahan semikonduktor intrinsik dan semikonduktor ekstrinsik. Keunikan bahan semikonduktor dibanding bahan lainnya yaitu nilai konduktivitasnya dapat divariasikan dengan sesuai pembuatnya yakni dengan memasukkan elemen lain ke dalam kristal semikonduktor yang dikenal dengan istilah doping. Dikarenakan adanya variasi nilai konduktivitas dari bahan semikonduktor dengan cara doping maka munculah bahan semikonduktor ekstrinsik. Terdapat dua jenis bahan semikonduktor ekstrinsik yaitu bahan semikonduktor tipe-n dan bahan semikonduktor tipe-p. Bahan semikonduktor tipe-n dan tipe-p inilah yang banyak
2
dimanfaatkan dalam penciptaan piranti elektronika. Sebagai contoh adalah dioda yang terbuat dari persambungan p-n dan transistor yang terbuat dari persambungan p-n-p ataupun n-p-n. Persambungan p-n atau yang biasa disebut dengan dioda diciptakan dari bahan semikonduktor intrinsik yang sebagian ditambahkan dengan bahan pengotor untuk tipe-p dan sebagian lagi bahan pengotor untuk tipe-n. Mutu pengoperasian dari dioda ini sangat bergantung oleh temperatur operasional dioda itu sendiri. Dioda dirancang bekerja baik pada temperatur ruang, serta belum tentu bekerja lebih baik di atas temperatur ruang. Perubahan temperatur operasional dari dioda akan mempengaruhi jumlah pembawa muatan, dengan demikian arus yang dihasilkan juga akan berubah terhadap perubahan temperatur. Arus yang dihasilkan merupakan kontribusi dari pembawa muatan mayoritas yang merupakan fungsi tegangan masukan dioda dan pembawa muatan minoritas yang merupakan fungsi temperatur (Aslizar, 1996). Menurut Boylestad dan Nashelsky (2009) keterkaitan antara arus-tegangan pada sambungan p-n dioda dijelaskan oleh kurva karakteristik arus-tegangan. Adanya perubahan temperatur akan menyebabkan adanya perubahan kurva karakteristik arustegangan. Arus-tegangan memiliki ketergantungan secara implisit terhadap temperatur melalui besaran arus saturasi (Is). Arus saturasi balik juga meningkat dua kali lipat untuk setiap peningkatan temperatur 10o C. Diperkuat juga berdasarkan penelitian Sconza et. al (1994) bahwasanya temperatur operasional ini berkontribusi sangat besar terhadap konsentrasi pembawa muatan intrinsik (ni) serta arus saturasi (Is) dari dioda. Distribusi pembawa muatan (elektron dan hole) yang mengalir di dalam sebuah dioda, akan menentukan besarnya arus yang mengalir dalam divais (Aslizar, 1996). Sedangkan kinerja dari sebuah
dioda
akan dipengaruhi
oleh
temperatur
operasionalnya. Dalam hal ini, analisis kebergantungan distribusi elektron dan hole terhadap parameter temperatur dapat dilakukan melalui kajian teoritik. Untuk itulah, diperlukan sebuah simulasi pemodelan distribusi pembawa muatan di bawah variasi
3
temperatur operasional tertentu, sehingga dapat dianalisis karakteristik arus-tegangan yang dihasilkan. Di dalam penelitian ini, dilakukan simulasi karakteristik arus-tegangan yang diperoleh berdasarkan distribusi pembawa muatan. Model distribusi pembawa muatan baik elektron maupun hole diperoleh dengan menyelesaikan persamaan dasar divais semikonduktor, yang diaplikasikan untuk dioda berbasis silikon. Pemodelan dilakukan dengan memanfaatkan perangkat lunak FEMLAB yang memiliki kelebihan selain dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan differensial divais semikonduktor, juga mampu menggambarkan geometri dari divais, sehingga hasil simulasi ini lebih mudah untuk dianalisa. Berdasarkan hasil simulasi, diharapkan diperoleh kesesuaian antara hasil simulasi dengan hasil eksperimen pembanding.
1.2
Rumusan Masalah Penelitian dilakukan untuk memperoleh model geometri konsentrasi hole dan
elektron serta gambaran karakteristik arus-tegangan dioda Si. Simulasi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak FEMLAB dalam Sistem Windows 32 Bit. Adapun beberapa rumusan permasalahan yang muncul sebagai berikut : 1.
Bagaimana hasil pemodelan distribusi konsentrasi hole dan elektron terhadap variasi temperatur pada dioda Si menggunakan perangkat lunak FEMLAB?
2.
Bagaimana bentuk kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si terhadap variasi temperatur menggunakan perangkat lunak FEMLAB ?
1.3
Batasan Masalah Penelitian ini difokuskan pada dua kegiatan yaitu pemodelan distribusi
konsentrasi hole dan elektron serta karakterisasi kurva arus-tegangan dioda Si dengan perangkat lunak FEMLAB. Adapun batasan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
4
1.
Karakterisik arus-tegangan yang dimodelkan adalah karakteristik bias maju dengan rentang 0 sampai 0,5 volt.
2.
Geometri dioda dimodelkan dalam bentuk penampang 2 Dimensi.
3.
Metode penyelesaian persamaan diferensial parsial untuk devais semikonduktor dioda Si menggunakan Metode Elemen Hingga (Finite Elemen Method, FEM)
4.
Material semikonduktor penyusun dioda adalah bahan Silikon dalam bentuk kristal.
1.4
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut, 1. Mendapatkan hasil pemodelan konsentrasi hole dan elektron pada dioda Si di bawah pengaruh variasi temperatur operasional. 2. Menentukan karakteristik arus-tegangan dioda Si di bawah pengaruh variasi temperatur operasional berdasarkan distribusi konsentrasi hole dan elektron yang didapatkan.
1.5
Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan maksud menggambarkan model konsentrasi
hole dan elektron dioda Si serta menggambarkan kurva karakteristik arus-tegangan berbasiskan FEMLAB. Adapun beberapa manfaat yang diharapkan dapat dicapai di dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1.
Memberikan sumbangan di bidang ilmu fisika bahan semikonduktor khususnya di bidang pemodelan komputasi berkenaan dengan dioda Si serta karakteristik arus-tegangan terhadap variasi temperatur.
5
2.
Diharapkan juga nantinya dapat diaplikasikan dalam penggunaan dioda Si dengan mempertimbangkan temperatur operasional dimana dioda beroperasi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Material Semikonduktor Berdasarkan sifat kelistrikannya, suatu material dapat dikelompokan menjadi
beberapa bagian (Goetzberger et al.,1998) : 1.
Material konduktor yang memiliki harga konduktivitas listrik lebih besar dari 104 -1.cm-1
2.
Material semikonduktor yang memiliki harga konduktivitas listrik (104 – 10-8) -1.cm-1
3.
Material isolator yang memiliki harga konduktivitas listrik lebih kecil dari 10-8 -1.cm-1.
Ketiga jenis material tersebut banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan komponen elektronika, contohnya material isolator banyak digunakan sebagai lapisan dielektrik pada kapasitor, material semikonduktor dimanfaatkan sebagai lapisan aktif pada komponen-komponen elektronika maupun komponen optoelektronik sedangkan material konduktor sering digunakan untuk pembuatan kontak pada komponen elektronik (Setiawan et al., 2007). Menurut Puri dan Babbar (2001), material semikonduktor mempunyai energy gap (celah energi) lebih kecil dari 6 eV. Misalnya material silikon pada temperatur 300 K memiliki celah energi sebesar 1,11 eV. Beberapa jenis material semikonduktor dengan celah energi yang dimiliki diberikan pada Tabel 2.1.
7
Tabel 2.1 Material semikonduktor dan celah energi yang dimiliki.
Bahan Golongan IV Si Ge Sn
Celah Energi (eV)
Golongan II-VI Cd S Zn Te Zn S Cd Te Cd Se Sumber: Subekti (2003).
1,11 0,67 0,08
2,40 2,26 -
Bahan Golongan III-V Ga As Ga P Ga Sb In As In P In Sb Golongan IV-VI Pb S
Celah Energi (eV) 1,40 2,24 0,77 0,33 1,29 1,16 0,40
Pada awal perkembangannya material semikonduktor yang pertama kali dieksplorasi adalah Germanium (Ge), namun sampai saat ini bahan semikonduktor yang banyak diteliti untuk bahan baku pembuatan divais elektronik maupun optoelektronik adalah Silikon dengan pertimbangan bahan silikon cukup melimpah di alam ini dan harganya relatif murah. Menurut Setiawan et al. (2007), selain silikon material lain yang banyak dipelajari dan diteliti adalah material paduan yang berasal dari golongan II-VI atau III-V dalam tabel periodik baik binary (paduan 2 unsur) maupun ternary (paduan 3 unsur) seperti ZnO, GaN, AlN, InN, GaAs, GaSb, AlGaN, AlGaSb dan GaNAs. Material paduan tersebut masing-masing memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri baik ditinjau dari sifat listrik maupun sifat optiknya sehingga dapat diaplikasikan dengan karakteristik fisis yang dimiliki. Berkenaan dengan model ikatan dari atom-atom material semikonduktor, kristal semikonduktor tersusun dari atom-atom yang letaknya saling berdekatan dan saling berikatan satu sama lain yang membentuk suatu ikatan kovalen. Sebagai ilustrasi dari model ikatan kovalen material semikonduktor ditunjukkan pada Gambar 2.1. Ikatan kovalen dari atom Silikon pada kondisi temperatur nol Kelvin ditunjukkan pada Gambar 2.1 (a) dimana setiap atom Silikon menyumbangkan satu elektron untuk
8
tiap pasangan ikatan kovalen. Apabila kristal semikonduktor tersebut diberi energi termal, maka dapat menyebabkan putusnya ikatan kovalen, sehingga pasangan elektron bebas dan hole dapat dibangkitkan seperti yang ditunjukkan Gambar 2.1 (b). Elektron tersebut dapat bebas dari keadaan pita valensi menuju keadaan pita konduksi sedangkan kekosongan yang ditinggalkan elektron akan menjadi hole.
(a)
(b)
Gambar 2.1 Gambaran ikatan kovalen atom silikon pada kondisi (a) temperatur nol Kelvin, (b) pada temperatur di atas nol Kelvin (Sumber: Setiawan et al., 2007)
Setiap atom penyusun kristal semikonduktor memiliki sejumlah elektron valensi pada kulit terluarnya yang menempati keadaan valensi (Gambar 2.2 (a)) dengan tingkat energi yang besarnya EV. Elektron valensi ini berkontribusi pada pembentukan ikatan kovalen antara atom-atom penyusun kristal semikonduktor. Sedangkan keadaan dimana elektron sudah terbebas dari ikatan kovalen disebut keadaan konduksi dengan tingkat Energi EC (Gambar 2.2 (b)). Terputusnya elektron dari ikatan kovalen menghasilkan elektron bebas yang sudah berada dalam keadaan pita energi konduksi dengan tingkat energi EC. Pada Gambar 2.2 (c) diilustrasikan bahwa elektron pada keadaan pita konduksi dimana setelah terjadinya pemutusan ikatan kovalen, elektron valensi pada tingkat energi EV akan berpindah menuju keadaan pita konduksi dengan tingkat energi EC. Selisih antara keadaan pita energi
9
konduksi dengan keadaan pita energi valensi ini dinamakan celah pita energi (band gap) yang merupakan energi minimal yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan kovalen pada kristal semikonduktor.
Gambar 2.2 Model keadaan pita energi material semikonduktor, (a) sejumlah elektron
valensi pada kulit terluar yang menempati keadaan pita valensi, (b) elektron sudah terlepas dari ikatan kovalen berada dalam keadaan pita konduksi, (c) elektron valensi pada tingkat energi EV akan berpindah menuju keadaan pita konduksi dengan tingkat energi EC (Sumber: Setiawan et al., 2007).
2.2
Semikonduktor Intrinsik dan Ekstrinsik
2.2.1
Semikonduktor Intrinsik Berdasarkan jenis pembawa muatannya, material semikonduktor, dibagi
menjadi dua yaitu semikonduktor intrinsik dan semikonduktor ekstrinsik. Semikonduktor intrinsik adalah semikonduktor murni yang belum diberikan atom pengotor (impuritas). Pada temperatur 0 K, semua elektron menempati orbital-orbital ikatan dalam keadaan terikat. Susunan ini memberikan keadaan pita valensi terisi penuh elektron dan keadaan pita konduksi kosong, sehingga pada bahan semikonduktor tidak terjadi aliran arus listrik. Pada suhu ruang (300 K), sebagian elektron pada keadaan pita valensi memiliki energi yang cukup untuk bertransisi menuju keadaan pita konduksi.
10
Hasilnya, terdapat elektron pada keadaan pita konduksi dan tercipta hole pada keadaan pita valensi. Terciptanya hole ini karena terbentuk kekosongan muatan sebagai akibat transisi elektron dari pita valensi menuju pita konduksi. Baik elektron pada keadaan pita konduksi maupun hole pada keadaan pita valensi dapat bergerak bila pada semikonduktor tersebut diberikan medan listrik. Menurut
Purri
dan
Babbar (2001), konsentrasi elektron pada semikonduktor intrinsik sama dengan konsentrasi hole. Konsentrasi elektron dan hole dapat ditentukan berdasarkan perumusan dasar umum yang merupakan penerapan teori elektron bebas kuantum : ∞
𝑛=
𝐷 𝐸 𝑓 𝐸 𝑑𝐸 ,
(2.1)
−∞
Besaran f(E) merupakan fungsi distribusi Fermi–Dirac yang dapat dirumuskan sebagai berikut 𝑓 𝐸 =
dengan
EF
1 𝐸 − 𝐸𝐹 exp +1 𝑘𝑇 adalah
energi
(2.2)
Fermi
dan
k
adalah
tetapan
Boltzmann
8,614 x 10−5 5 eVK −1 serta D(E) adalah rapat keadaan elektron/hole, 𝐷 𝐸 =
3 1 4𝜋 ∗ 2 2 (2𝑚 ) 𝐸 , 3
(2.3)
dengan m* adalah massa elektron (9,1 x 10-31 kg) dan h adalah tetapan Plank’s (6,626 x 10-34 J.s). Dengan demikian akan didapatkan konsentrasi elektron (nn) dan konsentrasi hole (np) sebagai berikut 2𝜋 𝑚𝑛∗ 𝑘𝑇 𝑛𝑛 = 2 2
3 2
exp −
𝐸𝑐 − 𝐸𝐹 𝑘𝑇
(2.4)
11
2𝜋 𝑚𝑝∗ 𝑘𝑇 𝑛𝑝 = 2 2
3 2
exp −
𝐸𝑐 − 𝐸𝐹 𝑘𝑇
,
(2.5)
dengan mn* = massa efektif elektron mp* = massa efektif hole EC = tingkat energi dasar pita konduktif EV = tingkat energi puncak pita valensi EF = tingkat energi Fermi dalam struktur pita energi. Selanjutnya, dapat didefinisikan konsentrasi pembawa muatan intrinsik, atau sering disebut konsentrasi intrinsik (ni) sebagai berikut :
𝑛𝑖2 = 2(
2.2.2
3 𝐸g 2𝜋 𝑘𝑇 3 ∗ ∗ 4 2 (𝑚𝑛 ) 𝑚 ) exp (− ) 𝑝 2 2𝑘𝑇
(2.6)
Semikonduktor Ekstrinsik Adapun
material
semikonduktor
ekstrinsik
merupakan
material
semikonduktor dengan pembawa muatan yang didominasi oleh salah satu jenis saja, elektron atau hole. Semikonduktor ekstrinsik dengan pembawa muatan mayoritas elektron disebut semikonduktor tipe-n, sedangkan semikonduktor ekstrinsik dengan pembawa muatan mayoritas hole disebut semikonduktor tipe-p.
2.2.2.1 Semikonduktor Tipe-n Semikonduktor tipe-n misalnya kristal Silikon disisipi dengan atom pengotor yang mempunyai elektron valensi lebih dari empat misalnya bervalensi lima. Hal ini diharapkan dengan ada elektron sisa dalam membentuk ikatan dengan demikian elektron tersebut dapat tercipta elektron bebas. Atom-atom pengotor yang sering dipakai misalnya Fosfor (P) atau Arsen (As) yang bervalensi lima dalam konsentrasi tertentu (Setiawan et al., 2007).
12
Pada Gambar 2.3 ditunjukkan kristal silikon dengan atom pengotor serta pita energinya. Dalam gambar tersebut tampak bahwa energi Fermi bergeser mendekati pita konduksi oleh karena kehadiran tingkat energi donor (ED). Sebelum atom-atom donor terionisasi, tingkat energi donor terisi elektron yang merupakan elektron kelima +
dari setiap atom donor (atom pemberi elektron). Bila atom donor terionisasi (P atau +
As ), elektron bertransisi dari tingkat donor ke pita konduksi.
