ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN KETERTIBAN UMUM (Studi Kasus Penghinaan Lambang Negara oleh Zaskia Gotik)
(Skripsi)
Oleh
Alicia Teresa
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
ABSTRAK ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN KETERTIBAN UMUM (STUDI KASUS PENGHINAAN LAMBANG NEGARA OLEH ZASKIA GOTIK)
ALICIA TERESA
Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum dan ide hukum menjadi kenyataan. Apabila kita membahas mengenai ukuran penegakan hukum di Indonesia hal tersebut sangat sulit karena tidak ada tolak ukur yang pasti. Khususnya penegakan hukum terhadap kejahatan ketertiban umum. Kejahatan ketertiban umum dapat didefinisikan sebagai tindak pidana terhadap segala pernyataan di muka umum tentang perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan terhadap pemerintah Indonesia atau terhadap golongan penduduk. Khususnya kejahatan ketertiban umum mengenai lambang negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 57A jo. Pasal 68 mengenai bendera, bahasa, dan lambang negara. Berdasarkan uraian tersebut dilakukan penelitian dengan rumusan permasalahan yaitu bagaimanakah penegakan hukum dalam kejahatan ketertiban umum dalam kasus Zaskia Gotik dan apakah dasar hukum kasus Zaskia Gotik itu tidak perlu diselesaikan secara pidana. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data yang sudah dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan adalah penegakan hukum yang dilakukan oleh Penyidik yaitu berupa telah dibuatkannya laporan polisi, nomor: LP/210/III/2016/PMJ/Ditreskrimsus. Sehubung dengan laporan polisi tersebut dilakukan penyelidikan dan hasilnya telah ditingkatkan ke proses penyidikan. Selama penyidikan berlangsung telah dilakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Kasus ini diberhentikan (SP3) oleh Penyidik Polri karena tidak memiliki cukup bukti yang kuat untuk melakukan tahap penegakan hukum selanjutnya.
Alicia Teresa Zaskia Gotik diangkat menjadi Duta Pancasila dikarenakan untuk mempertanggungjawabkan atas perbuatannya. Dasar hukum kasus Zaskia Gotik adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 57A jo. Pasal 68 mengenai bendera, bahasa, dan lambang negara. Saran yang dapat diajukan penulis adalah aparat penegak hukum diharapkan untuk melakukan penegakan hukum secara menyeluruh dan adil dan dihimbaukan kepada setiap acara televisi yang disiarkan secara langsung maupun tidak langsung dapat menyiarkan acara yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak menjadikan Pancasila sebagai bahan lelucon. Komisi penyiaran Indonesia juga lebih teliti memeriksa progam-progam yang akan disiarkan di televisi.
Kata kunci: Penegakan Hukum, Kejahatan, Ketertiban Umum
ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN KETERTIBAN UMUM (Studi Kasus Penghinaan Lambang Negara oleh Zaskia Gotik)
Oleh
Alicia Teresa
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM Pada Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 9 Juli 1995. Penulis merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara, dari pasangan Abdurahman Hutahaean S.E dan Sondang Siagian. Penulis pertama kali masuk pendidikan di TKK 3 BPK Penabur Jakarta dan diselesaikan pada tahun 2001, dan melanjutkan Pendidikan di SDK 4 BPK Penabur Jakarta diselesaikan pada tahun 2007. Sekolah menengah pertama diselesaikan di SMP 27 Jakarta Timur pada tahun 2010 dan sekolah menengah ke atas diselesaikan di SMA 103 Jakarta Timur. Pada tahun 2013 penulis resmi diterima menjadi mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pada tahun 2016 penulis melakukan kuliah kerja nyata (KKN) yang dilakukan pada tanggal 15 Januari 2016 di Tulang Bawang Kecamatan Gedung Meneng dan melakukan penelitian skripsi di Polda Metro Jaya Jakarta dan Kantor Hukum.
MOTTO
“Taku takan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan” (Amsal 1:7)
“Sukses bukan milik mereka yang pandai dan cerdas tetapi sukses adalah milik mereka yang memiliki mimpi dan berusaha keras untuk meraih mimpi tersebut dengan tekad yang kuat dan usaha yang keras tak kenal lelah dan mimpi itu akan menjadi nyata “ (Diana Puspitasari)
PERSEMBAHAN
1. Tuhan Yesus yang telah memberikan kelancaran dan berkat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Kedua orang tuaku tersayang Papa Abdurhaman Hutahaean S.E. dan Mama Sondang Siagian yang tulus memberikan cinta dan kasih sayang serta doa dan dukungan dan motivasi yang tiada henti-hentinya demi keberhasilanku 3. Kedua Om dan Tanteku terkasih yang sudah memberikan ku nasihatnasihat dan kasih sayang selama saya merantau di Lampung, Om Cyrus Hutahaean S.Pd. dan Tante Lysken Sirait S.Pd. 4. Suadara-saudaraku tercinta dan tersayang Abangku Noah Dian Martino S.Si. dan Adikku Christon Alexander 5. Sahabat-sahabatku tersayang Syifa Hasani Putri dan Tri Putriningtias S.E 6. Teman-teman terkasih ‘BundaRozak” Ambar Widya S.,H., Avis Sartika, Bella Valentina, Della Rahmaswary, Dea Chintia, Farannisa Yonna Ramadhani 7. Almamater Tercinta Fakultas Hukum Universitas Lampug
SANAWACANA
Puji Tuhan, saya panjatkan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena pertolongNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan judul “ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN KETERTIBAN UMUM (STUDI KASUS PENGHINAAN LAMBANG NEGARA OLEH ZASKIA GOTIK)”. Penulis menyadari bahwa proses penyusunan sampai dengan terselesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatanya penulis menyampaikan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. Selaku Rektor Universitas Lampung 2. Bapak Armen Yaser S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung 3. Bapak Eko Raharjo S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung 4. Ibu Dona Raisa Monica S.H.,M.H. selaku Sekretaris Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung, yang selalu memberikan aspirasi pikiran dan
kesabarannya untuk membantu menyelesaikan skripsi penulis. Terimakasih ibu 5. Bapak Dr. Heni Siswanto S.H.,M.H. selaku Pembimbing I skripsi ini,semua saran serta ilmu yang bapak berikan dalam proses penyusunan skripsi, penulis telah membuat skripsi ini menjadi lebih bermakna. Terimakasih pak 6. Bapak Gunawan Jatmiko S.H., M.H. selaku Pembimbing II, kesabaran serta segala keikhlasan bapak dalam membimbing dan memberikan ilmu bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini 7. Bapak Tri Andrisman S.H., M.Hum. selaku Pembahas I skripsi ini, terimakasih atas saran dan tanggapan yang telah bapak berikan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik dan sempurna 8. Bapak Muhammad Farid S.H., M.H. selaku Pembahas II skripsi ini, terimakasih atas semua saran bapak dalam proses penyusunan skripsi ini 9. Ibu Kasmawati S.H., M.Hum. selaku Pembimbing Akademik selama penulis menjadi mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lampung 10. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah berbagi ilmu baik ilmu hukum maupun ilmu kehidupan pada penulis sejak awal menempuh studi hingga akhir 11. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini 12. Kompol Joko Handono Kanit I Subdit IV Cyber Crime Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya Jakarta yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini 13. Bapak Dr. Eddy Ribut Harwanto S.H., M.H. selaku Penasehat Hukum yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini
