ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP PENDAPATAN USAHA PENGRAJIN TEMPE SKALA KECIL DAN RUMAH TANGGA (Kasus Kelurahan Krobokan, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang)
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
Disusun oleh: SESOTYO BRILLIANTORO TANOYO NIM. 12020110130064
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014 i
PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama Penyusun
:
Sesotyo Brilliantoro Tanoyo
Nomor Induk Mahasiswa
: 12020110130064
Fakultas/Jurusan
: Ekonomika dan Bisnis/ Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Judul Skripsi
: ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP PENDAPATAN USAHA PENGRAJIN TEMPE SKALA KECIL DAN RUMAH TANGGA(Kasus Kelurahan Krobokan, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang)
Dosen Pembimbing
: Prof. Dr. Purbayu Budi Santosa, MS
Semarang, 21 Agustus 2014
Dosen Pembimbing,
(Prof. Dr.Purbayu Budi Santosa, MS) NIP.195809271986031019
ii
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN
Nama Penyusun
: Sesotyo Brilliantoro Tanoyo
Nomor Induk Mahasiswa
: 12020110130064
Fakultas/ Jurusan
: Ekonomika dan Bisnis/ IESP
Judul Skripsi
: ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP PENDAPATAN USAHA PENGRAJIN TEMPE SKALA KECIL DAN RUMAH TANGGA (Kasus Kelurahan Krobokan, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang)
Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal 12 September 2014 Tim Penguji 1. Prof. Dr. Purbayu Budi Santosa, MS
(………………………………...)
2. Dr. Hadi Sasana, S.E., M.Si.
(………………………………...)
3. Evi Yulia Purwanti, S.E., M.Si.
(………………………………...)
Mengetahui, Pembantu Dekan I
Anis Chariri, SE, M.Com, Ph.D, Akt NIP. 196708091992031001
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Sesotyo Brilliantoro Tanoyo, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: Analisis Dampak Kenaikan Harga Kedelai Terhadap Pendapatan Usaha Pengrajin Tempe Skala Kecil dan Rumah Tangga (Kasus Kelurahan Krobokan, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang), adalah tulisan saya sendiri. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan/ atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya. Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut di atas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri. Bila kemudian terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan universitas batal saya terima.
Semarang, 21 Agustus 2014 Yang Membuat Pernyataan,
Sesotyo Brilliantoro Tanoyo NIM. 12020110130064
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO “Jangan memohon pada Tuhan untuk meringankan cobaan,tapi berdoalah pada Tuhan untuk memampukan kita dalam melewati cobaan itu.” “Setiap cerita selalu punya akhir, tetapi dalam kehidupan sebuah akhir hanyalah sebuah awal yang baru.” “Mengucap syukurlah kepada Tuhan dalam segala hal, yakin dan percayalah bahwa kasih penyertaan Tuhan selalu ada padamu.”
PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada Ayah dan Ibu tercinta, yang telah mengorbankan segalanya, yang doanya tak pernah henti, yang keringatnya selalu tercurah, yang kesabarannya selalu mengalir, yang ikhlas dilakukan demi kebaikan dan kebahagiaanku serta kakak dan adikku, yang selalu memberikan cinta, motivasi, semangat, dan kasih sayang.
v
ABSTRACT This research is foregrounded by the high demand of soybean that is not balanced by the increase of soybean production in the country. Indonesian dependency level to soybean imports tends to increase. Average of Indonesian imported soybean is 1,385,120 tons. In October 2012 through October 2013, soybean price increased 13,33%. There is a suspected soybean cartel practice that manipulate proces. The focus of the research is the impacts of soybean price increase to the income of small scale tempeh producers and households (case in Krobokan village, Semarang Barat sub-district, Semarang city). The goal of this research is to identify characteristics of tempeh industry at Krobokan village, analize the impacts of soybean price increase to income tempeh producers, as well as analyze the feasibility of tempeh industry after soybean price increase. Research population consists of 93 tempeh industry in Krobokan village, Semarang city. Research sample consists of 48 tempeh industry. Data collected through questionnaire with a random sampling method. Data is analyzed by using quantitative methods. Analysis includes income, R/C ratio. Tempeh industry characteristics in Krobokan village are small scale industry with limited capital, use of traditional and simple technology, small production volume, familial work force, and small marketing scope. The 13,33% increase of soybean price in Kelurahan Krobokan affected production: decrease of production volume and decrease of revenue. R/C analysis states that tempeh industry is still profitable and still feasible to run. Keywords:production theory, production cost theory, income analysis, R/C ratio
vi
