—Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2014 —
ANALISIS KEMAMPUAN SISWA MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA BERTIPE PISA Anni Malihatul Hawa Pendidikan Dasar Konsentrasi Matematika, PPs Universitas Negeri Semarang e-mail:
[email protected] Abstrak Tujuan penelitian 1) mendeskripsikan langkah-langkah pelaksanaan tes kemampuan siswa menyelesaikan soal matematika bertipe PISA di SMP, 2) mendeskripsikan hasil analisis kemampuan siswa menyelesaikan soal matematika bertipe PISA 3) mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat siswa dalam menyelesaikan soal matematika bertipe PISA. Penelitian ini mengambil lokasi di SMP Negeri 1 Gemolong. Sumber data adalah siswa-siswi kelas IXG. Dengan teknik penelitian observasi, wawancara dan tes. Hasil penelitian 1) langkahlangkah pelaksanaan tes kemampuan siswa menyelesaikan soal Matematika bertipe PISA pada siswa SMPN 1 Gemolong dapat diketahui dengan tahapan persiapan, pengambilan data, analisis dan kemampuan siswa mengerjakan soal Matematika bertipe PISA dan menganalisis kemampuan ke dalam kategori berdasar literasi dan level yang telah dibuat, 2) hasil analisis kemampuan siswa menyelesaikan soal matematika bertipe PISA meliputi kelompok kemampuan penguasaan konten matematika, kemampuan penguasaan proses matematika dan kemampuan penguasaan konteks matematika untuk menyelesaikan soal Matematika bertipe PISA, 3) faktor pendukung kesiapan, kemampuan siswa, pendekatan PMRI dan materi yang diajarkan. Faktor penghambat, variasi soal, pelaksanaan tes dan materi yang dipilih. Kata Kunci: Kemampuan siswa, Matematika, PISA Abstract The purposes of the study 1) describe implementation steps of student's ability to solve problems in junior high mathematics PISA-type, 2) describe the results of the analysis of the students' ability to solve problems mathematics PISA-type, 3) supporting and inhibiting factors of students in solving mathematical problems PISA type. The location of the study at SMP Negeri 1 Gemolong. Data’s subject are IXG student. The methods of the study 1) test, 2) observation,3) interview. The results of the study 1) implementation steps of student's ability to solve problems mathematics PISA-type can be known with the stage of preparation, data collection, analysis and the ability of the students work on the problems and analyzing capabilities into categories based literacy and levels that have been made. Data analysis was carried out starting from the scoring and analysis of students answers, 2) The results of the analysis of the students' ability to solve problems of mathematics PISA-type ability of mathematic content, the ability of mathematic process, ability of mathematic contexs to work of type PISA Mathematics, 3) Factors supporting readiness, the ability of the students, who are taught PMRI approach. Inhibiting factor variations matter, implementation of the test and the material chosen. Keywords: The ability of students, mathematics, PISA
Pendahuluan
890
SNEP II Tahun 2014
ISBN 978-602-14215-5-0
—Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2014—
Salah satu studi yang dilakukan adalah The Programme for International Student Assement (PISA). PISA adalah studi yang dikembangkan oleh beberapa negara maju di dunia yang tergabung dalam the Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang berkedudukan di Paris, Prancis. PISA dilakukan setiap tiga tahun oleh Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) (Wilkens, 2011). PISA ini memonitoring hasil sistem dari sudut capaian belajar siswa di tiap negara peserta yang mencakup tiga literasi yaitu: literasi membaca (reading literacy), literasi matematika (mathematic literacy) dan literasi sains (scientific literacy). Tujuan umum dari PISA adalah untuk menilai sejauh mana siswa berusia 15 tahun di negara OECD (dan negara lainnya) telah memperoleh kemahiran yang tepat dalam membaca, matematika dan ilmu pengetahuan untuk membuat kontribusi yang signifikan terhadap masyarakat mereka (Wilkens, 2011). Indonesia telah mengikuti studi PISA sejak tahun 2000 hingga 2009 dan terakhir adalah pada tahun 2012 ini. Studi PISA tahun 2000 diikuti oleh 41 negara dan Indonesia mendapat peringkat ke-39 dengan skor 367 untuk studi literasi matematika. Pada tahun 2003, studi PISA diikuti oleh 40 negara dan Indonesia mendapat peringkat ke-38 dengan skor 360 untuk literasi matematika, yaitu hanya satu peringkat lebih tinggi dari Tunisia. Pada tahun 2006 studi PISA diikuti oleh 57 negara peserta dan menempatkan Indonesia pada posisi ke-50 dengan skor 391 untuk literasi matematika, dan Taiwan memperoleh skor rata-rata tertinggi yaitu 549, sedangkan Kyrgiztan memperoleh skor rata-rata