ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU
Oleh
RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru” adalah karya penulis sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2006
Riswandi Stepanus Tinambunan NRP P052020461
ABSTRAK RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN. P052020461. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru. Dibawah bimbingan Lilik Budi Prasetyo dan Endes N. Dahlan. Faktor penting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia. Pertambahan jumlah penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Pertambahan jumlah penduduk juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan energi seperti energi listrik, minyak tanah, premium dan solar. Ruang terbuka hijau semakin terdesak keberadaannya dan berubah menjadi bangunan untuk mencukupi kebutuhan fasilitas penduduk kota. Penyebaran jumlah penduduk yang tidak merata dalam suatu wilayah, akan memberikan pengaruh negatif terhadap daya dukung lingkungan. Kebutuhan energi sebagai dampak adanya kegiatan pembangunan, meningkatkan pengaruhnya terhadap kualitas udara Kota Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan jumlah CO2. Standar kebutuhan ruang terbuka hijau diperoleh dari studi literatur. Perkiraan jumlah ruang terbuka hijau diperoleh dengan analisis penutupan lahan. Perkiraan jumlah CO 2 dari konsumsi energi (listrik, minyak tanah, premium, dan solar) dihitung berdasarkan jumlah konsumsi dan nilai-nilai faktor emisi yang diperoleh dari studi literatur. Hasil yang diperoleh bahwa kebutuhan ruang terbuka hijau untuk Kota Pekanbaru berdasarkan luas wilayah terdapat kekurangan vegetasi dengan jumlah 12.499,27 hektar, sedangkan berdasarkan jumlah penduduk dan emisi CO 2 masih memenuhi syarat. Untuk tingkat kecamatan, berdasarkan jumlah penduduk dan emisi hanya Rumbai dan Bukit Raya yang masih memenuhi syarat. Penambahan vegetasi yang diperlukan pada masing-masing kecamatan adalah 3.033,19 hektar untuk Kecamatan Pekanbaru Kota, Senapelan 266 hektar, Limapuluh 164,62 hektar, Sukajadi 246,34 hektar, Sail 130,40 hektar, Rumbai 5.305,67 hektar, Bukit Raya 2.206,76 hektar, dan Tampan 4.134,84 hektar. Kata Kunci : Ruang Terbuka Hijau, Analisis Spasial, Arahan Pembangunan Hutan Kota
ABSTRACT RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN. P052020461. The Analysis of Urban Green Space Requirement in Kota Pekanbaru. Under the supervision of Lilik Budi Prasetyo and Endes N. Dahlan. The main factor in environmental issues is human population. The increase of population is a major source that triggering the development of residential and other permanently public facilities. Therefore, the need of energy such as electricity, petroleum, gasoline and diesel fuel increase significantly. The existing urban green space due to the conversion of residential development is decreasing. Scattered clusters of inhabitant and residential site in one particular area generate a kind of negative impact into environmental carrying capacity. The need of energy as a sequencing consequence from urban development was considerably distressing the quality of air in Kota Pekanbaru. The study was purposed to estimate the need of urban green space based on total area, number of citizens and CO 2 level. The standard for the need of urban green space is acquired by literatures study. The estimated total need of urban green space was obtained from land coverage analysis, whereas the level of CO2 was estimated from an amount of energy consumption (electricity, petroleum, gasoline and diesel fuel) and emission factors that obtained furthermore from literature. The result of this study revealed that based on the size of area, Kota Pekanbaru was experiencing a shortage of green space for 12.499,27 ha, but considerably insufficient condition based on population and CO2 emission, as well as Kecamatan Rumbai dan Kecamatan Bukit Raya for subsequent level. To comply a standard prerequirement in such space, Kecamatan Pekanbaru Kota was recommended to extend as large as 3.033,19 ha urban forest. For another district that were Kecamatan Senapelan, Limapuluh, Sukajadi Sail, Rumbai, Bukit Raya and Tampan required open spaces 266 ha, 164,62 ha, 246,34 ha, 130,40 ha, 5.305,67 ha, 2.206,76 ha, and 4.134,84 ha, respectively. Keyword : urban green space, spatial analysis, urban forest development path
© Hak cipta milik Riswandi Stepanus Tinambunan, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU
RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Tesis
:
Nama NRP Program Studi
: : :
Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru Riswandi Stepanus Tinambunan P052020461 Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana IPB
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc Ketua
Ir. Endes N. Dahlan, MS Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 02 Juni 2006
Tanggal Lulus : 16 Juni 2006
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru yang merupakan syarat untuk menyelesaikan studi. Penulis berharap, karya kecil yang telah disusun dapat memberikan informasi kepada masyarakat Kota Pekanbaru secara umum dan secara khusus kepada Pemerintah Kota Pekanbaru mengenai kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru. Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan bimbingan kepada penulis, yaitu : 1. Kedua orang tua, Bapak Prof. Dr. W.E. Tinambunan, Drs.,MS dan Ibu R. Sipayung, kedua orang kakak Rostiana dan Evi, serta kedua orang adik Harley dan Wahyu, untuk kesabaran dan kasih sayang yang diberikan. 2. Bapak Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Endes N. Dahlan, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing, atas segala bantuan pemikiran, waktu dan dorongan semangat, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis meskipun banyak keterbatasan yang dimiliki. 3. Bapak Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS sebagai Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 4. Bapak Gubernur Provinsi Riau, yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan. 5. Instansi Pemerintah yang ada di Kota Pekanbaru, untuk pengumpulan data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian. 6. Semua pihak yang telah membantu dalam diskusi dan tukar pikiran, sehingga penulisan menjadi lebih baik. 7. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Penulis berharap, semoga tesis ini akan memberikan manfaat untuk berbagai pihak khususnya kepentingan studi.
Bogor, Juni 2006
Riswandi Stepanus Tinambunan
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kota Pekanbaru Propinsi Riau pada tanggal 26 Desember 1976 dari pasangan W.E. Tinambunan dan R. Sipayung. Penulis merupakan anak ke tiga dari lima bersaudara. Pendidikan dasar hingga menengah dilalui penulis dari tahun 1983 hingga tahun 1995 di Kota Pekanbaru. Penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Universitas Winaya Mukti Jatinangor, Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Lulus pada bulan Juli tahun 2001. Penulis melanjutkan
pendidikan
pascasarjana
pada
program
studi
Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada Tahun 2002, dan dinyatakan lulus pada tanggal 16 Juni 2006.
xi
DAFTAR ISI DAFTAR ISI.................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................ DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xi xiv xvi xvii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1.2 Kerangka Pemikiran.............................................................................. 1.3 Rumusan Masalah................................................................................. 1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................. 1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................
1 1 5 8 10 10
II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 2.1 Ruang Terbuka Hijau............................................................................ 2.2 Hutan Kota ............................................................................................ 2.3 Fungsi Hutan Kota ................................................................................ 2.4 Pencemaran Lingkungan Perkotaan...................................................... 2.5 Serapan Vegetasi Terhadap Karbon Dioksida ...................................... 2.6 Sistem Informasi Geografis .................................................................. 2.7 Pembangunan Berkelanjutan.................................................................
11 11 11 13 17 18 20 23
III. METODE PENELITIAN........................................................................... 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 3.2 Alat dan Bahan...................................................................................... 3.3 Metode Penelitian ................................................................................. 3.3.1 Pengumpulan Data ..................................................................... 3.3.2 Analisis Data ............................................................................. 3.3.2.1 Analisis Penutupan Lahan.............................................. 3.3.2.1.1 Cropping................................................................. 3.3.2.1.2 Pengambilan Data Lapangan.................................. 3.3.2.1.3 Klasifikasi Citra...................................................... 3.3.2.1.4 Akurasi Klasifikasi................................................. 3.3.2.2 Analisis Serapan Karbon Dioksida ................................ 3.3.2.3 Analisis Emisi Karbon Dioksida.................................... 3.3.2.3.1 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Listrik .................................................... 3.3.2.3.2 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Minyak Tanah........................................ 3.3.2.3.3 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Premium ................................................ 3.3.2.3.4 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Solar....................................................... 3.3.2.3.5 Total Emisi Karbon Dioksida ................................. 3.3.2.4 Selisih Serapan Karbon Dioksida dan Emisi Karbon
24 24 24 24 24 26 27 28 28 28 28 29 30 30 31 32 32 33
xii
Dioksida ......................................................................... Analisis Standar Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau....... Analisis Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota untuk Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau ................................................................ Arahan Revegetasi dengan Pembangunan Hutan Kota ..
33 33
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ............................................. 4.1 Letak da n Luas Wilayah ....................................................................... 4.2 Topografi............................................................................................... 4.3 Geologi.................................................................................................. 4.4 Hidrologi ............................................................................................... 4.5 Klimatologi ........................................................................................... 4.6 Kependudukan ...................................................................................... 4.7 Kesesuaian Lahan ................................................................................. 4.7.1 Arahan Pengembangan Kawasan Lindung................................ 4.7.2 Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya .............................. 4.8 Bentuk Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru.................................
37 37 37 39 40 41 41 42 42 43 44
V. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................... 5.1 Analisis Penutupan Lahan..................................................................... 5.1.1 Klasifikasi Citra Landsat ETM+............................................... 5.1.2 Pemotongan Citra (Cropping)................................................... 5.1.3 Klasifikasi Penutupan Lahan.................................................... 5.1.4 Akurasi Klasifikasi.................................................................... 5.2 Analisis Serapan Karbon Dioksida ....................................................... 5.3 Analisis Emisi Karbon Dioksida........................................................... 5.3.1 Emisi Karbon Dioksida dari Sumber Penggunaan Listrik ........ 5.3.2 Emisi Karbon Dioksida dari Sumber Penggunaan Minyak Tanah............................................................................ 5.3.3 Emisi Karbon Dioksida dari Sumber Penggunaan Premium ................................................................................... 5.3.4 Emisi Karbon Dioksida dari Sumber Penggunaan Solar ........... 5.3.5 Total Emisi Karbon Dioksida.................................................... 5.4 Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida ........................................ 5.5 Analisis Kebutuhan Luas Ruang Terbuka Hijau................................... 5.5.1 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Inmendagri No. 14........... Tahun 1988 ............................................................................... 5.5.2 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk............. 5.5.3 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Sebaran Emisi Karbon Dioksida.................................................................................... 5.5.4 Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Existing Condition Ruang Terbuka Hijau.............................................. 5.6 Analisis Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau........................................... 5.6.1 Kesesuaian RUTRK Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan
50 50 50 50 53 56 57 59 60
3.3.2.5 3.3.2.6 3.3.2.7
36 36
61 63 65 67 69 70 71 73 74 76 77
xiii
RTH Berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1988.................. Kesesuaian RUTRK Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk........................................ 5.6.3 Kesesuaian RUTRK Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan RTH Berdasarkan Emisi Karbon Dioksida .............................. 5.6.4 Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota ........................................................... 5.7 Arahan Revegetasi................................................................................. 5.7.1 Penanaman Vegetasi Berdasarkan Existing Condition RTH .... 5.7.2 Penanaman Vegetasi Berdasarkan RUTRK Pekanbaru Tahun 2004 .......................................................................................... 5.7.3 Perbedaan Luas Penanaman Vegetasi....................................... 5.7.4 Pengembangan Hutan Kota ....................................................... 5.7.4.1 Manfaat Hutan Kota ................................................... 5.7.4.2 Kawasan Potensial untuk Lokasi Penanaman Hutan Kota ............................................................................
78
5.6.2
80 81 82 84 84 86 87 88 89 89
VI. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 94 6.1. Kesimpulan........................................................................................... 94 6.2. Saran..................................................................................................... 96 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 97 LAMPIRAN..................................................................................................... 101
xiv
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Faktor Emisi untuk Bahan Bakar.............................................................. Faktor Emisi untuk Konsumsi Listrik dengan Semua Bahan Bakar ........ Faktor Emisi untuk Menghitung Karbon Dioksida dari Konsumsi Minyak...................................................................................................... Contoh Matrik Kesalahan ......................................................................... Nilai Serapan Karbon Dioksida oleh Vegetasi......................................... Standar Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk.................................. Luas Wilayah Kota Pekanbaru Berdasarkan Kecamatan ......................... Kemiringan Lereng dan Luas Lahan Masing-Masing Kecamatan di Kota Pekanbaru ........................................................................................ Prakiraan Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru Tahun 2002-2006............. Prakiraan Kepadatan Penduduk Kota Pekanbaru Tahun 2002-2006........ Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004.... Matrik Kesalahan...................................................................................... Serapan Karbon Dioksida dengan Tipe Vegetasi ..................................... Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Listrik .......... Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Minyak Tanah ........................................................................................................ Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Premium ...... Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Solar ............ Total Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Aktivitas Kota (Listrik, Minyak Tanah, Premium dan Solar)........................................... Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida ............................................ Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1988............... Selisih Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 dengan Existing Condition Kawasan Hijau Tahun 2004 ...................................... Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk ..................................... Kesesuaian Existing Condition RTH terhadap Standar Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk ................................................................. Kebutuhan RTH Berdasarkan Emisi Karbon Dioksida ............................ Kesesuaian Existing Condition RTH terhadap Emisi Karbon Dioksida .. Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Existing Condition Ruang Terbuka Hijau................................................................................ Rencana Penggunaan Lahan Kota Pekanbaru Tahun 2004 ...................... Kesesuaian RUTRK Untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun 1988 .......................................................................................................... Kesesuaian RUTRK Untuk RTH terhada p Standar Luas RTH untuk Jumlah Penduduk ...................................................................................... Kesesuaian RUTRK Untuk RTH terhadap Emisi Karbon Dioksida ........ Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota ....................................................................................... Arahan Luas dan Lokasi Penanaman Vegetasi Berdasarkan Existing Condition RTH ......................................................................................... Arahan Luas dan Lokasi Penanaman Vegetasi Berdasarkan Rencana
19 19 20 29 29 35 37 38 41 42 53 56 58 60 62 64 66 68 70 71 72 73 74 75 75 76 78 80 81 82 83 85
xv
Umum Tata Ruang Kota untuk Kawasan Hijau....................................... 34. Perbedaan Luas Penanaman Vegetasi antara Exsisting Condition Vegetasi dengan RUTRK Kawasan Hijau................................................ 35. Potensi Jumlah Pohon yang Ditanam Pada Masing-Masing Unit Tempat Tinggal di Masing-Masing Kecamatan.................................................... 36. Sempadan Sungai yang Direncanakan sebagai Lokasi Hutan Kota .........
86 88 90 92
xvi
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Kerangka Pemikiran ................................................................................. Peta Lokasi Penelitian............................................................................... Diagram Alir Analisis Penutupan Lahan.................................................. Taman Hutan Raya ................................................................................... Ruang Terbuka Hijau Kawasan Rekreasi................................................. Ruang Terbuka Hijau Sempadan Sungai.................................................. Ruang Terbuka Hijau Jalur Jalan.............................................................. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkantoran............................................ Hutan Kota ................................................................................................ Pemakaman Umum Sebagai RTH ............................................................ Semak Belukar .......................................................................................... Perkebunan Kelapa Sawit ......................................................................... Cuplikan Citra Landsat 7 ETM+, 127/060, 4 Maret 2004........................ Potongan Citra Untuk Wilayah Studi....................................................... Persentase Kelas Penutupan Lahan Tahun 2004 di Kota Pekanbaru....... Peta Penutupan Lahan Tahun 2004 .......................................................... Grafik Serapan Emisi Karbon Dioksida Oleh Vegetasi ........................... Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Listrik di Kota Pekanbaru .................................................... Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Minyak Tanah di Kota Pekanbaru........................................ Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Premium di Kota Pekanbaru ................................................ Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Solar di Kota Pekanbaru....................................................... Grafik Perbandingan Total Emisi Karbon Dioksida yang dihasilkan Untuk Setiap Kecamatan di Kota Pekanbaru............................................ Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida Berdasarkan Sumber yang Dihasilkan di Kota Pekanbaru ........................................................ Rencana Penggunaan Lahan Kota Pekanbaru Tahun 2004 ......................
8 25 27 45 45 46 46 47 47 48 48 49 51 52 54 55 59 61 63 65 66 69 69 79
xvii
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5.
Banyaknya Kekuatan dan Tenaga Listrik yang Dibangkitakan oleh PLN Cabang Pekanbaru............................................................................ Rekapitulasi Nilai Indeks Standar Pencemar Udara Tahun 2000, 2001, 2002, dan 2003.......................................................................................... Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107 Tahun 1997 Tanggal 21 November 1997 (Lampiran III) ......................... Pemakaian Listrik di Kota Pekanbaru Tahun 2004 (kWh)....................... Realisasi SPBU di Kota Pekanbaru Tahun 2004 ......................................
101 102 106 107 108
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberha silan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dapat diamati bahwa perkembangan pembangunan daerah telah berlangsung dengan pesat dan diperkirakan akan terus berlanjut. Perkembangan ini akan membawa dampak keruangan dalam bentuk terjadinya perubahan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan ataupun tidak direncanakan. Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan untuk (1) mencapai tata ruang kawasan perkotaan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam pengembangan kehidupan manusia. (2) Meningkatkan fungsi kawasan perkotaan secara serasi, selaras, dan seimbang antara perkembangan lingkungan dengan tata kehidupan masyarakat. (3) Mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial (UU Nomor 24 Tahun 1992). Ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasa n hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga kawasan hijau dan kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur. Pemanfatan ruang terbuka hijau lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya (Inmendagri No. 14 Tahun 1988). Faktor yang sangat penting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia. Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Pertambahan jumlah penduduk juga akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan
2
bahan pangan dan energi serta bertambahnya limbah domestik dengan cepat. Sejalan dengan upaya pembangunan ekonomi atau pengembangan kawasan, berbagai kegiatan masyarakat dan pemerintah yang ada di Kota Pekanbaru terjadi pada suatu ruang. Ketidaktepatan rencana dan ketidaktertiban pemanfaatan ruang dapat berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup, sehingga lingkungan menjadi berkembang secara ekonomi, namun menurun secara ekologi. Kondisi demikian menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem, yang dapat berupa terjadinya peningkatan suhu udara dan pencemaran udara. Peningkatan konversi lahan sekitar 60,11 % pada tahun 2004 dilakukan untuk pengembangan kawasan-kawasan pemukiman (Anonim, 2002). Rencana tata ruang untuk pemukiman tahun 2000 berjumlah 14.172 hektar, sementara pada tahun 2004 jumlahnya meningkat menjadi 35.531 hektar. Pengembangan kawasan untuk pemukiman terjadi karena jumlah penduduk semakin berkembang pesat, baik itu penduduk lokal ataupun pendatang yang ambil bagian dalam kegiatan perekonomian. Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru Tahun 2002-2006 memperkirakan jumlah penduduk Kota Pekanbaru sampai dengan tahun 2006 mencapai 704.220 jiwa, sementara pada tahun 2002 hanya berjumlah 615.195 jiwa , terjadi peningkatan sekitar 12,64% . Peningkatan jumlah penduduk akan berdampak pada perubahan penggunaan lahan baik untuk pemukiman, kawasan hijau kota ataupun peruntukan lainnya. Pembangunan yang belum merata memberikan pengaruh terhadap penyebaran jumlah penduduk. Daerah pusat kegiatan merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik dalam suatu kota sehingga pada kawasan ini terdapat bangunan utama untuk kegiatan sosial ekonomi (Yunus, 2002). Rute transportasi dari segala penjuru memusat pada kawasan ini sehingga daerah pus at kegiatan merupakan kawasan dengan derajat aksesibilitas tertinggi. Penduduk Kota Pekanbaru tahun 2003 berjumlah 653.920 jiwa (BPS Kota Pekanbaru, 2003) . Kecamatan yang berada pada pusat kota mempunyai kecenderungan dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Kecamatan Pekanbaru Kota mempunyai kepadatan penduduk dengan jumlah 135 jiwa/hektar, Senapelan 55 jiwa/hektar,
3
Sukajadi 121 jiwa/hektar, Sail 66 jiwa/hektar, Rumbai 5 jiwa/hektar, Bukit Raya 7 jiwa/hektar, dan Tampan 14 jiwa/hektar. Besarnya pemakaian energi listrik di Kota Pekanbaru terjadi seiring dengan meningkatnya populasi dan aktifitas masyarakat untuk berbagai kegiatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) Kota Pekanbaru, terjadi peningkatan konsumsi listrik dalam hit ungan kWh. Rata-rata peningkatan hingga tahun 2004 sekitar 8,74 %. Jumlah kWh yang terpakai pada tahun 1998 yaitu sebesar 346.506.282 dan pemakaian sampai dengan tahun 2004 berjumlah 563.669.923 kWH (Lampiran 1). Jumlah kendaraan di Kota Pekanbaru pada Tahun 2000 berjumlah 247.683 unit. Terjadi peningkatan sekitar 12,14 %, pa da akhir Tahun 2004 berjumlah 300.112 unit (Direktorat Lalu Lintas, Polda RIAU). Peningkatan jumlah kendaraan akan meningkatkan kebutuhan energi yang berdampak terhadap peningkatan jumlah karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan. Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta ma khluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan manusia serta perlindungan bagi makhluk hidup lainnya. Supaya udara dapat bermanfaat sebesar -besarnya bagi pelestarian fungsi lingkungan hidup, maka udara perlu dipelihara, dijaga dan dijamin mutunya melalui pengendalian pencemaran udara (PP No.41 Tahun 1999). Berdasarkan informasi dari Laboratorium Udara BAPEDALDA Kota Pekanbaru bahwa untuk saat tertentu keadaan kualitas udara ambien Kota Pekanbaru telah melebihi ambang batas. Kriteria ambang batas ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-45/MENLH/10/1997 tentang perhitungan dan pelaporan serta informasi Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). Parameter pencemaran udara meliputi nilai partikulat (PM-10), ozon (O3), CO, SO 2 dan NO2. Nilai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) disajikan pada Lampiran 2. Masing-masing jenis polutan terpapar dengan kriteria baik, sedang, tidak sehat, sangat tidak sehat, sampai dengan berbahaya. Dampak yang ditimbulkan
4
dari partikulat (PM-10) untuk kategori sedang adalah terjadi penurunan pada jarak pandang, kategori tidak sehat selain gangguan jarak pandang terjadi juga pengotoran debu, kategori sangat tidak sehat akan terjadi peningkatan sensitivitas pada penderita asma dan bronhitis (Lampiran 3). Dampak yang ditimbulkan dari Ozon (O 3) untuk kategori sedang akan mengakibatkan luka pada beberapa spesies tumbuhan, kategori tidak sehat mengakibatkan penurunan kemampuan daya tahan tubuh, kategori sangat tidak sehat akan mempengaruhi pernafasan penderita paruparu kronis (Lampiran III Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107 Tahun 1997). Sementara dampak untuk masing-masing kategori sedang yang ditimbulkan dari karbon monoksida (CO), nitrogen (NO2), dan sulfur dioksida (SO 2) adalah terjadinya perubahan kimia darah, berbau, dan luka pada beberapa spesies tumbuhan. Perubahan yang terjadi mempunyai pengaruh buruk terhadap lingkungan, apalagi jika sebelumnya aparat pemerintah belum mempersiapkan strategi perencanaan khusus untuk mengantisipasi segala bentuk perubahan yang terjadi khususnya terhadap pengelolaan lingkungan hidup kawasan perkotaan secara berkesinambungan. Permasalahan lingkungan di Kota Pekanbaru ditimbulkan akibat terjadi peningkatan kawasan untuk pemukiman, peningkatan jumlah penduduk yang berhubungan dengan daya tampung lingkungan, jumlah karbon dioks ida yang dihasilkan serta keberadaan vegetasi atau kawasan hijau sebagai daya dukung lingkungan. Tujuan yang ingin dicapai dengan pembangunan berkelanjutan adalah menggeser titik berat pembangunan dari hanya pembangunan ekonomi menjadi juga mencakup pembangunan sosial-budaya dan lingkungan (Keraf, 2002). Dalam konsep dasar pembangunan yang berwawasan lingkungan ada dua aspek penting yang menjadi perhatian utama yaitu lingkungan dan pembangunan. Oleh karena itu, pembangunan berwawasan lingkungan berarti pembangunan yang baik dari titik pandang ekologi atau lingkungan. Berwawasan lingkungan juga berarti adanya keharmonisan dalam hubungan manusia dan alam atau lebih spesifik antara manusia dan lingkungan fisiknya (Yakin, 1997).
5
Untuk mengatasi permasalahan lin gkungan yang timbul maka perlu dilakukan pengelolaan lingkungan fisik perkotaan sesuai dengan daya dukung dan kebutuhan kota. Bentuk pengelolaan dapat berupa pemanfaatan ruang yang diperuntukkan bagi penghijauan kota. Penelitian ini dilakukan supaya dapat memperoleh gambaran mengenai jumlah kebutuhan luas vegetasi untuk mendukung perkembangan kota di Kota Pekanbaru. 1.2 Kerangka Pemikiran Kota yang sedang berkembang pada umumnya berusaha untuk mengembangkan dirinya dari suatu keadaan dan sifat masyarakat tradisional dengan keadaan ekonomi terbelakang, menuju ke arah keadaan yang lebih baik. Dalam hal ekonomi, ditujukan untuk mendapatkan kesejahteraan dan tingkat ekonomi yang lebih baik. Akan tetapi perhatian terhadap pembangunan ekonomi saja tidak akan memberikan jaminan untuk suatu proses pembangunan yang stabil dan
berkelanjutan
apabila
mengabaikan
aspek
lain
seperti
lingkungan
(Tjokroamidjojo, 1995). Meningkatnya jumlah populasi penduduk kota dan kebutuhan sumber daya, keberadaan kota tidak dapat dilepaskan dari masalah-masalah lingkungan seperti keterbatasan lahan, polusi air, udara dan suara, sistem sanitasi yang buruk, dan kondisi perumahan yang tidak memadai serta masalah transportasi. Lebih lanjut, persoalan lingkungan kota juga mempunyai implikasi yang kompleks, terutama berkaitan dengan persoalan sosial ekonomi masyarakat kota. Lingkungan kota yang kurang baik dan sehat memicu berkembangnya berbagai persoalan sosial kota, baik menyangkut kriminalitas kota, persoalan psikologis penduduk kota, kemiskinan, serta konflik-konflik sosial lainnya. Pertumbuhan kegiatan ekonomi dan pembangunan yang terpusat pada daerah perkotaan, memacu arus urbanisasi sehingga berpengaruh terhadap penyebaran penduduk. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan luas lahan yang terbatas akan berakibat terhadap menurunnya kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Permasalahan lain yang timbul akibat adanya pertambahan jumlah penduduk diantaranya adalah terjadinya penurunan kualitas
6
lingkungan yang diakibatkan dengan terjadinya penurunan kualitas udara oleh adanya kegiatan industri dan transportasi. Pencemaran terjadi dengan meningkatnya aktivitas masyarakat, dalam hal ini adalah semakin banyaknya jumlah kendaraan di kawasan perkotaan akan menimbulkan berbagai macam polusi udara yang membahayakan kesehatan manusia.
