ANALISIS MODEL SIKAP: HUBUNGAN PERSEPSI, AFEKTIF, DAN PREFERENSI TERHADAP MINAT BELI PAKAIAN BATIK
METHA DJUWITA SUPRIATNA
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRACT METHA DJUWITA SUPRIATNA. An Analysis of Attitude Model: Relationships among Perception, Affective, Preference, and Intention to Buy Batik Clothing. Thesis Advisor: UJANG SUMARWAN and RETNANINGSIH. The objectives of the study were to analyze the attitude model of relationships among perception, affective, preference, and intention to buy batik clothing variables. Survey method of cross sectional design was employed by selecting 350 undergraduate students of Bogor Agricultural University as respondents. Pearson correlation test was used to analyze the relationships among perception, affective, preference, and intention to buy variables. The Conjoint analysis was utilized to analyze respondents’ preferences toward batik clothing. The results of regression analysis showed that perception was not significant. In influencing intention to buy batik clothing, whereas affective and preference variables significantly affected intention to buy batik clothing. Keywords: batik cloth, attitude, perception, affective, preferences, intention to buy
ABSTRAK Analisis Model Sikap: Hubungan Persepsi, Afektif, dan Preferensi terhadap Minat Beli Pakaian Batik Metha Djuwita Supriatna, Ujang Sumarwan, Retnaningsih Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis model sikap, terkait dengan hubungan antara variabel persepsi, afektif, preferensi, dan minat beli pakaian batik. Metode survey dari disain cross sectional study ini dilakukan dengan menggunakan 350 mahasiswa Institut Pertanian Bogor sebagai responden. Uji korelasi Pearson digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel persepsi, afektif, preferensi, dan minat beli pakaian batik. Analisis Conjoint digunakan untuk menganalisis preferensi contoh terhadap pakaian batik. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa persepsi tidak berpengaruh secara signifikan. Terkait dengan hal yang berpengaruh terhadap minat beli pakaian batik, variabel afektif dan preferensi berpengaruh secara signifikan terhadap minat beli pakaian batik. Kata kunci: pakaian batik, sikap, persepsi, afektif, preferensi, minat beli
RINGKASAN Metha Djuwita Supriatna. Analisis Model Sikap: Hubungan Persepsi, Afektif, dan Preferensi terhadap Minat Beli Pakaian Batik. Dibimbing oleh UJANG SUMARWAN dan RETNANINGSIH. Maraknya penggunaan batik di Indonesia setelah dikukuhkannya batik sebagai representative list of intangible cultural heritage yang berasal dari Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan akan tingkat kesukaan pakaian batik yang semakin meningkat. Adanya keinginan konsumen untuk memiliki pakaian batik ditunjukkan dengan perilaku minat beli konsumen terhadap pakaian batik. Akan tetapi, hadirnya batik impor di pasaran dengan harga yang cenderung lebih murah membuat persaingan antara pakaian batik lokal dan batik impor kian ketat. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model sikap yang terkait dengan hubungan persepsi, afektif, dan preferensi terhadap minat beli pakaian batik. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis persepsi dan afektif mahasiswa terhadap pakaian batik, (2) menganalisis preferensi mahasiswa terhadap atribut batik, (3) menganalisis minat beli mahasiswa terhadap pakaian batik, (4) menganalisis hubungan persepsi, afektif, dan preferensi mahasiswa terhadap minat beli pakaian batik, (5) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli pakaian batik. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional study. Tempat penelitian dipilih secara purposive, yaitu di kampus IPB Dramaga. Penelitian dilakukan dari bulan Mei-Agustus 2011. Metode pemilihan contoh yang digunakan adalah convenience sampling dengan jumlah contoh 350 orang. Banyaknya jumlah contoh pada setiap departemen dikategorikan secara proportional. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui pengisian kuesioner yang meliputi data karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, asal daerah, uang saku, besar keluarga, pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua, suku), afektif, persepsi, preferensi, dan minat beli. Data sekunder diperoleh dari direktorat Administrasi dan Pendidikan berupa data jumlah mahasiswa IPB. Data yang diperoleh kemudian melalui proses coding, scoring, entrying, cleaning dan analyzing menggunakan program Microsoft Excel 2007, SPSS versi 16,0 for windows, dan SAS versi 9.1, dengan jenis analisis statistik yaitu analisis deskriptif, tabulasi silang (crosstabs), uji beda Independent sample t-test, analisis Conjoint, uji korelasi Pearson dan Spearman, serta uji regresi linear berganda. Contoh memiliki sebaran usia yang tergolong pada kategori dewasa awal (18-24 thn), rata-rata uang saku contoh Rp 771.000,00, dan persentase terbesar contoh berasal dari daerah kota Bogor dan Depok (26,9%). Berdasarkan profil data contoh, pekerjaan ayah didominasi oleh PNS (35,1%), sedangkan pekerjaan ibu didominasi oleh ibu rumah tangga (51,7%). Hampir separuh contoh (46,3%) merupakan keluarga sedang dan hampir separuh contoh (46,0%) merupakan keluarga kecil. Mengacu pada garis kemiskinan Kota Jawa Barat, rata-rata pendapatan keluarga berada di atas garis kemiskinan. Kemudian, hampir separuh contoh (40,3%) merupakan suku jawa. Hasil uji beda t-test terhadap karakteristik contoh dan karakteristik keluarga antara contoh perempuan dan lakilaki menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara jenis pekerjaan ibu (pvalue=0,048). Berdasarkan hasil penelitian, contoh cenderung memiliki persepsi yang baik terhadap pakaian batik. Hal tersebut dapat terlihat dari jawaban contoh pada
sebelas item pertanyaan yang tersebar merata pada jawaban setuju dan juga dapat dilihat dari nilai rata-rata contoh yang mayoritas cenderung pada kategor jawaban setuju. Afektif contoh terhadap pakaian batik pun cenderung positif. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata jawaban contoh yang mayoritas termasuk dalam kategori positif. Akan tetapi, masih terdapat contoh yang kurang setuju dengan item yang berkaitan dengan sumber uang yang digunakan untuk membeli pakaian batik, serta jumlah pakaian batik minimum yang harus dimiliki oleh contoh. Hasil analisis Konjoin menunjukkan preferensi mahasiswa terhadap kombinasi atribut pakaian batik. Adapun kombinasi yang disukai oleh contoh yaitu pakaian batik dengan harga kurang dari Rp 100.000,00, dengan model pakaian batik formal (jas/blazer/dress/kemeja/atasan), berbahan kain sutera, serta bermotifkan motif nongeometris yang dapat berupa motif binatang, tumbuhtumbuhan, atau motif makhluk hidup lainnya. Kemudian, hasil penelitian pun menunjukkan bahwa minat beli contoh terhadap pakaian batik dapat dikatakan baik, dilihat dari nilai rata-rata kategori contoh terhadap item pertanyaan minat beli yang cenderung setuju. Namun, masih terdapat jawaban contoh yang mayoritas kurang setuju pada item pernyataan yang berkaitan dengan apakah pakaian batik merupakan jenis pakaian pertama yang dicari oleh contoh saat mengunjungi tempat perbelanjaan, serta apakah contoh mau menyisihkan uangnya untuk membeli pakaian batik. Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara skor persepsi, afektif, preferensi, dan minat beli contoh terhadap pakaian batik, baik pada contoh laki-laki dan perempuan. Hasil uji korelasi Pearson yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara minat beli pakaian batik dengan persepsi, afektif, dan preferensi menunjukkan bahwa variabel persepsi (p-value=0,000; r=0,405), afektif (pvalue=0,000; r=0,559), dan preferensi (p-value=0,000; r=0,224) memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan minat beli. Kemudian pengujian faktorfaktor yang berpengaruh terhadap minat beli pakaian batik menghasilkan nilai koefisien determinasi yang telah disesuaikan (Adjusted R Square) sebesar 0,328. Sebesar 32,8 persen variabel dependen minat beli pakaian batik dijelaskan oleh variabel independen, dan sisanya sebesar 67,2 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel independen. Hasil uji analisis regresi linear kemudian menunjukkan bahwa dari 7 faktor yang menjadi variabel independen (usia, jenis kelamin, uang saku, suku, persepsi, afektif, dan preferensi), terdapat dua variabel yang mempengaruhi minat beli, yaitu variabel afektif, dan preferensi. Kata kunci: pakaian batik, sikap, persepsi, afektif, preferensi, dan minat beli.
ANALISIS MODEL SIKAP: HUBUNGAN PERSEPSI, AFEKTIF, DAN PREFERENSI TERHADAP MINAT BELI PAKAIAN BATIK
METHA DJUWITA SUPRIATNA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga Dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Model Sikap: Hubungan Persepsi, Afektif, dan Preferensi terhadap Minat Beli Pakaian Batik adalah adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2011
Metha Djuwita Supriatna NIM. I24070037
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institusi Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya.
Judul
:
Nama NIM
: :
Analisis Model Sikap: Hubungan Persepsi, Afektif, dan Preferensi terhadap Minat Beli Pakaian Batik Metha Djuwita Supriatna I24070037
Disetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc. Pembimbing I
Ir. Retnaningsih, M.Si. Pembimbing II
Diketahui Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc.
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan anugrah yang tidak terkira sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Model Sikap: Hubungan Persepsi, Afektif, dan Preferensi terhadap Minat Beli Pakaian Batik”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Pada saat penyusunan skripsi ini penulis tidak terlepas dari berbagai
kendala, namun atas kemudahan dari Allah SWT serta bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Atas dedikasi yang telah diberikan oleh berbagai pihak tersebut, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc. dan Ir. Retnaningsih, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih atas bantuan dan bimbingannya dalam bidang akademik selama penulis menjadi mahasiswa di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. 3. Irni Rahmayani Johan, S.P., M.M. selaku dosen penguji skripsi. 4. Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc. selaku Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang selalu memberikan dukungan dan perhatian kepada mahasiswa IKK. 5. Para dosen dan staf Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen atas bantuan dan kerjasamanya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik. 6. Kedua orang tua penulis Rachmat Supriatna, S.H., M.M. dan Riny Rachman serta adik penulis Riana Nur Qinthara dan Zakha Rakha Muzakky yang tidak henti-hentinya mendukung, menyemangati, dan memberikan doa yang tulus kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 7. Teman seperjuangan Karnila Sari dan Ruri Setianti yang saling membantu dan memberikan dukungan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
8. Teman-teman dan sahabat terbaik yang selalu membantu, mendorong, dan menyemangati: Arisa Widiastuti, Nadia Tiara Putri, Khaerunnisa, Atirah, Tri Yulianti, Ayunda Windyastuti, Agus Surachman, Danni Ariansyah, Syaeful Bahri, Ricfandi, M. Febriozo, Bagus Rudiono. 9. Andy Nurdiansyah atas dukungan dan semangat yang diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 10. Teman-teman IKK khususnya angkatan 44 dan seluruh angkatan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan, dorongan, dan kebersamaannya selama ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada. Harapan penulis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Oktober 2011
Metha Djuwita Supriatna
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ......................................................................................................... v DAFTAR TABEL .................................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... viii PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 Latar Belakang......................................................................................... 1 Perumusan Masalah ................................................................................ 3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4 Kegunaan Penelitian................................................................................ 5 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 7 Perilaku Konsumen.................................................................................. 7 Model Sikap. ............................................................................................ 8 Persepsi ................................................................................................... 9 Afektif ....................................................................................................... 11 Preferensi ................................................................................................ 12 Minat Beli ................................................................................................. 13 Hasil Penelitian Terdahulu ....................................................................... 15 KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................... 21 METODOLOGI PENELITIAN .............................................................................. 25 Disain, Lokasi, dan Waktu ....................................................................... 25 Teknik Pengambilan Contoh dan Jumlah Contoh ................................... 25 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ......................................................... 28 Pengolahan dan Analisis Data................................................................. 31 Definisi Operasional................................................................................. 39 HASIL DAN PEMBAHASAN… ............................................................................ 41 Hasil ......................................................................................................... 41 Gambaran Umum Industri Batik ..................................................... 41 Karakteristik Contoh ....................................................................... 42 Karakteristik Keluarga .................................................................... 45 Persepsi Terhadap Pakaian Batik .................................................. 49 Afektif Terhadap Pakaian Batik ...................................................... 51 Preferensi Terhadap pakaian Batik ................................................ 53 Minat Beli Terhadap Pakaian Batik ................................................ 54 Hubungan Antar Variabel Penelitian .............................................. 56 Hubungan Antara Minat Beli dengan Variabel Penelitian ............... 59 Hubungan Antara Karakteristik Contoh dan Karakteristik Keluarga dengan Variabel Penelitian ............................................. 60 Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Persepsi Pakaian Batik................................................................................................ 61 Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Afektif Pakaian Batik................................................................................................ 62 Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Preferensi Pakaian Batik................................................................................................ 63 Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Minat Beli Pakaian Batik................................................................................................ 65 Pembahasan ............................................................................................ 66 Keterbatasan Penelitian. .......................................................................... 75
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................... 77 Kesimpulan ............................................................................................. 77 Saran....................................................................................................... 78 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 79 LAMPIRAN ......................................................................................................... 83
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jumlah contoh berdasarkan departemen ..................................................... 26 2. Jenis, bahan, dan cara pengumpulan data .................................................. 29 3. Variabel, definisi, jenis data, dan kategori data penelitian............................ 29 4. Atribut pakaian batik dan tarafnya ................................................................ 36 5. Cara analisis data ......................................................................................... 38 6. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ................................................. 43 7. Sebaran contoh berdasarkan uang saku...................................................... 44 8. Sebaran contoh berdasarkan asal daerah ................................................... 45 9. Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orangtua ............................... 46 10. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga (Rp/Kap/bl) ................. 47 11. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga .............................................. 48 12. Sebaran contoh berdasarkan suku keluarga ................................................ 49 13. Sebaran contoh menurut jawaban persepsi terhadap pakaian batik............ 50 14. Sebaran contoh berdasarkan kategori persepsi terhadap pakaian batik .............................................................................................................. 51 15. Sebaran contoh menurut jawaban afektif terhadap pakaian batik................ 52 16. Sebaran contoh berdasarkan kategori afektif terhadap pakaian batik .............................................................................................................. 53 17. Fungsi utilitas dan kepentingan relatif atribut pakaian batik ......................... 53 18. Sebaran contoh berdasarkan kategori preferensi terhadap pakaian batik .............................................................................................................. 54 19. Sebaran contoh menurut jawaban minat beli terhadap pakaian batik .............................................................................................................. 55 20. Sebaran contoh berdasarkan kategori minat beli terhadap pakaian batik .............................................................................................................. 56 21. Hubungan antara persepsi dan afektif terhadap pakaian batik .................... 56 22. Hubungan antara afektif dan preferensi terhadap pakaian batik .................. 57 23. Hubungan antara persepsi dan preferensi terhadap pakaian batik .............. 57 24. Hubungan antara persepsi dan minat beli pakaian batik.............................. 58 25. Hubungan antara afektif dan minat beli pakaian batik.................................. 59 26. Hubungan antara preferensi dan minat beli pakaian batik ........................... 59 27. Sebaran koefisien korelasi antara persepsi, afektif, preferensi dan minat beli ..................................................................................................... 60 28. Hubungan antara karakteristik contoh dengan variabel penelitian ............... 60 29. Hubungan antara karakteristik keluarga contoh dengan variabel penelitian ...................................................................................................... 61 30. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pakaian batik ............... 62 31. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap afektif pakaian batik ................... 63 32. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap preferensi pakaian batik............. 64 33. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap minat beli pakaian batik ............. 65
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Hubungan antara tiga komponen sikap. ....................................................... 9 2. Proses pembentukan persepsi ..................................................................... 10 3. Kerangka pemikiran sikap, persepsi, preferensi konsumen terhadap minat beli pakaian batik ................................................................. 23 4. Peningkatan tenaga kerja pada industri batik............................................... 42
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil reliabilitas kuesioner. ................................................................... 85 2. Koefisien korelasi antar variabel ........................................................... 86 3. Hasil uji korelasi Pearson antara karakteristik contoh dan karakteristik keluarga dengan variabel penelitian ..................................................... 87 4. Hasil uji korelasi Spearman antara karakteristik contoh dan karakteristik keluarga dengan variabel penelitian ................................. 91 5. Hasil analisis Conjoint........................................................................... 95 6. Hasil uji regresi linear berganda ........................................................... 97
PENDAHULUAN Latar Belakang Pada tahap pembelian, konsumen seringkali menggunakan persepsi, afektif (perasaan), serta preferensinya untuk memutuskan pembelian suatu produk. Besarnya pengaruh persepsi, afektif (perasaan), dan preferensi terhadap pembelian suatu produk mengindikasikan pentingnya bagi pemasar dan produsen untuk memahami persepsi, afektif (perasaan) serta preferensi konsumen tersebut. Selain para pemasar dan produsen, lembaga penggiat konsumen serta pemerintah pun berkepentingan untuk mengetahui hal tersebut dengan tujuan untuk mendidik dan melindungi konsumen dari praktek penjualan yang dapat merugikan konsumen. Hasil penelitian Yurita (2010), mengenai niat beli konsumen terhadap produk makanan ringan menyatakan bahwa variabel persepsi dan preferensi berpengaruh nyata terhadap niat beli. Studi mengenai persepsi, afektif (perasaan), dan preferensi itu sendiri sudah banyak dilakukan baik terhadap produk, maupun jasa, termasuk terhadap produk pakaian. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pimer manusia. Pakaian memiliki beragam jenis dan desain yang mengikuti perkembangan tren mode. Salah satu jenis pakaian yang kini sedang digemari oleh masyarakat yaitu pakaian batik. Batik merupakan salah satu warisan kebudayaan Indonesia. Istilah batik berasal dari bahasa Jawa, yaitu amba dan titik. Amba berarti kain, sedangkan titik memiliki arti cara memberi motif pada kain yaitu dengan membuat pola titiktitik dengan menggunakan malam cair (Sa’du 2010). Berdasarkan cara pembuatan motifnya, batik terbagi menjadi dua jenis yaitu batik tulis dan batik cap (Pelangi 2008). Pembuatan motif batik tulis dilakukan secara manual dengan tangan menggunakan alat yang disebut dengan canting. Bahan yang digunakan untuk batik tulis ini adalah bahan katun atau sutera yang memiliki kualitas yang baik. Oleh karena itu, batik jenis ini tergolong lebih memiliki harga jual yang cukup mahal dibandingkan dengan batik yang lain. Pembuatan motif pada batik cap dilakukan dengan menggunakan stempel yang memiliki motif tertentu pada permukaannya. Teknik tersebut memungkinkan para pengrajin batik untuk memproduksi batik dalam jumlah yang banyak. Pada tahun 2008, batik sempat menimbulkan polemik bagi bangsa Indonesia. Polemik ini muncul akibat adanya klaim dari negara tetangga yang
2 mengakui
kepemilikan
atas
batik
tersebut.
Sebagai
upaya
dalam
mempertahankan aset budaya bangsa, pemerintah Indonesia pun berusaha mendaftarkan batik pada badan dunia UNESCO sebagai representative list of intangible cultural heritage. Puncaknya, pada tanggal 2 oktober 2009 batik dikukuhkan sebagai global cultural heritage yang berasal dari Indonesia. Kemudian pemerintah pun menetapkan hari tersebut sebagai Hari Batik Nasional. Adanya pengukuhan batik di mata dunia membuat warga Indonesia semakin bangga untuk menggunakan batik. Pengrajin batik pun kian kreatif mengembangkan inovasi produknya, baik dari segi desain, serta motifnya. Hal tersebut membuat persepsi konsumen akan batik menjadi semakin berkembang. Dahulu batik hanya digunakan sebagai pakaian yang identik dengan acara-acara resmi seperti rapat, dan pesta pernikahan, namun kini batik berkembang menjadi pakaian yang biasa digunakan baik untuk ke kampus, acara formal, nonformal, maupun untuk jalan-jalan santai. Bahkan dalam Peraturan Menteri No. 53 tahun 2009, batik ditetapkan sebagai salah satu pakaian dinas harian bagi pegawai negeri sipil di lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah. Hal tersebut cenderung mendorong konsumen, khususnya konsumen Indonesia untuk membentuk afktif atas batik menjadi lebih mencintai warisan budaya Indonesia ini. Maraknya
penggunaan
batik
di
Indonesia
menunjukkan
adanya
kecenderungan akan tingkat kesukaan konsumen terhadap batik yang semakin meningkat. Kini setidaknya masyarakat Indonesia memiliki satu pakaian batik diantara jenis pakaian lainnya. Adanya keinginan konsumen untuk membeli pakaian batik ditunjukkan dengan minat beli terhadap pakaian batik tersebut. Namun, bergabungnya Cina pada perdagangan bebas ASEAN (AFTA)
atau
yang lebih dikenal dengan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) mulai tanggal 1 Januari 2010 telah mengkhawatirkan banyak pihak, terutama kalangan produsen tekstil dalam negeri, khususnya produsen batik. Pasalnya Cina mampu menekan biaya pokok produksi serta biaya tenaga kerja yang memungkinkan Cina untuk dapat menawarkan harga produknya dengan harga yang jauh lebih murah. Sebuah kesepakatan di dalam ACFTA pun memberi banyak keuntungan bagi negara tirai bambu tersebut untuk mengefisienkan biaya distribusi. Kesepakatan yang dikenal dengan istilah Common Effective Preferential Tariff (CEPT) menekankan pada persetujuan akan pengurangan berbagai tarif impor
3 dan penghapusan hambatan non-tarif atas perdagangan dalam lingkup ASEAN dan Cina. Alhasil negara Cina pun semakin mampu menekan harga jual produknya. Beredarnya batik cina yang harganya cenderung lebih murah daripada batik lokal cukup memberikan dampak bagi penjualan batik lokal. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kecenderungan konsumen untuk membeli produk yang harganya lebih murah dan sesuai dengan daya belinya, sehingga pakaian batik dengan harga yang lebih murah cenderung diburu oleh para konsumen Indonesia. Di sisi lain, Indonesia memiliki batik asli yang merupakan warisan kebudayaan Indonesia yang syarat akan nilai-nilai budaya dan patut untuk dilestarikan. Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa, agar terlindung dari praktek penjualan seperti hal diatas, diperlukan pemahaman mengenai persepsi, afektif, dan preferensi terhadap pakaian batik, sehingga pemerintah dapat menyusun strategi untuk dapat memicu minat beli pakaian batik, serta membuat kebijakan yang yang terkait dengan pakaian batik. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat persepsi, afektif(perasaan), dan preferensi terhadap minat beli pakaian batik.
Perumusan Masalah Meningkatnya inovasi akan batik dari segi model dan motifnya, serta adanya kebanggaan masyarakat Indonesia untuk menggunakan pakaian batik telah mendorong kepopuleran akan batik. Adanya peningkatan inovasi tersebut membuat pakaian batik masuk dan populer di berbagai kalangan, termasuk generasi anak muda. Mahasiswa sebagai generasi muda yang cenderung mengenakan pakaian yang sesuai dengan perkembangan tren mode, membuat batik menjadi pakaian yang kian digemari. Selain itu, menurut Hurlock (1980), usia 18-24 th tergolong pada kategori dewasa awal yang cenderung memiliki perhatian kuat terhadap pakaian. Adanya kecenderungan mahasiswa untuk membeli produk yang murah dan sesuai dengan daya belinya membuat mahasiswa lebih memilih untuk membeli produk yang murah, tanpa memperhatikan asal usulnya. Seperti yang telah diketahui, hadirnya batik asal cina di pasar Indonesia yang harganya cenderung lebih murah dengan kualitas yang tidak jauh dari batik lokal, diiringi dengan rendahnya pengetahuan konsumen akan perbedaan antara batik lokal dan batik cina membuat batik asal cina cenderung lebih digemari. Hal tersebut
4 membuat persaingan antara produk batik lokal dan produk batik cina semakin ketat. Untuk dapat melestarikan warisan budaya ini serta meningkatkan kecintaan terhadap produk dalam negeri dengan membeli pakaian batik asli Indonesia, setidaknya harus diketahui terlebih dahulu bagaimana cara menarik minat beli pakaian batik dengan melihat tingkat kesukaan terhadap batik itu sendiri agar batik lokal menjadi dapat lebih diterima dengan melihatnya dari persepsi, afektif, dan preferensi terhadap minat beli pakaian batik. Berkaca pada faktor-faktor tersebut, penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaanpertanyaan berikut ini: 1. Bagaimana persepsi dan afektif mahasiswa terhadap pakaian batik? 2. Bagaimana preferensi mahasiswa terhadap atribut pakaian batik? 3. Bagaimana minat beli mahasiswa terhadap pakaian batik? 4. Bagaimana hubungan persepsi, afektif, dan preferensi mahasiswa terhadap minat beli pakaian batik? 5. Faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap minat beli pakaian batik?
