Analisis, Desember 2014, Vol.3 No.2 : 132 – 137
ISSN 2252-7230
KEWENANGAN NOTARIS DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI PEMBELIAN SAHAM Notary Authority in Crime Prevention of Money Laundering Through the Purchase of Shares Andi Khamisah Ayu Isnaini, Aminuddin Ilmar, Syamsuddin Muchtar Program Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar (E-mail:
[email protected]) ABSTRAK Notaris sebagai profesi yang digunakan jasanya dalam pembuatan akta terkait pembelian saham dianggap memiliki peran penting dalam pencegahan tindak pidana penucian uang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan Notaris dalam mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang melalui pembelian saham dan untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban Notaris apabila terjadi Tindak Pidana Pencucian Uang melalui pembelian saham. Penelitian ini berbentuk socio-legal research yaitu penelitian lapangan yang diperkuat dengan penelitian kepustakaan. Data diolah dengan menggunakan metode kualitatif dengan mendiskripsikan data berupa data primer dan data sekunder untuk kemudian dilakukan penafsiran dan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewenangan Notaris dalam pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang melalui pembelian saham adalah melakukan penelitian terhadap identitas pengguna jasa, membuat surat pernyataan bahwa uang yang digunakan penghadap bukan hasil dari tindak pidana atau kejahatan, dan melaporkan jika terjadi transaksi keuangan mencurigakan. Pertanggungjawaban bagi Notaris apabila terjadi tindak pidana pencucian uang melalui pembelian saham yaitu pertanggujawaban secara pidana apabila Notaris terbukti lalai karena jasanya dimanfaatkan pelaku kejahatan, atau Notaris terbukti ikut membantu kejahatan dan pertanggungjawaban secara administratif berupa sanksi secara berjenjang mulai dari teguran lisan sampai dengan pemberhentian tidak hormat. Kata Kunci: Notaris, Pencucian Uang, Pembelian Saham
ABSTRACT Notary as a profession that used his services in the deed related to the purchase of shares is considered to have an important role in the prevention of criminal acts penucian money. This study aims to determine the authority of the Notary in preventing Money Laundering through the purchase of shares and to determine if there is a form of Notaries Money Laundering through the purchase of shares. This research was shaped socio-legal research is a field of research that is reinforced by the research literature. The data were processed using qualitative methods to describe the data in the form of primary data and secondary data and then do the interpretation and conclusions. The results showed that the authority of the Notary in the prevention of Money Laundering through the purchase of shares is to conduct research on the service user's identity and report in case of suspicious financial transactions. Accountability for Notary in preventing money laundering through the purchase of shares is accountability criminally negligent if Notary proven criminals exploited for performance, or Notary proved helped crimes and accountability in administrative sanctions in stages ranging from an oral reprimand to dismissal disrespect. Keywords: Notary, Money Laundering, Purchase Shares
132
Notaris, Pencucian Uang, Pembelian Saham
ISSN 2252-7230
