Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. 1 Hal. 66 – 73 ISSN : 2303–2910 c
Jurusan Matematika FMIPA UNAND
ANALISIS LAX PAIR DAN PENERAPANNYA PADA PERSAMAAN KORTEWEG-DE VRIES ANCE SATRIA Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Kampus UNAND Limau Manis Padang, Indonesia, email :
[email protected]
Abstrak. Lax pair adalah pasangan dua operator diferensial yang jika disubstitusikan ke suatu persamaan (dinamakan persamaan Lax ) akan menghasilkan suatu persamaan diferensial parsial tertentu. Pada makalah ini dibahas konsep Lax pair secara umum, baik dalam bentuk operator L dan M maupun dalam bentuk matriks X dan T , serta penerapannya secara khusus pada persamaan Korteweg-de Vries orde lima. Beberapa sifat Lax pair juga dibuktikan, yaitu (i) kuantitas ψt − M ψ, dimana ψ suatu fungsi eigen, merupakan solusi dari persamaan Lψ = λψ, dimana λ suatu nilai eigen, (ii) nilai Trace(T k ) selalu konstan untuk setiap k ∈ N dan (iii) setiap nilai eigen matriks T bernilai konstan. Kata Kunci: Lax pair, operator diferensial, persamaan Lax, persamaan Korteweg-de Vries, fungsi eigen, nilai eigen, Trace
1. Pendahuluan Salah satu kajian menarik yang muncul dalam teori persamaan diferensial adalah konsep tentang Lax pair. Pada tahun 1968 [6], Peter Lax mempublikasikan konsep tentang Lax pair, dimana Lax pair merupakan pasangan dua operator diferensial yang jika disubstitusikan ke suatu persamaan (dinamakan persamaan Lax ) akan menghasilkan suatu persamaan diferensial tertentu. Jika suatu persamaan diferensial memiliki Lax pair, maka hal itu mengindikasikan bahwa persamaan diferensial tersebut bersifat integrable (dapat diselesaikan secara eksak). Sejak saat itu Lax pair menjadi objek penting dalam analisis suatu sistem integrable. Lax pair terdiri dari operator L, yang bergantung pada x, ux , uxx , · · · , dan operator M yang bersama-sama merepresentasikan suatu persamaan diferensial parsial F (x, t, u, ux , ut , · · · ) = 0 ketika disubstitusikan ke persamaan Lt = [M, L] (disebut persamaan Lax ). Di sini notasi [M, L] didefinisikan sebagai [M, L] = (M L − LM ) dan disebut sebagai komutator (commutator ) dari operator M dan L. Operator M dan L dapat berupa operator skalar atau matriks. Untuk menghindari keharusan dalam menggunakan operator-operator Lax dengan orde yang lebih tinggi, pada tahun 1974, Ablowitz, Kaup, Newell, dan Segur [1] memformulasi suatu matriks untuk Lax pair. Metode ini dikenal dengan metode AKNS. Proses menemukan M dan L yang bersesuaian dengan persamaan diferensial yang diberikan, secara umum bersifat tak trivial. Oleh karena itu, jika terlebih 66
Analisis Lax Pair dan Penerapannya pada Persamaan Korteweg-De Vries
67
dahulu menetapkan L dan M, dan kemudian menentukan persamaan diferensial parsial yang mana yang bersesuaian, terkadang dapat memberikan hasil yang baik. Namun hal ini memerlukan banyak percobaan (trial ), dan tentu saja bisa tidak mengarah ke solusi yang dikehendaki [6]. Dalam makalah ini akan dibahas konsep Lax pair secara umum dan analisis beberapa sifat terkait yang muncul, kemudian menerapkannya secara khusus pada persamaan Korteweg-de Vries. Kajian tentang masalah ini mengeksplorasi kembali studi pada referensi [4] dan [5]. 2. Analisis Lax Pair 2.1. Bentuk Operator Misalkan terdapat suatu operator linier L yang bergantung pada fungsi u(x, t), variabel spasial x dan turunan spasial ux , uxx , · · · , sedemikian sehingga Lψ = λψ dengan ψ = ψ(x, t).