14. Papaku terganteng Abdurahaman Hutahaean S.E. dan Mamaku Tercantik Sondang Siagian atas kasih sayang, pengorbanan serta doa tulus setiap saat yang selalu mengiringi setiap langkahku dan menanti keberhasilanku 15. Saudara-saudaraku tersayang Abangku Noah Dian Martino S.Si. dan Adikku tercinta Christon Alexander, beserta keluaraga besarku terimakasih atas dukungan dan doa yang selama ini telah diberikan 16. Om dan Tanteku, orang tuaku selama saya merantau di Lampung Om Cyrus HutahaeanS.Pd. dan Tanteku Lysken Sirait S.Pd. dan Kak Puput, Kak Tata, Kak Uci, Abang Ian. Terimakasih atas dukungan dan doa yang selama ini telah diberikan 17. Sahabat-sahabatku tercinta Syifa Hasani Putri dan Tri Putriningtias S.E. yang telah memberikan ku semangat dan nasihat-nasihat yang baik 18. Teman-temanku tersayang ‘BundaRozak” Ambar Widya S.H. , Avis Sartika, Bella Valentina, Della Rahmaswary, Dea Chintia, Faranisa Yonna Ramadhani 19. Teman-temanku di Fakultas Hukum Universitas Lampung Manda, olla, soim, rika,ina,ega, melisa, aisyah, tutut, nca, lisca, devita, della nungki, camila, hani, indah, intan, silvi, shanti, nikita , yunica, adi, bangkit, arief, apad, denny, devo, agus, dan seluruh angkatan 2013 paralel Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapatku sebutkan satu-persatu. Terimakasih atas semua baik suka dukanya yang telah tercipta, tentunya semua ini akan menjadi cerita kelak setelah kita mencapai semua cita-cita 20. Teman-teman KKN Desa Gedung Bandar Rahayu tercinta, Dharma Adi Putra, Shella Malinda, Retno Septiani, Deit Tyas, Rahma Lalita, Nuri Adi Wilaga, serta keluarga Buyah Tayib. Pengalaman KKN selama 60 hari yang tidak akan
pernah saya lupakan dan akan menjadi pelajaran serta pengalaman penulis selama di sana 21. Teman-teman Formakris 2013 Tina, Lando, Any, Vera, Lova, Kristu, Nando, Fabiyola, Cindy, Ruth dan yang tidak bisaku sebutkan satu-persatu. Terimakasih atas doa dan segala ilmu yang dibagikan. 22. Bapak dan Ibu guru sejak Taman Kanak-kanak sampai dengan SMA yang telah mengajarkan dan memberi ilmu kepada penulis sampai penulis dapat menyelesaikan studinya di PerguruanTinggi 23. Almamaterku tercinta yang sudah memberikan banyak wawasan dan pengalaman berharga. 24. Semua pihak yang membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu-persatu Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa, dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga Tuhan senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua. Amin. Bandar Lampung, Mei 2017 Penulis
Alicia Teresa
DAFTAR ISI
I.
PENDAHULUAN.......................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………..1 B. Perumusan dan Ruang Lingkup…………………………………………...8 C. T ujuan dan Kegunaan Penelitian………………………………………….9 D. Kerangka Teoritis dan Konsepsual………………………………………10 E. Sistematika Penulisan…………………………………………………….18
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 20 A. Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum .................................................... 20 B. Pengertian Penegakan Hukum .................................................................. 24 C. Pengertian Tindak Pidana.......................................................................... 30 D. Unsur-unsur Tindak Pidana ...................................................................... 31
III. METODE PENELITIAN ............................................................................ 33 A. Pendekatan Masalah .................................................................................. 33 B. Sumber dan Jenis Data .............................................................................. 34 C. Penentuan Narasumber .............................................................................. 35 D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data .......................................... 36 E. Analisis Data……………………………………………………………..38
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………………....39
A. Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Ketertiban Umum Dalam Kasus Zaskia Gotik……………………………………………………………...39 B. Apakah dasar hukum kasus Zaskia Gotik itu tidak perlu diselesaikan secara pidana?............................................................................................68
V. PENUTUP.......................................................................................................75
A. Simpulan....................................................................................................75 B. Saran..........................................................................................................77
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, ide-ide hukum menjadi kenyataan.1 Apabila kita membahas mengenai ukuran penegakan hukum di Indonesia hal tersebut sangat sulit karena tidak ada tolak ukur yang pasti. Khususnya pengekan hukum terhadap ketertiban umum.
Kita sebagai warga negara adalah calon pemimpin bangsa yang harus menghormati atau memaknai apa arti dari lambang negara atau Pancasila. Lambang negara bukan hanya sekedar pengakuan atas Indonesia sebagai bangsa dan negara. Melainkan sebagai simbol yang dihormati dan dibanggakan sebagai warga negara Indonesia.
Turunnya nilai-nilai luhur dan budaya bangsa yang terjadi di era globalisasi karena lunturnya semangat dan pengalaman anak bangsa akan nilai-nilai Pancasila. Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara harus menjadi jiwa yang menginspirasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai Pancasila baik sebagai ideologi dan dasar negara sampai hari ini
1
Esmi Warasih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Suryandaru Utama, Semarang, 2005, hlmn. 83
2
tetap kokoh menjadi landasan dalam bernegara. Pancasila juga tetap tercantum dalam konstitusi negara meskipun beberapa kali mengalami pergantian dan perubahan konstitusi. Hal ini menunjukan bahwa Pancasila merupakan suatu kesepakatan nasional yang dapat diterima semua kelompok masyarakat Indonesia. Pancasila terbukti mampu memberikan kekuatan kepada bangsa Indonesia, direnungkan dan diingat oleh seluruh komponen bangsa.
Sudah saatnya untuk menanamkan kembali pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila kepada masyarakat agar dikemudian hari jangan sampai terjadi pelecehan terhadap kehormatan dan martabat lambang negara. Namun bagaimana jika ada seseorang yang melecehkan lambang negara dengan maksud sebagai bahan candaan atau guyonan, bagaimanakah tindakan tegas aparat penegak hukum mengenai kejahatan ketertiban umum dalam kasus Zaskia Gotik
Negara sebagai tempat masyarakat agar tidak mengganggu dan saling merugikan antara yang satu dengan yang lainnya. Lambang negara mempunyai arti yang lebih spesifik yaitu bangsa yang besar dan negara yang kuat. Dalam sejarah hukum pada zaman sebelum revormasi menunjukan bahwa sistem pengadilan dilaksanakan secara cepat, sederhana, dan tidak berbelit-belit. Namun pengadilan di zaman modern lebih mementingkan keadilan yang prosedural, dimana diharapkan keadilan substantif dapat diwujudkan yang sebenarnya hanya merupakan mitos belaka.
3
Karena itu dizaman modern prosedur pengadilan sangat berbelit-belit, perlindungan tersangka diberikan secara berlebihan, peran advokat dibesarbesarkan yang membuat pengadilan menjadi lamban dalam mencapai sebuah kesimpulan dalam sebuah kasus.2 Manusia dipengaruhi oleh peraturanperaturan hidup bersama dan mengatur hubungan antar manusia.
Peraturan hidup itu memberi petunjuk kepada manusia bagaimana harus bertingkah laku dan bertindak didalam masyarakat.3 Seseorang yang melawan hukum adalah tindakan yang dilarang oleh hukum atau undangundang dengan ancaman hukuman atau oleh adat istiadat atau kebiasaan atau tata kesusilaan dan kesopanan yang hidup dalam masyarakat.4
Hukum harus tegas. Hukum akan bertentangan dengan realita karena pelanggaran sering dilakukan tanpa dilaksanakan sanksi sebagaimana ditetapkan
oleh tatanan hukum.5 Peraturan hidup kemasyarakatan yang
bersifat mengatur dan memaksa untuk menjamin tata tertib dalam masyarakat, dinamakan peraturan hukum atau kadiah hukum (norma hukum)6.