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, selanjutnya diubah dengan UU No.25 Tahun 2003, kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Amrullah, 2004) Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang telah mulai diterapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada kasus-kasus korupsi para pejabat di negara ini. Melalui lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang melaporkan adanya indikasi kuat terjadinya tindak pidana pencucian uang kepada KPK, maka berdasarkan pada keahlian dari penyidik KPK, dapat mengembangkan bukti permulaan yang cukup untuk mengaitkan tindak pidana pencucian uang oleh para pelakunya yang sudah ditentukan status tersangkanya maupun belum ditentukan. Dalam kenyataanya, jika terjadi perkara tindak pidana pencucian uang, Notaris ikut dilibatkan dalam pemeriksaan. Contohnya adalah kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dalam pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia, dengan tersangka Muhammad Nazaruddin yang ikut melibatkan Notaris, yang juga ikut diperiksa oleh KPK. Begitu juga dengan kasus tindak pidana pencucian uang pengadaan simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas Polri tahun anggaran 2011, KPK memeriksa empat notaris. Notaris dianggap mampu memperkirakan berdasarkan data atau informasi yang dimiliki atau berdasarkan kelaziman umum dapat menilai bahwa sejumlah uang atau harta kekayaan merupakan hasil dari suatu perbuatan pidana. Bisa dibayangkan apa yang terjadi apabila notaris lalai karena jasanya dimanfaatkan oleh pengguna jasa untuk melakukan perbuatan melawan hukum atau apa yang terjadi apabila terdapat Notaris maupun PPAT yang secara sadar membantu
PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi yang sedang tumbuh berdampak pada peningkatan berbagai aktivitas bisnis. Semakin beragamnya transaksi bisnis masyarakat menuntut perlunya dokumentasi yang sah sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dokumentasi ini dibutuhkan bukan hanya sekadar sebagai catatan peristiwa keperdataan, tetapi lebih penting dari itu dimaksudkan untuk pembuktian di kemudian hari. Setiap transaksi memiliki dampak hukum, sehingga menuntut adanya kepastian hukum terhadap hubungan hukum individu maupun subjek hukum lainnya. Untuk itulah kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan. Jaminan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan Notaris. Pencucian uang merupakan strategi dari pelaku tindak pidana untuk menyembunyikan uang hasil tindak pidananya agar seolah-olah berasal dari kegiatan yang legal. Black’s Law Dictionary memberikan pengertian pencucian uang sebagai terms used to describe invesment or other transfer of money flowing from racketeeting, drug transaction, and other ilegal sources into legitimate channels so that is original source cannot be traced (pencucian uang adalah istilah untuk menggambarkan investasi di bidangbidang yang legal melalui jalur yang sah, sehingga uang tersebut tidak dapat diketahui lagi asal-usulnya. (Yustiavandana dkk., 2010). Upaya Indonesia dalam memerangi tindak pidana pencucian uang dimulai dengan dibuatnya Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (know your customer). Ketentuan ini merupakan antisipasi atas kevakuman ketentuan hukum setingkat undangundang mengenai pencucian uang. Setahun kemudian sejak tanggal 17 April 2002, Indonesia memberlakukan 133
Andi Khamisah Ayu Isnaini
ISSN 2252-7230
terjadinya perbuatan melawan hukum melalui pembuatan akta sesuai kewenangannya. Risiko yang dihadapi bukan hanya yang bersangkutan akan berurusan dengan proses pidana, tetapi juga dapat berdampak pada menurunnya martabat dan kehormatan profesi secara keseluruhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana kewenangan Notaris dalam pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang melalui pembelian saham serta untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk pertanggungjawaban Notaris apabila terjadi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) melalui pembelian saham.