ABSTRAKSI Penelitian ini dilatar belakangi oleh tingginya permintaan kedelai yang tidak diimbangi dengan meningkatnya produksi kedelai di dalam negeri. Tingkat ketergantungan kedelai Indonesia terhadap impor cenderung meningkat. Rata-rata impor kedelai Indonesia per tahun sebesar 1.385.120 ton. Terjadi kenaikan harga kedelai sebesar 14,4 persen pada periode Oktober tahun 2012 sampai Oktober tahun 2013. Diduga ada praktek kartel kedelai yang mempermainkan harga.Hal yang akan diteliti adalah bagaimana dampak kenaikan harga kedelai terhadap pendapatan usaha pengrajin tempe skala kecil dan rumah tangga (Kasus di Kelurahan Krobokan, Kecamatan Semarang barat, Kota Semarang). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik industri tempe di Kelurahan Krobokan, menganalisis dampak kenaikan harga kedelai pendapatan yang diterima pengrajin serta menganalisis kelayakan industri tempe setelah kenaikan harga kedelai. Populasi dalam penelitian ini adalah industri tempe di Kelurahan Krobokan Kota Semarang yang berjumlah 93 industri tempe. Jumlah sampel industri tempe yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 48 industri tempe. Data dikumpulkan melalui metode kuesioner dengan teknik random sampling. Analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif. Analisis yang dilakukan adalah berupa analisis pendapatan usaha, analisis R/C rasio. Karakteristik industri tempe di Kelurahan Krobokan antar lain adalah memiliki skala usaha kecil dengan modal terbatas, penggunaan peralatan yang masih tradisional dan sederhana, volume produksi tempe yang masih kecil, sebagian besar menggunakan tenaga kerja keluarga, dan jangkauan pemasaran yang masih kecil. Kenaikan harga kedelai di Kelurahan Krobokan yang mencapai 14,65 persen berdampak pada kemampuan pengrajin dalam produksi,diantaranya penurunan volume produksi, penurunan penggunaan faktor input, penurunan penerimaan dan penurunan pendapatan usaha. Analisis rasio penerimaan dan biaya menyatakan bahwa usaha tempe masih menguntungkan dan masih layak untuk dijalankan. Kata Kunci: teori produksi, biaya produksi, analisis pendapatan usaha, R/C ratio
vii
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, penulis telah dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “Analisis Dampak Kenaikan Harga Kedelai terhadap Pendapatan Usaha Pengrajin Tempe Skala Kecil dan Rumah Tangga (Kasus Kelurahan Krobokan,Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang) ”. Laporan penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan skripsi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Diponegoro Semarang. Selain itu, bagi penulis, laporan penelitian ini merupakan proses pembelajaran penerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama proses perkuliahan dalam dunia nyata. Penulis juga memohon maaf atas segala kekhilafan dan kealfaan yang telah dilakukan selama melakukan penelitian ini. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya laporan penelitian ini juga tidak lepas dari bimbingan, dorongan, serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memberikan berkat, karunia dan penyertaan-Nya.
2.
Bapak Prof. Drs. H. Muhammad Nasir, M.Si, Akt., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
3.
Prof. Dr. H. Purbayu Budi Santosa, MS selaku Dosen Pembimbing, yang senantiasa peduli dan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4.
Ibu Evi Yulia Purwanti, S.E., M.Si. selaku Dosen Wali atas bimbingan dan pengarahannya.
5.
Kedua orang tua, mbah Sungkowo, mbah Kus, mbak Novi, mbak Ita, mas Iwan, mas Adi, dan adik serta keluarga besar atas kasih sayangnya dan tak hentinya
memberi
doa,
nasehat,
menyelesaikan studi.
viii
semangat,
dan
dukungan
untuk
6.
Sahabat-sahabat seperjuangan IESP 2010 (Eta, Intan, Adit Fairuz, Desi, Yani, Rizky, Roni, Aulia Rahman, Riza, Melia, Dandy, dkk) yang telah memberi dukungan baik moril maupun materiil.
7.
Sahabat di GKJ Karangayu (Ardyan, Kukuh, Christian, Tika, Mbak Arin, mbak Mela dkk) yang telah memberi dukungan semangat dan doa dalam mengerjakan skripsi.
8.
Kakak-kakak IESP 2008 dan 2009 serta adik kelas dari IESP 2011 dan 2012 semua yang telah memberikan semangat untuk menjalani kehidupan ini.
9.
Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan dan Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
10. Primkopti Semarang Barat (bapak Jamil, bapak Hafid), Primkopti Jawa Tengah (bapak Rifai), yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai penulis. 11. Pengrajin tempe yang ada di Kelurahan Krobokan yang bersedia membantu penulis dalam menjawab pertanyaan dari pemberian kuesioner dan berpartisipasi menjadi responden. 12. Semua pihak-pihak lain yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah memberikan dorongan, motivasi dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung atas kelancaran penyusunan tugas penelitian ini. Akhirnya, penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan memberi khasanah pengetahuan yang akan digunakan menjadi penelitian selanjutnya. Penulis juga senantiasa mengharap kritik dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan penelitian ini.