(a)
(b)
Gambar 2.3 (a) Kristal silikon dengan atom pengotor fosfor, (b) Energi gap (Sumber: Setiawan et al., 2007)
Meskipun jumlahnya lebih sedikit transisi ini menghasilkan hole pada pita valensi. Sementara itu, pada pita konduksi terdapat elektron yang jumlahnya jauh lebih banyak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam semikonduktor tipe-n, elektron sebagai pembawa muatan mayoritas sedangkan hole merupakan pembawa muatan minoritas. Pada keadaan dimana atom donor telah terionisasi seluruhnya, besarnya konsentrasi elektron (nn) menjadi : 𝑛𝑛 = 𝑁𝐷 dengan ND = konsentrasi atom donor.
(2.7)
13
2.2.2.2 Semikonduktor Tipe-p Pada semikonduktor tipe-p dimana atom-atom yang ditambahkan sebagai atom pengotor adalah atom dengan valensi yang lebih kecil dari empat misalnya bervalensi tiga. Pada Gambar 2.4. ditunjukkan kristal silikon yang mengandung atom pengotor bervalensi tiga contohnya Boron (B) atau Galium (Ga), dan struktur pita yang dihasilkannya.
(a)
(b)
Gambar 2.4 (a) Kristal Silikon dengan atom pengotor boron, (b) Energi gap Kristal Silikon (Sumber: Setiawan et al., 2007)
Menurut Setiawan et al. (2007), energi Fermi bergeser mendekati ke pita valensi karena munculnya tingkat energi akseptor (EA). Tingkat ini muncul oleh karena adanya kekurangan elektron pada atom pengotor. Bila atom pengotor terionisasi, atom ini akan mendapatkan elektron dari elektron-elektron terikat pada pita valensi. Oleh karena itu atom pengotor disebut atom akseptor (atom penerima elektron). Elektron yang bertransisi ke tingkat akseptor meninggalkan hole pada pita valensi. Seperti halnya pada semikonduktor tipe-n, elektron juga mungkin bertransisi ke pita konduksi meskipun dengan probabilitas yang lebih kecil. Dengan mekanisme ini dihasilkan elektron bebas pada pita konduksi dalam jumlah yang jauh lebih kecil
14
dari pada jumlah hole pada pita valensi. Jadi, dalam semikonduktor tipe-p, pembawa muatan mayoritas adalah hole dan pembawa muatan minoritas adalah elektron. Bila atom-atom akseptor terionisasi, tingkat akseptor terisi elektron. Dan jika ionisasi maksimum, artinya seluruh atom terionisasi maka konsentrasi hole (pp) menjadi : 𝑝𝑃 = 𝑁𝐴
(2.8)
dengan NA = konsentrasi atom akseptor.
2.3
Persamaan Dasar Divais Semikonduktor
2.3.1
Persamaan Rapat Arus Keberadaan elektron dan hole pada semikonduktor akan mempengaruhi
karakteristik
listrik
pada
persambungan
semikonduktor
tipe-p
dan
tipe-n
(persambungan p-n). Ada dua jenis arus listrik yang terjadi pada persambungan p-n yaitu arus drift dan arus difusi. Ketika persambungan p-n diberi medan listrik 𝜉, maka partikel-partikel bermuatan dalam semikonduktor tersebut akan bergerak (drift) dengan laju yang berbanding lurus dengan medan listriknya (Colinge et al., 2002). 𝑣𝑛 = −𝜇𝑛 𝜉 𝑣𝑝 = 𝜇𝑝 𝜉
(2.9) (2.10)
dengan 𝑣𝑛 = laju drift dari elektron (cm/s) 𝑣𝑝 = laju drift dari hole (cm/s) 𝜇𝑛 = mobilitas dari elektron (cm2/V.s) 𝜇𝑝 = mobilitas dari hole (cm2/V.s) Sedangkan untuk rapat arus drift elektron dan hole dirumuskan sebagai berikut : 𝑗𝑛 = 𝑞 𝑛 𝜇𝑛 𝜉
(2.11)
𝑗𝑝 = 𝑞 𝑛 𝜇𝑝 𝜉
(2.12)
15
Sehingga rapat arus total drift (A/cm) pada persambungan p-n adalah penjumlahan dari rapat arus drift elektron dengan rapat arus drift hole : 𝑗𝑇 = 𝑗𝑛 + 𝑗𝑝 = 𝑞 𝑛 𝜇𝑛 + 𝑝 𝜇𝑝 𝜉
(2.13)
Jenis arus yang kedua adalah arus difusi yaitu terjadi akibat adanya perbedaan konsentrasi dari pembawa muatan. Arus difusi akan mengalir dari daerah yang berkonsentrasi tinggi ke daerah yang memiliki konsentrasi rendah. Arus difusi akan sebanding dengan gradien konsentrasi yang diformulasikan : 𝑑𝑖𝑓𝑓
𝑗𝑛
𝑑𝑖𝑓𝑓
𝑗𝑝
𝜕𝑛 𝜕𝑥 𝜕𝑝 = + 𝑞 𝐷𝑝 𝜕𝑥 = + 𝑞 𝐷𝑛
𝑑𝑖𝑓𝑓
dengan 𝑗𝑛
𝑑𝑖𝑓𝑓
(2.14) (2.15)
= rapat arus difusi elektron (A/cm)
𝑗𝑝
= rapat arus difusi hole (A/cm)
Dn
= konstanta difusivitas dari elektron
Dp
= konstanta difusivitas hole.
Jadi rapat arus total dalam persambungan p-n adalah sebagai berikut : 𝜕𝑛 𝜕𝑥 𝜕𝑝 𝑗𝑝𝑇 = 𝑞 𝑝 𝜇𝑝 𝜉 + 𝑞 𝐷𝑝 𝜕𝑥 𝑗𝑛𝑇 = 𝑞 𝑛 𝜇𝑛 𝜉 + 𝑞 𝐷𝑛
(2.16) (2.17)
Dimana 𝑗𝑛𝑇 merupakan rapat arus total untuk elektron (A/cm) dan 𝑗𝑝𝑇 merupakan rapat arus total untuk hole (A/cm).
16
2.3.2
Persamaan Poisson Persamaaan Poisson merupakan persamaan divergensi dari medan listrik (𝜉),
yang dikaitkan dengan rapat muatan (𝜌) (Goetzberger et al.,1998), Seperti yang diformulasikan pada persamaan (2.18) : ∇ ∙ 𝜉 = −∇2 𝜓 =
𝜌 𝜖
(2.18)
dengan 𝜖 = permitivitas material 𝜓 = potensial elektrostatik Jika 𝜌 = 𝑞 𝑝 − 𝑛 + 𝑁𝐷+ − 𝑁𝐴+
(2.19)
maka bentuk persamaan Poisson akan menjadi. 𝑞 𝑝 − 𝑛 + 𝑁𝐷+ − 𝑁𝐴+ ∇ ∙ 𝜉 = −∇ 𝜓 = 𝜖 2
(2.20)
Rapat muatan (𝜌) diartikan sebagai penjumlahan pembawa muatan negatif elektron (n) dan pembawa muatan positif yaitu hole (p) serta konsentrasi donor (𝑁𝐷+) dan konsentrasi akseptor (𝑁𝐴+) yang terionisasi. Adapun nilai permitivitas material(𝜖) ini bergantung pada konstanta dielektrik material misalnya material Silikon dengan konstanta dielektrik dan nilai permitivitas masing-masing sebesar 11,8 serta 1,036 x 10-12 F/cm (Colinge et al., 2002).
2.3.3
Persamaan Kontinuitas Pembawa Muatan Di dalam persamaan kontinuitas yang diaplikasikan pada material
semikonduktor dikenal istilah proses generasi dan rekombinasi. Proses generasi adalah proses timbulnya pasangan elektron dan hole per detik per meter kubik. Sedangkan proses rekombinasi adalah proses bergabungnya pasangan elektron dan
17
hole per detik per meter kubik. Rapat arus dari pembawa muatan dihitung dari proses generasi (G) dan rekombinasi (R). Dalam keadaan steady maka persamaan kontinuitas pembawa muatan untuk rapat arus elektron maupun hole dituliskan sebagai berikut (Danielsson, 2000), −
1 ∇𝑗 = 𝐺 − 𝑅 𝑞 𝑛
1 ∇𝑗 = 𝐺 − 𝑅 𝑞 𝑝
(2.21) (2.22)
Berkenaan dengan mekanisme rekombinasi (R) dikenal rekombinasi nonradiatif melalui tingkat ketidakmurnian. Mekanisme rekombinasi ini dikenal juga dengan istilah rekombinasi Shockley-Read-Hall (RSRH). Rekombinasi Shockley-ReadHall merupakan proses rekombinasi elektron dan hole dengan menggunakan perangkap berupa tingkat ketidakmurnian pada celah pita energi semikonduktor. Adapun formulasi rekombinasi Shockley-Read-Hall (RSRH) sebagai berikut (Danielsson,2000),
𝑅𝑆𝑅𝐻
𝑛𝑝 − 𝑛𝑖2 = 𝜏𝑝 𝑛 + 𝑛1 + 𝜏𝑛 𝑝 + 𝑝1
(2.23)
dengan ni = konsentrasi muatan pembawa intrinsik, τn = lifetime dari muatan pembawa elektron untuk melakukan rekombinasi τp = lifetime dari muatan pembawa hole untuk melakukan rekombinasi n1 = parameter konsentrasi elektron yang berhubungan dengan tingkat trap p1 = parameter konsentrasi hole yang berhubungan dengan tingkat trap Apabila perangkap tingkat ketidakmurnian ini terdapat di tengah-tengah dari celah pita terlarang maka nilai n1 dan p1 sama dengan ni. Dengan demikian rapat arus elektron maupun hole untuk divais semikonduktor
misalnya persambungan p-n dapat diformulasikan,
18
2.4
∇𝑗𝑛 = −𝑞𝐺 + 𝑞 𝑅𝑆𝑅𝐻
(2.24)
∇𝑗𝑝 = 𝑞𝐺 − 𝑞 𝑅𝑆𝑅𝐻
(2.25)
Dioda Silikon Apabila kedua material tipe-p dan tipe-n dilakukan suatu penyambungan
maka akan terbentuk material persambungan p-n yang biasa disebut dengan dioda. Proses penyambungan ini dilakukan pada saat penumbuhan kristal. Menurut Kwok (1995) penemuan persambungan p-n berawal dari penelitian Russel Ohl yang dilakukan pada tahun 1940 ketika melakukan sebuah observasi tentang efek fotovoltaik pada sebuah batang Silikon. Ohl menggunakan batang silikon yang tidak murni yang dikenal dengan material semikonduktor ekstrinsik. Pada tahun 1941 Ohl menciptakan Solar Cell dari material silikon berdasarkan pengamatan tentang efek fotovoltaik dan kemudian mematenkanya.
Gambar 2.5 Difusi elektron dan hole (Sumber: Colinge et al, 2002)
Sesaat setelah terjadi penyambungan semikonduktor tipe-p dan tipe-n, pada daerah sambungan semikonduktor akan terjadi perubahan. Pada daerah material semikonduktor tipe-n terdapat sejumlah elektron yang akan dengan mudah terlepas
19
dari atom induknya. Pada bagian lain (tipe-p), atom aseptor menarik elektron (atau menghasilkan hole). Kedua pembawa muatan mayoritas tersebut memiliki cukup energi untuk mencapai material pada sisi lain sambungan. Dalam hal ini terjadi proses difusi elektron dari tipe-n ke tipe-p dan proses difusi hole dari tipe-p ke tipe-n. Seperti ditunjukkan Gambar 2.5 proses difusi ini tidak berlangsung selamanya karena elektron yang sudah berada di tempatnya akan menolak elektron yang datang kemudian. Proses difusi berakhir saat tidak ada lagi elektron yang memiliki cukup energi untuk mengalir. Akibat proses difusi hole dan elektron, tepat pada sambungan p-n terbentuk suatu daerah tanpa muatan bebas yang dikenal dengan daerah pengosongan atau daerah deplesi. Pada daerah diplesi terjadi pengosongan pembawa muatan mayoritas akibat terjadinya peristiwa difusi ke sisi yang lain. Hilangnya pembawa muatan mayoritas di daerah ini meninggalkan lapisan muatan positif di daerah tipe-n dan lapisan muatan negatif di daerah tipe-p. Dikarenakan muatan positif terpisah dengan muatan negatif maka didalam daerah deplesi terjadi medan lisrik. Dengan adanya medan listrik ini maka terjadi perbedaan potensial antara bagian tipe p dan bagian tipe n yang disebut sebagai “potensial penghalang” (Vo). Keadaan dioda, yang dikondisikan normal yaitu dikondisikan dalam keadaan rangkaian terbuka (Subekti, 2003).
20
Skema diagram dari dioda pada keadaan terbuka ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Skema Diagram dari dioda pada keadaan terbuka, (a) pergerakan dari muatan, (b) distribusi konsentrasi dari ion donor dan aseptor, (c) distribusi dari konsentrasi elektron dan hole, (d) konsentrasi rapat muatan, (e) medan listrik, (f) distribusi potensial elektrostatik, (g) distribusi energi elektron (Sumber : Grob, 1997)
Dalam keadaan rangkaian terbuka ini hanya pada daerah deplesi yang terjadi penumpukan muatan pada masing-masing sisi sedangkan daerah lainnya dalam keadaan
netral.
Potensial
penghalang
(Vo)
yang
terjadi
akan
menahan
21
terjadinya difusi pembawa muatan mayoritas dan memberi kesempataan terjadinya arus drift melalui sambungan seperti telah dijelaskan di atas. Besarnya potensial penghalang untuk Si sebesar 0,7 Volt pada suhu kamar. Pada dasarnya dengan adanya pemberian tegangan panjar pada dioda akan meningkatkan atau menurunkan energi potensial dari dioda tersebut, bergantung pada arah tegangan panjar yang diberikan.
2.4.1
Panjar Maju Besarnya arus difusi sangat bergantung pada besarnya potensial penghalang
(Vo). Pembawa muatan mayoritas yang memiliki energi lebih besar dari eVo dapat melewati potensial penghalang. Jika keseimbangan potensial terganggu oleh berkurangnya ketinggian potensial penghalang maka harga potensial penghalang menjadi Vo-V seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7(a), maka probabilitas pembawa muatan mayoritas mempunyai energi yang cukup untuk melewati sambungan dan probabilitas pembawa muatan mayoritas akan meningkat dengan drastis. Sebagai akibat turunnya potensial penghalang sehingga akan terjadi aliran hole dari material tipe-p ke tipe-n, demikian juga sebaliknya untuk elektron (Subekti, 2003). Dengan kata lain menurunnya potensial penghalang memberi kesempatan pada arus listrik (pembawa muatan) untuk mengalir dari daerah mayoritas ke daerah minoritas di dalam dioda seperti di tunjukkan Gambar 2.7(b).
(a)
(b)
Gambar 2.7 Dioda berpanjar maju (a) penurunan potensial penghalang (Vo) (b) Pemberian tegangan panjar maju (Sumber : Boylestad et al., 2009)
22
2.4.2
Panjar Mundur Pada Gambar 2.8 ditunjukkan keadaan dimana potensial penghalang
dinaikkan menjadi Vo + V dengan memasang tegangan panjar mundur sebesar V maka probabilitas pembawa muatan mayoritas yang memiliki cukup energi untuk melewati potensial penghalang akan turun secara drastis. Kuantitas pembawa muatan mayoritas yang melewati sambungan akan turun ke nol dengan memasang panjar mundur. Pada kondisi panjar mundur, terjadi aliran arus mundur yang sangat kecil dari pembawa muatan minoritas. Pembawa muatan minoritas hasil generasi termal di dekat sambungan akan mengalami “drift” searah medan listrik. Arus mundur akan mencapai harga jenuh (-Is) pada harga panjar mundur yang rendah (Subekti, 2003). Harga arus mundur dalam keadaan normal cukup rendah dan diukur dalam µA (untuk Silikon). Secara ideal, arus mundur seharusnya berharga nol, sehingga harga (–Is) yang sangat rendah pada Silikon merupakan faktor keunggulan Silikon dibandingkan Germanium.