Menurut H. J. Hamaker, seorang ahi hukum Belanda menegaskan hukum bukan keseluruhan peraturan yang menetapkan bagaimana orang-orang seharusnya tidak bertindak satu sama lain, melainkan terdiri atas peraturan-
2
Munir Fuady, Sejarah Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, 2009, hlm. 11 C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta,2011, hlm. 47. 4 A. Ridwan Halim, Hukum Pidana Dalam Tanya Jawab,Ghalia Indonesia,1982,hlm.51 5 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif di Terjemahkan dari Hans Kelsen (Pure Theory Of Law) , Nusamedia dan Nuansa,2006, Bandung 6 Ibid.,hlm. 48 3
4
peraturan menurut pada hakekatnya orang-orang biasanya bertingkah laku dalam masyarakat.7 Hukum pidana di Indonesia dengan Kitab UndangUndang Hukum Pidana atau disebut sebagai KUHP telah memuat beberapa pasal mengenai sanksi bagi para pelaku kejahatan maupun pelanggaran terhadap ketertiban umum. Hal ini demi tercapainya masyarakat yang sejahtera dan merdeka, dalam arti bebas melaksanakan segala kepentingan namun tetap dalam koridor undang-undang.
Seseorang yang melawan hukum adalah tindakan yang dilarang oleh hukum atau undang-undang dengan ancaman hukuman atau oleh adat istiadat atau kebiasaan atau tata kesusilaan dan kesopanan yang hidup dalam masyarakat.8 Hukum seharusnya membuat penegasan, ia akan bertentangan dengan realita karena pelanggaran sering dilakukan tanpa dilaksanakan sanksi sebagaimana ditetapkan.
Penegasan hukuman tidak dilihat dari status sosial seseorang, baik mempunyai status sosial sebagai masyarakat menengah ke atas atau masyarakat menengah kebawah. Apalagi ketika masyarakat menghina lambang negara yaitu Pancasila. Atau melakukan kejahatan ketertiban umum. Penegakan hukum yang dilakukan terhadap pelaku harus seimbang dengan peraturan Perundang-undangan yang diterapkan di KUHP.
7
Mr. L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2001, hlm. 18. 8 A. Ridwan Halim, Hukum Pidana Dalam Tanya Jawab,Ghalia Indonesia,1982,hlm.51
5
Kejahatan terhadap Ketertiban Umum merupakan kata-kata yang dipakai oleh pembentuk undang-undang sebagai nama kumpulan bagi kejahatankejahatan yang didalam undang-undang di atur dalam buku II bab V KUHP. Selain itu kejahatan terhadap ketertiban umum juga dapat didefinisikan sebagai tindak pidana terhadap segala pernyataan di muka umum tentang perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan terhadap pemerintah Indonesia atau terhadap golongan penduduk. Inti dari tindak pidana membahayakan ketertiban umum ialah ada suatu perbuatan kejahatan yang merupakan bahaya bagi kehidupan bermasyarakat dan dapat mengganggu tata tertib masyarakat.9
Definisi dan pelanggaran ketertiban umum dari beberapa literatur tidak dapat ditemukan secara jelas, akan tetapi apabila dilihat dari buku III bab II KUHP dapat disimpulkan bahwa pelanggaran terhadap ketertiban umum adalah suatu tindak pelanggaran yang dilakukan seseorang yang menurut sifatnya dapat menimbulkan bahaya terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat dan dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap ketertiban dan kenyamanan dalam masyarakat.
Masyarakat Indonesia digemparkan terhadap kejahatan ketertiban umum di Indonesia, ada beberapa kasus yang seharusnya ditindak lanjuti sesuai dengan undang-undang bahkan malah menjadi meresahkan masyarakat dan adanya kesenjangan terhadap penegakan hukum. Zaskia Gotik membuat pernyataan mengejutkan dalam suatu acara di sebuah stasiun televisi.
9
Tri Andrisman, Delik Tertentu Dalam KUHP, Bandar Lampung, 2011, hlm. 47.
6
Saat itu Zaskia Gotik menyebut hari Proklamasi Indonesia jatuh pada tanggal 32 Agustus usai adzan subuh, dan mengatakan bahwa lambang sila kelima Pancasila adalah bebek nungging. Akibat leluconnya yang menurut banyak orang dianggap tidak pantas tersebut, Zaskia dilaporkan oleh sebagian masyarakat, salah satunya oleh anggota DPD dan Ormas ke Polda Metro Jakarta. Dalam kasus ini Zaskia gotik terancam hukuman denda Rp 500 juta atau pidana penjara paling lama 5 tahun seperti yang dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 57A jo. Pasal 68 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara :
Setiap orang dilarang mencoret, menulisi, membuat rusak Lambang negara dengan menghina, atau merendahkan kehormatan dipidana dengan pidana penjara paling lama paling banyak Rp500.000.000,00.
menggambari, atau maksud menodai, Lambang Negara 5 tahun atau denda
Polda Metro Jaya Jakarta mengusut dugaan penghinaan terhadap lambang negara yang dilakukan oleh Zaskia Gotik. Upaya hukum yang dilakukan Penyidik
berupa
dibuatkannya
laporan
polisi,
nomor:
LP/210/III/2016/PMJ/Ditreskrimsus, pada tanggal 17 maret 2016. Laporan tersebut merupakan tindak lanjut atas laporan LSM Komunitas Pengawas Korupsi (KPK) terhadap Zaskia Gotik.10
Menurut Pakar Pidana Universitas Indonesia, Gandjar Laksamana, polisi seharusnya tidak melupakan prinsip utama hukum pidana ketika memeriksa kasus ini, meskipun Zaskia Gotik memenuhi unsur pidana, tetapi belum tentu 10
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56ec10de8cb12/ini-kata-pakar-pidana-soalkasus-zaskia-gotik. Diakses pada tanggal Jumat 18 maret 2016
7
penyanyi dangdut ini layak dihukum. Sebab, penyidik harus mampu membuktikan adanya kehendak jahat (mens rea) yang ditujukan Zaskia Gotik saat melakukan tindakan tersebut. Dalam hal ini sekali lagi kita harus melihat konteks untuk bisa menilai apakah Zaskia Gotik melawan hukum dan bisa dipersalahkan atau tidak. Sebab, apa yang dilakukan Zaskia Gotik tidak hanya lebih sebatas hiburan saja. Hukum pidana harus tetap menunjung tinggi prinsip ultimum remedium. Artinya, sanksi pidana harus dijadikan senjata pamungkas dalam menyelesaikan suatu kasus.
Zaskia Gotik dijadikan Duta Pancasila oleh Ketua Fraksi PKB MPR RI Abdul Kardi Karding, dengan alasan kasus ini tidak perlu diperpanjang lagi dan dibesar-besarkan. Lantas apakah guna dari Undang-undang yang telah dibuat dan tidak dijalankan bahkan dianggap seperti itu saja dan Zaskia Gotik diangkat menjadi duta Pancasila.11
Hal itu menurutnya, Karena mendakwahkan Pancasila bukan hanya kepada satu pihak saja namun semua kalangan termasuk pekerja seni. Penegak hukum tak boleh tebang pilih dalam memeriksa sebuah kasus. Laporan dari pelapor telah masuk ke Polda Metro Jaya. Penegak hukum terhadap dugaan penghinaan terhadap lambang negara harus dilakukan, termasuk terhadap Zaskia Gotik.
11
Zaskia Gotik di Angkat Menjadi Duta Pancasila, Kabar Malam Tv one, Jakarta.
8
Dengan memberikan penegakan hukum yang pantas sesuai undang-undang adalah menjadi cara yang paling tepat. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertatik untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU KEJAHATAN
KETERTIBAN
UMUM
(STUDI
KASUS
PENGHINAAN LAMBANG NEGARA OLEH ZASKIA GOTIK)”
B. Perumusan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah: a. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap kejahatan ketertiban umum dalam kasus Zaskia Gotik? b. Apakah dasar hukum kasus Zaskia Gotik itu tidak perlu diselesaikan secara pidana?