Semarang, 21 Agustus 2014 Penulis,
Sesotyo Brilliantoro Tanoyo
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI................................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI................................................................iii PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ...................................................... iiiv MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................................... v ABSTRACT ......................................................................................................... vii ABSTRAKSI ....................................................................................................... viii KATA PENGANTAR ........................................................................................ viiii DAFTAR TABEL................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiiii DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xivv BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1.
Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
1.2.
Rumusan Masalah............................................................................... 11
1.3.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................ 12
1.3.1
Tujuan Penelitian......................................................................... 12
1.3.2.
Kegunaan Penelitian.................................................................... 12
1.4.
Sistematika Penulisan ......................................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 16 2.1.
Landasan Teori ................................................................................... 16
2.1.1.
Produksi....................................................................................... 16
2.1.2.
Biaya Produksi ............................................................................ 18
2.1.3.
Pendapatan Usaha........................................................................ 21
2.1.4.
Analisis R/C Ratio....................................................................... 21
2.1.5.
Tempe .......................................................................................... 23
2.1.6.
Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga.............................. 24
2.2.
Penelitian Terdahulu ........................................................................... 28
2.3.
Kerangka Pemikiran ........................................................................... 33
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 36 3.1.
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional..................................... 36
3.2.
Populasi dan Sampel........................................................................... 37 x
3.3.
Jenis dan Sumber Data........................................................................ 38
3.4.
Metode Pengumpulan Data................................................................. 38
3.5.
Metode Analisis .................................................................................. 38
3.5.1.
Analisis Pendapatan Usaha.......................................................... 39
3.5.2.
Analisis R/C Ratio....................................................................... 40
3.5.
Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ......................................... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 42 4.1.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................................... 42
4.1.1.
Kondisi Umum dan Geografis..................................................... 42
4.1.2.
Kondisi Demografis .................................................................... 42
4.1.3.
Profil Responden ......................................................................... 43
4.2.
Skala Produksi .................................................................................... 47
4.3.
Siklus Produksi Tempe ....................................................................... 48
4.4.
Pengadaan Bahan Baku ...................................................................... 50
4.5.
Proses Produksi Tempe....................................................................... 51
4.6.
Saluran Pemasaran.............................................................................. 54
4.7.
Analisis Dampak Kenaikan Harga Kedelai terhadap Pendapatan Usaha Pengrajin Tempe ...................................................................... 56
4.8.
Analisis Dampak Kenaikan Harga Kedelai terhadap Biaya Usaha Pengrajin Tempe ................................................................................. 59
4.9.
Analisis R/C Rasio.............................................................................. 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 64 5.1.
Kesimpulan ......................................................................................... 64
5.2.
Saran ................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 66 LAMPIRAN.......................................................................................................... 68
xi
DAFTAR TABEL Tabel 1.1
Perkembangan Produksi Kedelai Indonesia Tahun 2003-2013 ........ 1
Tabel 1.2
Perkembangan Produktivitas Kedelai Lima Negara Besar di Dunia (Ku/Ha)................................................................................... 2
Tabel 1.3
Perkembangan Produksi Dalam Negeri, Impor, dan Pasokan Nasional Kedelai Pada Tahun 2003-2013 ......................................... 3
Tabel 1.4
Daerah Penghasil Kedelai Jawa Tengah Tahun 2012 ....................... 4
Tabel 1.5
Perkembangan Harga Kedelai Lokal dan Kedelai Impor Tahun 2010-2013.......................................................................................... 7
Tabel 1.6
Perkembangan Harga Rata-rata Bulanan Kedelai (Rp/Kg)............... 8
Tabel 1.7
Primkopti Karisidenan Semarang.................................................... 10
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu........................................................................ 29
Tabel 4.1
Sebaran Responden Pengrajin Tempe Berdasarkan Kelompok Umur................................................................................................ 43
