ANALISIS KEBIJAKAN PENGAWASAN MELEKAT DI BADAN PENGAWAS PROVINSI JAWA TENGAH Oleh : Priyo Budiharto ABSTRAKSI Kebijakan pengawasan melekat dalam bidang pembinaan personil antara lain untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kemampuan kerja pegawai, peningkatan disiplin, dedikasi dan loyalitas terhadap pekerjaan, organisasi kerjanya, bangsa dan negara. Untuk mewujudkan aparatur pemerintah yang demikian, salah satu upaya yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan pengawasan melekat. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan kebijakan pengawasan melekat yang dilakukan di lingkungan Badan Pengawas Provinsi Jawa Tengah, dapat dilihat masih adanya pegawai yang kurang paham mengenai prosedur pelaksanaan kebijakan di lingkungan Badan Pengawasan Provinsi Jawa Tengah. Gejala atau fenomena baru yang timbul adalah tidak adanya komunikasi yang baik kepada bawahan sehingga mempunyai kecenderungan mempengaruhi implementasi kebijakan pengawasan melekat di Badan Pengawasan Provinsi Jawa Tengah. (THE INHERENT SUPERVISION POLICY ANALYSIS IN THE SUPERVISOR AGENCY OF CENTRAL JAVA PROVINCE). By : Priyo Budiharto ABSTRACT The inherent supervision policy in a personnel construction area for example is to recognize the effort that done in increasing an employee performance, discipline improvement, dedication and loyalty for occupation, work organization, state and nation. To realize such governmental apparatus, one of effort that should be done is by increasing the inherent supervision. By the result of research can be recognize that within the implementation which done in the area, can be shown there are still officials who less comprehend about the procedure of the policy implementation in Supervisor Agency’s environment of Central Java Province. Symptom or new phenomenon which emerge is there is no well communication to subordinate so that have a trend which influencing the implementation of inherent supervision policy in the Supervisor Agency of Central Java Province.
1
LATAR BELAKANG Kebijakan pengawasan melekat dalam bidang pembinaan personil antara lain untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kemampuan kerja pegawai, peningkatan disiplin, dedikasi dan loyalitas terhadap pekerjaan, organisasi
kerjanya,
bangsa
dan
negara.
Untuk
mewujudkan
aparatur
pemerintah yang demikian, salah satu upaya yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan pengawasan melekat. Pengawasan melekat adalah pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi yang dilakukan serta berdaya guna dan berhasil guna oleh unit/organisasi kerja terhadap fungsi semua komponen untuk mewujudkan kerja dilingkungan masing-masing, agar secara terus menerus berfungsi maksimal dalam melaksanakan tugas pokok pada pencapaian tujuan yang
telah
dirumuskan
sebelumnya.
Dalam
pengamatan
sehari-hari,
pelaksanaan pengawasan melekat di lingkungan Badan Pengawas Provinsi Jawa Tengah dapat ditemui masih banyaknya uraian tugas untuk masing-masing personil yang belum tersosialisasikan atau terdistribusikan sampai pada tingkat staff sehingga dapat dikatakan tingkat pemahaman suatu kebijakan khususnya kebijakan pengawasan melekat begitu rendah, hal ini dapat mempengaruhi kedisiplinan, ketekunan, dedikasi dan loyalitas, inisiatif dan kreatifitas para PNS dalam bekerja. Dari permasalahan itulah penelitian ini dilakukan dengan judul Analisis Kebijakan Pengawasan Melekat Di Badan Pengawas Provinsi Jawa Tengah. Adapun rumusan masalahnya adalah bagaimanakah pelaksanaan kebijakan pengawasan melekat yang dilakukan Badan Pengawas Propinsi Jawa Tengah, dan
fenomena-fenomena
mempengaruhi
apa
implementasi
saja
yang
kebijakan
mempunyai
pengawasan
kecenderungan
melekat
di
Badan
Pengawasan Propinsi Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan pelaksanaan kebijakan pengawasan melekat yang dilakukan Badan Pengawas Propinsi Jawa Tengah dan untuk mengetahui fenomena-fenomena
yang
mempunyai
kecenderungan
mempengaruhi
pelaksanaan kebijakan pengawasan melekat di badan Pengawas Propinsi Jawa Tengah.