diperoleh berupa sumber-sumber tertentu. Seperti dokumen-dokumen termasuk juga literatur bacaan lainnya yang sangat berkaitan dengan pembahasan penelitian ini. Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian kemudian dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif yaitu dengan mendeskripsikan data yang diperoleh berupa data primer dan data sekunder kemudian dilakukan penafsiran dan kesimpulan. HASIL Penelitian ini menemukan bahwa Notaris dapat berperan dalam pencegahan tindak pidana pencucian uang. Modus pencucian uang semakin hari semakin beragam. Banyak cara dilakukan agar tidak mudah terdeteksi PPATK, misalnya dengan cara membenamkan uang haramnya dalam bentuk sektor usaha, yakni dalam bentuk kepemilikan saham pada korporasi atau perusahaan, baik itu menanamkan saham atau modal pada pendirian suatu PT (shell company), membeli saham pada PT yang telah ada, atau investasi saham di pasar modal. Pencucian uang dengan modus pembelian saham memerlukan jasa Notaris dalam hal pembuatan akta. Dalam Anggaran Dasar perseroan ditentukan cara pemindahan hak atas saham menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut pihak PPATK yang diwakili oleh Haryono Budhi, Adanya pencucian uang dapat diindikasi dengan adanya Transaksi Keuangan Mencurigakan dan/atau Transaksi Keuangan Tunai. Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari pengguna jasa yang bersangkutan; Transaksi keuangan oleh pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh pihak pelapor sesuai
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Untuk mendapatkan data dan informasi dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan data dan informasi dari daerah penelitian di Kota Makassar dan Jakarta Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian socio-legal research yaitu penelitian lapangan yang diperkuat dengan penelitian kepustakaan. Informan Penelitian Penggunaan informan dalam penelitian ini bertujuan untuk menguatkan teori-teori serta pendapat-pendapat yang digunakan dalam penelitian. Adapun informan tersebut yakni: Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPD) sebanyak 3 (tiga) orang, Notaris sebanyak 3 (tiga) orang, dan seorang perwakilan dari Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Pengumpulan Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara kepada informan yang terkait dengan judul penelitian. Data sekunder yaitu data yang 134
Notaris, Pencucian Uang, Pembelian Saham
dengan ketentuan ini; Transaksi keuangan yang dilakukan atau yang batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana, sedangkan Transasksi Keuangan Tunai ditentukan jumlahnya paling sedikit Rp. 500.000.000,00. Menurut Haryono Budhi upaya Notaris dalam mendeteksi adanya Transaksi Keuangan Mencurigakan yakni dengan mengidentifikasi pengguna jasa yaitu melakukan penelitian terhadap identitas pengguna jasa. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Lola Rosalina selaku Notaris untuk memperoleh identitas penghadap Notaris akan meminta :Kartu Tanda Penduduk, Surat Nikah, Kartu Keluarga kemudian mencocokkan nama dan tanda tangan penghadap. Berdasarkan wawancara dengan Ibu Ria Trisnomurti sebagai Majelis pengawas daerah, Notaris adalah jabatan kepercayaan maka Notaris tidak dapat menyelidiki kebenaran dari identitas penghadap, Notaris hanya mendengar dari pengakuan para penghadap. Dalam menjalankan tugasnya seorang Notaris tidak boleh menuduh penghadap mempunyai itikad buruk. Tindakan preventif yang dapat dilakukan Notaris untuk membantu pemerintah mencegah tindak pidana pencucian uang khususnya melalui pembelian saham hanya dalam bentuk formil saja yaitu dengan membuat surat pernyataan bagi penghadap bahwa uang yang akan atau telah disetor bukan merupakan uang hasil tindak pidana pencucian uang dan kejahatan lainnya. Apabila seorang Notaris secara sadar membantu terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang melalui pembelian saham atau lalai karena jasanya dimanfaatkan oleh pengguna jasa, maka Notaris dapat dijatuhi hukuman pidana. Jika Notaris tidak melaporkan Transaksi
ISSN 2252-7230