terendah yaitu 311. Pada tahun 2009 studi PISA diikuti sebanyak 65 negara dan Indonesia mendapat peringkat ke-60. Sementara itu pada tahun 2003 Survei Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) menempatkan Indonesia pada peringkat 34 dari 45 negara. Walaupun rerata skor naik menjadi 411 dibandingkan 403 pada tahun 1999, kenaikan tersebut secara statistik tidak signifikan, dan skor itu masih dibawah rata-rata untuk wilayah ASEAN. Prestasi ini bahkan relatif lebih buruk pada PISA. Ditemukan bahwa negara-negara Barat umumnya lebih baik di PISA daripada di TIMSS, dan negara-negara Eropa Timur dan Asia umumnya lebih baik di TIMSS daripada di PISA (Wu, 2011). Data PISA memberi banyak informasi yang berharga, oleh karena itu sangat disayangkan jika data yang diperoleh dari PISA tidak dianalisis di Indonesia. Melalui penelitian ini, siswa di SMP Negeri 1 Gemolong akan diuji untuk menyelesaikan soal-soal bertipe PISA dengan pendekatan PMRI untuk kemudian dianalisis kemampuan dalam menyelesaikan soal bertipe PISA tersebut. Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu (Sudjana, 2006). Menurut Merrens dan Lehmans dalam Purwanto (2006) penilaian adalah suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyelesaikan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Winkel (2009:535) berpendapat bahwa penilaian adalah penentuan taraf mutu prestasi siswa berdasarkan norma, patokan, atau kriteria tertentu. Muslich (2010:78) menyatakan bahwa penilaian adalah proses sistematis pengumpulan informasi (angka, deskripsi verbal), analisis, dan interprestasi informasi untuk memberikan terhadap hasil kerja. Menurut Zamroni yang dikutip oleh Hadi (2003: 45) paradigma pembelajaran matematika modern menekankan bahwa proses pendidikan formal sistem persekolahan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) guru hanya sebagai fasilitator belajar, (2) guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif, (3) guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil, (4) guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum, melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia-riil, baik fisik maupun sosial. Sehubungan dengan pendapat tentang pradigma pendidikan baru tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa harus senantiasa diaktifkan dalam menggali pengetahuannya, pendidikan saat ini harus mengikuti perkembangan zamannya, dalam pendidikan perlunya penyesuaian dengan kemampuan yang dimiliki anak, dan pendidikan hendaknya tidak semata-mata terjadi di kelas saja. Istilah matematika realistik semula muncul dalam pembelajaran matematika di negeri Belanda yang dikenal dengan nama Realistic Mathematics Education (RME). Pendekatan pembelajaran ini merupakan reaksi terhadap pembelajaran matematika modern (new math) di ISBN 978-602-14215-5-0
SNEP II Tahun 2014
891
—Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2014 —
Amerika dan pembelajaran matematika di Belanda sebelumnya yang dipandang sebagai "mechanistic mathematics education", dimana guru menerangkan konsep-konsep pada siswa kemudian memberi contoh sebagai pemahaman materi untuk diaplikasikan pada soal-soal yang diujikan. Dengan demikian, komunikasi yang digunakan guru dalam interaksinya dengan siswa menggunakan komunikasi satu arah, sehingga kegiatan belajar menjadi kurang optimal, sebab siswa terbatas pada mendengarkan uraian guru, mencatat dan sesekali bertanya pada guru. Gravemeijer (1994: 90-91), mengemukakan bahwa ada tiga prinsip kunci (utama) dalam PMRI. Ketiga prinsip tersebut dijelaskan secara singkat sebagai berikut: 1. Penemuan kembali secara terbimbing dan proses matematisasi secara progresif (guided reinvention and progressive mathematizing). 2. Fenomena yang bersifat mendidik (didactical phenomenology) 3. Mengembangkan sendiri model-model (self developed models) Marpaung (1995) menyebutkan bahwa dalam karakteristik PMRI perlu adanya unsurunsur yang mendukung terlaksananya pembelajaran dengan pendekatan PMRI di sekolahsekolah. Unsur-unsur pendekatan yang dimaksud, yakni pendekatan SANI, yaitu santun, terbuka, dan komunikatif sebagai salah satu karakteristik PMRI yang dirumuskan sebagai berikut: (1) murid aktif, guru aktif (matematika sebagai aktivitas manusia), (2) pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan menyajikan masalah kontekstual/realistik, (3) guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah dengan cara sendiri, (4) guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenagkan, (5) siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok (kecil atau besar), (6) pembelajaran tidak selalu di kelas (bisa di luar kelas, duduk di lantai, pegi ke luar sekolah untuk mengamati atau