2
Dalam penelitiaan ini menggunakan Pendekatan penelitian kualitatif dengan informan yaitu para Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Pengawas Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan perumusan Masalahnya adalah : 1. Bagaimanakah pelaksanaan kebijakan pengawasan melekat yang dilakukan Badan Pengawas Provinsi Jawa Tengah? 2. Fenomena-fenomena
apa
saja
yang
mempunyai
kecenderungan
mempengaruhi implementasi kebijakan pengawasan melekat di Badan Pengawasan Provinsi Jawa Tengah? Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui dan menggambarkan pelaksanaan kebijakan pengawasan melekat yang dilakukan Badan Pengawas Provinsi Jawa Tengah. 2. Untuk mengetahui fenomena-fenomena yang mempunyai kecenderungan mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pengawasan melekat di badan Pengawas Provinsi Jawa Tengah. LANDASAN TEORI 1. Kebijakan Organisasi adalah bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama-sama dan secara formal terikat untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, hal ini tidak terlepas dari suatu kebijakan yang mana kebijakan ini merupakan pedoman yang ditetapkan oleh manajemen untuk mendorong tercapainya tujuan organisasi tersebut. Menurut James E Anderson (1978) dalam Abdul Wahab (1997:2) disebutkan bahwa kebijakan dirumuskan sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Kebijakan adalah suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitasaktivitas tertentu atau suatu rencana (United Nations, 1975 dalam Abdul wahab, 1997 : 2)
3
Kemudian dalam model Donald van Meter dan Carl E. Van Horn (1975), dijelaskan bahwa faktor-faktor kemanusiaan dan psikologis berpengaruh terhadap penerapan kebijakan. Menurut model ini dibedakan antara kebijakan dan penyelenggaraanya dan ada 6 (enam) variabel yang membentuk antara kebijakan dan hasilnya. Keenam variabel tersebut yaitu : (a) Ukuran dan tujuan kebijakan (b) Sumber daya; (c) aktivitas
komunikasi
antar
organisasi
dan
aktivitas
pelaksanaan
(enforcement); (d) karateristik dari agensi pelaksana; (e) kondisi sosial, ekonomi dan politik; (f) disposisi dari pelaksanaan atau penyelenggara. Ukuran dan tujuan kebijakan menjelaskan keseluruhan tujuan kebijakan. Sumber daya kebijakan terdiri atas dana atau insentif. Karakteristik agensi pelaksana adalah karakteristik yang mempengaruhi kapasitas organisasi untuk menerapkan kebijakan, yaitu kompetensi dan jumlah staf agensi tersebut, keadaan pengawasan, sumber daya politik, kadar kebebasan dalam komunikasi vertikal di dalam maupun di luar organisasi, dan hubungan formal dan informal antara agensi tersebut dengan pembuat kebijakan (Amir Santoso, 1987). Lebih lanjut dikatakan (Abdul Wahab, 1991) variabel-variabel kebijakan bersangkut paut dengan tujuan yang telah digariskan dan sumber-sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada badan-badan pelaksana meliputi baik organisasi formal maupun informal, sedangkan komunikasi antar organisasi tersebut terkait kegiatan-kegiatan pelaksanaan mencakup antara hubungan di dalam lingkungan sistem politik dengan kelompok-kelompok sasaran. Sedangkan model Grindle, memfokuskan pada 3 (tiga) komponen kebijakan yaitu tujuan kebijakan, aktivitas kebijakan dan hasil (out come). Keseluruhan proses penerapan kebijakan baru bisa dimulai apabila tujuan umum dari kebijakan tersebut telah ditetapkan, apabila program-program pelaksanaan telah dibuat, serta apabila dana telah dialokasikan untuk pencapaian tujuan kebijakan.
4
Aktivitas penerapan kebijakan dipengaruhi oleh context, dan context dari kebijakan. Context kebijakan meliputi enam variabel, yaitu : the interset affected, the type of benefits, extent of change envisioned, site of decision making, program implementors, dan resources commited. Context kebijakan terdiri dari tiga variabel yaitu kekuasaan, kepentingan dan strategi yang terlibat dalam penerapan kebijakan ; karakteristik rezim dan lembaga; serta compliance dan ketanggapan (responsivieness). Semua variabel tersebut mempengaruhi hasil kebijakan (out comes). Dari beberapa pendapat para ahli tentang kebijakan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah perilaku dan aspek psikis dari seseorang, kelompok, organisasi dalam suatu aktifitas yang mana perilaku dan psikis tersebut berpengaruh pula terhadap aktifitas itu. 2. Pengawasan Pengertian dan Tujuan Pengawasan mempunyai peranan yang sangat penting didalam organisasi, karena tidak bisa terlepas dari masalah ketidaktertiban,penilaian, tujuan dari organisasi tersebut. Dibawah ini beberapa pengertian tentang pengawasan diantaranya dikemukakan oleh Harold Koontz dan Cyril O'Donnel dalam Lubis (1985) menyatakan bahwa pengawasan adalah : "penilaian dan koreksi atas pelaksanaan kerja yang dilakukan oleh bawahan dengan maksud untuk mendapatkan keyakinan atau menjamin bahwa tujuantujuan perusahaan dan rencana-rencana yang digunakan untuk mencapai tujuan" Manulang (1983) menyebutkan bahwa : "pengawasan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula" Definisi lain menurut Handayaningrat (1988) adalah : "pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau kebijakan yang telah ditentukan" Lebih lanjut ditegaskan oleh