Keuangan Mencurigakan dan ternyata terjadi kejahatan, seorang Notaris bisa menghadapi ancaman pidana Pasal 5 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengenai tindak pidana pencucian uang pasif, serta Pasal 55 KUHP yakni turut serta dan Pasal 56 KUHP yakni ikut aktif membantu kejahatan. Endang Soelianti menyatakan setuju jika memang Notaris diharuskan melapor ke pihak PPATK jika terjadi Transaksi Keuangan Mencurigakan, namun aturannya harus jelas, jangan sampai jabatan kepercayaan yang dijalankan Notaris menjadi berantakan. PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa Notaris selaku pencatat besaran modal dan saham serta identitas para pendiri dan pemegang saham dalam akta PT dianggap sebagai ujung tombak dalam mencegah tindak pidana pencucian uang. Pencucian uang pada dasarnya merupakan upaya memproses uang hasil kejahatan dengan bisnis yang sah sehingga uang tersebut bersih atau tampak sebagai uang halal. (Darwin, 2012). Secara populer dapat dijelaskan bahwa aktivitas pencucian uang merupakan suatu perbuatan memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari suatu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh criminal organization, maupun individu yang melakukan tindakan korupsi, penyuapan, perdagangan narkotika dan tindak pidana lainnya dengan maksud menyembunyikan, menyamarkan, atau mengaburkan asal-usul uang yang berasal dari tindak pidana (Halim, 2013). Kegiatan pencucian uang dapat menggunakan sarana pasar modal dengan membeli efek-efek yang ditawarkan (Halim, 2013). Juga dapat dengan pembelian saham di perusahaan-perusahaan tertutup. Dalam hal jual beli dilakukan dalam Perseroan Tertutup sesuai Pasal 49 Undang-Undang Perseroan Terbatas ditentukan, pemindahan hak pada saham atas nama 135
Andi Khamisah Ayu Isnaini
ISSN 2252-7230
dilakukan dengan akta pemindahan hak, baik yang dibuat dihadapan Notaris maupun di bawah tangan (Abdulkadir, 2013). Dalam praktek, yang umum terjadi dalam jual beli saham, dilangsungkan melalui akta Notaris dengan mempergunakan model akta yang hampir serupa sebagaimana perjanjian jual beli umumnya (Prasetya, 2011). Ketika ada profil atau karakteristik yang menyimpang dari pengguna jasa Notaris, disinilah peran Notaris dalam mencegah tindak pidana pencucian uang. Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki integritas moral yang mantap, harus memiliki kejujuran intelektual, sadar akan batas kewenangan dan tidak sematamata karena pertimbangan uang (Adjie, 2009). Mengenai identifikasi pengguna jasa telah diterapkan oleh Notaris dalam setiap pembuatan akta. Dalam setiap pembuatan akta Notaris akan meminta minimal dua bukti identitas diri dari penghadap kemudian mencocokkan nama dan tanda tangan penghadap yang tertera dikedua bukti identitas dirinya. Namun mengenai verifikasi data, Notaris menolak melakukannya karena menurut Notaris hal demikian bukan kewenangan Notaris. Notaris adalah jabatan kepercayaan maka Notaris tidak dapat menyelidiki kebenaran dari identitas penghadap, Notaris hanya mendengar dari pengakuan para penghadap. Untuk membantu pemerintah mencegah tindak pidana pencucian uang. Notaris dalam peralihan saham akan membuat surat pernyataan bagi penghadap bahwa uang yang akan atau telah disetor bukan merupakan uang hasil tindak pidana pencucian uang dan kejahatan lainnya. Notaris merupakan sebuah jabatan kepercayaan. Masyarakat mempercayakan kepada Notaris untuk membuat perjanjian yang termuat dalam akta Notaris. Akta Notaris adalah akta otentik yang merupakan alat bukti yang sempurna yang artinya bahwa akta