(a)
(b)
Gambar 2.8 Dioda berpanjar mundur, (a) potensial penghalang (Vo) mengalami kenaikan (b) Pemberian tegangan panjar mundur. (Sumber : Boylestad et al., 2009)
23
2.4.3
Karakteristik Arus-Tegangan pada Dioda Silikon Menurut Sutrisno (1986) pada saat dioda diberikan tegangan berpanjar maju,
potensial penghalang dioda berkurang sehingga probabilitas dari pembawa muatan mayoritas yang memiliki energi yang cukup untuk menerobos potensial penghalang akan dipengaruhi oleh faktor yang ditunjukkan oleh fungsi eksponensial pada persamaan (2.26) : 𝑞𝑉
𝑓 = 𝑒 𝜂 𝑘𝑇
(2.26)
dengan q = muatan elektron (1,602 x 10-19 C), η = faktor ideal material semikonduktor dimana untuk Si = 1 dan Ge = 2, V = tegangan panjar yang diberikan, k = merupakan tetapan Boltzmann (8,614 x 10-5 eV/K), T = temperatur operasional (K). Pada saat diberikan tegangan panjar maju pada dioda, hole pada material tipep akan diinjeksikan ke material tipe-n dan elektron pada tipe-n akan diinjeksikan ke material tipe-p. Pada saat elektron berdifusi menuju material tipe-p, arus listrik yang diinjeksikan ke dalam material tipe-p pada persambungan yakni (In) serta dapat dituliskan pada persamaan (2.27) sebagai berikut 𝐼𝑛 =
𝑞𝐴𝐷𝑛 𝑞𝐴𝐷𝑛 ∆𝑛𝑝 = 𝑛 𝑒 𝐿𝑛 𝐿𝑛 𝑝
𝑞𝑉 𝑘𝑇
−1
(2.27)
dimana Dn merupakan koefisien difusi dari elektron (m2/s), A merupakan luasan penampang dari persambungan (m2) dan Ln jarak rata rata elektron berdifusi sebelum rekombinasi berlangsung (m). Pada saat yang bersamaan hole juga berdifusi menuju material tipe-n, dan arus listrik yang diinjeksikan ke dalam material tipe-n pada persambungan (Ip) serta dapat dituliskan pada persamaan (2.28) berikut
24
𝐼𝑝 =
𝑞𝐴𝐷𝑝 𝑞𝐴𝐷𝑝 ∆𝑝𝑛 = 𝑝 𝑒 𝐿𝑝 𝐿𝑝 𝑛
𝑞𝑉 𝑘𝑇
−1
(2.28)
dengan Dp = koefisien difusi dari hole (m2/s), A = luasan penampang dari persambungan (m2) Lp = jarak rata rata hole berdifusi sebelum rekombinasi berlangsung (m). Total arus yang mengalir pada persambungan yaitu gabungan antara arus yang diinjeksikan ke dalam material tipe-p dan tipe-n pada persambungan. 𝐼 = 𝐼𝑝 + 𝐼𝑛
(2.29)
𝐷𝑝 𝐷𝑛 𝑝𝑛 + 𝑛 𝐿𝑝 𝐿𝑛 𝑝
𝐼 = 𝑞𝐴
𝑒
𝑞𝑉 𝑘𝑇
−1
(2.30)
dimana arus saturasi (IS) diformulasikan 𝐷𝑝 𝐷𝑛 𝑝𝑛 + 𝑛 𝐿𝑝 𝐿𝑛 𝑝
𝐼𝑆 = 𝑞𝐴
(2.30)
maka arus total dioda 𝐼 = 𝐼𝑆 𝑒
𝑞𝑉 𝑘𝑇
−1
(2.31)
dengan 𝑉𝑇 = 𝑘𝑇/𝑞. VT merupakan tegangan ekuivalen untuk temperatur. Untuk Silikon harga VT sebesar 0,025 Volt ini dihitung pada temperatur 300 K. Formulasi arus total pada persamaan (2.31) merupakan persamaan karakteristik arus-tegangan dioda. Jika V bernilai positif dan nilainya sebesar sekitar sepersepuluh volt maka persamaan (2.31) akan menjadi 𝑉
𝐼 ≈ 𝐼𝑠 (𝑒 𝜂 𝑉𝑇 ) Persamaan (2.31) ini disajikan dalam bentuk linier, selain itu diformulasikan dalam bentuk logaritmik seperti berikut
(2.32) juga dapat
25
𝑉
ln 𝐼 = 𝜂 𝑉 + ln 𝐼𝑠
(2.32)
𝑇
Gambar 2.9 memperlihatkan kurva karakteristik arus-tegangan pada dioda dalam bentuk plot linier (a), dan bentuk plot semilogaritmik (b). Kedua penyajian kurva ini sesuai dengan penyajian formulasi (2.30) dan (2.31).
(a)
(b)
Gambar 2.9 Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Silikon,(a) Bentuk plot linier, (b) Bentuk Plot Semilogaritmik (Sumber: Sze,1985)
Adanya perubahan temperatur operasional dioda menyebabkan terjadinya perubahan lengkungan karakteristik arus-tegangan dioda. Sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 2.10 di bawah. Terlihat jika adanya perubahan temperatur operasional sangat berpengaruh besar terhadap perubahan karakteristik arus-tegangan dioda. Hal ini disebabkan perubahan besaran tegangan potong (Vo) dan arus saturasi (Is). Apabila temperatur operasional dinaikkan, tegangan potong (cut-off) dari dioda berkurang sedangkan arus saturasi bertambah serta kemiringan kelengkungan karakteristik arus-tegangan pada panjar mundur juga bertambah. Pengaruh temperatur operasional oleh faktor eksponensial pada persamaan (2.26) yang berasal dari arus injeksi dioda tidak terlalu signifikan pengaruhnya (Sutrisno, 1986).
26
Perubahan temperatur operasional juga akan mempengaruhi konsentrasi muatan pembawa elektron intrinsik (ni). Hal ini dikarenakan aktivitas termal yang membuat eksitasi elektron pada ikatan atomnya. Dengan bertambahnya temperatur operasional juga menambah konsentrasi elektron intrinsik (ni) (Kasap, 2001). Menurut Sutrisno (1986) dengan adanya prosen rekombinasi elektron dan hole maka berlaku sebuah hubungan 𝑝𝑛 = 𝑛𝑖2 sehingga pada tipe n akan berlaku 𝑝𝑛 =
𝑛𝑖2 𝑛𝑖2 ≅ 𝑛𝑛 𝑁𝑑
(2.33)
sedangkan pada tipe p berlaku 𝑛𝑖2 𝑛𝑖2 𝑛𝑝 = ≅ 𝑝𝑝 𝑁𝑎
(2.34)
Untuk rumusan rapat arus saturasi diformulasikan sebagai berikut 𝐽𝑠 ≅ 𝐶 𝑝𝑛 + 𝑛𝑝 = 𝐶𝑛𝑖2
1 1 + ≅ 𝐶 ′ 𝑛𝑖2 𝑁𝑑 𝑁𝑎
(2.35)
dimana ni = konsentrasi muatan elektron intrinsik (cm-2), pn = konsentrasi hole di tipe n (cm-2), np = konsentrasi elektron di tipe p (cm-2), nn = konsentrasi elektron di tipe n (cm-2), pp = konsentrasi hole di tipe p (cm-2), Nd =konsentrasi donor (cm-2), Na =konsentrasi akseptor (cm-2), C dan 𝐶 ′ = konstanta. Untuk formulasi konsentrasi muatan elektron intrinsik yang dipengaruhi oleh temperatur operasional dirumuskan berikut (Sutrisno, 1986): 3
−𝐸𝑔
𝑛𝑖 ≅ 𝐵 𝑇 2 𝑒 2𝑘𝑇
(2.36)
27
dengan B = konstanta, T = temperatur operasional (K), Eg = Energi gap (eV), k = Konstanta Boltzmann (8,614 x 10-5 eV/K). Laju perubahan rapat arus saturasi (Js) terhadap temperatur operasional didapatkan dengan cara defferansial Js (T) terhadap T seperti berikut ini, −𝐸𝑔 𝑑𝐽𝑠 𝑑 = 𝐶 𝐵 2 𝑇 3 𝑒 𝑘𝑇 𝑑𝑇 𝑑𝑇
(2.37)
−𝐸𝑔 𝐸𝑔 𝑑𝐽𝑠 3 = 𝐶 𝐵2 + 2 𝑇 3 𝑒 𝑘𝑇 𝑑𝑇 𝑇 𝑘𝑇
(2.38)
jadi perubahan relatif rapat arus saturasi (Js) terhadap temperatur operasional, 𝐸𝑔 1 𝑑𝐽𝑠 3 = + 2. 𝐽𝑠 𝑑𝑇 𝑇 𝑘𝑇
(2.39)
untuk kristal Germanium pada T = 300 K, dengan Eg = 0,68 eV = 0,68 (q) Joule maka 𝐸𝑔 𝑞 𝐸𝑔 𝑞 𝐸𝑔 (𝑒𝑉) = = 2 𝑘𝑇 𝑘𝑇 𝑇𝑞 𝑘𝑇 𝑇
(2.40)
𝐸𝑔 𝐸𝑔 (𝑒𝑉) = 39 2 𝑘𝑇 𝑇
(2.41)
sehingga perubahan relatif arus saturasi pada temperatur 300 K adalah 1 𝑑𝐽𝑠 3 0,68 = + 39 ≅ 0,1 = 10 % 𝐽𝑠 𝑑𝑇 300 300
(2.42)
untuk kristal Silikon pada T = 300 K, dengan Eg = 1,1 eV = 1,1 (q) Joule maka perubahan relatif arus saturasi pada temperatur 300 K adalah 1 𝑑𝐽𝑠 3 1,1 = + 39 ≅ 0,16 = 16 % 𝐽𝑠 𝑑𝑇 300 300
(2.43)
28
Jadi jelas untuk Germanium setiap kenaikan temperatur 5 oC arus saturasi akan bertambah sebesar 50% dari semula. Sedangakan untuk kristal Silikon setiap kenaikan 5 oC arus saturasi akan bertambah 80% dari semula.
Gambar 2.10 Variasi temperatur operasional terhadap kurva karakteristik arus-tegangan dioda (Sumber : Boylestad et al., 2009)
(a)
29
(b)
(c) Gambar 2.11 Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si untuk tegangan panjar maju variasi temperatur operasional (a) 298 K, (b) 308 K, (c) 323 K (Sumber: Aslizar, 1996)
30
Adanya pengaruh temperatur operasional terhadap kurva karakteristik arustegangan pada dioda Silikon juga dijelaskan dalam penelitian Aslizar (1996). Pada penelitian tersebut dilakukan variasi temperatur operasional pada bahan Silikon. Dari penelitian tersebut dihasilkan adanya perubahan kurva karakteristik arus-tegangan terhadap temperatur operasional untuk tiga jenis dioda (TIP 31A, TIP 31C, dan BD 283) seperti yang ditunjukkan Gambar 2.11.a dan Gambar 2.11.b diatas.
2.5
Analisa Numerik Menggunakan FEMLAB FEMLAB merupakan sebuah perangkat lunak sangat cocok digunakan untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan serta pemodelan dalam bidang sains dan teknik dengan menggunakan persamaan diferensial parsial (PDE). Kelebihan FEMLAB yaitu dengan penggunaan metode elemen hingga (finite element method, FEM) dalam penyelesaian persamaan-persamaan matematis, sehingga sangat cocok digunakan untuk simulasi 1D, 2D, ataupun 3D untuk divais dengan struktur geometri yang cukup rumit. FEMLAB khusus dirancang terintegrasi dengan MATLAB sehingga memungkinkan pengguna untuk melakukan modifikasi sesuai dengan struktur geometri yang disimulasikan (Comsol, 2001). Walaupun ide awal pengembangan FEMLAB dilakukan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan ilmiah khususnya fisika yang menggunakan persamaan diferensial parsial yang rumit, penggunaan FEMLAB semakin memasyarakat akibat fleksibilitasnya. Contohnya pada bidang Semiconductor Device Model. Seperti yang dilakukan oleh Danielsson (2000) menciptakan sebuah semikonduktor dioda model dengan kerjasama dengan perusahaan FEMLAB yaitu COMSOL MULTIPHYSICS di Stockholm Swedia. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa metode pendekatan yang digunakan dalam FEMLAB adalah metode elemen hingga, dimana geometri yang akan disimulasikan dibagi menjadi sejumlah elemen-elemen kecil. Semakin kecil elemen yang didefinisikan, hasil yang diperoleh semakin akurat. Pada Gambar 2.12
31
diperlihatkan contoh pendefinisian geometri menjadi elemen-elemen kecil dalam FEM. Elemen-elemen tersebut dapat berupa elemen segitiga, sesuai dengan struktur geometri yang akan disimulasikan .
Gambar 2.12 Pendefinisian geometri menjadi elemen-elemen kecil dalam FEM pada dioda (Sumber : Danielson, 2000)
Dasar pendekatan untuk solusi persamaan diferensial dalam FEM adalah asumsi bahwa solusi umum persamaan mengikuti fungsi sederhana dari masingmasing elemen. Solusi secara keseluruhan diperoleh dengan mengkombinasikan solusi-solusi tiap elemen. Demikian halnya dengan penggambaran solusi yang diperlukan untuk fungsi-fungsi kontinu diasumsikan memiliki bentuk analitik sederhana yang digunakan oleh tiap-tiap elemen. Oleh karena itu, penggunaan elemen dengan ukuran yang berbeda-beda tidak menambah kesulitan dalam FEM. Hal inilah yang menjadi salah satu kelebihan penting FEM. FEM lebih fleksibel digunakan dalam simulasi divais semikonduktor yang memiliki geometri yang tidak rata ataupun divais dengan distribusi medan listrik dan pembawa muatan yang tidak linier. Paket simulator dari perangkat lunak FEMLAB berisi sejumlah mode aplikasi yang dilengkapi dengan Graphical User Interface (GUI) yang sudah diatur dengan persamaan dan variabel sesuai dengan bidang fisika. Untuk kasus simulasi divais semikonduktor
khususnya
dioda,
dapat
diimplementasikan
dengan
32
menggunakan mode aplikasi PDE General Form Multiphysics dalam struktur 1D, 2D ataupun 3D (Purwandari, 2012). Parameter dalam semikonduktor diatur dalam perancangan simulasi semikonduktor. Selanjutnya melakukan perancangan geometri divais dari semikonduktor yang akan disimulasikan, kondisi batas juga diatur. Persamaan divais semikonduktor yang diterapkan kemudian harus didefinisikan pada mode spesifikasi PDE. Terakhir dilakukan solusi serta pemodelan divais semikonduktor dioda dan melakukan variasi temperatur operasional serta memunculkan karakteristik arus-tegangan pada dioda.
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Komputasi Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember dengan kegiatan yang dilaksanakan mulai dari bulan Agustus 2012 hingga Desember 2012 mencakup proses instalasi sampai analisa data.
3.2
Prosedur Penelitian FEMLAB merupakan suatu perangkat lunak komputer yang digunakan untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan serta pemodelan ilmiah dan ilmu rekayasa dengan menggunakan persamaan diferensial parsial (PDE). Di dalam penelitian ini perangkat lunak FEMLAB digunakan untuk menyelesaikan persoalan simulasi divais semikonduktor khususnya dioda yang merupakan divais berbasis persambungan tipep dan tipe-n Si dengan menitik beratkan pada pengaruh temperatur operasional terhadap karakteristik arus dan tegangan. Perangkat lunak FEMLAB khusus dirancang terintegrasi dengan MATLAB untuk melakukan modifikasi sesuai dengan struktur geometri dioda Si terhadap pengaruh temperatur operasionalnya. Pada penelitian ini akan dilakukan perancangan geometri dioda Si untuk konsentrasi pembawa muatannya dan karakterisasi arus dan tegangan dengan melakukan variasi parameter temperatur operasional. Adapun prosedur penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut.
34
3.2.1
Diagram Penelitian Secara umum, penelitian yang akan dilakukan digambarkan dalam diagram
penelitian seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Instalasi perangkat lunak (MATLAB 5.3 dan FEMLAB 2.1)
Perumusan persamaan transport pembawa muatan dioda Si (Persamaan rapat arus, Persamaan Poisson dan Persamaan Kontinuitas)
Pemodelan geometri pembawa muatan (konsentrasi hole dan elektron di dalam dioda Si)
Penyelesaian persamaan differensial untuk variasi temperatur operasional pada dioda Si
Penentuan karakteristik arus-tegangan dioda Si (Penyelesaian Persamaan differensial untuk variasi tegangan dioda Si pada temperatur operasional tertentu)
Analisa (konsentrasi hole elektron serta Karakteristik Arus dan tegangan)
Hasil Gambar 3.1 Diagram prosedur penelitian
35
3.2.2
Instalasi Perangkat Lunak MATLAB 5.3 dan FEMLAB 2.1 Untuk melakukan simulasi model dioda Si dan karakteristik arus-tegangan
maka terlebih dahulu dilakukan instalasi perangkat lunak MATLAB dan FEMLAB. Simulasi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB Versi 5.3 dan FEMLAB Versi 2.1 dengan sistem operasi Windows. Adapun spesifikasi perangkat keras komputer yang digunakan dalam proses pemodelan ini adalah sebagai berikut. 1. Processor Intel Celeron CPU B815 @ 1.66 GHz (2 CPU) 2. Memory RAM 2 GB 3. VGA 818 MB 4. Hard Disk 320 GB Proses instalasi perangkat lunak FEMLAB 2.1 diawali dengan penginstalan MATLAB 5.3 pada sistem operasi Windows 7 Professional dan dilanjutkan dengan instalasi perangkat lunak FEMLAB 2.1. Tahapan kegiatan instalasi tersebut tidak dapat dipertukarkan oleh karena prosedur instalasi FEMLAB 2.1 membutuhkan ketersediaan MATLAB 5.3 di dalam sistem operasional yang digunakan. Setelah proses instalasi MATLAB 5.3 dan FEMLAB 2.1 selesai maka kedua perangkat lunak ini siap untuk digunakan.