5
Handayaningrat bahwa pengawasan harus berpedoman terhadap : 1) rencana (planning) yang telah diputuskan, 2) perintah (order) terhadap pelaksanaan pekerjaan (performance), 3) tujuan dan atau 4) kebijakan yang telah ditentukan sebelumnya. Soekarno (1986) menerangkan : "arti sesungguhnya dari pengendalian atau pengawasan ialah tugas untuk mencocokkan sampai dimanakah program atau rencana yang telah digariskan itu dilaksanakan sebagaimana mestinya dan apakah telah mencapai hasil yang dikehendaki". Ditambahkan pula bahwa pengawasan atau pengendalian adalah suatu proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan rencana. Lain lagi menurut Sarwoto (1988) menyatakan : "pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan, rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki". Di sisi lain Winardi 1983 mengemukakan pengertian pengawasan dikutip dari pendapat George R. Terry dalam buku Principles of management edisi ketujuh sebagai berikut : "Pengawasan berarti mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan apa yang direncanakan" . Lebih lanjut dijelaskan bahwa Controlling atau pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan, mengoreksi penyimpangan-penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitasaktivitas yang direncanakan. Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan beberapa ahli di atas dapat diberikan kesimpulan umum bahwa pengawasan hubungannya sangat erat sekali dengan perencanaan, sehingga dapat dikatakan bahwa perencanaan dan pengawasan adalah kedua sisi dari mata uang atau Siamese twin (kembar siam). Seperti yang dikatakan oleh Harold Koontsz dan O'Donnel dalam Siagian (1988) bahwa: "Planning and Controlling are the two sides of same coin",
6
Jelaslah
bahwa
rencana
tanpa
pengawasan
akan
menimbulkan
penyimpangan-penyimpangan dengan tanpa alat untuk mencegahnya. Atau andaikata tujuan tercapai juga, tercapainya itu dengan pengorbanan yang lebih besar karena dalam pelaksanaannya terjadi inefisiensi dan pemborosan tanpa ada pencegahan ataupun perbaikan. Fungsi pengawasan dalam setiap organisasi adalah sangat penting untuk menjamin terselenggaranya tugas serta fungsi sebagaimana mestinya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Adapun untuk mengkaji lebih lanjut apakah sebenarnya yang menjadi tujuan dari pengawasan, dapat disimak beberapa pendapat sebagai berikut, diantaranya : Soekamo (1986) yang menyatakan bahwa tujuan pengendalian atau pengawasan adalah: 1. Untuk mengetahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan rencana yang telah digariskan; 2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan instruksi serta asas-asas yang telah ditetapkan; 3. Untuk
mengetahui
kesulitan-kesulitan,
kelemahan-kelemahan
serta
kekurangan-kekurangan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan pekerjaan; 4. Untuk mengetahui segala sesuatu apakah berjalan secara efisien; 5. Untuk mencari jalan keluar, bila ternyata dijumpa, kesulitan-kesulitan, kelemahan kelemahan atau kegagalan kearah perbaikan. Sedangkan Atmosudirdjo (1982) mengatakan bahwa, "tujuan dan hakekat dari pada controlling itu adalah membuat penyelenggaraan (performace) dan hasilnya (result, finish) sesuai dengan rencana (in accordance with plans). Akan tetapi disamping itu di dalam praktek, terdapat pula pengawasan yang tujuan dan sifatnya adalah problem solving (memecahkan sesuatu masalah), misalnya : meningkatkan keamanan atau security (kalau terlampau banyak pencurian, kerusakan, gangguan, dsb), meningkatkan disiplin, meningkatkan kebersihan, meningkatkan higiene". Lebih lanjut dijelaskan oleh Handayaningrat (1988), bahwa tujuan pengawasan adalah agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif), sesuai dengan
7
rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan dari pengawasan pada dasarnya adalah untuk menjamin bahwa segala aktivitas yang berkaitan dengan pencapaian tujuan organisasi diharapkan sejalan dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. 3. Prinsip-prinsip Pengawasan Untuk memungkinkan adanya suatu sistem pengawasan yang efektif dan agar pengawasan itu dapat terarah, maka perlu dipenuhi beberapa, prinsip pengawasan sebagai berikut : a. Obyektif dan menghasilkan fakta; Pengawasan harus bersifat obyektif dan harus dapat menemukan fakta-fakta tentang pelaksanaan pekerjaan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya; b. Berpangkal tolak dari keputusan pimpinan; Untuk mengetahui dan menilai ada tidaknya kesalahan-kesalahan dan penyimpangan. Pengawasan harus berpangkal tolak dari keputusan pimpinan, yang tercermin dalam : 1) Tujuan yang ditetapkan. 