2. Ruang Lingkup
Berdasarkan uraian permasalahan diatas agar tidak terdapatnya kerancuan dan meluasnya permasalahan maka menjadi ruang lingkup penulisan skripsi ini dibatasi pada analisis penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan ketertiban umum. Disamping itu mungkin terjadi hukum pidana substantif sendiri memberikan batasan-batasan. Tahun penelitian dimulai sejak tahun 2017. Lokasi penelitian dilakukan di DKI jakarta.
9
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapaun tujuan dari penulian skripsi ini adalah: a. Untuk mengetahui bagaimanakah penegakan hukum terhadap kejahatan ketertiban umum dalam kasus Zaskia Gotik. b. Untuk mengetahui dasar hukum kasus zaskia gotik itu tidak perlu diselesaikan secara pidana
2. Kegunaan Penelitian a. Secara Teoritis Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemikiran secara teoritis kepada disiplin ilmu hukum sehingga dapat berguna bagi pengembangan ilmu hukum pidana di Indonesia khususnya berkaitan dengan pengaturan-pengaturan penjatuhan hukuman tindak pidana kejahatan terhadap ketertiban umum.
b. Secara Praktis Kegunaan penulisan ini adalah memberi manfaat unutuk kepentingan penegak hukum, sehingga dapat dijadikan masukan kepada aparatur pelaksana pengekan hukum, dalam rangka melaksanakan tugas-tugas mulianya memperjuangkan keadilan dan mewujudkan tujuan hukum yang dicita-citakan.
10
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenernya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang ada pada dasarnya bertujuanuntuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan untuk penelitian.12 Setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran
teoritis.
Teori
hukum
dapat
digunakan
untuk
menganalisis dan menerangkan pengertian hukum dan konsep yuridis, yang relevan untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam penelitian hukum13
Dalam penelitian harus adanya hubungan timbal balik dalam teori dengan kegiatan pengumpulan, pengelolahan, analisis, dan konstruksi data. Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi penegakan hukum pada hakikatnya proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
A. Teori Penegakan Hukum
Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujdukan ide-ide dan konsep-konsep hukum yang diharapkan rakyat 12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press Alumni, Bandung, 1986, hlm. 123 13 Salim H.S., Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Jakarta, Rajawali, 2010, hlm. 54
11
menjadi kenyataan. Pengakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Berdasarkan itu yang disebut keinginan hukum disini tidak lain adalah pikiran-pikiran pembuat undangundang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu. Sistem penegakan hukum dapat dilihat secara integral, yaitu berupa adanya keterjalinan yang erat atau suatu kesatuan dari beberapa sub-sistem yang terdiri dari subtansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Sedangkan yang dimaksud dengan nilai-nilai budaya hukum dalam konteks penegakan hukum, tentunya lebih terfokus pada nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan kesadaran atau sikap perilaku hukum atau sosialnya dan pendidikan.
Sistem penegakan hukum pidana adalah sistem kekuasaan atau kewenangan menegakan hukum pidana yang mewujdukan dala 4 (empat) sub-sistem dalam proses peradilan pidana, yaitu:
1) Kekuasaan penyidikan ( oleh badan atau lembaga Penyidik) 2) Kekuasaan penuntutan (oleh badan atau lembaga penuntut umum) 3) Kekuasaan mengadili dan menjatuhkan putusan atau pidana (oleh badan atau lembaga peradilan) 4) Kekuasaan pelaksanaan putusan atau pidana (oleh badan atau aparat pelaksana)
Keempat tahap atau subsistem itu merupakan suatu kesatuan sistem penegakan hukum pidana yang integral atau sering disebut dengan sistem
12
peradilan pidana terpadu.14 Sistem peradilan di Indonesia pada hakikatnya identik dengan penegakan hukum karena proses peradilan pada hakikatnya suatu proses penegakan hukum.
Teori yang digunakan dalam untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini adalah teori Joseph Goldstein. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. Joshep Goldstain membedakan pengekan hukum pidana menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:15
a. Total Enforcement yakni ruang lingkup penegakan hukum pidana sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif. Penegakan hukum pidana secara total ini tidak mungkin dilakukan sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana yang antara
lain
mencangkup
antar
aturan
penangkapan,
penahanan,
penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan pendahuluan.
Disamping itu mungkin terjadi hukum pidana substantif sendiri memberikan batasan-batasan. Misalnya dibutuhkan aduan terlebih dahulu sebagai sayarat penuntutan pada delik-delik aduan (klacht delicten). Ruang lingkup yang di batasi ini disebut sebagai area of no enforcement.
b. Full Enforcement, Setelah ruang lingkup penegakan hukum pidana yang bersifat total tersebut dikurangi area of no enforcement dalam penegekan hukum ini para penegak diharapkan penegakan hukum secara maksimal. 14
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Sistem Penegakan Hukum dengan Pendekatan Religius dalam Konteks Siskumas dan Bangkumas, dalam Buku Pendekatan keilmuan dan pendekatan Religius dalam Rangka Optimalisasi dan Reformasi Penegakan Hukum (Pidana) di Indonesia, Universitas Diponogoro, Semarang 2011, hlm. 42. 15 Shanty Dellyana, Konsep Penegakan Hukum, Yogyakarta, Liberty, hlm. 32.
13
c. Actual Enforcement , menurut Joshep Goldstain full enforcement ini dianggap not a realistic expectation, sebab adanya keterbatasanketerbatasan dalam bentuk waktu, personil, alat-alat, investigasi, dana, dan sebagainya. Kesemuanya mengakibatkan keharusan dilakukannya discrection dan sisanya inilah yang disebut dengan actual enforcement.
B. Teori yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Faktor-faktor yang mempengaruhi dan mempunyai arti sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada isi faktor tersebut, Menurut Soerjono Soekanto bahwa faktor tersebut ada lima, yaitu :16 1) Faktor Hukum Praktik penyelengaraan hukum ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif.
Suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan
bertentangan
dengan
hukum.
Penyelenggaraan
hukum
sesungguhnya merupakan proses penyerasian antara nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.
16
Soerjono Soekanto,Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 42.
14
2) Faktor Penegakan Hukum Fungsi hukum, kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalua peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah, oleh karena itu salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegakan hukum. Secara sosiologis, maka setiap penegak hokum tersebut mempunyai kedudukan (status) dan peranan ( role ).
Kedudukan sosial merupakan posisi tertentu didalam struktur yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Hak-hak dan kewajiban tadi merupakan peranan atau role. Oleh karena itu, seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas.17
3) Faktor Sarana dan Fasilitas Pendukung Faktor sarana atau fasilitas pendukung yang cenderung berpengaruh. Salah satu contohnya pendidikan. sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting didalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual. Tanpa adanya fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegegakan hokum akan berlagsung dengan lancar.
17
Ibid., hlm. 20
15
Sarana atau fasilitas tersebut, antara lain mencangkup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Agar masalah tersebut dapat dipahami dengan mudah, akan disajikan suatu contoh mengenai proses peradilan. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pengekan hukum. Khususnya untuk sarana atau fasilitas tersebut, sebaiknya dianuti jalan pikiran sebagai berikut18: a. Yang tidak ada-diadakan b. Yang rusak atau salah-diperbaiki atau dibetulkan c. Yang kurang-ditambahkan d. Yang macet-dilancarkan e. Yang mundur atau merosot-dimajukan atau ditingkatkan.