otentik tidak memerlukan lagi penambahan pembuktian (Subekti, 2005). Ketika Notaris menyadari adanya transaksi keuangan mencurigakan, Notaris harus melaporkan kepada PPATK. Notaris belum memahami tentang bagaimana laporan atas transaksi keuangan mencurigakan. Perlu diketahui, bahwa pelaporan oleh Notaris atas transaksi keuangan mencurigakan yang dilakukan pengguna jasa kepada PPATK tidak berarti bahwa telah terjadi tindak pidana pencucian uang melalui pembuatan aktanya. Adalah kewajiban PPATK, berdasarkan analisisnya, untuk menyimpulkan suatu transaksi yang menyimpang dari profil atau karakteristik pengguna jasa merupakan suatu transaksi yang wajar serta menggunakan uang yang sah (yustaviandana dkk., 2010). Jadi ketika ada pembelian saham yang menyimpang dari profil, karakteristik pengguna jasa cukup laporkan saja ke PPATK. Notaris menginginkan adanya aturan yang jelas mengenai kewenangan Notaris dalam hal pencegahan tindak pidana pencucian uang. Jika tidak ada batasan yang jelas atas kewenangan notaris untuk mencegah tindak pidana pencucian uang maka beban notaris tidak terukur. Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian berdasarkan aturan hukum lain yang akan datang kemudian (ius constituendum) harus dalam bentuk peraturan perundang-undangan (Adjie, 2009). Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang berwenang membuat akta otentik dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya sehubungan dengan pekerjaannya dalam membuat akta (Anshori, 2010). Jika Notaris tidak melaporkan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan ternyata terjadi kejahatan, seorang Notaris bisa menghadapi ancaman pidana Pasal 5 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengenai tindak pidana pencucian uang pasif, serta Pasal 55 KUHP yakni turut
136
Notaris, Pencucian Uang, Pembelian Saham
serta dan Pasal 56 KUHP yakni ikut aktif membantu kejahatan. Mempidanakan Notaris harus berdasarkan pada aspek yang harus diperhatikan ketika akan membuat akta yakni lahiriah, formal, dan materil. Namun jika tanpa penelitian atau pembuktian yang mendalam dengan mencari unsur kesalahan atau kesengajaan dari Notaris, maka hal itu merupakan suatu tindakan tanpa dasar hukum yang tidak dapat dipertanggungjawabkan (Adjie, 2009).
ISSN 2252-7230
menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa karena ada risiko hukum yang akan dihadapi Notaris apabila lalai karena jasanya dimanfaatkan pelaku kejahatan tindak pidana pencucian uang. DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad. (2013). Hukum Dagang tentang Surat-Surat Berharga. PT Citra Aditya Bakti: Bandung. Adjie Habib. (2008). Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, cet.1.Refika Aditama: Bandung. Adjie Habib. (2009). Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Refika Aditama: Bandung. Amrullah M. Arief. (2004). Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering). Bayumedia: Malang. Anshori Abdul Ghofur. (2010). Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika. UII Press: Yogyakarta. Darwin Philips. (2012). Money Laundering Cara Memahami Dengan Tepat dan Benar Soal Pencucian Uang. Sinar Ilmu: Jakarta. Halim Pathorang. (2013). Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Pencucian Uang di Era Globalisasi. Total Media: Jakarta. Prasetya Rudhi. Teori dan Praktek Perseroan Terbatas. Sinar Grafika: Jakarta. Subekti R. (2005). Hukum Pembuktian. Pradnya Paramita: Jakarta. Yustiavandana Ivan. Arman Nevi. Adiwarman. (2010). Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal. Ghalia Indonsia: Bogor.
KESIMPULAN DAN SARAN Adapun Kewenangan Notaris dalam mencegah tindak pidana pencucian uang melalui pembelian saham adalah dengan mengidentifikasi pengguna jasa yakni dengan meminta paling sedikit dua bukti identitas pengguna jasa dan mencocokkan foto dan tanda tangan pengguna jasa. Tindakan preventif selanjutnya adalah Notaris membuat surat pernyataan bagi pengguna jasa bahwa uang yang akan atau telah disetor bukan merupakan uang hasil tindak pidana pencucian uang dan kejahatan lainnya. Notaris juga dapat melaporkan kepada PPATK jika terdapat transaksi yang tidak wajar. Adapun bentuk tanggung jawab seorang Notaris apabila terjadi tindak pidana pencucian uang melalui pembelian saham dan Notaris sebagai pembuat akta-akta terkait jual beli saham tersebut terbukti lalai atau ikut membantu kejahatan maka Notaris dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana dan dikenakan sanksi administratif. Jika pihak penyelenggara negara dalam hal ini PPATK menghendaki Profesi Notaris ikut serta dalam pencegahan tindak pidana pencucian uang, maka perlu dibentuk aturan dalam bentuk perundang-undangan. Notaris sebaiknya lebih berhati-hati dengan
137