Terjadinya
perubahan
iklim
mikro
dapat
dirasakan
dengan
meningkatnya suhu udara di kawasan perkotaan sebagai dampak dari banyaknya sumber pencemar. Keadaan ini juga akan menimbulkan penurunan nilai estetika, artinya pada kawasan perkotaan, masyarakat sudah tidak dapat lagi merasakan kenyamanan yang nantinya juga akan menimbulkan permasalahan-permasalahan psikologis bagi manusia di kawasan perkotaan. Pencemaran udara juga menjadi bagian dari penurunan kualitas lingkungan sebagai akibat adanya kegiatan industri, jumlah kendaraan bermotor yang terus bertambah dan berbagai jenis aktifitas masyarakat. Perkembangan kota yang terjadi di Kota Pekanbaru terlihat dengan semakin berkembangnya perekonomian di segala sektor. Industri, perdagangan dan jasa juga memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian. Bertambahnya tingkat pertumbuhan penduduk juga merupakan dampak dari suatu perubahan kota yang menunjukkan banyaknya aktivitas yang terjadi di dalam kota tersebut yang pada akhirnya membutuhkan lahan yang banyak untuk pemukiman. Perkembangan kota juga akan mengakibatkan konversi terhadap lahan-lahan hijau, sehingga peran lahan hijau tersebut menjadi prioritas yang terakhir dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kota. Ketiga kelompok tersebut yaitu kegiatan industri, perdagangan dan jasa berpengaruh terhadap perekonomian, pemukiman serta konversi lahan-lahan hijau akan menimbulkan dampak-dampak perubahan yang negatif dari keadaan sebelumnya terhadap lingkungan, hal ini tentu akan menimbulkan masalah-masalah baru terhadap lingkungan yang akan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan. Perlu dilakukan suatu cara untuk penanggulangan kerusakan lingkungan akibat dari permasalahan-permasalahan lingkungan yang timbul. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi kerusakan lingkungan perkotaan adalah
7
dengan pengadaan ruang terbuka hijau yang tepat dan sesuai fungsinya serta lebih khusus untuk menghasilkan suatu perencanaan hutan kota yang nantinya akan memberikan sumbangan yang positif dengan keberadaan pohon-pohon yang ditata dengan suatu perencanaan yang baik. Hutan
kota
merupakan
bagian
dari
ruang
terbuka
hijau
kota,
keberadaannya memiliki makna mengamankan ekosistem alam yang besar pengaruhnya terhadap eksistensi dan kelangsungan hidup kota itu sendiri. Manfaat keberadaan hutan kota yaitu untuk memperbaiki lingkungan dan menjaga iklim, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota serta mendukung pelestarian plasma nutfah dan aspek lainnya, sehingga pembangunan dapat berjalan seiring sejalan dengan aspek kelestarian lingkungan. Pendekatan pembangunan hutan kota yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan parsial yakni menyisihkan sebagian dari kota untuk kawasan hutan kota (Dahlan, 2004). Ada beberapa metoda yang dapat dilakukan untuk menetapkan luasannya yakni berdasarkan perhitungan: (1) persentase luas (Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988); (2) luasan perkapita (Simonds,1983); dan (3) isu penting pada suatu kota. Persentase luas yang dipakai menjadi acuan adalah 40 % dari luas wilayah adalah kawasan hijau. Luasan perkapita yang digunakan adalah kebutuhan ruang terbuka hijau masyarakat yaitu 40 meter persegi/jiwa. Isu penting yang digunakan ada lah berdasarkan jumlah karbon dioksida berdasarkan kemampuan tipe vegetasi untuk menyerap karbon dioksida (Iverson et. al. 1993). Diagram alir kerangka penelitian yang dilakukan untuk merencanakan pembangunan hutan kota untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru disajikan pada Gambar 1.
8
Perkembangan Kota
Existing Condition RTH
Standar Kebutuhan RTH
Analisis Penutupan Lahan
Kondisi Kota
Inmendagri No.14/88
Luas Wilayah
Jumlah Penduduk
Kependudukan
RUTRK Kawasan Hijau
Luas dan Sebaran
Jumlah Karbon dioksida Luas dan Sebaran
Konsumsi Energi (listrik, minyak tanah, premium, solar)
Analisis Kebutuhan RTH
Luas dan Sebaran Kesesuaian Luas RTH
Kesesuaian Luas RTH
No
No Permasalahan Lingkungan
Arahan Penanaman Vegetasi Dengan Hutan Kota
Gambar 1. Kerangka Pemikiran 1.3 Rumusan Masalah Pembangunan
di
Kota
Pekanbaru
merupakan
rangkaian
upaya
pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Kawasan Kota Pekanbaru merupakan tempat yang sangat menarik bagi masyarakat untuk mengembangkan kehidupan sosial ekonomi. Kehidupan sosial ekonomi berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk baik secara alamiah maupun migrasi sehingga menyebabkan tidak terkendalinya perkembangan pemukiman dan lingkungan perumahan.
9
Faktor yang sangat penting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia. Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Pertambahan jumlah penduduk juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan energi seperti energi listrik, minyak tanah, bahan bakar transportasi yaitu premium dan solar. Sejalan dengan upaya pembangunan ekonomi atau pengembangan kawasan, berbagai kegiatan masyarakat dan pemerintah yang ada di Kota Pekanbaru terjadi pada suatu ruang. Ketidaktepatan rencana dan ketidaktertiban pemanfaatan ruang dapat berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup. Ruang terbuka hijau semakin terdesak keberadaannya dan berubah menjadi bangunan untuk mencukupi kebutuhan fasilitas penduduk kota. Penyebaran jumlah penduduk yang tidak merata dalam suatu wilayah, akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap daya dukung lingkungan. Kebutuhan energi
sebagai
dampak adanya
kegiatan
pembangunan,
meningkatkan
pengaruhnya terhadap kualitas udara Kota Pekanbaru. Rencana tata ruang yang merupakan aplikasi peraturan mengenai ruang terbuka hijau, belum bisa diwujudkan dengan baik untuk mengakomodasi aspek-aspek yang membutuhkan ruang terbuka hijau. Secara lebih khusus, permasalahan pokok yang hendak diteliti atau diungkapkan pada penelitian ini adalah : 1.
Apakah ruang terbuka hijau yang ada telah memberi keseimbangan lingkungan terhadap penyebaran dan jumlah penduduk, luas wilayah serta dampak yang ditimbulkan dari penggunaan energi (listrik, minyak tanah, premium, dan solar) ?
2.
Apakah
rencana
tata
ruang
untuk
kawasan
hijau
sudah
mampu
mengakomodasi kebutuhan ruang terbuka hijau yang dibutuhkan masyarakat dan fungsi untuk menyerap karbon dioksida dapat terpenuhi ?
10
1.4 Tujuan Penelitian Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis luas dan sebaran ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru. 2. Menganalisis jumlah kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru berdasarkan luas kawasan, jumlah penduduk, dan karbon dioksida yang dihasilkan. 3. Mengidentifikasi apakah luas dan sebaran ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru
telah
sesuai
terhadap
kebutuhan
luas
kawasan
hijau
berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH), jumlah penduduk, dan jumlah karbon dioksida yang dihasilkan. 4. Mengidentifikasi kesesuaian jumlah dan sebaran ruang terbuka hijau berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) terhadap kebutuhan ruang terbuka hijau. 5. Arahan penambahan ruang terbuka hijau untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian adalah ini : 1. Memberikan informasi kepada Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru mengenai kebutuhan ruang terbuka hijau Kota Pekanbaru. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru untuk menentukan lokasi dan luas kawasan hijau kota. 3. Sebagai bahan rujukan dan perbandingan untuk penentuan kebutuhan ruang terbuka hijau khususnya bagi kawasan-kawasan kota yang mengalami permasalahan lingkungan yang sama.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau diklasifikasi berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya (Fandeli, 2004). Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dala m bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya. 2.2 Hutan Kota Hutan kota adalah ruang terbuka yang ditumbuhi vegetasi berkayu di wilayah perkotaan. Hutan kota memberikan manfaat lingkungan sebesar -besarnya kepada penduduk perkotaan, dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan khusus lainnya (Djaiz dan Novian, 2000). Hutan kota merupakan bentuk persekutuan vegetasi pohon yang mampu menciptakan iklim mikro dan lokasinya di perkotaan atau dekat kota. Hutan di perkotaan ini tidak memungkinkan berada dalam areal yang luas. Bentuknya juga tidak harus dalam bentuk blok, akan tetapi hutan kota dapat dibangun pada berbagai penggunaan lahan. Oleh karena itu diperlukan kriteria untuk menetapkan bentuk dan luasan hutan kota. Kriteria penting yang dapat dipergunakan adalah kriteria lingkungan. Hal ini berkaitan dengan manfaat penting hutan kota berupa manfaat lingkungan yang terdiri atas konservasi mikroklimat, keindahan, serta konservasi flora dan kehidupan liar (Fandeli, 2004).
12
Keha diran pohon dalam lingkungan kehidupan manusia, khususnya diperkotaan, memberikan nuansa kelembutan tersendiri. Perkembangan kota yang lazimnya diwarnai dengan aneka rona kekerasan, dalam arti harfiah ataupun kiasan, sedikit banyak dapat dilunakkan dengan elemen alamiah seperti air (baik yang diam-tenang maupun yang bergerak-mengalir) dan aneka tanaman (mulai dari rumput, semak sampai pohon) (Budihardjo, 1993). Dalam pelaksanaan pembangunan hutan kota dan pengembangannya, ditentukan berdasarkan pada objek yang akan dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan letaknya, hutan kota dapat dibagi menjadi lima kelas yaitu : 1.
Hutan Kota Pemukiman, yaitu pembangunan hutan kota yang bertujuan untuk membantu menciptakan lingkungan yang nyaman dan menambah keindahan dan dapat menangkal pengaruh polusi kota terutama polusi udara yang diakibatkan oleh adanya kendaraan bermotor yang terus meningkat dan lain sebagainya di wilayah pemukiman.
2.
Hutan Kota Industri, berperan sebagai penangkal polutan yang berasal dari limbah yang dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan perindustrian, antara lain limbah padat, cair, maupun gas.
3.
Hutan Kota Wisata/Rekreasi, berperan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan rekreasi bagi masyarakat kota yang dilengkapi dengan sarana bermain untuk anak-anak atau remaja, tempat peristirahatan, perlindungan dari polutan berupa gas, debu dan udara, serta merupakan tempat produksi oksigen.
4.
Hutan Kota Konservasi, hutan kota ini mengandung arti penting untuk mencegah kerusakan, memberi perlindungan serta pelestarian terhadap objek tertentu, baik flora maupun faunanya di alam.
5.
Hutan Kota Pusat Kegiatan, hutan kota ini berperan untuk meningkatkan kenyamanan, keindahan, dan produksi oksigen di pusat-pusat kegiatan seperti pasar, termin al, perkantoran, pertokoan dan lain sebagainya. Di samping itu hutan kota juga berperan sebagai jalur hijau di pinggir jalan yang berlalulintas padat (Irwan, 1997).
13
Mengenai luasan dan persentase adalah bahwa luas hutan kota dalam suatu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 (dua puluh lima per seratus) hektar (pasal 8 ayat 2), sedangkan mengenai persentase luas hutan kota paling sedikit 10 % (sepuluh per seratus) dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat (pasal 8 ayat 3) (PP No. 63 tahun 2002). Secara umum bentuk hutan kota adalah : 1.
Jalur Hijau. Jalur Hijau berupa peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah kawat listrik, di tepi jalan kereta api, di tepi sungai, di tepi jalan bebas hambatan.
2.
Taman Kota. Taman Kota diartikan seba gai tanaman yang ditanam dan ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia, untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah.
3.
Kebun dan Halaman. Jenis tanaman yang ditanam di kebun dan halaman biasanya dari jenis yang dapat me nghasilkan buah.
4.
Kebun Raya, Hutan Raya, dan Kebun Binatang. Kebun raya, hutan raya dan kebun binatang dapat dimasukkan ke dalam salah satu bentuk hutan kota. Tanaman dapat berasal dari daerah setempat, maupun dari daerah lain baik dalam negeri maupun luar negeri.
5.
Hutan Lindung, daerah dengan lereng yang curam harus dijadikan kawasan hutan karena rawan longsor. Demikian pula dengan daerah pantai yang rawan akan abrasi air laut (Dahlan, 1992).
2.3 Fungsi Hutan Kota Salah satu upaya yang dilakukan untuk
mengembalikan kondisi
lingkungan perkotaan yang rusak adalah dengan pembangunan ruang terbuka hijau kota yang mampu memperbaiki keseimbangan ekosistem kota. Upaya ini bisa dilakukan dengan cara membangun hutan kota yang memiliki beranekaragam manfaat. Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut : Identitas Kota Jenis tanaman dapat dijadikan simbol atau lambang suatu kota yang dapat dikoleksi pada areal hutan kota. Propinsi Sumatra Barat misalnya, flora yang dikembangkan untuk tujuan tersebut di atas adalah Enau (Arenga pinnata ) dengan
14
alasan pohon tersebut serba guna dan istilah pagar-ruyung menyiratkan makna pagar enau. Jenis pilihan lainnya adalah kayu manis (Cinnamomum burmanii), karena potensinya besar dan banyak diekspor dari daerah ini (Fandeli, 2004). Nilai Estetika Komposisi vegetasi dengan strata yang bervariasi di lingkungan kota akan menambah nilai keindahan kota tersebut. Bentuk tajuk yang bervariasi dengan penempatan (pengaturan tata ruang) yang sesuai akan memberi kesan keindahan tersendiri. Tajuk pohon juga berfungsi untuk memberi kesan lembut pada bangunan di perkotaan yang cenderung bersifat kaku. Suatu studi yang dilakukan atas keberadaan hutan kota terhadap nilai estetika adalah bahwa masyarakat bersedia untuk membayar keberadaan hutan kota karena memberikan rasa keindahan dan kenyamanan (Tyrväinen, 1998). Penyerap Karbondioksida (CO 2) Hutan merupakan penyerap gas karbon dioksida yang cukup penting, selain dari fito-plankton, ganggang dan rumput laut di samudera. Dengan berkurangnya ke mampuan hutan dalam menyerap gas ini sebagai akibat menyusutnya luasan hutan akibat perladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun hutan kota untuk membantu mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan, baik hutan kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas karbon dioksida dengan air menjadi karbohidrat (C6 H12O6) dan oksigen (O2). Proses kimia pembentukan karbohidrat (C6 H12O6) dan oksigen (O2) adalah 6 CO2 + 6 H2O + Energi dan klorofil menjadi C6H 12O6 + 6 O2. Proses fotosintesis sangat bermanfaat bagi manusia. Pada proses fotosintesis dapat menyerap gas yang bila konsentarasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses fotosintesis menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan. Jenis tanaman yang baik sebagai penyerap gas Karbondioksida (CO 2) dan penghasil oksigen adalah damar (Agathis alba ), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia
15
(Acacia auriculiformis), dan beringin (Ficus benjamina). Penyerapan karbon dioksida oleh hutan kota dengan jumlah 10.000 pohon berumur 16-20 tahun mampu mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun (Simpson and McPherson, 1999). Pelestarian Air Tanah Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan mengurangi tingkat erosi, menurunkan aliran permukaan dan mempertahankan kondisi air tanah di lingkungan sekitarnya. Pada musim hujan laju aliran permukaan dapat dikendalikan oleh penutupan vegetasi yang rapat, sedangkan pada musim kemarau potensi air tanah yang tersedia bisa memberikan manfaat bagi kehidupan di lingkungan perkotaan. Hutan kota dengan luas minimal setengah hektar mampu menahan aliran permukaan akibat hujan dan meresapkan air ke dalam tanah sejumlah 10.219 m3 setiap tahun (Urban Forest Research, 2002). Penahan Angin Hutan kota berfungsi sebagai penahan angin yang mampu mengurangi kecepatan angin 75 - 80 %. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam mendesain hutan kota untuk menahan angin adalah sebagai berikut : § Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman yang memiliki dahan yang kuat. a. Daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan sedang b. Memiliki jenis perakaran dalam. c. Memiliki kerapatan yang cukup (50 - 60 %). d. Tinggi dan lebar jalur hutan kota cukup besar, sehingga dapat melindungi wilayah yang diinginkan. § Penanaman pohon yang selalu hijau sepanjang tahun berguna sebagai penahan angin pada musim dingin, sehingga pada akhirnya dapat menghemat energi sampai dengan 50 persen energi yang digunakan untuk penghangat ruangan pada pemakaian sebuah rumah. Pada musim panas
16
pohon-pohon akan menahan sinar matahari dan memberikan kesejukan di dalam ruangan (Forest Service Publications. Trees save energy , 2003). Ameliorasi Iklim Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan untuk menurunkan suhu pada waktu siang hari da n sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pohon dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi. Jumlah pantulan radiasi matahari suatu hutan sangat dipengaruhi oleh panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar matahari, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu udara pada daerah berhutan lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi oleh tanaman. Selain suhu, unsur iklim mikro lain yang diatur oleh hutan kota adalah kelembaban. Pohon dapat memberikan kesejukan pada daerah-daerah kota yang panas (heat island) akibat pantulan panas matahari yang berasal dari gedung-gedung, aspal dan baja. Daerah ini akan menghasilkan suhu udara 3-10 derajat lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Penanaman pohon pada suatu areal akan mengurangi temperatur atmosfer pada wilayah yang panas tersebut (Forest Service Publications , 2003. Trees Modify Local Climate , 2003). Habitat Hidupan Liar Hutan kota bisa berfungsi sebagai habitat berbagai jenis hidupan liar dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Hutan kota merupakan tempat perlindungan dan penyedia nutrisi bagi beberapa jenis satwa terutama burung, mamalia kecil dan serangga. Hutan kota dapat menciptakan lingkungan alami dan keanekaragaman tumbuhan dapat menciptakan ekosistem lokal yang akan menyediakan tempat dan ma kanan untuk burung dan binatang lainnya (Forest Service Publications , 2003. Trees Reduce Noise Pollution and Create Wildlife and Plant Diversity , 2003). Produksi Terbatas atau Manfaat Ekonomi Manfaat hutan kota dalam aspek ekonomi bisa diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, manfaat ekonomi hutan kota diperoleh dari penjualan atau penggunaan hasil hutan kota berupa kayu bakar maupun kayu perkakas. Penanaman jenis tanaman hutan kota yang bisa menghasilkan biji, buah
17
atau bunga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan oleh masyarakat untuk meningkatkan taraf gizi, kesehatan dan penghasilan masyarakat. Buah kenari selain untuk dikonsumsi juga dapat dimanfaatkan untuk kerajinan tangan. Bunga tanjung dapat diambil bunganya. Buah sawo, pala, kelengkeng, duku, asam, menteng dan lain -lain dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan gizi dan kesehatan masyarakat kota. Sedangkan secara tidak langsung, manfaat ekonomi hutan kota berupa perlindungan terhadap angin serta fungsi hutan kota sebagai perindang, menambah kenyamanan masyarakat kota dan meningkatkan nilai estetika lingkungan kota. (Fandeli, 2004). Hutan kota dapat meningkatkan stabilitas ekonomi masyarakat dengan cara menarik minat wisatawan dan peluang-peluang bisnis lainnya, orang-orang akan menikmati kehidupan dan berbelanja dengan waktu yang lebih lama di sepanjang jalur hijau, kantor-kantor dan apartemen di areal yang berpohon akan disewakan serta banyak orang yang akan menginap dengan harga yang lebih tinggi dan jangka waktu yang lama, kegiatan dilakukan pada perkantoran yang mempunyai banyak pepohonan akan memberikan produktifitas yang tinggi kepada para pekerja (Forest Service Publications , 2003. Trees Increase Economic Stability , 2003). 2.4 Pencemaran Lingkungan Perkotaan Pencemaran lingkungan adalah perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan, sebagian karena tindakan manusia, disebabkan perubahan pola penggunaan energi dan materi, tingkatan radiasi, bahan-bahan fisika dan kimia, dan jumlah organisme. Perbuatan ini dapat mempengaruhi langsung manusia, atau tidak langsung melalui air, hasil pertanian, peternakan, benda -benda, perilaku dalam apresiasi dan rekreasi di alam bebas (Sastrawijaya, 2000). Pencemaran udara ialah jika udara di atmosfer dicampuri dengan zat atau radiasi yang berpengaruh jelek terhadap organisme hidup. Jumlah pengotoran ini cukup banyak sehingga tidak dapat diabsorpsi atau dihilangkan. Umumnya pengotoran ini bersifat alamiah, misalnya gas pembusukan, debu akibat erosi, dan serbuk tepung sari yang terbawa angin, kemudian ditambah oleh manusia karena
18
ulah hidupnya dan jumlah serta kadar bahayanya semakin meningkat. Pencemar udara dapat digolongkan kedalam tiga kategori, yaitu (1) pergesekan permukaan; (2) penguapan; (3) pembakaran; (Sastrawijaya, 2000). Pada keadaan yang masih pada batas-batas kemampuan alamiah, udara di atmosfer sebagai suatu sistem mempunyai kemampuan ekologis untuk beradaptasi dan mengadakan mekanisme pengendalian alamiah (ecological auto-mechanism) dengan unsur-unsur yang ada dalam ekosistem (kemampuan pengenceran dengan tumbuh-tumbuhan maupun lain-lain). Gangguan-gangguan terhadap ketimpangan susunan udara atmosfir dikatakan apabila zat-zat pencemar telah melewati angka batas atau baku mutu yang ditentukan oleh kuantitas kontaminan, lamanya berlangsung maupun potensialnya. Nilai ambang batas tersebut berbeda untuk masing-masing kontaminan yang ditentukan berdasarkan pertimbangan aspek kesehatan, estetika, pertumbuhan industri dan lain-lain (Ryadi, 1982). Gas buang sisa pembakaran bahan bakar minyak mengandung bahanbahan pencemar seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), volatile hydrocarbon (VHC), suspended particulate matter dan partikel lainnya. Bahan-bahan pencemar tersebut dapat berdampak negatif terhadap manusia ataupun ekosistem bila melebihi konsentrasi tertentu. Peningkatan penggunaan bahan bakar minyak untuk sektor transportasi menyebabkan gas buang yang mengandung polutan juga akan naik dan akan mempertinggi kadar pencemaran udara (Sugiyono, 1998). 2.5 Serapan Vegetasi Terhadap Karbon Dioksida Salah satu komponen yang penting dalam konsep tata ruang adalah menetapkan dan mengaktifkan jalur hijau dan hutan kota, baik yang akan direncanakan maupun yang sudah ada namun kurang berfungsi. Selain itu jenis pohon yang ditanam perlu menjadi pertimbangan, karena setiap jenis tanaman mempunyai kemampuan menjerap yang berbeda -beda (Gusmailina, 1996). Vegetasi juga mempunyai peranan yang besar dalam ekosistem, apalagi jika kita mengamati pembangunan yang meningkat di perkotaan yang sering kali tidak menghiraukan kehadiran lahan untuk vegetasi. Vegetasi ini sangat berguna
19
dalam produksi oksigen yang diperlukan manusia untuk proses respirasi (pernafasan), serta untuk mengurangi keberadaan gas karbon dioksida yang semakin banyak di udara akibat kendaraan bermotor dan industri (Irwan, 1992). Penyerapan karbon dioksida oleh hutan kota dengan jumlah 10.000 pohon berumur 16-20 tahun mampu mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun (Simpson dan McPherson, 1999). Penanaman pohon menghasilkan absorbsi karbon dioksida dari udara dan penyimpanan karbon, sampai karbon dilepaskan kembali akibat vegetasi tersebut busuk atau dibakar. Hal ini disebabkan karena pada hutan yang dikelola dan ditanam akan menyebabkan terjadinya penyerapan karbon dari atmosfir, kemudian sebagian kecil biomassanya dipanen dan atau masuk dalam kondisi masak tebang atau mengalami pembusukan (IPCC, 1995). Untuk mengetahui seberapa besar emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas kota, maka dilakukan pendekatan penghitungan emisi karbon dioksida. Faktor emisi adalah nilai yang digunakan untuk mendapatkan berat karbon dioksida berdasarkan besaran-besaran yang dinilai, misalnya konsumsi listrik, minyak tanah, premium, solar da n sebagainya. Faktor emisi untuk perhitungan karbon dioksida dalam penelitian ini diperoleh melalui studi literatur. Faktor emisi disajikan pada Tabel 1, 2, dan 3. Tabel 1. Faktor Emisi untuk Bahan Bakar Bahan Bakar Cair
gram CO2 /gallon
gram CO2/liter
Bensin 8,9 2,3 Solar 10,1 2,7 Sumber : World Resources Institute (WRI) and World Business Council for Sustainable Development (WBCSD, 2001)
Tabel 2. Faktor Emisi Untuk Konsumsi Listrik dengan Semua Bahan Bakar Negara
Gram CO 2/kWh
Negara
Gram CO 2/kWh
Argentina 309 India 936 Brazil 76 Mexico 586 Chile 403 Indonesia 454 China 785 Peru 172 Columbia 159 Singapore 762 Ecuador 244 Venezuela 222 Sumber : World Resources Institute (WRI) and World Business Council for Sustainable Development (WBCSD, 2001)
20
Tabel 3. Faktor Emisi untuk Menghitung Karbon Dioksida dari Konsumsi Minyak Fuel Type
gram CO 2/liter
Natural Gas 0,19 Gas/Diesel Oil 0,25 Petrol 0,24 Heavy Fuel Oil 0,26 Rata-Rata 0,24 Sumber : World Resources Institute (WRI) and World Business Council for Sustainable Development (WBCSD, 2001 )
Biomassa atau bahan organik adalah produk fotosintesis. Dalam proses fotosintesis, butir-butir hijau daun berfungsi sebagai sel surya yang menyerap energi matahari guna mengkonversi karbon dioksida (CO 2) dengan air (H2O) menjadi senyawa karbon, hidrogen dan oksigen (CHO). Senyawa hasil konversi itu dapat berbentuk arang (karbon), kayu, ter, alkohol dan lain -lain (Kadir, 1995). Biomassa vegetasi bertambah karena menyerap karbon dioksida dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Umumnya karbon menyusun 45-50 % bahan kering dari tanaman (Kusmana e t. al. 1992). 2.6 Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis adalah suatu sistem berbasis komputer yang memberikan empat kemampuan untuk menangani data bereferensi geografis, yaitu pemasukan, pengelolaan atau manajemen data (menyimpan atau pengaktifan kembali), manipulasi dan analisis serta keluaran. Pemasukan data ke dalam sistem informasi geografis dilakukan dengan cara digitasi dan tabulasi. Manajemen data meliputi semua operasi penyimpanan, pengaktifan, penyimpanan kembali, dan pencetakan semua data yang diperoleh dari masukan data. Proses manipulasi dan analisa data dilakukan interpolasi spasial dari data non-spasial menjadi data spasial, mengkaitkan data tabuler ke data raster, tumpang susun peta yang meliputi map crossing , tumpang susun dengan bantuan matriks atau tabel dua dimensi, dan kalkulasi peta. Keluaran utama dari sistem informasi geografis adalah informasi spasial baru yang dapat disajikan dalam dua bentuk yaitu
21
tersimpan dalam format raster dan tercetak ke hardcopy, sehingga dapat dimanfaatkan secara operasional (Anonim, 2002). Struktur data spasial dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur data vektor dan raster. Struktur data vektor kenampakan keruangan akan dihasilkan dalam bentuk titik dan garis yang membentuk kenampakan tertentu, sedangkan struktur data raster kenampakan keruangan akan disajikan dalam bentuk konfigurasi sel-sel yang membentuk gambar (Anonim, 2002). Thematic Mapper merupakan salah satu jenis sensor penginderaan jauh satelit. Memiliki alat scanning mekanis yang merekam data dengan cara scanning permukaan bumi dalam jalur-jalur (baris), 6 baris secara simultan (six -line scan). Thematic Mapper juga mempunyai resolusi spektral (7 band), spatial (30 m x 30 m) dan radiometrik (8 bit) yang lebih baik (Jaya, 2002) . Karakteristik dari Landsat Thematic Mapper adalah sebagai berikut: 1. Band 1, biru (0,45 – 0,52 µm), untuk penetrasi tubuh air, sehingga bermanfaat untuk memberikan analisis karakteristik tanah dan air. 2. Band 2, hijau (0,52 – 0,60 µm), untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik terhadap puncak pantulan vegetasi guna penilaian ketahanan. 3. Band 3, merah (0,63 – 0,69 µm), untuk dapat membedakan dengan lebih baik tipe-tipe vegetasi antara daerah-daerah yang tidak bervegetasi 4. Band 4, inframerah dekat (0,76 – 0,90 µm), untuk menentukan kandungan biomassa dan untuk dilineasi tubuh air. 5. Band 5, inframerah tengah (1,55 – 1,75 µm), untuk menunjukkan kelembaban vegetasi dan kelembaban tanah, juga bermanfaat untuk membedakan salju dan awan. 6. Band 6, inframerah tengah (2,08 – 2,35 µm), untuk mengidentifikasi formasi batuan dengan lebih baik. 7. Band 7, termal (10,40 – 12,50 µm), untuk mengidentifikasi dengan lebih baik tipe-tipe vegetasi, tekanan vegetasi, kelembaban tanah dan kondisikondisi termal lainnya (Richards dan Jia, 1999).