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model sikap yang terkait dengan hubungan persepsi, afektif, dan preferensi mahasiswa terhadap minat beli pakaian batik
Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis persepsi dan afektif mahasiswa terhadap pakaian batik. 2. Menganalisis preferensi mahasiswa terhadap atribut batik. 3. Menganalisis minat beli mahasiswa terhadap pakaian batik. 4. Menganalisis hubungan persepsi, afektif, dan preferensi mahasiswa terhadap minat beli pakaian batik. 5. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli pakaian batik.
5 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini diantaranya adalah: 1. Peneliti/Mahasiswa Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pemahaman mengenai perilaku konsumen dalam minat beli terhadap produk pakaian batik, serta bagi pengembangan dan aplikasi ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah. 2. Bagi institusi pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah penelitian di bidang perilaku konsumen guna dijadikan referensi untuk penelitian yang berkaitan dengan pendidikan konsumen, serta menambah penelitian yang terkait dengan konsumen. 3. Konsumen Memberikan informasi mengenai persepsi, afektif, dan preferensi konsumen terhadap minat beli pakaian batik sehingga mahasiswa sebagai konsumen yang kritis serta dinilai memiliki kesadaran perilaku akan konsumsi pakaian batik asli Indonesia dapat melakukan sosialisasi guna pelestarian warisan budaya. 4. Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dalam merumuskan kebijakan
yang
terkait
dengan
penjualan
batik
lokal
untuk
dapat
meningkatkan penjualan terkait dengan pelestarian warisan budaya, sehingga pemerintah diharapkan dapat menetapkan kebijakan yang bersifat solutif.
TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Konsumen Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini (Engel, Blackwell, & Miniard 1994). Hawkins, Best, dan Coney (2001) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai studi terkait individu, kelompok, atau organisasi dan proses yang digunakan mereka dalam menyeleksi, menggunakan, dan menempatkan produk, jasa, pengalaman, atau ide menjadi alat pemuas kebutuhan dan dampaknya bagi konsumen dan masyarakat. Menurut Schiffman dan Kanuk (1983), perilaku konsumen adalah perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang sisa-sisa produk, jasa, dan ide, dimana mereka mengharapkan kebutuhannya terpenuhi melalui perilaku tersebut. Lebih lanjut oleh Solomon (2002), perilaku konsumen dapat diartikan sebagai kajian tentang proses-proses
yang
meliputi
pemilihan,
pembelian,
penggunaan,
atau
pembuangan sisa-sisa produk, jasa, ide, atau pengalaman untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan yang dilakukan secara individu atau kelompok. Studi mengenai perilaku konsumen tidak hanya berfokus kepada apa yang dibeli oleh kosumen, tetapi juga alasan mereka membeli, kapan, dimana, bgaimana mereka membelinya, dan sesering apa mereka melakukan pembelian (Schiffman dan Kanuk 1983). Penelitian mengenai perilaku konsumen dapat dilakukan dalam setiap fase proses konsumsi (sebelum pembelian, ketika membeli, dan setelah pembelian). Terdapat dua tipe konsumen, yaitu: 1. Konsumen pribadi. Membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, atau untuk penggunaan di dalam rumah tangga. 2. Konsumen organisasi. Membeli barang dan jasa untuk menjalankan organisasinya. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut
pada
saat
sebelum
membeli,
ketika
membeli,
menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan evaluasi.
menggunakan,
8 Model Sikap Sikap berguna bagi pemasaran dalam banyak cara. Sikap dapat digunakan untuk menilai keefektifan pemasaran, membantu mengevaluasi tindakan pemasaran sebelum dilaksanakan di dalam pasar, membentuk pangsa pasar, serta memilih pangsa target (Engel, Blackwell, & Miniard 1994). Menurut Sumarwan (2004), sikap konsumen merupakan faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen. Loudon dan Bitta (1984) mendefinisikan sikap sebagai perasaan seseorang terhadap objek (positif atau negatif, baik atau buruk, dan pro atau kontra). Sikap memiliki beberapa karakteristik penting, yaitu: (1) memiliki objek, (2) memiliki arah, intensitas, dan derajat, (3) memiliki struktur, dan (4) dapat dipelajari. Sumarwan (2004) mendefinisikan sikap sebagai ungkapan perasaan seorang konsumen tentang suatu objek apakah disukai atau tidak, dan sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut. Kepercayaan konsumen adalah pengetahuan konsumen mengenai suatu objek, atributnya, dan manfaatnya. Menurut allport, sikap adalah mempelajari kecenderungan memberikan tanggapan pada suatu objek atau kelompok objek baik disenangi atau tidak disenangi secara konsisten (Sutisna 2001). Engel, Blackwell, dan Miniard (1995b) menyatakan bahwa sikap memiliki tiga komponen, yaitu: (1) kognitif (pengetahuan), (2) afektif (perasaan), dan (3) konatif (tindakan). Katz (1960), diacu dalam Sumarwan (2004), mengemukakan empat fungsi dari sikap, yaitu utilitarian, mempertahankan ego, ekspresi nilai, dan pengetahuan. 1. Fungsi utilitarian (The Utilitarian Function) Seseorang menyatakan sikapnya terhadap suatu objek atau produk karena ingin memperoleh manfaat dari produk (rewards) tersebut atau menghindari produk (punishment) 2. Fungsi mempertahankan ego (The Ego-defensive Function) Sikap berfungsi untuk melindungi seseorang (citra diri) dari keraguan yang muncul dari dalam dirinya sendiri atau dari faktor luar yang mungkin menjadi ancaman bagi dirinya.
9 3. Fungsi ekspresi nilai (The Value-Expressive Function) Sikap berfungsi untuk menyatakan nilai-nilai, gaya hidup, dan identitas sosial seseorang. Sikap akan menggambarkan minat, hobi, kegiatan, dan opini dari seorang konsumen. 4. Fungsi pengetahuan (The Knowledge Function) Seringkali konsumen perlu tahu terlebih dahulu mengenai sebuah produk, sebelum ia menyukai kemudian membeli produk tersebut. Pengetahuan yang baik mengenai sebuah produk seringkali mendorong seseorang untuk menyukai produk tersebut. Setiadi (2008) menyatakan bahwa kepercayaan sikap, evaluasi merek, dan maksud untuk membeli merupakan tiga komponen sikap. Setiadi (2008) pun kemudian menjelaskan hubungan antara ketiga komponen sikap tersebut, dimana kepercayaan dan persepsi merupakan komponen kognitif dari sikap, komponen afektif berupa perasaan yang berhubungan dengan objek, dan konatif yang berkaitan dengan tindakan yang berupa keinginan untuk membeli (maksud beli). Hubungan antara ketiga komponen tersebut dijelaskan pada gambar di bawah ini. Komponen Kognitif
Komponen Afektif
Komponen Konatif Gambar 1 Hubungan antara tiga komponen sikap Hubungan antara ketiga komponen sikap tersebut mengilustrasikan hierarki pengaruh keterlibatan tinggi yaitu kepercayaan mempengaruhi perasaan, kemudian perasaan mempengaruhi maksud untuk membeli.
Persepsi Pengambilan keputusan dalam pembelian sebuah produk seringkali didasari oleh persepsi (Sumarwan 2004). Kotler (2000) mendefinisikan persepsi sebagai proses yang digunakan oleh seorang individu untuk memilih,
10 mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Menurut Schiffman dan Kanuk (1994), persepsi dapat digambarkan sebagai ‘bagaimana kita melihat dunia disekitar kita’. Dua individu mungkin menjadi subjek dalam menerima stimulus yang sama dan dalam kondisi yang sama pula, namun individu tersebut memiliki proses masing-masing dalam menyeleksi, mengorganisasi, dan menginterpretasi stimulus yang diterima bergantung pada kebutuhan, nilai, dan harapan dari masing-masing individu tersebut. Persepsi didefinisikan sebagai proses individu dalam menyeleksi, mengorganisasi, dan menginterpretasikan stimulus menjadi gambaran yang berarti dan koheren. Menurut Assael (1992), stimulus yang mempengaruhi respon individu dapat berupa aspek fisik, visual, atau komunikasi verbal. Terdapat dua tipe stimulus penting yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu stimulus lingkungan dan pemasaran. Stimulus pemasaran merupakan stimulus fisik yang didesain untuk mempengaruhi konsumen dan terdiri dari produk dan atribut dari produk itu sendiri. Stimulus lingkungan berupa pengaruh sosial dan budaya. Menurut Solomon (2002), persepsi didefinisikan sebagai proses dimana sebuah sensasi diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasi. Sensasi mengacu pada respon segera dari sensor penerima (mata, telinga, hidung, mulut, jari-jari) terhadap stimulus dasar, seperti cahaya, warna, suara, bau, tekstur. Dengan kata lain, input yang diterima oleh panca indera merupakan data mentah yang akan memulai proses persepsi. Stimulus Sensori
Penerima Sensori
Penglihatan
Mata
Suara
Telinga
Bau
Hidung
Rasa
Mulut
Tekstur
Kulit
Paparan
Perhatian
Interpretasi
Gambar 2 Proses pembentukan persepsi (Solomon 2002) Menurut Kotler dan Keller (2008), persepsi lebih penting dibandingkan dengan realitas, karena persepsi berpengaruh terhadap perilaku aktual konsumen. Terdapat tiga proses persepsi yang mempengaruhi perbedaan persepsi atas objek yang sama, yaitu: •
Perhatian selektif : proses menyaring stimulus.
11 •
Distorsi selektif
: kecenderungan menafsirkan informasi sehingga sesuai
dengan pra-konsepsi individu. •
Ingatan selektif
: kecenderungan individu untuk mengingat informasi yang
mendukung pandangan dan keyakinan pribadi. Menurut Hawkins, Best, dan Coney (2001), paparan terjadi ketika suatu stimulus datang ke dalam rangkaian syaraf sensor penerima individu. Perhatian terjadi ketika stimulus mengaktivasi satu atau lebih syaraf sensor penerima dan menghasilkan suatu sensasi yang dibawa ke otak untuk diproses. Sedangkan interpretasi adalah pengujian arti menjadi sensasi. Persepsi konsumen dapat digambarkan dengan kepercayaan konsumen terhadap suatu produk, atribut, dan manfaat produk ( Sumarwan 2004). Kepercayaan konsumen menyangkut kepercayaan bahwa suatu produk memiliki berbagai atribut, serta manfaat dari berbagai atribut tersebut. Oleh karena itu, kepercayaan terhadap produk akan berbeda di antara konsumen.
Afektif Loudon dan Bitta (1993) yang diacu dalam Hapsari (2010) menyatakan bahwa afektif terkait dengan perasaan emosional seseorang. Konsumen memilih tujuan menurut kriteria subyektif individu seperti pengungkapan rasa cinta, kebanggan, status, dan keamanan. Kecenderungan afektif menunjukkan delapan pengaruh utama pada perilaku konsumen, yaitu: 1. Tension reduction (Pengurangan ketegangan) Konsumen yang memiliki kebutuhan akan menghasilkan ketegangan jika mereka merasa tidak puas. Pada konteks ini, afektif digunakan untuk menghindari atau mengurangi keresahan atau tekanan yang disebabkan kebutuhan yang belum terpuaskan. 2. Self expression (Ekspresi diri) Afektif digunakan untuk menunjukkan identitas diri kepada orang lain. Afektif muncul untuk menggambarkan ekspresi terhadap produk. 3. Ego defensive (Pertahanan diri) Kebanyakan orang merasa bahwa berbagai situasi kehidupan yang muncul dapat mengancam ego mereka. Situasi ini menghasilkan rasa malu sosial, tantangan untuk perasaan harga diri, atau bentuk lain dari bahaya psikologis.
12 4. Reinforcement (Menguatkan) Konsumen
yang
dipengaruhi
oleh
motif
penguatan
memiliki
kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan situasi yang telah terbukti menguntungkan, dimana pengalaman dapat ikut mempengaruhi. 5. Assertion (Penegasan) Fokus dari penegasan ini, konsumen lebih berorientasi ke arah prestasi dan melebihi orang lain. Produk dan jasa layanan yang diperoleh merupakan suatu symbol kepuasan akan keberhasilan. 6. Affiliation (Keanggotaan) Terkait dengan motif yang menjadi dasar untuk berhubungan social dengan orang lain. 7. Identification (Pembentukan identitas) Afektif untuk membangun pengembangan identitas dan peran baru untuk meningkatkan konsep pribadi seseorang. 8. Modelling (Model) Berfokus pada kecenderungan untuk mengidentifikasi dan berempati dengan orang lain. Hal ini dapat menyebabkan perilaku yang meniru individu-individu tertentu.
Preferensi Kotler (2000), diacu dalam Anindita (2010), mendefinisikan preferensi sebagai pilihan suka atau tidak suka seseorang terhadap produk (barang dan jasa). Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen terhadap berbagai pilihan produk yang ada. Menurut Assael (1992), diacu dalam Syifa (2010), preferensi terbentuk dari persepsi individu terhadap suatu produk. Konsumen memiliki kecenderungan untuk membentuk penetapan yang berbeda ketika melihat iklan, serta mengevaluasi produk dan jasa. Menurut Kardes (2002), preferensi didefinisikan sebagai penetapan evaluasi kepada objek yang beragam (dua objek atau lebih). Membandingkan dua objek yang berbeda merupakan hal yang selalu dilibatkan dalam preferensi. Terkadang sikap menjadi sebuah pondasi bagi preferensi, dan preferensi terkadang menjadi dasar perbandingan antara atribut atau fitur dari dua atau lebih produk. Lebih lanjut Kardes menyatakan bahwa preferensi terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Attitude-based preference. Preferensi terbentuk atas dasar sikap konsumen secara keseluruhan terhadap dua atau lebih produk.
13 2. Attribute-based preferences. Preferensi terbentuk atas dasar perbandingan antara satu atau lebih atribut dari dua merek atau lebih. Hasil penelitian Sanbonmatsu et al. (1991), diacu dalam Kardes (2002), menyatakan bahwa atribut dari sebuah produk sedikit berpengaruh terhadap penentuan preferensi. Hasil penelitian pun menunjukkan bahwa atribut unik dari sebuah produk memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap preferensi. Tindak lanjut hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kepribadian dan kebutuhan juga mempengaruhi konsumen dalam membentuk preferensi berdasarkan atribut, dibandingkan dengan preferensi yang dibentuk oleh sikap (Mantel dan Kardes !999, diacu dalam Kardes 2002). Pengambilan keputusan yang diperluas dengan melibatkan penentuan merek merupakan strategi preferensi. Strategi sederhana tidak cukup ketika pengambilan keputusan diperluas dengan melibatkan beberapa merek, sejumlah atribut, dan sumber informasi. Sebagai gantinya, dibutuhkan sebuah struktur informasi yang akan memberikan hasil mengenai merek yang disukai oleh konsumen. Langkah pertama dalam strategi preferensi adalah posisi yang kuat dari atribut penting sebuah produk. Kemudian, informasi merupakan hal penting yang harus dimiliki (Hawkins, Best, dan Coney 2001).
Minat Beli Minat beli (intention to buy) atau yang lebih dikenal dengan niat beli berhubungan dengan rencana dan keinginan konsumen untuk membeli produk tertentu, serta jumlah unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Niat beli merefleksikan pernyataan mental konsumen terkait dengan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Durianto (2003), diacu dalam Sari (2010), menyatakan bahwa niat beli terbentuk dari sikap konsumen terhadap produk dan keyakinan konsumen terhadap kualitas produk. Semakin rendah keyakinan konsumen terhadap suatu produk akan berpengaruh terhadap turunnya niat beli konsumen. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995a), terdapat dua kategori niat pembelian konsumen, yaitu: (1) produk dan merek, dan (2) kelas produk. Kategori pertama dirujuk sebagai pembelian yang terencana sepenuhnya, karena pada kategori ini konsumen lebih bersedia menginvestasikan waktu dan energi dalam berbelanja dan membeli. Alhasil keterlibatan terhadap terhadap produk
14 pun tergolong tinggi. Kategori kedua dirujuk sebagai pembelian yang terencana walaupun pilihan merek dibuat di tempat penjualan. Penting
untuk
memperhatikan
bahwa
suatu
pembelian
dapat
direncanakan walaupun niat untuk membeli tidak dinyatakan secara verbal atau secara tertulis pada daftar belanja. Hal tersebut dikarenakan produk dipajang di atas rak di tempat jual barang sebagai daftar belanja pengganti. Adanya peragaan produk yang dipajang, mendorong konsumen untuk mengingat kebutuhan, pembelian pun kemudian dicetuskan. Ini kerap dirujuk sebagai pembelian berdasar impuls. Beberapa pembelian berdasar impuls tidak didasarkan pada pemecahan masalah konsumen dan paling baik dipandang dari perspektif hedonik atau pengalaman. Menurut penelitian Rook (Engel, Blackwell, dan Miniard 1995a), pembelian berdasar impuls mungkin memiliki satu atau lebih karakteristik berikut ini: 1. Spontanitas. Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung di tempat penjualan. 2. Kekuatan,
kompulsi,
dan
intensitas.
Mungkin
ada
motivasi
untuk
mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika. 3. Kegairahan dan stimulasi. Desakan mendadak untuk membeli sering disertai dengan emosi yang dicirikan sebagai “menggairahkan”, “menggetarkan”, atau “liar”. 4. Ketidakpedulian akan akibat. Desakan untuk membeli menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negative diabaikan. Menurut Kotler (2000), niat pembelian seseorang dapat dipengaruhi oleh sikap orang lain. Sejauh mana sikap orang lain dapat mengurangi alternatif yang disukai oleh individu bergantung kepada dua hal: (1) intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternative yang disukai konsumen dan (2) motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin besar sikap negatif orang lain terhadap suatu produk dan semakin dekat orang tersebut dengan konsumen, maka semakin besar konsumen mengubah niat belinya. Lebih lanjut Kotler menjelaskan bahwa dalam melaksanakan niat pembelian, konsumen dapat membuat lima sub-keputusan pembelian, yaitu: (1) keputusan merek, (2) keputusan pemasok, (3) keputusan kuantitas, (4) keputusan waktu, dan (5) keputusan metode pembayaran.
15 Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian terkait dengan variabel persepsi, sikap, preferensi, serta minat beli atau yang lebih dikenal dengan niat beli terhadap produk dan jasa telah banyak dilakukan. Berikut ini merupakan hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan variabel-variabel tersebut: 1. Sikap diukur dari penelitian terdahulu Anindita (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Studi Eksperimental Pengaruh Paparan Iklan dan Uji Konsumen Terhadap Sikap, Preferensi, dan Niat Beli Konsumen Anak Sekolah Dasar Pada Produk
Makanan
Ringan”.
Pengambilan
data
dilakukan
dengan
menggunakan kuesioner dengan responden sejumlah 60 orang. Contoh diminta untuk menjawab sepuluh item pernyataan, berupa pilihan sangat setuju, kurang setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan kesukaan atau ketidaksukaan contoh secara umum terhadap Richeese delis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan sikap yang terbentuk pada diri contoh terhadap Richeese delis adalah positif. Tidak terdapat perbedaan sikap yang nyata terhadap Richeese delis antara kelompok contoh laki-laki dan contoh perempuan. Berdasarkan hasil pengukuran model multiatribut Fishbein dari kelima atribut produk Richeese delis yang dievaluasi, atribut rasa merupakan atribut penting yang menjadi bahan perimbangan dalam memilih produk Richeese delis bagi seluruh contoh. Hasil uji hubungan yang dilakukan antar variabel penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara sikap dan niat beli (p<0.05), dimana sikap contoh akan mempengaruhi perilaku atau tindakan contoh terhadap produk tersebut, salah satunya adalah keputusan untuk membeli. Secara nyata faktor sikap mempengaruhi niat beli (p<0.01). Lebih lanjut hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap yang terbentuk pada diri contoh akan mempengaruhi contoh dalam melakukan perilaku pembelian terhadap Richeese delis. Penelitian Retnaningsih et al. (2010) berjudul “Analisis FaktorFaktor Yang Berpengaruh Terhadap Sikap Dan Perilaku Membeli Buku Bajakan Pada Mahasiswa IPB”. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, dengan contoh berjumlah 115 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (80,5%) memiliki sikap netral terhadap buku bajakan. Diduga contoh memiliki tingkat
16 kecenderungan resisten yang mudah berubah ke arah sikap positif atau negatif, dimana perubahan tersebut dapat dipengaruhi oleh keyakinan sikap, konsistensi sikap, pengetahuan, perasaan, dan situasi. Kemudian hasil penelitian pun menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terhadap buku bajakan, antara lain usia, jumlah sumber informasi, pengetahuan, dan control believe. 2. Pengukuran persepsi Jayanti (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Persepsi, Pengetahuan, dan Perilaku Remaja Siswa SMA Kornita Kabupaten Bogor dalam Pembelian CD Bajakan”. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan responden sejumlah 96 orang. Persepsi contoh terhadap CD bajakan merupakan penilaian contoh berdasarkan hasil stimulus yang diterima dari seluruh indera, pengalaman, dan perilaku pembelian yang diukur dengan 20 pertanyaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (83,3%) berpersepsi tidak menyetujui CD bajakan dan sisanya (16,7%) contoh berpersepsi kurang menyetujui CD bajakan. Hasil uji hubungan yang dilakukan menunjukkan tidak terdapat hubungan nyata dan positif antara pengetahuan dengan persepsi terhadap CD bajakan (p<0.05). Namun, tidak terdapat hubungan persepsi, pengetahuan dengan frekuensi dan jumlah CD bajakan yang dibeli oleh contoh. Hal tersebut diduga adanya dorongan kebutuhan dan harga CD bajakan yang lebih murah, sehingga meskipun contoh berpersepsi tidak menyetujui CD bajakan dan berpengetahuan sudah cukup baik, contoh masih tetap membeli CD bajakan. Faktor yang berpengaruh positif dan nyata terhadap perilaku pembelian CD bajakan yaitu uang saku dan pendapatan perkapita keluarga contoh. Penelitian Julaeha (2010) berjudul “Analisis Persepsi dan Sikap Kosumen Terhadap Produk Oreo Setelah Adanya Isu Melamin (Kasus : Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor)”. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan responden sejumlah 92 orang. persepsi contoh terhadap produk oreo diukur dengan 5 item pernyataan. Hasil analisis tingkat persepsi terhadap produk oreo setelah adanya isu melamin menunjukkan bahwa persepsi responden berada dalam kategori buruk, hal ini berarti responden tidak cukup memahami dan memiliki pandangan yang negatif terhadap produk
17 Oreo. Hasil analisis logit menunjukkan bahwa terdapat variabel yang berpengaruh nyata terhadap tingkat persepsi, yaitu variabel pengetahuan. 3. Afektif diukur dari penelitian terdahulu Berdasarkan uraian dan analisis yang dikemukakan dalam hasil penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Motif Kognitif dan Motif Afektif terhadap Keputusan Pembelian pada Konsumen Kentucky Fried Chicken Plaza Tunjungan III Surabaya” oleh Santoso dan Patricia (2003) yang diacu dalam Hapsari (2010, menyimpulkan bahwa kognitif dan afektif berpengaruh secara nyata terhadap keputusan pembelian. Kemudian afektif
diketahui
mempunyai
pengaruh
paling
dominan
terhadap
keputusan pembelian. Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2010) dengan judul “Analisis Sikap dan Perilaku Penghematan Listrik pada Sektor Rumahtangga di Kota Bogor”, dimana data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dengan jumlah contoh sebanyak 100 orang. Dalam penelitiannya, peneliti menganalisis sikap melalui tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Hasilnya menunjukkan bahwa dari ketiga aspek sikap, hanya terdapat satu buah aspek yang berhubungan nyata dengan perilaku penghematan listrik,
yaitu
aspek
kognitif.