Tabel 4.2
Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin .................................... 44
Tabel 4.3
Tingkat pendidikan Perajin Industri Tempe.................................... 45
Tabel 4.4
Lama Usaha Industri Tempe ........................................................... 45
Tabel 4.5
Alasan Memilih Usaha .................................................................... 46
Tabel 4.6
Sumber Modal Industri Tempe........................................................ 47
Tabel 4.7
Jumlah Tenaga Kerja Industri Tempe ............................................. 47
Tabel 4.8
Skala Produksi Sebelum dan Sesudah Kenaikan harga Kedelai ..... 48
Tabel 4.9
Sebaran Responden Pengrajin Tempe Berdasarkan Siklus Produksi................................................................................ 49
Tabel 4.10
Sebaran Responden Pengrajin Tempe Berdasarkan Kepemilikan Mesin Giling Kedelai di Kelurahan Krobokan .......... 51
Tabel 4.11
Jumlah Output dan Harga Output Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Kedelai ................................................................. 57
Tabel 4.12
Dampak kenaikan Harga Kedelai terhadap Penggunaan Faktor Input ..................................................................................... 58
Tabel 4.13
Dampak Kenaikan Harga Kedelai terhadap Pendapatan Usaha Pengrajin Tempe.............................................................................. 59
Tabel 4.14
Perkembangan Harga Faktor Input Sebelum Kenaikan Harga Kedelai dan Setelah Kenaikan Harga Kedelai ................................ 60
Tabel 4.15 Komponen Biaya Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Kedelai .. 61 Tabel 4.16 Dampak Kenaikan Harga Kedelai terhadap R/C rasio..................... 63
xii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kurva Produksi.................................................................................. 17 Gambar 2.2 Kurva Biaya Produksi ....................................................................... 20 Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran Operasional...................................................... 35 Gambar 4.1 Proses Produksi Tempe ..................................................................... 53
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Sebaran Kontribusi Luas Panen Lima Provinsi Produsen Kedelai.. 69 Lampiran 2. Perkembangan Produksi Kedelai Lima Negara Besar di Dunia (Ton) ..................................................................................... 69 Lampiran 3. Perkembangan Luas Panen Kedelai Lima Negara Besar di Dunia (dalam ribuan Ha) ................................................................. 69 Lampiran 4. Peta Wilayah Administratif Kota Semarang ................................... 70 Lampiran 5. Peta Wilayah Kelurahan Krobokan ................................................. 70 Lampiran 6. Perhitungan Skala Produksi Tempe Sebelum Kenaikan Harga Kedelai............................................................................................. 71 Lampiran 7. Perhitungan Skala Produksi Tempe Setelah Kenaikan Harga Kedelai............................................................................................. 73 Lampiran 8. Perhitungan R/C Ratio Sebelum Kenaikan Harga Kedelai ............. 75 Lampiran 9. Perhitungan R/C Ratio Setelah Kenaikan Harga Kedelai................ 81 Lampiran 10 Kuesioner Penelitian........................................................................ 87 Lampiran 11 Dokumentasi.................................................................................... 88
xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Masalah Kedelai adalah sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk
Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia, kedelai memiliki peran besar karena merupakan sumber bahan baku yang utama bagi industri tahu, tempe, tauco, kecap, dan pakan ternak. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk serta meningkatnya kesadaran penduduk tentang pentingnya mengkonsumsi makanan bergizi, mengakibatkan permintaan terhadap makanan olahan kedelai meningkat. Namun tingginya permintaan kedelai tersebut tidak diimbangi dengan meningkatnya produksi kedelai di dalam negeri. Tabel 1.1 Perkembangan Produksi Kedelai Indonesia Tahun 2003-2013 Luas Panen
Produksi
Produktivitas
Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata
Ha 526.796 565.155 621.541 580.534 459.116 590.956 722.791 660.823 622.254 567.624 550.797 588.035
% 7,28 9,98 -6,60 -20,91 28,72 22,31 -8,57 -5,84 -8,78 -2,96 1,46
Ton 671.600 723.483 808.353 747.611 592.534 775.710 974.512 907.031 851.286 843.153 780.163 788.676
% 7,73 11,73 -7,51 -20,74 30,91 25,63 -6,92 -6,15 -0,96 -7,47 2,62
Ku/Ha 12,75 12,8 13,01 12,88 12,91 13,13 13,48 13,73 13,68 14,85 14,16 13,40
% 0,39 1,64 -1,0 0,23 1,7 2,67 1,85 -0,36 8,55 -4,65 1,10
Sumber: BPS, Januari 2014, diolah. Pada Tabel 1.1 terlihat bahwa perkembangan produksi kedelai mengalami penurunan berturut-turut sejak tahun 2010 sampai tahun 2013. Luas area panen kedelai juga mengalami penurunan pada tahun 2010 sampai tahun 2013. 1
2
Menurunnya luas area panen kedelai salah satunya disebabkan harga kedelai dalam negeri tidak mampu bersaing dengan harga kedelai luar negeri sehingga petani kurang mendapat insentif dalam menanam kedelai. Rata-rata pertumbuhan produksi kedelai Indonesia tiap tahunnya sebesar 2,62 persen. Data Food an Agriculture Organization (2014) menyebutkan bahwa negara penghasil kedelai terbesar di dunia adalah Amerika Serikat, Brazil, Argentina, India, dan China. Pada tahun 2012, produksi kedelai Amerika serikat mencapai 82.054.800 ton. Jika dilihat dari produktivitasnya, produktivitas ratarata kedelai Indonesia bila dibandingkan dengan produktivitas negara-negara tersebut termasuk dalam kategori rendah yaitu sebesar 13,40 ku/ha. Pada tahun 2013, produktivitas rata-rata kedelai Indonesia hanya mencapai 14,16 ku/ha atau sebesar 1,41 ton/ha. Produktivitas rata-rata kedelai Brazil dan Amerika Serikat mampu mencapai 28,32 ku/ha dan 28,07 ku/ha dalam 5 tahun terakhir. Tabel 1.2. Perkembangan Produktivitas Kedelai Lima Negara Besar di Dunia (Ku/Ha) Tahun No