22
Menurut Davis (1996) Sistem Informasi Geografi (SIG) terdiri dari tiga bagian yang terintegrasi, yaitu : (a) Geografi; dunia nyata, atau realita spasial, atau ilmu bumi (geografi). (b) Informasi; data dan informasi, meliputi arti dan kegunaanya, dan (c) Sistem; teknologi komputer dan fasilitas pendukung. Dengan kata lain SIG merupakan kumpulan dari tiga aspek dalam kehidupan dunia modern kita, dan menawarkan metode baru untuk memahaminya. Selanjutnya Barus dan Wiradisastra (2000) menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Burrough dan McDonnel (1986) memberikan definisi Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam konteks alat (toolbox based), sebagai seperangkat alat yang digunakan untuk mengoreks i, menyimpan, memanggil kembali, mentransformasi dan menyajikan data spasial dari dunia nyata untuk tujuan tertentu. Dalam konteks basisdata (database based), Aronoff (1989) menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem berbasis komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi, yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis serta keluaran (output). Sedangkan dalam konteks organisasi (organization based), Ozemoy et al. dalam Burrough dan McDonnel (1986) mendefinisikan Sistem Informasi Geografi (SIG) sebagai seperangkat fungsi-fungsi otomatis yang profesional dengan kemampuan lebih baik dalam hal penyimpanan, pemanggilan kembali, manipulasi, dan tampilan lokasi data secara geografis. Informasi penutupan lahan dapat diekstrak langsung melalui proses interpretasi citra atau foto udara yang kualitasnya baik. Namun demikian, informasi tentang penggunaan lahannya tidak dapat diketahui secara langsung, oleh karena itu diperlukan pengecekan lapang untuk mengetahui penggunaan lahan di suatu daerah. Menurut Murai (1996) pengecekan lapang atau disebut juga ground “truth” didefinisikan sebagai observasi, pengukuran, dan pengumpulan informasi tentang kondisi aktual di lapangan dalam rangka menentukan hubungan antara data penginderaan jauh dan obyek yang diobservasi. Dengan demikian, apabila ditemukan perbedaan pola atau kecenderungan yang tidak dimengerti pada
23
data penginderaan jauh, bisa dilakukan verifikasi dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) telah banyak digunakan untuk perencanaan pertanian, industri, dan penggunaan lahan. Analisis terpadu terhadap penggunaan lahan, debit air, data kependudukan dan pengaruh dari masingmasing data dapat dilakukan. Dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) maka keterkaitan antara faktor yang mempengaruhi sistem dapat dianalisis (Aronoff, 1989). 2.7. Pembangunan Berkelanjutan Dalam usaha pelaksanaan pembangunan terasa bahwa perencanaan ekonomi yang menghasilkan berbagai kemajuan ekonomi, serta yang dapat diukur melalui berbagai indikator-indikator ekonomi belum dapat memberikan gambaran bahwa usaha pembangunan berjalan secara sehat, wajar, di berbagai bidang yang saling mendukung. Pembangunan memerlukan indikator -indikator atau ukuranukuran yang lain yang dapat menunjukkan sampai seberapa jauh pembangunan sosial ekonomi berlangsung (Tjokroamidjojo, 1995). Dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, dikembangkan pola tata ruang yang menyerasikan tata guna lahan, air, serta sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan tata lingkungan yang harmonis dan dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan perkembangan kependudukan yang serasi. Tata ruang perlu dikelola berdasarkan pola terpadu melalui pendekatan wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam dan lingkungan sosial (Djunaedi, 2001).
III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 0
’
101 18 sampai 101036’ Bujur Timur serta 0 0 25’ sampai 00 45’ Lintang Utara. Letak Kota Pekanbaru dengan luas wilayah sebesar 632,26 km2 , berbatasan sebelah Utara dan Timur dengan Kabupaten Siak, sebelah Selatan dengan Kabupaten Pelalawan dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kampar. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer beserta perlengkapannya yang berguna untuk proses pengolahan dan analisis data, Software Arc View beserta extension, Global Positioning System (GPS), untuk mengetahui posisi koordinat titik kontrol tanah yang berguna menentukan training area (area contoh) daerah-daerah bervegetasi dengan klasifikasi hutan, perkebunan, semak, dan rumput. Adapun bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Citra Landsat TM 7 Path/Row 127/060, peta administrasi Kota Pekanbaru, jumlah konsumsi energi yang meliputi konsumsi listrik, minyak tanah, bahan bakar bensin dan solar. 3.3 Metode Penelitian Metode dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data-data dan informasi yang diperlukan serta menganalisis data sesuai dengan kebutuhan yaitu perencanaan pembangunan hutan kota. Tahapannya adalah sebagai berikut: 3.3.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengambilan titik koordinat bumi di Kota Pekanbaru untuk klasifikasi daerah bervegetasi. Data ini diperlukan dalam analisis penutupan lahan. Data-data sekunder diperoleh dari berbagai instansi dan studi literatur, terdiri dari:
786500
780000
773500
767000
760500
Ke M ed a n / D u m ai
P ETA L OKASI PE NE LITIAN KO TA PE KANBARU
K AB . S IA K N
W
71500
71500
E
S
0 K AB . S IA K
3
6
Kilo meter
K ec . R u m b a i
65000
65000
Sungai Jalan
K OT A PEK AN B A RU
K AB . K AM P AR
Ke c. K ec . Sen a pe la n L im ap u lu h K ec . Pe ka n ba ru K o ta
58500
K e c. Su ka ja di
Ke c. B u kit R ay a 58500
K ec. Sai l Sumber : 1. RUTRK KOTA PEKAN BARU 1993/1994 - 2003/2004
K ec . T am pa n
786500
KA B . PE L A LA WA N
780000
773500
767000
52000
760500
52000
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Legenda Batas Kabupaten Batas Kecamatan
26
1. Citra Landsat TM 7, Path/Row 127/060 yang diperoleh dari Data Service BIOTROP. Data citra berguna untuk memperoleh informasi penutupan lahan. 2. Peta administrasi Kota Pekanbaru. 3. Faktor emisi listrik, minyak tanah, premium, dan solar diperoleh dari studi literatur. 4. Konsumsi listrik diperoleh PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) Cabang Pekanbaru. 5. Konsumsi minyak tanah untuk Kota Pekanbaru diperoleh dari PT. Pertamina (Persero) Cabang Pemasaran Pekanbaru. 6. Jumlah rumah tangga yang menggunakan minyak tanah diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru. 7. Konsumsi bensin dan solar diperoleh dari PT. Pertamina (Persero) Cabang Pemasaran Pekanbaru. 8. Nilai serapan karbon dioksida oleh vegetasi diperoleh dari studi literatur. 9. Jumlah bangunan tempat tinggal diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pekanbaru 10. Pendugaan nilai karbon dioksida yang berasal dari konsumsi bahan bakar dan listrik. 11. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan karbon dioksida, diperoleh dari studi literatur. 12. Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru untuk kawasan terbuka hijau tahun 2004 yang diperoleh BAPEDA Kota Pekanbaru. 3.3.2 Analisis Data Analisis data yang dilakukan meliputi analisis penutupan lahan, berguna untuk mendapatkan informasi mengenai luas dan sebaran ruang terbuka hijau Kota Pekanbaru. Luas dan sebaran ruang terbuka hijau berguna untuk analisis kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi energi (listrik, minyak tanah, premium, dan solar). Existing condition ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesesuaian luas berdasarkan kriteria kebutuhan yang ditetapkan. Pemenuhan
27
kebutuhan ruang terbuka hijau diarahkan dengan penanaman vegetasi dalam bentuk hutan kota. 3.3.2.1 Analisis Penutupan Lahan Analisis penutupan lahan dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai penutupan lahan. Informasi yang diperoleh berupa luas dan sebaran pada masing-masing kecamatan terutama untuk daerah yang bervegetasi. Informasi daerah bervegetasi diperlukan untuk mengetahui kecukupan vegetasi dalam memenuhi standar kebutuhan ruang terbuka hijau (luas wilayah, jumlah penduduk, dan karbon dioksida yang dihasilkan. Diagram alir analisis penutupan lahan disajikan pada Gambar 3. Citra Landsat 7ETM+ path/row, 127/060 tahun 2004 (Terkoreksi)
Pemotongan Citra
Data Lapangan
Pemilihan Area Contoh
Interpretasi dan Klasifikasi
No
Hasil Klasifikasi Diterima
Uji Akurasi
Yes
Peta Penutupan Lahan
Gambar 3. Diagram Alir Analisis Penutupan Lahan
28
3.3.2.1.1 Cropping Cropping atau pemotongan citra berguna untuk pembatasan daerah penelitian. Pemotongan citra dilakukan berdasarkan wilayah administratif Kota Pekanbaru. Pemotongan citra menggunakan acuan peta digital Kota Pekanbaru, diperoleh dari Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Kota Pekanbaru. 3.3.2.1.2 Pengambilan Data Lapangan Pengambilan data lapangan dilakukan untuk memperoleh informasi dan kondisi Kota Pekanbaru secara nyata. Data lapangan berupa pengambilan titik koordinat untuk masing-masing tipe penutupan lahan yang berada di Kota Pekanbaru. Pengambilan koordinat lapangan menggunakan Global Positioning System (GPS). 3.3.2.1.3 Klasifikasi Citra Klasifikasi citra menggunakan metode klasifikasi citra multispektral secara terbimbing (Supervised Classification). Pada metode ini, informasi dalam setiap piksel diperoleh dengan bantuan komputer, pengelompokan dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan sebaran spektral Digital Number/DN. Tahap terpenting dalam klasifikasi te rbimbing ini adalah tahap penamaan piksel (labelling) yang diperoleh dari data training area (area contoh), berdasarkan piksel-piksel
terpilih
maka
analisis
memerintahkan
komputer
untuk
mengklasifikasi atau memberi nama/label seluruh piksel pada citra berdasarkan nilai statistik masing-masing kelas yang diperoleh dari training area. 3.3.2.1.4 Akurasi Klasifikasi Akurasi klasifikasi dianalisis menggunakan matrik kontingensi, yaitu matrik bujur sangkar (error matrix ) yang berisi jumlah piksel yang diklasifikasi. Akurasi klasifikasi diukur berdasarkan persentase jumlah piksel yang dikelaskan secara benar dibagi dengan jumlah total piksel yang digunakan. Akurasi pemetaan diuji dengan membuat matrik kesalahan, disajikan pada Tabel 4.
29
Tabel 4. Contoh Matrik Kesalahan Data Acuan Training Area A B … D Total Kolom User’s Acc.
Diklasifikasi ke Kelas (Data Klasifikasi di Peta) A B …. D Xii
Total Baris Xk+
Producer’s acc. Xkk/Xk+
Xkk X+k Xkk /X+ k
N
Sumber : Jaya (2005)
Ukuran-ukuran akurasi yang digunakan yaitu: User' sAcc. = ( X kk / X + k ) × 100 % OverallAcc. = (∑ X kk / N )× 100 % Pr od ' sAcc. = ( X kk / X k + ) × 100 % 3.3.2.2 Analisis Serapan Karbon Dioksida Analisis serapan karbon dioksida berguna untuk mendapatkan informasi mengenai kemampuan ruang terbuka hijau menyerap karbon dioksida untuk masing-masing kecamatan di Kota Pekanbaru. Pendekatan yang dilakukan untuk penghitungan serapan karbon dioksida dilakukan dengan cara menentukan luas penutupan lahan daerah-daerah yang bervegetasi. Informasi penutupan lahan diperoleh dari klasifikasi citra. Sebaran dan luas ruang terbuka hijau yang diperoleh dihitung nilainya berdasarkan kemampuan vegetasi menyerap karbon dioksida . Nilai serapan karbon dioksida untuk masing-masing tipe vegetasi disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Serapan Karbon Dioksida Oleh Vegetasi Tipe Vegetasi Hutan Perkebunan Semak Rumput Sumber : Iverson et.al, 1993.
Serapan C (ton/ha) 15,9 14,3 0,9 0,9
CO2 (ton/ha) 58,2576 52,3952 3,2976 3,2976
30
Nilai serapan karbon dioksida diperoleh berdasarkan kelas penutupan lahan untuk daerah bervegetasi, meliputi sebaran dan luasan. Nilai serapan karbon dioksida diperoleh berdasarkan asumsi sebagai berikut:
⋅
Nilai serapan karbon dioksida diperoleh melalui pendekatan, bukan dengan perhitungan yang me mperoleh data lapangan.
⋅
Nilai serapan karbon dioksida yang diperoleh hanya di atas tanah permukaan tanah, khususnya untuk daerah yang bervegetasi sementara serapan karbon dioksida yang ada di dalam tanah serta air tidak dihitung.
3.3.2.3 Analisis Emisi Karbon Dioksida Penghitungan emisi karbon dioksida dilakukan untuk mengetahui nilai emisi karbon dioksida yang dihasilkan dengan adanya kegiatan dan kebutuhan manusia terhadap energi. Penghitungan emisi karbon dioksida dilakukan terhadap aspek sebagai berikut: (1) konsumsi listrik, dibatasi hanya terhadap PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebagai sumber energi listrik dengan bahan bakar solar sebagai pembangkit. Sumber pembangkit energi listrik di Kota Pekanbaru mempunyai empat kecamatan/rayon sebagai pembangkit energi. Lokasi pembangkit energi listrik terdapat pada Kecamatan Pekanbaru Kota, Kecamatan Bukit Raya, Kecamatan Rumbai, dan Kecamatan Tampan; (2) konsumsi minyak tanah untuk setiap kecamatan, diperoleh dari pertamina cabang pemasaran Pekanbaru; (3) konsumsi bahan bakar bensin, dan (4) konsumsi bahan bakar solar, diperoleh dari pertamina cabang pemasaran Pekanbaru. 3.3.2.3.1 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Listrik Penghitungan emisi karbon dioksida dari konsumsi listrik dilakuka n melalui pendekatan. Pendekatan yang digunakan adalah berdasarkan jumlah konsumsi listrik Kota Pekanbaru tahun 2004 dan faktor emisi karbon dioksida. Total
emisi
karbon
dioksida
diperoleh
dari
perhitungan
:
konsumsi
listrik/tahun/kecamatan dikali faktor emisi (gram karbon dioksida/kWh). Nilai konsumsi listrik diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara. Jumlah konsumsi listrik (kWh) pada tahun 2004 terdiri dari empat rayon/kecamatan yaitu
31
Pekanbaru Kota, Bukit Raya, Rumbai, dan Tampan (Lampiran 4). Nilai fakt or emisi adalah nilai emisi karbon dioksida dari konsumsi listrik yang ditetapkan oleh Energy Information Administration (EIA) tahun 2000 pada setiap masingmasing negara, untuk negara Indonesia nilainya adalah 454 gram CO2 /kWh. Nilai total emisi adalah total emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari penggunaan energi listrik yang berada pada empat kecamatan (rayon). Total emisi karbon dioksida = Total kWh x 454 gram karbon dioksida. Emisi karbon dioksida yang dihasilkan dengan asumsi bahwa masingmasing rayon sebagai sumber karbon dioksida . Empat kecamatan lain yaitu Kecamatan Senapelan, Limapuluh, Sukajadi, dan Sail tidak menghasilkan emisi dari pembangkit listrik. 3.3.2.3.2 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Minyak Tanah Penghitungan emisi karbon dioksida dari konsumsi minyak tanah dilakukan melalui pendekatan. Total emisi karbon dioksida dihitung berdasarkan jumlah konsumsi minyak tanah di Kota Pekanbaru tahun 2004 dikali faktor emisi minyak tanah. Nilai konsumsi minyak tanah diperoleh dari pertamina cabang pemasaran Pekanbaru. Nilai yang dipakai adalah jumlah konsumsi minyak tanah untuk Kota Pekanbaru pada tahun 2004. Konsumsi minyak tanah masing-masing kecamatan dihitung berdasarkan data jumlah rumah tangga pengguna minyak tanah yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pekanbaru. Nilai faktor emisi Karbondioksida merupakan faktor emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi minyak tanah. Faktor emisi ini ditetapkan oleh Energy Information Administration (EIA) tahun 2000 pada setiap masing-masing negara. Faktor emisi untuk negara Indonesia nilainya adalah 2,52 gram CO2/liter. Nilai total emisi Karbondioksida adalah total emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi minyak tanah di masing-masing kecamatan. Total emisi karbon dioksida = Total konsumsi (liter) x 0,24 gram CO2 /liter.
32
3.3.2.3.3 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Premium. Penghitungan emisi karbon dioksida dari konsumsi premium dilakukan melalui pendekatan jumlah konsumsi dan nilai faktor emisi. Jumlah konsumsi bahan bakar premium pada masing-masing kecamatan dihitung berdasarkan jumlah konsumsi untuk seluruh SPBU yang ada di Kota Pekanbaru. Seluruh SPBU yang ada di Kota Pekanbaru dikelompokkan berdasarkan lokasinya pada masing-masing kecamatan. Emisi karbon dioksida yang dihitung berdasarkan asumsi bahwa masing-masing SPBU menyediakan pemakaian untuk masingmasing kecamatan. Nilai konsumsi bensin diperoleh dari pertaminan cabang pemasaran Pekanbaru. Pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan jumlah konsumsi bahan bakar premium adalah berdasarkan jumlah konsumsi dari seluruh SPBU yang berada pada masing-masing kecamatan (Lampiran 5). Nilai faktor emisi karbon dioksida merupakan faktor emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi premium. Faktor emisi ini ditetapkan oleh Energy Information Administration (EIA) tahun 2001. Faktor emisi premium adalah 2,3 gram CO 2/liter. Nilai total emisi karbon dioksida adalah total emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi premium di masing-masing kecamatan. Total emisi karbon dioksida = Total konsumsi (liter) x 2,3 gram CO2/liter. 3.3.2.3.4 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Solar. Penghitungan emisi karbon dioksida dari konsumsi solar dilakukan melalui pendekatan jumlah konsumsi dan nilai faktor emisi. Jumlah konsumsi pada masing-masing kecamatan dihitung berdasarkan jumlah konsumsi untuk seluruh SPBU di Kota Pekanbaru. Emisi karbon dioksida dihitung berdasarkan asumsi bahwa masing-masing SPBU menyediakan pemakaian untuk masingmasing kecamatan. Nilai konsumsi bensin diperoleh dari pertamina cabang pemasaran Pekanbaru. Pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan jumlah konsumsi bahan bakar solar adalah berdasarkan jumlah konsumsi dari seluruh SPBU yang berada pada masing-masing kecamatan (Lampiran 5). Nilai faktor emisi
33
Karbondioksida merupakan faktor emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi solar. Faktor emisi ditetapkan oleh Energy Information Administration (EIA) tahun 2001 dengan nilai 2,7 gram CO2/liter. Nilai total emisi karbon dioksida adalah total emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi solar di masing-masing kecamatan. Total emisi karbon dioksida = total konsumsi (liter) x 2,7 gram CO2 /liter. 3.3.2.3.5 Total Emisi Karbon Dioksida Emisi karbon dioksida dari empat jenis penggunaan energi (listrik, minyak tanah, bensin, dan solar) dijumlahkan untuk mengetahui nilai total pada masingmasing kecamatan. Nilai total ini digunakan sebagai dasar untuk mengetahui kecukupan ruang terbuka hijau menyerap emisi karbon dioksida. 3.3.2.4 Selisih Serapan Karbon Dioksida dan Emisi Karbon Dioksida Selisih serapan karbon dioksida dan emisi karbon dioksida diperoleh berdasarkan pendugaan sebaran serapan karbon dioksida. Serapan karbon dioksida diperoleh dari klasifikasi penutupan lahan untuk daerah bervegetasi yaitu hutan, perkebunan, semak, dan rumput. Penghitungan selisih juga berdasarkan pada perkiraan jumlah serapan karbon dioksida pada existing condition ruang terbuka hijau serta pendugaan emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari kebutuhan energi yaitu dari konsumsi listrik, minyak tanah, bensin, dan solar. Dari perkiraan nilai sebaran dan luas ruang terbuka hijau maka akan diketahui kecukupan vegetasi dalam perannya untuk menyerap karbon dioksida , secara khusus yang berasal dari konsumsi energi (listrik, minyak tanah, bensin, dan solar). Informasi ini sangat diperlukan untuk arahan penanaman vegetasi dengan melakukan perencanaan pembangunan hutan kota jika ditinjau dari sebaran dan luas ruang terbuka hijau yang ada. 3.3.2.5 Analisis Standar Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Peningkatan
pembangunan
di
wilayah
perkotaan
menghasilkan
peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat kota. Dampak-dampak negatif yang terjadi terhadap lingkungan dan aspek tata ruang kota yaitu berupa berkurangnya
34
ruang terbuka hijau yang berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem kota. Untuk mengatasi
hal
tersebut
diperlukan
langkah-langkah
pencegahan
dengan
mewujudkan ruang terbuka hijau yang serasi di wilayah perkotaan. Ruang terbuka hijau kota mempunyai fungsi yaitu sebagai areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan; sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan; sebagai sarana rekreasi; sebagai pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di darat, perairan maupun udara; sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan; sebagai tempat perlindungan plasma nutfah; sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro; sebagai pengatur tata air. Manfaat yang dapat diperoleh da ri ruang terbuka hijau kota antara lain: memberikan kesegaran, kenyamanan dan keindahan lihgkungan; memberikan lingkungan yang bersih dan sehat bagi penduduk kota; memberikan hasil produksi berupa kayu, daun, bunga dan buah. Untuk mendapatkan manfaat ruang terbuka hijau sesuai dengan fungsinya maka ditentukan standar luas berdasarkan pada: 1. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988. Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan yang mempunyai tujuan untuk (1) meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, bersih dan sebagai sarana pengamanan lingkungan dan (2) menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat. Standar luasan RTH kota di Indonesia menurut Inmendagri No. 14 Tahun 1988, dihitung berdasarkan persentase luas total wilayah kota yaitu 40 % dari total wilayah harus dihijaukan. 2. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk. Standar ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk dikemukakan oleh Simonds (1983). Kebutuhan ruang terbuka hijau dibagi menjadi empat kelas. Berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Simonds (1983), Kota Pekanbaru
35
mempunyai standar kebutuhan ruang terbuka hijau dengan luas 40 meter persegi per jiwa. Standar luas ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Standar Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Hirarki Jumlah KK Jumlah Jiwa RTH Penggunaan Ruang Wilayah Wilayah Wilayah (m2/1.000 jiwa) Terbuka Ketetanggaan 1.200 4.320 1.200 Lapangan bermain, areal rekreasi, taman Komunitas
10.000
Kota
Wilayah/ Region
36.000
20.000
Lapangan bermain, lapangan atau taman, (termasuk ruang terbuka ketetanggaan)
100.000
40.000
Ruang terbuka umum, taman areal bermain (termasuk ruang terbuka untuk komuniti)
1.000.000
80.000
Ruang terbuka umum, taman areal rekreasi, berkemah (termasuk ruang terbuka kota)
Sumber: Simonds (1983)
3. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Emisi Karbondioksida (CO2 ). Cahaya matahari dimanfaatkan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas karbon dioksida menjadi karbohidrat dan oksigen. Proses ini sangat bermanfaat bagi manusia karena dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan mengakibatkan efek rumah kaca. Jumlah emisi karbon dioksida akan berpengaruh terhada p jumlah luas ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau diperlukan untuk menyerap emisi karbon dioksida , sehingga diperlukan standar luas agar emisi karbon dioksida mampu diserap seluruhnya oleh tanaman. Nilai serapan karbon dioksida oleh beberapa tipe vegetasi disajikan pada Tabel 5.
36
3.3.2.6 Analisis Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota untuk Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Analisis ruang terbuka hijau digunakan untuk mengetahui kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUT RK) Pekanbaru tahun 2004 untuk kawasan hijau. Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan hijau dianalisis dengan standar kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1988, berdasarkan jumlah penduduk, dan karbon dioksida yang dihasilkan dari penggunaan energi. 3.3.2.7 Arahan Revegetasi dengan Pembangunan Hutan Kota Perencanaan pembangunan hutan kota disusun dengan kriteria berdasarkan kebutuhan ruang terbuka hijau ditinjau dari luas wilayah, kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk, dan jumlah emisi karbon dioksida dari penggunaan energi yaitu listrik, minyak tanah, bensin, dan premium. Masingmasing kebutuhan ruang terbuka hijau dihitung berdasarkan kecamatan yang ada di Kota Pekanbaru. Perencanaan pembangunan hutan kota merupakan arahan revegetasi untuk mencukupi jumlah ruang terbuka hijau. Perencanaan lokasi pembangunan hutan kota di Kota Pekanbaru dilakukan berdasarkan luas dan sebaran ruang terbuka hijau yang sudah direncanakan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru yang diatur dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru untuk kawasan terbuka hijau tahun 2004. Kesesuaian luas dan lokasi ruang terbuka hijau dihitung berdasarkan kebutuhan ruang terbuka hijau untuk kriteria yang telah ditentukan. Alternatif lokasi pada kecamatan yang dijadikan prioritas untuk lokasi penanaman hutan kota dipilih berdasarkan kawasan yang mempunyai ruang terbuka.
