ANALISIS NILAI BUDAYA BABAD BANYUURIP DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI KELAS X SMA Oleh: Elia Junitasari Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purworejo Email:
[email protected] ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) wujud nilai budaya yang terkandung dalam Babad Banyuurip di Kabupaten Purworejo, (2) hubungan antarunsur wujud nilai budaya Babad Banyuurip, dan (3) relevansi hasil analisis wujud nilai budaya Babad Banyuurip sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas X SMA. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Objek penelitian ini adalah analisis nilai budaya Babad Banyuurip yang dituturkan oleh masyarakat Desa Banyuurip dan buku Serat Babad Banyuurip karya R.H. Oteng Suherman. Fokus penelitian ini adalah nilai-nilai budaya Babad Banyuurip sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas X SMA. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Instrumen penelitian ini adalah penulis sebagai peneliti. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pengamatan, wawancara, dan dokumen sebagai pelengkap. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis model interaktif meliputi tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Dalam penyajian hasil analisis, penulis menggunakan teknik penyajian informal. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) wujud nilai budaya yang terkandung dalam Babad Banyuurip, yaitu: (a) peralatan kehidupan manusia: balai pasewakan keraton, kuda hitam, keris, kandang besi, rakit batang pisang, dan bara/alat penangkap ikan; (b) mata pencaharian: petani, pencari ikan, dan pande besi; (c) sistem kemasyarakatan: subsistem sosial, subsistem kekerabatan dan hukum, subsistem kekerabatan, subsistem politik, subsistem kekerabatan dan sosial; (d) sistem bahasa dan sastra (kisah cerita legenda terjadinya nama-nama desa seperti Desa Banyuurip, Pagak, Jatiprobo, Besuki, Ngadimerta, Krumpyung, Bathang, Candi, Kedhungdawa, Liwung, dan Bara); (e) kesenian: gamelan; (f) sistem pengetahuan: sistem pengetahuan sosial, kesehatan, kepercayaan, dan peralatan; (g) sistem religi: bertapa, bersamadi, penggunaan aji-aji dan keris; (2) hubungan antarunsur terjalin erat, sehingga membentuk satu kesatuan cerita yang padu; (3) cerita Babad Banyuurip dapat direlevansikan sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas X SMA karena di dalamnya dapat memberikan pesan nilai kehidupan dalam bermasyarakat bagi siswa. Kata kunci: Nilai budaya, Babad Banyuurip, Bahan pembelajaran sastra.
PENDAHULUAN Salah satu bentuk karya sastra prosa lama adalah legenda berupa babad. Babad sering ditulis dalam bentuk puisi (tembang), namun membentangkan bentuk kisahan atau naratif (Afendy, 2011: 80-81). Babad berupa legenda ini tersebar luas di kalangan masyarakat sebagai bagian dari kebudayaan rakyat. Secara istilah kebudayaan berasal dari kata buddhayah (Sansekerta) berarti budi atau akal, sedangkan dalam bahasa Inggris, sebagai culture, diturunkan dari akar kata colere berarti mengolah, mengerjakan (Koentjaraningrat, 2002: 9). Sebagai bagian dari kebudayaan rakyat,
legenda erat kaitannya dengan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Salah satunya adalah cerita Babad Banyuurip yang terdapat di Kabupaten Purworejo. Unsur nilai budaya yang terkandung dalam Babad Banyuurip dapat dimanfaatkan oleh generasi muda untuk tetap melestarikan warisan kebudayaan lokal. Sebagaimana apa yang diyakini oleh Ratna (2011: 93) bahwa di masa kontemporer di dalamnya manusia seolah-olah sudah tiba pada puncak perkembangan ilmu, di situlah tampak titik lemah bahwa manusia harus kembali melihat ke belakang, ke masa lampau, pada alam semesta sebagai tempat berpijak, dan akhirnya pada kebesaran Sang Maha Pencipta. Oleh karena itu, dibutuhkanlah sistem yang dapat menuntun masyarakat agar dapat menemukan kembali kekuatan budaya yang pernah dimiliki, salah satunya melalui dimensi pendidikan. Pendidikan dalam hal ini terlihat pada proses pembelajarannya, membutuhkan peran pendidik. Ada pendidik yang belum dapat memanfaatkan keberadaan cerita Babad Banyuurip sebagai alternatif bahan pembelajaran sastra. Permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini adalah bagaimanakah wujud nilai budaya yang terkandung dalam Babad Banyuurip, hubungan antarunsur wujud nilai budaya, dan relevansinya sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas X SMA. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan wujud nilai budaya yang terkandung dalam Babad Banyuurip, hubungan antarunsur wujud nilai budaya, dan relevansi hasil analisis wujud nilai budaya Babad Banyuurip sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas X SMA. Koentjaraningrat mengemukakan bahwa ada tujuh jenis kebudayaan yang, yaitu: (1) peralatan kehidupan manusia; (2) mata pencaharian; (3) sistem kemasyrakatan; (4) sistem bahasa dan sastra; (5) kesenian; (6) sistem pengetahuan; dan (7) sistem religi (Ratna, 2011:395). Teori Koentjaraningratlah yang digunakan penulis dalam penelitian ini. Penulis juga mengambil teori yang digunakan oleh Rahmanto (2005, 27-31) mengenai tiga aspek yang dapat dipertimbangkan dalam memilih bahan pengajaran sastra yaitu: bahasa, psikologi, dan latar belakang budaya untuk dapat merelevansikan hasil analisis sebagai bahan pembelajaran sastra. Sehubungan dengan cerita Babad Banyuurip sebagai bagian dari cerita lama, penulis mengambil teori folklore dari Endraswara (2006: 58) yang mengemukakan bahwa folklore adalah salah satu bentuk tradisi rakyat.