Negara
1
2008
2009
2010
2011
2012
Brazil
28,16
26,37
29,47
31,21
26,37
Ratarata 28,32
2
Amerika
26,72
29,58
29,22
28,20
26,64
28,07
3
Argentina
28,22
18,48
29,05
26,07
22,81
24,93
16,30 10,24
17,71 13,33
18,36 12,00
18,96 10,65
17,67 11,33
4 China 17,03 5 India 10,42 Sumber:FAO, 2014,diolah.
Ketua Dewan Kedelai Nasional Benny Kusbini mengatakan bahwa produksi kedelai nasional diprediksi stagnan pada tahun 2014. Produksi kedelai per tahun berada dikisaran 600.000 ton sampai dengan 800.000 ton. Harga kedelai
3
yang tidak kompetitif menyebabkan petani tidak bergairah untuk menanam. Salah satu penyebab lainnya adalah pemerintah masih menerapkan bea masuk 0 persen untuk impor kedelai. Penerapan bea masuk 0 persen sudah disahkan sejak Oktober 2013 melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 133/PMK.011/2013 yang ditandatangani 3 Oktober 2013. Kondisi ini membuat opsi untuk memilih kedelai impor
akan
lebih
diminati
meskipun
Kementerian
Perdagangan
telah
mengeluarkan Permendag yang menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) terhadap kedelai petani dari Rp 7400 per kg menjadi Rp 7500 per kg. Tabel 1.3 Perkembangan Produksi Dalam Negeri, Impor, dan Pasokan Nasional Kedelai Pada Tahun 2003-2013
Tahun
Produksi Dalam Negeri Ton % 671.600 36,0 723.483 39,3 808.353 42,7 747.611 41,2 592.534 29,7 775.710 41,4 974.512 43,5 907.031 34,3 851.286 29,0 843.153 30,5 780.163 39,6
Impor Ton 1.192.717 1.115.793 1.086.178 1.067.662 1.401.589 1.169.015 1.265.191 1.737.528 2.087.985 1.920.490 1.192.172
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013* Rata788.676 1.385.120 rata *angka sementara Sumber: BPS, Februari 2014 diolah.
Pasokan (Supply) % 64,0 60,7 57,3 58,8 70,3 61,1 56,5 65,7 71,0 69,5 60,4
Ton 1.864.317 1.839.276 1.894.531 1.815.273 1.994.123 1.994.725 2.239.703 2.644.559 2.939.271 2.763.643 1.972.335
% 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
-
2.178.341
-
Pada Tabel 1.3 tingkat ketergantungan kedelai Indonesia terhadap impor cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Rata-rata impor kedelai Indonesia per tahun sebesar 1.385.120 ton. Jumlah kebutuhan kedelai masyarakat Indonesia setiap tahun meningkat, tetapi produksi kedelai lokal cenderung
4
menurun dari tahun ke tahun. Hal ini yang menyebabkan impor semakin tinggi untuk menutup kebutuhan produksi kedelai nasional yang hanya mampu memproduksi rata-rata 788.676 ton setiap tahunnya. Impor tertinggi terjadi pada tahun 2011 yang mencapai 2.087.985 ton atau sebesar 71 persen. Produksi kedelai nasional hanya mampu produksi sebesar 851.286 ton atau sebesar 29 persen. Kedelai mempunyai banyak kegunaan di Indonesia yaitu sebagai konsumsi manusia, pakan ternak, dan benih. Kedelai untuk konsumsi manusia tersedia dalam berbagai bentuk olahan seperti tempe, tahu, tauco, kecap, dan susu kedelai. Hanya sedikit kedelai yang dipakai untuk pakan ternak, khususnya ayam. Biasanya hanya bungkil kedelai impor yang dipakai untuk pakan karena harganya lebih murah. Tabel 1.4 Daerah Penghasil Kedelai Jawa Tengah Tahun 2012 No
Kabupaten/Kota
Luas Panen
1 Kab. Grobogan 27.170 2 Kab. Wonogiri 16.141 3 Kab. Demak 6.202 4 Kab. Blora 6.428 5 Kab. Kebumen 6.530 Sumber: BPS Jawa Tengah 2012, diolah.