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Wilayah Kota Pekanbaru berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1987 terdiri dari 8 wilayah kecamatan dengan luas wilayah 446,5 km2. Setelah diadakan pengukuran dan pematokan oleh tim Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau luas Kota Pekanbaru menjadi 632,26 km 2 melalui Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau Nomor 83/11/1993. Luas Kota Pekanbaru untuk masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Luas Wilayah Kota Pekanbaru Berdasarkan Kecamatan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kecamatan Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Jumlah Luas
Luas Wilayah (km 2) 2,26 6,65 4,04 5,10 3,26 203,03 299,08 108,84 632,26
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pekanbaru Tahun 2003
Batas-batas wilayah Kota Pekanbaru adalah; sebelah Utara berbatasan Kabupaten Bengkalis, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kampar, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis dan Kampar dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kampar. Posisi strategis Kota Pekanbaru yang terletak di jalur lintas Timur Pulau Suma tera dan mudah dilalui oleh arus lalu-lintas dari ujung Utara sampai ke ujung Selatan Sumatera. Posisi strategis ini memberikan berbagai dampak serta peluang bagi perkembangan perekonomian dan pembangunan Kota Pekanbaru. Letak Kota Pekanbaru secara geografis berada di tengah-tengah Pulau Sumatera dan merupakan dataran yang mudah untuk dikembangkan. 4.2 Topografi Kota Pekanbaru terletak pada ketinggian rata-rata 5 meter di atas permukaan air laut, hanya daerah-daerah tertentu yang letaknya lebih tinggi dari
38
ketinggian rata -rata, yaitu daerah di sekitar Bandar Udara Sultas Syarif Kasim II dengan ketinggian 26 meter di atas permukaan air laut dan di bagian Utara dan Timur Kota Pekanbaru. Topografi di Kota Pekanbaru berdasarkan kelas kelerengan dapat digolongkan menjadi empat bagian yaitu:
§ § § §
0% - 2%
: merupakan wilayah yang datar
2 % - 15 % : landai sampai berombak 15 % - 40 % : berombak sampai bergelombang di atas 40 % : bergelombang sampai berbukit Secara umum kondisi wilayah Kota Pekanbaru merupakan dataran rendah
dengan kemiringan lereng 0 persen - 2 persen. Beberapa wilayah di bagian Utara dan Timur memiliki morfologi bergelombang dengan kemiringan di atas 40 persen. Kemiringan lereng di Kota Pekanbaru untuk masing-masing kecamatan disajikan pada pada Tabel 8. Tabel 8. Kemiringan Lereng dan Luas Lahan Masing-Masing Kecamatan di Kota Pekanbaru No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kecamatan Tampan Bukit Raya Limapuluh Sail Pekanbaru Kota Sukajadi Senapelan Rumbai Jumlah Prosentase (%)
Kemiringan Lahan (Ha) 0–2 %
7.456 22.441 404 326 226 510 665 9.004 41.032 64.90
2–15 %
9.208 6.416 15.624 24.71
15-40 %
240 124 364 0.58
> 40 %
2.964 908 2.328 6.200 9.81
Jumlah
10.420 32.797 404 326 226 510 665 17.872 63.220 100.00
Sumber : Revisi Rencana Umum Tata Ruang Kota Pekanbaru Tahun 1994-2004.
Ditinjau dari kondisi topografi wilayah perencanaan Kota Pekanbaru, kelerengan 0-20 persen sampai dengan 2-15 persen mencakup luasan yang cukup besar yaitu 566,56 ha atau 89,61 persen da ri luas wilayah secara keseluruhan. Dengan kondisi lahan datar yang cukup luas ini menunjukkan secara fisik, Kota Pekanbaru mampu menampung berbagai pembangunan kota, sedangkan lahan
39
dengan kelerengan yang lebih besar dari 40 persen disarankan sebagai kawasan konservasi. 4.3 Geologi Struktur geologi Kota Pekanbaru terdiri atas Formasi Minas yang dikelilingi oleh aluvium muda sepanjang aliran Sungai Siak dan Aluvium tua yang berawa -rawa. Formasi Minas ini terdiri dari kerikil, sebaran kerakal, pasir dan lempung yang juga merupakan alluvium namun relatif lebih terkonsolidasi. Adanya sebaran kerakal, kerikil dan pasir menyebabkan daya dukung pada Formasi Minas lebih baik jika dibandingkan dengan alluvium tua dan alluvium muda. Pada umumnya Formasi Minas merupa kan formasi terbaik bagi pengembangan kawasan perkotaan. Namun untuk mendelineasi tingkat kesesuaian lahan dari Formasi Minas yang disusun oleh berbagai jenis ukuran batuan di atas masih memerlukan penelitian baik pemetaan geologi permukaan maupun penelitian geologi bawah permukaan. Pengaruh patahan yang berumur kuarter yang kemungkinan merupakan patahan aktif sebagai sumber patahan dangkal memerlukan uji seismoteknik untuk lebih menyakin kan eksistensinya. Pengujian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kemungkinan pembangunan bertingkat dan kawasan perumahan padat. Pada daerah yang tinggi sebagian besar tanahnya berjenis podzolik merah kuning sedangkan di daerah yang lebih rendah berawa dan gambut berjenis tanah organosol/glei humus. Pada umumnya tanah di Kota Pekanbaru terdiri dari jenis tanah alluvial hydromorf yang berasal dari endapan tanah liat dan asosiasi aluvial dengan pasir. Tanah jenis ini memiliki sifat sedikit menahan/kedap air. Hal ini menyebabkan peresapan air berjalan lambat. Pada umumnya keadaan tanah di Kota Pekanbaru mempunyai daya pikul (T tanah) antara 0,7 kg/cm2 - 1 kg/cm2 , kecuali di beberapa lokasi yang berdekatan dengan anak sungai (T tanah antara 0,4 kg/cm2 - 0,6 kg/cm2 ). Sumber daya bahan bangunan yang terdapat di Kota Pekanbaru berupa pasir dan batu (sirtu). Bahan bangunan ini terutama berasal dari Formasi Minas yang berupa kerakal, kerikil dan pasir. Sumber daya bahan bangunan seperti
40
batuan beku yang berupa granit dan bahan bangunan lainnya seperti batu gamping, batu sabak dan batuan yang berasal dari gunung berapi tersier dapat diperoleh dari pegunungan jauh disebelah Barat Daya Kota Pekanbaru 4.4 Hidrologi Kondisi hidrologi di Kota Pekanbaru dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu kondisi hidrologi air permukaan dan air tana h. Hidrologi air permukaan pada umumnya berasal dari sungai-sungai yang mengalir di Kota Pekanbaru yaitu Sungai Siak. Sungai Siak selain digunakan sebagai alat transportasi air juga merupakan jalur perhubungan lalu-lintas perekonomian rakyat pedalaman ke kota serta dari daerah lainnya, selain itu airnya digunakan sebagai sumber air permukaan yang digunakan untuk air minum dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (MCK). Sungai Siak mempunyai anak-anak sungai di dalam kota yang berfungsi sebagai saluran utama pembuangan air limbah dan drainase. Sungai Siak mengalir dari barat ke timur, memliki beberapa anak sungai antara lain: Sungai Umban Sari, Air Hitam, Sibam, Setukul, Pengamba ngan, Ukai, Sago, Senapelan, Limau dan Tampan. Hidrologi air tanah dalam kemungkinan berasal dari Formasi Petani, sifat air tanahnya kurang baik sebagai air minum. Sedangkan hidrologi air tanah dangkal berasal dari Formasi Minas. Mengingat kondisi batuan Formasi Minas yaitu memiliki permeabilitas dan porositas yang tinggi, maka Kota Pekanbaru memiliki potensi keter sediaan air tanah dangkal yang cukup banyak. Sungai Siak yang merupakan Sungai terbesar yang membelah Kota Pekanbaru menjadi 2 bagian utara dan selatan, banyak anak sungai yang bermuara pada Sungai Siak, dengan demikian beban Sungai Siak dalam proses pendangkalan atau sedimentasi cukup besar. Selain itu sebagai sumber air baku untuk PDAM Tirta Siak, air sungai perlu dijaga dari polusi hal ini disebabkan terdapat beberapa kegiatan industri yang ada pada sepanjang alur sungai diantaranya industri plywood, crumb rubber, dan pulp.
41
Potensi lain sebagai sumber air minum adalah air tanah dangkal dan sumber-sumber air tanah perlu dijaga kelestariannya untuk memenuhi kebutuan air minum bagi penduduk yang tidak terlayani oleh jaringan PDAM. 4.5 Klimatologi Kota Pekanbaru pada umumnya beriklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar antara 31,6 °C - 33,7 °C dan suhu minimum berkisar antara 22,1 °C - 23,3 °C. Rata-rata curah hujan bulanan pada tahun 2004 sekitar 263,73 mm dan rata-rata jumlah hari hujan pada tahun 2004 sekitar 17 hari (BMG Pekanbaru, 2004). Keadaan musim berkisar: musim hujan jatuh pada bulan September sampai dengan Pebruari dan musim kemarau jatuh pada bulan Maret sampai dengan Agustus. Kelembaban maksimum antara 94% - 96%, kelembaban minimum antara 59 persen - 69 persen (BPS Kota Pekanbaru, 2003). 4.6 Kependudukan Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru yang tinggi terdapat di Kecamatan Bukit Raya dan Kecamatan Tampan. Jumlah penduduk yang tinggi terjadi karena Kecamatan Bukit Raya dan Kecamatan Tampan mempunyai wilayah yang luas dibanding dengan kecamatan lainnya. Prakiraan jumlah penduduk Kota Pekanbaru sampai tahun 2006 disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Prakiraan Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru Tahun 2002-2006 No.
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumba i Bukit Raya Tampan Jumlah
2002
33.831 36.137 45.289 71.993 25.482 63.970 176.614 161.879 615.195
2003
34.316 36.226 46.203 72.940 25.851 65.275 181.916 174.724 637.451
Tahun 2004
34.802 36.315 47.117 73.887 26.220 66.581 187.217 187.568 659.707
2005
2006
35.288 36.404 48.031 74.834 26.589 67.886 192.519 200.412 681.963
35.774 36.492 48.946 75.781 26.958 69.191 197.821 213.257 704.220
Sumber: Revisi Rencana Umum Tata Ruang Kota Pekanbaru Tahun 2002-2006 (Hasil Analisis)
Kepadatan penduduk yang tinggi di Kota Pekanbaru untuk masing-masing kecamatan adalah Kecamatan Pekanbaru dan Kecamatan Sukajadi, kepadatan
42
penduduk yang sedang terdapat di Kecamatan Senapelan, Kecamatan Limapuluh dan Kecamatan Sail, sedangkan kepadatan penduduk yang rendah terdapat di Kecamatan Rumbai, Kecamatan Bukit Raya dan Kecamatan Tampan. Kepadatan penduduk yang tinggi sampai sedang terdapat di Kecamatan pusat kota, sementara kepadatan penduduk rendah terdapat di kecamatan luar pusat kota. Prakiraan kepadatan penduduk Kota Pekanbaru sampai dengan tahun 2006 disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Prakiraan Kepadatan Penduduk Kota Pekanbaru Tahun 20002006 No.
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Jumlah
Jumlah Penduduk (jiwa) 2002 2006
33.831 36.137 45.289 71.993 25.482 63.970 176.614 161.879 615.195
Luas Wilayah (ha)
35.774 36.492 48.946 75.781 26.958 69.191 197.821 213.257 704.220
226 665 404 510 326 20.303 29.908 10.884 63.226
Kepadatan Penduduk (Jiwa/ha)
2002
2006
150 54 112 141 78 3 6 15
158 55 121 149 83 3 7 20
Sumber: Revisi Rencana Umum Tata Ruang Kota Pekanbaru Tahun 2002-2006 (Hasil Analisis)
4.7 Kesesuaian Lahan Pengembangan Kota Pekanbaru berdasarkan arahan kemampuan lahan yang dimiliki secara garis besar pengembangan kota dapat dibedakan menjadi 2 kelompok besar yaitu pengembangan kawasan lindung dan pengembangan kawasan budidaya. 4.7.1 Arahan Pengembangan Kawasan Lindung Wilayah Kota Pekanbaru yang perlu dilindungi (yang merupakan kawasan lindung) meliputi :
§
Areal hulu sungai di Kecamatan Bukit Raya dan Kecamatan Rumbai. Kawasan ini berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area).
§
Daerah dengan kemiringan lereng lebih dari 40 persen, terdapat di Kecamatan Rumbai dan Bukit Raya. Wilayah ini ditetapkan sebagai kawasan lindung
43
karena kondisi fisik lahannya yang digunakan sebagai daerah resapan air dan untuk mencegah kerusakan lingkungan seperti banjir, longsor dan sebagainya.
§
Daerah tepi sungai (kiri kanan sungai), yaitu : Sungai Siak ( 100 meter di sisi kiri dan kanan sungai). Sungai Senapelan, Sungai Sail, Sungai Tanjung Datuk (50 meter di sisi kiri kanan sungai).
§
Kawasan sepanjang perbatasan kota yaitu sepanjang 500 - 1.000 meter. Penetapan daerah hijau pada kawasan hijau ini ditujukan untuk : memberikan tanda/pembatas fisik kota dengan kabupaten lainnya mencegah terjadinya konflik dalam perencanaan, pengawasan dan pembangunannya.
§
Wilayah sepanjang jalur patahan di Barat Daya sampai Selatan Kecamatan Tampan, mengingat potensinya yang rawan gempa (gempa bumi dangkal) pembangunan fisik yang dilakukan di wilayah ini perlu disesua ikan dengan adanya potensi gempa/ bencana tersebut.
§
Daerah rawa dan bergambut dalam yang banyak terdapat di Kecamatan Rumbai dan Bukit Raya. Penetapan wilayah-wilayah ini sebagai kawasan lindung, selain sesuai dengan Keppres No.32 Tahun 1990 juga mengingatkan aspek tingginya biaya investasi yang diperlukan untuk membangun di daerah ini serta masih luasnya lahan pengembangan kota, maka disarankan daerahdaerah berawa dan bergambut dijadikan kawasan lindung.
§
Wilayah yang terdiri dari sistem lahan Klaru, Benjah Bekasih dan Mendawai, ketiga sistem lahan ini dijadikan kawasan lindung/hijau karena ketiga sistem lahan ini tidak dapat dijadikan sebagai pengembangan kawasan budidaya baik budidaya pertanian maupun permukiman/perkotaan.
4.7.2 Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya Kota Pekanbaru memiliki luas wilayah 632,26 km2 atau 63.226 hektar. Wilayah yang dapat dikembangkan sebagai kawasan terbangun adalah sebesar 60 persen (379,365 km2) dari seluruh wilayah kota sedangkan sisanya harus tetap
44
dipertahankan sebagai kawasan hijau atau kawasan konservasi. Berdasarkan kondisi dan sifat fisik lahan yang dimiliki Kota Pekanbaru, pengembangan kawasan
budidaya
terdiri
dari
budidaya
pertanian
dan
budidaya
permukiman/perkotaan. Pengembangan kawasan budidaya pertanian akan diarahkaan ke Kecamatan Tampan bagian utara dan tengah, Kecamatan Rumbai bagian utara dan Kecamatan Bukit Raya bagian tengah, sedangkan pengembangan budidaya permukiman perkotaan akan diarahkan pada lima kecamatan yang terdapat di Kota Pekanbaru. 4.8 Bentuk Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru Ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru mempunyai beberapa bentuk. Bentuk ruang terbuka hijau yang ada mempunyai manfaat atau fungsi yang berbeda -beda. Bentuk ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru antara lain: a. Taman Hutan Raya (TAHURA) Sultan Syarif Kasim Taman Hutan Raya termasuk dalam wilayah administrasi Kota Pekanbaru berada di Kecamatan Rumbai dengan luas areal sekitar 767,81 hektar. Jenis tanaman yang ada di Taman Hutan Raya untuk jenis kayu-kayuan meliputi jenis : kulim (Scorodocarpus borneensis), bintangur (Calophilum Sp), meranti (Shorea selanica ), mahoni (Swietenia macrophylla ), rengas (Gluta renghas), pulai (Alstonia pneumatophora), dan tembesu (Fagraea fragrans). Untuk jenis multi purpose tree species antara lain yaitu untuk jenis matoa (Pometia pinnata), asam jawa (Tamarindus indica), bambu (Bambusa bamboos ), duku (Lansium domesticum), manggis (Garcinia mangostana), sukun (Artocarpus elasticus), dan durian (Durio zibethinus). Taman Hutan Raya (Gambar 4) memiliki fungsi secara ekologis yaitu sebagai suatu sistem penyangga kehidupan, secara ekonomis sebagai sumber yang menghasilkan barang dan jasa, dan secara sosial sebagai sumber penghidupan dan lapangan kerja terutama bagi masyarakat sekitar Taman Hutan Raya.
45
Gambar 4. Taman Hutan Raya
b. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Rekreasi Ruang terbuka hijau kawasan rekreasi (Gambar 5) di Kota Pekanbaru dikelola oleh Pemerintah Daerah dan swasta atau individu. Tingginya kebutuhan masyarakat akan tempat-tempat rekreasi dengan nuansa alam, menjadikan ruang terbuka hijau kawasan rekreasi menjadi satu pilihan utama bagi mas yarakat.
Gambar 5. Ruang Te rbuka Hijau Kawasan Rekreasi
c. Ruang Terbuka Hijau Sempadan Sungai Ruang terbuka hijau kawasan sempadan sungai mempunyai fungsi sebagai kawasan lindung. Ruang terbuka hijau sempadan sungai (Gambar 6) ditemui di Daerah Aliran Sungai Siak. Jenis-jenis tanaman pada ka wasan sempadan sungai adalah untuk jenis kayu-kayuan seperti mahoni (Swietenia macrophylla), matoa (Pometia pinnata), angsana (Pterocarpus indicus), dan untuk jenis multi purpose
46
tree species yaitu kemiri (Aleurites moluccana), bambu (Bambusa bamboos), sukun (Artocarpus elasticus), dan durian (Durio zibethinus).
Gambar 6. Ruang Terbuka Hijau Sempadan Sungai
d. Ruang Terbuka Hijau Jalur Jalan Ruang terbuka hijau jalur jalan mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai pengendali polusi udara seperti untuk peredam debu, CO 2, SO2 , Pb, dan partikel padat. Fungsi lainnya adalah untuk peneduh bagi pejalan kaki, pengendali visual, dan estetika. Ruang Terbuka Hijau jalur jalan di Kota Pekanbaru (Gambar 7) berada pada jalan utama di Pusat Kota, sebagian sudah tertata sesuai dengan fungsinya. Tanaman pada jalu r jalan di Kota Pekanbaru adalah dengan jenis kayu, perdu, semak, dan ground cover.
Gambar 7. Ruang Terbuka Hijau Jalur Jalan
e. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkantoran Ruang Terbuka Hijau kawasan perkantoran terdapat di pusat kota, hal ini dikarenakan sudah sejak lama aktivitas perkantoran berada di pusat kota. Ruang
47
terbuka hijau di kawasan perkantoran (Gambar 8) sudah tertata dengan baik. Fungsinya antara lain untuk memperoleh nilai estetika, peneduh, mengurangi kebisingan akibat aktivitas kendaraan, dan mengurangi polusi. Jenis tanamannya meliputi jenis tanaman kayu, tanaman hias, dan ground cover.
Gambar 8. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkantoran
f. Hutan Kota Hutan Kota di Pekanbaru berada di Kecamatan Sail dengan luas 1,25 hektar. Pengelolaannya dilakukan Pemerintah Provinsi yaitu Dinas Pertanian yang mempunyai wewenang untuk pengelolaan dan pemeliharaan. Hutan kota yang ada mempunyai fungsi sebagai konservasi dan sarana penelitian serta pendidikan (Gambar 9). Fungsi lainnya adalah memberikan manfaat untuk menghasilkan iklim yang sejuk secara mikro. Hutan kota ini juga dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi.
Gambar 9. Hutan Kota
48
g. Ruang Terbuka Hijau Pemakaman Berfungsi sebagai fasilitas umum untuk tempat pemakaman warga yang meninggal dunia. Lokasi pemakaman (Gambar 10) tersebar di beberapa kecamatan dengan jenis tanaman yang beragam. Fungsi lainnya adalah sebagai peneduh dan mempunyai fungsi sebagai ruang terbuka hijau secara umum.
Gambar 10. Pemakaman Umum Sebagai RTH
h. Kawasan Kebun, Semak Belukar, dan Tegalan Kawasan kebun, semak belukar dan tegalan merupakan kawsan yang dikelola sebagian besar oleh penduduk dan sebagia n lagi masih belum dikelola. Bentuk ruang terbuka hijau ini menyebar hampir di semua kecamatan Kota Pekanbaru selain kecamatan yang berada di pusat kota.
Gambar 11. Semak Belukar
49
i. Ruang Terbuka Hijau Perkebunan Perkebunan di Kota Pekanbaru terdiri dari kebun kelapa sawit dan karet dikuasai oleh pemerintah dan pihak swasta. Kawasan perkebunan umumnya berada di lokasi yang berbatasan dengan kabupaten lain di pinggir Kota Pekanbaru (Gambar 12). Selain untuk meningkatkan pendapatan daerah, perkebunan tersebut mempunyai manfaat bagi masyarakat petani dan mempunyai fungsi sebagai ruang terbuka hijau.
Gambar 12. Perkebunan Kelapa Sawit
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Penutupan Lahan Analisis penutupan lahan dalam penelitian ini ditujukan untuk mengetahui berapa luas ketersediaan ruang terbuka hijau, lokasi dan penyebarannya, digunakan sebagai acuan untuk analisis pengembangan hutan kota selanjutnya. Kegiatan ini dibantu dengan kegiatan pengecekan lapangan (ground check) untuk memperoleh informasi mengenai keadaan tipe-tipe penutupan lahan di areal penelitian sebagai acuan dalam proses klasifikasi. Berdasarkan hasil interpretasi visual dan pengecekan lapangan diperoleh kelas-kelas penutupan lahan yaitu lahan bervegetasi (hutan, perkebunan, semakbelukar, rumput,), lahan terbuka, pemukiman dan air. 5.1.1 Klasifikasi Citra Landsat ETM+ Interpretasi citra Landsat ETM+ 2004 dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakan masing-masing penggunaan/penutupan lahan pada citra yang dibantu dengan unsur -unsur interpretasi (Avery, 1992; Lillesand dan Kie fer, 1997). Klasifikasi citra diperlukan untuk mengetahui sebaran dan luas tipe penutupan lahan di wilayah studi. Data citra yang digunakan adalah Landsat ETM+ Path/Row : 127/060 akuisisi 4 Maret 2004 yang diperoleh dari Data Service BTIC (Biotrop Training and Information Center). Cuplikan Citra Landsat disajikan pada Gambar 13. 5.1.2 Pemotongan Citra (Cropping ) Citra dipotong sesuai dengan lokasi penelitian yaitu wilayah Kota Pekanbaru yang akan dilakukan interpretasi dan analisis. Pada program ERDAS Imagine tampilan citra yang muncul dilakukan pemotongan dengan menggunakan metode Create Polygon AOI karena batas administrasi wilayah penelitian berbentuk polygon tidak beraturan, sehingga dengan metode ini dapat menentukan daerah-daerah yang akan dipotong. Cuplikan Citra Landsat Kota Pekanbaru tahun 2004 yang telah dipotong disajikan pada Gambar 14.
Gambar 13. Cuplikan Citra Landsat 7 ETM+ ,127/060, 4
51
Gambar 14. Potongan Citra Untuk Wilayah Studi
52
53
5.1.3 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi data Citra Landsat dilakukan untuk pengelompokan penutupan lahan pada tahun 2004. Metode yang dipergunakan adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification). Sebelum melakukan proses klasifikasi terbimbing (Supervised Classification), terlebih dahulu dibuat Training Areanya (Signature) kemudian dideliniasi dengan menggunakan AOI tools sampe l-sampel wilayah tiap kategori kelas yang akan diklasifikasi. Dari hasil klasifikasi diperoleh pembagian kelas dan luas areal. Klasifikasi penutupan lahan disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004 Klasifikasi Penutupan Lahan (hektar) Kecamatan Hutan Pekanbaru Kota
0
Perkebunan
Permukiman
0,353
249,202
Semak
Rumput 0
0
Lahan Terbuka 25,740
Air 0
Senapelan
0
3,173
175,332
0
0
56,328
3,085
Limapuluh
0.529
48,747
345,992
0,970
0
109,131
34,996
Sukajadi
0,353
1,499
476,103
0
0
53,155
0
Sail
3,438
25,123
234,746
0,088
0
90,443
0,353
Rumbai
2.279,492
7.115,182
259,163
160,523
41,783
8.450,755
586,820
Bukit Raya
2.572,594
15.724,167
1.142,258
431,146
201,160
11.261,884
320,605
407,698
2.689,482
622,874
23,536
19,305
6.966,824
9,873
5.264,103
25.607,725
3.505,670
616,262
262,249
27.014,260
955,731
Tampan Total
Sumber : Hasil Analisis
Luas total penutupan lahan berjumlah 63.226 hektar. Penutupan lahan dikelaskan menjadi tujuh kelas yaitu : 1. Hutan, polanya dengan bentuk bergerombol diantara semak dan permukiman, ukurannya luas, berwarna hijau tua sampai gelap dengan tekstur relatif kasar dengan luas berdasarkan klasifikasi adalah sekitar 5.264,103 hektar. 2. Perkebunan, memiliki karakter bentuk dan pola bergerombol hingga menyebar terletak diantara hutan dan lahan-lahan terbuka, terkadang bercampur dengan kawasan permukiman, mempunyai luas sekitar 25.607,725 hektar. 3. Pemukiman, memiliki tekstur halus sampai kasar, warna magenta, ungu kemerahan, pola di sekitar jalan utama, luas sekitar 3.505,670 hektar. 4. Semak, tekstur yang relatif lebih halus daripada hutan lebat, berwarna hijau agak terang dibandingkan hutan lebat, terdapat diantara perkebunan dan ada juga yang berbentuk spot dengan luas sekitar 616,262 hektar.