Aspek
kognitif
penghematan
listrik
berhubungan nyata dengan secara positif dengan aspek afektif penghematan listrik contoh (r=0,201). Variabel aspek afektif selanjutnya berhubungan nyata dengan aspek konatif penghematan listrik (r=0,289). Aspek konatif tidak berhubungan nyata dengan perilaku penghematan listrik. 4. Preferensi diukur dari penelitian terdahulu Penelitian yang berjudul “Sikap dan Preferensi Konsumen dalam Mengkonsumsi Susu Cair” dilakukan oleh Nasution (2009). Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan responden sejumlah 60 orang yang terdiri dari 30 orang yang mengkonsumsi susu bubuk dan 30 orang mengkonsumsi susu cair. Pengujian preferensi menggunakan analisis konjoin yang bertujuan untuk mengukur nilai kegunaan dan nilai relatif penting dari tiap-tiap atribut susu cair untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap atribut tersebut. Atribut yang dianggap paling penting dalam penelitian ini yaitu: (1) harga, (2) kehalalan, (3) pilihan rasa, (4) kemasan, (5) merek, dan (6) tambahan
18 bahan pengawet. Hasil analisis Konjoin menunjukkan bahwa responden susu cair lebih menyukai susu cair dengan karakteristik rasa yang manis, memiliki label halal, tidak mengandung bahan pengawet, memiliki kisaran harga antara Rp 10.000 – Rp 15.000 per liter, serta dengan kemasan karton. Penelitian yang dilakukan oleh Damayanty (2009) dengan judul “Analisis Preferensi Konsumen Wortel Organik Amani Mastra di Foodmart Ekalokasari”, dimana data dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner kepada pengunjung Foodmart Ekalokasari. Jumlah responden yang diambil adalah berjumlah 30 orang. Atribut wortel organik yang diteliti adalah harga, ketersediaan, ukuran, produk, dan label. Pengujian preferensi menggunakan analisis konjoin, untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap atribut produk wortel organik. Contoh diberikan kartu yang berisi kombinasi atribut wortel organik, kemudian contoh diminta untuk memilih kombinasi atribut wortel organik yang paling disukai dengan menilai kombinasi produk yang ada dengan angka 1 sampai dengan 5, dengan urutan : 1 = Sangat tidak suka dengan stimuli produk 2 = Tidak suka dengan stimuli produk 3 = Cukup suka dengan stimuli produk 4 = Suka dengan stimuli produk 5 = Sangat suka dengan stimuli produk Penilaian dengan angka 1 sampai dengan 5 tersebut bertujuan untuk memudahkan responden dalam menilai kartu-kartu stimuli yang jumlahnya relatif banyak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa atribut harga merupakan hal yang dianggap paling penting dalam memilih atribut dari wortel organik. Atribut selanjutnya yang dinilai lebih berpengaruh dalam menentukan pilihan dari atribut wortel organik adalah label, ukuran, dan ketersediaan. Wortel organik yang diinginkan oleh konsumen adalah wortel organik yang harganya murah, terdapat label, ukuran yang lebih besar, serta ketersediaan yang banyak. 5. Niat beli diukur dari penelitian terdahulu Yandini (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Diskriminan Terhadap Efektifitas Iklan Televisi Axe dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Niat Beli Deodoran Pada Pengunjung Pria Supermal
19 Karawaci”. Pengambilan data dilakukan secara sekunder yang diperoleh dari penelitian terdahulu yang berjudul “Analisis Efektifitas Iklan Televisi Deodoran Pria Axe dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Niat Beli Deodoran Khusus Pria” dengan responden yang berjumlah 100 orang. Hasil penelitian pengaruh
menunjukkan bahwa variabel status status sosial,
keluarga,
pengetahuan
tempat
wiraniaga, pembelian,
variasi
aroma,
kepribadian,
ukuran, dan
media
merek, lebih
mempengaruhi niat beli pada kelompok pengguna Axe. Sedangkan niat beli terhadap deodorant Axe bagi kelompok bukan pengguna Axe lebih dipengaruhi oleh variabel pengaruh teman, suasana tempat pembelian, pengeluaran, pekerjaan, kemasan, harga, manfaat, atribut, kepercayaan, gaya hidup, iklan, dan pengalaman. Berdasarkan hasil penelitian Yurita (2010) yang berjudul “Studi Eksperimental Pengaruh Paparan Iklan TV dan Uji Konsumen Produk Makanan Ringan Terhadap Persepsi dan Preferensi Iklan, Serta Niat Beli Anak”, dimana sampel yang digunakan merupakan anak kelas 6 SDIT Aliya Bogor dengan pertimbangan bahwa anak kelas 6 SD secara kognitif telah mampu mengambil keputusan pembelian sendiri. Jumlah contoh yang diambil adalah berjumlah 60 orang, dimana pengumpulan data dilakukan dengan meminta contoh untuk mengisi kuesioner. Niat beli anak diukur dengan 10 item pernyataan. Hasil uji regresi linear yang dilakukan menunjukkan bahwa niat beli terhadap produk Richeese Delis dipengaruhi oleh persepsi, prefensi, dan pengalaman mengkonsumsi produk Richeese Delis (p<0.05).
KERANGKA PEMIKIRAN Sumarwan (2004) mendefinisikan sikap sebagai ungkapan perasaan seorang konsumen tentang suatu objek apakah disukai atau tidak, dan sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut. Sikap merupakan faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen. Schiffman dan Kanuk (1994) yang diacu dalam Sumarwan (2004) mengemukakan bahwa sikap terdiri atas tiga komponen, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Kognitif adalah pengetahuan dan persepsi konsumen yang diperoleh melalui pengalaman dengan suatu objek sikap dan informasi dari berbagai sumber. Pengetahuan dan persepsi ini berbentuk kepercayaan bahwa produk memiliki sejumlah atribut. Kognitif seringkali disebut sebagai pengetahuan dan kepercayaan konsumen. Afektif menggambarkan emosi dan perasaan konsumen yang menunjukkan penilaian secara langsung dan umum terhadap suatu produk, apakah produk itu disukai atau tidak disukai. Konatif merupakan tindakan seseorang atau kecenderungan perilaku terhadap suatu objek yang berkaitan dengan tindakan atau perilaku yang akan dilakukan oleh konsumen. Karakteristik contoh dan karakteristik keluarga merupakan salah satu faktor yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pola konsumsi contoh terhadap produk pakaian batik. Karakteristik contoh secara spesifik dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, usia, asal daerah dan uang saku. Karakteristik keluarga yang secara tidak langsung mempengaruhi pola konsumsi contoh terhadap pembelian pakaian batik antara lain besar keluarga, pendapan keluarga, pekerjaan orang tua, dan suku. Karakteristik contoh dan karakteristik keluarga diasumsikan sebagai input dalam
pembentukan
persepsi
terhadap
pakaian
batik.
Persepsi
dapat
menggambarkan salah satu komponen sikap, yaitu komponen kognitif. Menurut Kotler (2000), persepsi didefinisikan sebagai proses yang digunakan oleh seorang individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukanmasukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Menurut Kotler dan Keller (2008), Terdapat tiga proses persepsi yang mempengaruhi perbedaan persepsi atas objek yang sama, yaitu: •
Perhatian selektif : proses menyaring stimulus.
22 •
Distorsi selektif
: kecenderungan menafsirkan informasi sehingga sesuai
dengan pra-konsepsi individu. •
Ingatan selektif
: kecenderungan individu untuk mengingat informasi yang
mendukung pandangan dan keyakinan pribadi. Terbentuknya persepsi contoh akan pakaian batik merupakan proses untuk menentukan tingkat suka atau tidak suka (preferensi) contoh. Selanjutnya, Setiadi (2008) menyatakan bahwa komponen kognitif mempengaruhi komponen afektif. Afektif menggambarkan perasaan dan emosi seseorang terhadap suatu produk. Perasaan dan emosi tersebut merupakan evaluasi menyeluruh terhadap produk. Afektif mengungkapkan penilaian konsumen terhadap suatu produk, apakah disukai atau tidak disukai. Preferensi menggambarkan tingkat kesukaan konsumen terhadap kombinasi atribut sebuah produk. Menurut Kardes (2002), preferensi didefinisikan sebagai penetapan evaluasi kepada objek yang beragam (dua objek atau lebih). Kemudian, preferensi konsumen terhadap pakaian batik berpengaruh terhadap ada atau tidaknya niat beli konsumen terhadap pakaian batik. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa minat beli (intention to buy) dapat menggambarkan komponen konatif yang lebih menekankan kepada kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan objek sikap. Minat beli didefinisikan sebagai keinginan konsumen untuk membeli produk tertentu, serta jumlah unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995a), terdapat dua kategori niat pembelian konsumen, yaitu: (1) produk dan merek, dan (2) kelas produk. Kotler (2000), menyatakan bahwa dalam melaksanakan niat pembelian, konsumen dapat membuat lima sub-keputusan pembelian, yaitu: (1) keputusan merek, (2) keputusan pemasok, (3) keputusan kuantitas, (4) keputusan waktu, dan (5) keputusan metode pembayaran.
23
Faktor Eksternal Karakteristik Keluarga 1. Besar keluarga 2. Pendapatan keluarga 3. Pekerjaan orang tua 4. Suku
Faktor Internal Karakteristik Contoh 1. Jenis Kelamin 2. Usia 3. Uang saku 4. Asal daerah
Persepsi 1. 2. 3. 4.
Harga Motif Model Jenis kain
Afektif
Preferensi
Minat Beli
Gambar 3 Kerangka pemikiran analisis model sikap: hubungan persepsi, afektif, dan preferensi terhadap minat beli pakaian batik
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian payung dengan penelitian utama mengenai “Pakaian Batik” bersama-sama dengan dua penelitian lainnya yang berjudul “Kepribadian, Konsep Diri, dan Gaya Hidup Terhadap Pembelian Batik” disusun oleh Karnila Sari, dan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pengetahuan dan Ekuitas Merek Terhadap Perilaku Pembelian Pakaian Batik” disusun oleh Ruri Setianti.
Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini menggunakan disain cross sectional study karena data dikumpulkan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan (Umar 2005), serta menggunakan metode survei. Penelitian survei merupakan jenis penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data utama. Lokasi penelitian ini dilakukan di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang bertempat di kampus IPB Dramaga. Adapun pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling (sengaja) dengan pertimbangan bahwa Institut Pertanian Bogor merupakan salah satu perguruan tinggi terbesar di Indonesia, serta keterjangkauan lokasi. Pengambilan data dilakukan dilakukan selama 4 minggu mulai pada minggu ke-4 bulan Mei hingga minggu ke-3 bulan Juni 2011.
Teknik Pengambilan Contoh dan Jumlah Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa mayor minor program sarjana IPB tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 9 871 orang. Contoh dalam penelitian ini adalah mahasiswa mayor minor IPB semester 4 sampai semester 10 yang tercatat masih aktif dari seluruh departemen yang tersebar di seluruh fakultas. Adapun fakultas yang terdapat pada IPB terdiri dari Faperta, FKH, FPIK, Fapet, Fahutan, Fateta, FMIPA, FEM, dan FEMA. Metode pemilihan contoh yang digunakan adalah convenience sampling yang dilakukan dengan cara memilih contoh yang ditemui lalu diperoleh mahasiswa yang bersedia untuk diwawancara secara tatap muka. Penentuan jumlah sampel yang diambil menggunakan rumus slovin berikut (Umar 2005): .
343.6
350
26 Keterangan: = Jumlah contoh yang diambil = Jumlah populasi = Taraf nyata 0.053 Berdasarkan perhitungan jumlah contoh yang didapat, maka jumlah contoh yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 350 orang, dengan pembagian jenis kelamin secara proporsional dari jumlah populasi, dimana penentuan jumlah contoh tiap subpopulasi menggunakan rumus:
Keterangan: Ni = Total subpopulasi N = Total populasi n = Besarnya contoh ni = Besar contoh untuk tiap subpopulasi Tabel 1 Jumlah contoh berdasarkan departemen Contoh No
Fakultas
Jumlah Mahasiswa Laki-laki (Ni)
%
ni
Jumlah Mahasiswa Perempuan (Ni)
%
ni
1
Pertanian 121
3
4
132
2
4
228 96 85
6 2 2
9 3 3
325 149 138
6 3 2
12 7 4
2
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Agronomi dan Holtikultura Proteksi Tanaman Arsitektur Lanskap Kedokteran Hewan Kedokteran Hewan
214
5
7
302
5
10
110 78
3 2
4 3
123 116
2 2
4 4
3
Perikanan dan Ilmu Kelautan Budidaya Perairan Manajemen Sumberdaya Perairan
27
Tabel 1 Lanjutan Contoh %
ni
2 3
3 4
Jumlah Mahasiswa Perempuan (Ni) 161 63
137
3
3
159
4
113
5
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Kehutanan
6
Manajemen Hutan Hasil Hutan Konservasi Sumberdaya Hutan Silvikultur Teknologi Pertanian
No
Fakultas
4
Teknologi Hasil Perairan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Ilmu dan Teknologi Kelautan Peternakan
7
Jumlah Mahasiswa Laki-laki (Ni) 80 100
%
ni
3 1
7 2
78
1
2
6
208
4
8
3
4
224
4
8
167 131 149
4 3 4
6 4 6
183 108 185
3 2 3
7 4 7
81
2
3
113
2
4
Teknik Pertanian Ilmu dan Teknologi Pangan
222 135
6 3
9 4
133 221
2 4
4 8
Teknologi Industri Pertanian Teknik Sipil dan Lingkungan Matematika dan IPA
164
4
6
200
3
7
70
2
3
49
1
2
Statistik Geofisika dan Meteorologi Biologi Kimia Matematika Ilmu Komputer Fisika Biokimia
87 88 93 102 107 187 92 91
2 2 2 3 3 5 2 2
3 3 3 4 4 7 3 3
133 88 238 176 128 125 63 126
2 2 4 3 2 2 1 2
4 4 8 7 4 4 2 4
28 Tabel 1 Lanjutan Contoh Jumlah Mahasiswa Laki-laki (Ni)
%
Ilmu Ekonomi
82
Manajemen Agribisnis Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Ekologi Manusia Gizi Masyarakat Ilmu Keluarga dan Konsumen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Total (N)
No
Fakultas
8
Ekonomi dan Manajemen
9
ni
Jumlah Mahasiswa Perempuan (Ni)
%
ni
2
3
235
4
8
98 114 78
2 3 2
3 4 3
217 246 206
4 4 4
8 8 8
83 17
2 0
3 0
233 164
4 3
8 7
72
2
3
251
4
8
4031
100
143
5840
100
207
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner
yang
sebelumnya
telah
diuji
coba
terlebih
dahulu
dengan
menggunakan uji reliabilitas (Uji Cronbach Alpha). Data primer yang dikumpulkan mencakup karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, asal daerah, dan uang saku), karakteristik keluarga (besar keluarga, pendapatan keluarga, pekerjaan orangtua, dan suku), afektif, persepsi, preferensi, dan minat beli. Data sekunder diperoleh dari Direktorat Administrasi dan Pendidikan mengenai data jumlah mahasiswa IPB pada tahun ajaran 2010/2011. Data sekunder digunakan sebagai acuan dalam penelitian sehingga permasalahan yang diteliti dapat dipahami secara mendalam. Sebaran jenis, bahan, dan cara pengumpulan data dijelaskan pada Tabel 2.
29 Tabel 2 Jenis, bahan, dan cara pengumpulan data No
Data
1
Karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, asal daerah, dan uang saku) Karakteristik keluarga (besar keluarga, pendapatan keluarga, pekerjaan orangtua, dan suku) Persepsi terhadap pakaian batik Afektif terhadap pakaian batik Preferensi terhadap atribut pakaian batik Minat beli pakaian batik Jumlah mahasiswa IPB tahun ajaran 2010/2011
2 3 4 5 6 7
Primer
Cara Pengumpulan Wawancara
Primer
Wawancara
Primer Primer Primer
Wawancara Wawancara Wawancara
Primer Sekunder
Wawancara Wawancara
Jenis Data
Kuesioner yang digunakan untuk pengambilan data primer disusun sedemikian rupa agar dapat memenuhi sumber informasi bagi peneliti serta agar tidak menyulitkan contoh. Dalam penelitian ini, terdapat dua jenis variabel, yaitu variabel
bebas
(independen)
dan
variabel
terikat
(dependen).
Variabel
independen dalam penelitian ini adalah persepsi, afektif, dan preferensi mahasiswa terhadap pakaian batik, sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah minat beli pakaian batik. Adapun variabel control yaitu karakteristik contoh, variabel independen, dan variabel dependen dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Variabel, definisi, jenis data, dan kategori data penelitian Variabel
Definisi
Karakteristik Contoh Jenis kelamin Perbedaan contoh yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan Usia
Umur yang dimiliki contoh dan dinyatakan dalam tahun
Jenis data
Kategori
Nominal
Laki-laki Perempuan
Rasio
Tahun
30 Tabel 3 Lanjutan Variabel
Definisi
Asal daerah
Unsur geografis yang menandakan daerah kelahiran ataupun tempat contoh tinggal sebelum berkuliah di IPB
Asal daerah
Unsur geografis yang menandakan daerah kelahiran ataupun tempat contoh tinggal sebelum berkuliah di IPB
Karakteristik Keluarga Contoh Besar keluarga Jumlah anggota keluarga
Pendapatan Ayah/Ibu
Pekerjaan Ayah/Ibu
Jumlah uang yang diterima oleh orangtua sebagai insentif atau pemasukan lain dalam setiap bulannya Kegiatan yang menjadi sumber penghasilan keluarga
Jenis data Nominal
Nominal
Rasio
Rasio
Nominal
Kategori [1] Jakarta [2] Bogor dan Depok [3] Jawa barat (selain Bogor dan Depok) dan Banten [4] Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur [5] Sumatera [6] Kalimantan dan Sulawesi [7] Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua [1] Jakarta [2] Bogor dan Depok [3] Jawa barat (selain Bogor dan Depok) dan Banten [4] Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur [5] Sumatera [6] Kalimantan dan Sulawesi [7] Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua [1] Keluarga Kecil (≤4 org) [2] Keluarga Sedang (5-6 org) [3] Keluarga Besar (≥7 org) Rupiah
[1] Tentara/Polisi [2] PNS [3] Wiraswasta/ Pengusaha [4] Perusahaan/Swasta [5] Dosen/Guru [6] Tidak Bekerja/IRT [7] Lainnya.………
31 Tabel 3 Lanjutan Variabel Suku
Definisi Suku bangsa contoh
Jenis data Nominal
Kategori [1] Jawa [2] Sunda [3] Melayu [4] Betawi [5] Minang [6] Batak [7] Lainnya.……
Variabel Bebas (Independen) Persepsi
Evaluasi mahasiswa terkait dengan pandangan contoh terhadap stimuli berupa atribut pakaian batik yang kemudian digambarkan dengan kata-kata sifat
Ordinal
Afektif
Perasaan nasionalisme seseorang dan kaitannya dengan perilaku terhadap pakaian batik
Ordinal
Preferensi
Tingkat kesukaan mahasiswa terhadap kombinasi atribut pakaian batik (model, motif, harga, jenis kain)
Ordinal
Variabel Terikat (Dependen) Minat beli Keinginan contoh untuk membeli pakaian batik
Ordinal
Skala likert dengan 6 penilaian, yaitu: SS = Sangat Setuju S = Setuju CS = Cukup Setuju KS = Kurang Setuju TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju Skala likert dengan 6 penilaian, yaitu: SS = Sangat Setuju S = Setuju CS = Cukup Setuju KS = Kurang Setuju TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju Skala rating, dengan memberi skor nilai dari rentang 1 sampai 10. 1 untuk nilai paling rendah, 10 untuk nilai paling tinggi. Skala likert dengan 6 penilaian, yaitu: SS = Sangat Setuju S = Setuju CS = Cukup Setuju KS = Kurang Setuju TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh, diolah dan dianalisis dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007, SPSS versi 16,0 for windows, dan SAS versi 9.1.
32 Pengolahan data meliputi coding, scoring, entrying, cleaning dan analyzing. Analisis data dilakukan secara statistik dan deskriptif melalui uji deskriptif, Crosstab, uji beda Independent sample t-test, uji korelasi Pearson dan Spearman, uji analisis Conjoint, serta uji regresi linear berganda. Analisis deskriptif. Penelitian ini berkenaan dengan bagaimana data dapat digambarkan atau disimpulkan, baik secara numerik (misalnya menghitung rata-rata dan deviasi standar) atau secara grafis (dalam bentuk tabel) untuk mendapatkan gambaran dari data tersebut, sehingga data lebih mudah dibaca dan bermakna. Santoso (2000) diacu dalam Sari (2010) menyatakan bahwa analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu data, seperti berapa rata-rata, standar deviasi, dan sebagainya. Pada penelitian ini, analisis data secara deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran terkait dengan karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, asal daerah, dan uang saku), karakteristik keluarga (besar keluarga, pendapatan keluarga, pekerjaan orangtua, dan suku), serta gambaran terkait dengan variabel penelitian (afektif, persepsi, preferensi, dan minat beli). Rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai ratarata dan deviasi standar pada penelitian, yaitu: Rata-rata: ∑
Deviasi standar:
∑
Tabulasi silang. Variabel persepsi, afektif, serta minat beli tidak hanya dianalisis secara deskriptif, tetapi juga dilakukan tabulasi silang sehingga makna dari variabel penelitian tersebut dapat diuraikan dan dilihat sebarannya. Persepsi diukur dengan menggunakan 11 item pernyataan, dan indeks persepsi pun didapatkan dari total skor persepsi dengan cara menjumlahkan 11 item pernyataan tersebut. Variabel afektif diukur dengan menggunakan 9 item pernyataan. Indeks variabel afektif didapatkan dari total skor afektif dengan menjumlahkan 9 item pernyataan tersebut. Sedangkan varabel minat beli diukur dengan menggunakan 10 item pernyataan. Indeks variabel minat beli didapat dari total skor minat beli yang didapatkan dengan menjumlahkan 10 item
33 pernyataan. Skala yang digunakan adalah skala Likert yang terdiri dari enam peringkat, yaitu sangat setuju diberi bobot enam, setuju diberi bobot lima, cukup setuju diberi bobot empat, kurang setuju diberi bobot tiga, tidak setuju diberi bobot dua, dan sangat tidak setuju diberi bobot satu. Tingkat persepsi, afektif, dan minat beli contoh ditentukan berdasarkan pengkategorian masing-masing variabel tersebut. Pengkategorian variabel dibuat secara konsisten, yang terdiri dari dua buah kategori dan didapatkan dengan membagi skala pengukuran menjadi dua dan mengalikannya dengan jumlah pernyataan. Hasil kali dari total bobot skala yang terdiri dari sangat setuju dan setuju dengan jumlah pernyataan termasuk ke dalam kategori menyetujui, sedangkan hasil kali dari total bobot skala yang terdiri dari cukup setuju, kurang setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju dengan jumlah pernyataan termasuk ke dalam kategori kurang menyetujui. Kemudian hasil tersebut dilakukan pengkonversian ke dalam persentase. Adanya perbedaan jumlah pernyataan antar variabel membuat skor pengelompokkan kategori pun menjadi berbeda pula. Adapun pengelompokkan kategori masing-masing variabel adalah sebagai berikut: (1) persepsi, hasil perolehan skor persepsi dibagi ke dalam dua kategori, yaitu kurang setuju (16,67-66,67) dan setuju (68,18-100,00); (2) afektif, hasil perolehan skor afektif dibagi ke dalam dua kategori yaitu negatif (16,67-66,67) dan positif (68,52-100,00), (3) minat beli, hasil perolehan skor minat beli dibagi ke dalam dua kategori yaitu kurang setuju (16,67-6,67) dan setuju (68,33-100,00). Sedangkan pengkategorian untuk variabel preferensi yang diukur dengan skala rating (memberi skor nilai dari rentang 1 sampai 10. 1 untuk nilai paling rendah, 10 untuk nilai paling tinggi) dilakukan dengan membagi total maksimum skor preferensi menjadi dua, yaitu rentang 1 sampai 5 masuk ke dalam kategori pertama, dan rentang 6 sampai 10 masuk ke dalam kategori ke dua. Pengkonversian ke dalam presentase juga dilakukan dalam variabel penelitian ini. Sehingga pengkategorian untuk variabel preferensi adalah kurang suka (10,00-50,00) dan suka (60,00-100,00). Uji beda Independent sample t-test. Uji beda dilakukan untuk menganalisis komparatif dua data untuk perbandingan antara laki-laki dan perempuan. uji beda independent sample t-test ini digunakan karena data berupa data numerik. Variabel yang diuji yaitu usia, jenis kelamin, uang saku, asal daerah, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga, besar keluarga, suku, persepsi, afektif, preferensi, dan minat beli.