3.2.3
Perumusan Persamaan Transport Pembawa Muatan Dioda Si Pada penelitian ini akan digunakan dua persamaan dasar pada divais
semikondutor yaitu persamaan Poisson (3.1) dan persamaan kontinuitas (3.2) dan (3.3) yang merupakan persamaan rapat arus. Perumusan persamaan transport pembawa muatan dioda Si yang akan dilakukan pada penelitian ini mengacu pada persamaan (2.20), (2.24) dan (2.25). Selanjutnya Persamaam tersebut akan dimodifikasi menjadi persamaan berikut, ∇2 𝜓 = −
𝑞 𝑝−𝑛+ 𝑁 𝜖
(3.1)
36
∇𝑗𝑛 = 𝑞 𝑅𝑆𝑅𝐻
(3.2)
∇𝑗𝑝 = −𝑞 𝑅𝑆𝑅𝐻
(3.3)
Komponen rapat arus elektron (𝑗𝑛 ) dan rapat arus hole (𝑗𝑝 ) yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 𝑗𝑛 = 𝑞 𝑛 𝜇𝑛 ∇𝜓 + 𝑞 𝐷𝑛 ∇𝑛
(3.4)
𝑗𝑝 = 𝑞 𝑝 𝜇𝑝 ∇𝜓 + 𝑞 𝐷𝑝 ∇𝑝
(3.5)
Persamaan kontinuitas pada material semikonduktor khususnya dioda dikenal istilah proses generasi dan rekombinasi. Pada penelitian ini dimodelkan dioda yang ideal. Dioda ideal ini tidak terjadi mekanisme generasi (G) sebagaimana yang terjadi pada dioda non-ideal. Akan tetapi pada dioda ideal terjadi mekanisme rekombinasi (R) dikenal rekombinasi tingkat ketidakmurnian yaitu Shockley-Read-Hall (RSRH) (Colienge, 2002; dan Goudon, 2007). Untuk Rekombinasi Shockley-Read-Hall (RSRH) yang digunakan pada penelitian ini sesuai dengan perumusan pada persamaan (2.23). 3.2.4
Pemodelan Geometri Pembawa Muatan Dioda Si Pada penelitian ini ingin didapatkan pemodelan geometri pembawa muatan
dari dioda Si dengan variasi temperatur operasional tertentu. Pemodelan ini diawali dengan perancangan model geometri dioda Si, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2. Model tersebut diciptakan dengan memanfaatkan PDE General Form Multiphysics application pada FEMLAB model navigator. Geometri divais dioda dimodelkan dalam bentuk penampang 2 dimensi. Pemodelan 2 dimensi ini dibuat dari tampak samping dioda Si. Daerah persambungan tipe-p dan daerah persambungan tipe-n ini ditandai dengan adanya garis lengkung model tersebut. Setelah penggambaran model geometri dioda, akan dilakukan pemberian parameter masukan dari material semikonduktor
Si
penyusun
daerah
p
dan
daerah
n.
Tabel
3.1
37
menunjukkan parameter masukan yang digunakan dalam simulasi dioda berbasis material Silikon.
Gambar 3.2 Model dari struktur dioda Si (Sumber: Danielsson, 2000) Tabel 3.1 Parameter dioda Si
Parameter
Formula
Nilai
Jarak (x,y)
𝑥0 = 𝑚𝑎𝑥 𝑥 , 𝑦 , 𝑘𝑇 𝜓0 = 𝑞
10-3 cm 0,026 V (temperatur ruang)
Beda potensial (𝜓) Konsentrasi pembawa muatan (n, p, N)
𝐶0 = 𝑚𝑎𝑥 𝑁
1,01 x 1017 cm-2
Difusivitas pembawa muatan 𝐷𝑛 , 𝐷𝑝
𝐷0 = 𝑚𝑎𝑥 𝐷𝑛 , 𝐷𝑝
20,7 cm2/s
𝐷0 𝜓0
800 cm2/Vs (temperatur ruang)
Konsentasi intrinsik (ni)
ni
1,46 x 1010 cm-2 (temperatur ruang)
Waktu paruh muatan pembawa (τn,τp)
𝜏𝑛 , 𝜏𝑝
0,1 μs
Mobilitas pembawa muatan 𝜇𝑛 , 𝜇𝑝
(Sumber: Danielsson, 2000)
38
Tahap selanjutnya adalah memberikan suatu syarat batas berkenaan dengan perancangan geometri divais dioda Si. Menurut Danielsson (2000), untuk kontak batas yang jauh dari daerah divais aktif, maka pengaruh medan listrik (𝜉) dan rapat arus pembawa (𝐽𝑛 dan 𝐽𝑝 ) memiliki komponen normal bernilai nol seperti yang ditunjukkan persamaan berikut ini, 𝑛 .𝜉 = 0
(3.6)
𝑛 . 𝐽𝑛 = 0
(3.7)
𝑛 . 𝐽𝑝 = 0
(3.8)
Untuk kontak batas dengan material konduktor (logam), potensial elektrostatik bernilai tetap. Jika diasumsikan kecepatan rekombinasi bernilai tak hingga pada kontak tersebut, maka hukum aksi-massa berlaku sebagai berikut, 𝑛𝑖2 = 𝑛 𝑝
(3.9)
Persamaan (3.9) digunakan untuk menentukan konsentrasi pembawa muatan dengan melibatkan konsentrasi dopan (N). Dengan menggunakan asumsi bahwa tidak ada muatan di dalam kontak. Nilai beda potensial elektrostatiknya adalah sama dengan tegangan eksternal (VA) yang diberikan ditambah dengan tegangan pada divais yang memiliki hubungan logaritmik dengan konsentrasi pembawa muatan. 𝑁 2+
𝑘𝑇 𝜓 = 𝑉𝐴 + 𝑙𝑛 𝑞
𝑁 𝑛= + 2 𝑁 𝑝=− + 2
𝑁 2
𝑁 2 𝑛𝑖
2
+ 𝑛𝑖2
(3.10)
2
+ 𝑛𝑖2 𝑁 2
(3.11)
2
+ 𝑛𝑖2
(3.12)
39
Setelah dilakukannya pembuatan geometri divais dioda maka model geometri ini dapat di konversi dari file FEMLAB (.mat) ke M-File MATLAB dengan cara melakukan export to M-file. Hal ini dimaksudkan agar dapat dengan mudah membuat variasi temperatur operasional pada dioda Si.
3.2.5
Penyelesaian Persamaan Diferensial untuk Variasi Temperatur operasional Pada penelitian ini terdapat tiga persamaan diferensial yang mendasarinya
yaitu kombinasi antara persamaan Poisson, persamaan kontinuitas dengan persamaan rapat arus. Persamaan (3.1), (3.2) dan (3.3) akan mengalami modifikasi dimana persamaan Poisson dikalikan dengan konstanta skala semikonduktor (𝝀𝟐 ) untuk mendapatkan konsentrasi pembawa muatan. Terdapat dua variabel, yaitu u dan v, yang berkaitan dengan tingkat kuasi-Fermi pembawa muatan dimana 𝑢 = 𝑒 −𝑉𝐴 serta 𝑣 = 𝑒 𝑉𝐴 , sehingga memodifikasi bentuk formulasi dari pembawa muatan sebagai berikut, 𝑛 = 𝑛𝑖 𝑒 𝜓 𝑢
(3.13)
𝑝 = 𝑝𝑖 𝑒 𝜓 𝑣
(3.14)
Dengan adanya variabel terikat tersebut, ketiga persamaan diferensial tersebut akan mengalami transformasi sebagai berikut (Danielsson,2000) : λ2 ∇2 𝜓 = 𝑛𝑖 𝑒 𝜓 𝑢 − 𝑒 −𝜓 𝑣 − 𝑁 ∇(𝐷𝑛 𝑛𝑖 𝑒 𝜓 ∇𝑢) =
𝑛𝑖 (𝑢𝑣 − 1) 𝜏𝑝 𝑒 𝜓 𝑢 + 1 + 𝜏𝑛 𝑒 −𝜓 𝑣 + 1
∇(𝐷𝑝 𝑛𝑖 𝑒 −𝜓 ∇𝑣) =
𝜏𝑝
𝑒𝜓 𝑢
𝑛𝑖 (𝑢𝑣 − 1) + 1 + 𝜏𝑛 𝑒 −𝜓 𝑣 + 1
(3.15)
(3.16)
(3.17)
40
Persamaan (3.15), (3.16) dan (3.17) merupakan persamaan differensial yang digunakan oleh perangkat lunak FEMLAB untuk melakukan pemodelan geometri pembawa muatan dioda Si. Parameter temperatur operasional (T) terletak pada konstanta skala semikonduktor (𝝀𝟐 ) didalam penyelesaian persamaan diferensial. Basarnya (𝝀𝟐 ) ini akan dapat diformulasikan menjadi : λ2 =
𝑘𝜀0 𝜀 𝑇. 𝑞 2 𝑥02 𝐶0
(3.18)
Adanya perubahan tempertur operasional (T) akan berpengaruh terhadap persamaan differensial tersebut. Pengaruh temperatur operasional berimbas juga terhadap konsentrasi muatan pembawa muatan intrinsik (ni). Hal ini diformulasikan seperti berikut (Kasap, 2001),
𝑛𝑖 𝑇 =
𝑇 3/2 𝑒
1,1 − 2𝑘𝑇
1,1 3003/2 𝑒 −2 𝑘 300
× 𝑛𝑖 300
(3.19)
dari persamaan (3.19) jelas sekali terlihat jika temperatur operasional sangat berpengaruh terhadap nilai konsentrasi pembawa muatan intrinsik (ni). Dengan 𝑛𝑖 300 merupakan konsentrasi pembawa muatan intrinsik pada temperatur 10
-2
300 K
-5
yang bernilai 1,45 x 10 cm dan k adalah tetapan Boltzmann (8,614 x 10 eV/K). Sebagai mana disebutkan di dalam teori jika perubahan temperatur operasional akan mempengaruhi nilai arus saturasi (IS) dioda. Kenaikan arus saturasi untuk dioda Silikon setiap 5 oC arus saturasi akan bertambah 80% dari semula. Maka formulasi untuk arus yang mengalir pada dioda yaitu (Sutrisno, 1986), 𝐼 = 𝐼𝑆 + (0,8 × 𝐼𝑆
𝑒
𝑞𝑉 𝑘𝑇
−1 .
(3.20)
41
Tiga parameter yang berubah nilainya apabila temperatur operasional dioda berubah yaitu konsentrasi muatan pembawa muatan intrinsik (ni), harga arus saturasi (IS) dan fungsi eksponensial eqV/kT pada perhitungan arus dioda. Untuk variasi temperatur operasional yang akan dilakukan yaitu 288 K, 293 K, 298 K, 303 K, 308 K, 313 K, 318 K dan 323 K berdasarkan data eksperimen yang dilakukan oleh Aslizar (1996). Nantinya akan dilakukan perbandingan hasil eksperimen dan simulasi komputasinya.
3.2.6
Penentuan Karakteristik Arus-Tegangan Dioda Si Penentuan karakteristik arus dan tegangan pada dioda Si dilakukan dengan
melakukan variasi tegangan dioda Si pada temperatur operasional tertentu, berdasarkan pemodelan geometri yang dibuat. Pada penelitian ini akan dilakukan pemberian tegangan dioda Si dari 0 sampai 0,5 Volt dengan cacahan tegangan sebesar 0,020 Volt. Nantinya akan didapatkan data arus dan tegangan sebanyak 26 titik pada kurva karakteristik arus dan tegangan. Hasil perhitungan terhadap besarnya arus secara numerik dilakukan dengan menggunakan program MATLAB. Data perhitungan arus dan tegangan selanjutnya diplot untuk setiap variasi temperatur operasional.
3.2.7
Analisa Data Analisa terhadap hasil distribusi konsentrasi pembawa muatan dioda Si
dilakukan dengan menghitung konsentrasi pada salah satu daerah cacahan dekat anoda, salah satu daerah cacahan tengah p, salah satu daerah cacahan persambungan tipe-p dan tipe-n, salah satu daerah cacahan tengah n dan salah satu daerah cacahan dekat katoda. Dari kelima pemilihan daerah cacahan ini ditentukan nilai konsentrasi hole dan elektron dengan variasi temperatur operasional dioda Si pada salah satu tegangan masukan saja. Pemilihan salah satu tegangan masukan dioda Si ini dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan nilai konsentrasi hole dan elektron
42
dengan variasi temperatur operasional. Pemilihan tegangan masukan dioda Si ini dilakukan bebas dan pada penelitian ini dilakukan analisa pada tegangan masukan dioda Si sebesar 0,34 Volt. Sedangkan untuk analisa karakteristik arus dan tegangan dioda Si dilakukan dengan cara membandingkan hasil simulasi kurva karakteristik arus dan tegangan dengan variasi temperatur operasional berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Aslizar (1996). Perbandingan ini dianalisa dengan cara menentukan nilai deskripansinya. Rumusan deskripansi untuk penelitian ini sebagai berikut (Illinoisstate, 2004) : 𝐷=
𝐽𝐹𝑒𝑚𝑙𝑎𝑏 − 𝐽𝐴𝑠𝑙𝑖𝑧𝑎𝑟 × 100 % 𝐽𝐴𝑠𝑙𝑖𝑧𝑎𝑟
3.21
dimana : D = Nilai deskripansi (%) JFemlab = Nilai rapat arus dari perhitungan Femlab (A/µm) JAslizar = Nilai rapat arus dari perhitungan Aslizar (A/µm) Analisa data ini bermanfaat nantinya untuk menyelidiki adanya pengaruh temperatur operasional terhadap karakteristik dioda Si didalam penggunaannya.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Pemodelan Distribusi Konsentrasi Hole dan Elektron terhadap Variasi Temperatur Operasional pada Dioda Si Tujuan pertama yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah mendapatkan
pemodelan dari distribusi konsentrasi hole dan elektron dioda Si pada variasi temperatur operasional tertentu. Dengan demikian dapat diperoleh gambaran yang jelas dari adanya kebergantungan dioda Si pada temperatur operasional berdasarkan model yang dihasilkan. Analisa terhadap perbedaan konsentrasi pembawa muatan dari setiap variasi temperatur operasional, selanjutnya dilakukan pada keadaan tegangan masukan yang sama. Adapun distribusi konsentrasi dari hasil simulasi dioda yang berbentuk persambungan tipe-p dan tipe-n disajikan dalam bentuk distribusi warna yang merepresentasikan besar konsentrasi pembawa muatan. Berikut ini hasil simulasi terhadap distribusi konsentrasi hole dan elektron pada dioda Si dengan tegangan masukan dioda Si sebesar 0,34 volt dan temperatur operasional dioda pada 288 K ditunjukkan pada Gambar 4.1.
44
Gambar 4.1 Hasil pemodelan distribusi pembawa muatan pada T = 288 K a. Hasil pemodelan konsentrasi hole pada T = 288 K b. Hasil pemodelan konsentrasi elektron pada T = 288 K c. Representasi dari konsentrasi pembawa muatan dalam bentuk distribusi warna
Perhitungan secara numerik terhadap konsentrasi hole dan elektron pada beberapa daerah dalam geometri dioda diberikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Konsentrasi hole dan elektron pada T=288 K dengan V=0,34 volt Posisi Dekat Anoda (Mesh ke 2643) Tengah daerah p (Mesh ke 253) Tengah persambungan p-n (Mesh ke 3202) Tengah daerah n (Mesh ke 608) Dekat Katoda (Mesh ke 63)
Konsentrasi hole ( cm-2)
Konsentrasi elektron ( cm-2)
1,00243 × 1017
3,19578 × 102
3,53881 × 1016
7,10253 × 108
1,78077 × 1013
1,61016 × 1012
2,34089 × 1010
1,00002 × 1015
3,17184 × 102
1,01000 × 1017
45
Berdasarkan Gambar 4.1.a, nampak bahwa konsentrasi hole sangat tinggi di daerah dekat anoda dan berkurang pada bagian tengah daerah p. Pada daerah n sampai dengan daerah dekat katoda, konsentrasi hole semakin menurun hingga mencapai konsentrasi
3,17184 × 102 cm-2. Hal ini bertolak belakang dengan
distribusi dari konsentrasi elektron, seperti yang tercantum dalam Gambar 4.1.b dimana konsentrasi elektron paling tinggi terletak di daerah dekat katoda sebesar 1,01000 × 1017 cm-2. Sedangkan konsentrasi elektron menurun dari tengah-tengah daerah n sampai daerah dekat anoda. Penentuan posisi untuk menunjukkan hasil perhitungan dari konsentrasi hole dan elektron ini diambil untuk beberapa bagian yang bisa mewakili tiap daerah dari dioda Si. Posisi lebih detail dari ke lima daerah yang terdapat pada Tabel 4.1 dapat ditunjukkan berdasarkan cacahan elemen dari geometri dioda seperti yang terlampir pada Lampiran A.