54
5. Rumput mempunyai tekstur yang lebih halus daripada semak. Berwarna hijau lebih terang dibandingkan dengan semak tidak terlalu luas, terdapat diantara perkebunan dan menyebar berbentuk spot dengan luas sekitar 262,249 hektar. 6. Lahan terbuka mempunyai bentuk dan pola yang menyebar di antara hutan, pemukiman, perkebunan dan jalan, berwarna putih hingga merah jambu dengan tekstur halus dengan luas sekitar 27.014,260 hektar. 7. Tubuh air berwarna biru, untuk sungai dengan bentuk yang berkelok-kelok (meander), danau dengan bentuk mengumpul dan relatif besar, genangangenangan air berbentuk spot dengan luas sekitar 955,731 hektar. Persentase masing-masing kelas penutupan lahan untuk Kota Pekanbaru disajikan pada Gambar 15. 1.51%
8.33%
42.73%
40.50% 0.41% 0.97%
Hutan
Perkebunan
Permukiman
5.54%
Semak
Rumput
Lahan Terbuka
Air
Gambar 15. Persentase Kelas Penutupan Lahan Tahun 2004 di Kota Pekanbaru
Kawasan yang mempunyai banyak vegetasi terdapat pada daerah yang mempunyai sedikit permukiman. Keberadaan vegetasi dimungkinkan karena perkembangan kota masih memusat pada kawasan yang berada pada pusat kota. Daerah pemukiman terdapat pada pusat aktifitas kota dengan bentuk bergerombol. Pemukiman pada kecamatan lain yang berbatasan dengan kecamatan di pusat kota, polanya mengikuti bentuk pemukiman yang ada pada pusat kota yaitu bergerombol dan menyebar pada kawasan yang lainnya. Penutupan lahan yang diperoleh dari analisis citra di Kota Pekanbaru pada tahun 2004 di masing-masing kecamatan disajikan pada Gambar 16.
55
Gambar 16. Peta Penutupan Lahan Tahun 2004
56
5.1.4 Akurasi Klasifikasi Hasil uji klasifikasi area contoh seluruh piksel anggota kelas perkebunan terdapat 953 piksel masuk ke dalam kelas hutan, 18 piksel masuk ke dalam kelas permukiman, 30 piksel masuk ke dalam kelas lahan terbuka, dan 7 piksel masuk ke dalam kelas air. Anggota kelas hutan 323 piksel masuk ke dalam kelas perkebunan, 2 piksel masuk ke dalam kelas permukiman, 16 piksel masuk ke dalam kelas lahan terbuka, dan 57 piksel masuk ke dalam kelas air. Anggota kelas permukiman 1 piksel masuk ke dalam kelas perkebunan, 3 piksel masuk ke dalam kelas hutan, 340 piksel masuk ke dalam kelas lahan terbuka, dan 14 piksel masuk ke dalam kelas air. Anggota kelas lahan terbuka 249 piksel masuk ke dalam kelas perkebunan, 47 piksel masuk ke dalam kelas hutan, 402 piksel masuk ke dalam kelas permukiman, 1 piksel masuk ke dalam kelas semak, dan 34 piksel masuk ke dalam kelas air. Anggota kelas rumput 65 piksel masuk ke dalam kelas perkebunan, 1 piksel ke dalam kelas permukiman, 13 piksel ke dalam kelas lahan terbuka, dan 3 piksel ke dalam kelas semak. Anggota kelas semak 3 piksel masuk ke dalam kelas perkebunan, 1 piksel ke dalam kelas permukiman, 15 piksel ke dalam kelas lahan terbuka, dan 3 piksel ke dalam kelas rumput. Anggota kelas air 1 piksel masuk ke dalam kelas perkebunan, 16 piksel ke dalam kelas hutan, 2 piksel ke dalam kelas permukiman, dan 5 piksel ke dalam kelas lahan terbuka. Nilai persentase untuk akurasi klasifikasi disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Matrik Kesalahan Classified Data Perkebunan Hutan Permukiman
Perkebunan
Hutan Permukiman Lahan Terbuka Rumput
Semak
Air
Row Total
Producer's accuracy
28.327
953
18
30
0
0
7
29.335
96,56
323
9.976
2
16
0
0
57
10.374
96,16
1
3
12.296
340
0
0
14
12.654
97,17
249
47
402
10.790
0
1
34
11.523
93,64
Rumput
65
0
1
13
380
3
0
462
82,2 5
Semak
3
0
1
15
3
115
0
137
83,94
Air
1
16
2
5
0
0
3.056
3.080
99,22
28.969
10.995
12.722
11.209
383
119
3.168
67.565
97,78
90,73
96,65
96,26
99,22
96,64
96,46
Lahan Terb
Column Total User's accuracy Over all accuracy :
96,11
Sumber: Hasil Analisis
57
Hasil perhitungan akurasi menunjukkan bahwa overall accuracy sebesar 96,11 %. Nilai kappa accuracy yang diperoleh sebesar 94,63 %. Nilai akurasi di atas 85% berarti hasil klasifikasi dapat diterima dengan tingkat kesalahan kurang atau sama dengan 15% . Badan Survey Geologi Amerika Serikat (USGS) telah memberikan syarat untuk tingkat ketelitian/akurasi sebagai kriteria utama bagi sistem klasifikasi penutupan lahan yang disusun. Tingkat ketelitian klasifikasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85% . 5.2 Analisis Serapan Karbon Dioksida Penghitungan perkiraan serapan karbon dioksida dilakukan melalui pendekatan dengan proses klasifikasi Citra Landsat TM untuk mendapatkan sebaran dan luas areal yang bervegetasi pada setiap kecamatan di Kota Pekanbaru. Kecukupan vegetasi untuk menyerap emisi karbon dioksida dari kebutuhan energi akan didapatkan berdasarkan hasil sebaran emisi karbon dioksida untuk masingmasing kecamatan. Serapan karbon dioksida yang ada dalam bentuk vegetasi aka n dihitung pada analisis kesesuaian antara serapan dan emisi karbon dioksida. Nilainilai luas kelas vegetasi yang telah diklasifikasi disajikan pada Tabel 11, dengan menggunakan data-data sekunder yaitu kemampuan serapan berdasarkan kelas vegetasi maka da pat diketahui kemampuan exsisting condition vegetasi untuk menyerap karbon dioksida. Nilai serapan karbon dioksida yang dianalisis merupakan keadaan vegetasi saat ini yang dianalisis dari Citra Landsat. Nilai ini perlu diketahui untuk melihat berapa perbe daan sebaran dan luas vegetasi berdasarkan Citra serta jumlah dan sebaran vegetasi berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru tahun 2004. Kemampuan vegetasi untuk menyerap karbon dioksida menurut Iverson, et al. 1993 yaitu untuk vegetasi rumput 3,2976 ton karbon dioksida/ha/tahun, semak belukar 3,2976 ton karbon dioksida/ha/tahun, perkebunan 52,3952 ton karbondioksida/ha/tahun, dan hutan 58,2576 ton karbondioksida/ha/tahun. Pendekatan perkiraan serapan karbon dioksida menggunakan studi literatur sehingga akan diperoleh nilai serapan vegetasi untuk masing-masing kecamatan
58
yang ada di Kota Pekanbaru pada tahun 2004. Penghitungan serapan karbon dioksida oleh tipe vegetasi disajikan pada Tabel 13. Berdasarkan data pada Tabel 13, perkiraan serapan karbon dioksida oleh vegetasi terbesar terdapat pada Kecamatan Bukit Raya yaitu sekitar 975.829,119 ton karbon dioksida. Serapan terbesar di Kecamatan Bukit Raya disebabkan jumlah areal bervegetasi di Kecamatan ini masih banyak yaitu dengan luas 18.929,067 hektar dengan perincian 2.572,594 hektar untuk hutan, 15.724,167 hektar untuk perkebunan 431,146 hektar untuk semak dan 201,160 hektar untuk rumput. Secara administratif, Kecamatan Bukit Raya merupakan kecamatan yang paling luas di Kota Pekanbaru yaitu 29.908 hektar. Aktifitas kegiatan masyarakat juga masih terfokus pada pusat kota, sehingga kawasan hijau masih dapat terjaga meskipun untuk perkembangan kota selanjutnya kawasan hijau tersebut dapat dikonversi menjadi kawasan lain. Tabel 13. Serapan Karbon Dioksida dengan Tipe Vegetasi Kecamatan
Serapan CO 2 Dengan Tipe Vegetasi (Ton)/Tahun
Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan
Total
Hutan
Perkebunan
0 18.496 0 166.250 30.818 2,554.109 20.565 78.540 200.290 1,316.325 132,797.733 372,801.384 149,873.152 823,870.875 23,751.507 140,915.947 306,674.065 1,341,721.925
Semak
0 0 3.199 0.000 0.290 529.341 1,421.747 77.612 2,032.189
Rumput
Total
0 18.496 0 166.250 0 2,588.126 0 99.105 0 1,516.904 137.784 506,266.241 663.345 975,829.119 63.660 164,808.727 864.789 1,651,292.968
Sumber: Hasil Analisis
Perkiraan total karbon dioksida yang dapat diserap adalah sebesar 1.651.292,968 ton. Serapan karbon dioksida yang mampu dilakukan oleh vegetasi di masing-masing kecamatan secara berurutan adalah Kecamatan Bukit Raya dengan perkiraan total serapan vegetasi sebesar 975.829,119 ton karbon dioksida. Kecamatan Rumbai dengan perkiraan total serapan vegetasi sebesar 506,266.241 ton karbon dioksida, Kecamatan Tampan dengan perkiraan serapan sebesar 164,808.727 ton karbon dioksida , Kecamatan Limapuluh dengan perkiraan serapan sebesar 2,588.126 ton karbon dioksida, Kecamatan Sail dengan perkiraan serapan sebesar 1,516.904 ton karbon dioksida , Kecamatan Senapelan dengan
59
perkiraan serapan sebesar 166.250 ton karbon dioksida, Kecamatan Sukajadi dengan perkiraan serapan sebesar 99.105 ton karbon dioksida , dan Kecamatan Pekanbaru Kota dengan perkiraan serapan sebesar 18.496 ton karbon dioksida. Perkiraan jumlah total karbon dioksida yang dapat diserap dengan tipe vegetasi berdasarkan exsisting condition vegetasi adalah sekitar 1.651.292,968 ton. Lima kecamatan yang berada pada pusat kota mempunyai perkiraan serapan sangat kecil. Luas kecamatan juga lebih kecil sehingga sulit mendapatkan ruang tempat tumbuhnya vegetasi. Sebagian besar vegetasi yang ada merupakan vegetasi yang tumbuh secara alami. Bentuknya yaitu pepohonan dalam kesatuan ekosistem hutan, pembukaan hutan yang menjadi areal perkebunan da n semak belukar dan rumput. Grafik perkiraan serapan emisi karbon dioksida disajikan pada Gambar 17.
Ton CO2
1,000,000 900,000 800,000 700,000 600,000 500,000 400,000 300,000 200,000 100,000 0
Pekanbaru
Senapelan
Limapuluh
Sukajadi
Sail
Rumbai
Semak
Rumput
Bukit Raya
Tampan
Kota
Hutan
Perkebunan
Gambar 17. Grafik Serapan Emisi Karbon Dioksida Oleh Vegetasi
5.3 Analisis Emisi Karbon Dioksida Emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari kebutuhan energi (listrik, minyak tanah, premium, dan solar) di Kota Pekanbaru diperoleh dengan perhitungan tabulasi data yang menggunakan data-data konsumsi. Data yang diperlukan diperoleh dari PT. PLN (Persero) Wilayah Riau Cabang Pekanbaru dan PT. Pertamina (Persero) Cabang Pemasaran Pekanbaru, dengan acuan data-data sekunder yang disajikan pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3 mengenai faktor emisi.
60
5.3.1 Emisi Karbon Dioksida Dari Sumber Penggunaan Listrik Penghitungan emisi karbon dioksida dari penggunaan listrik dilakukan berdasarkan jumlah konsumsi listrik (kWh) pada tahun 2004 (Lampiran 4) untuk masing-masing kecamatan di Kota Pekanbaru. Pembangkit energi listrik di Kota Pekanbaru berada pada empat rayon/kecamatan yaitu: Pekanbaru Kota, Rumbai, Bukit Raya, dan Tampan. Setiap rayon mendistribusikan energi listrik pada kecamatan lainnya. Hasil penghitungan emisi karbon dioksida dari penggunaan listrik disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Listrik Kecamatan Pekanbaru Kota Rumbai Bukit Raya Tampan Total
TOTAL kWh 389.136.813 52.589.272 71.731.921 50.211.917 563.669.923
Faktor Emisi 454 gr/kWh 454 gr/kWh 454 gr/kWh 454 gr/kWh
CO 2 (gram) 176.668.113.102 23.875.529.488 32.566.292.134 22.796.210.318 255.906.145.042
CO 2 (Ton) 176.668,11 23.875,53 32.566,29 22.796,21 255.906,15
Sumber: Hasil Analisis
Pada Tabel 14 yang disajikan bahwa total pemakaian listrik di Kota Pekanbaru tahun 2004 berjumlah 563.669.923 Kwh berasal dari empat sumber pembangkit listrik. Konsumsi terbesar berada pada rayon Pekanbaru Kota. Konsumsi untuk rumah tangga di rayon kota (Kecamatan Pekanbaru Kota) sekitar 50%, kegiatan bisnis 35%, publik, 8%, industri 4%, dan sosial 3%. Total perkiraan karbon dioksida yang dihasilkan pada rayon kota (Kecamatan Pekanbaru Kota) sebesar 176.668,11 ton. Kecamatan Bukit Raya dengan total 71.731.921 kWh menghasilkan 32.566,29 ton karbon dioksida . Kecamatan Rumbai dengan total 52.589.272 kWh menghasilkan 23.875,53 ton karbon dioksida . Kecamatan Tampan dengan total 50.211.917 kWh menghasilkan 22.796,21 ton karbon dioksida . Gambar 18 menunjukkan grafik perbandingan emisi karbon dioksida dari konsumsi listrik pada empat kecamatan di Pekanbaru. Persentase emisi karbon dioksida terbesar dari penggunaan listrik dihasilkan di Kecamatan Pekanbaru Kota yaitu 69 persen dari total emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari penggunaan listrik yaitu. Kecamatan Bukit Raya menghasilkan 13 persen dari total emisi
61
karbon dioksida. Kecamatan Rumbai dan Kecamatan Tampan menghasilkan 9 persen emisi karbon dioksida. 176.668,11
180000 160000 140000 120000
Ton CO 2
100000 80000 60000
32.566,29 40000
23.875,53
22.796,21
20000 0 P.Kota
Bukit Raya
Rumbai
Tampan
Gambar 18. Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Listrik di Kota Pekanbaru
Karbondioksida yang dihasilkan dari penggunaan energi listrik Kota Pekanbaru paling banyak berada pada Kecamatan Pekanbaru Kota. Besarnya jumlah kWh listrik yang terpakai dikarenakan rayon Pekanbaru Kota mencakup kecamatan yang berada pada pusat kota. Total energi listrik yang terpakai di rayon Pekanbaru Kota sekitar 50 % untuk konsumsi rumah tangga. Konsumsi listrik untuk rumah tangga meliputi penggunaan bahan bakar untuk memasak, penggunaan penerangan, dan kebutuhan lain yang menggunakan energi listrik. Penggunaan energi listrik pada rayon Pekanbaru Kota 30 % dari 131.465 rumah tangga yang menggunakan energi listrik untuk penerangan. 45 % dari 23.058 rumah tangga, menggunakan energi listrik untuk keperluan bahan bakar. Kebutuhan energi listrik untuk keperluan bisnis meliputi perdagangan dan jasa, sosial kepentingan sosial seperti rumah tempat ibadah, dan ke butuhan untuk publik seperti lampu penerangan jalan dan fasilitas umum juga banyak dikonsumsi pada rayon Pekanbaru Kota. 5.3.2 Emisi Karbon Dioksida dari Sumber Penggunaan Minyak Tanah Penghitungan emisi karbon dioksida dari penggunaan minyak tanah dilakukan berdasarkan jumlah konsumsi minyak tanah untuk masing-masing kecamatan di Kota Pekanbaru dengan jumlah total rumah tangga yang
62
menggunakan minyak tanah. Hasil penghitungan emisi karbon dioksida dari penggunaan minyak tanah dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Minyak Tanah Kecamatan Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Total
RT
Total Konsumsi (ltr)
3.360 7.237.099,16 6.107 13.153.858,49 7.615 16.401.937,52 7.414 15.969.003,91 5.196 11.191.656,91 18.004 38.778.789,64 30.423 65.528.055,84 29.036 62.540.598,53 107.155 230.801.000,00
Faktor Emisi 2,52 g/liter
2,52 2,52 2,52 2,52 2,52 2,52 2,52 2,52
g CO 2
Ton CO2
18.237.489,88 18,24 33.147.723,39 33,15 41.332.882,55 41,33 40.241.889,85 40,24 28.202.975,41 28,20 97.722.549,89 97,72 165.130.700,72 165,13 157.602.308,30 157,60 581.618.520,00 581,62
Sumber: Data Sekunder dan Hasil Analisis
Pada Tabel 15, jumlah total konsumsi minyak tanah di Kota Pekanbaru untuk tahun 2004 adalah sekitar 230.801.000 liter berasal dari 107.155 rumah tangga yang menggunakan minyak tanah. Perkiraan emisi karbon dioksida yang dihasilkan adalah sebesar 581,62 ton. Emisi karbon dioksida dari penggunaan minyak tanah terbesar berada di Kecamatan Bukit Raya yaitu dengan total konsumsi 65.528.055,84 liter serta karbon dioksida yang dihasilkan sebesar 165,13 ton, Kecamatan Tampan menghasilkan sekitar 57,60 ton, Kecamatan Rumbai menghasilkan sekitar 97,72 ton, Kecamatan Limapuluh menghasilkan sekitar 41,33 ton, Kecamatan Sukajadi menghasilkan sekitar 40,24 ton, Kecamatan Senapelan menghasilkan sekitar 33,15
ton, Kecamatan Sail menghasilkan sekitar 28,20 ton dan Kecamatan Pekanbaru Kota menghasilkan 18,24 ton. Pada Gambar 19 dapat dilih a t grafik perbandingan emisi karbon dioksida dari penggunaan minyak tanah di delapan kecamatan di Pekanbaru. Persentase terbesar dari penggunaan minyak tanah dihasilkan di Kecamatan Bukit Raya yaitu 28 persen dari total emisi karbon dioksida, Kecamatan Tampan 27 persen, Kecamatan Rumbai 17 persen, Kecamatan Sukajadi dan Kecamatan Limapuluh 7 persen, Kecamatan Senapelan 6 persen, Kecamatan Sail 5 persen dan Kecamatan Pekanbaru Kota 3 persen.
63
180,00
165,13
157,60
160,00 140,00 120,00
Ton CO 2
97,72 100,00 80,00 60,00
41,33 40,00
18,24
40,24
33,15
28,20
20,00 0,00 P.Kota
Senapelan
Lima puluh
Sukajadi
Sail
Rumbai
Bukit Raya
Tampan
Gambar 19. Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Minyak Tanah di Kota Pekanbaru
Penggunaan energi minyak tanah paling besar berada di Kecamatan Bukit Raya. Besarnya kebutuhan tersebut dikarenakan masyarakat membutuhkan energi minyak tanah untuk keperluan memasak, bahkan masih banyak terdapat masyarakat yang menggunakan kayu bakar untuk keperluan memasak. Berbeda dengan kecamatan yang berada pada pusat kota, dimana sulit untuk menemukan kayu bakar, sehingga untuk kebutuhan rumah tangga banyak yang menggunakan energi listrik. Grafik perbandingan emisi karbon dioksida terlihat bahwa nilai yang tinggi berada pada kecamatan yang mempunyai luas vegetasi lebih banyak. Selain menggunakan minyak tanah, kayu bakar merupakan pilihan bagi masyarakat untuk digunakan sebagai kebutuhan energi. 5.3.3 Emisi Karbon Dioksida dari Sumber Penggunaan Premium Penghitungan emisi karbon dioksida dari penggunaan premium sebagai bahan bakar dilakukan dengan pendekatan berdasarkan jumlah konsumsi premium dari masing-masing SPBU yang ada di setiap kecamatan Kota Pekanbaru pada tahun 2004 (Lampiran 5). Jumlah total konsumsi premium pada masing-masing Kecamatan akan diperoleh nilai karbon dioksida digunakan pendekatan sesuai pada Tabel 1 yaitu faktor emisi untuk bahan bakar (WRI, 2001). Dari pendekatan faktor emisi tersebut, masing-masing kecamatan di Kota Pekanbaru akan diperoleh nilai karbon dioksida yang dihasilkan dari penggunaan premium. Hasil
64
penghitungan emisi karbon dioksida dari penggunaan premium disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Premium Kecamatan
Total BB (l)
Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Total
7.209.000 6.653.000 6.250.000 16.810.000 19.546.000 18.960.000 28.757.000 39.025.000 143.210.000
Faktor Emisi (g CO 2/l)
2,3 2,3 2,3 2,3 2,3 2,3 2,3 2,3
Emisi CO 2 (ton)
16,58 15,30 14,38 38,66 44,96 43,61 66,14 89,76 329,38
Sumber: Data Sekunder dan Hasil Analisis
Pada Tabel 16 terlihat bahwa dari total penggunaan premium di Kota Pekanbaru pada tahun 2004 yang berjumlah 143.210.000 liter dan perkiraan karbon dioksida yang dihasilkan sebesar 329,38 ton. Konsumsi terbesar berada pada Kecamatan Tampan yaitu dengan total konsumsi 39.025.000 liter dan perkiraan emisi karbon dioksida yang dihasilkan sebesar 89,76 ton. Secara berurutan perkiraan emisi karbon dioksida yang dihasilkan adalah Kecamatan Bukit Raya sekitar 66,14 ton, Kecamatan Sail sekitar 44,96 ton, Kecamatan Rumbai sekitar 43,61 ton, Kecamatan Sukajadi sekitar 38,66 ton, Kecamatan Pekanbaru Kota sekitar 16,58 ton, Kecamatan Senapelan sekitar 15,30 ton, dan Kecamatan Limapuluh sekitar 14,38 ton. Pada Gambar 20 disajikan grafik perbandingan emisi karbon dioksida dari penggunaan premium pada delapan kecamatan di Kota Pekanbaru. Persentase emisi karbon dioksida dari penggunaan premium dihasilkan di Kecamatan Tampan yaitu sekitar 27 persen dari total emisi karbon dioksida , Kecamatan Bukit Raya 20 persen, Kecamatan Sail 14 persen, Kecamatan Rumbai 13 persen, Kecamatan Sukajadi 12 persen, Kecamatan Peka nbaru Kota dan Kecamatan Senapelan 5 persen, serta emisi terkecil berada pada Kecamatan Limapuluh yaitu 4 persen.
65
90,00
89,76
80,00 70,00
66,14
60,00
Ton CO 2
44,96
50,00 40,00
43,61
38,66
30,00 20,00
16,58
15,30
14,38
10,00 0,00 P.Kota
Senapelan
Lima puluh
Sukajadi
Sail
Rumbai
Bukit Raya
Tampan
Gambar 20. Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Premium di Kota Pekanbaru
Persentase emisi karbon dioksida dari penggunaan premium dihasilkan di Kecamatan Tampan yaitu sekitar 27 persen dari total emisi karbon dioksida , Kecamatan Bukit Raya 20 persen, Kecamatan Sail 14 persen, Kecamatan Rumbai 13 persen, Kecamatan Sukajadi 12 persen, Kecamatan Pekanbaru Kota dan Kecamatan Senapelan 5 persen, serta emisi terkecil berada pada Kecamatan Limapuluh yaitu 4 persen. 5.3.4 Emisi Karbon Dioksida dari Sumber Penggunaan Solar Penghitungan emisi karbon dioksida dari penggunaan solar sebagai bahan bakar transportasi kota dilakukan dengan pendekatan berdasarkan jumlah konsumsi solar pada masing-masing SPBU yang ada disetiap kecamatan Kota Pekanbaru pada tahun 2004 (lampiran 5). Dari jumlah total konsumsi solar pada masing-masing kecamatan diperoleh untuk memperkirakan nilai karbon dioksida dengan menggunakan pendekatan pada Tabel 1 yaitu faktor emisi untuk bahan bakar (WRI, 2001). Dari pendekatan faktor emisi tersebut, masing-masing kecamatan di Kota Pekanbaru akan diketahui perkiraan nilai karbon dioksida yang dihasilkan dari penggunaan solar. Hasil penghitungan emisi karbon dioksida dari penggunaan solar disajikan pada Tabel 17.
66
Tabel 17. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Solar Kecamatan
Total BB (l)
Faktor Emisi (g CO 2/l)
Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Total
1.206.000 1.521.000 3.288.000 2.611.000 10.468.000 11.775.000 24.650.000 52.579.000 108.098.000
2,7 2,7 2,7 2,7 2,7 2,7 2,7 2,7
Emisi CO 2 (ton)
3,26 4,11 8,88 7,05 28,26 31,79 66,56 141,96 291,86
Sumber: Data Sekunder dan Hasil Analisis
Pada Tabel 17 terlihat bahwa dari total penggunaan solar di Kota Pekanbaru pada tahun 2004 yang berjumlah 108.098.000 liter dan karbon dioksida yang dihasilkan sekitar 291,86 ton. Konsumsi terbesar berada pada Kecamatan Tampan yaitu dengan total konsumsi 52.579.000 liter dan karbon dioksida yang dihasilkan sekitar 141,96 ton. Secara berurutan emisi karbon dioksida yang dihasilkan adalah Kecamatan Bukit Raya sekitar 66,56 ton, Kecamatan Rumbai sekita r 31,79 ton, Kecamatan Sail sekitar 28,26 ton, Kecamatan Limapuluh sekitar 8,88 ton, Kecamatan Sukajadi sekitar 7,05 ton, Kecamatan Senapelan sekitar 4,11 ton, dan Kecamatan Pekanbaru Kota sekitar 3,26 ton.