2) Rencana kerja yang telah ditentukan. 3) Kebijakan dan pedoman kerja yang telah digariskan. 4) Perintah yang telah diberikan. 5) Peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. c. Preventif Karena pengawasan pada dasarnya adalah untuk menjamin tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, yang harus efisien dan efektif, maka pengawasan harus bersifat mencegah jangan sampai terjadi kesalahankesalahan, berkembangnya dan terulangnya kesalahan-kesalahan. d. Bukan tujuan tetapi sarana. Pengawasan hendaknya tidak dijadikan tujuan, tetapi sarana untuk menjamin dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas pencapaian tujuan organisasi. e. Efisiensi Pengawasan haruslah dilakukan secara efisien, bukan justru menghambat
8
efisiensi pelaksanaan pekerjaan. f. Apa yang salah; Dalam pengawasan janganlah mencari siapa yang salah, tetapi apa yang salah, bagaimana timbulnya sifat kesalahan itu. g. Membimbing dan Mendidik; Manajemen merupakan pengembangan manusia dan benda. Sebagai suatu fungsi manajemen, maka pengawasan harus bersifat membimbing dan mendidik supaya pelaksana atau pegawai meningkatkan kemampuannya dan dedikasinya untuk melakukan tugas-tugas yang ditetapkan. Dengan demikian dapat dikemukakan, bahwa pengawasan yang baik harus menggunakan yang dapat dijadikan standar, dan dalam usaha bawahan melaksanakan pekerjaan agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan oleh pimpinan, maka instruksi yang diberikan harus jelas dan tegas. Dengan instruksi yang tegas, bawahan akan dapat mempedomani apa yang dimaksud atasan dan bawahan tidak mempunyai keraguan dalam melaksanakan tugasnya. Atas dasar inilah pengawasan dilaksanakan. Agar suatu pengawasan dapat berjalan baik, mau tidak mau prinsip-prinsip pengawasan yang telah dikemukakan itu haruslah mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Sedangkan pengawasan dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu : 1. Pengawasan Intern: Pengawasan yang dilaksanakan oleh organisasi/lembaga itu sendiri, yang secara fungsional merupakan tugas pokoknya. Sedangkan kalau dalam instansi-instansi atau lembaga-Iembaga biasanya dilakukan oleh kepala bagian/seksi terhadap kolega-kolega yang ada di bawah pimpinan; 2. Pengawasan Ekstern Adalah pengawasan dari luar yaitu pengawasan yang dilaksanakan lembaga yang independent, serta oleh masyarakat. Agar dalam pengawasan bisa terarah dan sesuai dengan perencanaan maka diperlukan tahap-tahap sebagai berikut :
9
a. Obyek pengawasan harus ditetapkan agar kita mengetahui sasaran yang akan diawasi. b. Titik-titik strategi pengawasan harus ditentukan, agar pelaksanaan pengawasan lebih ditujukan kepada yang benar-benar penting. c. Tolok ukur kriteria kaidah-kaidah harus ditegaskan agar hasil yang dicapai dapat diukur, sehingga dapat diketahui apakah pekerjaan sesuai/ berhasil atau masih jauh di bawah ukuran yang dinginkan. d. Prosedur, metode dan teknik pengawasan harus ditentukan agar sesuai dengan lingkungan/tugas pekejaan. e. Sebab-sebab penyimpangan harus dianalisa agar penyimpangan yang sama tidak akan terulang lagi. f. Tindak lanjut harus diadakan, karena pengendalian tanpa tindak lanjut koreksi tidak ada artinya dan hanya akan membuang-buang biaya. g. Penilaian akhir (evaluasi) harus diadakan untuk keperluan di masa mendatang sebagai masukan untuk perencanaan berikutnya dan untuk melakukan pengawasan selanjutnya. 4. Norma pengawasan Menurut Suyamto (1986) yang dimaksud dengan norma pengawasan adalah " patokan, kaidah atau ukuran yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang yang harus diikuti dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan agar dicapai mutu pengawasan yang dikehendaki". Adapun ketentuan-ketentuan norma pengawasan yang pada saat ini berlaku di lingkungan Departemen Dalam Negeri dan diatur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nornor 116 tahun 1981 tentang pedoman pengawasan umum di lingkungan Departemen Dalam Negeri, yaitu : Norma umum pengawasan yang isinya dirumuskan dalam 4 (empat) ugeran atau patokan tersebut adalah merupakan bagian dari norma pengawasan umum, yang dalam 3 (tiga) bagian yaitu: a. Norma umum pengawasan.; b. Norma umun pemeriksaan; c. Norma laporan;
10
Norma umum pengawasan yang diatur dalan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 116 Tahun 1981 adalah : 1. Pengawasan tidak mencari-cari kesalahan, yaitu tidak mengutamakan mencari
siapa
yang
salah,
tetapi
apabila
dijumpai
adanya
penyimpangan dan hambatan supaya dilaporkan sebab-sebab dan bagaimana memperbaikinya; 2. Pengawasan merupakan proses yang berlanjut, yaitu dilaksanakan terus menerus, sehingga dapat memperoleh hasil pengawasan yang berkesinambungan; 3. Pengawasan harus menjamin adanya kemungkinan pengambilan koreksi
yang
penyelewengan
cepat yang
dan
tepat
ditemukan
terhadap untuk
penyimpangan
mencegah
dan
berlanjutnya