Produksi 54.536 19.228 12.713 10.518 8.240
Produktivitas (Ku/ha) 20,07 11,91 20,5 16,36 12,62
Daerah penghasil kedelai di Indonesia adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Jogjakarta, Bali, dan Banten. Di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Grobogan menjadi penghasil kedelai terbesar. Varietas kedelai lokal yang terdapat di Indonesia cukup banyak, diantaranya Orba, Wilis, Anjasmoro, Argomulyo, Grobogan, Bromo, Lokon, Dafros, Kaba, Baluran, Rajabasa, Burangrang, dan lain-lain. Menurut Balai
5
Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (2012), varietas unggulan kedelai di Indonesia adalah Detam-1, Detam-2, Lokal Grobogan, Gepak Ijo, Gepak Kuning. Pada era perdagangan bebas, pasar kedelai Indonesia masuk dalam competitive market yang sangat terbuka terhadap masuknya kedelai impor. Tuntutan perdagangan bebas meliputi penghapusan monopoli BULOG dan penghapusan tarif impor sampai nol persen mengakibatkan melonjaknya impor kedelai dan persaingan antara perusahaan-perusahaan swasta importir kedelai. Importir kedelai diduga melakukan praktek kartel. Pemerintah memberikan kewenangan kepada beberapa importir yang terdaftar, dan memberikan jatah besaran kedelai yang dapat masuk ke Indonesia. Namun sejak bulan Oktober 2013, harga kedelai naik sehingga membuat konsumen, terutama para perajin tahu dan tempe, menjadi bingung dan memprotes pemerintah. Diduga ada kekuatan yang memainkan harga kedelai. Besarnya jatah yang diberikan pemerintah kepada sebagian kecil perusahaan membuat mereka diduga menjalankan praktek bisnis kartel. Meskipun importir kedelai jumlahnya sedikit, namun mereka punya kekuatan untuk menyalurkan kedelai dalam jumlah besar. Praktek yang biasa disebut kartel ini dapat mengatur pasar, terkhusus dalam hal harga dan pasokan. Kartel adalah salah satu bentuk pasar oligopoli dan merupakan momok bagi masyarakat luas. Pasar oligopoli adalah salah satu bentuk pasar yang dikuasai oleh beberapa pelaku pasar. Karena dikuasai oleh beberapa pelaku pasar, maka kartel dapat membuat harga (price maker) yang dapat merugikan masyarakat. Ada yang menyebut kartel dengan sindikat yaitu mengadakan perjanjian/kesepakatan di antara anggota kartel dengan tujuan menekan persaingan dan meraih
6
keuntungan maksimum, dengan cara menentukan harga, wilayah pemasaran maupun tujuan lainnya yang disepakati. Konspirasi sendiri merupakan ide dasar dari pembentukan kartel. Konspirasi adalah kegiatannya, sedangkan kartel adalah lembaganya. Kartel pangan di Indonesia terbentuk karena motif mencari keuntungan yang maksimum. Keberadaan kartel pangan justru didukung oleh berbagai pihak baik eksekutif, legislatif dan juga mungkin yudikatif. Dilihat dari disiplin ilmu ekonomi kelembagaan, motif mencari/memburu keuntungan untuk kepentingan berbagai pihak dengan merugikan rakyat banyak disebut rent-seeking theory (Santosa, 2014). Indikasi adanya praktek kartel berasal dari temuan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF). INDEF menemukan adanya kesenjangan pembagian kuota antara tiga importir besar dan para importir terdaftar (IT) yang lain. Dalam catatan INDEF, ada tiga perusahaan yang diberi keistimewaan kuota ini, yaitu PT FKS Multi Agro sebesar 210.600 ton (46,71%), PT Gerbang Cahaya Utama 46.500 ton (10,31%), dan PT Budi Semesta Satria 42.000 ton (9,31%). Sementara dari data penerbitan surat persetujuan impor (SPI) kedelai 29-30 Agustus 2013 Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang diperoleh GATRA, dari total 14 importir, sebagian besar hanya mendapat jatah tak lebih dari 6%. Contohnya PT Dwi Kencana Abadi hanya dijatah 5.000 ton (1,11%), dan PT Jackson Niagatama yang mendapat kuota impor 21.600 ton (4,79%). Tiga perusahaan dengan keistimewaan kuota yang besar tersebut bisa saja melakukan kerjasama untuk memonopoli harga kedelai dan melakukan praktek kartel. Kartel muncul karena adanya kebijakan pemerintah dan adanya
7