mengumpulkan data), (7) guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi, baik antara siswa dan siswa, juga antara siswa dan guru, (8) siswa bebas memilih modus representasi yang sesuai dengan struktur kognitifnya sewaktu menyelesaikan suatu masalah (menggunakan model), (9) guru bertindak sebagai fasilitator (Tut Wuri Handayani), (10) kalau siswa membuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah jangan dimarahi tetapi dibantu melalui pertanyaan-pertanyaan (SANI dan menghargai pendapat siswa). Puspendik Balitbang Kemendikbud (2012) menjelaskan PISA (The Programme International Student Assement) merupakan studi yang dikembangkan oleh beberapa negara maju di dunia yang tergabung dalam The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang berkedudukan di Paris, Perancis. Studi PISA ini berfungsi sebagai evaluasi administratif dimana hasilnya akan menunjukkan sejauh mana pencapaian pendidikan di suatu negara dibandingkan dengan negara peserta yang lain. Dengan demikian, dari hasil studi PISA diperoleh pemetaan dari negara-negara peserta studi PISA mengenai pencapaian pendidikan serta kekurangan untuk setiap negara peserta. Rancangan dan implementasi PISA merupakan tanggungjawab dari konsorsium internasional yang dipimpin oleh Australian Council of Educational Research (ACER). Partner lain dalam konsorsium ini adalah National Institute for Educational Measurement (CITO) dari Belanda, Westat, Educational Tesing Service (ETS) dari United States, dan National Institute for Educational Research (NIER) dari Jepang. Selain itu, kegiatan ini juga dibantu oleh konsultan ahli dari berbagai negara (OECD), 2003:10). Studi PISA ini adalah studi yang dilakukan terhadap anak berusia 15 tahun untuk mengukur seberapa jauh anak-anak telah dipersiapkan untuk menghadapi tantangan masyarakat modern yang berbasis pengetahuan dalam taraf internasional. Adapun yang menjadi fokus penilaian dalam studi ini adalah bidang literasi membaca, literasi matematika da literasi sains. Dengan demikian PISA akan memberikan informasi mengenai profil pengetahuan dan kemampuan dalam literasi matematika, membaca dan sains untuk setiap peserta didik masingmasing negara peserta. Informasi tersebut dapat dijadikan masukan dalam penentuan kebijakan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan disetiap negara peserta. Studi PISA Internasuonal telah diselenggarakan sebanyak lima periode (OECD, 2000; OECD, 2003; OECD, 2006; OECD, 2009; OECD, 2012) yaitu : (1) PISA 2000, dengan fokus utama pada penilaian literasi membaca, dimana literasi sains dan matematika sebagai pendamping. PISA 2000 diikuti oleh 43 negara terdiri dari 28 negara OECD dan 15 negara OECD, (2) PISA 2003, dengan fokus utama pada penilaian literasi matematika, dimana literasi sains dan membaca sebagai pendamping.
892
SNEP II Tahun 2014
ISBN 978-602-14215-5-0
—Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2014—
PISA 2003 diikuti oleh 41 negara terdiri dari 30 negara OECD dan 11 negara non- OECD, (3) PISA 2006, dengan fokus utama pada penilaian literasi sains, dimana literasi membaca dan matematika sebagai pendamping. PISA 2006 diikuti oleh 57 negara terdiri dari 30 negara OECD dan 27 negara non- OECD, (4) PISA 2009, dengan fokus utama pada penilaian literasi membaca, dimana literasi sains dan matematika sebagai pendamping. PISA 2009 diikuti oleh 65 negara terdiri dari 34 negara OECD dan 31 negara non- OECD, (5) PISA 2012, dengan fokus utama pada penilaian literasi matematika, dimana literasi membaca dan sains sebagai pendamping. PISA 2012 diikuti oleh 67 negara terdiri dari 33 negara OECD dan 34 negara nonOECD. Data yang dikumpulkan dalam studi PISA meliputi aspek pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill). Keterikatan suatu masalah pada penilaian PISA tidak bisa lepas dari pemikiran dan tindakan matematika (Stacey, 2012). Aspek literasi PISA dapat diketahui melalui literasi membaca, matematika, dan sains, yang ditunjukkan pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Aspek Literasi Matematika
Aspek Literasi membaca (reading literacy) Literasi matematika (mathematic literacy)
Literasi sains (scientific literacy)
Deskripsi meliputi kemampuan memahami (understanding), menggunakan (using) dan merefleksikan dalam bentuk tulisan (refelcting on written text). meliputi kemampuan mengidentifikasi (identify) dan memahami (understanding), menggunakan dasar-dasar matematika dalam kehidupan, yang diperlukan seseorang dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. mencakup kemampuan menggunakan pengetahuan, mengidentifikasi masalah dalam rangka memahami fakta-fakta dan membuat keputusan tentang alam dan perubahan yang terjadi pada kehidupan.