Gambar 4.2 Hasil pemodelan distribusi pembawa muatan pada T = 293 K a. Hasil pemodelan konsentrasi hole pada T = 293 K b. Hasil pemodelan konsentrasi elektron pada T = 293 K c. Representasi dari konsentrasi pembawa muatan dalam bentuk distribusi warna
46
Gambar 4.2 menunjukkan distribusi konsentrasi hole dan elektron dari dioda Si pada temperatur operasional dioda sebesar 293 K dengan tegangan masukan dioda Si sebesar 0,34 volt. Untuk nilai konsentrasi hole dan elektron di beberapa sisi dari dioda Si tercantum pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Perhitungan konsentrasi hole dan elektron pada T=293 K dengan V=0,34 volt
Posisi Dekat Anoda (Mesh ke 2643) Tengah daerah p (Mesh ke 253) Tengah persambungan p-n (Mesh ke 3202) Tengah daerah n (Mesh ke 608) Dekat Katoda (Mesh ke 63)
Konsentrasi hole (cm-2)
Konsentrasi elektron (cm-2)
9,94261 × 1016
7,23254 × 102
3,53854 × 1016
1,26149 × 109
2,22166 × 1013
2,29290 × 1012
4,16379 × 1010
1,00004 × 1015
7,11982 × 102
1,01000 × 1017
Berdasarkan Gambar 4.2 dan Tabel 4.2 konsentrasi hole tertinggi berada pada daerah dekat anoda. Nilai ini semakin menurun pada bagian pertengahan dari daerah p, hingga melewati persambungan dan terendah pada daerah dekat katoda dengan konsentrasi sebesar 7,11982 × 102 cm-2. Sebaliknya jika diamati untuk konsentrasi elektron, nilai tertinggi berada di daerah dekat katoda mencapai 1,01000 × 1017 cm-2. Konsentrasi elektron menurun nilainya dari bagian tengah daerah p sampai daerah dekat anoda dengan konsentrasi sebesar 7,23254 × 102 cm-2.
47
Gambar 4.3 Hasil pemodelan distribusi pembawa muatan pada T = 298 K a. Hasil pemodelan konsentrasi hole pada T = 298 K b. Hasil pemodelan konsentrasi elektron pada T = 298 K c. Representasi dari konsentrasi pembawa muatan dalam bentuk distribusi warna
Tabel 4.3 Perhitungan konsentrasi hole dan elektron pada T=298 K dengan V=0,34 volt
Posisi Dekat Anoda (Mesh ke 2643) Tengah daerah p (Mesh ke 253) Tengah persambungan p-n (Mesh ke 3202) Tengah daerah n (Mesh ke 608) Dekat Katoda (Mesh ke 63)
Konsentrasi hole (cm-2)
Konsentrasi elektron (cm-2)
9,91773 × 1016
1,57546 × 103
3,53827 × 1016
2,18599 × 109
2,74622 × 1013
3,21503 × 1012
7,22502 × 1010
1,00007 × 1015
1,54703 × 103
1,01000 × 1017
Berdasarkan Gambar 4.3 dan Tabel 4.3, konsentrasi hole tertinggi berada pada daerah dekat anoda dan selanjutnya berkurang di bagian tengah dari daerah p dengan
48
nilai konsentrasi sebesar 3,53827 × 1016 cm-2. Konsentrasi hole semakin berkurang pada bagian tengah daerah n sampai dengan daerah disekitar katoda yang memiliki konsentrasi hole terrendah sebesar 1,54703 × 103 cm-2. Hal sebaliknya menunjukkan kecenderungan naiknya konsentrasi elektron dari nilai terendah pada daerah dekat anoda, kemudian meningkat hingga daerah dekat katoda yang memiliki konsentrasi elektron tertinggi sebesar 1,01000 × 1017 cm-2.
Gambar 4.4 Hasil pemodelan distribusi pembawa muatan pada T = 303 K a. Hasil pemodelan konsentrasi hole pada T = 303 K b. Hasil pemodelan konsentrasi elektron pada T = 303 K c. Representasi dari konsentrasi pembawa muatan dalam bentuk distribusi warna
Gambar 4.4 dan Tabel 4.4 menginformasikan bahwa bahwa konsentrasi hole yang tinggi terletak di daerah dekat anoda sebesar 9,90565 × 1016 cm-2 dan cenderung menurun untuk daerah-daerah yang semakin menjauhi bagian anoda. Sedangkan untuk pembawa muatan elektron, konsentrasi tertinggi berada di daerah dekat katoda sebesar 1,01000 × 1017 cm-2 dan mengalami penurunan seiring dengan semakin
49
jauhnya daerah tinjauan terhadap sisi katoda. Konsentrasi elektron yang rendah berada pada daerah dekat anoda dengan nilai sebesar 3,38079 × 103 cm-2.
Tabel 4.4 Perhitungan konsentrasi hole dan elektron pada T=303 K dengan V=0,34 volt
Posisi Dekat Anoda (Mesh ke 2643) Tengah daerah p (Mesh ke 253) Tengah persambungan p-n (Mesh ke 3202) Tengah daerah n (Mesh ke 608) Dekat Katoda (Mesh ke 63)
Konsentrasi hole (cm-2)
Konsentrasi elektron (cm-2)
9,90566 × 1016
3,38079 × 103
3,53800 × 1016
3,76445 × 109
3,38565 × 1013
4,49184 × 1012
1,24572 × 1011
1,00012 × 1015
3,31574 × 103
1,01000 × 1017
Gambar 4.5 Hasil pemodelan distribusi pembawa muatan pada T = 308 K a. Hasil pemodelan konsentrasi hole pada T = 308 K b. Hasil pemodelan konsentrasi elektron pada T = 308 K c. Representasi dari konsentrasi pembawa muatan dalam bentuk distribusi warna
50
Tabel 4.5 Perhitungan konsentrasi hole dan elektron pada T=308 K dengan V=0,34 volt
Posisi Dekat Anoda (Mesh ke 2643) Tengah daerah p (Mesh ke 253) Tengah persambungan p-n (Mesh ke 3202) Tengah daerah n (Mesh ke 608) Dekat Katoda (Mesh ke 63)
Konsentrasi hole (cm-2)
Konsentrasi elektron (cm-2)
9,89729 × 1016
7,04192 × 103
3,53773 × 1016
6,33953 × 109
4,13915 × 1013
6,18875 × 1012
2,10022 × 1011
1,00021 × 1015
6,90059 × 103
1,01000 × 1017
Mengacu pada Gambar 4.5 dan Tabel 4.5, didapatkan bahwa konsentrasi hole tertinggi terletak di daerah dekat anoda sebesar 9,89729 × 1016 cm-2, kemudian menurun
pada
bagian
tengah
daerah
p
dengan
konsentrasi
sebesar
3,53773 × 1016 cm-2. Konsentrasi hole pada daerah n semakin berkurang sedemikian hingga diperoleh nilai terendah sebesar 6,90059 × 103 cm-2 pada daerah dekat katoda. Distribusi
konsentrasi
elektron,
sebagaimana
terlihat
pada
Gambar
4.5.b
menunjukkan konsentrasi tertinggi di daerah dekat katoda, yaitu sebesar 1,01000 × 1017 cm-2 dan semakin menurun sampai pada daerah dekat anoda.
51
Gambar 4.6 Hasil pemodelan distribusi pembawa muatan pada T = 313 K a. Hasil pemodelan konsentrasi hole pada T = 313 K b. Hasil pemodelan konsentrasi elektron pada T = 313 K c. Representasi dari konsentrasi pembawa muatan dalam bentuk distribusi warna
Tabel 4.6 Perhitungan konsentrasi hole dan elektron pada T=313 K dengan V=0,34 volt
Posisi Dekat Anoda (Mesh ke 2643) Tengah daerah p (Mesh ke 253) Tengah persambungan p-n (Mesh ke 3202) Tengah daerah n (Mesh ke 608) Dekat Katoda (Mesh ke 63)
Konsentrasi hole (cm-2)
Konsentrasi elektron (cm-2)
9,90023 × 1016
1,42861 × 104
3,53746 × 1016
1,04762 × 1010
5,02422 × 1013
8,42715 × 1012
3,47414 × 1011
1,00034 × 1015
1,39976 × 104
1,01000 × 1017
Berdasarkan Gambar 4.6 dan Tabel 4.6, konsentrasi hole paling tinggi berada di daerah dekat anoda sebesar 9,90022 × 1016 cm-2 dan di tengah-tengah daerah p dengan nilai konsentrasi sebesar 3,53745 × 1016 cm-2. Tetapi di tengah-tengah daerah n
52
sampai daerah di sekitar katoda mempunyai konsentrasi hole yang menurun hingga 1,39976 × 104 cm-2. Pada Gambar 4.6.b terlihat jika konsentrasi elektron tertinggi di daerah dekat katoda mencapai 1,01000 × 1017 cm-2 serta konsentrasi elektronnya menurun dari tengah-tengah daerah p sampai daerah dekat anoda.
Gambar 4.7 Hasil pemodelan distribusi pembawa muatan pada T = 318 K a. Hasil pemodelan konsentrasi hole pada T = 318 K b. Hasil pemodelan konsentrasi elektron pada T = 318 K c. Representasi dari konsentrasi pembawa muatan dalam bentuk distribusi warna Tabel 4.7 Perhitungan konsentrasi hole dan elektron pada T=318 K dengan V=0,34 volt
Posisi Dekat Anoda (Mesh ke 2643) Tengah daerah p (Mesh ke 253) Tengah persambungan p-n (Mesh ke 3202) Tengah daerah n (Mesh ke 608) Dekat Katoda (Mesh ke 63)
Konsentrasi hole (cm-2)
Konsentrasi elektron (cm-2)
9,89974 × 1016
2,84817 × 104
3,53719 × 1016
1,71311 × 1010
6,07329 × 1013
1,14022 × 1013
5,68573 × 1011
1,00067 × 1015
2,79169 × 104
1,01000 × 1017
53
Pada Gambar 4.7 dan Tabel 4.7 diperoleh nilai konsentrasi hole tertinggi di daerah dekat anoda sebesar 9,89974 × 1016 cm-2 dan di bagian tengah daerah p dengan nilai konsentrasi yaitu 3,53719 × 1016 cm-2. Sedangkan di bagian tengah daerah n sampai daerah disekitar katoda mempunyai konsentrasi hole yang menurun hingga 2,79169 × 104 cm-2. Selain itu untuk konsentrasi elektron tertinggi di daerah dekat katoda mencapai 1,01000 × 1017 cm-2 serta konsentrasi elektronnya menurun dari tengah-tengah 4
daerah
p
sampai
daerah
dekat
anoda
hingga
mencapai
-2
2,84817 × 10 cm .
Gambar 4.8 Hasil pemodelan distribusi pembawa muatan pada T = 323 K a. Hasil pemodelan konsentrasi hole pada T = 323 K b. Hasil pemodelan konsentrasi elektron pada T = 323 K c. Representasi dari konsentrasi pembawa muatan dalam bentuk distribusi warna
54
Tabel 4.8 Perhitungan konsentrasi hole dan elektron pada T=323 K dengan V=0,34 volt
Posisi Dekat Anoda (Mesh ke 2643) Tengah daerah p (Mesh ke 253) Tengah persambungan p-n (Mesh ke 3202) Tengah daerah n (Mesh ke 608) Dekat Katoda (Mesh ke 63)
Konsentrasi hole (cm-2)
Konsentrasi elektron (cm-2)
9,90007 × 1016
5,56121 × 104
3,53691 × 1016
2,75945 × 1010
7,29911 × 1013
1,52851 × 1013
9,16428 × 1011
1,00091 × 1015
5,45113 × 104
1,01000 × 1017
Pada Gambar 4.8 dan Tabel 4.8, nilai konsentrasi hole tertinggi berada pada daerah dekat anoda sebesar 9,90007 × 1016 cm-2, selanjutnya menurun pada bagian tengah daerah p dengan nilai konsentrasi yaitu 3,53691 × 1016 cm-2. Pada bagian pertengahan
daerah
n,
konsentrasi
hole
makin
berkurang dan
mencapai
5,56121 × 104 cm-2 pada daerah dekat anoda. Hal yang berbeda terjadi untuk konsentrasi elektron dimana nilai tertinggi berada pada daerah dekat katoda, yakni sebesar 1,01000 × 1017 cm-2, selanjutnya makin berkurang pada daerah yang semakin jauh dari katoda. Konsentrasi elektron terendah berada di daerah dekat anoda hingga mencapai 5,56121 × 104 cm-2. Dari 8 gambar yang dihasilkan pada penelitian ini, didapatkan adanya konsentrasi pembawa muatan hole maupun elektron yang berbeda pada saat diberikan variasi terhadap temperatur operasional. Dimulai dari Gambar 4.1 sampai Gambar 4.8, nampak adanya perubahan warna berdasarkan posisi mesh yang dijadikan fokus analisa. Perubahan warna menandakan terjadinya perubahan pada distribusi konsentrasi hole dan elektron di dalam dioda Si. Dengan memperhatikan sebaran konsentrasi yang ditujukan pada data Tabel 4.1 sampai dengan Tabel 4.8, nampak bahwa konsentrai hole dan elektron ini mengalami perubahan untuk setiap sampel posisi pada pengambilan data tegangan masukan yang sama. Perubahan nilai
55
konsentrasi ini menunjukkan adanya kenaikan nilai konsentrasinya seiring dengan pertambahan temperatur operasional dioda yang disimulasikan. Pada daerah tepat di persambungan tipe-p dan tipe-n (tinjau mesh 3202), nampak bahwasanya konsentrasi hole dan elektron memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Dalam hal ini, konsentrasi kedua pembawa muatan berada pada kisaran 1013 cm-2. Sebagai contoh adalah pada temperatur operasional dioda Si 323K dengan tegangan
masukan 13
0,34
Volt
didapatkan
nilai
konsentrasi
-2
hole 13
sebesar -2
7,299112 × 10 cm dan konsentrasi elektron sebesar 1,528507 × 10 cm . Hal ini menunjukkan adanya kesesuaian dengan teori bahwasanya daerah dengan jumlah konsentrasi hole dan elektron yang hampir sama ini mengindikasikan masih terdapatnya daerah deplesi pada persambungan tersebut. Dalam bentuk satu dimensi, fenomena demikian telah ditunjukkan pada Gambar 2.6.c yang merepresentasikan sebaran daerah deplesi, yang ditunjukkan melalui daerah dengan konsentrasi dari kedua pembawa muatan yang sama (Grob, 1997). Dengan kata lain Mesh 3202 atau daerah tepat persambungan tipe-p dan tipe-n berada pada daerah deplesi. Adanya pertambahan nilai konsentrasi untuk hole dan elektron pada penelitian ini menandakan bahwa kedua parameter tersebut berubah seiring dengan kenaikan temperatur operasional dioda. Hasil simulasi telah dapat menggambarkan kebergantungan pembawa muatan mayoritas terhadap faktor temperatur operasional, seperti yang telah disebutkan dalam Sutrisno (1986) pada persamaan (2.26). Karakteristik yang sama juga diperlihatkan pada saat distribusi konsentrasi pembawa muatan dihitung pada variasi tegangan masukan yang lain. Untuk menunjukkan karakteristik tersebut, Gambar 4.9 memberikan hasil simulasi untuk pertambahan konsentrasi hole dan Gambar 4.10 untuk konsentrasi elektron, yang dihitung pada variasi tegangan masukan 0 sampai dengan 0,5 V dan variasi temperatur operasional 288 K sampai dengan 323 K. Grafik tersebut diambil untuk bagian diode pada mesh 3202, yang berada pada daerah persambungan tipe-p dan tipe-n.