4) Faktor Masyarakat Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan. 18
Ibid., hlm. 44
16
Masyarakat Indonesia pada khususnya, mempunyai pendapat tertentu mengenai hukum. Pertama-tama pengertian atau arti yang diberikan pada hukum, yang variasinya adalah19 :
a. Hukum diartikan sebagai ilmu pengetahuan b. Hukum diartikan sebagai disiplin, yakni sistem ajaran tentang kenyataan c. Hukum diartikan sebagai norma atau kaidah, yakni patokan perilaku pantas yang diharapkan d. Hukum diartikan sebagai tata hukum
5) Faktor Kebudayaan Berdasarkan konsep kebudayaan sehari-sehari, orang begitu sering membicarakan
soal
kebudayaan.
Kebudayaan
menurut
Soerjono
Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti seharusnya sbagaimana bertindak, berbuat, dan menentukan sikap kalua mereka sedang berhubungan dengan orang lain.
Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang prilaku yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan dana apa yang dilarang. Gangguan terhadap penegak hukum terjadi diakibatkan adanya ketidak serasian antara nilai-nilai yang berpasangan akan menjelma didalam
19
Ibid., Hlm. 45
17
kaidah-kaidah yang simpang siur dan pola perilaku yang tidak terarah sehingga mengganggu kedamaian pergaulan hidup.
2.
Konseptual
Konseptual adalah yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep yang merupakan kumpulan-kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti.20 Agar tidak terjadi kesalahan pahaman terhadap pokok permasalahan dalam skripsi ini, maka dibawah ini ada beberapa konsep yang bertujuan menjelaskan istilah-istilah yang dapat dijadikan pegangan dalam memahami skripsi.
a. Penegakan Hukum adalah kegiatan menghubungkan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memlihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.21 b. Ketertiban Umum adalah kejahatan yang sifatnya menimbulkan bahaya bagi kehidupan masyarakat dan yang dapat menimbulkan bagi ketertiban alamiah di dalam masyarakat c. Kejahatan secara yuridis formal adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan
dengan
moral
kemanusiaan
(immoril),
merupakan
masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta undang-undang pidana22
20
Soerjono Soekanto, Opcit., hlm 134. Soerjono Soekanto, Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Rajawali Press, hlm 3. 22 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta, PT Aksara Baru, hlm. 13 21
18
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam memahami isi skripsi ini, maka keseluruhan sistematika penulisannya yang disusun sebagai berikut:
I.
PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang masalah, permasalahan, penelitian, dan ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis, dan konseptual serta sistematika penulisan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dikemukakan tentang pengertian kejahatan terhadap ketertiban umum, penegakan hukum,dan tindak pidana
III.
METODE PENELITIAN
Bab ini akan menguraikan langkah-langkah atau cara-cara yang dilakukan dalam penulisan yang meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penetuan narasumber, prosedur pengumpulan dan pengolahan data.
IV.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan deskripsi data penelitian, penjelasan terhadap analisis data, uraian mengenai bagaimana hasil analisis yang dikaitkan satu sama lain untuk menjawab tujuan penelitian dan mengakaitkannya dengan teori yang mendasari penelitian atau dengan hasil penelitian-penelitian terdahulu.
19
V.
PENUTUP
Pada bagian ini berisikan kesimpulan yang merupakan hasil akhir dari penelitian dan pembahasan serta berisikan saran-saran penulis yang diberikan berdasarkan penelitian dan pembahasan yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian skripsi ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum
Menurut B. Simanjuntak kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.23
1) Pengertian Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum
Kata kejahatan terhadap ketertiban umum telah dipakai oleh pembentuk undang-undang sebagaimana kumpulan bagi kejahatan-kejahatan, yang oleh pembentuk undang-undang diatur dalam buku II Bab V KUHP. Bahawa hubungan antara kejahatan yang satu dengan kejahatan yang lain didalam buku II Bab V KUHP sifatnya uiterst gering atau tidak ada hubungannya sama sekali yang satu dengan yang lain.
Secara sosiologis kejahatan perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikam si pederita atau korban, juga sangat merugikan masyarakat yang berupa hilangnya keseimbangan dan ketertiban.24 Menurut Prof. Simons, kata kejahatan terhadap ketertiban umum yang sifatnya kurang jelas atau vaag atau yang menurut sifatnya dapat diartikan secara lebih luas dari arti yang 23 24
B. Simanjuntak dan I.L. Pasaribu, Kriminologi, Bandung, Trasito, hlm. 45 A. Gumilang, Kriminalistik Pengetahuan Teknik dan Taktik Penydikan, hlm. 3
21
sebenarnya menurut pembentuk undang-undang atau menurut sifatnya sangat rekbaar oleh pembentuk undang-undang telah dipakai menyebutkan sekumpulan kejahatan, yang menurut sifatnya dapat menimbulkan bahaya. Ketertiban umum memiliki makna luas dan biasa dianggap mengandung arti mendua. Dalam praktik telah timbul berbagai penafsiran tentang arti dan makna ketertiban umum, antara lain:
a. Penafsiran sempit dalam arti dan lingkup ketertiban umum ialah, hanya terbatas pada ketentuan hukum positif saja dan ketertiban umum hanya terbatas pada pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.
b. Penafsiran luas dalam arti dan lingkup ketertiban umum meliputi segala nilai-nilai dan prinsip-prinsip hukum yang hidup dan tumbuh dalam kesadaran masyarakat.
Kejahatan terhadap ketertiban umum secara garis besarnya adalah sekumpulan kejahatan-kejahatan yang menurut sifatnya dapat menimbulkan bahaya terhadap keberlangsungan hidup masyarakat dan dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap ketertiban didalam lingkungan masyarakat. Secara umum ketertiban umum adalah suatu tindakan pelanggaran terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat dan dapat menimbulkan bahwa terhadap ketertiban umum dan kenyamanan didalam masyarakat.
Kejahatan terhadap ketertiban umum ini diatur didalam buku II Titel V yang memuat beberapa pasal mengenai berbagai kejahatan yang sukar dimasukan
22
ke dalam golongan-golongan kejahatan tertentu.25 Dalam kasus ini ada beberapa Pasal yang menguraikan tentang ketertiban umum, seperti contoh:
a. Pasal 154 KUHP, yaitu: Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap pemerintah Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus ribu rupiah. b. Pasal 57A jo. Pasal 68 Setiap orang dilarang mecoret, menulis, menggambari, atau membuat rusak lambang negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan lambang negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00.
2) Bentuk dan unsur-unsur kejahatan serta pelanggaran terhadap ketertiban umum
Dari rumusan ketentuan buku II bab V KUHP. Bentuk kejahatan ketertiban umum beserta unsurnya, yaitu: a. Penodaan terhadap benderan kebangsaan, lagu kebangsaan, dan lambang negara. b. Menyatakan perasaan tak baik terhadap pemerintah c. Menyatakan perasaan tak baik terhadap golongan tertentu d. Menghasut di muka umum
25
Tri Andrisman, Delik Tertentu Dalam KUHP, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2011. Hlm. 47.
23
Pelanggaran mengenai ketertiban umum adalah suatu tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang yang menurut sifatnya dapat menimbulkan bahaya
terhadap
keberlangsungan
kehidupan
masyarakat
dan
dapat
menimbulkan gangguan-gangguan terhadap ketertiban dan kenyamanan didalam masyarakat.
3) Kejahatan terhadap Lambang Negara Republik Indonesia
Kejahatan terhadap lambang negara Republik Indonesia, oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam Pasal 154A KUHP. Sama halnya dengan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 154A KUHP hanya terdiri atas unsur-unsur objek, masing-masing yakni: a. Menodai b. Bendera Kebangsaan Republik Indonesia c. Lambang Negara Republik Indonesia
Tentang perbuatan mana yang dapat dipandang sebagai perbuatan menodai, pembentuk undang-undang ternyata telah tidak memberikan penjelasannya, dan telah menyerahkan kepada hakim untuk memberikan penafsiran mereka tentang perbuatan yang dapat dipandang sebagai perbuatan menodai. Mengenai unsur-unsur keduanya dan ketiganya sudah jelas, bahwa yang dimaksud dengan bendera kebangsaan Republik Indonesia adalah Sang Merah Putih, sedangkan yang dimaksudkan dengan Lambang Negara Republik Indonesia adalah Lambang Garuda Pancasila.