Pembelajaran sastra dapat dilakukan dengan model pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching
and
Learning/CTL),
inquiry,
dan
learning
community.
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang dirancang agar siswa mampu mengaitkan apa yang dipelajari dengan konteks kehidupan sehari-hari dengan berbagai strategi belajar yang bervariasi (Sufanti, 2012: 37). Inquiry/Inkuiri adalah kegiatan inti dari pembelajaran kontekstual yaitu menemukan (Sufanti, 2012: 39). Oleh karena itu, hasil belajar siswa berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperolehnya sendiri melalui serangkaian aktivitas temuan tersebut sangat melekat di benak siswa. Adapun learning community/masyarakat belajar menyarankan pada kegiatan bekerja sama dengan orang lain. Artinya, pembelajaran dikemas dalam bentuk sharing pendapat antarteman, diskusi dalam kelompok-kelompok, saling membantu dalam kerja sama sehingga menghasilkan temuan yang bermakna baik untuk individu maupun untuk kelompok (Sufanti, 2012: 40). METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Objek penelitian ini adalah analisis nilai budaya Babad Banyuurip yang dituturkan oleh masyarakat Desa Banyuurip dan buku Serat Babad Banyuurip karya R.H. Oteng Suherman. Fokus penelitian ini adalah nilai-nilai budaya Babad Banyuurip sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas X SMA. Sumber data adalah subjek penelitian dari mana data diperoleh (Arikunto, 2013: 172). Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah informan yang bertanggung jawab, benar-benar mengetahui, menguasai, dan banyak terlibat dalam kegiatan yang diteliti seperti kepala bidang dinas kebudayaan Kabupaten Purworejo, dan sesepuh Desa Banyuurip yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara. Penentuan informan di atas, dilakukan menggunakan teknik snowball sampling, yaitu berdasarkan informasi informan sebelumnya untuk mendapatkan informan berikutnya sampai mendapatkan “data jenuh” (tidak terdapat informasi baru lagi). Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar (Sugiyono, 2010: 300). Penelitian ini dilaksanakan di Desa Banyuurip, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo. Desa Banyuurip mempunyai lokasi yang strategis, karena terletak 7 km dari pusat kota.
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari sampai bulan Juni 2015. Kegiatan penelitian
meliputi
observasi
awal,
penyusunan
instrumen,
izin
penelitian,
pengumpulan data, analisis dan verifikasi data, serta penyusunan laporan penelitian. Adapun instrumen penelitian ini adalah penulis sebagai peneliti. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pengamatan, wawancara, dan dokumen sebagai pelengkap. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis model interaktif meliputi tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Dalam penyajian hasil analisis, penulis menggunakan teknik penyajian informal.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa wujud nilai budaya yang terkandung dalam Babad Banyuurip adalah (a) peralatan kehidupan manusia (balai pasewakan keraton, kuda hitam, keris, kurungan grogol/kandang terbuat dari besi, rakit dari batang pisang, bara/alat penangkap ikan), (b) mata pencaharian (petani, pencari ikan, pande besi), (c) sistem kemasyarakatan (subsistem sosial, subsistem kekerabatan dan hukum, subsistem kekerabatan, subsistem politik, subsistem kekerabatan dan sosial), (d) sistem bahasa dan sastra (kisah cerita legenda terjadinya nama-nama desa seperti Desa Banyuurip, Pagak, Jatiprobo, Besuki, Ngadimerta, Krumpyung, Bathang, Candi, Kedhungdawa, Liwung, dan Bara), (e) kesenian (gending ‘gamelan’), (f) sistem pengetahuan (sistem pengetahuan sosial, kesehatan, kepercayaan, peralatan), dan (g) sistem religi (keyakinan adanya kegiatan bertapa, bersamadi, penggunaan aji-aji dan keris sebagai benda pusaka). Wujud nilai budaya di atas saling berhubungan dan terpadu. Hal ini terlihat dari adanya hubungan antarunsur di dalamnya seperti hubungan sistem peralatan dengan sistem mata pencaharian, hubungan sistem sastra dengan sistem peralatan, hubungan sistem sastra dengan sistem religi, dan hubungan sistem pengetahuan dengan sistem peralatan. Analisis wujud nilai budaya di dalam cerita Babad Banyuurip memiliki relevansi sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas X SMA karena sesuai dengan materi pokok, kompetensi inti, dan kompetensi dasar (3.5 membandingkan karakteristik prosa lama dan baru serta mengapresiasinya, 4.5 menginterpretasi isi prosa lama dan baru) yang terdapat dalam silabus Bahasa dan Sastra Indonesia (Ilmu Peminatan Bahasa dan