perilaku pengusaha yang bersekutu untuk membentuk kerja sama secara ekslusif hingga bisa mengarahkan pasar. Pemberian jatah yang terlalu besar di antara kelompok importir dianggap sebagai salah satu praktek kebijakan pemerintah yang menyuburkan praktek kartel. Kartel menghambat lahirnya importir baru. Importir baru mengaku sulit bersaing dengan para pemain lama. Para pemain lama yang sudah sangat efisien sulit dikalahkan oleh para pemain baru, yang baru membangun jaringan. Akibatnya pemain lama bisa dengan mudah mengusir para pemain baru (Widodo, et al, 2013). Tabel 1.5 Perkembangan Harga Kedelai Lokal dan Kedelai Impor Tahun 2010-2013 Harga Harga Perubahan Perubahan Tahun kedelai lokal Kedelai (%) (%) (Rp) Impor 2010 8.564 8.092 2011 8.883 3,7 8.284 2,4 2012 9.484 6,8 9.315 12,4 2013 10.668 12,48 10.675 14,6 Sumber: Kemendag, Januari 2014, diolah *Harga yang berlaku pada bulan Desember Pada Tabel 1.5 terlihat bahwa harga kedelai impor mengalami peningkatan dari tahun 2010 hingga 2013. Kenaikan harga kedelai impor juga mempengaruhi kenaikan harga kedelai lokal yang juga mengikuti harga kedelai impor. Harga kedelai impor pada tahun 2013 mencapai Rp 10.675,00 dan harga kedelai lokal mencapai Rp 10.668,00. Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifuddin, mengatakan bahwa lonjakan harga kedelai ini membuat hajat hidup 115.000 pengrajin tahu tempe dengan 1.500.000 pekerjanya terganggu. Gakoptindo menduga fenomena yang berulang setiap tahun ini
8
disebabkan tangan-tangan nakal yang mempermainkan harga. Diduga banyak spekulan yang bermain, di samping kurs dolar yang naik tinggi awal Agustus 2013 (Widodo, et al, 2013). Tabel 1.6 Perkembangan Harga Rata-rata Bulanan Kedelai (Rp/Kg)
Nama Kota
Jenis Kedelai
2012
2013
November
Oktober
Lokal 8.750 Impor 9.500 Semarang Lokal 8.090 Impor 7.600 Yogyakarta Lokal 8.688 Impor 7.896 Denpasar Lokal 8.400 Impor 7.575 Rata-rata Lokal 9.669 Nasional Impor 9.366 Sumber: Disperindag, Januari 2014
10.164 11.144 8.520 8.690 9.930 9.910 10.000 10.000 10.628 10.613
Jakarta
Novemb er 10.346 11.338 8.520 8.697 9.854 9.583 10.000 10.000 10.595 10.608
A November 2013 (%) Thd Nov Thd Okt 2012 2013 18,2 1,8 19,3 1,7 5,3 0,0 14,4 0,1 13,4 -0,8 21,4 -3,3 19,0 0 32,0 0 9,6 -0,3 13,3 -0,05
Kenaikan harga kedelai juga dirasakan oleh para pengrajin tempe di kota Semarang, terkhusus di Kelurahan Krobokan. Pada tahun 2012, harga rata-rata bulanan kedelai di Kota Semarang pada bulan November untuk kedelai impor Rp 7.600,00. Pada tahun 2013, harga rata-rata bulanan kedelai di bulan Oktober untuk kedelai impor meningkat sebesar Rp 8.690,00. Bulan November 2013, harga ratarata bulanan kedelai untuk kedelai impor meningkat 0,1 persen dari bulan Oktober 2013 yaitu sebesar Rp 8.697,00. Terjadi kenaikan harga kedelai sebesar 14,4 persen dari harga Rp 7.600,00 pada bulan November 2012 menjadi Rp 8.697,00 pada Bulan November 2013. Kenaikan harga kedelai impor juga diikuti oleh kenaikan kedelai lokal. Pada tahun 2012, harga rata-rata bulanan kedelai di Kota Semarang pada bulan
9
November untuk kedelai lokal Rp 8.090,00.Pada tahun 2013, harga rata-rata bulanan kedelai di bulan Oktober dan November untuk kedelai lokal meningkat sebesar Rp 8.520,00. Terjadi kenaikan harga kedelai sebesar 5,3 persen dari harga Rp 8.090,00 pada bulan November 2012 menjadi Rp 8.520,00 pada Bulan November 2013. Harga kedelai impor di kota Semarang yang mencapai Rp 8.690,00 pada bulan Oktober 2013 memberikan dampak yang cukup besar bagi industri tempe di kota Semarang. Hal ini terkait dengan industri tempe yang memiliki skala industri kecil dan rumah tangga dengan modal kecil dan akses terhadap pinjaman dana juga terbatas. Kenaikan harga kedelai mengakibatkan biaya produksi tempe meningkat. Meskipun para pengrajin telah menaikkan harga jual tempe, namun hasil penerimaan dari penjualan tempe tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Kondisi ini menyebabkan pengrajin terancam kehilangan mata pencahariannya dan para pekerja menjadi pengangguran. Konsumen juga akan kesulitan dalam mendapatkan tempe sebagai bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan harga terjangkau. Tempe banyak digemari oleh seluruh lapisan masyarakat. Daerah penghasil tempe tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Berdasarkan data dari Pusat Koperasi Perajin Tempe Tahu Indonesia (PUSKOPTI) Jawa Tengah tahun 2011, terdapat 30 Primkopti yang masih aktif dan dibagi menjadi 6 wilayah Karisidenan, yaitu Karisidenan Semarang, Karisidenan Pekalongan, karisidenan Pati, Karisidenan Surakarta, Karisidenan Kedu, Karisidenan Banyumas. Wilayah Karisidenan Semarang sendiri memiliki 6 Primkopti yang masih aktif yaitu
10
Primkopti Semarang Barat, Primkopti Ungaran, Primkopti Salatiga, Primkopti Kendal, Primkopti Demak, dan Primkopti Purwodadi. Tabel 1.7 Primkopti Karisidenan Semarang No
Nama Primkopti
Jumlah Anggota
Kebutuhan Kedelai
1
Semarang Barat
192