Menurut Stacey (2011: 97) PISA juga mengembangkan penilaian yang lainnya. Contohnya, dalam ukuran informasi dan kemampuan teknologi komunikasi dan penilaian dalam membaca teks elektronik. Literasi sering dihubungkan dengan huruf atau aksara. Literasi merupakan serapan dari kata dalam bahasa Inggris „literacy‟, yang artinya kemampuan untuk membaca dan menulis. Pada masa lalu dan juga masa sekarang, kemampuan membaca atau menulis merupakan kompetensi utama yang sangat dibutuhkan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Tanpa kemampuan membaca dan menulis, komunikasi antar manusia sulit berkembang ke taraf yang lebih tinggi. Gagasan umum dari literasi tersebut diserap dalam bidang-bidang yang lain. Salah satu bidang yang menyerapnya adalah bidang matematika, sehingga muncul istilah literasi matematika. Matematika sering diartikan sebagai bahasa simbol atau bilangan. Persepsi umum masyarakat yang terjadi adalah matematika dikaitkan dengan angka atau operasi hitung, misalnya: penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Kompetensi dalam matematika seringkali dihubungkan dengan kemampuan untuk memanipulasi bilangan, antara lain kemampuan untuk menghitung secara cepat. Pengertian tersebut bukannya keliru, tetapi kurang lengkap. Memang benar bahwa salah satu wujud dari literasi matematika adalah kompetensi menghitung. Namun, bilangan hanyalah sebagian kecil saja dari matematika. Dalam masa sekarang, kalkulator dan komputer telah banyak digunakan, kecepatan menghitung tidak lagi menjadi tujuan. Secepat apapun seseorang dalam berhitung, ada kalkulator dan komputer yang bisa menggantikan. Dalam kehidupan modern ini kompetensi membaca, menulis, dan menghitung, meskipun masih penting, namun tidaklah cukup. ISBN 978-602-14215-5-0
SNEP II Tahun 2014
893
—Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2014 —
Isnaini (2010), menjelaskan bahwa literasi matematika adalah kemampuan peserta didik untuk dapat mengerti fakta, prinsip, operasi dan pemecahan masalah matematika. Menurut Kusumah (2012) mendefinisikan literasi matematika sebagai kemampuan menyusun serangkaian pertanyaan (problem posing) merumuskan, memecahkan, dan menafsirkan permasalahan yang didasarkan pada konteks yang ada. Definisi literasi matematika dalam OECD (2000): Mathematic literacy is an individual’s capacity to formulate, employ, and interpret mathematics in a variety of contexts. It includes reasoning mathematically and using mathematical concepts, procedures, facts, and tools to decribes, explain, and pedict phenomena. It assicts individuals to recognise the role that mathematics plays in the world and to make the well-founded judgments and decisioins needed by constructive, engaged and reflective citizens. Berdasarkan definisi tersebut, Literasi matematika diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan atau memperkirakan fenomena/ kejadian. Literasi matematika membantu seseorang untuk memahami peran atau kegunaan matematika di dalam kehidupan sehari-hari sekaligus menggunakannya untuk membuat keputusan-keputusan yang tepat sebagai warga negara yang membangun, peduli dan berpikir. Sejalan dengan hal itu, Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) Mata Pelajaran Matematika lingkup pendidikan menengah menyebutkan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram. Atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Tujuan yang akan dicapai dalam Permendiknas tersebut merupakan literasi matematika. Perhatikan bahwa kemampuan dalam tujuan mata pelajaran matematika menurut SI Mata Pelajaran Matematika pada intinya adalah juga kemampuan yang dikenal sebagai literasi matematika. SI merupakan kemampuan minimal yang akan dicapai melalui proses pembelajaran. Seandainya pengelolaan pembelajaran matematika yang terjadi di sekolah-sekolah Indonesia sudah mengacu pada tujuan mata pelajaran matematika yang ditetapkan dalam SI tersebut, maka prestasi atau pencapaian belajar akan menjadi lebih baik. Sebagai dampaknya kita boleh berharap bahwa prestasi siswa Indonesia dalam studi PISA dan TIMSS tidak akan serendah seperti yang telah terjadi. Sriwardani dan Rumiati (2011), Assessement (penilaian) bagi literasi matematika perlu mengamati tiga komponen besar yaitu: 1. Isi atau Konten Matematika Dalam mempelajari matematika sekolah tentunya kita akan mengkaji beberapa subjek matematika. Dalam draft assessement PISA 2012, konten matematika yang diamati dibagi menjadi empat bagian yaitu: (1) ruang dan bentuk (space and shape) berkaitan dengan pokok pelajaran geometri. Soal tentang ruang dan bentuk ini menguji kemampuan siswa mengenali bentuk, mencari persamaan dan perbedaan dalam berbagai dimensi dan representasi bentuk, serta mengenali ciri-ciri suatu benda dalam hubungannya dengan posisi benda tersebut, (2)
894
SNEP II Tahun 2014
ISBN 978-602-14215-5-0
—Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2014—