Konsentrasi hole (x 1012cm-2)
56
680 640 600 560 520 480 440 400 360 320 280 240 200 160 120 80 40 0
288K 293K 298K 303K 308K 313K 318K 323K 0,00 0,04 0,08 0,12 0,16 0,20 0,24 0,28 0,32 0,36 0,40 0,44 0,48 0,52 Tegangan Masukan (volt)
Konsentrasi elektron (x 1012 cm-2)
Gambar 4.9
Grafik hubungan konsentrasi hole terhadap tegangan masukan pada variasi temperatur operasional yang diambil pada mesh 3202
600 560 520 480 440 400 360 320 280 240 200 160 120 80 40 0
288K 293K 298K 303K 308K 313K 318K 323K 0,00 0,04 0,08 0,12 0,16 0,20 0,24 0,28 0,32 0,36 0,40 0,44 0,48 0,52 Tegangan Masukan (volt)
Gambar 4.10 Grafik hubungan konsentrasi elektron terhadap tegangan masukan pada variasi temperatur operasional yang diambil pada mesh 3202
57
Delapan karakteristik konsentrasi hole maupun elektron untuk setiap variasi temperatur operasional disajikan dalam bentuk distribusi garis dengan delapan warna yang berbeda, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.9 dan Gambar 4.10. Pada setiap data tegangan masukan yang diberikan pada dioda, konsentrasi hole maupun elektron bertambah seiring dengan kenaikan temperatur operasional. Daerah pada mesh 3202 merupakan daerah persambungan tipe-p dan tipe-n yang berada pada wilayah deplesi dari diode Si. Adanya kenaikan tegangan masukan menyebabkan konsentrasi hole meningkat (Gambar 4.9), baik pada temperatur 288 K maupun pada temperatur lainnya. Hal yang sama juga dijumpai pada karakteristik konsentrasi elektron pada saat tegangan masukan dinaikkan hingga 0,5 V (Gambar 4.10). Adanya peningkatan konsentrasi hole dan elektron mengindikasikan bahwa probabilitas pembawa muatan mayoritas mempunyai energi yang cukup untuk melewati daerah persambungan dengan adanya kenaikan tegangan masukan (Boylestad et al., 2009). Dengan demikian, hasil simulasi telah menunjukkan adanya kesesuaian dengan teori berkenaan dengan karakteristik panjar maju. Karakteristik adanya kenaikan distribuasi konsentrasi pembawa muatan seiring kenaikan temperatur operasional dioda Si, dihitung pada variasi tegangan masukan untuk daerah/posisi/mesh yang lain, diperlihatkan lebih lengkap pada Lampiran B. Berdasarkan Tabel 4.1 sampai dengan Tabel 4.8, konsentrasi elektron pada daerah dekat katoda, yakni mesh ke 63, mempunyai nilai konsentrasi yang tetap sebesar
1,010×1017 cm-2.
Adanya
kenaikan
temperatur
operasional
tidak
menyebabkan adanya pertambahan konsentrasi elektron pada daerah tersebut. Hal ini dapat dijelaskan bahwasanya konsentrasi elektron pada daerah dekat katoda telah mencapai konsentrasi maksimum dari atom donor (NDmax). Konsentrasi elektron yang dicapai pada daerah tersebut mengindikasikan adanya daerah kuasi netral dengan keadaan atom donor yang sudah terionisasi semua (Schumacher dan Wettling ,2000). Keadaan serupa juga diperoleh pada saat analisis konsentrasi elektron dihitung pada tegangan masukan yang lain. Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar 4.11, yang
58
merepresentasikan konsentrasi elektron pada salah satu daerah kuasi netral dekat
Konsentrasi elektron (x 1012 cm-2)
katoda (mesh 63).
102000 101800 101600 101400 101200 101000 100800 100600 100400 100200 100000
288K 293K 298K 303K 308K 313K 318K 323K 0,00 0,04 0,08 0,12 0,16 0,20 0,24 0,28 0,32 0,36 0,40 0,44 0,48 0,52 Tegangan Masukan (volt)
Gambar 4.11 Grafik hubungan konsentrasi elektron terhadap tegangan masukan variasi temperatur operasional pada mesh 63
Hasil simulasi, yang dipaparkan dalam grafik hubungan konsentrasi elektron dengan tegangan masukan pada Gambar 4.11, menunjukkan bahwasanya variasi terhadap temperatur operasional tidak menyebabkan adanya perubahan konsentrasi elektron pada daerah dekat katoda (mesh 63). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwasanya temperatur operasional tidak berpengaruh terhadap daerah kuasi netral bagian n.
4.2
Kurva Karakteristik Arus-Tegangan Temperatur Operasional
Dioda
Si
Terhadap
Variasi
Mengacu pada tujuan penelitian yang kedua, maka berdasarkan distribusi konsentrasi pembawa muatan yang telah disimulasikan, didapatkan
kurva
karakteristik arus-tegangan dari dioda Si untuk setiap variasi dari temperatur
59
operasional dioda Si. Dari penelitian yang telah dilaksanakan didapatkan nilai perhitungan arus listrik total yang bekerja pada dioda Si dengan memasukkan nilai tegangan masukan dioda sebesar 0 sampai 0,5 volt. Berikut ini hasil kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si dari penelitian ini dibandingkan dengan penelitian Aslizar (1996).
Gambar 4.12
Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada T = 288 K
Gambar 4.12 memberikan informasi tentang profil rapat arus pada dioda Si pada saat diberi panjar maju di bawah temperatur operasional dioda Si sebesar 288 K. Karakteristik rapat arus dioda hasil simulasi ditampilkan sebagai titik-titik data yang terhubung oleh garis, sedangkan data pembanding (Aslizar, 1996) disimbolkan oleh profil kotak. Adapun perhitungan deskripansi dari kedua data tersebut disajikan pada Tabel 4.9.
60
Tabel 4.9 Perhitungan deskripansi nilai rapat arus pada T = 288 K
Tegangan masukan (V) 0,2 0,22 0,24 0,26 0,28 0,3 0,32 0,34 0,36 0,38 0,4 0,42 0,44 0,46 0,48 0,5
Nilai Rapat Arus Aslizar (A/µm) 4,000 × 10-16 8,000 × 10-16 2,000 × 10-15 5,000 × 10-15 1,000 × 10-14 1,700 × 10-14 7,000 × 10-14 2,000 × 10-13 5,000 × 10-13 1,500 × 10-12 3,000 × 10-12 8,000 × 10-12 2,000 × 10-11 5,000 × 10-11 1,200 × 10-10 3,500 × 10-10
Nilai Rapat Arus Simulasi (A/µm) 9,604 × 10-16 1,534 × 10-15 2,476 × 10-15 4,055 × 10-15 6,768 × 10-15 1,158 × 10-14 2,023 × 10-14 3,657 × 10-14 6,791 × 10-14 1,309 × 10-13 2,577 × 10-13 5,210 × 10-13 1,082 × 10-12 2,275 × 10-12 4,836 × 10-12 1,031 × 10-11
Nilai Deskripansi (%) 140,100 91,625 23,700 18,980 32,430 32,176 71,143 81,770 86,428 91,320 91,423 93,484 94,610 95,464 95,978 97,051
Berdasarkan Tabel 4.9, nilai deskripansi di bawah 20% terletak pada tegangan masukan antara 0,26 volt. Akan tetapi untuk tegangan masukan lain nilai deskripansinya menjadi sangat besar hingga mencapai 140,1%. Dari Tabel 4.9 ini nilai deskripansi terkecil terdapat pada tegangan masukan 0,26 volt Sebesar 18,980%. Hal ini mengindikasikan bahwa jarak terdekat antar kedua kurva berada pada tegangan masukan 0,26 V. Karakteristik arus-tegangan dari dioda Si berikutnya diperoleh berdasarkan hasil penjumlahan arus hole dan elektron pada temperatur yang lebih tinggi. Profil grafik dan tabel deskripansi dari data hasil simulasi dan data pembanding disampaikan sebagai berikut.
61
Gambar 4.13 Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada T = 293 K Tabel 4.10 Perhitungan deskripansi nilai rapat arus pada T = 293 K
Tegangan masukan (V) 0,2 0,22 0,24 0,26 0,28 0,3 0,32 0,34 0,36 0,38 0,4 0,42 0,44 0,46 0,48 0,5
Nilai Rapat Arus Aslizar (A/µm) 5,000 × 10-16 1,200 × 10-15 2,100 × 10-15 5,000 × 10-15 1,100 × 10-14 3,000 × 10-14 7,500 × 10-14 1,800 × 10-13 5,000 × 10-13 1,600 × 10-12 3,500 × 10-12 9,000 × 10-12 2,500 × 10-11 5,500 × 10-11 1,700 × 10-10 4,500 × 10-10
Nilai Rapat Arus Femlab (A/µm) 2,549 × 10-15 4,078 × 10-15 6,067 × 10-15 1,089 × 10-14 1,832 × 10-14 3,160 × 10-14 5,604 × 10-14 1,024 × 10-13 1,927 × 10-13 3,733 × 10-13 7,417 × 10-13 1,506 × 10-12 3,112 × 10-12 6,513 × 10-12 1,374 × 10-11 2,900 × 10-11
Nilai Deskripansi (%) 409,800 239,833 188,905 117,800 66,545 5,333 25,280 43,111 61,460 76,669 78,809 83,267 87,552 88,158 91,918 93,556
62
Gambar 4.13 merupakan kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si untuk temperatur operasional 293 K. Apabila kedua kurva karakteristik arus tegangan dioda Si diperhatikan lebih teliti keduanya memiliki nilai rapat arus yang cukup berdekatan pada tegangan masukan 0,3 volt. Dimana dari Tabel 4.10 terlihat jika nilai deskripansi sebesar 5,333%. Jadi Jarak terdekat dari dua kurva tersebut terletak pada tegangan masukan sebesar 0,3 volt. Hal ini dilihat dari nilai deskripansi yang sangat kecil dari 15 data nilai rapat arus. Hasil simulasi berikutnya adalah karakteristik arus-tegangan pada temperatur 298 K yang ditunjukkan pada Gambar 4.14. Diskrepansi dari data simulasi terhadap data pembanding ditampilkan pada Tabel 4.11.
Gambar 4.14 Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada T = 298 K
63
Tabel 4.11 Perhitungan deskripansi nilai rapat arus pada T = 298 K
Tegangan masukan (V) 0,2 0,22 0,24 0,26 0,28 0,3 0,32 0,34 0,36 0,38 0,4 0,42 0,44 0,46 0,48 0,5
Nilai Rapat Arus Aslizar (A/µm) 9,000 × 10-16 2,000 × 10-15 5,000 × 10-15 1,000 × 10-14 2,000 × 10-14 6,000 × 10-14 1,500 × 10-13 3,500 × 10-13 9,000 × 10-13 2,200 × 10-12 4,500 × 10-12 1,500 × 10-11 3,500 × 10-11 8,000 × 10-11 2,000 × 10-10 7,000 × 10-10
Nilai Rapat Arus Femlab (A/µm) 5,398 × 10-15 8,665 × 10-15 1,412 × 10-14 2,345 × 10-14 3,984 × 10-14 6,949 × 10-14 1,247 × 10-13 2,303 × 10-13 4,375 × 10-13 8,528 × 10-13 1,700 × 10-12 3,450 × 10-12 7,103 × 10-12 1,476 × 10-11 3,080 × 10-11 6,405 × 10-11
Nilai Deskripansi (%) 499,778 333,250 182,400 134,500 99,200 15,817 16,867 34,200 51,389 61,236 62,222 77,000 79,706 81,550 84,600 90,850
Berdasarkan Gambar 4.14, data yang cukup berdekatan terletak pada tegangan masukan 0,3 volt dan 0,32 volt. Berdasarkan perolehan deskripansi nilai rapat arus dioda pada Tabel 4.11, pada keduanya bernilai 15,817% dan 16,867%. Untuk nilai deskripansi terkecil berada pada tegangan masukan dioda 0,3 volt yaitu sebesar 15,817%.
64
Gambar 4.15 Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada T = 303 K Tabel 4.12 Perhitungan deskripansi nilai rapat arus pada T = 303 K
Tegangan masukan (V) 0,2 0,22 0,24 0,26 0,28 0,3 0,32 0,34 0,36 0,38 0,4 0,42 0,44 0,46 0,48 0,5
Nilai Rapat Arus Aslizar (A/µm) 1,800 × 10-15 3,000 × 10-15 7,000 × 10-15 1,600 × 10-14 3,500 × 10-14 9,000 × 10-14 2,000 × 10-13 5,500 × 10-13 1,500 × 10-12 3,500 × 10-12 8,000 × 10-12 1,400 × 10-11 6,000 × 10-11 1,700 × 10-10 3,500 × 10-10 1,000 × 10-09
Nilai Rapat Arus Simulasi (A/µm) 1,039 × 10-14 1,677 × 10-14 2,752 × 10-14 4,614 × 10-14 7,928 × 10-14 1,399 × 10-13 2,539 × 10-13 4,736 × 10-13 9,602 × 10-13 1,774 × 10-12 3,540 × 10-12 7,170 × 10-12 1,468 × 10-11 3,024 × 10-11 6,023 × 10-11 1,272 × 10-10
Nilai Deskripansi (%) 477,222 459,000 293,143 188,375 126,514 55,444 26,950 13,891 35,987 49,314 55,750 48,786 75,533 82,212 82,791 87,280
65
Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si untuk temperatur operasional 303 K ditunjukkan pada Gambar 4.15. Berdasarkan kedua kurva karakteristik diperoleh nilai rapat arus dioda yang cukup berdekatan pada tegangan masukan 0,34 volt. Dengan nilai deskripansinya pada tegangan masukan tersebut sebesar 13,891%. Artinya pada kedua kurva tersebut nilai rapat arus dioda yang paling berdekatan yaitu pada tegangan masukan 0,34 volt dilihat dari nilai deskripansi yang terkecil .
Gambar 4.16 Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada T = 308 K
Gambar 4.16 dan Tabel 4.13 menjelaskan kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada temperatur operasional 308 K. Kedua kurva karakteristik arus-tegangan ini nilai yang cukup berdekatan pada tegangan masukan 0,32 volt sampai dengan 0,36 volt. Berdasarkan nilai deskripansi terlihat apabila pada rentang tegangan tersebut nilai deskripansinya ≤ 12,050%. Nilai deskripansi terkecil sebesar 8,111% yakni terletak pada tegangan masukan 0,32 volt.
66
Tabel 4.13 Perhitungan deskripansi nilai rapat arus pada T = 308 K
Tegangan masukan (V) 0,2 0,22 0,24 0,26 0,28 0,3 0,32 0,34 0,36 0,38 0,4 0,42 0,44 0,46 0,48 0,5
Nilai Rapat Arus Aslizar (A/µm) 5,000 × 10-15 1,000 × 10-14 2,500 × 10-14 4,000 × 10-14 9,000 × 10-14 2,200 × 10-13 4,500 × 10-13 1,000 × 10-12 2,000 × 10-12 6,000 × 10-12 1,400 × 10-11 3,000 × 10-11 8,000 × 10-11 2,200 × 10-10 4,500 × 10-10 1,000 × 10-09
Nilai Rapat Arus Simulasi (A/µm) 1,880 × 10-14 3,054 × 10-14 5,057 × 10-14 8,565 × 10-14 1,488 × 10-13 2,654 × 10-13 4,865 × 10-13 9,144 × 10-13 1,759 × 10-12 3,450 × 10-12 6,876 × 10-12 1,387 × 10-11 2,819 × 10-11 5,745 × 10-11 1,166 × 10-10 2,333 × 10-10
Nilai Deskripansi (%) 276,000 205,400 102,280 114,125 65,333 20,636 8,111 8,560 12,050 42,500 50,886 53,767 64,763 73,886 74,089 76,660
Gambar 4.17 Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada T = 313 K
67
Tabel 4.14 Perhitungan deskripansi nilai rapat arus pada T = 313 K
Tegangan masukan (V) 0,2 0,22 0,24 0,26 0,28 0,3 0,32 0,34 0,36 0,38 0,4 0,42 0,44 0,46 0,48 0,5
Nilai Rapat Arus Aslizar (A/µm) 8,000 × 10-15 1,400 × 10-14 3,000 × 10-14 6,000 × 10-14 1,400 × 10-13 3,500 × 10-13 7,000 × 10-13 1,700 × 10-12 3,600 × 10-12 8,000 × 10-12 2,000 × 10-11 5,000 × 10-11 1,400 × 10-10 3,400 × 10-10 7,000 × 10-10 2,000 × 10-09
Nilai Rapat Arus Simulasi (A/µm) 3,272 × 10-14 5,357 × 10-14 8,954 × 10-14 1,532 × 10-13 2,691 × 10-13 4,848 × 10-13 8,954 × 10-13 1,693 × 10-12 3,266 × 10-12 6,405 × 10-12 1,273 × 10-11 2,552 × 10-11 5,141 × 10-11 1,034 × 10-10 2,063 × 10-10 4,410 × 10-10
Nilai Deskripansi (%) 309,000 282,643 198,467 155,333 92,214 38,514 27,914 0,412 9,278 19,938 36,350 48,960 63,279 69,588 70,529 77,950
Gambar 4.17 merupakan kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada temperatur operasional 313 K. Diperoleh dari kedua kurva karakteristik arustegangan dan nilai deskripansinya, nilai rapat arus pada tegangan masukan antara 0,34 sampai 0,38 volt mempunyai nilai yang cukup berdekatan. Hal ini terlihat dari nilai deskripansi yang bernilai ≤ 19,938%. Nilai deskripansi terkecil sebesar 0,412%. Artinya dari kedua kurva karakteristik arus tegangan dioda berdekatan pada tegangan masukan 0,34 volt terlihat dari nilai deskripansi terkecil pada tegangan tersebut.