24
Dalam rumusan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 154A KUHP, pembentuk undang-undang telah tidak mensyaratkan keharusan adanya unsur kesengajaan opzet pada diri pelaku, kiranya tidak dapat disangkal kebenarannya bahawa perbuatan menodai bendera kebangsaan atau lambang negara Republik Indonesia harus dilakukan dengan sengaja.
Sesuai dengan pengertian opzet, agar seseorang pelaku dapat disebut telah memenuhi semua unsur tindak pidana yang diatur dalam Pasal 154A KUHP, didalam siding pengadilan yang memeriksa perkara pelaku, harus terbukti:
a. Bahwa pelaku telah menghendaki untuk menodai bendera kebangsaan atau lambang negara Republik Indonesia b. Bahwa pelaku itu mengetahui, bahwa ia yang menodai adalah bendera kebangsaan Republik Indoensia dan lambang negara Republik Indonesia.
Jika unsur-unsur menodai, bendera kebangsaan Republik Indonesia atau lambang negara Republik Indonesia ataupun salah satu dari unsur tersebut ternyata tidak terbukti, maka hakim harus memberikan putusan vrijspraak atau bebas bagi pelaku.26 B. Pengertian Penegakan Hukum 1) Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan secara rasional memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhdap berbagai sarana pidana maupun non pidana. 26
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang., Op.cit, hlm. 456
25
Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan menyerasilan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah atau pandangan nilai yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.
Hakikatnya penegakan hukum mewujudkan nilai-nilai atau kaedah-kaedah yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para penegakan hukum tetapi menjadi tugas setiap orang. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik pemerintahlah yang bertanggungjawab.
Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik sebagaimana seharusnya dipatuhi. Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan kegiatan kegiatan hukum yaitu pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum menjadi kenyataan.27 Penegakan hukum dibedakan menjadi dua, yaitu:28
a. Ditinjau dari sudut subyeknya:
Dalam arti luas, proses penegakan hukum melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum, siapa saja yang menjalankan aturan atau melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang
27
Satjipto Rahardjo. Masalah-masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, 1983, hlm. 24. 28 Shanty Dellyana., Op.cit. hlm 34.
26
berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakan aturan hukum. Dalam arti sempit, penegakan hukum hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum yang berjalan sebagaiman harusnya.
b. Ditinjau dari sudut objeknya:
Dalam arti luas, penegakan hukum yang mencangkup pada nilai-nilai keadilan yang didalamnya terkandung bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang ada dalam masyarakat. Dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis.
Penegakan hukum pada prinsipnya harus dapat memberikan manfaat atau berdaya guna bagi masyarakat, namun disamping itu masyarakat juga mengaharapkan adanya penegakan hukum untuk mencapai suatu keadilan. Dengan demikian tidak dapat kita pungkiri bahwa yang dianggap berguna belum tentu adil, begitu juga sebaliknya apa yang dirasakan adil belum tentu juga berguna bagi masyarakat. Dalam pelaksanaan penegakan hukum, keadilan harus diperhatikan namun hukum itu tidak identik dengan keadilan.
2) Pelaksanaan Penegakan Hukum
Adanya hukum itu adalah untuk ditaati, dilaksanakan dan ditegakan, dalam kaitannya dengan penegak hukum, maka pelaksanaan penegakan hukum merupakan fase dari penegakan kedaulatan atau dalam penegakan tidak terlepas dari kegiatan peegakan hukum, karena penegakan hukum secara berhasil merupakan faktor utama dalam mewujudkan dan membina wibawa
27
negara dan pemerintah demi tegaknya kedaulatan negara. Pelaksanaan hukum dalam masyarakat haruslah memperhatikan beberapa hal antara lain a. Manfaat dan kegunaan bagi masyarakat b. Mencapai keadilan, artinya penerapan hukum mempertimbangkan berbagai fakta keadaan secara proposional c. Mengandung nilai-nilai keadilan, yaitu nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai reflesi nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.
Penegakan hukum terdiri dari pihak-pihak yang menerapkan hukum, misalnya kepolisian, kejaksaan, kehakiman, kepengacaraan, dan masyarakat. Pihakpihak yang membuat hukum yaitu badan legislatif dan pemerintah. Dalam hal ini penerapan hukum haruslah dipandang dari 3 dimensi: a. Penerapan hukum dipandang sebagai sistem normatif yaitu penerapan keseluruhan aturan hukum yang menggambarkan nilai-nilai sosial yang didukung oleh sanksi pidana b. Penerapan
hukum
dipandang
sebagai
sistem
administratif
yang
mencangkup interaksi antara berbagai penegak hukum yang merupakan sub sistem peradilan diatas. c. Penerapan hukum pidana merupakan sistem sosial dalam arti bahwa mendefinisikan tindak pidana harus pula diperhitungkan berbagai perpektif yang ada dalam lapisan masyarakat.
28
3) Hakekat Penegakan Hukum Pada hakekatnya hukum adalah perlindungan kepentingan manusia, yang merupakan pedoman tentang bagaimana sepatutnya orang harus bertindak. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung didalam masyarakat secara normal apabila setiap individu menaati dengan kesadaran apa yang ditentukan hukum tersebut sebagai suatu keharusan atau sebagai suatu yang memang sebaiknya.
Penegakan hukum sebagai bagian dari yuridiksi negara,berisikan tentang beberapa hal, antara lain wewenang membuat aturan-aturan hukum untuk mengatur berbagai kepentingan nasional, wewenang meneggakan aturan hukum yang berlaku. Dalam penegakan setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan,
yaitu
kepastian
hukum,
kemanfaatan,
ketertiban
dan
ketentraman, dan keadilan.
4) Problematika Penegakan Hukum di Indonesia
Penegakan hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi masyarakat . Namun sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu lemahnya penegakan hukum di Indonesia adalah masih rendahnya moralitas aparat penegak hukum (hakim, polisi, jaksa dan advokat).
Beberapa permasalahan mengenai penegakan hukum, tentuna tidak dapat terlepas dari kernyataan, bahwa berfungsinya hukum sangatlah tergantung pada hubungan yang serasi antara hukum itu sendiri, penegak hukum, fasilitasnya dan masyarakat yang diaturnya.
29
Kepincangan pada salah satu unsur tidak menutup kemungkinan akan mengakibatkan bahwa seluruh sistem akan terkena pengaruh negatifnya.29 Masalah penegakan hukum di negara-negara berkembang khususnya di Indonesia bukanlah pada sistem itu sendiri, melainkan pada kualitas manusia yang menjalankan hukum.
Dengan demikian peranan manusia yang menjalankan hukum itu menempati posisi strategis. Masalah transparansi penegak hukum berkaitan erat dengan akuntabilitas kinerja lemabga penegak hukum. Penegak hukum merupakan golongan
panutan
dalam
masyarakat,
yang
hendaknya
mempunyai
kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari golongan sasaran masyarakat, disamping itu mampu membawakan atau menjalankan peranan yang dapat diterima oleh mereka. Namun sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu penyebab lemahnya pengekan hukum di Indonesai adalah masih rendahnya moralitas aparat penegak hukum (hakim, polisi, jaksa, dan advokat).Serta sudah terlanjurnya mandarah daging sehingga sampai saat ini sulit sekali diberantas.
Beberapa permasalahan mengenai penegakan hukum, tentunya tidak dapat terlepas dari kenyataan, bahwa berfungsi hukum sangatlah tergantung pada hubungan yang serasi antara hukum itu sendiri, penegak hukum, fasilitas dan masyarakat yang diaturnya.