perubahan dan hubungan (change and relationship) berkaitan dengan pokok pelajaran aljabar. Hubungan matematika sering dinyatakan dengan persamaan atau hubungan yang bersifat umum, seperti penambahan, pengurangan, dan pembagian. Hubungan ini juga dinyatakan dalam berbagai simbol aljabar, grafik, bentuk geometris, dan tabel. Oleh karena setiap representasi simbol itu memiliki tujuan dan sifatnya masing-masing, proses penerjemahannya sering menjadi sangat penting dan menentukan sesuai dengan situasi dan tugas yang harus dikerjakan, (3) bilangan (quantity) berkaitan dengan hubungan bilangan dan pola bilangan, antara lain kemampuan untuk memahami ukuran, pola bilangan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan bilangan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menghitung dan mengukur benda tertentu. (4) probabilitas dan ketidakpastian (uncertainty) berhubungan dengan statistik dan probabilitas yang sering digunakan dalam masyarakat informasi. 2. Proses Matematika Dalam studi PISA dimaknai sebagai hal-hal atau langkah-langkah seseorang untuk menyelesaikan suatu permasalahan dalam situasi atau konteks tertentu dengan menggunakan matematika sbagai alat sehingga permasalahan itu dapat diselesaikan. Keterikatan suatu masalah pada penilaian PISA tidak bisa lepas dari pemikiran dan tindakan matematika (Stacey, 2012). Selanjutnya kerangka penilaian literasi matematika dalam PISA 2012 menyebutkan bahwa kemampuan proses melibatkan tujuh hal penting sebagai berikut: (1) Communication. Literasi matematika melibatkan kemampuan untuk mengomunikasikan masalah. Seseorang melihat adanya suatu masalah dan kemudian tertantang untuk mengenali dan memahami permasalahan tersebut. (2) Mathematising. Literasi matematika juga melibatkan kmampuan untuk mengubah (transfrom) permasalahan dari dunia nyata ke bentuk matematika atau justru sebaliknya yaitu menafsirkan suatu hasil atau model matematika ke dalam permasalahan aslinya. Kata „mathematising’ digunakan untuk menggambarkan kegiatan tersebut, (3) Representation. Literasi matematika melibatkan kemampuan untuk menyajikan kembali (representasi) suatu permasalahan atau suatu obyek matematika melalui hal-hal seperti: memilih, menafsirkan, menerjemahkan, dan mempergunakan grafik, tabel, gambar, diagram, rumus, persamaan, maupun benda konkret untuk memotret permasalahan sehingga lebih jelas, (4) Reasoning and Argument. Literasi matematika melibatkan kemampuan menalar dan memberi alasan. Kemampuan ini berakar pada kemampuan berpikir secara logis untuk melakukan analisis terhadap informasi untuk menghasilkan kesimpulan yang beralasan, (5) Devising strategies for Solving Problems. Literasi matematika melibatkan kemampuan menggunakan strategi untuk memecahkan masalah. Beberapa masalah mungkin sederhana dan strategi pemecahannya terlihat jelas, namun ada juga masalah yang perlu strategi pemecahan cukup rumit, (6) Using Symbolic, Formal and Technical Language and Operation. Literasi matematika melibatkan kemampuan menggunakan bahasa simbol, bahasa formal dan bahasa teknis, (7) Using Mathematics Tools. Literasi matematika melibatkan kemampuan menggunakan alat-alat matematika, misalnya melakukan pengukuran, operasi dan sebagainya. 3. Konteks Matematika Konteks matematika atau situasi yang dihadapi para siswa berkaitan dengan permasalahan matematika dan pengetahuan serta ketrampilan yang releven yang dapat diterapkan (misalnya, membuat keputusan dalam kehidupan pribadi seseorang, atau memahami berbagai kejadian di dunia). Dalam PISPA, konteks matematika dibagi ke dalam empat situasi berikut : (1) konteks pribadi, yang secara langsung berhubungan dengan kegiatan pribadi siswa sehari-hari. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari tentu para siswa menghadapi berbagai persoalan pribadi yang memerlukan pemecahan secepatnya. Matematika diharapkan dapat berperan dalam menginterpretasikan permasalahan dan kemudian memecahkannya, (2) koteks pendidikan dan pekerjaan, yang berkaitan dengan kehidupan siswa di sekolah dan atau di lingkungan tempat bekerja. Pengetahuan siswa tentang konsep matematika diharapkan dapat membantu untuk merumuskan, melakukan klasifikasi masalah, dan memecahkan masalah pendidikan dan pekerjaan pada umumnya, (3) konteks umum yang berkaitan dengan penggunaan pengetahuan matematika dalam kehidupan bermasyarakat dan lingkungan yang lebih luas dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dapat menyumbangkan pemahaman mereka tentang pengetahuan dan konsep matematikanya itu untuk mengevaluasi berbagai keadaan yang ISBN 978-602-14215-5-0
SNEP II Tahun 2014
895
—Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2014 —