Budaya) kelas X Semester 1. Dalam hal ini, peneliti hanya mengambil prosa lama berupa Babad Banyuurip. Implementasi pembelajaran analisis nilai budaya cerita Babad Banyuurip disesuaikan dengan kurikulum 2013 berbasis kontekstual yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata. Materi cerita Babad Banyuurip mengandung unsur nilai budaya nyata yang tersebar di kalangan masyarakatnya sehingga ini dapat dijadikan sebagai alternatif pemilihan bahan pembelajaran sastra. Dilihat dari segi bahasa dan latar belakang budaya yang digunakan dalam cerita berwujud bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang telah tersebar baik melalui cerita lisan maupun tulis di Kabupaten Purworejo. Dilihat dari segi psikologi, unsur cerita seperti romantis, imajinatif, dan realistis sesuai dengan tahap perkembangan anak SMA usia 15-16 tahun yang sangat berminat pada realitas tanpa melupakan romantisme dan imajinatif. Oleh karena itu, mereka berusaha untuk memahami masalah-masalah kaitannya dengan nilai budaya yang ada dalam cerita Babad Banyuurip sebagai pengilhaman dari kenyataan kehidupan. Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa melalui sastra, siswa dapat menjadi bagian dari solusi pemecahan masalah masyarakat di lingkungan sekitar. Metode yang digunakan dalam pembelajaran sastra yakni Inquiry/Discovery Learning dan Learning community. Proses belajar mengajar meliputi kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Evaluasi diberikan dalam bentuk tes penilaian diri dan observasi (kompetensi sikap), tes tertulis dan tes lisan (kompetensi pengetahuan), serta proyek (kompetensi keterampilan). SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan hasil pembahasan data pada cerita Babad Banyuurip, dapat disimpulkan bahwa kesesuaian nilai budaya Babad Banyuurip sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas X SMA terletak pada materi pokok, kompetensi inti, dan kompetensi dasar (3.5 membandingkan karakteristik prosa lama dan baru serta mengapresiasinya, 4.5 menginterpretasi isi prosa lama dan baru) yang terdapat dalam silabus Bahasa dan Sastra Indonesia (Ilmu Peminatan Bahasa dan Budaya) kelas X Semester 1. Selain itu, kesesuaian analisis nilai budaya Babad Banyuurip terletak pada aspek bahasa, psikologi, dan latar belakang budaya. Dari segi bahasa, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan bahasa Jawa, dari segi psikologis , unsur cerita seperti romantis, imajinatif, dan realistis sesuai dengan tahap perkembangan anak SMA
usia 15-16 tahun yang sangat berminat pada realitas tanpa melupakan romantisme dan imajinatif, dan dari segi latar belakang budaya, budaya yang digunakan dalam cerita berwujud bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang telah tersebar baik melalui cerita lisan maupun tulis di Kabupaten Purworejo. Dalam hal ini, peneliti hanya mengambil prosa lama berupa Babad Banyuurip. Implementasi pembelajaran analisis nilai budaya cerita Babad Banyuurip disesuaikan dengan kurikulum 2013 berbasis kontekstual yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata. Berdasarkan penelitian tersebut, penulis memberikan saran sebagai berikut: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi para pemuda khususnya untuk lebih meningkatkan kepedulian terhadap sejarah masa lampau sebagai warisan budaya lokal, sementara itu pembaca pada umumnya diharapkan dapat meneladani nilai budaya yang terkandung dalam cerita untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Endraswara, Suwardi. 2006. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Koentjaraningrat. 2002. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia. Rahmanto, B. 2005. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Antropologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sufanti, Main. 2012. Strategi Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Surakarta: Yuma Pustaka. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suherman,Oteng. 2015. Serat Babad Banyuurip. Purworejo: Srirono. Widayat, Afendy. 2011. Teori Sastra Jawa. Yogyakarta: Kanwa Publiser.