(2.1)
Pada persamaan (2.1), λ adalah nilai eigen dan ψ adalah fungsi eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen λ. Selanjutnya misalkan juga terdapat operator lain M , sedemikian sehingga berlaku ψt = M ψ.
(2.2)
Berdasarkan ide yang dikemukakan oleh Ablowitz dan Clarkson [2], syarat kompatibilitas bagi persamaan (2.1) dan (2.2) dapat ditentukan dengan terlebih dahulu menurunkan persamaan (2.1) terhadap waktu t dan kemudian gunakan aturan rantai, sehingga diperoleh Lt ψ + Lψt = λt ψ + λψt .
(2.3)
Selanjutnya substitusikan persamaan (2.2) ke persamaan (2.3) sehingga didapatkan Lt ψ + LM ψ = λt ψ + λM ψ = λt ψ + M λψ.
(2.4)
Dengan menggunakan persamaan (2.1), maka persamaan (2.4) menjadi Lt ψ + LM ψ = λt ψ + M Lψ ⇔ (Lt + LM − M L)ψ = λt ψ.
(2.5)
Oleh karena itu, agar dapat diperoleh solusi nontrivial fungsi eigen ψ(x, t), haruslah Lt + [L, M ] = 0,
(2.6)
[L, M ] = LM − M L
(2.7)
dimana
yang akan bernilai benar jika dan hanya jika λt = 0, atau dengan kata lain λ tidak bergantung pada waktu. Persamaan (2.6) memberikan syarat kompatibilitas bagi persamaan (2.1) dan (2.2) dan dikenal sebagai representasi Lax atau persamaan Lax dari persamaan
68
Ance Satria
diferensial parsial yang diberikan. Selanjutnya [L, M ] pada persamaan (2.7) merepresentasikan komutator dari dua operator L dan M yang membentuk suatu Lax pair. Selanjutnya dari persamaan (2.1) dan persamaan (2.2) diperoleh teorema berikut. Teorema 2.1. [5] ψt − M ψ merupakan solusi dari persamaan Lψ = λψ dengan ψ = ψ(x, t). Bukti. Dari persamaan (2.1) diperoleh L(ψt − M ψ) = Lψt − LM ψ = LM ψ − LM ψ = 0, dan λ(ψt − M ψ) = λψt − λM ψ = λM ψ − λM ψ = 0. Karena L(ψt − M ψ) = λ(ψt − M ψ) = 0, maka ψt − M ψ merupakan solusi dari persamaan (2.1). 2.2. Bentuk Matriks Pada tahun 1974, Ablowitz, Kaup, Newell, dan Segur [1] memformulasi suatu matriks untuk Lax pair sehingga dapat menghindari keharusan dalam menggunakan operator-operator Lax dengan orde yang lebih tinggi. Metode ini juga dikenal sebagai metode AKNS. Dalam analisisnya, mereka mengenalkan sistem berikut: Dx Ψ = XΨ,
(2.8)
Dt Ψ = T Ψ,
(2.9)
dimana matriks persegi X dan T berturut-turut berkorespondensi dengan operator L dan M , dan Ψ adalah suatu fungsi bernilai vektor. Matriks X dan T pada umumnya bergantung pada nilai eigen λ yang bebas terhadap waktu, sedangkan ukuran dari Ψ bergantung pada orde L. Dengan demikian, jika L berorde 2, maka vektor Ψ akan mempunyai dua elemen, sedangkan X dan T masing-masing adalah matriks berukuran 2×2. Dengan menggunakan persamaaan (2.7), (2.8), dan (2.9), diperoleh syarat kompatibiltas bagi persaamaan (2.8) dan (2.9), yaitu dengan menghitung [Dt , Dx ]Ψ = (Dt Dx − Dx Dt )Ψ = Dt Dx Ψ − Dx Dt Ψ = Dt (XΨ) − Dx (T Ψ) = (Dt X)Ψ + X(Dt Ψ) − (Dx T )Ψ − T (Dx Ψ) = 0.