kesalahan dan/atau penyimpangan; 4. Pengawasan bersifat mendidik dan dinamis, yaitu dapat menimbulkan kegairahan untuk memperbaikinya mengurangi atau meniadakan penyimpangan di samping menjadi pendorong dan menyempurnakan kondisi obyek pengawasan; Jadi norma pengawasan adalah merupakan patokan, kaidah atau ukuran yang harus diikuti dalam rangka pelaksanaan dari fungsi pengawasan yang dikehendaki. 5. Pengawasan Melekat a. Pengertian Bohari (1986) dalam bukunya. Pengawasan Keuangan Negara, mendefinisikan pengawasan melekat adalah: "Berupa tindakan atau kegiatan atas usaha untuk mengawasi dan mengendalikan anak buah secara langsung, yang harus dilakukan sendiri oleh setiap pimpinan organisasi yang bagaimanapun juga tindakan atau usaha inilah yang dianggap paling tepat untuk menamakan pengawasan atasan langsung" Sedangkan Nawawi (1992) mengemukakan pengawasan melekat sebagai berikut : a. Pengawasan melekat adalah proses pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi
11
atasan langsung terhadap pekerjaan dan hasil kerja bawahannya, agar dapat mencegah
terjadinya
penyalahgunaan
ketentuan-ketentuan,
peraturan-
peraturan dan. juga kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Dalam perkataan terhadap pekerjaan termasuk juga prosesnya, yang menyentuh tidak sekedar pada ketepatan cara bekerja, tetapi juga berkenaan dengan aspek disiplin, ketekunan, dedikasi, loyalitas, inisiatif dan kreatifitas dalam bekerja, b. Pengawasan melekat adalah proses pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi atasan langsung dengan mendayagunakan temuan-temuan pengawasan fungsional dan pengawasan masyarakat terhadap pekerjaan dan hasil kerja bawahannya. Definisi kedua ini mengandung pengertian yang sama dengan definisi pertama di atas. Lebih lanjut Suharto (1988) mengatakan pengawasan melekat (built in control) adalah pengawasan yang dilakukan oleh setiap pejabat pimpinan secara langsung terhadap anak buah yang dipimpinnya. Dengan perkataan. lain dapat dikatakan bahwa pengawasan oleh setiap manajer, tanpa dibantu oleh seorang pejabat atau sesuatu perangkat yang mempunyai tugas khusus di bidang pengawasan. Kemudian untuk efektifnya pengawasan melekat, Sujamto (1986) telah mengemukakan bahwa built in control ini secara potensial merupakan salah satu bentuk pengawasan yang paling intensif karena antara jarak subyek (pimpinan) dan obyek pengawasan (bawahan) adalah yang paling dekat. Dengan jarak yang begitu dekat antara subyek (pimpinan) dan obyek pengawasan
(bawahan)
itu
dimungkinkan
pengawas
atasan
langsung
mengamati setiap saat pelaksanaan tugas bawahannya dan memberi pentunjukpetunjuk serta tindakan-tindakan korektif lainnya yang diperlukan secara cepat dan tepat. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan secara sederhana dan lebih operasional bahwa pengawasan melekat (buil/ in control) adalah rangkaian kegiatan penempatan, pengecekan, pemeriksaan, penelurusan, pelacakan, penelitian, pengujian, pengujian ulang, perbandingan-perbandingan, penilaian,
12
pemantauan atau kegiatan apapun yang bersifat sebagai pengendalian secara terus menerus yang dilakukan oleh atasan terhadap bawahannya baik secara preventif maupun represif, agar pelaksanaan tugas bawahan dan kegiatan organisasi berjalan secara lancar, efektif dan efisien, sesuai dengan rencana dan target yang telah ditetapkan sebelumnya serta sesuai dengan kewenangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pengawasan melekat adalah proses pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi atasan langsung "terhadap pekerjaan " dan "hasil kerja" bawahannya, agar dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan dari ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan kebijakankebijakan yang telah ditetapkan. b. Tujuan dan Sasaran Pengawasan Melekat Tujuan pengawasan melekat adalah untuk terciptanya kondisi yang mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, kebijaksanaan, rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dilakukan oleh atasan langsung (LAN, 1994). Sedangkan Nawawi (1989) menyatakan bahwa tujuan pelaksanaan pengawasan melekat di lingkungan aparatur pemerintah adalah untuk mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, sehingga pelaksanaan tugas umum pemerintahan dapat dilakukan secara tertib, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berdasarkan sendi-sendi kewajaran penyelenggaraan pemerintahan. Pengawasan melekat bermaksud untuk mewujudkan daya guna, hasil guna dan tepat guna dalam upaya mencapai sasaran-sasaran di dalam program-program pemerintahan. Jadi tujuan pengawasan melekat adalah untuk mencegah secara dini terjadinya masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan kekayaan dan keuangan negara, pemungutan liar dan berbagai bentuk penyelewengan lainnya di lingkungan aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Sedangkan sasaran pengawasan melekat adalah : a. Meningkatkan