68
Gambar 4.18 Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada T = 318 K Tabel 4.15 Perhitungan deskripansi nilai rapat arus pada T = 318 K
Tegangan masukan (V) 0,2 0,22 0,24 0,26 0,28 0,3 0,32 0,34 0,36 0,38 0,4 0,42 0,44 0,46 0,48 0,5
Nilai Rapat Arus Aslizar (A/µm) 1,500 × 10-14 2,500 × 10-14 5,000 × 10-14 1,400 × 10-13 2,800 × 10-13 8,000 × 10-13 1,700 × 10-12 3,500 × 10-12 9,000 × 10-12 2,300 × 10-11 5,500 × 10-11 1,600 × 10-10 3,500 × 10-10 1,000 × 10-09 2,500 × 10-09 6,000 × 10-09
Nilai Rapat Arus Simulasi (A/µm) 5,566 × 10-14 9,197 × 10-14 1,553 × 10-13 2,686 × 10-13 4,763 × 10-13 8,656 × 10-13 1,610 × 10-12 3,054 × 10-12 5,897 × 10-12 1,154 × 10-11 2,283 × 10-11 4,545 × 10-11 9,057 × 10-11 1,795 × 10-10 3,512 × 10-10 6,725 × 10-10
Nilai Deskripansi (%) 271,067 267,880 210,600 91,857 70,107 8,200 5,294 12,743 34,478 49,826 58,491 71,594 74,123 82,050 85,952 88,792
69
Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada temperatur operasional 318 K ditunjukkan Gambar 4.18. Berdasarkan kurva karakteristik arus-tegangan ini nilai yang cukup berdekatan pada tegangan masukan 0,3 volt sampai dengan 0,34 volt. Nilai deskripansi pada tegangan masukan tersebut menunjukan nilai ≤ 12,743%. Nilai deskripansi terkecil terletak pada tegangan masukan 0,32 volt sebesar 5,294%.
Gambar 4.19 Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada T = 323 K
Dari Gambar 4.19 diketahui kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada temperatur operasional 323 K. Dari kedua kurva karakteristik arus tegangan untuk tegangan masukan 0,3 volt dan 0,32 volt memiliki nilai deskripansi 16,462% dan 5,767%. Nilai deskripansi rapat arus dioda terkecil terletak pada tegangan masukan 0,32 Volt yaitu sebesar 5,767%. Pada tegangan 0,32 volt inilah titik terdekat antara kedua kurva. Sedangkan untuk tegangan masukan lainnya nilai deskripansinya sudah sangat besar.
70
Tabel 4.16 Perhitungan deskripansi nilai rapat arus pada T = 323 K
Tegangan masukan (V) 0,2 0,22 0,24 0,26 0,28 0,3 0,32 0,34 0,36 0,38 0,4 0,42 0,44 0,46 0,48 0,5
Nilai Rapat Arus Aslizar (A/µm) 1,900 × 10-14 4,000 × 10-14 1,000 × 10-13 2,000 × 10-13 5,000 × 10-13 1,300 × 10-12 3,000 × 10-12 7,000 × 10-12 2,000 × 10-11 4,000 × 10-11 1,000 × 10-10 2,000 × 10-10 6,000 × 10-10 2,000 × 10-09 4,500 × 10-09 1,300 × 10-08
Nilai Rapat Arus Simulasi (A/µm) 9,300 × 10-14 1,551 × 10-13 2,647 × 10-13 4,623 × 10-13 8,271 × 10-13 1,514 × 10-12 2,827 × 10-12 5,375 × 10-12 1,037 × 10-11 2,023 × 10-11 3,976 × 10-11 7,842 × 10-11 1,543 × 10-10 3,008 × 10-10 5,763 × 10-10 1,078 × 10-09
Nilai Deskripansi (%) 389,474 287,750 164,700 131,150 65,420 16,462 5,767 23,214 48,150 49,425 60,240 60,790 74,283 84,960 87,193 91,708
Kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si pada hakikatnya menunjukkan hubungan antara arus listrik yang mengalir melalui divais dioda Si dan beda potensial yang diberlakukan di dalam kedua kutub dioda (anoda dan katoda). Pemberian beda potensial ini mengakibatkan adanya pergerakan pembawa muatan (hole dan elektron). Elektron bebas pada daerah n akan begerak menyeberangi persambungan menuju ke daerah p di dalam dioda Si. Hal yang sama terjadi untuk hole dimana akan menyeberangi persambungan menuju ke daerah n. Profil pergerakan pembawa muatan ini dapat diwakili oleh distribusi konsentrasi pembawa muatan yang merupakan fungsi dari tegangan masukan pada dioda, seperti yang telah dipaparkan dalam analisis dari Gambar 4.9 dan Gambar 4.10. Tegangan masukan ini sekaligus mendefinisikan adanya beda potensial pada kedua elektroda.
71
Di bawah kondisi panjar maju, rapat arus dioda Si semakin meningkat dalam interval 0 sampai dengan 0,5 volt, bersesuaian dengan teori yang disampaikan dalam Boyleasted et al., (2009). Hal ini dapat dijelaskan bahwasanya kenaikan konsentrasi pembawa muatan di bawah kondisi panjar maju, memberikan kontribusi utama terhadap total arus yang mengalir dalam dioda Si (Sconza et. al ,1994). Delapan kurva karakteristik arus-tegangan yang dihasilkan merupakan gambaran adanya pengaruh variasi temperatur operasional pada dioda Si. Terdapat pula delapan kurva karakteristik arus-tegangan dari penelitian Aslizar (1996) yang digunakan sebagai pembanding. Berdasarkan uraian yang telah disampaikan sebelumnya, Gambar 4.12 sampai dengan Gambar 4.19 memiliki kemiripan sekaligus perbedaan satu sama lain. Adanya kemiripan terutama ditunjukkan dari adanya pola perilaku antara kurva arus-tegangan dengan temperatur operasional. Hasil simulasi telah menunjukkan adanya kebergantungan kurva terhadap temperatur operasional, sebagaimana hasil penelitian Aslizar (1996). Adapun perbedaan yang muncul, berkenaan dengan kecendrungan bentuk kurva (trend line curve) antara penelitian ini dengan penelitian Aslizar (1996) yang berbeda. Namun demikian, pada rentang tegangan tertentu, terdapat beberapa nilai diskrepansi yang masih bisa ditoleransi memiliki kesesuaian dengan hasil eksperimen Aslizar (1996) yakni pada beberapa data dengan diskrepansi kurang dari 20% (Verbert, et al, 2011). Pada rentang di atas 0,38 Volt mayoritas sudah terjadi kelokan kurva yang cukup tajam sehingga nilai diskrepansinya membesar. Secara keseluruhan trend line kurva arus-tegangan antara penelitian ini dengan penelitian Aslizar tidak sama. Hal ini disebabkan oleh bahan pengotor yang digunakan dalam dioda yang disimulasikan di dalam penelitian ini tidak sama persis dengan yang dipakai dalam Aslizar (1996). Data simulasi menggunakan pendekatan berkenaan dengan penyisipan semikonduktor ekstrinsik di dalam penelitian ini untuk semikonduktor tipe-p disisipi oleh atom Boron dengan konsentrasi maksimal 1,010 × 1017 cm-2 sedangkan semikonduktor tipe-n disisipi atom Phospor dengan konsentrasi yang sama. Sehingga didapatkan bentuk kurva karakteristik terdekat
72
yakni seperti yang dihasilkan pada penelitian ini. Walaupun perbandingan antara penelitian ini tidak sama persis dengan penelitian Aslizar (1996) akan tetapi secara umum adanya variasi temperatur operasional sangatlah mempengaruhi kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si. Sebagaimana dijelaskan pada teori, nilai arus saturasi (IS) berubah seiring adanya kenaikan temperatur operasional dari dioda Si. Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan nilai arus saturasi (IS) seperti di tunjukkan Tabel 4.17. Tabel 4.17 Perhitungan Arus Saturasi dioda Si variasi Temperatur Operasional
Temperatur Operasional (K)
Arus Saturasi (IS,Ampere)
288
3,211 × 10-7
293
5,881 × 10-7
298
8,639 × 10-7
303
1,149 × 10-6
308
1,442 × 10-6
313
1,745 × 10-6
318
2,057 × 10-6
323
2,377 × 10-6
Menurut Sutrisno (1986) nilai arus saturasi (IS) meningkat disebabkan eksitasi termal dari elektron di dalam dioda Si. Eksitasi termal ini menyebabkan pembawa muatan intrinsik (ni) meningkat. Sesuai dengan persamaan 2.36 dimana ni sebanding dengan T3/2. Perhitungan rapat arus dioda dilakukan dengan memanfaatkan hasil pemodelan distribusi konsentrasi hole dan elektron. Di dalam perhitungan, konsentrasi hole dan elektron dipengaruhi oleh konsentrasi pembawa muatan intrinsik (ni). Selanjutnya untuk arus dioda dikontribusi oleh adanya perubahan konsentrasi hole (p) maupun elektron (n) sebagaimana pada persamaan (2.27) dan (2.28). Nilai rapat arus dioda sangat bergantung terhadap temperatur operasional dioda. Parameter
73
temperatur operasional mempengaruhi nilai konsentrasi muatan pembawa muatan intrinsik (ni) selanjutnya nilai arus saturasi (IS) serta fungsi eksponensial eqV/kT pada perhitungan arus dioda. Ketiga parameter ini yang menyebabkan adanya perubahan kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa adanya variasi temperatur operasional menyebabkan adanya perubahan distribusi konsentrasi hole dan elektron. Hal ini terlihat bahwa untuk setiap mesh yang sama di dalam geometri dioda Si menghasilkan nilai konsentrasi hole maupun elektron yang semakin bertambah seiring dengan pertambahan temperatur operasional dioda. Dari hasil juga diperoleh adanya perubahan kurva karakteristik arus-tegangan di bawah pengaruh variasi temperatur operasional. Nilai arus dioda yang dihasilkan semakin bertambah seiring dengan pertambahan temperatur operasional pada tegangan masukan yang sama. Dari pembahasan distribusi konsentrasi hole dan elektron serta kurva karakteristik arustegangan menandakan bahwa temperatur operasional berkontribusi terhadap keduanya. Sesuai dengan teori yang ada bahwa parameter temperatur operasional mempengaruhi nilai konsentrasi muatan pembawa muatan intrinsik (ni), nilai arus saturasi (IS), dan fungsi eksponensial eqV/kT pada perhitungan arus dioda sehingga temperatur operasional sangatlah penting untuk di pertimbangkan di dalam pengoprasian dioda Si.
75
5.2 Saran Pada dasarnya, penelitian ini dilakukan untuk membandingkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Aslizar (1996) berkenaan dengan perubahan kurva karakteristik arus-tegangan dioda Si dengan simulasi berdasarkan pemodelan matematis. Dari hasil yang didapatkan hasilnya kurang sempurna dikarenakan penelitian Aslizar tidak menjelaskan secara rinci karakterisasi bahan semikonduktor yang digunakan. Aslizar menggunakan divais TIP31C yang sudah ada di pasaran. Untuk diperoleh hasil yang lebih sempurna adapun saran yang dapat diberikan dari penelitian ini ialah: a.
melakukan sendiri fabrikasi dioda Si yang diinginkan dan mengkarakterisasinya,
b.
untuk pemodelan persambungan dioda Si dapat dikembangkan dalam bentuk geometri 3 D,
c.
untuk material penyusun dioda dapat divariasi dengan bahan semikonduktor lain seperti Ge, GaAs, GaSb dll.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Boylestad, R. & Nashelsky, L. 2009. Electronic Devices and Circuit Theory. New Jersey : Prentice Hall. Colinge, J.P & Colinge, C.A. 2002. Physics of Semiconductor Devices.New York: Kluwer Academic Publishers Danielsson, E. 2000. FEMLAB Model Library for Semiconductor Device Model, Stockholm : The Royal Institute of Institute Comsol, 2001. FEMLAB 2.1. Stockholm: Comsol Inc. Goetzberger, A., Knobloch, J., Voβ, B. Crystaline Silicon Solar Cells. Terjemahan oleh Rachel Waddington. 1998. Chichester : John Wiley and Sons Ltd. Grob, H. 1997. Basic Electronics. New York: Mc Graw-Hill College Kasap, S. 2001. Design of A p-n Junctions Diode. Canada: University of Saskatchewan. Kwok, K. 1995. Complete Guide to Semiconductor Devices. Chicago: Mc Graw-Hill College Pubblisher. Neamen, D.A. 2003. Semiconductor Physics and Device Basic Principles. New York: Mc Graw-Hill College. Puri, R. K. & Babbar, V.K. 2001. Solid State Physics & Electronics. New Delhi : S. Chand & Company LTD. Setiawan, Rusdiana, Hamidah & Kaniawati. 2007. Modul Semikonduktor. Bandung: FMIPA UPI. Sze, S.M. 1985. Semiconductor Devices: Physics and Technology. New York : John Wiley & Sons.
77
Subekti, A. 2003. Diktat Kuliah Semikonduktor. Jember : FMIPA UNEJ. Sutrisno. 1986. Elektronika 1 Teori dan Penerapannya. Bandung : ITB. Vebert, C., Kita, K., Bruns, N. 2011. Introductions to Error Analysis. Basel : Universitat Basel Skripsi/Tesis/Disertasi Aslizar. 1996. Pengaruh Suhu Terhadap Karakteristik Volt – Ampere Persambungan p-n Silikon pada Bias Maju. Tidak Diterbitkan. Tesis. Semarang: UNDIP. Jurnal Goudon, T., Miljanovic, V, Schmieser, C. 2007. On The Shockley-Read-Hall Model : Generation-Recombination in Semiconductors. AMS. Vol. 78 A35. Schumacher, J.O & Wettling, W. 2000. Device Physics of Silicon. Imperial College Press. ISBN 1-860-94161-3. Vol. 3. Sconza, A., Torzo, G., & Viola, G. 1994. An experiment on the physics of the PN Junction. American Journal of Physics. Vol. 62. Issue 1. pp. 66-70. Purwandari, E. & Winata, T. 2012. Optimasi Tekanan Deposisi dalam Simulasi Efisiensi Sel Surya Berbasis Material a-Si:H, Gradien. Vol. 6 No.1.
Internet Darja,
J. 2003. Sejarah Singkat Piranti Semikonduktor. [serial http://www.chem-isry.org/artikel_kimia/berita. [10 Maret 2012].
online].