160,00
141,96 140,00 120,00
Ton CO 2
100,00 80,00
66,56
60,00 40,00 20,00
28,26 3,26
4,11
8,88
31,79
7,05
0,00 P.Kota
Senapelan Lima puluh
Sukajadi
Sail
Rumbai
Bukit Raya
Tampan
Gambar 21. Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida Dihasilkan dari Penggunaan Solar di Kota Pekanbaru
yang
67
Gambar 21 menunjukkan grafik perbandingan emisi karbon dioksida dari penggunaan solar pada delapan kecamatan di Pekanbaru. Persentase emisi karbon dioksida dari penggunaan solar yang dihasilkan di Kota Pekanbaru adalah Kecamatan Tampan menghasilkan 49 persen dari total emisi karbon dioksida , Kecamatan Bukit Raya 23 persen, Kecamatan Rumbai 11 persen, Kecamatan Sail 10 persen, Kecamatan Limapuluh 3 persen, Kecamatan Sukajadi 2 persen, serta emisi karbon dioksida terkecil berada pada Kecamatan Senapelan dan Kecamatan Pekanbaru Kota yaitu 1 persen. Besarnya nilai karbon dioksida yang dihasilkan pada Kecamatan Tampan karena wilayah ini banyak terdapat aktifitas transportasi untuk jenis kendaraan bis. Secara visual bayak ditemukan terminal-terminal truk sebagai pendukung kegiatan perdagangan dan jasa. Salah satu kecamatan di pusat kota yaitu Kecamatan sail, nilai karbon dioksida lebih besar dibandingkan empat kecamatan lainnya karena pada Kecamata n Sail terdapat aktifitas pelabuhan sebagai tempat keluar dan masuknya barang-barang. 5.3.5 Total Emisi Karbon Dioksida Nilai total emisi karbon dioksida dihitung berdasarkan energi yang digunakan masyarakat di Kota Pekanbaru. Energi yang dihitung dengan tabulasi data berasal dari pemakaian listrik, minyak tanah, premium dan solar. Total nilai diperoleh berdasarkan nilai karbon dioksida yang dihitung sesuai pada Tabel 14,15, 16, dan 17. Hasil penghitungan total emisi karbon dioksida disajikan pada Tabel 18. Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa nilai karbon dioksida Kota Pekanbaru yang berasal dari konsumsi listrik, minyak tanah, premium, dan solar pada tahun 2004 dari hasil analisis adalah sekitar 257.109,01 ton. Sumbangan karbon dioksida yang paling besar be rasal dari konsumsi di Kecamatan Pekanbaru Kota yaitu dengan nilai karbon dioksida sebesar 176.706,19 ton. Kecamatan Bukit Raya 32.864,12 ton, Kecamatan Rumbai 24.048,65 ton, Kecamatan Tampan 23.185,53 ton, Kecamatan Sail 101,42 ton, Kecamatan Sukajadi 85,95 ton,
68
Kecamatan Limapuluh 64,59 ton, dan sumbangan yang terkecil berasal dari Kecamatan Senapelan yaitu sebesar 52,56 ton. Tabel 18. Total Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Aktivitas Kota (Listrik, Minyak Tanah, Premium dan Solar) Kecamatan
Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Total
Sumber Karbon dioksida (ton) Listrik M.Tanah Premium
176.668,11 -
23.875,53 32.566,29 22.796,21 255.906,15
18,24 33,15 41,33 40,24 28,20 97,72 165,13 157,60 581,62
16,58 15,30 14,38 38,66 44,96 43,61 66,14 89,76 329,38
Solar
3,26 4,11 8,88 7,05 28,26 31,79 66,56 141,96 291,86
Total
176.706,19 52,56 64,59 85,95 101,42 24.048,65 32.864,12 23.185,53 257.109,01
Sumber: Hasil Analisis
Grafik perbandingan total emisi karbon dioksida tiap kecamatan disajikan pada Gambar 22. Persentase emisi karbon dioksida dari penggunaan energi masyarakat Kota Pekanbaru meliputi pemakaian listrik, minyak tanah, premium dan solar pada masing-masing kecamatan memberikan sumbangan karbon dioksida sebesar 257.109,01 ton. Persentase karbon dioksida yang dihasilkan yaitu: Kecamatan Pekanbaru Kota sebesar 68,73 persen, Kecamatan Senapelan 0,02 persen, Kecamatan Limapuluh dan Kecamatan Sukajadi masing-masing 0,03 persen, Kecamatan Sail 0,04 persen, Kecamatan Rumbai 9,35 persen, Kecamatan Bukit Raya 12,78 persen, dan Kecamatan Tampan 9,02 persen. Total karbon dioksida yang diperoleh yang berasal dari masing-masing sumber yaitu listrik, minyak tanah, premium, dan solar, sumbangan karbon dioksida yang paling besar berasal dari penggunaan bahan bakar untuk pembangkit listrik yaitu sebesar 255.906,15 ton (99,53 %). Konsumsi minyak tanah menghasilkan sekitar 581,62 ton (0,23 %). Konsumsi premium menghasilkan sekitar 329,38 ton (0,13 %) karbon dioks ida , dan konsumsi solar menghasilkan sekitar 291,86 ton (0,11 %) karbon dioksida . Grafik perbandingan disajikan pada Gambar 23.
69
180.000
176.706,19
160.000 140.000 120.000
Ton CO 2
100.000 80.000 60.000
32.864,12
40.000
24.048,65
20.000
52,56
64,59
85,95
23.185,53
101,42
0 Pekanbaru
Senapelan
Limapuluh
Sukajadi
Sail
Rumbai
Bukit Raya
Tampan
Gambar 22. Grafik Perbandingan Total Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan untuk Setiap Kecamatan di Kota Pekanbaru
300.000
255.906,15
250.000 200.000
Ton CO 2
150.000 100.000 50.000
581,62
329,38
291,86
0
Listrik
M.Tanah
Premium
Solar
Gambar 23. Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida Berdasarkan Sumber yang Dihasilkan di Kota Pekanbaru
5.4 Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida Jumlah luas dan sebaran vegetasi diperoleh dari klasifikasi tipe vegetasi. Luas dan sebaran vegetasi diguna kan untuk mengetahui perkiraan kecukupan vegetasi menyerap karbon dioksida . Nilai emisi karbon dioksida digunakan untuk melihat sebaran dan jumlah emisi karbon dioksida pada masing-masing kecamatan. Selisih emisi karbon dioksida yang dihasilkan serta kecukupan vegetasi yang diperoleh dari hasil klasifikasi tipe vegetasi untuk menyerap emisi karbon dioksida disajikan pada Tabel 19.
70
Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida Kecamatan
Emisi CO2 (ton)
Serapan CO2 Oleh Vegetasi (ton)
Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan
176.706,19 52,56 64,59 85,95 101,42 24.048,65 32.864,12 23.185,53 257.109,01
18,47 166,27 2.588,14 99,06 1.516,90 506.266,23 975.829,10 164.808,67 1.651.292,85
Total
Selisih Emis i dan Serapan CO2 (ton) * -176.687,71 113,71 2.523,55 13,11 1.415,48 482.217,58 942.964,98 141.623,14 1.394.183,84
*
Sumber: Hasil Analisis Perkiraan Jumlah Yang Tidak Terserap
Secara keseluruhan daerah yang bervegetasi berdasarkan hasil klasifikasi citra tahun 2004 di Kota Pekanbaru dengan luas 31,750.339 hektar diperkirakan mampu menyerap emisi karbon dioksida dari konsumsi energi dengan perkiraan serapan keseluruhan vegetasi sekitar 1,651,292.85 ton (perhitungan disajikan pada Lampiran 6). Emisi karbon dioksida yang dihasilkan sebesar 257.109,01 ton. Nilai selisih karbon dioksida yang diperoleh adalah sekitar 1.394.183,84 ton karbon dioksida . Masing-masing kecamatan mempunyai nilai kemampuan vegetasi yang berbeda -beda untuk menyerap emisi karbon dioksida. Secara berurutan nilai selisih emisi karbon dioksida dan serapan karbon dioksida dari yang terbesar adalah Kecamatan Bukit Raya mempunyai nilai selisih sebesar 942.964,98 ton, Kecamatan Rumbai 482.217,58 ton, Kecamatan Tampan 141.623,14 ton, Kecamatan Limapuluh 2.523,55 ton, Kecamatan Sail 1.415,48 ton, Kecamatan Senapelan 113,71 ton, dan Kecamatan Sukajadi 13,11 ton. Sementara Kecamatan Pekanbaru Kota mempunyai nilai emisi karbon dioksida yang paling tinggi yaitu 176.706,19 ton. Perkiraan vegetasi yang ada hanya mampu menyerap 18,47 ton karbon dioksida. 5.5 Analisis Kebutuhan Luas Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau merupakan salah satu bentuk dari ruang terbuka kota dan merupakan salah satu komponen penjaga keseimbangan ekosistem kota.
71
Keseimbangan ekologi di wilayah perkotaan sangat diperlukan karena pembangunan fisik kota terus meningkat. Penetapan luasan yang harus disediakan untuk menciptakan ruang terbuka hijau di suatu wilayah dapat diterapkan dalam suatu standar sebagai berikut: 5.5.1 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1988 Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 tentang penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di wilayah perkotaan menetapkan bahwa minimal 40 persen dari luas wilayah harus terbuka dan hijau. Berdasarkan standar yang ditetapkan maka wilayah Kota Pekanbaru yang harus dijadikan kawasan hijau minimal dengan luas 25.290 hektar. Kebutuhan ruang terbuka hijau dengan standar Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 untuk masingmasing kecamatan disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1988 Kecamatan Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Total
Luas (ha) 226 665 404 510 326 20.303 29.908 10.884 63.226
Standar Luas RTH Kebutuhan RTH (ha) 40 % 90 40 % 266 40 % 162 40 % 204 40 % 130 40 % 8.121 40 % 11.963 40 % 4.354 25.290
Sumber: Data Sekunder dan Hasil Analisis
Kebutuhan ruang terbuka hijau Kota Pekanbaru dengan sebaran pada masing-masing kecamatan berjumlah minimal 25.290 hektar. Kesesuaian kebutuhan ruang terbuka hijau pada tahun 2004 diketahui berdasarkan existing condition kawasan hijau yang diperoleh dari analisis penutupan lahan. Luas existing condition kawasan hijau dan selisih antara kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 14 tahun 1988 disajikan pada Tabel 21. Sesuai dengan tujuannya bahwa standar luas digunakan adalah untuk tujuan : (1) meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar,
72
bersih dan sebagai sarana pengamanan lingkungan dan (2) menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat. Tabel 21. Selisih Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 dengan Existing Condition Kawasan Hijau Tahun 2004 Kecamatan Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Total
Existing RTH (ha)
Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 (ha)
0,353 3,173 50,246 1,851 28,649 9.596,980 18.929,067 3.140,020 31.750,339
90 266 162 204 130 8.121 11.963 4.354 25.290
Selisih (ha) *
89,647 * 262,827 * 111,754 * 202,149 * 101,351 1.475,980 6.966,067 * 1.213,980 6.460,339
* Sumber: Hasil Analisis, Jumlah Kekurangan L uas RTH
Berdasarkan standar Inmendagri No.14/88 ruang terbuka hijau di Kecamatan Rumbai dan Bukit Raya masih memenuhi syarat minimal 40 persen dari luas areal. Enam kecamatan lainnya tidak memenuhi syarat dengan jumlah kekurangan ruang terbuka hijau masing-masing disajikan pada Tabel 22. Ruang terbuka hijau di Kecamatan Pekanbaru Kota berjumlah 0,39 persen dari standar luas yang ditentukan. Terdapat kekurangan sekitar 89,647 hektar atau 99,61 persen dari standar yang ditentukan. Kecamatan Senapelan 1,19 persen, Kecamatan Limapuluh 31,02 persen, Kecamatan Sukajadi 0,91, Kecamatan Sail 22,04 persen, dan Kecamatan Tampan 72,12 persen dari standar yang ditentukan. Ada kecenderungan bahwa kekurangan ruang terbuka hijau lebih besar berada pada kecamatan di Pusat Kota Pekanbaru. Pengembangan kegiatan perkotaan masih diarahkan pada lima kecamatan di pusat kota. Luas daerah yang relatif kecil serta aktifitas masyarakat dan kawasan pemukiman berada pada kecamatan di pusat Kota, sehingga sulit untuk mendapatkan areal yang akan dijadikan ruang terbuka dan hijau.
73
5.5.2 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Kebutuhan luas ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk yaitu 40 meter persegi untuk setiap jiwa. Sebaran penduduk belum merata untuk tiap kecamatan. Jumlah penduduk yang berada di kecamatan pada pusat kota mempunyai kecenderungan lebih tinggi dengan kepadatan 135 jiwa/hektar pada Kecamatan Pekanbaru Kota, Senapelan 55 jiwa/hektar, Limapuluh 102 jiwa/hektar, Sukajadi 121 jiwa/hektar, Sail 66 jiwa/hektar, Rumbai 5 jiwa/hektar, Bukit Raya 7 jiwa/hektar, dan Tampan 14 jiwa/hektar. Kebutuhan ruang terbuka hijau untuk masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Kecamatan Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Total
Jumlah Penduduk 30.568 36.485 41.154 61.586 21.564 99.713 210.422 152.428 653.920
Standar Luas RTH 40 m2/jiwa 40 m2/jiwa 40 m2/jiwa 40 m2/jiwa 40 m2/jiwa 40 m2/jiwa 40 m2/jiwa 40 m2/jiwa
Kebutuhan RTH (m2) 1.222.720 1.459.400 1.646.160 2.463.440 862.560 3.988.520 8.416.880 6.097.120 26.156.800
Kebutuhan RTH (ha) 122 146 165 246 86 399 842 610 2.616
Sumber: Data Sekunder dan Hasil Analisis
Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk yang paling besar terdapat di Kecamatan Bukit Raya. Kecamatan Bukit Raya terdapat 210.422 jumlah penduduk, sehingga memerlukan minimal 610 hektar ruang terbuka hijau. Kebutuhan ruang terbuka hijau di Kecamatan Bukit Raya mempunyai persentase luas sekitar 32,19 persen dari seluruh penduduk di Kota Pekanbaru. Kesesuaian ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk dengan existing condition ruang terbuka hijau disajikan pada Tabel 23. Berdasarkan existing condition ruang terbuka hijau, terdapat lima kecamatan yang tidak sesuai dengan standar kebutuhan ditinjau dari jumlah penduduk.
Kecamatan
Sukajadi
merupakan
daerah
yang
paling
besar
membutuhkan ruang terbuka hijau, yaitu sekitar 244,5 hektar. Tiga kecamatan yang sesuai dengan standar yaitu Kecamatan Rumbai, Bukit Raya , dan Tampan.
74
Tiga kecamatan ini mempunyai jumlah penduduk lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk yang berada pada kecamatan di pusat Kota Pekanbaru. Kebutuhan ruang terbuka hijau pada tiga kecamatan tersebut masih tercukupi. Kecamatan dengan areal yang lebih luas serta keberadaan ruang terbuka hijau relatif masih lebih besar luasannya, sehingga kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk masih terpenuhi. Tabel 23. Kesesuaian Existing Condition RTH terhadap Standar Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Kecamatan Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Total
Luas RTH (ha) 0,353 3,173 50,246 1,851 28,649 9.596,980 18.929,067 3.140,020 31.750,339
Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk (ha) 122 146 165 246 86 399 842 610 2.616
* Sumber: Hasil Analisis, Jumlah kekurangan luas RTH
Selisih (ha) -121,919* -142,767* -114,370* -244,493* -57,607* 9.198,128 18.087,379 2.530,308 29.134,659
5.5.3 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Sebaran Emisi Karbon Dioksida Kebutuhan luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan untuk menyerap emisi karbon dioksida disajikan pada Tabel 24. Jumlah emisi karbon dioksida yang telah dihitung, serapannya diasumsikan dengan nilai serapan karbon dioksida oleh ruang terbuka hij au dengan vegetasi pohon yaitu sekitar 58,2576 ton per tahun per hektar. Berdasarkan jumlah dan sebaran emisi karbon dioksida pada masingmasing kecamatan, secara total Kota Pekanbaru membutuhkan sekitar 4.413 hektar lahan berpohon. Kecamatan Pekanbaru Kota paling besar membutuhkan ruang terbuka hijau. Jumlah karbon dioksida sekitar 176.706 ton pada tahun 2004 maka memerlukan ruang terbuka hijau (areal berpohon) sekitar 3.033 hektar. Ruang terbuka hijau yang diperlukan di Kecamatan Pekanbaru Kota untuk
75
menyerap emisi karbon dioksida sekitar 68,73 persen dari seluruh kebutuhan Kota Pekanbaru. Tabel 24. Kebutuhan RTH Berdasarkan Emisi Karbon Dioksida Kecamatan Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Total
Jumlah Emisi CO 2 Tahun 2004 (ton) 176.706 53 65 86 101 24.049 32.864 23.186 257.109
Serapan CO 2/ Tahun/ha (Pohon) 58,2576 58,2576 58,2576 58,2576 58,2576 58,2576 58,2576 58,2576
Kebutuhan RTH (ha) 3.033 1 1 1 2 413 564 398 4.413
Sumber: Data Sekunder dan Hasil An alisis
Berdasarkan existing condition ruang terbuka hijau Kota Pekanbaru tahun 2004, hanya Kecamatan Pekanbaru Kota yang tidak sesuai antara jumlah emisi karbon dioksida dan ruang terbuka hijau yang ada. Tujuh kecamatan lainnya dengan ruang terbuka hijau yang ada masih memenuhi syarat. Kesesuaian ruang terbuka hijau berdasarkan emisi karbon dioksida dengan existing condition ruang terbuka hijau disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Kesesuaian Existing Condition RTH terhadap Emisi Karbon Dioksida Kecamatan Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Total
Luas RTH 0,353 3,173 50,246 1,851 28,649 9.596,980 18.929,067 3.140,020 31.750,339
Kebutuhan RTH Berdasarkan Emisi CO 2 3.033 1 1 1 2 413 564 398 4.413
* Sumber: Hasil Analisis, Jumlah kekurangan luas RTH
Selisih -3.032,647* 2,173 49,246 0,851 26,649 9.183,980 18.365,067 2.742,020 27.337,339
Secara total ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru masih mencukupi untuk menyerap karbon dioksida . Hanya Kecamatan Pekanbar u Kota yang masih kekurangan ruang terbuka hijau yaitu sekitar 3.032, 647 hektar dari karbon dioksida yang dihasilkan. Untuk Kecamatan Rumbai, Bukit Raya, dan Tampan,
76
karbon dioksida yang dihasilkan mampu diserap karena didukung dengan vegetasi yang cukup. Sementara untuk Kecamatan Senapelan, Limapuluh, Sukajadi, dan Sail, jumlah ruang terbuka hijau relatif sangat sedikit. Meskipun keberadaan ruang terbuka hijau relatif sangat sedikit, diperkirakan masih cukup untuk menyerap karbon dioksida yang dihasilkan. Kecukupan tersebut disebabkan oleh rendahnya nilai karbon dioksida yang dihasilkan. 5.5.4 Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Existing Condition Ruang Terbuka Hijau Klasifikasi penutupan lahan untuk areal bervegetasi menghasilkan luas sekitar 31.750,34 hektar. Sebaran luas untuk setiap kecamatan disajikan pada Tabel 26. Berdasarkan sebaran dan luas, maka dapat diketahui ketercukupan ruang terbuka hijau sesuai dengan kategori yang ditetapkan. Tabel 26. Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Existing Condition Ruang Terbuka Hijau Kecamatan
Luas RTH (ha)
Pekanbaru Kota 0,353 Senapelan 3,173 Limapuluh 50,246 Sukajadi 1,851 Sail 28,649 Rumbai 9.596,980 Bukit Raya 18.929,070 Tampan 3.140,020 Total 31.750,340 Sumber: Hasil Analisis
Kebutuhan RTH (ha) Berdasarkan Luas Jumlah Emisi Wilayah Penduduk CO2
Ketercukupan RTH (ha) Berdasarkan Luas Jumlah Emisi Wilayah Penduduk CO2
90
122
3.033
-89,65
-121,92
266
146
1
-262,83
-142,77
-3.032,65 2,17
162 204
165 246
1 1
-111,75 -202,15
-114,37 -244,49
49,25 0,85
130
86
2
-101,35
-57,61
26,65
8.121
399
413
1.475,98
9.198,13
9.183,98
11.963
842
564
6.966,07
18.087,38
18.365,07
4.354 25.290
610 2.616
398 4.413
-1.213,98 6.460,34
2.530,31 29.134,66
2.742,02 27.337,34
Kebutuhan ruang terbuka hijau secara makro untuk Kota Pekanbaru, luas areal bervegeta si masih mencukupi berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan emisi karbon dioksida. Luas areal bervegetasi sekitar 31.750,34 hektar. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan emisi karbon dioksida masing-masing adala h 25.290 hektar, 2.616 hektar, dan 4.413 hektar. Kebutuhan ruang terbuka hijau secara mikro untuk skala kecamatan, luas areal bervegetasi belum mencukupi.
77
Berdasarkan luas wilayah, Kecamatan Pekanbaru Kota, Senapelan, Limapuluh, Sukajadi, Sail, dan Tampan masing-masing kekurangan vegetasi dengan luas 89,65 hektar, 262,83 hektar, 111,75 hektar, 202,15 hektar, 101,35 hektar, dan 1.213,98 hektar. Berdasarkan jumlah penduduk, kebutuhan ruang terbuka hijau untuk skala kota masih mencukupi. Kebutuhan untuk skala mikro atau kecamatan, masih terdapat kekurangan vegetasi yaitu Kecamatan Pekanbaru Kota, Senapelan, Limapuluh, Sukajadi, Sail masing-masing 121,92 hektar, 142,77 hektar, 114,77 hektar, 244,49 hektar, dan 57,61 hektar. Berdasarkan jumlah emisi karbon dioksida untuk skala kota, ruang terbuka hijau masih mencukupi. Kebutuhan ruang terbuka hijau untuk skala mikro, Kecamatan Pekanbaru Kota kekurangan vegetasi dengan luas sekitar 3.032,65 hektar. 5.6 Analisis Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota untuk Kawas an Hijau terhadap Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Penggunaan lahan untuk masing-masing peruntukan tersebar dan berada pada beberapa kecamatan. Rencana penggunaan lahan mempunyai kawasan terbesar untuk lahan pemukiman. Luas penggunaan lahan untuk masing-masing kawasan pada tahun 2004 di Kota Pekanbaru disajikan pada Tabel 27. Sebaran penggunaan lahan untuk masing-masing kawasan tahun 2004 di Kota Pekanbaru disajikan pada Gambar 24. Rencana penggunaan lahan Kota Pekanbaru untuk tahun 2004 sebagian besar didominasi oleh kawasan perumahan yaitu dengan luas 35.531,23 hektar atau sekitar 56,20 persen dari total luas wilayah Kota Pekanbaru. Rencana penggunaan lahan untuk areal ruang terbuka hijau terdiri dari penggunaan untuk kawasan hutan/hutan lindung dan kawasan pertanian. Kawasan terbuka hijau mempunyai luas sekitar 12.790,73 hektar atau 20,23 persen. Rencana kawasan terbuka hijau ini hanya tersebar pada tiga kecamatan yaitu Kecamatan Bukit Raya dengan luas 9.756,44 hektar, Kecamatan Rumbai dengan luas 2.815,53 hektar, dan Kecamatan Tampan dengan luas 218,76 hektar. Kecamatan yang tidak terdapat adanya rencana penggunaan untuk kawasan terbuka hijau adalah Kecamatan Pekanbaru Kota, Senapelan, Limapuluh, Sukajadi, dan Sail. Sebaran dan luas penggunaan lahan lainnya masing-masing
78
yaitu kawasan perumahan, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan campuran, kawasan industri, kawasan sempadan sungai, kawasan olahraga dan rekreasi, kawasan limitasi, kawasan Caltex, dan kawasan bandara. Tabel 27. Rencana Penggunaan Lahan Kota Pekanbaru Tahun 2004 Kawasan Peruntukan Lahan Bandara Caltex Campuran Hutan/Hutan Lindung
Lokasi (kecamatan) dan Luas Bukit Raya
Lima Puluh
P.Baru
726,53
-
-
-
-
-
-
1.192,09
605,67
15,19
6.811,85
-
Industri
2.336,08
-
Limitasi
1.294,81
-
Olah Raga/Rekreasi
181,63
-
Perdagangan & Jasa
291,01
23,73
Pertanian Perumahan Kepadatan Sedang Perumahan Kepadatan Tinggi Sempadan Sungai
17,72
Rumbai
Sail
Sn.pelan
Sk.jadi
Tampan
-
-
-
311,93
-
-
-
1.038,46
-
1.192,09
475,66
42,43
120,20
1.087,38
2.376,50
2.815,53
-
-
-
218,76
9.846,14
-
6,73
-
-
-
345,88
2.688,68
-
1.554,53
-
-
-
479,06
3.328,41
-
696,15
-
-
-
1.229,41
2.107,19
31,89
135,33
0,24
-
12,26
Total
54,52
203,22
739,95
2.944,59
-
-
-
-
-
-
-
2.944,59
13.834,99
-
-
11.784,70
-
-
16,23
6.415,40
32.051,32
456,30
365,08
176,39
634,06
283,32
544,80
427,00
592,95
3.479,91
424,54
-
-
1.008,23
-
-
-
-
1.432,76 63.226,00
Total
Sumber: Bappeda Kota Pekanbaru Tahun 2002
5.6.1 Kesesuaian RUTRK Kawasan Hijau Terhadap Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1988 Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 menetapkan bahwa minimal 40 persen dari luas wilayah harus terbuka dan hijau. Berdasarkan standar yang ditetapkan maka wilayah Kota Peka nbaru yang harus dijadikan kawasan hijau minimal sebesar 25.290 hektar. Kesesuaian antara Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan hijau dengan kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan standar Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 untuk masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 28. Ruang terbuka hijau yang dibutuhkan berdasarkan standar Inmendagri adalah dengan luas sekitar 25.290 hektar. Kawasan hijau berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan hijau adalah se kitar 12.790,733 hektar. Berdasarkan standar yang ditetapkan dalam Inmendagri No. 14 Tahun 1988, Kota Pekanbaru memliki kekurangan ruang terbuka hijau sekitar 12. 499,267 hektar. Jumlah kekurangan ruang terbuka hijau bervariasi untuk masing-masing kecamatan, nilainya disajikan pada Tabel 28.