29
Budi Rizki dan Rini Fatonah, Studi Lembaga Penegakan Hukum (SLPH), Justice Publisher, Bandar Lampung, 2014, hlm. 1
30
Aparat Penegak hukum yang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas, meliputi: petugas strata atas, menengah, dan bawah. Maksudnya adalah sampai sejauh mana petugas harus memiliki suatu pedoman salah satunya peraturan tertulis yang mencangkup ruang lingkup tugasnya. Dalam penegakan hukum sebagaimana kemungkinan aparat penegak hukum menghadapi hal-hal sebagai berikut: a. Sampai sejauh mana petugas terikat dengan peraturan yang ada b. Sampai batas-batas mana petugas berkenan memberikan kebijakan c. Teladan yang seperti apakah yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada masyarakat d. Bagaimanakah derajat sinkronisasi penugasan yang diberkan kepada para petugas sehingga memberikan batas-batas yang tegas pada wewenangnya sampai sejauh mana petugas terikat dengan peraturan yang ada
C. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif). Menurut
Moeljatno, perbuatan pidana adalah perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan, mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tesebut.30 Pada hakekatnya tiap-tiap perbuatan pidana harus terdiri atas unsurunsur lahir, oleh karena perbuatan, yang mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya adalah suatu kejadian dalam alam lahir.31
30
Tri Andrisman, Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia Serta Perkembangannya Dalam Konsep KUHP 2013, Anugrah Utama Raharja, 2013 31 Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1984. Hlm. 58
31
Perlu disampaikan disini bahwa, pidana adalah merupakan suatu istilah yuridis yang mempunyai arti khusus sebagai terjemahan dari bahasa Belanda (straf) yang dapat diartikan sebagai hukuman.32 Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan (crime atau Verbrechen atau misdaad) yang diartikan secara kriminologis dan psikologis. D. Unsur-unsur Tindak Pidana Untuk mengenakan pidana itu harus dipenuhi syarat-syarat tertentu. Syaratsyarat tertentu ini lazimnya disebut dengan unsur-unsur tindak pidana. Jadi seseorang dapat dikenakan pidana apabila perbuatan yang dilakukan memenuhi syarat-syarat tindak pidana (strafbaarfeit). Setiap tindak pidana yang terdapat dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan kedalam unsurunsur yang terdiri dari unsur subyektif dan unsur objektif.
Unsur-unsur subyektif dari suatu tindak pidana itu adalah : a. Kesengjaan atau ketidaksengajaan (culpa atau dolus) b. Percobaan (pooging) c. Merencanakan terlebih dahulu (voorbedachteraad) d. Macam- macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain; e. Perasaaan takut (vress) seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana
32
Ibid., hlm. 37
32
Unsur-unsur objektif antara lain: a. Sifat melawan hukum b. Kualitas si pelaku c. Kausalitas yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat Menurut Moeljatno merumuskan unsur-unsur perbuatan pidana atau tindak pidana sebagai berikut:33 a. perbuatan (manusia) b. yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini merupakan syarat formil) c. bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materil)
33
Ibid., hlm. 72.
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Pembahasan terhadap masalah penelitian ini, penulisan menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan secara yuridis normatif adalah pendekatan masalah yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan, teori-teori, dan konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti dalam hal beradasarkan laporan polisi nomor: LP/210/III/2016/PMJ/Ditreskrimsus.
Pendekatan secara yuridis empiris adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menggali informasi dan melakukan penelitian lapangan guna mengetahui secara lebih jauh mengenai permasalahan-permasalahan yang akan diteliti. Peneliti melakukan wawancara dengan aparat penegak hukum serta akademisi untuk mendapat gambaran tentang bagaimana penegak hukum pidana terhadap pelaku kejahatan ketertiban umum.
34
B. Sumber dan Jenis Data Sumber data dalam penulisan skripsi ini diperoleh dari data primer dan data sekunder.
1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama.34 Secara langsung dari hasil penelitian lapangan, baik melalui pengamatan dan wawancara dengan para responden, dalam hal ini adalah pihak-pihak yang berhubungan langsun dengan masalah penulisan proposal skripsi ini
2. Data Sekunder Data Sekunder adalah data yang diperoleh dengan menelusuri literatureliteratur maupun aturan-aturan dan norma-norma yang berhubungan dengan masalah yang akan di bahas dalam skripsi ini. Pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat dipergunakan segera. Data sekunder data yang diperoleh dari bahan pustaka, terdiri dari;
a. Bahan Hukum Primer, antara lain: 1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana 2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara 3. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
34
Amrudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 30
35
b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder ini berupa literature-literatur hasil penelitian yang erat hubungannya dengan masalah yang dibahas.
c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier antara lain berupa bahan yang menunjang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti data yang diperoleh dari bahan pustaka yang menunjang penulisan antara lain buku-buku, literatur, hasil penelitian, kamus bahasa Indonesia, media elektronik.
C. Penentuan Narasumber
Narasumber adalah orang yang member atau mengetahui secara jelas atau menjadi informasi.35 Dalam penulisan skripsi ini penulis menentukan narasumber berdasarkan atas pertimbangan maksud dan tujuan penelitian. Dengan penelitian langsung ke lapangan baik berupa wawancara langsung pada pihak yang terkait serta dengan memperoleh salinan data yang lebih lengkap
dan
menunjang
pembahasan
permasalahan
lebih
lengkap.
Berdasarkan hal tersebut, maka penentuan pengambilan narasumber pada penelitian skripsi ini terdiri dari:
1. Penyidik pada Polda Mero Jaya Jakarta
: 1 orang
2. Advokat
: 1 orang
3. Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung
: 1 orang
Jumlah 35
3 orang
Tata Irianto, Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Hlm. 178
36
D. Prosedur dan Pengolahan Pengumpulan Data
Penyusunan skripsi ini sesuai dengan jenis dan sumber data sebagaimana ditentukan diatas mempergunakan dua macam prosedur, dalam rangka mengumpulkan data yang dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1) Prosedur Pengumpulan Data Proses dalam melakukan pengumpulan data baik data primer atau data sekunder, dipergunakan alat-alat sebagai berikut:
a) Studi kepustakaan (Library research) Terlebih dahulu mencari dan mengumpulkan buku-buku dan literatur yang erat dengan permasalahan yang sedang dibahas sehingga dapat mengumpulkan
data
sekunder
dengan
membaca,
mencatat,
merangkum, untuk dianalisa selanjutnya.
b) Studi lapangan (Field research) Studi lapangan adalah pengumpulan data secara langsung ke lapangan dengan mempergunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Wawancara ( Intervier) Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terbuka. Peneliti bertanya langsung kepada informan yang dipilih , yaitu pihak-pihak yang berkompeten yang dianggap mampu memberikan gambaran dan informasi yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini.
37
2. Observasi Teknik ini dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan di lapangan terhadap objek yang diteliti terkait dengan penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan ketertiban umum.
2) Prosedur Pengolahan Data
a. Editing data, yaitu data yang didapatkan dari penelitian diperiksa dan diteliti kembali untuk mengetahui apakah data yang di dapat itu sudah sesuai dengan pokok bahasan penelitian ini. Sehingga dapat terhindar dari adanya kesalahan data dan kebenaran data yang di terima serta relevansi bagi penelitian. b. Interprestasi data, yaitu menghubungkan data-data yang diperoleh sehingga menghasilkan suatu uraian yang kemudian dapat ditarik kesimpulan c. Sistematisasi data, yaitu proses penyusunan dan penempatan sesuai dengan
pokok permasalahan secara sistematis sehingga memudahkan
untuk menganalisis data. Sehingga mempermudah dalam membuat kesimpulan dari penelitian di lapangan dengan suatu interprestasi, evaluasi dan pengetahuan umum. Setelah analisis data kesimpulan terakhir dilakukan dengan metode induktif yaitu berdasarkan fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan yang bersifat khusus.36
36
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2007, hlm. 27-28
38
E. Analisis Data Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu menguraikan data dalam bentuk kalimat yang disusun secara sistematik kemudian dianalisis dengan bentuk kalimat yang disusun secara sistematika, kemudian diinterprestasikan dengan melandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti sehingga akan mendapatkan gambaran yang jelas dan terang dalam pokok bahasan sehingga akhirnya akan menuju pada suatu kesimpulan.