(2.10)
Analisis Lax Pair dan Penerapannya pada Persamaan Korteweg-De Vries
69
Persamaan (2.10) dapat ditulis menjadi (Dt X)Ψ + XT Ψ − (Dx T )Ψ − T XΨ = 0 m (Dt X)Ψ − (Dx T )Ψ + XT Ψ − T XΨ = 0 m (Dt X − Dx T + [X, T ])Ψ = 0.
(2.11)
Untuk memperoleh solusi non-trivial bagi fungsi Ψ, maka haruslah Dt X − Dx T + [X, T ] = 0,
(2.12)
yang memberikan syarat kompatibilitas bagi persamaan (2.8) dan (2.9) dan dikenal sebagai persamaan matriks Lax. Disini [X, T ] didefinisikan dengan [X, T ] = XT − T X,
(2.13)
yang dikenal sebagai komutator matriks. Jika X tidak bergantung terhadap waktu t, maka persamaan (2.12) menjadi Tx = [X, T ],
(2.14)
yang memberikan representasi Lax bagi suatu persamaan stasioner. Pasangan matriks (X, T ) disebut pasangan matriks Lax untuk suatu persamaan stasioner. Berikut adalah sifat-sifat yang berlaku pada representasi Lax (2.14). Teorema 2.2. [4] Misalkan (X, T ) adalah suatu pasangan matriks Lax untuk suatu persamaan stasioner, maka Tr(T k ) bernilai konstan untuk setiap k ∈ N. Bukti. Akan ditunjukkan bahwa Tr(T k ) terhadap x bernilai konstan dengan menurunkannya terhadap x untuk setiap k ∈ N. Dengan menggunakan sifat dari trace, diperoleh k dT dTr(T k ) = Tr dx dx = Tr(Tx T k−1 + T Tx T k−2 + · · · + T k−1 Tx ) = kTr(Tx T k−1 ) = kTr((XT − T X)T k−1 ) = kTr(XT k − T XT k−1 ) = kTr(XT k − XT k ) = kTr(0) = 0. Akibat dari Teorema 2.2 adalah bahwa nilai eigen dari matriks T juga bernilai konstan. Akibat 2.3. [4] Misalkan (X, T ) adalah pasangan matriks Lax untuk suatu persamaan stasioner, maka λ adalah bernilai konstan untuk setiap λ ∈ Spec(T ).
70
Ance Satria
Bukti. Misalkan matriks T berukuran n × n. Koefisien-koefisien dari polinomial karakteristik matriks T dapat dinyatakan secara rekursif dalam Tr(T k ) dengan k = 1, 2, · · · , n. Karena Teorema 2.2 menyatakan bahwa Tr(T k ) bernilai konstan, maka semua koefisien polinomial karakteristik juga bernilai konstan. Perhatikan bahwa setiap akar-akar polinomial dapat dinyatakan sebagai fungsi terhadap koefisien-koefisien polinomialnya. Karena nilai eigen matriks T merupakan akar-akar polinomial karakteristik, dan semua koefisien polinomialnya bernilai konstan, maka nilai eigen matriks T mestilah juga bernilai konstan. 3. Matriks Lax Pair untuk Persamaan Korteweg-de Vries Orde Lima Pada bagian ini akan dibahas matriks Lax pair untuk persamaan Korteweg-de Vries orde lima (KdV5) [5] ∂u ∂u ∂u ∂ 2 u ∂3u ∂5u + 30u2 + 20 + 10u 3 + = 0, u = u(x, t). 2 ∂t ∂x ∂x ∂x ∂x ∂x5
(3.1)
Selain itu juga akan dikonfirmasi sifat-sifat terkait yang dibahas sebelumnya. Pasangan matriks Lax untuk persamaan KdV5 (3.1) adalah (X,T) dimana [5] 0 −1 X= (3.2) u 0 dan " T =