786500
780000
773500
767000
760500
K e M ed an / D u m ai
R ENCANA PENGGUNAAN LAHAN KO TA PEKANB ARU TAHU N 2004
K AB . SI A K N
W
71500
715 00
E S
K A B . S IA K L eg en d a
K e c. R u m b ai
Bat as Ka bu pa ten Bat as Ke cam at a n 65000
650 00
Sun ga i Kawa san H utan / H utan Lind ung Kawa san Pe rumah an Kepad ata n T inggi
K OT A P EK AN B A R U
K A B. K A M PA R
Kec. K ec . Se n ap e l an L im a p u lu h K ec . Pe ka n b a ru K o ta
58500
Kec. S u ka ja d i
Kawa san Pe rumah an Kepad ata n Sedang Kawa san Pe rtanian Kawa san Pe rdaga ngan / Jasa Kawa san C ampuran Kawa san I ndustri
K e c. B u k it R a ya 585 00
Kawa san Se mpadan Sun gai Kawa san Olahraga / R ekreasi Kawa san L im ita si Kawa san C altex Kawa san Ba ndara
Ke c . S ai l
K ec . T am p an
Sumber : RUTRK KOTA PEKAN BARU 1993/1994 - 2003/2004 520 00
786500
K A B . P EL A L A W A N
780000
773500
767000
760500
52000
Gambar 24. Rencana Penggunaan Lahan Kota Pekanbaru Tahun 2004 ( RUTRK Pekanbaru, 2001)
80
Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun 1988 Kecamatan Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Total
*
RUTRK Untuk RTH (ha) 0 0 0 0 0 2.815,533 9.756,437 218,763 12.790,733
Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 90 266 162 204 130 8.121 11.963 4.354 25.290
Selisih (ha) -90* -266 * -162 * -204 * -130 * -5.305,467 * -2.206,563 * -4.135,237 * -12.499,267 *
Sumber: Hasil Analisis, Jumlah Kekurangan L uas RTH
5.6.2 Kesesuaian RUTRK Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Revisi Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru tahun yang dilakukan pada tahun 2002 mempunyai pengaruh terhadap kawasan hijau. Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru untuk tahun 2004, khusus untuk kawasan hijau terdiri dari kawasan hutan dan kawasan pertanian. Kawasan hijau yang direncanakan terdapat pada tiga kecamatan yaitu Kecamatan Bukit Raya, Rumbai, dan Tampan dengan luas sekitar 12.790,733 hektar. Sesuai dengan analisis kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk, maka dapat diketahui perkiraan kesesuaian ruang terbuka hijau berdasarka n Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan hijau yang telah dibuat. Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota ((RUTRK) untuk kawasan hijau berdasarkan kebutuhan ruang terbuka hijau untuk jumlah penduduk disajikan pada Tabel 29. Secara total untuk kawasan Kota Pekanbaru, Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan hijau masih memenuhi syarat. Jumlah luas kawasan hijau adalah sekitar 12.790,733 hektar, sementara kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk untuk Kota Pekanbaru adalah sekitar 2.616 hektar. Berdasarkan jumlah penduduk untuk masing-masing kecamatan, terdapat dua kecamatan yang memenuhi syarat untuk kebutuhan ruang terbuka
81
hijau. Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Rumbai dan Bukit Raya. Kecamatan Pekanbaru Kota, Senapelan, Limapuluh, Sukajadi, dan Sail tidak terdapat rencana tata ruang untuk kawasan hijau. Kecamatan Tampan terdapat rencana peruntukan kawasan hijau, akan tetapi jumlahnya masih belum mencukupi untuk kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk. Tabel 29. Kesesuaian RUTRK untuk RTH Terhadap Standar Luas RTH untuk Jumlah Penduduk Kecamatan Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Total
RUTRK Untuk RTH (ha) 0 0 0 0 0 2.815,533 9.756,437 218,763 12.790,733
Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk (ha) 122 146 165 246 86 399 842 610 2.616
Selisih (ha) -122,000 -146,000 -165,000 -246,000 -86,000 2.416,533 8.914,437 -391,237 10.174,730
Sumber: Hasil Analisis
5.6.3 Kesesuaian RUTRK Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan RTH Berdasarkan Emisi Karbon Dioksida Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan hijau masih memenuhi syarat dengan luas sekitar 12.790,733 hektar. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan emisi karbon dioksida di Kota Pekanbaru adala h sekitar 4.413 hektar. Berdasarkan jumlah emisi karbon dioksida , terdapat dua kecamatan yang memenuhi syarat untuk kebutuhan ruang terbuka hijau yaitu Kecamatan Rumbai dan Bukit Raya. Rencana luas vegetasi yang telah ditetapkan pada kecamatan tersebut maka diperkirakan mampu menyerap karbon dioksida yang dihasilkan. Jumlah luas vegetasi yang direncanakan pada Kecamatan Tampan yaitu 218,763 hektar diperkirakan belum mampu menyerap karbon dioksida yang ada. Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan hijau dengan jumlah karbon dioksida pada masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 30.
82
Tabel 30. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Emisi Karbon Dioksida Kecamatan Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Total
RUTRK Untuk RTH (ha) 0 0 0 0 0 2.815,533 9.756,437 218,763 12.790,733
Kebutuhan RTH Berdasarkan Emisi CO2 3.033 1 1 1 2 413 564 398 4.413
Selisih (ha) -3.033 -1 -1 -1 -2 2.403,533 9.192,437 -179,237 8.377,420
Sumber: Data Sekunder dan Hasil Analisis
Analisis kebutuhan ruang terbuka hijau yang dilakukan berdasarkan emisi karbon dioksida berguna untuk mengetahui kesesuaian ruang terbuka hijau berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan hijau yang telah ditetapkan. Untuk memenuhi fungsinya menyerap karbon dioksida, Kecamatan Pekanbaru Kota, Senapelan, Limapuluh, Sukajadi, dan Sail membutuhkan penambahan kawasan ruang terbuka hijau dengan luas dengan luas yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan. 5.6.4 Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota Rencana Umum Tata Ruang Kota Pekanbaru tahun 2004 untuk areal terbuka hijau berjumlah 12.790,73 hektar. Ruang terbuka hijau berada pada tiga kecamatan yaitu Kecamatan Rumbai 2.815,53 hektar, Bukit Raya 9.756,44 hektar, dan Tampan 218,76 hektar. Berdasarkan sebaran dan luas, maka dapat diketahui ketercukupan ruang terbuka hijau sesuai dengan kategori yang ditetapkan. Ketercukupan ruang terbuka hijau berdasarkan Renca na Umum Tata Ruang Kota Pekanbaru tahun 2004 disajikan pada Tabel 31. Jumlah kebutuhan ruang terbuka hijau secara makro untuk Kota Pekanbaru, luas areal bervegetasi berdasarkan luas wilayah belum mencukupi. Terdapat kekurangan dengan luas sekitar 12.499,27 hektar. Seluruh kecamatan di Kota Pekanbaru mengalami kekurangan vegetasi berdasarkan luas wilayah. Berdasarkan jumlah penduduk,
83
dan emisi karbon dioksida, luas areal bervegetasi untuk skala kota masih mencukupi. Tabel 31. Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota Kecamatan
Luas RTH
Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya
0 0 0 0 0 2.815,53 9.756,44
Tampan
Kebutuhan RTH (ha) Berdasarkan Luas Jumlah Emisi Wilayah Penduduk CO2 90 122 3.033 266 146 1 162 165 1 204 246 1 130 86 2 8.121 399 413 11.963 842 564
Ketercukupan RTH (ha) Berdasarkan Luas Jumlah Emisi Wilayah Penduduk CO2 -90,00 -122,00 -3.033,00 -266,00 -146,00 -1,00 -162,00 -165,00 -1,00 -204,00 -246,00 -1,00 -130,00 -86,00 -2,00 -5.305,47 2.416,53 2.402,53 -2.206,56 8.914,44 9.192,44
218,76
4.354
610
398
-4.135,24
-391,24
-179,24
Total 12.790,73 Sumber: Hasil Analisis
25.290
2.616
4.413
-12.499,27
10.174,73
8.377,73
Secara mikro untuk skala kecamatan berdasarkan luas wilayah, Kecamatan Pekanbaru Kota, Senapelan, Limapuluh, Sukajadi, Sail, Rumbai, Bukit Raya, dan Tampan kekurangan ruang terbuka hijau dengan luas 90 hektar, 266 hektar, 162 hektar, 204 hektar, 130 hektar, 5.305,47 hektar, 2.206,56 hektar, dan 4.135,24 hektar. Berdasarkan jumlah penduduk, kebutuhan ruang terbuka hijau untuk skala kota masih mencukupi. Kebutuhan untuk skala mikro atau kecamatan, masih terdapat kekurangan vegetasi yaitu pada Kecamatan Pekanbaru Kota, Senapelan, Limapuluh, Sukajadi, Sail, dan Tampan masing-masing 122 hektar, 146 hektar, 165 hektar, 246 hektar, 86 hektar, dan 391,24 hektar. Kecamatan Rumbai dan Bukit Raya, luas ruang terbuka hijau yang direncanakan masih mencukupi kebutuhan jumlah penduduk. Berdasarkan jumlah emisi karbon dioksida untuk skala kota, renca na tata ruang untuk kawasan terbuka hijau masih mencukupi. Kebutuhan ruang terbuka hijau untuk skala mikro, Kecamatan Pekanbaru Kota, Senapelan, Limapuluh, Sukajadi, Sail, dan Tampan masih kekurangan dengan luas masing-masing 3.033 hektar, 1 hektar, 1 hektar, 1 hektar, 2 hektar, dan 179,24 hektar.
84
5.7 Arahan Revegetasi Penghijauan dilakukan untuk memperoleh manfaat sebagai pelindung lingkungan. Untuk memperoleh keseimbangan antara aktivitas masyarakat dan daya dukung lingkungan, arahan penanaman vegetasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan ruang terbuka hijau tersebut ditetapkan berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negri No.14/88 tentang penataan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan, jumlah penduduk, dan karbon dioksida yang dihasilkan dari kebutuhan energi (listrik, minyak tanah, premium, dan solar). Dari tiga kelas kebutuhan ruang terbuka hijau, kebutuhan ruang terbuka hijau dengan luas yang paling besar diambil sebagai acuan untuk kebutuhan ruang terbuka hijau pada masing-masing kecamatan di Kota Pekanbaru. Arahan revegetasi dilakukan setelah mengetahui existing condition kawasan hijau Kota Pekanbaru dan berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru untuk kawasan hijau. 5.7.1 Penanaman Vegetasi Berdasarkan Existing Condition RTH Existing condition kawasan hijau Kota Pekanbaru tersebar tidak merata pada masing-masing kecamatan. Kawasan hijau cenderung berada pada pinggir kota yang berbatasan dengan Kabupaten lain di Kota Pekanbaru. Kecamatan pada pusat kota mempunyai kecenderungan sudah terbangun dan sedikit kawasan hijau. Kebutuhan ruang terbuka hijau diperlukan sebagai daya dukung lingkungan. Diperlukan
penanaman
kembali
untuk
kawasan
yang
mempunyai
ketidakseimbangan antara jumlah luas kawasan hijau serta kebutuhan ruang hijau untuk memenuhi fungsinya berdasarkan tiga kebutuhan yang telah ditetapkan. Arahan luas dan lokasi penanaman vegetasi disajikan pada Tabel 32. Secara total untuk kebutuhan ruang terbuka hijau pada skala kota, existing condition kawasan hijau Kota Pekanbaru luasnya mencukupi berdasarkan tiga kategori kebutuhan ruang terbuka hijau. Akan tetapi terdapat beberapa kecamatan yang mempunyai luas ruang terbuka hijau belum mampu memberikan manfaat secara mikro. Untuk mendapatkan manfaat ruang terbuka hijau sesuai dengan kategori yang telah dibuat, maka perlu dilakukan penanaman kembali vegetasi
85
dengan lokasi (kecamatan) yang dianggap paling membutuhkan. Tabel 32. Arahan Luas dan Lokasi Penanaman Vegetasi Berdasarkan Existing Condition RTH Kecamatan Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Total
Luas RTH Kesesuaian RTH (ha) (ha) Inmendagri Jumlah Penduduk Emisi CO2 * 0,353 -89,647 -121,919 -3.032,834 * 3,173 -262,827 -142,767 2,271 * 50,246 -111,754 -114,370 49,137 * 1,851 -202,149 -244,493 0,376 * 28,649 -101,351 -57,607 26,908 9.596,980 1.475,980 9.198,128 9.184,181 18.929,067 6.966,067 18.087,379 18.364,949 * 3.140,020 -1.213,980 2.530,308 2.742,037 31.750,339 6.460,339 29.134,659 27.337,026 *
Sumber: Hasil Analisis Penambahan Luas Vegetasi yang Diperlukan Untuk Tiap Kecamatan
Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan standar Inmendagri terdapat dua kecamatan dengan luas yang memenuhi syarat yaitu Kecamatan Rumbai dan Bukit Raya. Kebutuha n ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk ada tiga kecamatan yang memenuhi syarat yaitu Kecamatan Rumbai, Bukit Raya, dan Tampan. Sementara untuk kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah emisi karbon dioksida hanya Kecamatan Pekanbaru Kota yang tidak memenuhi syarat luas ruang terbuka hijau. Kecamatan Pekanbaru Kota memerlukan penambahan vegetasi dengan luas sekitar 3.032,834 hektar. Arahan penambahan vegetasi ini berguna untuk meredam emisi karbon dioksida yang berasal dari penggunaan listrik, minyak tanah, premium, dan solar. Kebutuhan luas ruang terbuka hijau berdasarkan Inmendagri dan jumlah penduduk untuk Kecamatan Pekanbaru Kota sudah diwakili dengan jumlah luas kebutuhan berdasarkan emisi karbon dioksida karena masing-masing nilainya lebih kecil. Arahan penambahan ruang terbuka hijau untuk Kecamatan Senapelan dengan luas sekitar 262,827 hektar. Penambahan vegetasi di Kecamatan Senapelan berdasarkan standar Inmendagri berguna untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyama n, segar, bersih dan sebagai sarana pengamanan lingkungan serta mencip takan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.
86
Penambahan areal bervegetasi di Kecamatan Limapuluh dan Kecamatan Sukajadi dengan luas sekitar 114,370 hektar dan 244,493 hektar. Penambahan vegetasi berguna untuk memenuhi standar kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk. Kecamatan Sail dan Tampan masing-masing memerlukan penambahan ruang terbuka hijau dengan luas sekitar 101,351 dan 1.213,980 hektar. Arahan penambahan vegetasi diperlukan berdasarkan standar Inmendagri. 5.7.2 Penanaman Vegetasi berdasarkan RUTRK Pekanbaru Tahun 2004 Rencana Umum Tata Ruang Kota Pekanbaru untuk kawasan hijau terdiri dari kawasan hutan dan ka wasan pertanian. Sebaran kawasan hijau yang direncanakan belum merata untuk tiap kecamatan. Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru untuk kawasan hijau terdapat pada tiga kecamatan yaitu Kecamatan Rumbai, Bukit Raya, dan Tampan. Kawasan hijau yang direncanakan cenderung berada pada pinggir kota yang berbatasan dengan Kabupaten lain. Kecamatan pada pusat kota mempunyai kecenderungan sudah terbangun dan sedikit kawasan hijau. Arahan penanaman vegetasi diperlukan untuk memenuhi fungsi vegetasi berdasarkan tiga kebutuhan yang telah ditetapkan. Arahan luas dan lokasi penanaman vegetasi disajikan pada Tabel 33. Tabel 33. Arahan Luas dan Lokasi Penanaman Vegetasi Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota untuk Kawasan Hijau Kecamatan Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Total
RUTRK Kaw.Hijau (ha)
0 0 0 0 0 2.815,533 9.756,437 218,763 12.790,733 *
Kesesuaian RTH Inmendagri Jumlah Penduduk Emisi CO2 -90,400 * -266,000 -161,600 -204,000 * -130,400 * -5.305,667 * -2.206,763 * -4.134,837 -12.499,667
-122,272 -145,940 * -164,616 * -246,344 -86,256 2.416,681 8.914,749 -390,949 10.175,053
*
-3.033,187 -0,902 -1,109 -1,475 -1,741 2.402,735 9.192,320 -179,220 8.377,420
Sumber: RUTRK dan Hasil Analisis Penambahan Luas Vegetasi Yang Diperlukan
87
Total kebutuhan ruang terbuka hijau pada skala kota, sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) kawasan hijau di Kota Pekanbaru luasnya mencukupi berdasarkan tiga kategori kebutuhan ruang terbuka hijau. Untuk memenuhi fungsi ruang terbuka hijau secara mikro perlu dilakukan penanaman vegetasi. Arahan penanaman vegetasi dilakukan karena masingmasing kecamatan kekurangan vegetasi untuk memenuhi fungsinya. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan standar Inmendagri semua kecamatan di Kota Pekanbaru kekurangan vegetasi untuk memenuhi fungsinya. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk ada dua kecamatan yang mencukupi yaitu Kecamatan Rumbai dan Bukit Raya. Sementara kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah emisi karbon dioksida hanya Kecamatan Rumbai dan Bukit Raya yang mencukupi ditinjau dari luas vegetasi yang direncanakan. Kecamatan Pekanbaru Kota memerlukan penambahan vegetasi dengan luas sekitar 3.033,187 hektar. Arahan penambahan vegetasi berguna untuk meredam emisi karbon dioksida dengan jumlah emisi yang tinggi. Arahan penambahan vegetasi untuk Kecamatan Senapelan dengan luas sekitar 266 hektar. Penambahan vegetasi di Kecamatan Senapelan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan berdasarkan standar Inmendagri. Arahan penambahan vegetasi di Kecamatan Limapuluh dan Kecamatan Sukajadi dengan luas sekitar 164,616 hektar dan 204 hektar. Penambahan vegetasi pada dua kecamatan tersebut berguna untuk memenuhi standar kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk. Kecamatan Sail, Rumbai, Bukit Raya dan Tampan masing-masing memerlukan penambahan vegetasi dengan luas sekitar 130,4 hektar, 5.305,667 hektar, 2.206,763 hektar, dan 4.134,837 hektar. Arahan penambahan vegetasi diperlukan berdasarkan standar Inmendagri. 5.7.3 Perbedaan Luas Penanaman Vegetasi Arahan penanaman vegetasi mempunyai perbedaan apabila ditinjau berdasarkan existing condition kawasan hijau dan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) kawasan hijau. Jumlah lua s yang berbeda dikarenakan adanya alih
88
fungsi kawasan hijau menjadi kawasan pemukiman, industri, perdagangan dan jasa, serta kawasan lain. Perbedaan luas penanaman vegetasi berdasarkan existing condition kawasan hijau dan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) kawasan hijau disajikan pada Tabel 34. Tabel 34. Perbedaan Luas Penanaman Vegetasi Antara Exsisting Condition Vegetasi dengan RUTRK Kawasan Hijau
*
Kecamatan
Exsisting Condition (ha)
Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Total
3.032,834 262,827 114,370 244,493 101,351 1.213,980 4.969,855
RUTRK Kawasan Hijau (ha) 3.033,187 266,000 164,616 246,344 130,400 5.305,667 2.206,763 4.134,837 15.487,814
Selisih (ha) 0,353* 3,173* 50,246* 1,851* 29,049* 5.305,667* 2.206,763* 2.920,857* 10.517,959
Penambahan luas penanaman vegetasi yang diperlukan sesuai Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) kawasan hijau
Sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru untuk kawasan hijau, seluruh kecamatan di Kota Pekanbaru perlu dilakukan penanaman vegetasi. Sementara berdasarkan exsisting condition kawasan hijau ada dua kecamatan yang belum memerlukan penambahan vegetasi berdasarkan tiga kategori yang telah ditetapkan, yaitu Kecamatan Rumbai dan Kecamatan Bukit Raya. Jika Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan hijau direalisasikan maka masing-masing kecamatan perlu penambahan. Kecamatan Rumbai dan Kecamatan Bukitraya setelah ada perubahan berdasarkan tata ruang, diperlukan penambahan vegetasi masing-masing dengan luas sekitar 5.305,667 hektar dan 2.206,763 hektar. Perubahan vegetasi terjadi karena alih fungsi lahan hijau menjadi kawasan pemukiman dan kawasan industri. 5.7.4 Pengembangan Hutan Kota Ketidakseimbangan ekosistem perkotaan mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan. Permasalahan lingkungan yang timbul diakibatkan adanya
89
jumlah karbon dioksida yang cukup besar di Kecamatan Pekanbaru Kota. Ketidakseimbangan keberadaan luas ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru juga akan memberikan pengaruh te rhadap penduduk. Pengaruh ini berupa nilai keindahan atau estetika serta kenyamanan atas keberadaan ruang terbuka hijau yang tertata dengan baik. Konversi kawasan hijau di Kota Pekanbaru (RUTRK untuk kawasan hijau) serta luas yang berbeda pada setiap kecamatan, perlu diarahkan untuk dilakukan pembangunan hutan kota. 5.7.4.1 Manfaat Hutan Kota Bentuk hutan kota ditata berdasarkan kegunaan dan kepentingannya. Hutan kota yang dapat dikembangkan sesuai dengan studi adalah: a. Engineering Used of Urban Forest (hutan kota untuk kepentingan perekayasaan). Hutan kota ini memberikan manfaat utama kepentingan mencegah terjadinya pencemaran udara. Peran hutan kota secara khusus dibangun untuk mengurangi karbon dioksida, disesuaikan dengan kebutuhan pada masing-masing kecamatan. b. Esthetic Urban Forest (hutan kota untuk estetika). Hutan kota dibangun dan dipergunakan untuk kepentingan keindahan dan panorama. Hutan kota ini disesuaikan dengan kebutuhan jumlah penduduk. 5.7.4.2 Kawasan Potensial Untuk Lokasi Penanaman Hutan Kota Hampir seluruh kawasan dapat dikembangkan menjadi hutan kota. Kawasan tersebut anatar lain: lapangan olah raga, sempadan sungai, pemukiman, kampus perguruan tinggi, sepanjang jalan, pertamanan, fasilitas umum, perkantoran, industri, serta kawasan la innya. Kawasan-kawasan yang potensial untuk dijadikan lokasi penanaman pohon sebagai hutan kota di Kota Pekanbaru diprioritaskan pada kawasan yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan Pemerintah Daerah dan peraturan konservasi. Prioritas lokasi ini dilakukan karena kawasan yang dimaksud telah mendapat legalitas hukum. Pembangunan hutan kota juga dapat diarahkan pada kawasan lain yang mempunyai potensi untuk pengembangan hutan kota. Lokasi pembangunan hutan kota dapat dibangun di beberapa tempat sebagai berikut:
90
Pemukiman Penduduk Pembangunan hutan kota dapat melibatkan masyarakat sebagai pelaku. Masyarakat diikut sertakan untuk menanam pohon dan memeliharanya sesuai dengan kebutuhan manfaat yang diinginkan. Mengacu pada Instruksi Walikota Pekanbaru Nomor
522.4/Dinas Pertanian/935 mengenai penanaman dan
pemeliharaan tanaman, point satu dengan instruksi : setiap rumah toko dan rumah tempat tinggal di sepanjang jalan serta masyarakat dalam Kota Pekanbaru, diharuskan untuk menanam dan memelihara tanaman minimal satu batang pohon pelindung untuk setiap rumah toko maupun rumah tempat tinggal. Kewajiban menanam pohon akan menambah jumlah vegetasi yang ada di Kota Pekanbaru. Berdasarkan jumlah unit tempat tinggal untuk masing-masing kecamatan, maka diperoleh penambahan ruang terbuka hijau dalam bentuk hutan kota dengan vegetasi pohon berjumlah 126.074 batang, dengan asumsi bahwa seluruh pemilik rumah tempat tinggal menjalankan instruksi yang telah ditetapkan. Pada Tabel 35 disajikan penambahan penanaman pohon berda sarkan jumlah tempat tinggal pada masing-masing kecamatan. Tabel 35. Potensi Jumlah Pohon Yang Ditanam pada Masing -Masing Unit Tempat Tinggal di Masing-Masing Kecamatan Kecamatan Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Total
Jumlah Bangunan Rumah (Unit) 5.305 7.260 6.155 12.319 4.816 16.617 33.161 40.441 126.074
Potensi Jumlah Pohon Yang Ditanam (Batang) 5.305 7.260 6.155 12.319 4.816 16.617 33.161 40.441 126.074
Sumber: Data Sekunder dan Hasil Analisis
Pengadaan lahan dengan jumlah cukup luas untuk lokasi hutan kota sangat sulit ditemukan pada daerah perkotaan. Penggunaan lahan yang sudah ditetapkan berdasarkan fungsi kawasan masing-masing maka perlu alternatif pengadaan
91
lokasi hutan kota. Berdasarkan jumla h pohon yang dapat ditanam sesuai jumlah rumah tempat tinggal, maka dapat diperoleh luas ruang terbuka hijau dalam bentuk hutan kota. Dengan asumsi satu hektar dapat ditanam dengan 100 batang pohon, pemukiman penduduk bisa menyumbang sekitar 53,05 hektar hutan kota yang berada di Kecamatan Pekanbaru Kota, 72,6 hektar di Kecamatan Senapelan, 61,55 hektar di Kecamatan Limapuluh, 123,19 hektar di Kecamatan Sukajadi, 48,16 hektar di Kecamatan Sail, 166,17 hektar di Kecamatan Rumbai, 331,61 hektar di Kecamatan Bukit Raya, dan 404,41 hektar di Kecamatan Tampan. Untuk seluruh kota penambahan luas hutan kota diperkirakan sekitar 1.260,74 hektar. Sempadan Sungai Kawasan penanaman Hutan Kota dilakukan pada daerah sempadan sungai, hal
ini
dilaksanakan
berdasarkan
pera turan
tentang
sempadan
sungai.
Pembangunan ruang terbuka hijau berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993 Tentang : Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai Dan Bekas Sungai. Pasal 8 yang berisi tentang Penetapan garis sempadan sungai di dalam kawasan perkotaan didasarkan pada kriteria: a.
Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dan 3 (tiga) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapka n.
b.
Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (duapuluh) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
c.
Sungai yang mempunyai kedalaman maksimum le bih dari 20 (dua puluh) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 (tigapuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. Sesuai dengan Inmendagri No. 14 Tahun 1988, bahwa lokasi ruang
terbuka hijau bisa berada pada kawasan jalur sungai. Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan konservasi, termasuk di dalamnya kawasan sempadan sungai, maka ditetapkan luas kawasan yang dijadikan sempadan sungai. Loaksi penanaman hutan kota dapat diarahkan pada kawasan
92
sempadan sungai yang telah ditetapkan peruntukannya. Luas dan lokasi sempadan sungai yang ditetapkan berdasarkan rencana peruntukan lahan disajikan pada Tabel 36. Tabel 36. Sempadan Sungai yang Direncanakan Sebagai Lokasi Hutan Kota Kecamatan Bukit Raya Tampan Total
Luas Sempadan Sungai (ha) 424,54 1.008,23 1.432,76
Sumber: RUTRK Pekanbaru Tahun 2004
Buffer sungai dapat dijadikan salah satu bentuk hutan kota yang berfungsi untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya banjir di Kota Pekanbaru. Peta kawasan lindung menggambarkan bahwa sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak yang membelah Kota Pekanbaru merupakan kawasan bergambut. Apabila kawasan ini dibangun maka akan menimbulkan terjadinya banjir. Areal DAS yang seharusnya menjadi kawasan konservasi ternyata masih banyak digunakan untuk keperluan pemukiman penduduk. Kecamatan Senapelan dan Sail terdapat banyak pemukiman penduduk yang berada pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak. Kondisi yang ada mengakibatkan daerah sepanjang bantaran sungai belum dapat dioptimalkan untuk kawasan konservasi. Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru tahun 2004 mengalokasikan mengalokasikan daerah sempadan sungai yang akan dikonservasi (dihijaukan). Arahan pembanguan hutan kota pada kawasan ini dapat dilakukan. Daerah sempadan sungai terdapat pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Bukit Raya dan Kecamatan Tampan, luas masing-masing yaitu 424,54 hektar dan 1.008,23 hektar sehingga luas penanaman hutan kota yang diarahkan pada dua kecamatan ini di lokasi sempadan sungai sekitar 1.432,76 hektar. Jalur Jalan Pembangunan ruang terbuka hijau mengacu pada Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan. Kriteria pengembangan kawasan terbuka hijau merupakan suatu keterkaitan hubungan antara bentang alam atau peruntukan kriteria vegetasi. Letak dan lokasi ruang terbuka hijau dapat dikembangkan sesuai dengan kawasan-
93
kawasan peruntukan ruang kota, antara lain yaitu kawasan jalur jalan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional mengenai kriteria kawasan lindung untuk kawasan terbuka hijau kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf e adalah : lokasi sasaran kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota antara lain di kawasan jalan yang berada di kawasan perkotaan. Arahan pembangunan hutan kota pada jalur jalan dapat dilaksanakan pada jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder. Arahan penanaman hutan kota pada kawasan ini dengan pert imbangan bahwa jalur jalan dengan tipe primer dan sekunder masih mempunyai ruang untuk ditanami pohon.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Luas ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru adalah sekitar 31.750,341 hektar. Sebaran luas untuk masing-masing kecamatan adalah; Kecamatan Pekanbaru Kota 0,353 hektar, Senapelan 3,173 hektar, Limapuluh 50,246 hektar, Sukajadi 1,852 hektar, Sail 28,649 hektar, Rumbai 9.596,980 hektar, Bukit Raya 18.929,067 hektar, dan Tampan 3.140,021 hektar. 2. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan existing condition ruang terbuka hijau. a. Kawasan terbuka hijau di Kota Pekanbaru sesuai dengan luas kawasan hijau yang ditetapkan 40 persen dari luas wilayah masih mencukupi. Berdasarkan hasil analisis penutupan lahan, perkiraan luas ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru mencapai 31.750,34 hektar atau sekitar 49,70 persen dari total luas Kota Pekanbaru (63.226 hektar). Untuk tingkat kecamatan ada 6 kecamatan yang tidak memenuhi syarat untuk mencukupi kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah. Kekurangan ruang terbuka hijau pada kecamatan tersebut adalah Kecamatan Pekanbaru Kota dengan luas 89,65 hektar, Senapelan 262,83 hektar, Limapuluh 111,75 hektar, Sukajadi 202,15 hektar, Sail 101,35 hektar, dan Tampan 1.213,98 hektar. Kecamatan Rumbai dan Bukit Raya luas ruang terbuka hijau masih memenuhi syarat berdasarkan luas wilayah. b. Berdasarkan kebutuhan penduduk dengan standar 40 m2 /jiwa terdapat 5 kecamatan yang tidak memenuhi syarat kawasan
terbuka
hijau.