relevan dalam kehidupan di masyarakat, (4) konteks keilmuan, yang secara khusus berhubungan dengan kegitan ilmiah yang lebih bersifat abstrak dan menuntut pemahaman dan penguasaan teori dalam melakukan pemecahan matematika. Menurut Shield, at al. (2007) format soal model PISA dibedakan dalam lima bentuk soal yang berbeda, yaitu: (1) Traditional Multiple-Choice Item, yaitu bentuk soal pilihan ganda dimana siswa memilih alternatif jawaban sderhana, (2) Complex Multiple-Choice Item, yaitubentuk soal pilihan ganda dimana siswa memilih alternatif jawaban yang agak kompleks, (3) Closed Constructed Respon Item, yaitu bentuk soal yang menuntut siswa untuk menjawab dalam bentuk angka atau bentuk lain yang sifatnya tertutup, (4) Short-Respons Item, yaitu soal yang membutuhkan jawaban singkat, (5) Open-Constructed Respons Item, yaitu soal yang harus dijawab dengan uraian terbuka. Kajian Penelitian yang Relevan Kajian pustaka dalam penelitian ini diantaranya yaitu penelitian oleh Septianawati (2012), Anwar, Budayasa, Amin, Dede de Haan (2012), Kamaliyah, Zulkardi dan Darmawijoyo (2013). Menurut Anwar, at al (2012) eliciting dan mengatasi konsepsi alternatif peserta didik dalam matematika bermanfaat dalam membantu mereka untuk meningkatkan pemahaman mereka, berusaha untuk mengeksplorasi peran siswa dalam RME. Kelebihan dari penelitian Anwar dkk (2012) adalah lebih detail dalam mengatasi konsepsi mulai dari pemahaman hingga ekplorasi kemampuan siswa. Sedangkan kekurangannya adalah sampel yang diteliti terbatas pada siswa dengan kemampuan rata-rata sama. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada analisisnya pada penelitian Anwar dkk (2012) yaitu peran siswa sedangkan pada peneliti analisisnya pada kemampuan siswa. Tujuan umum dari PISA adalah untuk menilai sejauh mana siswa berusia 15 tahun di negara OECD (dan negara lainnya) telah memperoleh kemahiran yang tepat dalam membaca, matematika dan ilmu pengetahuan untuk membuat kontribusi yang signifikan terhadap masyarakat mereka (Wilkens, 2011). Melalui analisis kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal matematika bertipe PISA maka diharapkan siswa terlatih dan terbiasa mengerjakan soal mtematika bertipe PISA berpendekatan PMRI. Slamet dalam Bactiar (2010: 47) mengemukakan beberapa jenis penelitian menurut bidang ilmu, salah satunya adalah penelitian pendidikan. Silver dan Kilpatrick dalam Teppo (1998) mengemukakan tujuan penelitian pendidikan matematika mencerminkan keragaman dan kompleksitas subyek penyelidikannya. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan siswa menyelesaikan soal bertipe PISA. Alur penelitian adalah deskripsi runtutan logis langkah-langkah penelitian yang mengaitkan data empiris yang akan dikumpulkan dengan pertanyaan awal penelitian. Alur penelitian ini digunakan untuk memudahkan pelaksanaan penelitian. Langkah penelitian ini terdiri dari tigas tahapan, yaitu persiapan, pengambilan data, dan analisis data.
Metode Penelitian Menurut Sugiyono (2007:224) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan digunakan peneliti adalah dengan metode observasi, tes dan wawancara. 1. Metode Observasi Menurut Marshall (dalam Sugiyono, 2007:226) observasi adalah belajar tentang perilaku orang yang diteliti dan menguak dari perilaku tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi partisipatif kategori aktif. Karena dengan observasi ini lebih tepat digunakan dalam penelitian. Peneliti datang ketempat penelitian dan ikut melaksanakan apa yang dilakukan oleh nara sumber atau sumber data. 2. Metode Tes
896
SNEP II Tahun 2014
ISBN 978-602-14215-5-0
—Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2014—
Metode ini digunakan untuk mengetahui profil kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal matematika bertipe PISA. Data yang diharapkan berupa hasil pekerjaan siswa pada lembar jawab yang disertai dengan langkah-langkahnya. Data yang didapatkan dari tes ini digunakan sebagai bahan analisis mengenai kemampuan siswa menyelesaikan soal bertipe PISA. Langkahlangkah yang dilakukan peneliti dalam pengumpulan data ini adalah: (1) menyiapkan soal tes, (2) membagi soal tes kepada siswa, (3) mengawasi siswa dalam mengerjakan soal, (4) mengumpulkan hasil tes, (5) memeriksa dan mengevaluasi hasil tes, (6) menganalisa hasil tes. 3. Metode Wawancara Dikemukakan oleh Iskandar (2009: 70) “Wawancara merupakan tanya jawab peneliti dengan orang-orang yang relevan untuk dijadikan sebagai sumber data”. Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk memeriksa keabsahan data adalah dengan triangulasi. Menurut Sugiyono (2010: 241), triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kreadibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data. Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif dengan tahapantahapan sebagai berikut: 1. Reduksi Data Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang menejamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian supa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. 2. Penyajian Data Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah penyajian data. Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.. 3. Kesimpulan Mengambil kesimpulan merupakan analisis lanjutan dari reduksi data, dan display data. Kesimpulan adalah proses pengambilan intisari dan sajian data yang telah terorganisasi tersebut dalam bentuk pernyataan kalimat dan atau formula yang singkat dan padat tetapi mengandung pengertian yang luas. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini didukung oleh instrumen soal dan pedoman wawancara untuk mengungkap kemampuan siswa Menyelesaikan Soal Matematika Bertipe PISA yang meliputi persiapan, pengambilan data dan analisis data. Pembahasan yang dilakukan berikutnya adalah hasil-hasil implementasi analisis kemampuan siswa menyelesaikan soal Matematika bertipe PISA dengan pendekatan PMRI di SMP Negeri 1 Gemolong Kabupaten Sragen. Dalam hal ini kemampuan siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan seseorang yang disesuaikan dengan literasi Matematika yang tercakup dalam ranah penilaian studi PISA. Kelompok kemampuan siswa mengerjakan soal Matematika bertipe PISA yang diuraikan sesuai dengan ranah penilaian PISA meliputi penguasaan materi, penguasaan pengetahuan dan kecakapan dan kemampuan pemecahan masalah dari pengetahuan yang didapat untuk digunakan menyelesaikan masalah yang ada di dalam kehidupan sehari-hari atau nyata adanya. Model kemampuan siswa menyelesaikan soal Matematika bertipe PISA pada siswa SMP Negeri 1 Gemolong dapat diketahui dengan tahapan: 1. Persiapan dilakukan terkait dengan kegiatan siswa mengerjakan soal PISA oleh guru Matematika kelas IXG SMPN 1 Gemolong Sragen ini bertipe PISA dan pemilihan dan pembuatan soal bertipe PISA. 2. Pengambilan data dalam penelitian ini kegiatan pelaksaanaan tes kemampuan siswa mengerjakan tes soal Matematika bertipe PISA ISBN 978-602-14215-5-0
Matematika bertipe meliputi telaah soal untuk mengetahui di SMP Negeri 1
SNEP II Tahun 2014
897
—Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2014 —
Gemolong. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan instrument tes soal bertipe PISA dilakukan selama 4 kali. 3. Analisis data kemampuan siswa mengerjakan soal Matematika bertipe PISA dan menganalisis kemampuan ke dalam kategori berdasar literasi dan level yang telah dibuat. Analisis data dilakukan mulai dari penskoran dan analisis jawaban siswa. Hasil analisis kemampuan siswa dari Segi Konten, Proses dan Konteks dalam menyelesaikan soal matematika bertipe PISA meliputi kelompok berikut : 1.
Siswa mampu menguasai konten matematika dalam mengerjakan soal matematika bertipe PISA. Selain itu soal matematika bertipe PISA ini membuat siswa mudah mengerjakan soal matematika walaupun konten matematika yakni ruang dan bentuk, perubahan dan keterkaitan dan bilangan dalam tes matematika bertipe PISA menurut siswa adalah sulit, namun dengan soal bertipe PISA siswa mampu untuk menyelesaikannya. Kemampuan siswa dalam menguasai konten matematika berkategori baik, karena soalnya dibuat dengan konten yang jelas maka soal lebih mengarah dan mudah diuraikan oleh siswa. 2. Kemampuan penguasaan proses matematika dalam menyelesaikan soal matematika bertipe PISA berkembang dengan sendirinya setelah siswa mengerjakan soal bertipe PISA. Bisa dikatakan bahwa soal bertipe PISA ini dapat merangsang kemampuan penguasaan proses matematika dalam mengerjakan soal Matematika dengan kemampuannya serta menggunakan formula yang tepat khususnya pada kategori mathematising, reasioning and argument, problem solving dan using mathematic tools. 3. Kemampuan penguasaan konteks matematika siswa memiliki kategori baik yakni dapat memperjelas siswa dalam penyelesaian soal-soal, kemampuan penguasaan konteks matematika yang baik memudahkan siswa dalam menemukan cara dan jawaban yang tepat dalam mengerjakan soal matematika bertipe PISA. Bisa dikatakan bahwa siswa mampu menguasi konteks matematika khususnya pada kategori umum dan sains. Faktor pendukung analisis kemampuan siswa menyelesaikan soal Matematika bertipe PISA adalah : 1. Kesiapan siswa dalam melaksanakan tes untuk menggetahui kemampuan menyelesaikan soal Matematika bertipe PISA. 2. Soal Matematika bertipe PISA dengan pendekatan PMRI, ini akan memudahkan pemilihan dan pembuatan soal sesuai dengan materi. 3. Materi yang dipilih telah diajarkan sebelumnya. Faktor penghambat kemampuan siswa menyelesaikan soal Matematika bertipe PISA pada siswa SMPN 1 Gemolong Sragen berikut ini: 1. Variasi soal yang banyak membuat siswa berpikir terlalu keras membuat siswa sulit memahami dengan sempurna. 2. Pelaksanaan tes 4x pertemuan yang dilakukan dengan waktu yang berturut-turut serta berdekatan membuat siswa kelelahan dan bosan. 3. Materi yang dipilih adalah materi yang sulit. Implikasi dalam penelitian ini adalah mengenai kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal Matematika bertipe PISA yang meliputi komponen kemampuan penguasaan konten matematika, kemampuan penguasaan proses matematika dan kemampuan penguasaan konteks matematika yang akan dapat dicapai jika soal matematika bertipe PISA sering diajarkan dan diberikan dalam pembelajaran matematika. Setelah dilakukan pengambilan kesimpulan berikutnya akan diberikan saran-saran yang dapat digunakan untuk mengembangkan penelitian berikutnya dan juga menjadi masukan bagi guru untuk mengembangkan soal bertipe PISA di sekolah. Adapun saran-saran tersebut adalah : 1. Soal bertipe PISA bisa diterapkan di sekolah untuk meningkatkan kemampuan matematika siswa bukan hanya terbatas pada saat penelitian ini saja. 2. Siswa dapat mempelajari soal matematika bertipe PISA lebih mendalam agar bisa menjadi bahan untuk mengikuti literasi PISA.