34 Uji korelasi Pearson dan Spearman. Uji korelasi digunakan untuk mengetahui apakah di antara dua buah variabel terdapat hubungan, dan jika ada hubungan, bagaimana arah hubungan dan seberapa besar hubungan tersebut. Uji korelasi Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua buah variabel dengan data yang bertipe nominal. Adapun hubungan yang dianalisis adalah jenis kelamin, asal daerah, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu dan suku dengan variabel penelitian (persepsi, afektif, preferensi, dan minat beli). Uji korelasi Pearson digunakan untuk jenis data rasio. Adapun uji ini digunakan untuk menganalisis: (1) hubungan antara usia, uang saku, besar keluarga, dan pendapatan keluarga dengan variabel penelitian (persepsi, afektif, preferensi, dan minat beli); (2) hubungan antara variabel independen (persepsi, afektif, dan preferensi) dengan variabel dependen (minat beli). Bentuk umum dari persamaan korelasi adalah sebagai berikut: ∑ ∑ Dimana: r X Y
= Koefisien korelasi = Variabel bebas = Variabel terikat Analisis Conjoint. Analisis Conjoint merupakan jenis analisis yang
digunakan peneliti untuk mendapatkan nilai kepentingan atribut dari pakaian batik, serta mendapatkan hasil kombinasi atribut pakaian batik yang disukai oleh contoh. Analisis ini merupakan metode yang memusatkan perhatian pada pengukuran pendapat psikologis, serta selera konsumen. Analisis ini digunakan untuk mengukur nilai kegunaan dan nilai penting relatif dari tiap atribut. Nilai kegunaan menunjukkan preferensi konsumen terhadap taraf dari suatu atribut yang cenderung disukai oleh konsumen. Nilai penting relatif menunjukkan indikasi urutan atribut yang dapat mempengaruhi keinginan konsumen untuk membeli pakaian batik. Kotler (2005), diacu dalam Damayanty (2009), menyatakan bahwa analisis Conjoint merupakan sebuah uji statistik dimana preferensi terhadap tawaran-tawaran yang berbeda telah diurutkan, disusun ulang (decompose) untuk menentukan fungsi utilitas orang tersebut untuk setiap atribut dan
35 kepentingan relatif setiap atribut. Contoh diberikan berbagai tawaran hipotesis yang dibentuk dengan menggabungkan berbagai tingkat atribut, kemudian diminta memberi peringkat berbagai tawaran tersebut. Pada analisis Conjoint, contoh diminta untuk memilih atribut yang disukai dengan mengorbankan atribut lain pada saat yang bersamaan. Sehingga contoh akan membuat urutan kombinasi dari atribut pakaian batik, mulai dari yang disukai sampai yang paling tidak disukai. Model analisis Conjoint ditunjukkan oleh utilitas total dari setiap alternatif pilihan. Utilitas total yang diperoleh dihasilkan dari perhitungan nilai utilitas penting atribut dan taraf dikalikan dengan dummy dari atribut dan taraf. Berikut ini merupakan model dari analisis Conjoint:
Dimana: U(x) βij Xij k m
= Utilitas total = Nilai kegunaan dari atribut ke-I taraf ke-j = Variabel dummy atribut ke-I taraf ke-j (bernilai satu bila taraf yang berkaitan muncul dan 0 bila tidak muncul) = Taraf ke-j dari atribut ke-i = Jumlah atribut Nilai dummy berada pada kisaran 0 untuk kombinasi atribut alternatif
yang tidak dipilih sampai 1 untuk kombinasi atribut alternatif yang dipilih. Jumlah variabel dummy dari suatu atribut adalah n-1, dimana n merupakan banyaknya taraf dalam suatu atribut. Untuk dapat mengetahui nilai kegunaan dari taraf-taraf tiap atribut dan tingkat kepentingan dari atribut-atribut yang mempengaruhi contoh maka menggunakan persamaan berikut ini :
∑ Dimana : NPRi UTi URi K
= Nilai penting relatif atribut ke-i = Nilai kegunaan tertinggi taraf atribut ke-i = Nilai kegunaan terendah taraf atribut ke-i = Banyaknya atribut Setelah melakukan survei terhadap 20 orang contoh, dapat diketahui
empat macam atribut yang dipentingkan mahasiswa dalam melihat pakaian batik, yaitu: harga, motif, model, dan jenis kain. Masing-masing atribut terdiri dari
36 beberapa taraf yang dapat dilihat pada Tabel 4. Seluruh atribut pada produk pakaian batik yang akan diteliti seluruhnya terdiri dari dua taraf, dengan demikian secara teoritis jumlah stimuli yang didapatkan adalah 2 x 2 x 2 x 2 = 16 stimuli. Hal ini berarti setiap contoh harus memberi pendapat terhadap 16 stimuli. Banyaknya
stimuli
akan
membuat
contoh
mengalami
kesulitan
dalam
memberikan pendapat, oleh karena itu dilakukan pereduksian jumlah stimuli yang bertujuan untuk mengurangi jumlah kombinasi agar dapat menghindari kombinasi yang bertolak belakang. Sistematika pereduksian dilakukan peneliti dengan kembali melakukan survei kepada 20 orang yang berbeda dari contoh sebelumnya, dimana contoh diminta untuk memilih 10 dari 16 kombinasi atribut pakaian batik yang paling disukai. Setelah dilakukan pereduksian stimuli, maka didapatkan 10 kombinasi atribut produk pakaian batik yang akan dinilai contoh sesuai dengan preferensinya. Stimuli tersebut disusun dalam kelompok stimuli yang terdiri dari kombinasi taraf-taraf atribut pakaian batik. Setiap contoh akan menilai kombinasi produk yang ada dengan angka 1 sampai dengan 10, dimana 1 untuk nilai kombinasi atribut yang paling rendah, dan 10 untuk nilai kombinasi yang paling tinggi. Tabel 4 Atribut pakaian batik dan tarafnya Atribut Harga Model Motif Jenis Kain
Taraf < Rp 100.000 > Rp 100.000 Jas/blazer/dress/kemeja/atasan (formal) Kaos/jaket/daster (santai) Garis-garis (geometris) Binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk hidup lainnya (nongeometris) Katun Sutera
Uji regresi linear berganda. Uji regresi digunakan untuk menguji hubungan pengaruh antara variabel independen dan variabel dependen. Menurut Nugroho (2005), model regresi linear berganda dapat disebut sebagai model yang baik jika model tersebut sudah memenuhi asumsi normalitas data dan terbebas dari asumsi-asumsi klasik statistik. Oleh karena itu sebelum dilakukan pengujian regresi, dilakukan terlebih dahulu uji multikolineritas (untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel
37 independen lain dalam satu model), autokorelasi (untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu), dan heteroskesdastisitas (melihat variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan lain). Pertama, uji regresi linear berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pakaian batik. Model regresinya didefinisikan dengan persamaan berikut:
Dimana : Y X1 X2 X3 X4 X5
= Persepsi pakaian batik = Usia (tahun) = Jenis kelamin (1=perempuan, 0=laki-laki) = Uang saku (rupiah) = Suku (1=luar pulau jawa, 0=pulau jawa) = Afektif (skor) Kedua, analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap afektif pakaian batik. Model regresinya didefinisikan dengan persamaan berikut:
Dimana : Y X1 X2 X3 X4 X5
= Persepsi pakaian batik = Usia (tahun) = Jenis kelamin (1=perempuan, 0=laki-laki) = Uang saku (rupiah) = Suku (1=luar pulau jawa, 0=pulau jawa) = Persepsi (skor) Ketiga, analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap preferensi pakaian batik. Model regresinya didefinisikan dengan persamaan berikut:
Dimana : Y X1 X2 X3 X4 X5 X6
= Persepsi pakaian batik = Usia (tahun) = Jenis kelamin (1=perempuan, 0=laki-laki) = Uang saku (rupiah) = Suku (1=luar pulau jawa, 0=pulau jawa) = Persepsi (skor) = Afektif (skor)
38
Analisis regresi linear berganda pun digunakan untuk menganalisis faktorfaktor yang berpengaruh terhadap minat beli pakaian batik. Model regresinya didefinisikan dengan persamaan berikut:
Dimana : Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
= Persepsi pakaian batik = Usia (tahun) = Jenis kelamin (1=perempuan, 0=laki-laki) = Uang saku (rupiah) = Suku (1=luar pulau jawa, 0=pulau jawa) = Persepsi (skor) = Afektif (skor) = Preferensi (skor) Tabel 5 Cara analisis data
No 1
Variabel yang dianalisis
Cara analisis data
Menganalisis afektif dan persepsi mahasiswa
Crosstab, analisis
terhadap batik
deskriptif, uji beda Independent sample ttest
2
Menganalisis preferensi mahasiswa terhadap Analisis Conjoint, atribut batik.
Crosstab, uji beda Independent sample ttest
3
Menganalisis minat beli mahasiswa terhadap Crosstab, analisis pakaian batik.
deskriptif, uji beda Independent sample ttest
4
Menganalisis hubungan afektif, persepsi dan Diuji dengan uji korelasi preferensi mahasiswa terhadap minat beli Pearson pakaian batik.
5
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
Diuji dengan uji regresi
minat beli pakaian batik.
linear berganda
39 Definisi Operasional Contoh adalah mahasiswa mayor-minor semester empat hingga semester sepuluh Institut Pertanian Bogor yang masih aktif pada tahun ajaran 2010/2011 Karakteristik Individu adalah ciri individu yang meliputi jenis kelamin, usia, uang saku, dan asal daerah •
Jenis kelamin adalah perbedaan contoh yang dibedakan menjadi lakilaki dan perempuan
•
Usia adalah lama hidup contoh yang dinyatakan dalam tahun. Usia contoh termasuk masa dewasa awal (18-40 th) (Hurlock 1980)
•
Uang saku adalah jumlah nilai dalam rupiah yang yang diperoleh contoh dalam satu bulan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
•
Asal daerah adalah lokasi atau tempat contoh tinggal sebelum berkuliah di IPB
Karakteristik keluarga contoh adalah ciri keluarga contoh yang meliputi besar keluarga, pekerjaan ayah/ibu, pendapatan keluarga, dan suku •
Besar keluarga adalah jumlah individu yang menempati satu rumah
•
Pekerjaan
ayah/ibu
adalah
setiap
kegiatan
ayah/ibu
yang
menghasilkan uang sebagai sumber penghasilan utama •
Pendapatan keluarga adalah pendapatan perkapita keluarga tiap bulan diperoleh dari total jumlah penghasilan anggota keluarga, dengan asumsi anak belum bekerja
•
Suku adalah unit kelompok lokalitas masyarakat yang mempunyai tingkat homogenitas yang dilatarbelakangi oleh letak geografis, nilainilai, dan budaya
Batik lokal adalah batik yang berasal dan diproduksi dari dalam negeri Batik impor adalah batik yang berasal dari luar negeri, seperti China dan Malaysia Atribut batik adalah stimulus yang terdapat pada pakaian batik, diantaranya adalah model, motif, harga, dan jenis kain Persepsi adalah evaluasi mahasiswa terkait dengan pandangan contoh terhadap stimuli berupa atribut pakaian batik
yang kemudian digambarkan
dengan kata-kata sifat penilaian (pandangan) contoh terhadap pakaian batik
40 Afektif adalah perasaan nasionalisme seseorang dan kaitannya dengan perilaku terhadap pakaian batik Preferensi adalah tingkat kesukaan contoh terhadap atribut pakaian batik, seperti, model, harga, jenis kain, dan motif. Merupakan variabel yang terdiri dari sepuluh kombinasi atribut pakaian batik Minat beli adalah perilaku contoh berupa tindakan serta proses psikologis yang mendorong mahasiswa pada saat sebelum membeli pakaian batik.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Gambaran Umum Industri Batik Menurut Hurlock (1980), pakaian memiliki peran sebagai berikut: (1) meningkatkan penampilan, dimana seseorang memiliki kecenderungan untuk memilih pakaian yang dapat menonjolkan segi-segi positifnya dan menutupi segi negatifnya; (2) indikasi status sosial, pakaian digunakan sebagai simbol status yang mengidentifikasikannya sebagai suatu kelompok sosial tertentu; (3) individualitas, seseorang berupaya agar pakaiannya tetap menunjukkan identitasnya sebagai individu agar diperhatikan dan dikagumi oleh anggotaanggota kelompoknya; (4) prestasi sosio-ekonomi, pakaian dapat menunjukkan keberhasilan ekonomi seseorang secara cepat; dan (5) meningkatkan daya tarik. Industri pakaian batik merupakan industri pakaian yang tergolong industri kecil menengah dengan produk khas Indonesia. Berkembangnya batik membuat batik kian digemari. Motif batik di Indonesia dapat dibedakan atas motif batik modern dan tradisional. Motif batik tradisional cenderung membentuk motif geometris (garis-garis). Sedangkan menurut Suhendra (2003) motif batik modern lebih mengacu pada selera konsumen dan tren yang berkembang, dimana motifnya dapat berupa motif binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk hidup lainnya (nongeometris). Berkembangnya disain batik dari segi motif, serta model membuat batik kian popular di mata dunia. Berdasarkan data BPS yang telah diolah oleh Departemen Perindustrian, nilai ekspor batik Indonesia ke mancanegara terus mengalami peningkatan dengan rata-rata 10–15 persen setiap tahunnya (Anonim 2009). Pada tahun 2010, nilai produksi industri batik menembus Rp 732.670.000.000,00 atau menunjukkan adanya peningkatan industri sebesar 13 persen dari periode sebelumnya Rp 648.940.000.000 (Suhendra 2011). Peningkatan tenaga kerja pada industri batik pun terjadi setiap tahunnya. Tercatat pada tahun 2007 industri batik hanya menyerap 51.074 tenaga kerja, pada tahun 2008 menyerap 58.735 tenaga kerja, pada tahun 2009 menyerap 64.479 tenaga kerja, kemudian pada tahun 2010 industri batik mampu menyerap 70.395 tenaga kerja (Gambar 4).
42
80000 60000 40000 20000 0 2007
2008
2009
2010
Gambar 4 Peningkatan tenaga kerja pada industri batik (Suhendra 2011) Adanya perdagangan bebas yang telah membuat mudahnya produk impor masuk ke Indonesia kian mengancam industri produk pakaian batik. Sebut saja pakaian batik asal Cina dan Malaysia yang kini tengah beredar bebas dan membanjiri Indonesia dengan harga yang jauh lebih murah. Batik memang merupakan warisan budaya Indonesia, namun
di dalamnya terdapat proses
kreatif yang melahirkan nilai ekonomis yang harus diperjuangkan.
Karakteristik Contoh Usia Contoh Memahami usia konsumen adalah penting, karena konsumen dengan usia yang berbeda akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Selain itu, perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan konsumen terhadap barang dan jasa (Sumarwan 2004). Menurut Kotler dan Armstrong (1999), seseorang merubah barang dan jasa yang mereka beli selama hidup mereka. Selera terhadap pakaian pun seringkali berhubungan dengan usia. Menurut Hurlock (1980), masa dewasa awal dimulai pada usia 18-40 th. Pada penelitian ini, rentang usia contoh berkisar antara 18-24 th. Oleh karena itu rentang usia ini termasuk ke dalam kategori dewasa awal. Dewasa awal merupakan periode dimana penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Hurlock (1980) menambahkan, pada periode masa dewasa awal perhatian terhadap pakaian berperan kuat. Pada masa ini penampilan dianggap menjadi sebuah hal penting bagi keberhasilan di semua bidang kehidupan, sehingga seringkali seseorang menghabiskan banyak waktu dan uang untuk mendapatkan pakaian. Pada periode dewasa awal ini, minat terhadap penampilan fisik mulai berkurang, namun minat terhadap pakaian tidak
43 menjadi berkurang seiring dengan pertambahan usia. Bahkan perhatian terhadap pakaian cenderung bertambah apabila orang tersebut merasakan manfaat pakaian yang mahal dan menarik dalam pergaulannya. Hasil penelitian menunjukkan rentang usia contoh berkisar antara 18-24 th. Hasil analisis uji t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara usia contoh laki-laki dan perempuan (p-value=0,135). Hal ini diduga karena contoh laki-laki dan perempuan berada pada kelompok usia dengan rentang yang sama. Namun nilai rata-rata usia contoh laki-laki (20,7 th) sedikit lebih tinggi daripada nilai rata-rata usia contoh perempuan (20,6 th).
Jenis Kelamin Laki-laki dan perempuan cenderung memiliki orientasi afektif dan perilaku yang berbeda, sebagian didasarkan pada unsur genetik dan sebagian pada praktik sosialisasi. Sebuah hasil penelitian yang mengkaji bagaimana laki-laki dan perempuan berbelanja, menemukan
bahwa laki-laki seringkali harus
diundang dalam menyentuh produk, sedangkan wanita cenderung mengambilnya tanpa diminta (Kotler 2008). Tabel 6 menunjukkan lebih dari separuh contoh berjenis kelamin perempuan (59,1%), sedangkan sisanya berjenis kelamin lakilaki (40,9%). Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Jumlah n 143 207 350
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total
% 40,9 59,1 100,0
Uang Saku Uang merupakan sumber daya material yang sangat penting bagi konsumen. Besarnya uang saku contoh diasumsikan sebagai pendapatan contoh setiap bulannya yang akan menggambarkan daya beli pakaian batik dari seorang konsumen.
Menurut
Sumarwan
(2004),
daya
beli
konsumen
akan
menggambarkan banyaknya produk yang dapat dibeli oleh konsumen. Tabel 7 dibawah ini memperlihatkan sebaran contoh berdasarkan besarnya uang saku per bulan yang dikategorikan ke dalam kategori rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, sebaran uang saku per bulan contoh berkisar antara Rp 200.000,00 sampai Rp 3.500.000,00/bl. Persentase terbesar sebesar
44 58,6 persen uang saku per bulan contoh berada pada kategori sedang dengan kisaran uang saku Rp 600.001,00 – Rp 1.200.000,00/bln. Kategori rendah untuk uang saku contoh kurang dari Rp 600.000,00 sebanyak 37,4 persen. Hanya sebagian kecil contoh (4,0%) memiliki jumlah uang saku kategori tinggi. Rata-rata besar uang saku contoh per bulan adalah Rp 771.000,00. Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara uang saku contoh laki-laki dan perempuan (p=0,437; p>0,05). Akan tetapi pada Tabel 7 terlihat bahwa rata-rata besar uang saku per bulan yang diterima pada contoh perempuan (Rp 782.000,00) lebih besar daripada rata-rata uang saku contoh laki-laki (Rp 754.000,00). Hal ini diduga karena contoh perempuan memiliki kebutuhan lebih banyak daripada contoh laki-laki dalam memenuhi kebutuhan pribadi. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan uang saku Uang saku contoh (Rp/bl) Rendah (≤600.000) Sedang (600.001- 1.200.000) Tinggi (>1.200.000) Total Min-max
Laki-laki n 56 81 6 143
% 39,2 56,6 4,2 100,0 200.0003.000.000 754.000 ±319.600
Rataan±SD p-value
Perempuan n 75 124 8 207
Jumlah
% 36,2 60,0 3,8 100,0
200.0003.500.000 782.000 ±338.500 0,437
n 131 205 14 350
% 37,4 58,6 4,0 100,0
200.0003.500.000 771.000 ±330.700
Daerah Asal Asal daerah contoh merupakan unsur geografis yang menandakan daerah kelahiran ataupun tempat contoh tinggal sebelum berkuliah di IPB. Menurut
Sumarwan
(2004),
lokasi
geografik
seorang
konsumen
akan
mempengaruhi pola konsumsinya, dimana orang yang tinggal di desa akan memiliki akses terbatas kepada berbagai produk dan jasa. Tabel 8 memperlihatkan sebaran contoh berdasarkan daerah asal contoh yang dikelompokkan menjadi tujuh daerah. Persentase terbesar sebesar 26.9 persen contoh berasal dari daerah Bogor dan Depok. Hal ini diduga karena daerah Bogor merupakan lokasi dimana IPB berada, dan daerah Depok merupakan daerah yang paling dekat dengan IPB dibandingkan daerah lainnya, sehingga jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan daerah lain. Persentase terkecil sebesar 1,7 persen contoh berasal dari daerah Bali, Nusa Tenggara,
45 Maluku, dan Papua. Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara daerah asal contoh laki-laki dan perempuan (p=0,198; p>0,05). Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan asal daerah Laki-laki n % 25 17,5 34 23,8 34 23,8
Daerah asal Jakarta Bogor dan Depok Jawa Barat (selain Bogor dan Depok) dan Banten Jawa Tengah, Jogjakarta, dan Jawa Timur Sumatera Kalimantan dan Sulawesi Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua Total p-value
Perempuan n % 41 19,8 60 29,0 33 15,9
Jumlah n 66 94 67
% 18,9 26,9 19,1
14
9,8
32
15,5
46
13,1
23 9 4
16,1 6,3 2,8
33 6 2
15,9 2,9 1,0
56 15 6
16,0 4,3 1,7
143
100,0
207
100,0 0,198
350
100,0
Karakteristik keluarga Pekerjaan Orangtua Pendidikan dan pekerjaan merupakan dua karakteristik konsumen yang saling berhubungan. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang konsumen. Selanjutnya, pekerjaan seseorang akan mempengaruhi pendapatan yang diterimanya. Pendapatan dan pendidikan tersebut kemudian akan mempengaruhi proses keputusan dan pola konsumsi seseorang (Sumarwan 2004). Kotler (1991) diacu dalam Sari (2010) menyatakan bahwa pola konsumsi seseorang dipengaruhi oleh pekerjaan yang dimilikinya. Terkait dengan pakaian, Kotler dan Armstrong (1999) menyatakan bahwa pekerja kasar cenderung membeli pakaian kerja kasar, sedangkan pekerja kantoran membeli setelan bisnis. Pekerjaan ayah contoh didominasi oleh PNS dengan persentase sebesar 35,1 persen. Pekerjaan ayah contoh lainnya adalah wiraswasta sebesar 24,6 persen, pegawai swasta sebesar 17,7 persen, dosen/guru sebesar 3,7 persen, tentara/polisi sebesar 3,4 persen, tidak bekerja sebesar 4,0 persen, dan lain-lain (BUMN, buruh, pensiun, perangkat desa, petani, psikolog, dan supir angkot) sebesar 11,4 persen. Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara pekerjaan ayah pada contoh laki-laki dan perempuan (p=0,185; p>0,05).