disiplin
dan
prestasi
kerja
dan
pencapaian
sasaran
13
pelaksanaan tugas; b. Menekan hingga sekecil mungkin penyalahgunaan wewenang c. Menekan hingga sekecil mungkin kebocoran serta pemborosan keuangan negara dan segala bentuk pungutan liar; d. Mempercepat penyelesaian perijinan dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat e. Mempercepat
pengurusan
kepegawaian
sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan yang· berlaku (Kesimpulan Rapat Koordinasi, 1969). c. Pelaksanaan Pengawasan Melekat Selanjutnya
sebagai
pelaksanaan
dari
pengawasan
melekat,
maka
dikeluarkanlah pedoman pengawasan melekat. Untuk dapat melaksanakan pengawasan melekat bagi setiap atasan disetiap jajaran harus memakai prinsipprinsip dasar pengawasan melekat yang antara lain adalah : a. Pengawasan melekat merupakan kegiatan rutin yang harus dilakukan secara terus
menerus
untuk
mencegah
dan
memperbaiki
penyimpangan,
penyalahgunaan wewenang dan sebagainya; b. Pengawasan melekat diterapkan secara intensif, terutama pada kegiatan yang
diperkirakan
mengandung
resiko
kesalahan
dan
yang
sangat
menentukan keberhasilan pencapaian sasaran tugas pokok organisasi / satuan kerja; c. Pengawasan melekat harus didasarkan pada penilaian yang obyektif dengan menggunakan kriteria atau standar yang jelas. d. Pengawasan melekat harus mampu mendeteksi penyimpangan sedini mung kin. e. Pengawasan melekat harus berorientasi pada masa depan sehingga mampu menghindarkan penyimpangan yang mungkin akan terjadi. f. Pengawasan melekat harus didasarkan pada pendelegasian wewenang dan tanggung jawab sesuai struktur organisasi dan kebutuhan. g. Pengawasan melekat harus bersifat edukatif dan pembinaan terhadap semua bawahan. h. Pengawasan melekat bertujuan pada pemecahan secara tuntas setiap
14
masalah penyimpangan dalam rangka tertib pelaksanaan tugas pokok organisasi/satuan kerja Selain dari pada itu dalam melaksanakan pengawasan melekat seorang atasan wajib melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : a. Mengamati dan melakukan pengujian terhadap pelaksanaan tugas dengan berpedoman pada rencana dan ketentuan yang berlaku; b. Meneliti
penyimpangan-penyimpangan
dan
kesalahan-kesalahan
yang
dilakukan dari pada pelaksana; c. Menyelidiki hambatan-hambatan yang dihadapi serta cara mengatasinya; d. Merumuskan perbaikan kebijaksanaan pelaksanaan tugas; e. Mengambil langkah-langkah perbaikan terhadap kesalahan yang pernah terjadi. Dalam pengawasan melekat perlu adanya langkah-langkah evaluasi yaitu: a. Mengumpulkan data baik yang berkaitan dengan sistem dan sarana kerja maupun yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas instansi/unit kerja b. Menganalisa apakah sarana dan sistem kerja yang digunakan sudah cukup baik, dan menjamin kelancaran tugas pokok; c. Membandingkan apakah pelaksanaan kegiatan yang diharapkan sesuai dengan rencana. Untuk itu perlu adanya suatu tolok ukur yang konkrit; d. Kalau ada kemungkinan penyimpangan atau telah terjadi penyimpangan, menganalisis sebab terjadinya penyimpangan dan selanjutnya melakukan langkah-langkah tindak lanjut baik yang menyangkut aspek sarana kerja (manusia),
maupun
aspek
pelaksanaan
tugas
pokok
sesuai
dengan
(Pedoman
Peningkatan pengawasan Melekat, 1991). Sedangkan
langkah-langkah
tindak
lanjutnya
peraturan
perundang-undangan yang berlaku adalah : a. Tindakan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang kepegawaian termasuk penerapan hukuman disiplin; b. Tindakan tuntutan/gugatan perdata, antara lain tuntutan ganti rugi/penyetoran kembali, tuntutan perbendaharaan dan tuntutan perdata berupa pengenaan denda, ganti rugi dan lain-lain;
15
c. Tindakan pengaduan tindak pidana dengan menyerahkan perkaranya kepada instansi yang berwenang sesuai dengan prosedur dan peraturan perundangundangan yang berlaku; d. Tindakan penyempurnaan aparatur pemerintah di bidang kelembagaan kepegawaian dan tata laksana; e. Tindakan
peningkatan
daya
guna
dan
hasil guna
terhadap
fungsi
pengendalian maupun pemanfaatan berbagai sumber daya yang ada agar dapat terselenggara dengan sebaik-baiknya; f. Tindakan pemberian penghargaan kepada mereka yang memiliki prestasi yang dinilai patut mendapatkan perhargaan (Kesimpulan rapat Koordinasi, 1969). Pelaksanaan pengawasan melekat yang efektif dan efisien pada prinsipnya untuk menciptakan aparatur pemerintah yang berdayaguna dan berhasil guna dalam menjalankan fungsinya. PERSPEKTIF PENDEKATAN PENELITIAN Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Walaupun dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif namun masih diperlukan fokus penelitian, karena dapat digunakan sebagai wahana untuk membatasi studi. Mengacu pada uraian perumusan masalah maka fokus penelitian ini adalah fenomena pelaksanaan pengawasan melekat di Badan Pengawasan Provinsi Jawa Tengah serta faktor-faktor yang mempunyai kecenderungan mempengaruhinya, yaitu a.