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa:
1. Penegakan hukum terhadap kejahatan ketertiban umum dalam kasus Zaskia Gotik telah dilakukan penyelidikan dan hasilnya ditingkatkan ke tahap penyidikan. Dilakukannya pemeriksaan saks-saksi yang terdiri dari 20 saksi, dan telah dilakukan juga pemeriksaan ahli dari Dewan Pers, kementrian hukum dan HAM, Ahli Bahasa, saksi ahli pidana. Dalam pemeriksaan tersebut ternyata laporan polisi yang dilaporkan tersebut tidak memenuhi unsur dari Pasal 57A jo. Pasal 68 Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara. Pada tanggal 23 Mei sampai dengan 31 Oktober kasus ini berjalan dan kasus ini diberhentikan ( SP3 ) tepat pada tanggal 31 Oktober 2016 terdapat kekuatan hukum tetap atau kepastian hukum, dihentikannya penyidikan dengan alasan tidak memenuhi unsur delik dan tidak cukup bukti sehingga kasus ini dihentikan. Penghentian penyidikan yang di atur Pasal 109 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP). Surat Keterangan (SK) Penghentian penyidikan nomor: SK.Tap/227/X/2016 Dit
76
Reskrimsus, 31 Oktober 2016 telah dihentikan karena tidak cukup bukti atau tidak sesuai dengan unsur Pasal 57A jo. Pasal 68 Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa dan lambang negara. Dalam statusnya menjadi Duta Pancasila Zaskia Gotik juga mengikuti berbabagai kegiatan-kegiatan, sebagai contoh kegiatan pembekalan Pancasila kepada pekerja seni di Nusantara V gedung DPR MPR RI. Kegiatan yang dilakukan oleh Zaskia gotik dilakukan untuk pengabdianya sebagai Duta Pancasila dan mengoptimalkan sebagai duta Pancasila yang ditunjuk oleh Ketua Fraksi PKB MPR RI Abdul Kardi Karding. Jadi duta yang melekat itu bukan hanya sekedar simbolisi tapi harus dilaksanakan secara rutin.
2. Dasar Hukum dalam kasus penghinaan lambang negara oleh Zaskia Gotik adalah Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 Pasal 57A jo. Pasal 68 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara. Ada 20 lebih saksi yang diperiksa oleh Penyidik Polda Metro Jaya. Ada saksi ahli hukum pidana, saksi ahli bahasa, Kementrian Hukum dan HAM, dan dari saksi ahli hukum pidana menyatakan perbuatan Zaskia Gotik terbukti tetapi bukan merupakan tindak pidana dan diwaktu senjangnya akan mengikuti kegiatan yang berhubungan dengannya yaitu sebagai Duta Pancasila. Para saksi mendatangi kantor Direktorat Cyber Crime Dit krimsus Polda Metro Jaya untuk memenuhi panggilan sebagai saksi sebagai warga negara yang baik, yang dimana setiap saksi-saksi diberikan 20 sampai 21 pertanyaan yang terkait dengan perkara Zaskia Gotik. Para saksi memberikan jawaban
77
dan keterangan sesuai yang ditanyakan. Para saksi bersifat koperatif dan memenuhi panggilan dari penyidik polda metro jaya.
B. Saran
Atas dasar kesimpulan tersebut maka penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Diharapkan adanya peraturan yang tegas didalam undang-undang khususnya pada kejahatan ketertiban umum. Penegakan hukum yang tidak tebang pilih. aparat penegak hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakan hukum secara menyeluruh dan adil. Sejauh ini hukum tidak saja dijalankan sebagai rutinitas belaka tetapi juga dipermainkan seperti barang dagangan. Hukum seharusnya menjadi alat pembaharuan masyarakat.
2. Dihimbaukan kepada setiap acara-acara televisi yang disiarkan langsung maupun tidak langsung dapat menyiarkan acara yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku, serta khususnya tidak menjadikan Pancasila sebagai bahan lelucon. Komisi penyiaran Indonesia juga lebih teliti dalam memeriksa progam-progam yang akan disiarkan di televisi
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Amrudin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Andrisman. Tri. 2011. Delik Tertentu Dalam KUHP. Universitas Lampung. Bandar Lampung ---------- 2013. Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia Serta Perkembangannya Dalam Konsep KUHP 2013. Anugrah Utama Raharja. Bandar Lampung Apeldoorn. Van L.J M.r. 2001. Pengantar Ilmu Hukum . PT Pradnya Paramita. Jakarta Chazawi. Adami. 2010. Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan dan Batas berlakunya Hukum Pidana. PT Grafindo Persada. Jakarta Fuady. Munir. 2009. Sejarah Hukum. Ghalia Indonesia. Bogor Firganeti. dan Dewi. Erna. 2014. Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Dinamika dan Perkembangan). Graha Ilmu. Bandar Lampung Gumilang. A. 1991. Kriminalistik Pengetahuan Tentang Teknik dan Taktik Penyidikan. Angkasa. Bandung Halim. Ridwan. A. 1982. Hukum Pidana Dalam Tanya Jawab. Ghalia Indonesia. Jakarta Hamzah. Andi. 2008. Asas-asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta Irianto. Tata. 2004. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta Kansil. C.S.T dan Kansil. S.T. 2011. Pengantar Ilmu Hukum Indonesia. PT Rineka Cipta. Jakarta Kelsen. Hans. 2006. Teori Hukm Murni Dasar-dasar Ilmu Hukun Normatif. Nusamedia dan Nuansa. Bandung
Lamintang. P.A.F dan Lamintang. Theo. 2010. Delik-delik Khusus Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara. Sinar Grafika. Jakarta Moeljatno. 1984. Azas-azas Hukum Pidana. Bina Aksara. Jakarta Remmelink. Jan. 2003. Hukum Pidana. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Rizki. Budi dan Fatonah. Rini. 2014. Studi Lembaga Penegakan Hukum. Justice Publisher. Bandar Lampung Ronto. 2012. Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara. Balai Pustaka. Jakarta Saleh. Roeslan. 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. PT Aksara. Jakarta S. H. Salim. 2010. Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum. Rajawali. Jakarta Simanjuntak. B. dan Pasaribu. I. L. 1984. Kriminologi. Tarsito. Bandung Soekanto. Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press Alumni. Bandung Soekanto. Soerjono 1983. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegak Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta Sugono. Bambang. 2007. Metode Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta Warasih. Esmi. 2005. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis. Suryandaru Utama. Semarang Wignjosoebroto. Soetandyo. 2013. Hukum Dalam Masyarakat. Graha Ilmu. Yogyakarta
B. Dokumen-dokumen Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, lambang negara, dan bahasa Undang-Undang RI nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran
C. Media Elektronik Hukum Online.com, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56ec10de8cb12/ini-kata-pakar pidana-soal-kasus-zaskia-gotik. Diakses jumat 18 maret 2016. https://www.youtube.com/watch?v=dbfILIB8tpc , Zaskia Gotik di Angkat Menjadi Duta Pancasila, Kabar Malam Tv one
Kompas.com Google.co.id/amp/entertainment.kompas.com/4738310/Zaskia.Gotik.Dipil ih.Duta.Pancasila., diakses pada Jumat 7 April 2016 oleh Andi Muttya Ketteng Pangeran