46 Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orangtua Pekerjaan Ayah Tentara/polisi PNS Wiraswasta/pengusaha Perusahaan/swasta Dosen/guru Tidak bekerja Lainnya Total p-value Pekerjaan Ibu Tentara/polisi PNS Wiraswasta/pengusaha Perusahaan/swasta Dosen/guru Tidak bekerja Lainnya Total p-value
Laki-laki n
Perempuan %
n
%
Jumlah n
%
4 50 31 24 8 7 19 143
2,8 35,0 21,7 16,8 5,6 4,9 13,3 100,0
8 3,9 73 35,3 55 26,6 38 18,4 5 2,4 7 3,4 21 10,1 207 100,0 0,185
12 123 86 62 13 14 40 350
3,4 35,1 24,6 17,7 3,7 4,0 11,4 100,0
0 39 16 6 12 65 5 143
0,0 27,3 11,2 4,2 8,4 45,5 3,5 100,0
0 0,0 36 17,4 23 11,1 12 5,8 14 6,8 116 56,0 6 2,9 207 100,0 0,048*
0 75 39 18 26 181 11 350
0,0 21,4 11,1 5,1 7,4 51,7 3,1 100,0
Jenis pekerjaan ibu contoh didominasi oleh ibu rumah tangga atau tidak bekerja. Lebih dari separuh contoh (51,7%) merupakan keluarga dengan ibu yang bekerja pada sektor domestik sebagai ibu rumah tangga. Selain itu, pekerjaan ibu lainnya adalah sebagai PNS sebesar 21,4 persen, wiraswasta sebesar 11,1 persen, dosen/guru sebesar 7,4 persen, pegawai swasta sebesar 5,1 persen, dan pekerjaan lainnya (notaris, pensiun, dan petani) sebesar 3,1 persen. Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara pekerjaan ibu pada contoh laki-laki dan perempuan (p=0,048; p<0,05).
Pendapatan Keluarga Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Menurut Jayanti (2010), sebagian dari pendapatan keluarga kemudian akan dialokasikan untuk uang saku contoh. Berdasarkan uji korelasi yang dilakukan, uang saku contoh berhubungan dengan pendapatan keluarga (p-value=0,000; r=0,583). Artinya, semakin besar pendapatan keluarga maka uang saku contoh akan semakin besar. Dalam penelitian ini, besar pendapatan perkapita keluarga tiap bulan
47 diperoleh dari total jumlah penghasilan anggota keluarga, dengan asumsi anak belum bekerja. Tabel 10 menunjukkan bahwa sebaran pendapatan per kapita per bulan keluarga contoh sangat beragam, yaitu berkisar antara Rp 55.555,00 sampai Rp 6.666.700,00. Rata-rata pendapatan per kapita per bulan keluarga contoh adalah sebesar Rp 857.230,00. Persentase terbesar sebesar 60,3 persen pendapatan per kapita per bulan keluarga contoh berkisar antara Rp 500.001,00 sampai Rp 1.500.000,00. Sebesar 30,9 persen pendapatan per kapita per bulan keluarga contoh kurang dari Rp 500.000,00. Persentase contoh yang memiliki pendapatan per kapita per bulan keluarga contoh antara Rp 1.500.001,00 sampai Rp 3.000.000,00 adalah sebesar 8,0 persen. Hanya sebagian kecil keluarga contoh (0,8%) yang memiliki pendapatan per kapita per bulan keluarga contoh diatas Rp 3.000.001,00. Pendapatan keluarga mengacu pada garis kemiskinan Kota Jawa Barat yaitu sebesar Rp 212.210,00 (BPS 2011). Rata-rata pendapatan per kapita per bulan keluarga contoh diatas Rp 212.210,00. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ekonomi keluarga contoh berada di atas garis kemiskinan. Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan orangtua contoh laki-laki dan perempuan (p=0,900, p>0,05). Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga (Rp/Kap/bl) Pendapatan orangtua (Rp/Kap/Bl) ≤500.000 500.0011.500.000 1.500.0013.000.000 ≥3.000.001 Total Min-max (rupiah/bulan) Rataan±SD (rupiah/bulan) p-value
Perempuan
Laki-laki
Jumlah
n
%
n
%
n
%
49
34,3
59
28,5
108
30,9
80
55,9
131
63,3
211
60,3
13 1 143
9,1 0,7 100,0
15 2 207
7,2 1,0 100,0
28 3 350
8,0 0,8 100,0
60.000-6.666.700
55.555-4.000.000
55.555-6.666.700
862.200±683.893
853.810±555.780
857.230±610.445
0,900
Besar Keluarga Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat. Jumlah anggota keluarga dapat sangat mempengaruhi perilaku pembeli (Kotler & Armstrong 1999). Jumlah Anggota keluarga akan
48 menentukan jumlah dan pola konsumsi suatu barang dan jasa (Sumarwan 2004). Sumarwan
(2004)
menambahkan
jumlah
anggota
keluarga
akan
menggambarkan potensi permintaan terhadap suatu produk dari sebuah rumah tangga. Jumlah anggota keluarga dijadikan acuan untuk mengukur besar keluarga. Besar keluarga dikategorikan menjadi keluarga kecil (jumlah anggota keluarga kurang dari atau sama dengan empat orang), keluarga sedang (jumlah anggota keluarga lima sampai dengan enam orang), dan keluarga besar (jumlah anggota keluarga lebih dari atau sama dengan tujuh orang). Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa kurang dari separuh contoh (46,3%) berasal dari keluarga sedang. Contoh yang berasal dari keluarga kecil berada pada urutan kedua, yaitu sebesar 46,0 persen. Contoh dengan persentase terkecil berasal dari keluarga besar dengan persentase 7,7 persen. Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara jumlah anggota keluarga pada contoh laki-laki dan perempuan (p=0,299; p>0,05). Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Besar keluarga (org) Keluarga kecil (≤4) Keluarga sedang (5-6) Keluarga besar (≥7) Total Min-max Rataan±SD p-value
Laki-laki n 65 65 13 143
% 45,5 45,5 9,0 100,0 3-10 4,9±1,35
Perempuan
Jumlah
n 96 97 14 207
n 161 162 27 350
% 46,3 46,9 6,8 100,0 3-9 4,8±1,14 0,299
% 46,0 46,3 7,7 100,0 3-10 4,8±1,23
Suku Keluarga Pembelian konsumen secara kuat dipengaruhi oleh karakteristik budaya. Budaya merupakan penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang (Kotler & Amstrong 1999). Kotler dan Amstrong (1999) menambahkan bahwa setiap kebudayaan mengandung subkebudayaan yang lebih kecil, atau kelompok orang-orang yang mempunyai sistem nilai yang sama berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang sama. Suku merupakan kelompok lokalitas masyarakat yang mempunyai tingkat homogenitas yang dilatarbelakangi oleh letak geografis, nilai-nilai, dan budaya. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan suku bangsa yang beranekaragam. Contoh yang merupakan mahasiswa IPB terdiri dari berbagai suku dan dianggap telah mewakili beragam suku di Indonesia. Tabel 12 memperlihatkan bahwa proporsi contoh terbesar
49 berasal dari suku Jawa (40,3%) dan suku Sunda (23,1%). Suku contoh selain kedua suku tersebut yaitu Minang sebesar 10,6 persen, Betawi sebesar 6,3 persen, Melayu sebesar 5,7 persen, Batak sebesar 5,4 persen, Bugis sebesar 1,7 persen, Kutai sebesar 0,6 persen dan lain-lain (Aceh, Bali, Banjar, Dayak, Lampung, Maluku, Mbojo, Palembang, dan Tionghoa) sebesar 6,3 persen. Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara suku contoh laki-laki dan perempuan (p=0,287; p>0,05). Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan suku keluarga Suku keluarga Jawa Sunda Melayu Betawi Minang Batak Bugis Kutai Lainnya Total p-value
Laki-laki n 49 35 9 13 16 7 5 2 7 143
% 34,3 24,5 6,3 9,1 11,2 4,9 3,5 1,4 4,9 100,0
Perempuan n % 92 44,4 46 22,2 11 5,3 9 4,3 21 10,1 12 5,8 1 0,5 0 0,0 15 7,2 207 100,0 0,287
Jumlah n 141 81 20 22 37 19 6 2 22 350
% 40,3 23,1 5,7 6,3 10,6 5,4 1,7 0,6 6,3 100,0
Persepsi terhadap Pakaian Batik Sebaran contoh berdasarkan item pertanyaan persepsi terhadap pakaian batik dapat dilihat pada Tabel 13. Persentase terbesar jawaban yang diberikan tersebar merata pada jawaban setuju pada seluruh item pernyataan. Persentase terbesar jawaban yang diberikan antara lain, contoh setuju bahwa pakaian batik dapat dikenakan sebagai pakaian kuliah (50,0%), pakaian batik memiliki motif yang menarik dan beragam (50,6%), model pakaian batik berkembang sesuai dengan perkembangan tren mode (51,7%), dan contoh pun setuju bahwa pakaian batik yang berbahan kain katun lebih murah dibandingkan kain sutera (51,7%). Kemudian, contoh setuju bahwa motif pakaian batik berkembang sesuai dengan perkembangan tren mode (52,3%), dan pakaian batik cocok digunakan oleh semua kalangan (50,9%). Selanjutnya, hampir separuh contoh (47,7%) setuju bahwa pakaian batik dapat dikenakan sebagai pakaian santai dan jalanjalan, 47,7 persen contoh pun setuju bahwa pakaian batik lokal lebih berkualitas dibandingkan pakaian batik impor, serta 47,1 persen contoh setuju bahwa penting untuk memiliki satu buah pakaian batik diantara koleksi pakaian lainnya
50 dan setuju bahwa mengenakan pakaian batik dianggap sebagai salah satu cara untuk menunjukkan rasa cinta terhadap kebudayaan Indonesia. Tabel 13 Sebaran contoh menurut jawaban persepsi terhadap pakaian batik No
Persepsi terhadap pakaian batik
1
Dapat dikenakan sebagai pakaian kuliah
2
Motifnya beragam dan menarik Modelnya berkembang sesuai dengan perkembangan mode Jenis bahan kain katun lebih cocok digunakan untuk berbagai aktivitas Batik lokal lebih berkualitas dibandingkan batik impor Jenis kain katun lebih murah dibandingkan kain sutera Penting untuk memiliki satu buah pakaian batik Mengenakan pakaian batik menunjukkan rasa cinta terhadap kebudayaan Indonesia Dapat dikenakan sebagai pakaian santai dan jalan-jalan
3 4
5
6 7 8
9
10 11
Motifnya berkembang sesuai perkembangan tren mode Cocok digunakan oleh semua kalangan
6 (SS) 38,6
Total (%) (n=350) 5 4 3 (S) (CS) (KS) 8,9 1,7 50,0
34,9
50,6
13,7
31,4
51,7
10,3
Ratarata ± SD
2 (TS) 0,6
1 (STS) 0,3
0,6
0,3
0,0
14,3
2,3
0,3
0,0
57,1
23,4
7,4
1,7
0,0
4,67±0 ,83
30,0
47,7
17,1
4,3
0,9
0,0
5,02±0 ,85
20,0
51,7
19,1
6,6
2,0
0,6
4,79±0 ,94
38,6
47,1
12,3
1,4
0,6
0,0
5,22±0 ,76
45,7
47,1
5,4
1,1
0,6
0,0
5,36±0 ,69
23,4
47,7
20,9
6,3
1,7
0,0
4,85±0 ,91
32,3
52,3
10,9
4,0
0,6
0,0
5,12±0 ,79
43,4
50,9
4,9
0,3
0,3
0,3
5,36±0 ,66
5,23±0 ,77 5,19±0 ,71 5,12±0 ,75
Pada tabel 13 pun dapat dilihat bahwa lebih dari separuh contoh (57,1%) setuju bahwa jenis bahan kain pakaian batik yang cocok digunakan untuk berbagai aktivitas yaitu kain katun (57,1%), namun masih terdapat 7,4 persen contoh (26 org) yang kurang setuju dengan persepsi ini. Hal ini diduga karena aktivitas contoh yang berprofesi sebagai mahasiswa,terkadang cenderung menggunakan pakaian berbahan kaos atau pun jenis bahan pakaian lainnya untuk menunjang aktivitasnya.
51 Pada Tabel 14 disajikan sebaran contoh berdasarkan kategori persepsi terhadap pakaian batik. Terlihat bahwa hampir seluruh contoh (97,1%) setuju pada item pertanyaan yang berkaitan dengan persepsi terhadap pakaian batik. Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara nilai rata-rata skor persepsi pada contoh laki-laki dan perempuan (p=0,332; p>0,05). Namun berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh terlihat bahwa persepsi contoh terhadap pakaian batik kelompok contoh perempuan cenderung lebih tinggi (85,08) dibandingkan laki-laki (84,24). Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan kategori persepsi terhadap pakaian batik Kategori persepsi (%) Kurang setuju (16,67-66,67) Setuju (68,18-100,00) Total Rata-rata ± SD Min-max p-value
Laki-laki n
% 2 1,4 141 98,6 143 100,0 84,24 ±5,14 41-66
Perempuan n
% 8 3,9 199 96,1 207 100,0 85,08±5,30 23-66 0,332
Total n % 10 2,9 340 97,1 350 100,0 84,73 ± 5,24 23-66
Afektif terhadap Pakaian Batik Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan afektif (perasaan) terhadap pakaian batik terpapar pada Tabel 15. Lebih dari separuh contoh (54,6%) menyatakan setuju bahwa sebagai warga Indonesia bangga mengenakan pakaian batik. Kemudian, hampir separuh contoh (48,6%) setuju bahwa sebagai warga Indonesia harus mencintai batik, dan hampir separuh contoh (49,4%) menyatakan bahwa sebagai warga Indonesia harus melestarikan batik. Selanjutnya, hampir separuh contoh (49,7%) berpendapat setuju bahwa sebagai warga Indonesia sebaiknya memiliki pakaian batik, dan kurang dari separuh contoh (46,0%) tertarik dengan pakaian batik asli Indonesia. Namun masih terdapat 22,3 persen contoh yang kurang setuju jika membeli pakaian batik dengan uang sendiri, serta 20,0 persen contoh yang menganggap bahwa cukup jika hanya memiliki satu buah pakaian batik saja. Hal ini diduga karena contoh yang berprofesi sebagai mahasiswa cenderung masih belum memiliki penghasilan sendiri, sehingga ada kemungkinan contoh mendapatkan pakaian batik sebagai hadiah dari orangtua.
52 Tabel 15 Sebaran contoh menurut jawaban afektif terhadap pakaian batik No 1 2 3 4
5
6 7 8 9
Afektif terhadap pakaian batik Harus memiliki satu buah pakaian batik Sebagai warga Indonesia, harus mencintai batik Sebagai warga Indonesia, harus melestarikan batik Warga Indonesia sebaiknya rutin menggunakan pakaian batik Sebagai warga Indonesia, bangga mengenakan pakaian batik Warga Indonesia sebaiknya memiliki pakaian batik Membeli pakaian batik dengan uang sendiri Merasa tidak cukup jika hanya memiliki satu pakaian batik Sebagai warga Indonesia hanya tertarik dengan pakaian batik asli Indonesia
Total (%) (n=350) 4 3 (CS) (KS) 11,1 1,4
6 (SS) 41,4
5 (S) 45,1
44,9
48,6
5,1
43,7
49,4
17,7
Rata-rata ± SD
2 (TS) 0,9
1 (STS) 0,0
1,1
0,0
0,3
5,36±0,68
6,0
0,6
0,0
0,3
5,35±0,66
34,9
30,3
14,3
2,6
0,3
4,50±1,04
37,4
54,6
7,4
0,6
0,0
0,0
5,29±0,62
36,6
49,7
11,4
2,0
0,0
0,3
5,20±0,75
7,4
32,3
32,3
22,3
4,6
1,1
4,12±1,06
10,9
32,9
32,9
20,0
2,3
1,1
4,27±1,04
22,3
46,0
22,0
8,6
1,1
0,0
4,80±0,92
5,25±0,77
Gambaran sebaran contoh berdasarkan afektif terhadap pakaian batik yang telah dikategorikan ke dalam kategori negatif dan positif dapat dilihat pada Tabel 16 di bawah ini. Terlihat bahwa hampir seluruh contoh (94,9%) memiliki afektif (perasaan) yang positif terhadap pakaian batik. Hasil uji beda dengan kontrol jenis kelamin menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara afektif terhadap pakaian batik yang terbentuk pada kelompok contoh lakilaki dan perempuan (p=0,926; p>0,05). Meskipun tidak terdapat perbedaan yang nyata, berdasarkan nilai rata-rata skor yang diperoleh, dapat diketahui bahwa afektif yang terbentuk pada kelompok contoh perempuan (81,78) sedikit lebih tinggi dibandingkan kelompok contoh laki-laki (81,69).
53 Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan kategori afektif terhadap pakaian batik Kategori afektif (%) Negatif (16,67-66,67) Positif (68,52-100,00) Total Rata-rata ± SD Min-max p-value
Laki-laki
Perempuan
n
n % 11 5,3 196 94,7 207 100,0 81,78±4,75 21-54 0,926
% 7 4,9 136 95,1 143 100,0 81,69±4,62 32-54
Total n % 18 5,1 332 94,9 350 100,0 81,74±4,69 21-54
Preferensi terhadap Pakaian Batik Tabel 17 merupakan hasil analisis Konjoin yang menunjukkan fungsi utilitas dan kepentingan relatif atribut pakaian batik. Berdasarkan tabel tersebut, dapat terlihat bahwa nilai kepentingan tertinggi dimiliki oleh atribut harga (56,46%), diikuti oleh model pakaian batik (19,33%), lalu kain pakaian batik (19,16%), dan yang terakhir adalah motif pakaian batik (5,05%). Hasil analisis Konjoin kemudian menunjukkan kombinasi atribut yang disukai oleh contoh, yaitu pakaian batik dengan harga kurang dari Rp 100.000,00, dengan model formal yang berupa jas/blazer/dress/kemeja/atasan, dengan jenis bahan kain sutera, serta dengan motif nongeometris yang berupa motif binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk hidup lainnya. Tabel 17 Fungsi utilitas dan kepentingan relatif atribut pakaian batik Attribute Model Santai (kaos/jaket/daster) Formal (jas/blazer/dress/kemeja/atasan) Harga < Rp 100.000,00 > Rp 100.000,00 Motif Nongeometris (binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk hidup lainnya) Geometris (garis-garis) Jenis kain Katun Sutera
Utility
Importance (% Utility Range)
-0,0629 0,0629
19,33
0,1836 -0,1836
56,46
0,0164
5,05
-0,0164 -0,0623 0,0623
19,16
Gambaran sebaran contoh berdasarkan preferensi terhadap pakaian batik yang telah dikategorikan ke dalam kategori suka dan kurang suka dapat dilihat pada Tabel 18 di bawah ini. Terlihat bahwa sebagian besar contoh (82,6%) menyukai pakaian batik. Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara preferensi
54 terhadap pakaian batik kelompok contoh laki-laki dan perempuan (p=0,110; p>0,05). Akan tetapi pada Tabel 18 terlihat bahwa rata-rata preferensi contoh terhadap pakaian batik pada kelompok contoh laki-laki (62,48) lebih besar dibandingkan kelompok contoh perempuan (60,21). Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan kategori preferensi terhadap pakaian batik Kategori preferensi (%) Kurang suka (10,00-50,00) Suka (60,00-100,00) Total Rata-rata ± SD Min-max p-value
Laki-laki n % 22 15,4 121 84,6 143 100,0 62,48±13,87 17-99
Perempuan n % 39 18,8 168 81,2 207 100,0 60,21±12,46 11-84 0,110
Total n % 61 17,4 289 82,6 350 100,0 61,14±13,08 11-99
. Minat Beli terhadap Pakaian Batik Tabel 19 menunjukkan sebaran contoh terhadap item pertanyaan yang berkaitan dengan minat beli terhadap pakaian batik. Persentase terbesar jawaban yang diberikan antara lain, contoh setuju bahwa alasan membeli pakaian batik dikarenakan oleh tertarik akan motifnya (54,0%), modelnya kian menarik dan beragam (45,4%), dan setuju bahwa salah satu alasan contoh membeli pakaian batik yaitu setidaknya contoh memiliki satu pakaian batik yang dapat dikenakan ketika menghadiri acara resmi (47,7%). Hampir separuh contoh (41,7%) setuju bahwa mereka akan merekomendasikan kepada teman/saudara agar mengenakan pakaian batik ketika menghadiri acara-acara resmi. Hasil penelitian pun menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (52,9%) menyatakan kurang setuju pada item pernyataan yang mengemukakan bahwa pakaian batik merupakan pakaian yang pertama kali dicari ketika mengunjungi tempat perbelanjaan. Selain itu, hampir separuh contoh (40,9%) menyatakan kurang setuju pada item pernyataan yang mengemukakan kesediaan contoh menyisihkan uang saku untuk membeli pakaian batik. Selanjutnya masih terdapat 28,3 persen contoh yang kurang setuju jika sebagian dari pakaiannya harus terdiri dari pakaian batik, 24,3 persen contoh yang kurang setuju jika alasan membeli pakaian batik karena ingin mengikuti perkembangan tren mode, serta 20,6 persen contoh pun menyatakan kurang setuju jika pakaian batik merupakan pakaian yang akan selalu digunakan ketika menghadiri acaraacara resmi. Hal ini diduga karena beragamnya jenis pakaian lain yang beredar di pasaran dan tidak kalah menarik dengan pakaian batik.
55 Tabel 19 Sebaran contoh menurut jawaban minat beli terhadap pakaian batik No 1 2 3
4
5
6 7
8
9
10
Minat beli terhadap pakaian batik Pertama kali dicari ketika mengunjungi tempat perbelanjaan Menyisihkan uang saku untuk membelinya Setidaknya memiliki satu pakaian batik untuk dikenakan ketika menghadiri acara resmi Merekomendasikan kepada teman/saudara untuk membeli pakaian batik Merekomendasikan kepada teman/saudara untuk menggunakan pakaian batik ketika menghadiri acara resmi Sebagian dari pakaian, harus terdiri dari pakaian batik Pakaian batik akan selalu digunakan ketika menghadiri acara-acara resmi dan formal Membeli pakaian batik karena modelnya yang kian beragam dan menarik Membeli pakaian batik karena ingin mengikuti perkembangan tren mode Membeli pakaian batik karena tertarik dengan motifnya
6 (SS) 0,9
5 (S) 4,3
Total (%) (n=350) 4 3 (CS) (KS) 13,1 52,9
0,3
12,9
32,3
40,9
10,9
2,9
16,6
47,7
28,9
5,1
1,4
0,3
7,1
32,3
37,1
19,4
4,0
0,0
4,19 ±0,9 6
9,1
41,7
31,1
16,0
2,0
0,0
4,40 ±0,9 3
5,4
25,7
31,7
28,3
7,7
1,1
6,6
24,9
42,6
20,6
5,1
0,3
3,89 ±1,0 8 4,06 ±0,9 7
10,3
45,4
34,3
8,3
1,4
0,3
4,54 ±0,8 6
4,0
28,9
34,9
24,3
6,6
1,4
3,95 ±1,0 4
10,6
54,0
29,7
3,7
1,7
0,3
4,67 ±0,8 0
2 (TS) 24,9
1 (STS) 4,0
Ratarata ± SD 2,91 ±0,8 9 3,42 ±0,9 5 4,72 ±0,8 7
Tabel 20 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan kategori minat beli terhadap pakaian batik yang dikategorikan menjadi setuju dan kurang setuju. Lebih dari separuh contoh (52%) menyatakan setuju terhadap item pertanyaan yang diberikan. Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara minat beli terhadap pakaian batik kelompok contoh laki-laki dan perempuan (p=0,534; p>0,05). Akan tetapi pada Tabel 20 terlihat bahwa rata-rata minat beli contoh terhadap pakaian batik pada kelompok contoh perempuan (68,18) lebih besar dibandingkan kelompok contoh laki-laki (67,53).