Uraian tugas
b.
Fenomena lain yang ditemukan berdasarkan hasil penelitian di lapangan.
Informan penelitian adalah orang yang benar-benar tahu atau pelaku yang terlibat langsung dengan permasalahan penelitian. Sebagai informan adalah para karyawan Badan Pengawas Daerah Provinsi Jawa Tengah. ANALISIS HASIL PENELITIAN Dengan melihat hasil penelitian yang telah dilakukan di lapangan dan mengacu perumusan masalah dan fokus penelitian di lingkungan Badan Pengawas
16
Provinsi Jawa Tengah, maka dapat di ketahui bahwa hampir seluruh informan menyatakan bahwa yang mempunyai kewenangan memberi kebijakan, dalam hal ini kebijakan disiplin dan hukuman adalah Pimpinan Instansi atau Kepala Badan Pengawas, akibatnya pengawasan melekat oleh Kepala Badan Pengawas Provinsi Jawa Tengah hanya menjangkau pada Staff/ pejabat dibawahnya diantaranya Sekretaris, Kepala Bidang Pemerintahan, Kepala Bidang Aparatur, Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat, Kepala Bidang Perekonomian, Kepala Bidang Kekayaan Daerah dan BUMD, Kepala Bidang Kesejahteraan Sosial, dan Kepala Bidang Pendapatan, maka staff lain kurang terjangkau oleh informasi kebijakan pengawasan melekat yang diberikan oleh Kepala Badan Pengawas Provinsi Jawa Tengah, seperti Kepala Sub Bidang dan Staff pada Bidang Pemerintahan, Bidang Aparatur Kesatuan Bangsa dan Perlindungan
Masyarakat,
Bidang
Perekonomian
dan
Bidang-Bidang
Lainnya.Namun demikian pelaksanaan kebijakan disiplin dan hukuman justru sangat sentralistik ada pada Kepala Badan Pengawas. Untuk mengurangi birokrasi pelaksanaan kebijakan disiplin dan hukuman, penulis mengusulkan bahwa
pemberian
sanksi/hukuman
terhadap
pegawai
yang
melakukan
pelanggaran disiplin dilaksanakan oleh atasan langsung dari pegawai yang bersangkutan. Kepala Badan Pengawas cukup menerima laporan dari pejabat di bawahnya. Selain hal yang disebutkan di atas, pelaksanaan pengawasan melekat di Badan Pengawas Provinsi Jawa Tengah dapat diketahui masih adanya pegawai yang kurang paham mengenai prosedur pelaksanaan atas kebijakan disiplin dan hukuman. Dilihat dari dedikasi dan loyalitas pegawai Badan Pengawas Provinsi Jawa Tengah, dedikasi dan loyalitas pegawai dapat ditunjukkan dengan adanya sikap kesediaan para pegawai dalam membantu rekan kerja yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas pekerjaan dan kesediaan membantu pimpinan dalam melaksanakan tugas. Dalam tingkat kedisiplinan dan ketekunan para pegawai Badan Pengawas Provinsi Jawa Tengah cukup baik, hal ini dapat dilihat dari tingkat kedatangan pegawai yang tepat waktu datang ke kantor dan penundaan pekerjaan yang diberikan oleh pimpinan, memang hanya 2 informan
17
atau 13% yang memberikan keterangan kadang-kadang menunda pekerjaan yang diberikan oleh pimpinan dengan alasan beban kerja yang banyak yang harus dilakukan dan masih ada beberapa tugas yang belum diselesaikannya Inisiatif dan kreatifitas para PNS di lingkungan Badan Pengawas Provinsi Jawa Tengah dalam bekerja ditunjukkan para karyawan dalam membantu tugas pimpinan yang mana selalu mengkaji dan memahami tugas-tugas yang diberikan oleh pimpinan, melakukan rapat koordinasi dan melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur dan melaporkan hasil pelaksanaan tugas secara hierarkhi.