3
∂ u 6u ∂u ∂x + ∂x3 2 2 − 6u3 + 6 ∂u + 8u ∂∂xu2 + ∂x
∂4u ∂x4
# ∂2u 2 6u + 2 ∂x23 . ∂ u − 6u ∂u ∂x + ∂x3
(3.3)
Untuk menunjukkan bahwa (X, T ) adalah pasangan matriks Lax untuk persamaan KdV5 (3.1), substitusikan persamaan (3.2) dan persamaan (3.3) ke persamaan matriks Lax (2.11). Perhatikan bahwa 0 0 Dt X = ∂u ∂t 0 dan 2
" Dx T =
2
∂4u ∂x4 3 8u ∂∂xu3
3
∂ u 6 ∂u ∂x + 6u ∂x2 +
2
+
∂5 ∂x5
∂ u 6u3 + 6∂u ∂x + 8u ∂x2 +
∂4u ∂x4
∂u ∂ − 18u2 ∂u ∂x + 20 ∂x ∂x2 +
∂u ∂ u ∂x + 2 ∂x3 12u 2 2 ∂ u − 6 ∂u ∂x + 6u ∂x2 +
Selanjutnya " XT =
2
2
u 6u ∂u ∂x +
∂3u ∂x3
3
∂u ∂ u 6u ∂x + ∂x23 2 u 6u + 2 ∂∂xu2
#
dan
2 ∂3u u 6u2 + 2 ∂∂xu2 − 6u ∂u + 3 ∂x ∂x TX = ∂3u ∂u 2 ∂2u 3 u −6u ∂u − 6u + 6 + 8u ∂x ∂x3 ∂x ∂x2 +
∂4u ∂x4
.
# . ∂4u ∂x4
Analisis Lax Pair dan Penerapannya pada Persamaan Korteweg-De Vries
71
Dengan demikian diperoleh [X, T ] = XT − T X " 2 2 ∂4u ∂3u 6 ∂u 12u ∂u + 6u ∂∂xu2 + ∂x ∂x4 ∂x + 2 ∂x3 2 = 2 ∂3u u 12u ∂u − 6 ∂u + 6u ∂∂xu2 + ∂x + 2 ∂x3 ∂x
# . ∂4u ∂x4
Dari persamaan matriks Lax (2.11), didapatkan 00 00 Dt X − Dx T + [X, T ] = = , c0 00 dimana ∂3u ∂5u ∂u ∂u ∂u ∂ 2 u + 10u + . + 30u2 + 20 ∂t ∂x ∂x ∂x2 ∂x3 ∂x5 Oleh karena itu, syarat kompatibilitas untuk X dan T haruslah c=
∂u ∂u ∂ 2 u ∂3u ∂5u ∂u + 30u2 + 20 + 10u + = 0, (3.4) ∂t ∂x ∂x ∂x2 ∂x3 ∂x5 yaitu persamaan KdV5 (3.1). Sekarang pandang kasus stasioner dari persaamaan KdV5 (3.1). Dengan menetapkan u tidak bergantung terhadap waktu t, maka persamaan (3.1) menjadi persamaan stasioner ∂u ∂ 2 u ∂3u ∂5u ∂u + 20 + 10u 3 + = 0. (3.5) 2 ∂x ∂x ∂x ∂x ∂x5 Ini berarti bahwa (X, T ) merupakan pasanngan matriks Lax untuk persamaan stasioner (3.5). Selanjutnya perhatikan kembali matriks T yang diberikan oleh persamaan (3.3). Dapat dibuktikan bahwa untuk k genap berlaku # " k 0 (T11 )2 + T12 T21 2 k T = k , 0 (T11 )2 + T12 T21 2 30u2
dan untuk k ganjil berlaku " k−1 k−1 # T11 (T11 )2 + T12 T21 2 T12 (T11 )2 + T12 T21 2 k T = k−1 k−1 , T21 (T11 )2 + T12 T21 2 −T11 (T11 )2 + T12 T21 2 dimana ∂u ∂ 3 u + , ∂x ∂x3 2 ∂ u = 6u2 + 2 2 , ∂x ! 2 ∂u ∂2u ∂4u 3 = − 6u + 6 + 8u 2 + , ∂x ∂x ∂x4 ∂u ∂ 3 u = − 6u + . ∂x ∂x3
T11 = 6u T12 T21 T22
Nilai Tr(T k ) sebagai berikut:
72
Ance Satria
(i) Untuk k genap, Tr(T k ) = (T11 )2 + T12 T21
k2
= 2 (T11 )2 + T12 T21
+ (T11 )2 + T12 T21
k2
k2
k
= 2 (d − e) 2 ,
(3.6)
dimana 2 ∂u ∂ 3 u , + ∂x ∂x3 ! 2 ∂u ∂2u ∂4u ∂2u 3 2 6u + 6 + 8u 2 + e = 6u + 2 2 . ∂x ∂x ∂x ∂x4
d=
6u
(ii) Untuk k ganjil,
Tr(T ) = T11 (T11 ) + T12 T21
k−1 2
+ −T11 (T11 ) + T12 T21
= T11 (T11 )2 + T12 T21
k−1 2
− T11 (T11 )2 + T12 T21
k
2
2
k−1 2
k−1 2
= 0.