56 Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan kategori minat beli terhadap pakaian batik Kategori minat beli (%) Kurang setuju (16,67-66,67) Setuju (68,33-100,00) Total Rata-rata ± SD Min-max p-value
Laki-laki
Perempuan
n % 72 50,3 71 49,7 143 100 67,53±6,13 23-57
n % 96 46,4 111 53,6 207 100 68,18±5,64 23-55 0,534
Total n % 168 48,0 182 52,0 350 100 67,92±5,84 23-57
Hubungan antar Variabel Penelitian Hubungan Persepsi dengan Afektif Tabel 21 dan Tabel 27 menunjukkan sebaran antara persepsi dan afektif contoh terhadap pakaian batik. Terlihat pada Tabel 21 bahwa persentase contoh yang memiliki persepsi kurang setuju terhadap pakaian batik dan memiliki afektif negatif terhadap pakaian batik adalah 2,0 persen. Selanjutnya, persentase contoh yang memiliki persepsi setuju terhadap pakaian batik dan memiliki afektif positif terhadap pakaian batik adalah 94,0 persen. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan secara positif sebesar 67,0 persen antara persepsi dan afektif terhadap pakaian batik (Tabel 27). Semakin tinggi persepsi contoh terhadap pakaian batik, maka afektif contoh terhadap pakaian batik akan semakin positif. Tabel 21 Hubungan antara persepsi dan afektif terhadap pakaian batik Afektif
Persepsi Total p-value
Kurang setuju Setuju
Negatif n 7 11 18
Total Positif
% 2,0 3,1 5,1
n
% 3 0,9 329 94,0 332 94,9 0,000
n 10 340 350
% 2,9 97,1 100,0
Hubungan Afektif dan Preferensi Sebaran hubungan antara afektif dan preferensi terhadap pakaian batik diuraikan pada Tabel 22 dan Tabel 27. Tabel 22 menunjukkan persentase contoh yang memiliki afektif negatif terhadap pakaian batik dan kurang menyukai pakaian batik yaitu 1,4 persen. Persentase contoh yang memiliki afektif positif terhadap pakaian batik dan menyukai pakaian batik tersebut adalah sebesar 78,9 persen.
57 Tabel 22 Hubungan antara afektif dan preferensi terhadap pakaian batik Preferensi Kurang suka n % 5 1,4 56 16,0 61 17,4
Negatif Positif
Afektif Total p-value
Total
Suka n % 13 3,7 276 78,9 289 82,6 0,015
n 18 332 350
% 5,1 94,9 100,0
Contoh yang memiliki afektif positif terhadap pakaian batik, belum sepenuhnya menyukai pakaian batik. Contoh cenderung memiliki afektif positif terhadap pakaian batik namun preferensinya terhadap pakaian batik tidak sepenuhnya berada pada kategori suka. Masih terdapat 16,0 persen contoh yang kurang menyukai pakaian batik. Hasil uji korelasi yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara afektif dan preferensi contoh terhadap pakaian batik (Tabel 27).
Hubungan Persepsi dan Preferensi Sebaran hubungan antara persepsi dan preferensi contoh terhadap pakaian batik diuraikan pada Tabel 23 dan Tabel 27. Tabel 23 menunjukkan bahwa terdapat 0,6 persen contoh yang memiliki persepsi kurang setuju terhadap pakaian batik dan kurang menyukai pakaian batik. Persentase contoh yang setuju terhadap item pernyataan yang berkaitan dengan persepsi dan menyukai pakaian batik adalah sebesar 80,3 persen. Tabel 23 Hubungan antara persepsi dan preferensi terhadap pakaian batik Preferensi
Persepsi
Kurang setuju Setuju
Total p-value
Kurang suka n % 2 0,6 59 16,8 61 17,4
Total Suka
n
% 8 2,3 281 80,3 289 82,6 0,070
n 10 340 350
% 2,9 97,1 100,0
Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara persepsi dan preferensi contoh terhadap pakaian batik (Tabel 27). Contoh yang menyatakan setuju terhadap item pernyataan persepsi, belum sepenuhnya menyukai pakaian batik. Masih terdapat 16,8 persen contoh yang kurang menyukai pakaian batik.
58 Hubungan Persepsi dan Minat Beli Sebaran hubungan antara persepsi dan minat beli dapat dilihat pada Tabel 24 dan Tabel 27. Tabel 24 menunjukkan bahwa terdapat 2,3 persen contoh yang menyatakan kurang setuju terhadap item pernyataan persepsi dan minat beli. Persentase contoh yang setuju terhadap item pertanyaan persepsi dan minat beli terhadap pakaian batik adalah sebesar 51,4 persen. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson (Tabel 27), terdapat hubungan yang sangat signifikan secara positif sebesar 40,5 persen antara persepsi dan minat beli contoh terhadap pakaian batik. Semakin tinggi persepsi contoh terhadap pakaian batik, maka minat beli contoh akan pakaian batik semakin tinggi. Tabel 24 Hubungan antara persepsi dan minat beli pakaian batik Minat beli
Persepsi Total p-value
Kurang setuju Setuju
Kurang setuju n % 8 2,3 160 45,7 168 48
Total Setuju
n
% 2 0,6 180 51,4 182 52 0,000
n 10 340 350
% 2,9 97,1 100,0
Hubungan antara Afektif dan Minat Beli Tabel 25 dan Tabel 27 menunjukkan sebaran hubungan antara afektif dan minat beli pakaian batik. Terlihat pada Tabel 25 menunjukkan persentase contoh yang memiliki afektif negatif terhadap pakaian batik dan kurang setuju terhadap item pernyataan pakaian batik adalah sebesar 4,5 persen. Persentase contoh yang memiliki afektif positif terhadap pakaian batik dan menyatakan setuju terhadap item pernyataan yang berkaitan dengan minat beli adalah sebesar 51,5 persen. Contoh yang memiliki afektif positif terhadap pakaian batik belum sepenuhnya setuju terhadap pernyataan yang berkaitan dengan minat beli, karena masih ada 43,4 persen contoh yang menyatakan kurang setuju terhadap item pernyataan yang berkaitan dengan minat beli. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan secara positif sebesar 55,9 persen antara afektif terhadap pakaian batik dan minat beli pakaian batik. Semakin tinggi afektif contoh terhadap pakaian batik, maka semakin tinggi pula minat beli contoh akan pakaian batik.
59 Tabel 25 Hubungan antara afektif dan minat beli pakaian batik Minat beli
Negatif Positif
Afektif Total p-value
Kurang setuju n % 16 4,5 152 43,4 168 47,9
Total Setuju
n
% 2 0,6 180 51,5 182 52,1 0,000
n 18 332 350
% 5,1 94,9 100,0
Hubungan antara Preferensi dan Minat Beli Sebaran hubungan antara preferensi dan minat beli contoh terhadap pakaian batik tersaji pada Tabel 26 dan Tabel 27. Pada Tabel 26 dapat terlihat persentase contoh yang kurang menyukai pakaian batik dan kurang setuju terhadap item pertanyaan minat beli pakaian batik yaitu sebesar 10,0 persen. Persentase contoh menyukai pakaian batik dan menyetujui item pertanyaan minat beli pakaian batik adalah sebesar 44,6 persen. Namun, contoh yang menyukai pakaian batik belum sepenuhnya setuju terhadap item pernyataan minat beli. Contoh cenderung menyukai pakaian batik, namun belum sepenuhnya menyatakan setuju terhadap item pernyataan yang berkaitan dengan minat beli pakaian
batik. Masih terdapat 38,0 persen contoh yang
tergolong kurang setuju terhadap item pernyataan minat beli. Hasil uji korelasi antara preferensi terhadap pakaian batik dan minat beli pakaian batik yang dilakukan menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p-value=0,000). Tabel 26 Hubungan antara preferensi dan minat beli pakaian batik Minat beli
Preferensi Total p-value
Kurang suka Suka
Kurang setuju n % 35 10,0 133 38,0 168 48,0
Setuju n % 26 7,4 156 44,6 182 52,0 0,000
Total n 61 289 350
% 17,4 82,6 100,0
Hubungan antara Minat Beli dengan Variabel Penelitian Besar hubungan antar variabel terhadap minat beli pakaian batik diuraikan pada Tabel 27. Pada tabel tersebut dapat terlihat bahwa terdapat tiga variabel yang memiliki hubungan sangat signifikan terhadap minat beli pakaian batik. Variabel pertama adalah variabel persepsi yang berhubungan sangat signifikan dengan minat beli sebesar 40,5 persen. Variabel kedua adalah variabel
60 afektif yang berhubungan sangat signifikan dengan minat beli sebesar 55,9 persen. Selanjutnya, variabel preferensi yang berhubungan sangat signifikan dengan minat beli sebesar 22,4 persen. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson yang terdapat pada Tabel 27, dapat disimpulkan bahwa cara untuk menciptakan minat beli contoh terhadap pakaian batik adalah dengan meningkatkan persepsi, afektif, dan preferensi contoh terhadap pakaian batik. Persepsi, afektif, dan preferensi terhadap pakaian batik memiliki hubungan yang signifikan dengan minat beli pakaian batik, sehingga dengan meningkatkan persepsi, afektif, dan preferensi contoh, maka minat beli pakaian batik juga akan meningkat. Tabel 27 Sebaran koefisien korelasi antara persepsi, afektif, preferensi dan minat beli Variabel Persepsi Persepsi 1 Afektif .670** Preferensi .097 Minat .405** **) Signifikan pada p<0,01
Afektif
Preferensi
1 .130* .559**
Minat
1 .224**
1
Hubungan Antara Karakteristik Contoh dan Karakteristik Keluarga dengan Variabel Penelitian Hubungan antara karakteristik contoh dengan variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 28. Uji korelasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan uji kerelasi Pearson dan uji korelasi Spearman. Tabel 28 Hubungan antara karakteristik contoh dengan variabel penelitian Persepsi Usia Uang saku Jenis kelamin Asal daerah
Pearson Correlation
.034
Spearman's rho
Afektif
Preferensi
Minat Beli
.085
.171**
.076
.086
.067
**
.141
.086
.091
.020
-.009
.047
-.006
-.024
.019
-.070
Uji korelasi Pearson digunakan untuk karakteristik contoh berskala rasio, seperti usia dan uang saku contoh. Selanjutnya, uji korelasi Spearman digunakan untuk karakteristik contoh yang memiliki skala nominal, seperti jenis kelamin dan asal daerah contoh. Hasil uji korelasi menyatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan secara positif antara usia dengan preferensi terhadap
61 pakaian batik sebesar 17,1 persen (r=0,171), serta antara uang saku dengan preferensi terhadap pakaian batik sebesar 14,1 persen (r=0,141). Tabel 29 menunjukkan hubungan antara karakteristik keluarga dengan variabel penelitian. Uji korelasi yang digunakan adalah uji korelasi Pearson dan uji korelasi Spearman. Uji korelasi Pearson digunakan untuk menguji hubungan antara besar keluarga contoh dan pendapatan keluarga dengan variabel penelitian (persepsi, afektif, preferensi, dan minat beli). Uji korelasi Spearman digunakan untuk menguji hubungan antara pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, dan suku keluarga dengan persepsi, afektif, preferensi, dan minat beli pakaian batik. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan secara positif antara pendapatan keluarga dengan preferensi terhadap pakaian batik sebesar 13,0 persen (r=0,130), serta terdapat hubungan yang signifikan secara positif antara pekerjaan ibu dengan persepsi terhadap pakaian batik sebesar 10,6 persen (r=0,106). Tabel 29 Hubungan antara karakteristik keluarga contoh dengan variabel penelitian Persepsi Besar Keluarga Pendapatan keluarga Pekerjaan ayah Pekerjaan ibu
Pearson Correlation Spearman's rho
Suku
Afektif
Preferensi
Minat Beli
-.046
-.078
.031
-.045
.007
.049
.130*
.058
.048
.029
-.063
-.094
.106*
.082
-.092
-.041
-.056
.004
.001
-.052
Keterangan: *nyata pada p<0,05
Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Persepsi Pakaian Batik Analisis regresi linear berganda dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pakaian batik. Terdapat 5 faktor yang menjadi variabel independen, yaitu usia, jenis kelamin, uang saku, suku, dan afektif. Metode yang digunakan dalam menganalisis yaitu metode Enter. Uji regresi yang dilakukan menghasilkan nilai koefisien determinasi yang telah disesuaikan (Adjusted R Square) sebesar 0,445. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diartikan bahwa sebesar 44,5 persen variabel dependen persepsi pakaian batik dipengaruhi oleh variabel independen, dan sisanya sebesar 55,5 persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel independen. Berikut ini adalah Tabel
62 30 yang menguraikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pakaian batik. Tabel 30 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pakaian batik Model
Standardized Coefficients Beta
Sig.
Konstanta Usia
.000 -.019
.633
Jenis kelamin
.045
.263
Uang saku
.041
.306
-.016
.684
.668 .445
.000**
Suku Afektif Adjusted R Square
Dari 5 faktor yang menjadi variabel independen, hanya terdapat satu buah variabel yang mempengaruhi persepsi pakaian batik, yaitu afektif (sig.=0,000). Nilai beta variabel afektif pada koefisien standar yaitu 0,668. Artinya, setiap kenaikan satu satuan afektif terhadap pakaian batik, maka akan meningkatkan 0,668 satuan persepsi terhadap pakaian batik. Berdasarkan perhitungan koefisien regresi, didapatkan model regresi linear untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pakaian batik, yaitu: Y= 24,377 – 0,100 X1 + 0,477 X2 + 6.505E-7 X3 – 0,186 X4 + 0,746 X5 Keterangan: Y = Persepsi pakaian batik X1 = Usia (tahun) X2 = Jenis kelamin (1=perempuan, 0=laki-laki) X3 = Uang saku (rupiah) X4 = Suku (1=luar pulau jawa, 0=pulau jawa) X5 = Afektif (skor) Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Afektif Pakaian Batik Uji analisis regresi linear berganda dilakukan untuk mengetahui faktorfaktor yang berpengaruh terhadap afektif pakaian batik. Terdapat 5 faktor yang menjadi variabel independen, yaitu usia, jenis kelamin, uang saku, suku, dan persepsi. Metode yang digunakan dalam menganalisis yaitu metode Enter. Uji regresi yang dilakukan menghasilkan nilai koefisien determinasi yang telah disesuaikan (Adjusted R Square) sebesar 0,445. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diartikan bahwa sebesar 44,5 persen variabel dependen afektif pakaian
63 batik dipengaruhi oleh variabel independen, dan sisanya sebesar 55,5 persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel independen. Berikut ini adalah Tabel 31 yang menguraikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap afektif pakaian batik. Tabel 31 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap afektif pakaian batik Model
Standardized Coefficients Beta
Sig.
Konstanta Usia
.243 .060
.140
-.025
.530
Uang saku
.008
.848
Suku
.003
.935
.668 .445
.000**
Jenis kelamin
Persepsi Adjusted R Square
Dari 5 faktor yang menjadi variabel independen, hanya terdapat satu buah variabel yang mempengaruhi afektif pakaian batik, yaitu persepsi (sig.=0,000). Nilai beta variabel persepsi pada koefisien standar yaitu 0,668. Artinya, setiap kenaikan satu satuan persepsi terhadap pakaian batik, maka akan meningkatkan 0,668 satuan afektif terhadap pakaian batik. Berdasarkan perhitungan koefisien regresi, didapatkan model regresi linear untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap afektif pakaian batik, yaitu: Y= 4,996 + 0,276 X1 - 0,240 X2 + 1.091E-7 X3 + 0,033 X4 + 0,599 X5 Keterangan: Y = Persepsi pakaian batik X1 = Usia (tahun) X2 = Jenis kelamin (1=perempuan, 0=laki-laki) X3 = Uang saku (rupiah) X4 = Suku (1=luar pulau jawa, 0=pulau jawa) X5 = Persepsi (skor) Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Preferensi Pakaian Batik Uji regresi linear berganda dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap preferensi pakaian batik. Terdapat 6 faktor yang menjadi variabel independen, yaitu usia, jenis kelamin, uang saku, suku, persepsi, dan afektif. Metode yang digunakan dalam menganalisis yaitu metode Enter. Uji regresi yang dilakukan menghasilkan nilai koefisien determinasi yang telah
64 disesuaikan (Adjusted R Square) sebesar 0,044. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diartikan bahwa sebesar 4,4 persen variabel dependen preferensi pakaian batik dipengaruhi oleh variabel independen, dan sisanya sebesar 95,6 persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel independen. Berikut ini adalah Tabel 32 yang menguraikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap preferensi pakaian batik. Tabel 32 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap preferensi pakaian batik Model
Standardized Coefficients Beta
Konstanta Usia
Sig. .151
.152
.005**
-.017
.751
Uang saku
.124
.019*
Suku
.032
.543
Persepsi
.018
.798
.096 .044
.175
Jenis kelamin
Afektif Adjusted R Square
Dari 6 faktor yang menjadi variabel independen, terdapat dua buah variabel yang mempengaruhi preferensi pakaian batik, yaitu usia (sig.=0,005) dan uang saku (sig.=0,019). Nilai beta variabel usia pada koefisien standar yaitu 0,152. Artinya, setiap kenaikan satu satuan usia, maka akan meningkatkan 0,152 satuan preferensi terhadap pakaian batik. Kemudian, nilai beta variabel uang saku pada koefisien standar yaitu 0,124. Artinya, setiap kenaikan satu satuan uang saku terhadap pakaian batik, maka akan meningkatkan 0,124 satuan preferensi terhadap pakaian batik. Berdasarkan perhitungan koefisien regresi, didapatkan model regresi linear untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap preferensi pakaian batik, yaitu: Y= -3,804 + 0,330 X1 – 0.075 X2 + 8,286E-7 X3 + 0,154 X4 + 0,008 X5 – 0,045 X6 Keterangan: Y = Persepsi pakaian batik X1 = Usia (tahun) X2 = Jenis kelamin (1=perempuan, 0=laki-laki) X3 = Uang saku (rupiah) X4 = Suku (1=luar pulau jawa, 0=pulau jawa) X5 = Persepsi (skor) X6 = Afektif (skor)
65 Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Minat Beli Pakaian Batik Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap minat beli pakaian batik. Terdapat 7 faktor yang menjadi variabel independen, yaitu usia, jenis kelamin, uang saku, suku, persepsi, afektif, dan preferensi. Metode yang digunakan dalam menganalisis yaitu metode Enter. Berikut ini adalah Tabel 33 yang menguraikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap minat beli pakaian batik. Tabel 33 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap minat beli pakaian batik Model
Standardized Coefficients Beta
Sig.
Konstanta
.317
Usia
.011
.810
Jenis kelamin
.030
.496
Uang saku
.027
.544
-.044
.325
Persepsi
.047
.428
Afektif
.505
.000**
.151 .328
.001**
Suku
Preferensi Adjusted R Square
Uji regresi yang dilakukan menghasilkan nilai koefisien determinasi yang telah disesuaikan (Adjusted R Square) sebesar 0,328. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diartikan bahwa sebesar 32,8 persen variabel dependen minat beli pakaian batik dipengaruhi oleh variabel independen, dan sisanya sebesar 67,2 persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel independen. Dari 7 faktor yang menjadi variabel independen, terdapat dua buah variabel yang mempengaruhi minat beli, yaitu afektif (sig.=0,000) dan preferensi (sig.=0,001). Nilai beta variabel afektif pada koefisien standar yaitu 0,505. Artinya, setiap kenaikan satu satuan afektif terhadap pakaian batik, maka akan meningkatkan 0,505 satuan minat beli terhadap pakaian batik. Kemudian nilai beta variabel preferensi pada koefisien standar yaitu 0,151. Artinya, setiap kenaikan satu satuan preferensi pakaian batik akan meningkatkan 0,151 satuan minat beli. Berdasarkan perhitungan koefisien regresi, didapatkan model regresi linear untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap minat beli pakaian batik, yaitu:
66 Y= 5,902 + 0,063 X1 + 0,358 X2 + 4,788E-7 X3 – 0,554 X4 + 0,053 X5 + 0,629 X6 + 0,401 X7 Keterangan: Y = Persepsi pakaian batik X1 = Usia (tahun) X2 = Jenis kelamin (1=perempuan, 0=laki-laki) X3 = Uang saku (rupiah) X4 = Suku (1=luar pulau jawa, 0=pulau jawa) X5 = Persepsi (skor) X6 = Afektif (skor) X7 = Preferensi (skor) Pembahasan Minat beli pakaian batik atau yang lebih dikenal dengan niat beli berhubungan dengan rencana dan keinginan konsumen untuk membeli produk pakaian batik. Minat beli merupakan bagian dari perilaku konsumen yakni tindakan serta proses psikologis yang mendorong konsumen pada saat sebelum membeli pakaian batik. Menurut Prasetijo dan Ihalauw (2005), perilaku individu sebagai konsumen dipengaruhi oleh kultur dominan maupun subkultur spesifik dimana ia berada. Anggota dari suatu subkultur yang spesifik cenderung memiliki keyakinan, nilai-nilai, dan kebiasaan yang memisahkan mereka dari anggotaanggota lain dalam masyarakat yang sama. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa sub budaya dapat tumbuh dari adanya kelompok-kelompok di dalam suatu
masyarakat.
Sumarwan
(2004)
menambahkan,
pengelompokkan
masyarakat biasanya berdasarkan usia, jenis kelamin, lokasi tinggal, pekerjaan, dan sebagainya. Secara umum, pengelompokkan tersebut meliputi karakteristik contoh dan karakteristik keluarga. Berdasarkan penelitian, contoh memiliki sebaran usia yang tergolong pada kategori dewasa awal (18-24 th), rata-rata uang saku contoh Rp 771.000,00, dan persentase terbesar contoh berasal dari daerah kota Bogor dan Depok (26,9%). Berdasarkan profil data contoh, pekerjaan ayah didominasi oleh PNS (35,1%), sedangkan pekerjaan ibu didominasi oleh ibu rumah tangga (51,7%). Hampir separuh contoh (46,3%) merupakan keluarga sedang dan hampir separuh contoh (46,0%) merupakan keluarga kecil. Mengacu pada garis kemiskinan Kota Jawa Barat, rata-rata pendapatan keluarga berada di atas garis kemiskinan. Kemudian, hampir separuh contoh (40,3%) merupakan suku jawa. Hasil uji beda t-test terhadap
67 karakteristik contoh dan karakteristik keluarga antara contoh perempuan dan lakilaki menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara jenis pekerjaan ibu (pvalue=0,048). Persepsi
terhadap
pakaian
batik.