DAFTAR PUSTAKA Abdul Wahab, Solichin, 1990, Pengantar Analisis Kebijakan Negara, Reneka Cipta , Jakarta. ------, 1990, Analisa Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta. -----, 1997, Analisis Kebijaksanaan, Cetakan I, Bumi Aksara, Jakarta. Bohari, H., 1982, Pengawasan Keuangan Negara, Rajawali pers, Jakarta. Cushway, Barry & Derek Lodge,1993, Organisational Behavior and Design,PT Elex Media Komputindo, Jakarta Davis, K, 1976, Human Behavior Of at Work , McGraw-Hill Book Co, New York Frederichson, H. George, 1994, Administrasi Negara Baru, LP3ES, Jakarta Furchan, Arief, 1992, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Usaha Nasional, Surabaya. Handayaningrat, S., 1988, Pengantar Studi IImu Administrasi dan Manajemen, Cetakan VIII, CV. Haji Masagung, Jakarta Irawan, Prasetya, 1999, Logika dan Prosedure Penelitian, STIA-LAN press, Jakarta 18
Islamy, M.Irfan 1992, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, PT Bina Aksara, Jakarta Karyadi, 1983, Pemimpin (Leadership), Poletia, Bogor Kasto, Sanggar, 1998, sampling, validitas dan reilabilitas dalam penelitian kualitatif, materi Pelatihan Metode Penelitian Kualitatif Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (BMPTSI) Wilayah VIII Jawa Timur, Surabaya. Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (LAN RF), 1994, Sistem Adminis trasi Negara Republik Indonesia, Jilid II, CV, masagung, Jakarta Lincoln, YS da Egon GB, 1985, Naturalistic Inquiry, Sage Publication, London Lofland, J, dan Lyn H, Lofland, 1984, Analizing Social Settings, Wadsworth, inc, California Lubis, S.B., Hari dan M.Husaeni, 1987, Teari Organisasi Suatu Pendekatan Makro, PAU UI, Jakarta Manullang, M, 1983, Dasar-Dasar Mmanajemen, cetakan X, Ghalia Indonesia, Jakarta Miles, Matthew B & A.M Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, diterjemahkan T.R.Rohidi, UI Pers, Jakarta Muhammad, Arni, 2001, Komunikasi Organisasi , cetakan II, PT Bumi Aksara,Jakarta Moenir, AS., 1987, Pendekatan Manusiawi dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian, PI. Gunung Agung, Jakarta Moleong, Lexy J, 1995, Metodologi Rosdakarya, Bandung
Penelitian
Kualitatif,
PT.
Remaja
Nasution, S, 1988, Metade Penelitian Naturalistik - Kualitatif, Tarsito, Bandung Nawawi, H. Hadari dkk, 1992, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Cetakan I, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Nawawi, H. Hadari, 1982, Pengawasan Melekat di Lingkungan Aparatur Pemerintah, Cetakan II, Erlangga Jakarta Riwu Kaho, Josef, 1991, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Rajawali Press, Jakarta.
19
Robbins, Stephen P, 1996, Perilaku Organisasi, PT Prehallindo, Jakarta Robbins, Stephen P, 1994, Teori Organisasi Struktur, Desain & Aplikasi, Penerbit Arcan, Jakarta Salindeho, Jhon, 1994, Pengawasan Melekat (Aspek-Aspek Terkait dan Implementasinya), Bumi Aksara, Jakarta Santoso, Amir, 1987, Analisa Kebijakan Publik, Suatu Pengantar, Jurnal Ilmu Sosial 3 diterbitkan kerjasama AlP dan LlPI, PT. Gramedia, Jakarta . Santoso, Gempur , 2005, Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif ,Cetakan I, Prestasi Pustaka Publiser, Jakarta Sarwoto, 1998, Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen, cetakan VII, Ghalia Indonesia Siagian, S.P., 1988, Filsafat Administrasi, Cetakan XVIII, CV, haji Masagung, Jakarta Soekarno, K., 1986, Dasar-Dasar Manajemen, Cetakan XIV, Miswar, Jakarta Suharto, 1988, Pelengkap Pengawasan Melekat, Dharma Bhakti, Jakarta Sujamto, 1985, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, Cetakan II, Ghalia Indonesia, Jakarta Supriyono, 1989, Pemeriksaan Manajemen dan Pengawasan Pemerintahan Indonesia, BPFE, Yogyakarta Tjokroamidjoyo, Bintoro, 1987, Manajemen Pembangunan, Cetakan I, CV. Haji masagung, Jakarta Tjokrowinato, Moeljarto, 1997, Pembangunan (Dilema dan Tantangan), Pustaka Pelajar, Yoyakarta. Vredentbergt, 1993, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Rajawali Press, Jakarta.
20