Illinoisstate, 2004. Percent Difference-Percent Error. [serial online]. http://www.phy.ilstu.edu/slh/Percent%20Difference%20Error.pdf. [22 Januari 2012]
LAMPIRAN
A. Posisi Mesh Perhitungan Konsentrasi hole dan elektron
79
B. Grafik hubungan konsentrasi hole terhadap tegangan masukan variasi temperatur operasional
Konsentrasi hole (x 1012 cm-2)
Grafik hubungan konsentrasi hole terhadap tegangan masukan variasi temperatur operasional pada mesh 2643 100320 100240 100160 100080 100000 99920 99840 99760 99680 99600 99520 99440 99360 99280 99200 99120 99040 98960 98880
288K 293K 298K 303K 308K 313K 318K 0,00 0,04 0,08 0,12 0,16 0,20 0,24 0,28 0,32 0,36 0,40 0,44 0,48 0,52 Tegangan Masukan (Volt)
323K
80
Konsentrasi hole (x 1012 cm-2)
Grafik hubungan konsentrasi hole terhadap tegangan masukan variasi temperatur operasional pada mesh 253 35395 35392,5 35390 35387,5 35385 35382,5 35380 35377,5 35375 35372,5 35370 35367,5 35365 35362,5 35360 35357,5 35355
288K 293K 298K 303K
308K 313K 318K 0,00 0,04 0,08 0,12 0,16 0,20 0,24 0,28 0,32 0,36 0,40 0,44 0,48 0,52
323K
Tegangan Masukan (Volt)
Konsentrasi hole (x 1012 cm-2)
Grafik hubungan konsentrasi hole terhadap tegangan masukan variasi temperatur operasional pada mesh 3202 680 640 600 560 520 480 440 400 360 320 280 240 200 160 120 80 40 0
288K 293K 298K 303K 308K 313K
318K 0,00 0,04 0,08 0,12 0,16 0,20 0,24 0,28 0,32 0,36 0,40 0,44 0,48 0,52 Tegangan Masukan (Volt)
323K
81
Konsentrasi hole (x 1012 cm-2)
Grafik hubungan konsentrasi hole terhadap tegangan masukan variasi temperatur operasional pada mesh 608 288K
240 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
293K 298K 303K 308K 313K 318K 323K 0,00 0,04 0,08 0,12 0,16 0,20 0,24 0,28 0,32 0,36 0,40 0,44 0,48 0,52 Tegangan Masukan (Volt)
Konsentrasi hole (x 103 cm-2)
Grafik hubungan konsentrasi hole terhadap tegangan masukan variasi temperatur operasional pada mesh 63 56 52 48 44 40 36 32 28 24 20 16 12 8 4 0
288K 293K 298K 303K 308K 313K
318K 0,00 0,04 0,08 0,12 0,16 0,20 0,24 0,28 0,32 0,36 0,40 0,44 0,48 0,52 Tegangan Masukan (Volt)
323K
82
Grafik hubungan konsentrasi elektron terhadap tegangan
Konsentrasi elektron (x 103 cm-2)
masukan variasi temperatur operasional pada mesh 2643 57 54 51 48 45 42 39 36 33 30 27 24 21 18 15 12 9 6 3 0
288K 293K 298K
303K 308K 313K 318K 323K 0,00 0,04 0,08 0,12 0,16 0,20 0,24 0,28 0,32 0,36 0,40 0,44 0,48 0,52
Tegangan Masukan (Volt)
Konsentrasi elektron (x 1012 cm-2)
Grafik hubungan konsentrasi elektron terhadap tegangan masukan variasi temperatur operasional pada mesh 253 9 8,5 8 7,5 7 6,5 6 5,5 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
288K
293K 298K 303K 308K 313K 323K 0,00 0,04 0,08 0,12 0,16 0,20 0,24 0,28 0,32 0,36 0,40 0,44 0,48 0,52 Tegangan Masukan (Volt)
83
600 560 520 480 440 400 360 320 280 240 200 160 120 80 40 0
288K 293K 298K 303K 308K 313K 318K
0,00 0,04 0,08 0,12 0,16 0,20 0,24 0,28 0,32 0,36 0,40 0,44 0,48 0,52 Tegangan Masukan (Volt)
Grafik hubungan konsentrasi elektron terhadap tegangan masukan variasi temperatur operasional pada mesh 608 Konsentrasi elektron (x 1012 cm-2)
Konsentrasi elektron (x 1012 cm-2)
Grafik hubungan konsentrasi elektron terhadap tegangan masukan variasi temperatur operasional pada mesh 3202
1240 1225 1210 1195 1180 1165 1150 1135 1120 1105 1090 1075 1060 1045 1030 1015 1000
288K 293K 298K
303K 308K 313K 318K 0,00 0,04 0,08 0,12 0,16 0,20 0,24 0,28 0,32 0,36 0,40 0,44 0,48 0,52 Tegangan Masukan (Volt)
84
Grafik hubungan konsentrasi elektron terhadap tegangan masukan variasi temperatur operasional pada mesh 63 Konsentrasi elektron (x 1012 cm-2)
102000 101800 101600
288K
101400
293K
101200
298K
101000
303K
100800
308K
100600 100400
313K
100200
318K
100000
323K 0,00 0,04 0,08 0,12 0,16 0,20 0,24 0,28 0,32 0,36 0,40 0,44 0,48 0,52 Tegangan Masukan (Volt)
C. Proses Pemodelan distribusi konsentrasi hole dan elektron dioda Si % FEMLAB Model M-file % Generated 16-Oct-2012 11:14:51 by FEMLAB 2.1.0.127. flclear fem % FEMLAB Version clear vrsn; vrsn.name='FEMLAB 2.1'; vrsn.major=0; vrsn.build=127; fem.version=vrsn; % Space dimensions fem.sdim={'x','y'}; % Geometry clear s c p R1=rect2(0,0.5,-0.69999999999999996,0,0); p=[0 0 0.20000000000000001 0.29999999999999999 0.29999999999999999; -0.10000000000000001 0 -0.10000000000000001 -0.10000000000000001 0]; rb={[1 2 3 5],[1 1 2;2 3 5],(3:5)',zeros(4,0)}; wt={zeros(1,0),ones(2,3),[1;0.70710678118654779;1],zeros(4,0)}; lr={[NaN NaN NaN NaN],[0 1 0;1 0 1],[1;0],zeros(2,0)};
85
CO1=solid2(p,rb,wt,lr); objs={R1,CO1}; names={'R1','CO1'}; s.objs=objs; s.name=names; objs={}; names={}; c.objs=objs; c.name=names; PT1=point2(0.20000000000000001,0); objs={PT1}; names={'PT1'}; p.objs=objs; p.name=names; drawstruct=struct('s',s,'c',c,'p',p); fem.draw=drawstruct; fem.geom=geomcsg(fem); % Initialize mesh fem.mesh=meshinit(fem,... 'Out', {'mesh'},... 'jiggle', 'mean',... 'Hcurve', 0.29999999999999999,... 'Hgrad', 1.3,... 'Hmax', {[],zeros(1,0),[2 0.0050000000000000001 4 0.0050000000000000001 ... 5 0.0050000000000000001 9 0.0050000000000000001],zeros(1,0)},... 'Hnum', {[],zeros(1,0)},... 'Hpnt', {10,zeros(1,0)}); % Get initial solution restart.u=femuget(fem,1,1:3,restart.mesh); % Dimension fem.dim={{'Phi'},{'u'},{'v'}}; % Boundary conditions fem.border=zeros(1,3); % Usage fem.usage=ones(3,2); % Problem form fem.form='general'; % Differentiation fem.diff={'ga','g','f','r'}; % Differentiation simplification fem.simplify='on'; % Differentiation rules fem.rules={};
86
% Define variables fem.variables={... 'q', 1.602e-019,... 'epsilon',8.8539999999999994e-014,... 'T', 288,... 'k', 1.3800000000000001e-023,... 'epsilonr',11.800000000000001,... 'y1', 0.69999999999999996,... 'x0', 0.001,... 'Phi0', 0.024808988764044946,... 'C0', 1.01e+017,... 'D0', 19.847191011235957,... 'ni', 5.6039603960396039e-008,... 'mun', 1,... 'mup', 0.25,... 'Dn', 1,... 'Dp', 0.25,... 'taun', 1.9847191011235956,... 'taup', 1.9847191011235956,... 'lambda2',1.6019416823641715e-006,... 'nsa', 3.1641356201816961e-015,... 'nsc', 1.0000000000000031,... 'Va', 0}; % Define application mode variables fem.var={}; % Boundary conditions clear bnd bnd.q={{{'0'},{'0'},{'0'};{'0'},{'0'},{'0'};{'0'},{'0'},{'0'}},{{'0' },{'0'}, ... {'0'};{'0'},{'0'},{'0'};{'0'},{'0'},{'0'}},{{'0'},{'0'},{'0'};{'0'}, {'0'}, ... {'0'};{'0'},{'0'},{'0'}},{{'0'},{'0'},{'0'};{'0'},{'0'},{'0'};{'0'}, {'0'}, ... {'0'}}}; bnd.g={{{'0'};{'0'};{'0'}},{{'0'};{'0'};{'0'}},{{'0'};{'0'};{'0'}},{ {'0'}; ... {'0'};{'0'}}}; bnd.h={{{'0'},{'0'},{'0'};{'0'},{'0'},{'0'};{'0'},{'0'},{'0'}},{{'1' },{'0'}, ... {'0'};{'0'},{'1'},{'0'};{'0'},{'0'},{'1'}},{{'1'},{'0'},{'0'};{'0'}, {'1'}, ... {'0'};{'0'},{'0'},{'1'}},{{'1'},{'0'},{'0'};{'0'},{'1'},{'0'};{'0'}, {'0'}, ... {'1'}}}; bnd.r={{{'0'};{'0'};{'0'}},{{'log(nsc/ni)-Phi'};{'1-u'};{'1v'}},{{'-Phi'}; ... {'-u'};{'-v'}},{{'log(nsa/ni)-Phi+Va'};{'exp(-Va)-u'};{'exp(Va)v'}}}; bnd.var={}; bnd.ind=[1 2 1 3 4 1 1 1 3];
87
fem.bnd=bnd; % PDE coefficients clear equ equ.da={{{'1'},{'0'},{'0'};{'0'},{'1'},{'0'};{'0'},{'0'},{'1'}}}; equ.c={{{'-lambda2','0';'0','lambda2'},{'0','0';'0','0'},{'0','0';'0','0'}; ... {'0','0';'0','0'},{'-Dn*ni*exp(Phi)','0';'0','Dn*ni*exp(Phi)'},{'0','0'; ... '0','0'};{'0','0';'0','0'},{'0','0';'0','0'},{'-Dp*ni*exp(Phi)','0';'0', ... '-Dp*ni*exp(-Phi)'}}}; equ.al={{{'0';'0'},{'0';'0'},{'0';'0'};{'-Dn*ni.*exp(Phi).*ux'; ... '-Dn*ni.*exp(Phi).*uy'},{'0';'0'},{'0';'0'};{'Dp*ni.*exp(-Phi).*vx'; ... 'Dp*ni.*exp(-Phi).*vy'},{'0';'0'},{'0';'0'}}}; equ.ga={{{'lambda2*Phix';'lambda2*Phiy'};{'Dn*ni*exp(Phi).*ux'; ... 'Dn*ni*exp(Phi).*uy'};{'Dp*ni*exp(-Phi).*vx';'Dp*ni*exp(Phi).*vy'}}}; equ.be={{{'0';'0'},{'0';'0'},{'0';'0'};{'0';'0'},{'0';'0'},{'0';'0'} ;{'0'; ... '0'},{'0';'0'},{'0';'0'}}}; equ.a={{{'-ni.*(exp(Phi).*u+exp(-Phi).*v)'},{'-ni.*exp(Phi)'}, ... {'ni.*exp(-Phi)'}; ... {'ni*(1-v.*u).*(taun.*exp(-Phi).*vtaup.*exp(Phi).*u)./(taun*(1+exp(Phi).*v)+taup*(1+exp(Phi).*u)).^2'}, ... {'-(ni.*v./(taun*(1+exp(-Phi).*v)+taup*(1+exp(Phi).*u))+ni*(1v.*u).*taup.*exp(Phi)./(taun*(1+exp(Phi).*v)+taup*(1+exp(Phi).*u)).^2)'}, ... {'-(ni.*u./(taun*(1+exp(-Phi).*v)+taup*(1+exp(Phi).*u))+ni*(1v.*u).*taun.*exp(-Phi)./(taun*(1+exp(Phi).*v)+taup*(1+exp(Phi).*u)).^2)'}; ... {'ni*(1-v.*u).*(taun.*exp(-Phi).*vtaup.*exp(Phi).*u)./(taun*(1+exp(Phi).*v)+taup*(1+exp(Phi).*u)).^2'}, ... {'-(ni.*v./(taun*(1+exp(-Phi).*v)+taup*(1+exp(Phi).*u))+ni*(1v.*u).*taup.*exp(Phi)./(taun*(1+exp(Phi).*v)+taup*(1+exp(Phi).*u)).^2)'}, ... {'-(ni.*u./(taun*(1+exp(-Phi).*v)+taup*(1+exp(Phi).*u))+ni*(1v.*u).*taun.*exp(-Phi)./(taun*(1+exp(Phi).*v)+taup*(1+exp(Phi).*u)).^2)'}}}; equ.f={{{'ni*(exp(Phi).*u-exp(-Phi).*v)-fldoping(x,y,C0)'}; ... {'-ni*(1-v.*u)./(taun*(1+exp(-Phi).*v)+taup*(1+exp(Phi).*u))'}; ... {'-ni*(1-v.*u)./(taun*(1+exp(-Phi).*v)+taup*(1+exp(Phi).*u))'}}}; equ.var={'absPhix','sqrt(Phix.^2+Phiy.^2)','absux','sqrt(ux.^2+uy.^2 )', ... 'absvx','sqrt(vx.^2+vy.^2)','absga1x_g1','sqrt(ga1x.^2+ga1y.^2)', ... 'absga2x_g1','sqrt(ga2x.^2+ga2y.^2)','absga3x_g1','sqrt(ga3x.^2+ga3y .^2)'}; equ.ind=[1 1];
88
fem.equ=equ; % Evaluate initial condition fem.init=asseminit(fem,... 'context','local',... 'init', struct('sd',{{{{'Phi'};{'u'};{'v'}}}},'ind',{[1 1]}),... 'u', restart.u); % Solve nonlinear problem fem.sol=femnlin(fem,... 'out', 'sol',... 'stop', 'on',... 'report', 'on',... 'context','local',... 'sd', 'off',... 'Epoint', 'gauss2',... 'Nullfun','flnullorth',... 'Tpoint', 'gauss2',... 'Solcomp',1:3,... 'bsteps', 0,... 'ntol', 9.9999999999999995e-008,... 'hnlin', 'off',... 'jacobian','equ',... 'maxiter',25,... 'method', 'eliminate'); % Application mode 1 appl{1}.mode='flpdeg2d(3,''dim'',{''Phi'',''u'',''v'',''Phi_t'',''u_ t'',''v_t''},''sdim'',{''x'',''y''},''submode'',''std'',''tdiff'','' on'')'; appl{1}.name='g1'; appl{1}.dim={'Phi','u','v','Phi_t','u_t','v_t'}; appl{1}.border='off'; appl{1}.var={}; appl{1}.form='general'; appl{1}.assign={'absPhix';'absPhix_g1';'abscu1x';'abscu1x_g1';'abscu 2x'; ... 'abscu2x_g1';'abscu3x';'abscu3x_g1';'absga1x';'absga1x_g1';'absga2x' ; ... 'absga2x_g1';'absga3x';'absga3x_g1';'absux';'absux_g1';'absvx';'absv x_g1'}; appl{1}.equ.da={{{'1'},{'0'},{'0'};{'0'},{'1'},{'0'};{'0'},{'0'},{'1 '}}}; appl{1}.equ.ga={{{'lambda2*Phix';'lambda2*Phiy'};{'Dn*ni*exp(Phi).*u x'; ... 'Dn*ni*exp(Phi).*uy'};{'Dp*ni*exp(-Phi).*vx';'Dp*ni*exp(Phi).*vy'}}}; appl{1}.equ.f={{{'ni*(exp(Phi).*u-exp(-Phi).*v)-fldoping(x,y,C0)'}; ... {'ni*(v.*u-1)./(taun*(exp(-Phi).*v+1)+taup*(exp(Phi).*u+1))'}; ... {'ni*(v.*u-1)./(taun*(exp(-Phi).*v+1)+taup*(exp(Phi).*u+1))'}}};
89
appl{1}.equ.ind=[1 1]; appl{1}.usage=[1 1]; appl{1}.bnd.g={{{'0'};{'0'};{'0'}},{{'0'};{'0'};{'0'}},{{'0'};{'0'}; {'0'}}, ... {{'0'};{'0'};{'0'}}}; appl{1}.bnd.r={{{'0'};{'0'};{'0'}},{{'-Phi+log(nsc/ni)'};{'u+1'};{'-v+1'}}, ... {{'-Phi'};{'-u'};{'-v'}},{{'-Phi+Va+log(nsa/ni)'};{'-u+exp(-Va)'}; ... {'-v+exp(Va)'}}}; appl{1}.bnd.type={'dir','dir','dir','dir'}; appl{1}.bnd.ind=[1 2 1 3 4 1 1 1 3]; appl{1}.init.sd={{{'log((fldoping(x,y,C0)/2+sqrt(fldoping(x,y,C0).^2 /4+ni^2))/ni)'}; ... {'1'};{'1'}}}; appl{1}.init.ind=[1 1]; fem.appl=appl;
D. Proses karakterisasi arus -tegangan dioda Si format long for i=1:26; for b=1:9; In(i,b) = posteint(fem,'((q*D0*C0*1e6).*(Dn*ni*nx.*exp(Phi).*ux))+((q*D0*C0*1e6).*(Dn*ni*ny.*exp(Phi).*uy))','Bdl',b,'solnum',i); Ip(i,b) = posteint(fem,'((q*D0*C0*1e-6).*(-Dp*ni*nx.*exp(Phi).*vx))-((q*D0*C0*1e-6).*(Dp*ni*ny.*exp(Phi).*vy))','Bdl',b,'solnum',i); end end Itotal = abs(In(:,[2,5])+Ip(:,[2,5])); figure semilogy(fem.sol.tlist,abs(In(:,[2,5])+Ip(:,[2,5])),'-x'); axis([0 0.5 1e-18 1e-7]); ylabel('Current Density [A/\mum]'); xlabel('Voltage [V]'); title('IV-characteristics');