Menurut
Simamora
(2002),
karakteristik contoh yang termasuk ke dalam faktor pribadi, serta keluarga yang merupakan faktor ekstern dapat mempengaruhi perilaku konsumen, dimana salah satunya adalah variabel persepsi yang tidak bisa diamati. Simamora (2002) menambahkan, karakteristik individu seseorang memiliki kemampuan yang berbeda dalam membentuk persepsi. Informasi apa yang diinginkan, bagaimana menginterpretasikan informasi tersebut dan informasi apa yang masih diingat, bergantung pada karakteristik individu, seperti tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, dan lainnya (Simamora 2002). Menurut Sumarwan (2004), persepsi seringkali menjadi dasar dalam pengambilan keputusan konsumen saat membeli sebuah produk. Persepsi terhadap
pakaian
batik
merupakan
evaluasi
konsumen
terkait
dengan
pandangan contoh terhadap stimuli berupa atribut pakaian batik yang kemudian digambarkan dengan kata-kata sifat, dimana menurut Simamora (2002) persepsi tersebut merupakan proses seseorang dalam menyeleksi, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan stimuli menjadi sebuah gambaran yang memiliki arti. Stimuli tersebut dalam hal ini adalah setiap input yang dapat ditangkap oleh indera, seperti harga, model, motif, dan jenis kain. Hasil penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan jawaban contoh terkait dengan persepsinya terhadap pakaian batik yang menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh (97,1%) cenderung menjawab setuju terhadap item pertanyaan yang diberikan. Artinya, evaluasi contoh terhadap stimulus yang berupa atribut pakaian batik dapat dikatakan baik. Berdasarkan persentase sebaran contoh terhadap item pernyataan, menunjukkan bahwa contoh memiliki persepsi yang baik terhadap pernyataan yang berkaitan dengan jenis bahan pakaian batik yang lebih cocok digunakan untuk berbagai aktivitas yaitu kain katun, akan tetapi masih terdapat 7,4 persen contoh yang kurang setuju dengan persepsi yang mengemukakan bahwa pakaian batik yang berbahan kain katun lebih cocok digunakan untuk berbagai aktivitas. Hal ini diduga karena aktivitas contoh yang berprofesi sebagai mahasiswa,terkadang cenderung menggunakan pakaian berbahan kaos atau pun jenis bahan pakaian lainnya untuk menunjang aktivitasnya di kampus.
68
Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara nilai rata-rata skor persepsi pada contoh laki-laki dan perempuan. Hal ini diduga karena laki-laki cenderung lebih sering menggunakan pakaian batik dalam beberapa kesempatan dibandingkan dengan contoh perempuan. Selain itu, jenis dan model pakaian perempuan lebih beragam dan lebih banyak pilihan yang tidak kalah menariknya dengan pakaian batik untuk digunakan pada berbagai kesempatan. Berdasarkan uji hubungan yang telah dilakukan, persepsi terhadap pakaian batik memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan afektif terhadap pakaian batik (p-value=0,000; r=0,670). Hasil analisis uji regresi linear berganda yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pakaian batik menunjukkan bahwa dari lima faktor yang menjadi variabel independen (usia, jenis kelamin, uang saku, suku, dan afektif), hanya terdapat satu buah variabel yang berpengaruh terhadap persepsi pakaian batik, yaitu afektif (sig.=0,000). Artinya, semakin contoh memiliki afektif (perasaan) yang positif terhadap pakaian batik, maka akan berpengaruh secara positif terhadap evaluasi contoh terkait dengan stimulus yang berupa atribut pakaian batik. Afektif terhadap pakaian batik. Afektif merupakan salah satu komponen sikap, dimana sikap itu sendiri memainkan peranan penting dalam perilaku konsumen. Menurut Sumarwan (2004) sikap merupakan faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen. Menurut Loudon dan Bitta (1984), sikap didefinisikan sebagai perasaan seseorang terhadap objek, apakah positif atau negatif. Afektif terhadap pakaian batik merupakan perasaan nasionalisme seseorang dan kaitannya dengan perilaku terhadap pakaian batik, apakah positif atau negatif. Persentase terbesar item pernyataan contoh terkait dengan afektif terhadap pakaian batik menunjukkan bahwa contoh sebagai warga Indonesia merasa bangga untuk mengenakan pakaian batik. akan tetapi masih terdapat 22,3 persen contoh yang kurang setuju jika membeli pakaian batik dengan uang sendiri, serta 20,0 persen contoh yang menganggap bahwa cukup jika hanya memiliki satu buah pakaian batik saja. Hal ini diduga karena contoh yang berprofesi sebagai mahasiswa cenderung masih belum memiliki penghasilan sendiri, sehingga ada kemungkinan contoh mendapatkan pakaian batik sebagai hadiah dari orangtua.
69 Afektif terhadap pakaian batik termasuk ke dalam fungsi ekspresi nilai, dimana menurut Simamora (2002), sikap memungkinkan seseorang untuk mengekspresikan nilai-nilai yang diyakininya. Artinya, setiap orang akan berusaha untuk menerjemahkan nilai-nilai yang diyakininya ke dalam konteks afektif yang lebih nyata. Hasil uji deskriptif terkait dengan pengkategorian afektif, menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh memiliki afektif yang positif terhadap pakaian batik. Oleh karena itu, perasaan nasionalisme contoh terkait dengan perilakunya terhadap pakaian batik dapat dikatakan positif. Hasil analisis tabulasi silang antara afektif dan persepsi menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh (94,0%) contoh memiliki afektif positif dan persepsi setuju terhadap pakaian batik. Hanya 2,0 persen contoh yang memiliki afektif negatif terhadap pakaian batik dan persepsi kurang setuju terhadap pakaian batik. Hal ini sejalan dengan pendapat Simamora (2002) yang menyatakan bahwa secara logika, produk yang dipersepsikan dengan baik akan mendapatkan sikap yang baik pula (Simamora 2002). Hasil uji beda dengan kontrol jenis kelamin menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara afektif terhadap pakaian batik yang terbentuk pada kelompok contoh laki-laki dan perempuan (p=0,926; p>0,05). Meskipun tidak terdapat perbedaan yang nyata, berdasarkan nilai rata-rata skor yang diperoleh, dapat diketahui bahwa rata-rata skor afektif terhadap pakaian batik pada contoh perempuan lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini diduga karena perempuan cenderung lebih aktif menggunakan perasaannya dibandingkan dengan lak-laki, dimana hal tersebut juga diduga terjadi ketika contoh perempuan dihadapkan dengan pakaian batik. Uji regresi linear berganda yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap afektif pakaian batik menunjukkan bahwa dari lima faktor yang menjadi variabel independen (usia, jenis kelamin, uang saku, suku, dan persepsi), terdapat satu buah variabel yang mempengaruhi afektif pakaian batik, yaitu persepsi (sig.=0,000). Artinya, semakin setuju contoh terhadap pernyataan terkait dengan evaluasi terhadap stimulus yang berupa atribut pakaian batik, maka akan semakin positif perasaan nasionalisme contoh terhadap pakaian batik. Baik afektif dan persepsi, keduanya saling berpengaruh satu dengan yang lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Simamora (2002) yang menyatakan bahwa perasaan (afektif), serta persepsi saling mengorganisasi satu sama lain yang kemudian muncul sebuah variabel, yaitu sikap.
70 Preferensi terhadap pakaian batik. Pakaian termasuk salah satu shopping goods, yaitu barang konsumsi yang dipilih dan dibeli konsumen setelah membanding-bandingkan atas dasar mutu, harga, model, dan kecocokan (Dharmmesta dan Handoko 2008). Kotler (2000), diacu dalam Anindita (2010), mendefinisikan preferensi sebagai pilihan suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu produk. Dalam penelitian ini, preferensi didefinisikan sebagai tingkat kesukaan konsumen terhadap kombinasi atribut pakaian batik (model, motif, harga, jenis kain). Pentingnya atribut tersebut didefinisikan sebagai penilaian umum seseorang terhadap signifikansi atribut pakaian batik. Menurut Mowen dan Minor (2002), pentingnya atribut secara langsung dipengaruhi oleh perhatian konsumen terhadap atribut spesifik. Semakin besar perhatian yang diarahkan kepada atribut, maka semakin penting atribut tersebut. Mowen dan Minor (2002) menambahkan, terdapat unsur-unsur yang menentukan konsumen pada sebuah atribut, dimana salah satunya adalah kualitas dari produk itu sendiri. Analisis Conjoint merupakan analisis yang digunakan untuk dapat mengetahui atribut mana yang akan dikorbankan konsumen untuk mendapatkan atribut lain. Menurut Churchill (2005), analisis ini memiliki tujuan dasar, yaitu untuk menentukan kombinasi fitur yang paling disukai oleh konsumen. Hasil analisis Conjoint menunjukkan bahwa harga merupakan atribut dengan nilai kepentingan tertinggi (56,46%), diikuti oleh model pakaian batik (19,33%), lalu kain pakaian batik (19,16%), dan yang terakhir adalah motif pakaian batik (5,05%). Hal ini sejalan dengan pendapat Mowen dan Minor (2002) yang menyatakan bahwa harga merupakan atribut yang paling penting dievaluasi oleh konsumen. Mowen dan Minor (2002) menambahkan, dalam situasi tertentu, konsumen sangat sensitif terhadap harga, akan tetapi terkadang harga digunakan sebagai indikator pengganti kualitas produk, dimana harga yang tinggi dipandang positif oleh segmen pasar tertentu. Namun hal tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian terkait preferensi konsumen terhadap taraf harga pakaian batik yang disukai, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa pakaian batik dengan harga dibawah Rp 100.000,00 lebih disukai dibandingkan pakaian batik dengan harga diatas Rp 100.000,00. Hal ini diduga karena contoh yang berprofesi sebagai mahasiswa memiliki banyak kebutuhan pribadi lainnya. hal tersebut didukung oleh pendapat Simamora (2002), yang menyatakan bahwa keadaan ekonomi seseorang akan sangat mempengaruhi pilihan produk.
71 Hasil analisis Conjoint pun menunjukkan kombinasi atribut yang disukai oleh contoh, yaitu pakaian batik dengan harga kurang dari Rp 100.000,00, dengan model formal yang berupa jas/blazer/dress/kemeja/atasan, dengan jenis bahan kain sutera, serta dengan motif nongeometris yang berupa motif binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk hidup lainnya. Hasil pengkategorian preferensi menjadi suka dan kurang suka, menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (82,6%) menyukai pakaian batik. Artinya, tingkat kesukaan contoh terhadap kombinasi atribut pakaian batik dapat dikatakan menyukai. Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara preferensi terhadap pakaian batik kelompok contoh laki-laki dan perempuan (p=0,110; p>0,05). Hasil uji tabulasi silang antara preferensi dengan persepsi menunjukkan bahwa masih terdapat contoh yang menyatakan setuju terhadap item pernyataan persepsi terhadap pakaian batik, akan tetapi masih terdapat contoh yang kurang suka terhadap pakaian batik. Hal tersebut diduga karena contoh masih memiliki persepsi bahwa pakaian batik hanya khusus digunakan untuk menghadiri acara resmi saja, oleh karena itu masih ada contoh yang kurang suka terhadap pakaian batik. Selain itu, terkait dengan kombinasi atribut pakaian batik yang disukai oleh contoh dimana contoh lebih menyukai kombinasi atribut pakaian batik dengan jenis kain yang berbahan kain sutera mengindikasikan bahwa di dalam persepsi contoh, contoh lebih menyukai pakaian batik yang berbahan kain sutera untuk digunakan pada acara resmi, dan bukan pakaian dengan jenis bahan kain katun yang dapat lebih digunakan pada berbagai aktivitas. Hasil uji korelasi pun menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara persepsi dan preferensi contoh terhadap pakaian batik (p-value=0,070; r= 0,097). Kemudian, hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara afektif dan preferensi contoh terhadap pakaian batik (p-value=0,015; r= 0,130). Hal tersebut diduga karena contoh yang sebagai warga Indonesia merasa bangga memiliki pakaian batik sebagai pakaian yang sudah dikukuhkan sebagai warisan bangsa, semakin meningkatkan tingkat kesukaan contoh terhadap pakaian batik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kardes (2002) yang menyatakan bahwa afektif yang merupakan salah satu komponen sikap terkadang menjadi pondasi bagi preferensi. Selain itu, hal ini pun sejalan dengan pendapat Simamora (2002) yang menyatakan bahwa secara logika, sikap mempengaruhi preferensi dengan korelasi positif, dimana semakin baik sikap
72 terhadap suatu produk, seharusnya semakin baik pula preferensi konsumen terhadap produk tersebut. Analisis regresi linear berganda yang dilakukan untuk mengetahui faktorfaktor yang berpengaruh terhadap preferensi pakaian batik menunjukkan bahwa dari enam faktor yang menjadi variabel independen (usia, jenis kelamin, uang saku,
suku,
persepsi,
dan
afektif),
terdapat
dua
buah
variabel
yang
mempengaruhi preferensi pakaian batik, yaitu usia (sig.=0,006) dan uang saku (sig.=0,019). Artinya, semakin bertambah usia contoh serta semakin tinggi uang saku contoh, akan berpengaruh secara positif pada tingkat kesukaan contoh terhadap kombinasi atribut pakaian batik yang menjadi semakin suka. Hal ini sejalan dengan pendapat Sumarwan (2004), yang menyatakan bahwa konsumen yang memiliki perbedaan usia akan berpengaruh pada adanya perbedaan kesukaan konsumen terhadap produk dan jasa. Kemudian, Sumarwan (2004) pun menambahkan bahwa daya beli konsumen akan menggambarkan banyaknya produk yang dapat dibeli oleh konsumen, dimana semakin tinggi uang saku contoh, maka akan semakin mempengaruhi tingkat kesukaan contoh terhadap pakaian batik. Minat beli terhadap pakaian batik. Menurut Shet (1999) yang diacu dalam Anindita (2010), menyatakan bahwa minat beli merupakan prediksi yang meliputi kapan, dimana, dan bagaimana konsumen bertindak terhadap suatu produk yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Hasil penelitian terkait dengan jawaban contoh terhadap item pernyataan terhadap minat beli pakaian batik menunjukkan bahwa alasan contoh membeli pakaian batik adalah karena tertarik dengan motifnya, memiliki satu buah pakaian batik yang dapat digunakan untuk menghadiri acara resmi, serta membeli pakaian batik karena pakaian batik memiliki model yang kian beragam dan menarik. Akan tetapi masih terdapat contoh
yang
menyatakan
kurang
setuju
pada
item
pernyataan
yang
mengemukakan bahwa pakaian batik merupakan pakaian yang pertama kali dicari ketika mengunjungi tempat perbelanjaan. Selain itu, hampir separuh contoh (40,9%) menyatakan kurang setuju pada item pernyataan yang mengemukakan kesediaan contoh menyisihkan uang saku untuk membeli pakaian batik. Hal ini diduga karena beragamnya jenis pakaian lain yang beredar di pasaran dan tidak kalah menarik dengan pakaian batik, serta masih banyak keperluan pribadi contoh lainnya diluar keperluan akan membeli pakaian batik.
73 Hasil pengkategorian minat beli terhadap pakaian batik menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (52%) menyatakan setuju terhadap item pertanyaan yang diberikan. Artinya, minat beli pakaian batik dapat dikatakan baik. Kemudian, hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara minat beli terhadap pakaian batik kelompok contoh laki-laki dan perempuan (p=0,534; p>0,05). Akan tetapi rata-rata minat beli contoh terhadap pakaian
batik
pada
kelompok
contoh
perempuan
(68,18)
lebih
besar
dibandingkan kelompok contoh laki-laki (67,53). Hasil uji tabulasi silang antara minat beli pakaian batik terhadap persepsi, afektif, dan preferensi menunjukkan bahwa walaupun persepsi contoh terhadap pakaian batik menyatakan setuju, sikap terhadap pakaian batik pun tergolong positif, serta tingkat kesukaan terhadap pakaian batik yang baik, akan tetapi masih terdapat contoh yang kurang setuju terhadap pernyataannya terkait dengan minat beli pakaian batik. Hal ini diduga karena dipengaruhi oleh daya beli contoh yang cenderung memiliki banyak keperluan pribadi lainnya, diluar keperluan membeli pakaian, khususnya pakaian batik. Selain itu, hal ini juga diduga karena penggunaan pakaian batik yang ada di kalangan mahasiswa pun lebih bersifat anjuran, dimana seperti yang telah diketahui bahwa beberapa fakultas di IPB menganjurkan kepada mahasiwanya untuk menggunakan pakaian batik sekali dalam seminggu. Akan tetapi, karena hal ini lebih bersifat anjuran, mengakibatkan masih adanya mahasiswa yang belum tergerak untuk memiliki pakaian batik. Uji analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi minat beli pakaian batik. Uji regresi yang dilakukan menghasilkan nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar 0,328. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diartikan bahwa sebesar 32,8 persen variabel dependen minat beli pakaian batik dipengaruhi oleh variabel independen, dan sisanya sebesar 67,2 persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel independen. Dari 7 faktor yang menjadi variabel independen (usia, jenis kelamin, uang saku, suku, persepsi, afektif, dan preferensi), terdapat dua buah variabel yang mempengaruhi minat beli, yaitu afektif (sig.=0,000) dan preferensi (sig.=0,001). Artinya, semakin positif perasaan nasionalisme contoh terhadap pakaian batik, serta semakin contoh menyukai pakaian batik, akan berpengaruh secara positif terhadap minat beli pakaian batik, yaitu meningkatkan keinginan membeli contoh terhadap pakaian batik. Menurut kardes (2002),
74 preferensi terbentuk atas dasar sikap konsumen secara keseluruhan terhadap dua atau lebih produk. Kemudian, afektif yang merupakan salah satu komponen sikap tersebut berpengaruh secara positif terhadap minat beli pakaian batik. Contoh yang memiliki sikap positif terhadap pakaian batik, cenderung memiliki minat beli pakaian batik yang semakin baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Dharmmesta dan Handoko (2008) yang menyatakan bahwa sikap merupakan suatu keadaan jiwa (mental) dan keadaan pikir (neural) yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu obyek, yang diorganisir melalui pengalaman serta mempengaruhi secara langsung pada perilaku, dimana dalam kasus ini adalah perilaku minat beli. Menurut Simamora (2002), suatu sikap akan berpengaruh atau tidak bergantung pada: (1) tingkat kepentingan; (2) jumlah frekuensi pengaktifan afektif; (3) kekuatan asosiasi suatu konsep dengan afektif.. Hubungan antara persepsi, afektif, dan preferensi konsumen terhadap minat beli pakaian batik. Uji korelasi Pearson dilakukan untuk mengetahui hubungan antara minat beli pakaian batik dengan persepsi, afektif, dan preferensi terhadap pakaian batik. Pertama, hasil uji hubungan menunjukkan bahwa variabel persepsi memiliki hubungan yang sangat signifikan secara positif dengan minat beli (p-value=0,000, r=0,405). Semakin baik persepsi konsumen terhadap pakaian batik, maka akan semakin tinggi minat beli konsumen terhadap pakaian batik. Kedua, hasil uji hubungan pun menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel afektif dan minat beli (p-value=0,000; r=0,559). Hal ini sesuai dengan pernyataan Churchill (2005) yang menyatakan bahwa afektif yang merupakan salah satu komponen sikap mempengaruhi keputusan pembelian secara langsung, dan hal ini kemudian kembali mempengaruhi sikap melalui pengalaman yang muncul selama menggunakan produk atau jasa yang telah dibeli (Churchill 2005). Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa adanya hubungan antara sikap dan minat beli, sejalan dengan pernyataan Simamora (2002), yang menyatakan bahwa sikap memiliki hubungan yang erat dengan maksud beli. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata antara variabel preferensi dengan minat beli pakaian batik (p-value=0,000; r=0,224). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Yurita (2010) yang menunjukkan bahwa preferensi berpengaruh terhadap niat beli. Berdasarkan uji hubungan tersebut dapat diketahui bahwa untuk menciptakan minat beli contoh terhadap pakaian batik adalah dengan
75 meningkatkan persepsi, afektif, dan preferensi contoh terhadap pakaian batik. Persepsi, afektif,dan preferensi terhadap pakaian batik memiliki hubungan yang sangat
signifikan
dengan
minat
beli
pakaian
batik,
sehingga
dengan
meningkatkan persepsi, afektif, dan preferensi contoh, maka minat beli pakaian batik juga akan meningkat.
Keterbatasan Penelitian Terdapat keterbatasan pada penelitian ini yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Penelitian ini menggunakan teknik penarikan sampel secara convenience yang memiliki ciri bahwa semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Kelemahan dari teknik ini yaitu hasil penelitian tidak dapat digunakan untuk menyimpulkan kondisi pada populasi atau di generalisir. 2. Tidak dilakukan penelitian mengenai perbedaan persepsi, afektif, preferensi, dan minat beli pakaian batik pada masing-masing fakultas, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan. 3. Tidak dilakukan penelitian terkait suku dan asal daerah contoh yang memiliki persepsi, afektif, preferensi, dan minat beli pakaian batik yang berada pada kategori menyetujui, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan. 4. Penelitian ini hanya menggunakan empat buah atribut pakaian batik, yaitu harga, motif, model, dan jenis kain. Apabila ingin melakukan penelitian lanjutan, sebaiknya menambah jumlah atribut pakaian batik tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Persepsi mahasiswa terhadap pakaian batik pada umumnya setuju bahwa pakaian batik dapat dikenakan dalam berbagai aktivitas, dipakai oleh semua kalangan, motifnya mengikuti tren mode, bahan kain katun lebih murah dibandingkan sutera, serta dapat menunjukkan rasa cinta terhadap kebudayaan Indonesia. Aspek afektif mahasiswa terhadap pakaian batik pada umumnya setuju bahwa sebagai warga Indonesia merasa bangga mengenakan pakaian batik, harus melestarikan batik, hanya tertarik dengan pakaian batik asli Indonesia, serta harus memiliki dan mencintai pakaian batik. Kombinasi pakaian batik yang disukai adalah pakaian batik dengan harga kurang
dari
Rp
100.000,00,
model
pakaian
batik
formal
(jas/blazer/dress/kemeja/atasan), berbahan kain sutera, serta bermotifkan motif nongeometris (binatang, tumbuh-tumbuhan, atau makhluk hidup lainnya). Kemudian, minat beli contoh terhadap pakaian batik cenderung menyetujui, terutama yang berkaitan dengan alasan untuk membeli pakaian batik yaitu karena tertarik dengan motifnya, serta modelnya yang beragam dan menarik. Aspek persepsi, afektif, preferensi, dan minat beli pakaian batik pada lakilaki dan perempuan tidak berbeda nyata. Variabel yang berhubungan dengan minat beli pakaian batik adalah persepsi, afektif, dan preferensi. Kemudian, yariabel yang berpengaruh terhadap minat bel pakaian batik adalah variabel afektif dan preferensi.
Saran Hasil penelitian ini tentunya akan sangat berguna bagi para penggiat konsumen maupun pemerintah untuk menjadikannya sebagai bahan acuan untuk meningkatkan minat beli mahasiswa terhadap pakaian batik asli Indonesia dengan cara meningkatkan persepsi, afektif, dan preferensi terhadap pakaian batik demi menjaga kelestarian warisan budaya tersebut, atau dapat dengan cara mendisain pakaian batik yang sesuai dengan persepsi, afektif, dan preferensi mahasiswa terhadap pakaian batik. Selain itu, pemerintah pun dapat memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa pakaian batik tidak hanya dapat digunakan sebagai pakaian formal, tetapi juga dapat digunakan dalam berbagai kesempatan. Terkait dengan institusi, saran yang dapat diberikan sebagai upaya
78 untuk meningkatkan minat beli mahasiswa terhadap pakaian batik yaitu dengan cara menekankan kembali anjuran dari setiap fakultas untuk mengenakan pakaian batik sekali dalam seminggu. Badan Eksekutif Mahasiswa dapat membantu sosialisasi anjuran tersebut. Hasil penelitian pun menunjukkan bahwa faktor utama atribut pakaian batik yang dipentingkan adalah faktor harga. Namun, adanya persaingan harga antara produk batik lokal dengan produk batik impor, dimana batik impor cenderung memiliki harga yang lebih murah, ditambah dengan kurangnya pengetahuan mahasiswa akan perbedaan antara batik lokal dan batik impor cenderung membuat batik impor lebih laku keras di pasaran. Oleh karena itu juga perlu adanya pendidikan konsumen yang berupa penyuluhan atau sosialisasi secara aktif mengenai pakaian batik, baik dari segi nilai-nilai kebudayaan yang ada di dalamnya, maupun mengenai pengetahuan terkait dengan perbedaan antara batik lokal dengan batik impor agar batik khas Indonesia semakin terjamin kelestariannya. Jangan sampai produk batik yang merupakan produk khas Indonesia, namun pasar pakaian batik tidak dikuasai oleh bangsa sendiri. Berikut ini merupakan rekomendasi penelitian mendatang yang dapat diberikan dari penelitian ini, antara lain: 1. Analisis efektivitas pembentukan sikap konsumen terhadap pakaian batik. 2. Analisis hubungan antara tingkat pengenalan produk pakaian batik lokal dengan sikap terhadap produk pakaian batik lokal. 3. Analisis hubungan antara pengetahuan tentang pakaian batik lokal dengan sikap terhadap pakaian batik lokal.