(3.7)
Menurut Teorema 2.2, Tr(T k ) selalu bernilai konstan (terhadap x) untuk setiap k ∈ N. Ini berarti bahwa kuantitas di sisi kanan persamaan (3.6) bernilai konstan. Selanjutnya perhatikan pula bahwa nilai eigen dari matriks T diberikan oleh √ √ (3.8) λ1 = a + b dan λ2 = − a + b, dimana 2 2 2 2 u ∂ u ∂u ∂ u a = −36u − 60u − 16u , − 12 ∂x2 ∂x2 ∂x ∂x2 3 2 ∂u ∂ 3 u ∂ u ∂4u ∂2u ∂4u b = 12u + − 6u2 4 − 2 2 4 . 3 3 ∂x ∂x ∂x ∂x ∂x ∂x 5
3∂
2
Berdasarkan Akibat 2.3, ini berarti bahwa kuantitas λ1 dan λ2 pada persamaan (3.8) bernilai konstan. 4. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil yang telah didapatkan pada pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Kuantitas ψt − M ψ, dimana ψ suatu fungsi eigen, merupakan solusi dari persamaan Lψ = λψ, dimana λ suatu nilai eigen. (2) Nilai Tr(T k ) selalu konstan untuk setiap k ∈ N. (3) Setiap nilai eigen matriks T bernilai konstan. Dalam makalah ini juga telah dibahas secara khusus penerapan Lax pair pada persamaan Korteweg-de Vries orde lima dan mengkonfirmasi sifat-sifat terkait yang muncul.
Analisis Lax Pair dan Penerapannya pada Persamaan Korteweg-De Vries
73
Untuk penelitian selanjutnya, Penulis menyarankan agar mengkaji sifat-sifat lain yang muncul dari Lax pair suatu persamaan diferensial parsial, misalnya sifat determinan dari matriks Lax pair. 5. Ucapan Terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mahdhivan Syafwan, Ibu Nova Noliza Bakar, Bapak Zulakmal, Bapak Admi Nazra dan Bapak Bukti Ginting yang telah memberikan masukan dan saran sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Daftar Pustaka [1] Ablowitz, M. J., D. J. Kaup, A. C. Newell, and H. Segur. 1974. The inverse scattering transform - Fourier analysis for nonlinear problems. Stud. Appl. Math. 53: 249 – 315. [2] Ablowitz, M. J. and P. A. Clarkson. 1991. Solitons, Nonlinear Evolution Equations and Inverse Scattering (London Mathematical Society Lecture Note Series, 149). Cambridge: Cambridge University Press. [3] Anton, H. and C. Rorres. 1991. Aljabar Linier Elementer Edisi Kedelapan-Jilid 1. Erlangga. Jakarta. [4] Goriely, A. 2001. Integrability and Nonintegrability of Dynamical Systems. Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. [5] Griffiths, G.W. 2012. Lax Pairs. City University. UK. www.researchgate.net/publication/270581873 Lax Pairs [diakses pada tanggal 22 Februari 2016]. [6] Lax, P. 1968. Integrals of Nonlinear Equations of Evolution and Solitary Waves. Comm. Pure Applied Math. 21: 467 – 490.