Kekurangan ruang terbuka hijau terjadi pada Kecamatan Pekanbaru Kota dengan luas 121,92 hektar, Senapelan 142,77 hektar, Limapuluh 114,37 hektar, Sukajadi 244,49 hektar, dan Sail 57,61 hektar. Kecamatan Rumbai, Bukit Raya, dan Tampan luas ruang terbuka hijau yang ada masih memenuhi syarat untuk kebutuhan berdasarkan jumlah penduduk. c. Berdasarkan jumlah karbon dioksida, Kecamatan Pekanbaru Kota tidak memenuhi syarat kawasan terbuka hijau. Kekurangan ruang terbuka hijau
95
untuk menyerap karbon dioksida dengan luas 3.032,65 hektar. 7 kecamatan lainnya masih memenuhi syarat berdasarkan kebutuhan untuk menyerap karbon dioksida. Kebutuhan ruang terbuka hijau yang sangat besar di Kecamatan Kota Pekanbaru dikarenakan jumlah karbon dioksida yang besar serta keberadaan ruang terbuka hijau yang sangat sedikit. 3. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) kawasan hijau. a. Kawasan terbuka hijau di Kota Pekanbaru berjumlah 12.790,73 hektar. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah berjumlah 25.290,4 hektar. Terdapat kekurangan ruang terbuka hijau sekitar 12.499,67 hektar. Sesuai dengan luas kawasan hijau yang ditetapkan 40 persen dari luas wilayah belum mencukupi. Ruang terbuka hijau yang ditetapkan hanya berjumlah 16,83 persen. Seluruh Kecamatan di Kota Pekanbaru masih kekurangan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah. Kekurangannya masing-masing adalah Kecamatan Pekanbaru Kota dengan luas 90 hektar, Senapelan 266 hektar, Limapuluh 162 hektar, Sukajadi 204 hektar, Sail 130 hektar, Rumbai 5.305, 47 he ktar, Bukit Raya 2.206,56 hektar, dan Tampan 4.135,24 hektar. b. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk terdapat 6 kecamatan yang belum memenuhi syarat. Kekurangan ruang terbuka hijau pada kecamatan tersebut adalah Pekanbaru Kota 122,27 hektar, Senapelan 145,94 hektar, Limapuluh 164,62 hektar, Sukajadi 246,34 hektar, Sail 86,26 hektar, dan Tampan 390,95 hektar. Kecamatan Rumbai dan Bukit Raya masih mencukupi. c. Kebutuhan ruang terbuka hijau untuk menyerap karbon dioksida terdapat 6 kecamatan yang tidak memenuhi syarat. Kekurangan luas ruang terbuka hijau pada kecamatan tersebut adalah Kecamatan Pekanbaru Kota 3.033,83 hektar, Senapelan 1 hektar, Limapuluh 1 hektar, Sukajadi 1 hektar, Sail 2 hektar, dan Tampan 179,24 hektar. Kecamatan Bukit Raya dan Tampan masih mencukupi.
96
4. Arahan penambahan vegetasi dilakukan dengan pembangunan hutan kota dengan masing-masing adalah Kecamatan Pekanbaru Kota 3.033,19 hektar, Senapelan 266 hektar, Limapuluh 164,62 hektar, Sukajadi 246,34 hektar, Sail 130,40 hektar, Rumbai 5.305,67 hektar, Bukit Raya 2.206,76 dan Tampan 4.134,84 hektar. 6.2 Saran 1.
Perlu komposisi yang seimbang mengenai luas dan sebaran ruang terbuka hijau pada masing-masing kecamatan untuk memberikan manfaat yang diinginkan.
2.
Rencana pembangunan hutan kota untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau dapat diterapkan secara fleksibel. Jika dilakukan pemerataan pembangunan dan pemerataan penyebaran jumlah penduduk, maka sebaran pembangunan hutan kota dapat didistribusikan secara merata pada tiap kecamatan (jumlah kebutuhan luas hendaknya tidak berubah).
3.
Peraturan Daerah mengenai kawasan hijau serta Peraturan Perundangan pendukung lainnya perlu dilaksanakan. Diperlukan juga adanya pengawasan disertai dengan sanksi demi terciptanya kawasan hijau kota untuk memberikan manfaat yang besar.
4.
Berdasarkan hasil studi, diperlukan upaya pengendalian emisi karbon dioksida . Alternatif bahan bakar untuk pembangkit energi listrik perlu dipertimbangkan, karena sektor ini merupakan penyumbang terbesar karbon dioksida di Kota Pekanbaru, dari kebutuhan energi (listrik, minyak tanah, premium, dan solar).
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2001. Rencana Umum Tata Ruang Kota Pekanbaru. Pemerintah Kota Pekanbaru. Anonim. 2002. Integrasi Teknik Interpretasi Visual Citra Landsat 7 ETM+ Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Tutupan Lahan. Forest Watch Indonesia, Dept. GIS. Aronoff, S. 1989. Geographic Information System: A Management Perspective. Ottawa, Canada: WDL Publications. Badan Pusat Statistik Kota Pekanba ru. 2003. Pekanbaru Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru. Barus, B., dan Wiradisastra U.S. 2000. Sistem Informasi Geografi Sarana Manajemen Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Budihardjo, E. 1993. Kota Berwawasan Lingkungan. Penerbit Alumni. Bandung. Burrough, P.A. and R.A. McDonnel. 1986. Principles of GIS for Land Resources Assesment. Clarendon Press. London. Dahlan, E.N. 1992. Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia. Bogor. Dahlan, E.N. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. IPB Press. Davis, B.E. 1996. GIS: A Visual Approach. OnWord Press. United States. Djaiz, E.D., dan H. Novian. 2000. Sebaran hutan kota Kodya Bogor berdasarkan data Landsat-TM. Warta Lapan 30: 32-41. Djunaedi, A. 2001. Alternatif Model Penerapan Perencanaan Strategis dalam Penataan Ruang Kota Di Indonesia. Pusat Penelitian Pengembangan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung. Energy Information Administration. 2000. Emissions of Greenhouse Gases in the United States. Appendix B, table B1. At http://www.ghgprotocol.org. (3 Maret 2005). Fandeli, C. 2004. Perhutanan Kota. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta.
98
Forest Service Publications. 2003.a. Trees increase economic stability. 2003. http://www.dnr.state.md.us/forests/publications/urban7.html. (18 Februari 2005). Forest Service Publications. 2003.b. Trees modify local climate. 2003. http://www.dnr.state.md.us/forests/publications/urban6.html. (18 Februari 2005). Forest Service Publications. 2003.c. Trees reduce noise pollution and create wildlife and plant diversity. 2003. http://www.dnr.state.md.us/forests/ publications/urban8.html. (18 Februari 2005). Forest Service Publications. 2003.d. Trees save http://www.dnr.state.md.us/forests/publications/urban5.html.(18 2005).
energy. Februari
Gusmailina. 1996. Peranan beberapa jenis tanaman hutan kota dalam pengurangan dampak emisi logam berat di udara. Buletin Penelitian Hasil Hutan 14(2): 14-21. IPCC. 1995. Greenhouse gas inventory reference manual. IPCC WGI Technical Support Unit, Hardley Center, Meteorology Office, London Road, Braknell, RG 122 NY, United Kongdom. Irwan, Z.D. 1992. Neraca energi dalam hutan kota. Trisakti 8: 56-70. Irwan, Z.D. 1997. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Pustaka CIDESINDO. Jakarta. Iverson, L.R, S. Brown, A. Grainger, A. Prasad, and D. Liu. 1993. Carbon sequestration in tropical Asia: an assessment of technically suitable forest lands using geographic information systems analysis. Climate Research 3:23-38. Jaya, I.N.S. 2002. Penginderaan Jauh Satelit Untuk Kehutanan. Laboratorium Inventarisasi Hutan Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Jaya, I.N.S. 2005. Analisis Citra Digital. Perspektif Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Kementrian Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang: Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Wilayah Perkotaan Keraf, A.S. 2002. Etika Lingkungan. Buku Kompas. Jakarta.
99
Kusmana, C., K. Abe, and A. Watanabe. 1992. An estimation of aboveground tree biomass of mangrove forest in east sumatra, Indonesia. Tropic 1(4): 243257. Laboratorium Udara Kota Pekanbaru. 2004. Laporan Hasil Pemantauan Kualitas Udara. Murai, S. 1996. Remote Sensing Note. Japan: Japan Association on Remote Sensing. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun Pengendalian Pencemaran Udara
1999 Tentang:
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota. Polda Riau, Direktorat Lalu Lintas. 2005. Daftar Jumlah Kendaraan Bermotor. Ryadi, S. 1982. Pencemaran Udara. Usaha Nasional. Surabaya. Sastrawijaya, A.T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta. Simonds J.O. 1983. Landscape Architecture. New York: Mc Graw-Hill Co. Simpson, J.R., and E.G. McPherson. 1999. Carbon Dioxide Reduction Through Urban Forestry-Guidelines for Professional and Volunteer Tree Planters. Gen. Tech. Rep. PSW-GTR-171. Albany, CA: Pacific Southwest Research Station, Forest Service, U.S. Departmen of Agriculture. Sugiyono, A. 1998. Strategi penggunaan energi di sektor transportasi. Majalah BPP Teknologi 85: 34-40. Tjokroamidjojo, B. 1995. Perencanaan Pembangunan. Toko Gunung Agung. Jakarta. Tyrväinen, L. 1998. The economic value of urban forest amenities: an application of the contingent valuation method. Landscape and Urban Planning 43:105118. Undang-Undang Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang. Urban Forest Research. 2002. Managing stormwater runoff with trees. Center for Urban Forest Research Pacific Southwest Research Station, USDA Forest Service.
100
WRI/WBCSD GHG Protocol. 2001. Guideline for Stationary Fuel Combustion. http://www.ghgprotocol.org. (23 Desember 2004). Yakin, A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Teori dan Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan. Akademika Presindo. Jakarta. Yunus, H.S. 2002. Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
101
Lampiran 1. Banyaknya Kekuatan dan Tenaga Listrik yang Dibangkitkan oleh PLN Cabang Pekanbaru Tahun
Mesin
Kekuatan (kWh)
1998 1999 2000 2001 2002 2003 * 2004
133 130 128 143 150 -
121.865 138.804 138.274 393.920 458.740 -
Tenaga Listrik Yang Dibangkitkan (kWh) 346.506.282 434.270.353 460.868.184 527.563.285 628.559.462 619.417.537 563.669.923
Sumber : PT. PLN (Persero) WILAYAH RIAU, CABANG PEKANBARU * : Data Tidak Termasuk Untuk Bulan Januari
102 Lampiran 2. Rekapitulasi Nilai Indeks Standar Pencemar Udara
Tahun 2000 PM 10
Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 45,58 54,74 72,37 35,84 67,26 36,82 57,71 43,54 48,58 44,64 50,48 51,5
2 52,22 63,33 124,05 46,33 69,68 46,47 69,67 50,22 54,43 45,11 48,41 39,49
PARAMETER CO
SO2 3 37,35 57,62 109,14 42,95 69,61 43,49 73,5 37,68 51,51 44,88 40,41 44,3
1 3,44 3,73 4,34 3,46 8,22 0,31 1,7 9,55 2,57 7,78 1,1 0,9
2 3,61 5,13 5,43 0,29 5,69 1,94 5,02 16,1 13,43 12,72 15,16 1,35
3 0,88 3,08 4,39 4,62 7,57 0,67 2,03 1,05 1,7 1,59 1,76 1,8
1 4,27 4,75 10,1 3,74 10,23 4,14 6,59 3,76 8,18 5,82 6,3 3,88
2 11,08 13,41 20,34 9,25 16,62 8,95 10,1 9,41 8,77 10,44 9,63 8,66
3 3,57 5,49 12,77 3,95 8,23 5,27 7,98 5,3 7,17 4,59 3,81 3,01
Sumber : Laporan Hasil Pemantauan Kualitas Udara Laboratorium Udara Kota Pekanbaru.
O3 1 23,66 38,14 28,97 22,05 22,52 27,26 28,31 24,7 33,15 24,55 27,87 21,76
2 16,6 22,48 23,84 15,63 35,38 19,19 23,06 16,31 28,17 24,55 9,03 17,99
NO 2 3 22,49 10,56 29,02 21,31 21,02 21 9,85 18,3 23,18 24,55 22,68 23,45
1 0,76 0,88 1,15 0,58 0,81 2,37 0,66 0,42 0,53 0,68 0,78 0,67
2 0,76 3 2,91 0,75 1,62 1,77 1,32 1,88 2,04 1,93 2,69 2,28
3 0,61 0,75 1,21 0,54 2,59 0,74 1,68 1,1 1,79 1,03 0,99 0,38
103 Lampiran 2. Rekapitulasi Nilai Indeks Standar Pencemar Udara (Lanjutan)
Tahun 2001 Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
PM 10 1 2 36,62 47,35 39,16 44,13 46,76 47,67 45,19 61,19 52,78 56,52 43,86 52,03 35,48 29,87
43,92 39,86
3
1 0,10
0,80
0,70
SO2 2
7,37 5,30 7,21 8,25 8,81 9,93 12,37 14,38
PARAMETER CO O3 3 1 2 3 1 2 3 1,4 3,83 8,9 2,45 27,79 17,31 23,14 5,7 28,05 4,11 35,88 16,2 28,85 16,26 21,10 20,91 21,01 15,55 24,35 12,37 15,56 38,82 26,48 9,95 15,19 39,60 16,69 10,17 7,89
16,07 13,52
47,18 47,62
21,09 17,41
NO2 1 2 3 0,63 2,68 0,78 0,90 0,39 6,62 6,32 6,70 1,83 0,49 7,53 3,15 6,07 2,86 3,16
6,96 6,01
104 Lampiran 2. Rekapitulasi Nilai Indeks Standar Pencemar Udara (Lanjutan)
Tahun 2002 PARAMETER Bulan
PM 10
1
1 38,2
2 45,3
2
63,2
76,1
3 4
72,5 59
77,5 50,1
5 6
42,7 54,1
60,9 64,6
7 8
42,7 82,4
9 10 11 12
SO 2 3
1 0,12
2 17,4
CO 3
2 18
18
49,4
17,5 10,6
17 14,9
1,33
10,6 17,4
15,4 23,8
56,2 80,7
5,54 2,19
11 25,2
15,5
33,5
60,1 73,7
2,85 3,5
41,5
44,1
3,96
39,9
4,44
6,62 13,9 1
2 14,5
16,8
3
NO 2
1 39,6
17,8
1 9,61
O3 1 3,01
2 6,57
27
4,28
7,52
55,7 52,7
28,5 36
47,8
4,39 3,63
6,88 6,6
44,3 40,1
24,8 24,8
17,7 38
3,48 4,17
6,3 6
38,1 40,2
79,6 71,7
3,4
6,97 10,7
10
23
77,8 84,9
8,5
21,8
85,5
12,5 6,4
86,1
3
2,5
7,15 7,52 2
3
5,75 4,5
105 Lampiran 2. RekapitulasNilai Indeks Standar Pencemar Udara (Lanjutan)
Tahun 2003 PARAMETER B ulan
PM 10 1
SO 2 3
1
2 45,1
29
2
47,4
17,5
3 4
55,6 39,6
5 6
64,4 105
7 8
53,2 74,3
9 10 11 12
1
153 135
2
CO
5
3 13,7
1 6,83
6,18
16,1
7,5
7,64 9,5
17,2 18,1
11,8 14,6 15,4 16,3
2
O3 3 6,5
1 22,5
2 87,9
3 37,3
1
9,67
19,3
88,1
61,4
43,2
99,6 96,3
39,3 39,3
6,85 5,25
97,8 103
41,7 23,8
15,8 6
17,7
2 5
NO 2
29
2
1 101
3 3,75 5,13
106 Lampiran 3. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107 Tahun 1997 Tanggal 21 November 1997 (Lampiran III). PENGARUH INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA UNTUK SETIAP PARAMETER PENCEMAR Kategori
Rentang
Baik
Carbon Monoksida (CO)
Nitrogen (NO 2)
Tidak ada Efek
Sedikit berbau
Perubahan kimia darah, tetapi tidak terdeteksi. Peningkatan pada kadiovaskular pada perokok yang sakit jantung
Berbau
0 – 50
Sedang
51 – 100
Tidak Sehat 101 – 199
Sangat Tidak Sehat 200 – 299
Berbahaya
300 – Lebih
Bau dan kehilangan warna. Peningkatan reaktivitas pembuluh tenggorokan pada penderita asma. Meningkatnya sensitivitas pasien yang berpenyakit asma dan bronhitis
Ozon (O 3) Luka pada beberapa spesies tumbuhan akibat kombinasi dengan SO 2 (selama 4 jam) Luka pada beberapa spesies tumbuhan Penurunan kemampuan pada atlit yang berlatih keras
Meningkatnya Olah raga ringan kardiovaskular pada mengakibatkan orang bukan perokok pengaruh pernafasan yang berpenyakit pada pasien yang jantung, dan akan berpenyakit paru -paru tampak beberapa kronis kelemahan yang terlihat secara nyata Tingkat yang berbahaya bagi semua populasi yang terpapar
Sulfur Dioksida (SO 2)
Partikulat
Luka pada beberapa spesies tumbuhan akibat kombinasi dengan O 3 (selama 4 jam) Luka pada beberapa spesies tumbuhan Bau, meningkatnya kerusakan tanaman
Tidak ada efek
Meningkatnya sensitivitas pasien yang berpenyakit asma dan bronhitis
Meningkatnya sensitivitas pasien yang berpenyakit asma dan bronhitis
Terjadi penurunan pada jarak pandang Jarak pandang turun dan terjadi pengotoran debu dimana-mana
107 Lampiran 4. Pemakaian Listrik di Kota Pekanbaru Tahun 2004 (kWh)
P.Baru Kota
Bukit Raya
Rumbai
Tampan
Jumlah kWh
Total kWh (Rayon)
17.065.395
191.794.042
389.136.813
14.063.449
136.958.900
1.515.908
1.345.264
16.236.831
1.080.381
1.055.798
11.973.631
2.474.867
2.420.688
2.366.820
32.173.409
4.500.360
3.964.355
4.231.817
48.785.644
865.795
958.037
611.079
778.396
8.484.067
1.038.199
1.060.017
796.980
865.925
9.240.049
237.271
213.155
199.128
196.593
2.180.248
270.760
335.005
352.005
327.131
300.705
3.041.913
2.807.660
2.935.035
2.968.541
2.868.628
2.857.806
3.043.649
32.861.098
494.562
374.304
399.905
387.788
377.070
482.908
449.648
4.676.728
Pemakaian kWh Kecamatan Feb
Mar
April
Mei
Juni
Juli
Agus
Sept
Okt
Nov
Rumah
19.918.968
18.880.469
18.995.640
17.998.287
15.249.000
15.493.887
15.379.704
18.210.432
17.473.045
17.129.215
Bisnis
14.320.187
13.036.226
12.739.689
11.930.435
11.506.209
11.595.181
11.500.020
13.094.173
11.548.342
11.624.989
Industri
1.513.058
1.506.494
1.333.325
1.690.143
1.403.028
1.508.776
1.445.953
1.544.415
1.430.467
Sosial
1.420.916
1.272.910
1.070.786
1.024.851
939.244
898.603
931.329
1.201.072
1.077.741
Publik
2.676.760
4.191.809
2.645.478
5.629.230
2.314.867
2.448.285
2.456.896
2.547.709
Rumah
5.462.441
4.584.374
4.208.333
4.002.078
4.832.484
4.508.175
4.132.956
4.358.271
Bisnis
590.658
650.148
847.630
967.484
727.285
777.487
710.068
Industri
560.530
623.593
845.805
828.551
870.787
975.808
773.854
Sosial
131.555
106.761
240.890
206.450
218.916
196.393
233.136
Publik Rumah
179.897
170.614
300.971
278.335
259.349
267.141
2.856.294
2.936.246
3.051.422
3.015.371
3.520.446
Bisnis
355.673
513.766
449.258
391.846
Industri
Des
1.471.970
1.134.003
1.413.684
1.270.492
1.020.043
1.203.658
1.157.018
1.248.504
1.255.847
1.173.930
1.314.770
13.663.919
Sosial
87.601
96.245
100.536
105.312
116.220
98.969
94.323
106.872
93.994
98.901
104.304
1.103.277
Publik
23.761
21.342
25.877
24.203
26.944
22.942
24.045
23.499
22.721
37.084
31.832
Rumah
3.988.717
2.786.432
2.908.886
3.741.623
3.376.028
2.939.022
2.373.832
4.506.725
2.961.858
2.321.314
3.259.328
35.163.765
Bisnis
755.760
439.446
728.026
1.833.004
796.807
675.629
554.053
851.224
694.019
679.706
682.864
8.690.538
Industri
228.634
284.705
421.990
292.219
295.096
276.626
268.890
531.167
187.589
131.197
156.597
3.074.710
Sosial
127.423
227.491
355.187
281.319
316.856
158.190
348.381
216.761
253.114
189.445
2.551.825
Publik
2.742
77.658 1.357
62.560
92.732
Sumber : PT. PLN (Persero) Wilayah Riau, Cabang Pekanbaru
79.821
80.265
54.647
108.425
90.176
85.368
72.986
71.731.921
52.589.272
284.250
731.079
50.211.917
108 Lampiran 5. Realisasi SPBU di Kota Pekanbaru Tahun 2004 Kecamatan Pekanbaru Kota
No.SPBU 14.282.603
Jan Premium
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agus
Sep
Okt
Nov
Des
594
549
603
585
585
603
639
612
603
639
585
612
7.209
Premium
630
530
583
590
580
580
560
570
530
530
440
530
6.653
Solar
171
126
144
126
135
126
153
126
108
108
90
108
1.521
Premium
456
457
528
501
537
519
519
573
548
582
492
537
6.249
Solar
250
268
299
249
319
289
319
299
258
259
227
249
3.285
Premium
900
780
900
780
880
972
990
846
972
994
830
954
10.798
540
513
531
486
378
522
513
522
522
513
468
504
6.012
Solar Senapelan Limapuluh
14.286.613 14.281.609 14.281.629
0
Solar
Sukajadi 14.282.621
Premium Solar
14.281.649 Sail 14.282.627 14.281.616 Rumbai 14.282.610 14.282.620
0 288
270
252
153
163
252
243
234
216
216
126
198
2.611
1.080
1.080
1.296
1.242
1.296
1.206
1.296
1.386
1.368
1.494
1.314
1.548
15.606
Solar
162
144
198
208
216
216
234
270
234
252
198
252
2.584
Premium
320
320
320
300
340
320
360
320
320
380
300
340
3.940
Solar
684
684
684
684
576
612
648
594
756
756
522
684
7.884
1.250
880
1.330
1.230
1.330
1.360
1.370
1.370
1.290
1.370
1.320
1.260
15.360
Solar
369
315
360
351
360
387
388
396
360
379
342
362
4.369
Premium
250
250
250
240
270
260
320
340
310
380
350
380
3.600
Solar
630
522
522
513
648
648
738
738
684
630
504
630
7.407
Premium
504
486
513
504
495
495
513
513
477
486
378
468
5.832
Premium
780
820
740
949
988
1.064
984
1.074
1.000
1.036
960
996
11.391
Solar
784
882
1.008
1.016
1.120
1.316
1.232
1.162
1.330
1.288
784
1.120
13.042
Premium
864
819
846
837
828
846
846
864
1.026
1.233
1.201
1.324
11.534
Solar
936
918
1.008
930
1.008
1.026
936
1.088
1.076
1.044
738
900
11.608
Premium
198
171
207
189
207
225
234
234
234
234
198
216
2.547
Solar
680
700
670
656
760
720
720
740
690
680
450
660
8.126
Premium
Premium
Solar Bukit Raya
14.282.650 14.282.630
Tampan
14.282.625
Total (kl)
0
109 Lampiran 5. Realisasi SPBU di Kota Pekanbaru Tahun 2004 (Lanjutan) Kecamatan
No.SPBU 14.282.648
Jan Premium
14.281.618 Tampan 14.284.623 14.282.636 14.282.635
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agus
Sep
Okt
Nov
Des
Total (kl)
120
160
220
200
200
180
180
240
200
240
200
260
2.400
1.090
1.260
1.550
1.350
1.410
1.550
1.410
1.630
1.570
1.650
1.080
1.560
17.110
Premium
981
927
1.062
1.044
1.044
1.062
1.143
1.107
1.062
1.071
990
1.161
12.654
Solar
840
780
810
750
940
1.080
1.070
990
900
870
630
840
10.500
Premium
540
477
549
531
558
639
666
666
684
720
648
711
7.389
Solar
450
410
460
410
488
480
500
480
430
400
370
440
5.318
Premium
240
200
240
60
160
116
110
10
140
120
100
140
1.636
Solar
171
126
90
76
0
0
0
18
54
54
36
0
625
Premium
536
480
576
480
504
610
576
632
600
638
558
504
6.694
Solar
710
610
660
570
610
670
590
630
710
630
380
540
7.310
Premium
560
440
400
540
600
680
700
605
380
0
340
460
5.705
Solar
290
210
220
290
560
520
480
390
240
0
120
270
3.590
Solar 14.282.608
Feb
Sumber : PT. PERTAMINA (PERSERO) Cabang Pemasaran Pekanbaru