DAFTAR PUSTAKA Anindita D. 2010. Studi Eksperimental Pengaruh Paparan Iklan dan Uji Konsumen Terhadap Sikap, Preferensi, dan Niat Beli Konsumen Anak Sekolah Dasar Pada Produk Makanan Ringan [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2009. Permintaan batik Akan Terus Meningkat. http://bataviase.co.id [23 Maret 2011] Assael H. 1992. Consumer Behavior and Marketing Action (4th ed). Boston: PWS-KENT. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Barat. Jakarta: BPS. Churchill GA. 2005. Dasar-Dasar Riset Pemasaran. Jilid 1. Andrianti, Dwi Kartini Yahya, & Emil Salim, penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Basic Marketing Research (4h ed). Damayanty R. 2009. Analisis Preferensi Konsumen Wortel Organik Amani Mastra di Foodmart Ekalokasari [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Dharmmesta BS, Handoko H. 2008. Manajemen Pemasaran Analisis Perilaku Pemasaran. Edisi 1. Yogyakarta: BPFE. Engel JF, Blackwell RD, & Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen. Jilid 1. Budianto FX, penerjemah. Jakarta: Bina Aksara Putra. Terjemahan dari: Consumer Behavior. Engel JF, Blackwell RD, & Miniard PW. 1995a. Perilaku Konsumen. Jilid 2. Budianto FX, penerjemah. Jakarta: Bina Aksara Putra. Terjemahan dari: Consumer Behavior. Engel JF, Blackwell RD, & Miniard PW. 1995b. Consumer Behavior (8th ed). Florida: The Dryden Press. Hapsari EP. 2010. Analisis Pengaruh Motif Kognitif dan Motif Afektif terhadap Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Pakaian Jadi (Studi Kasus Gerai Bloop Jakarta) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hawkins Del I, Best RJ, Coney KA. 2001. Consumer Behavior: Building Marketing Strategy. 8th Edition. Boston. MA: Irwin-McGraw-Hill. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan: “Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan”. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga. Jayanti TS. 2010. Persepsi, Pengetahuan, dan Perilaku Remaja Siswa SMA Kornita Kabupaten Bogor dalam Pembelian CD Bajakan [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Julaeha. 2010. Analisis Persepsi dan Sikap Kosumen Terhadap Produk Oreo Setelah Adanya Isu Melamin (Kasus : Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Kardes FR. 2002. Consumer Behavior and Managerial Decision Making (2nd ed). India: Prentice-Hall.
80 Kotler P, Armstrong G. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jilid 1. Sihombing D, penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Principles Of Marketing (8th ed). Kotler P. 2000. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Teguh H, Rusli RA, & Molan B, penerjemah. Jakarta: Pearson Education Asia. Terjemahan dari: Marketing Management (10th ed). Kotler P, Keller KL. 2008. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Molan B, penerjemah. Indonesia: PT Index. Terjemahan dari: Marketing Management. Loudon DL, Bitta AJD. 1984. Consumer Behavior Concepts and Applications. Singapore: McGraw-Hill. Mowen JC, Minor M. 2002. Perilaku Konsumen. Jilid 1. Salim L, penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Consumer Behavior (5th ed). Nasution A. 2009. Sikap dan Preferensi Konsumen dalam Mengkonsumsi Susu Cair [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Nugroho BA. 2005. Strategi Jitu (Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS). Yogyakarta: Andi. Pelangi, T. 2008. Batik Trendy (Geliat Batik Dalam 40 Model Baju). Surabaya: Tiara Aksa. Prasetijo R, Ihalauw JJOI. 2005. Perilaku Konsumen. Yogyakarta: Andi. Retnaningsih, Utami PW, & Muflikhati I. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Sikap Dan Perilaku Membeli Buku Bajakan Pada Mahasiswa IPB. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen 3 (1): 82-88. Sa’du, AA. 2010. Buku Panduan Mengenal dan Membuat Batik. Yogyakarta: Harmoni. Sari AM. 2010. Analisis Sikap dan Perilaku Penghematan Listrik pada Sektor Rumahtangga di Kota Bogor [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sari SDP. 2010. Analisis Efektifitas Iklan Televisi Deodoran Pria Axe dan FaktorFaktor yang Mempengaruhi Niat Beli Deodoran Khusus Pria Pada Konsumen (Studi Kasus Pengunjung Pria Supermal Karawaci) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Schiffman LG, Kanuk LL. 1983. Consumer Behavior (2nd ed). New Jersey: Prentice-Hall. Schiffman LG, Kanuk LL. 1994. Consumer Behavior (5th ed). New Jersey: Prentice-Hall. Setiadi NJ. 2008. Perilaku Konsumen (Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran). Jakarta: Kencana. Simamora B. 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT Gramedia. Solomon MR. 2002. Consumer Behavior (fifth ed.). New Jersey: Prentice Hall. Suhendra. 2011. Naik Daun, Produksi http://www.detikfinance.com [22 Maret 2010]
Batik
Melonjak
13%.
Suhendra T. 2003. Analisis Strategi Pemasaran Studi Kasus Industri Batik Cetak PT. Hadiputera Gemilang, Jakarta [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
81 Sumarwan U. 2004. Perilaku Konsumen. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sutisna. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Syifa ZA. 2010. Pengaruh Nilai yang Dianut Terhadap Preferensi dan Perilaku Pembelian Buah-Buahan [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Umar, H. 2005. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Yandini S. 2010. Analisis Diskriminan Terhadap Efektifitas Iklan Televisi Axe dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Niat Beli Deodoran Pada Pengunjung Pria Supermal Karawaci [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Yurita. 2010. Studi Eksperimental Pengaruh Paparan Iklan TV dan Uji Konsumen Produk Makanan Ringan Terhadap Persepsi dan Preferensi Iklan, Serta Niat Beli Anak [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
85 Lampiran 1 Hasil reliabilitas kuesioner No
Data Statistik
Persepsi
Afektif
Preferensi
Minat beli
1
Alpha Cronbach
0,824
0,788
0,842
0,823
2
Rata-rata
55,93
44,14
61,14
40,75
3
Standar deviasi
5,233
4,690
13,079
5,843
4
Jumlah pertanyaan
11
9
10
10
86 Lampiran 2 Koefisien korelasi antar variabel Persepsi Persepsi
Pearson Correlation
Afektif 1
Sig. (2-tailed) N Afektif
Pearson Correlation
**
.670
Minat beli
.670**
.097
.405**
.000
.070
.000
350
350
350
1
*
.130
.559**
.015
.000
Sig. (2-tailed)
.000
N
350
350
350
350
.097
*
.130
1
.224**
Sig. (2-tailed)
.070
.015
N
350
350
350
350
**
**
**
1
Preferensi Pearson Correlation
Minat beli
350
Preferensi
Pearson Correlation
.405
.559
.000
.224
Sig. (2-tailed)
.000
.000
.000
N
350
350
350
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
350
87
Lampiran 3 Hasil uji korelasi Pearson antara karakteristik contoh dan karakteristik keluarga dengan variabel penelitian
Correlations jenis
jumlah
kelam uang usia Usia
Pearson Correlation
Correlation Sig. (2tailed) N uang saku
Pearson Correlation Sig. (2tailed) N
saku daerah an ayah
ibu
keluarga
pendapatan keluarga
suku
persepsi
afektif
preferensi
minat
.049
.080
-.039
.022
.038
-.021
.125*
.034
.085
.171**
.076
.135
.358
.135
.471
.679
.483
.693
.020
.522
.111
.001
.158
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
-.080
1
.042
-.069
-.071
.107*
-.056
-.007
-.057
.052
.005
-.023
.033
.437
.198
.185
.044
.299
.900
.287
.332
.926
.664
.534
tailed)
jenis kelamin Pearson
pekerja pekerjaan anggota
1 -.080
Sig. (2-
N
in
asal
.135 350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
.049
.042
1
.075
-.029
-.136*
-.042
.583**
.016
.086
.067
.141**
.086
.358
.437
.161
.589
.011
.431
.000
.766
.108
.209
.008
.109
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
87
88 88
asal daerah
Pearson Correlation Sig. (2tailed) N
pekerjaan
Pearson
ayah
Correlation Sig. (2tailed) N
pekerjaan
Pearson
ibu
Correlation Sig. (2tailed) N
jumlah
Pearson
anggota
Correlation
keluarga
Sig. (2tailed) N
.080 -.069
.075
.135
.198
.161
350
350
350
-.039 -.071 -.029
-.033
-.103
.153**
-.103
.331**
-.002
-.037
.042
-.075
.539
.055
.004
.055
.000
.969
.490
.431
.160
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
-.033
1
.155**
.095
-.139**
-.083
.089
.037
-.023
-.054
.004
.076
.009
.123
.096
.487
.664
.312
1
.471
.185
.589
.539
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
.022 .107* -.136*
-.103
.155**
1
.058
-.244**
.046
.075
.072
-.108*
-.040
.277
.000
.396
.164
.178
.043
.456
.679
.044
.011
.055
.004
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
.038 -.056 -.042
.153**
.095
.058
1
-.371**
.036
-.046
-.078
.031
-.045
.000
.500
.389
.144
.569
.397
350
350
350
350
350
350
.483
.299
.431
.004
.076
.277
350
350
350
350
350
350
350
89
pendapatan
Pearson
keluarga
Correlation Sig. (2tailed) N
suku
Pearson Correlation Sig. (2tailed) N
persepsi
Pearson Correlation Sig. (2tailed) N
afektif
Pearson Correlation Sig. (2tailed) N
-.021 -.007 .583**
-.103
-.139**
-.244**
-.371**
1
.007
.007
.049
.130*
.058
.896
.895
.362
.015
.278
.693
.900
.000
.055
.009
.000
.000
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
.125* -.057
.016
.331**
-.083
.046
.036
.007
1
-.038
.003
.005
-.058
.020
.287
.766
.000
.123
.396
.500
.896
.483
.953
.922
.280
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
.034
.052
.086
-.002
.089
.075
-.046
.007
-.038
1
.670**
.097
.405**
.522
.332
.108
.969
.096
.164
.389
.895
.483
.000
.070
.000
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
.085
.005
.067
-.037
.037
.072
-.078
.049
.003
.670**
1
.130*
.559**
.111
.926
.209
.490
.487
.178
.144
.362
.953
.000
.015
.000
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
89
90 90
preferensi
Pearson Correlation Sig. (2tailed) N
minat
Pearson Correlation Sig. (2tailed) N
.171** -.023 .141**
-.023
-.108*
.031
.130*
.005
.097
.130*
1
.224**
.001
.664
.008
.431
.664
.043
.569
.015
.922
.070
.015
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
.076
.033
.086
-.075
-.054
-.040
-.045
.058
-.058
.405**
.559**
.224**
1
.158
.534
.109
.160
.312
.456
.397
.278
.280
.000
.000
.000
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
.042
.000
350
91
Lampiran 4 Hasil uji korelasi Spearman antara karakteristik contoh dan karakteristik keluarga dengan variabel penelitian Correlations pendap jumlah
usia Spearma usia
Correlation
n's rho
Coefficient Sig. (2tailed) N jenis
Correlation
kelamin Coefficient Sig. (2tailed) N uang
Correlation
saku
Coefficient Sig. (2tailed) N
jenis
uang
asal
kelamin
saku
daerah
atan
pekerjaan pekerja anggota keluarg ayah
an ibu
keluarga
a
suku
persepsi
afektif
Preferensi
minat
1.000
-.065
.015
.047
-.043
.037
.032
-.020
.089
.042
.095
.184**
.062
.
.226
.781
.379
.424
.491
.552
.706
.095
.429
.076
.001
.247
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
-.065
1.000
.046
-.062
-.056
.106*
-.035
.005
-.090
.091
.020
-.009
.047
.226
.
.390
.245
.293
.048
.510
.924
.094
.090
.707
.865
.377
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
.015
.046
1.000
.082
-.009
-.134*
-.016
.393**
.043
.027
-.006
.095
.054
.781
.390
.
.127
.861
.012
.769
.000
.425
.618
.912
.076
.313
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
91
92
92
asal
Correlation
daerah Coefficient Sig. (2tailed) N pekerja Correlation an ayah Coefficient Sig. (2tailed) N pekerja Correlation an ibu
Coefficient Sig. (2tailed) N
jumlah Correlation anggot Coefficient a keluarg
Sig. (2tailed)
.047
-.062
.082
1.000
-.052
-.112*
.158**
-.109*
.208**
-.006
-.024
.019
-.070
.379
.245
.127
.
.329
.037
.003
.041
.000
.913
.660
.724
.191
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
-.043
-.056
-.009
-.052
1.000
.198**
.008
-.178**
-.054
.048
.029
-.063
-.094
.424
.293
.861
.329
.
.000
.884
.001
.310
.369
.589
.239
.079
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
.037
.106*
-.134*
-.112*
.198**
1.000
.060
-.338**
.021
.106*
.082
-.092
-.041
.491
.048
.012
.037
.000
.
.262
.000
.695
.047
.125
.087
.445
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
.032
-.035
-.016
.158**
.008
.060
1.000
-.449**
.091
-.046
-.077
.048
-.041
.552
.510
.769
.003
.884
.262
.
.000
.087
.388
.152
.373
.446
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
a N
93
pendap Correlation atan keluarg a
Coefficient Sig. (2tailed) N
suku
Correlation Coefficient Sig. (2tailed) N
perseps Correlation i
Coefficient Sig. (2tailed) N
afektif
Correlation Coefficient Sig. (2tailed) N
-.020
.005
.393**
-.109*
-.178**
-.338**
-.449**
1.000
-.053
-.063
-.028
.096
.000
.706
.924
.000
.041
.001
.000
.000
.
.320
.242
.604
.072
.989
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
.089
-.090
.043
.208**
-.054
.021
.091
-.053
1.000
-.056
.004
.001
-.052
.095
.094
.425
.000
.310
.695
.087
.320
.
.300
.945
.990
.335
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
.042
.091
.027
-.006
.048
.106*
-.046
-.063
-.056
1.000
.602**
.112*
.422**
.429
.090
.618
.913
.369
.047
.388
.242
.300
.
.000
.036
.000
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
.095
.020
-.006
-.024
.029
.082
-.077
-.028
.004
.602**
1.000
.165**
.556**
.076
.707
.912
.660
.589
.125
.152
.604
.945
.000
.
.002
.000
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
93
94 94
prefere Correlation nsi
Coefficient Sig. (2tailed) N
minat
Correlation Coefficient Sig. (2tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
.184**
-.009
.095
.019
-.063
-.092
.048
.096
.001
.112*
.165**
1.000
.233**
.001
.865
.076
.724
.239
.087
.373
.072
.990
.036
.002
.
.000
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
.062
.047
.054
-.070
-.094
-.041
-.041
.000
-.052
.422**
.556**
.233**
1.000
.247
.377
.313
.191
.079
.445
.446
.989
.335
.000
.000
.000
.
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
95 Lampiran 5 Hasil Analisis Conjoint
Nonmetric Conjoint Analysis of Ratings
The TRANSREG Procedure Linear(rating) Algorithm converged.
Root MSE
2.03810
R-Square
0.0057
Dependent Mean
6.11371
Adj R-Sq
0.0045
Coeff Var
33.33656
Utilities Table Based on the Usual Degrees of Freedom
Label
Intercept
Utility
Standar d Error
5.9943
0.05095
Model santai
-0.0629
0.03852
Model formal
0.0629
0.03852
Harga < Rp
0.1836
0.05095
Importance (% Utility Range) Intercept 19.332
56.459
Class.harga < Rp 100.000,00
-0.1836
0.05095
Class.harga > Rp
100.000,00 Motif
Class.model santai Class.model formal
100.000,00 Harga > Rp
Variable
100.000,00 0.0164
0.03852
5.053
Class.motif
96
Utilities Table Based on the Usual Degrees of Freedom
Label
Utility
Standar d Error
Importance (% Utility Range)
nongeometris Motif
Variable
nongeometris -0.0164
0.03852
Class.motif
geometris
geometris
Kain katun
-0.0623
0.03445
Kain sutera
0.0623
0.03445
19.156
Class.kain katun Class.kain sutera
97 Lampiran 6 Hasil uji regresi linear berganda
1. Persepsi sebagai variabel dependen Variables Entered/Removedb Variables Model
Variables Entered
1
afektif, suku,
Removed
jenis kelamin,
Method
. Enter a
uang saku, usia
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: persepsi
Model Summaryb
Model
R
R Square .673a
1
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.453
.445
Durbin-Watson
3.898
2.096
a. Predictors: (Constant), afektif, suku, jenis kelamin, uang saku, usia b. Dependent Variable: persepsi
ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
4330.929
5
866.186
Residual
5226.286
344
15.193
Total
9557.214
349
a. Predictors: (Constant), afektif, suku, jenis kelamin, uang saku, usia b. Dependent Variable: persepsi
F 57.013
Sig. .000a
98
Coefficientsa
Model 1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
(Constant)
Std. Error
.477
Tolerance
VIF
-.477
.633
.973
1.028
.426
.045
1.121
.263
.991
1.009
6.505E-7
.000
.041
1.025
.306
.988
1.012
suku
-.186
.457
-.016
-.407
.684
.984
1.016
Afektif
.746
.045
.668 16.667
.000
.988
1.012
uang saku
.209
Sig.
-.019
kelamin
-.100
T
.000
jenis
4.595
Beta
5.297
Usia
24.337
Collinearity Statistics
a. Dependent Variable: persepsi
2. Afektif sebagai variabel dependen Variables Entered/Removedb Variables Model
Variables Entered
1
persepsi, suku,
Removed
jenis kelamin,
Method
. Enter a
uang saku, usia
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: afektif
Model Summaryb
Model 1
R
R Square .673a
.453
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate .445
3.493
a. Predictors: (Constant), persepsi, suku, jenis kelamin, uang saku, usia b. Dependent Variable: afektif
Durbin-Watson 2.068
99
ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
3478.343
5
695.669
Residual
4197.797
344
12.203
Total
7676.140
349
F
Sig.
57.008
.000a
a. Predictors: (Constant), persepsi, suku, jenis kelamin, uang saku, usia b. Dependent Variable: afektif
Coefficientsa Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model 1
B
(Constant)
Std. Error
-.240
VIF
1.479
.140
.978
1.022
.382
-.025
-.629
.530
.988
1.012
1.091E-7
.000
.008
.192
.848
.986
1.015
suku
.033
.410
.003
.081
.935
.984
1.017
persepsi
.599
.036
.668 16.667
.000
.988
1.012
uang saku
.187
Tolerance
.060
kelamin
.276
Sig. .243
jenis
4.274
t 1.169
Usia
4.996
Beta
Collinearity Statistics
a. Dependent Variable: afektif
3. Preferensi sebagai variabel dependen Variables Entered/Removedb Variables Model
Variables Entered
1
afektif, suku,
Removed
jenis kelamin, uang saku, usia, persepsia a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: preferensi
Method
. Enter
100
Model Summaryb
Model
R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square .245a
1
Adjusted R
.060
.044
Durbin-Watson
2.154
1.866
a. Predictors: (Constant), afektif, suku, jenis kelamin, uang saku, usia, persepsi b. Dependent Variable: preferensi
ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
101.582
6
16.930
Residual
1591.275
343
4.639
Total
1692.857
349
F
Sig.
3.649
.002a
a. Predictors: (Constant), afektif, suku, jenis kelamin, uang saku, usia, persepsi b. Dependent Variable: preferensi
Coefficientsa Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model
B
1
-3.804
2.641
.330
.115
-.075
(Constant)
Std. Error
Beta
Collinearity Statistics t
Sig.
Tolerance
VIF
-1.441
.151
.152
2.856
.005
.972
1.028
.236
-.017
-.317
.751
.987
1.013
8.286E-7
.000
.124
2.360
.019
.985
1.015
suku
.154
.253
.032
.609
.543
.983
1.017
persepsi
.008
.030
.018
.256
.798
.547
1.829
afektif
.045
.033
.096
1.360
.175
.547
1.829
usia jenis kelamin uang saku
a. Dependent Variable: preferensi
101
4. Minat beli sebagai variabel dependen Variables Entered/Removedb Variables Model
Variables Entered
1
preferensi, jenis
Removed
Method
kelamin, suku, persepsi, uang
. Enter
saku, usia, afektifa a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: minat
Model Summaryb
Model
R
R Square .584a
1
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.341
.328
Durbin-Watson
4.791
2.064
a. Predictors: (Constant), preferensi, jenis kelamin, suku, persepsi, uang saku, usia, afektif b. Dependent Variable: minat
ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
4062.505
7
580.358
Residual
7850.869
342
22.956
11913.374
349
Total
F
Sig.
25.282
a. Predictors: (Constant), preferensi, jenis kelamin, suku, persepsi, uang saku, usia, afektif
b. Dependent Variable: minat
.000a
102
Coefficientsa
Model 1
(Constant)
Unstandardized
Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
B
Std. Error
.810
.950
1.053
.524
.030
.682
.496
.987
1.013
4.788E-7
.000
.027
.608
.544
.970
1.031
-.554
.562
-.044
-.986
.325
.982
1.018
persepsi
.053
.066
.047
.793
.428
.547
1.829
afektif
.629
.074
.505
8.486
.000
.544
1.838
preferensi
.401
.120
.151
3.340
.001
.940
1.064
suku
.358
a. Dependent Variable: minat
VIF
.241
uang saku
.260
Tolerance
.011
kelamin
.063
Sig. .317
jenis
5.892
t 1.002
usia
5.902
Beta
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir sebagai anak pertama dari pasangan Rachmat
Supriatna,
SH,
M.M
dan
Riny
Rachman
di
Majalengka pada tanggal 11 Oktober 1989. Penulis memulai pendidikan pertama di Taman Kanak-Kanak dari tahun 1994 hingga 1995 di TK Rizky, Bogor. Pada tahun 1995 hingga tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikannya di SD Negeri Panaragan 2, Bogor. Pada tahun 2001 hingga 2004 penulis melanjutkan studinya di SMP Negeri 6 Bogor. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 5 Bogor pada tahun 2004 hingga 2007. Tahun 2007 penulis mengirim aplikasi diri ke InstitutPertanian Bogor (IPB) melewati jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai langkah awal mewujudkan harapan penulis untuk melanjutkan pendidikan. Penulis diterima menjadi mahasiswa IPB pada tahun yang sama di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), Fakultas Ekologi Manusia. Penulis menempuh pendidikan mayor-minor, dan mengambil minor Manajemen Fungsional sebagai minor studi. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM FEMA) pada tahun kepengurusan 2008-2009 dan aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) pada tahun kepengurusan 2009-2010.