898
SNEP II Tahun 2014
ISBN 978-602-14215-5-0
—Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2014—
3. Siswa terbiasa mengerjakan soal matematika bertipe PISA berpendekatan PMRI dalam pembelajaran yang dibuatkan oleh guru bidang study maupun mencari soal lewat internet. 4. Penelitian tentang PISA harus memunculkan semua kategori dalam konten, proses dan konteks PISA. 5. Penilaian penelitian dapat dimasukkan dalam sebagian penilaian raport sehingga siswa bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tes penelitian. 6. Dalam penelitian perlu memperhitungkan waktu yang tepat untuk diadakannya penelitian, karna faktor-faktor kegiatan yang ada di sekolah dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Daftar Pustaka Anwar, Lathiful, dkk. 2012. “Eliciting Mathematical Thinking of Students through Realistic Mathematics Education”. IndoMS. J.M.E. Vol. 3 No. 1, pp. 55-70 Bactiar, S,B. 2010. “Menyakinkan Validitas Data melalui Triangulasi pada Penelitian Kualitatif”. Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol.10, No. 1, hal 46-62. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Eivers, E. 2010. “PISA: Issues In Implementation And Interpretation”. The Irish Journal of Education, xxxviii, pp.94-118. Gravemeijer, K. 1994 Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: Freudenthal Institute. Iskandar. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Ciputat: PT Gaung Persada Press. Isnaini, N.T. (2010) Membina Lomba Melek Matematika di Sekolah. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan dalam rangka Ulang Tahun Emas UNSRI di Palembang 16 Oktober 2010. Kamaliyah, dkk. 2013. “Developing the Sixth Level of PISA-Like Mathematics Problems for Secondary School Students”. IndoMS. J.M.E. Vol. 4 No. 1, pp. 9-28 Kusumah,Y. 2012. Konsep Pengembangan dan Implementasi Komputer Basic Learning dalam Meningkatkan Kemampuan Hight Order Thinking. Bandung: UPI Bandung. Marpaung, Y., dkk. 1995. Peningkatan Efektivitas Pengajaran Matematika GuruKelas I dan II Dua Sekolah Dasar di Yogyakarta, Lap. Penelitian (research report). Yogyakarta: Univ. Sanata Dharma. Muslich, M. 2010. KTSP Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara. OECD. 2003. The PISA 2003 Assessment Framework: Mathematics, Reading, Science, and Problem Solving Knowledge and Skills. OECD. 2000. Programme from International Student Assessment: Sample Tasks from PISA 2000 Assesment of Reading, Mathematics and Scientific Literacy. Peraturan Pemerintah Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
ISBN 978-602-14215-5-0
SNEP II Tahun 2014
899
—Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2014 —
Purwanto, M. N. 2006. Prinsip-prinsip dan Tehnik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset. Puspendik Balitbang Kemendikbud. 2012. Survei International Pisa. Septianawati, Desty. 2012. “Efektifitas Penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) dan Pendekatan Quantum learning (QL) Ditinjau Dari Kepribadian Siswa”. Tesis : UNS. Shield, G. At al. 2007. PISA Mathematics: A Teacher’s Guide. Dublin: Stationery Office. Sri, I., dkk. 2013. “Investigating Secondary School Students‟ Difficulties in Modeling Problems PISA-Model Level 5 And 6”. IndoMS. J.M.E. Vol. 4 No. 1, pp. 41-58. Sriwardani dan Rumiati. 2011. Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMMS. Yogyakarta: P4TK Matematika Kementrian Pendidikan Nasional. Stacey, K. 2011. “The PISA View of Mathematical Literacy in Indonesia”. IndoMS. J.M.E Vol. 2 No. 2 July 2011, pp.95-126. Stacey, K. 2012. “The International Assessment Of Mathematical Literacy: PISA 2012 Framework And Items”. Journal 12th International Congress on Mathematical Education. Vol. 12 No. 2, pp.1-17. Sudjana, N. 2006. Penilaian Hasil Proses Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset. Sugiyono. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Teppo. A. R. 1998. “Diverse Ways of Knowing. Qualitatif Research Methods in Mathematics Education Monograph Number 9”. Journal for Research in Mathematics Education, 1-16. Winkel, W. S. 2009. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi. Wilkens, H. J. 2011. “Textbook Approval systems and the Program for International Assesment (PISA) Result: A Preliminary Analysis”. IARTEM e-Journal, Volume 4 No 2. Wu, M. 2011. “Using PISA and TIMMS Mathematics Assesments to Identify the Relative Strengths of Student In Western and Asian Countries”. Journal of Research in Education Sciences, 2011, 56(1), 67-89. Zulkardi. 2002. “Developing a Learning Envorinment on Realistic Mathematics Education for Indonesian Students Teachers”. Thesis. University of Twente. Enschede: Printpartners Ipskamp.
900
SNEP II Tahun 2014
ISBN 978-602-14215-5-0