459.000
2
Ungaran
138
150.000
3
Salatiga
385
386.300
4
Kendal
245
350.000
5
Demak
89
134.700
6
Purwodadi
190
458.900
1239
1.938.900
Jumlah Sumber: Primkopti Jawa Tengah, 2011
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan wawancara dengan Sekretaris Puskopti Jawa Tengah, penelitian ini mencoba meneliti tentang dampak kenaikan harga kedelai terhadap pengrajin tempe skala kecil dan rumah tangga yang ada di Kota Semarang. Dipilihnya Kota Semarang karena jumlah kebutuhan kedelainya paling tinggi yaitu sebesar 450.000 kg per bulan dengan jumlah perajin yang cukup banyak yaitu 192 orang. Anggota Primkopti Semarang Barat tersebar di tiga wilayah, yaitu Krobokan, Batan Miroto dan Badak. Jumlah anggota pengrajin di wilayah Krobokan sebesar 93 orang, Batan Miroto 72 orang, dan Badak 27 orang. Penelitian ini mengambil lokasi penelitian di Kelurahan Krobokan karena di daerah tersebut banyak terdapat industri kecil atau rumah tangga yang memproduksi tempe. Berdasarkan wawancara dengan pengurus Primkopti Semarang Barat, bapak Abdul Jamil, beliau menjelaskan bahwa ketika terjadi kenaikan harga
11
kedelai dari harga yang biasanya Rp 7.500,00 per kg menjadi Rp 8.500,00 per kg, para pengrajin tempe di Kelurahan Krobokan banyak yang memprotes dan ada yang sempat berhenti produksi untuk sementara. Menurutnya, kenaikan harga kedelai cukup berpengaruh terhadap proses produksi tempe. Harga bahan baku kedelai meningkat, tetapi harga tempe cenderung tetap. Jika harga tempe dinaikkan, pengrajin takut jika tempe tidak laku di pasar. Banyak pengrajin yang mengurangi jumlah pemakaian kedelai dalam produksinya. Untuk mensiasatinya, para pengrajin tempe mengubah ukuran tempe menjadi sedikit lebih kecil dengan harga yang sama. Kenaikan harga kedelai ini cukup berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima para pengrajin tempe di Kelurahan Krobokan. 1.2.
Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka
beberapa permasalahan yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu meningkatnya permintaan kedelai di dalam negeri tetapi di sisi lain terjadi penurunan produksi kedelai nasional yang disebabkan oleh penurunan areal luas panen dan rendahnya produktivitas. Kesenjangan antara peningkatan permintaan kedelai penurunan produksi kedelai nasional menyebabkan terjadinya kekurangan stok kedelai nasional. Kekurangan stok kedelai nasional menyebabkan Indonesia mengalami ketergantungan yang tinggi terhadap kedelai impor. Kenaikan harga kedelai impor menyebabkan kenaikan pula terhadap harga kedelai di dalam negeri. Kenaikan harga kedelai pada bulan Oktober tahun 2013 menyebabkan peningkatan biaya produksi tempe. Kondisi ini menyebabkan banyak pengrajin tempe di Indonesia mengalami kesulitan dalam produksi. Kenaikan harga kedelai dari Rp 7.500,00 per kg menjadi Rp 8.500,00 per kg membuat para pengrajin
12
tempe di Kelurahan Krobokan kesulitan dalam berproduksi. Banyak pengrajin yang mengurangi jumlah pemakaian kedelai dalam produksinya. Harga bahan baku kedelai meningkat, tetapi harga tempe cenderung tetap. Jika harga tempe dinaikkan, pengrajin takut jika tempe tidak laku di pasar. Para pengrajin tempe mensiasatinya dengan mengubah ukuran tempe menjadi sedikit lebih kecil dengan harga yang sama. Kenaikan harga kedelai ini cukup berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima para pengrajin tempe di Kelurahan Krobokan. Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana karakteristik industri tempe di Kelurahan
Krobokan,
Kecamatan Semarang Barat? 2. Bagaimana dampak kenaikan harga kedelai terhadap pendapatan yang diterima pengrajin? 3. Bagaimana analisis kelayakan industri tempe jika dilihat dari R/C rasio ? 1.3.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi karakteristik industri tempe di Kelurahan Krobokan. 2. Menganalisis dampak kenaikan harga kedelai terhadap pendapatan yang diterima pengrajin. 3. Menganalisis kelayakan industri tempe setelah kenaikan harga kedelai. 1.3.2. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna bagi:
13
1.
Pejabat pemerintah Kelurahan Krobokan sebagai pihak yang berwenang untuk mengetahui informasi kondisi terakhir para pengrajin tempe khususnya di Kelurahan Krobokan, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang yang merupakan daerah sentra industri tempe.
2.
Pemerintah sebagai bahan pertimbangan terkait dengan kebijakan dalam mengatasi dampak kenaikan harga kedelai khususnya bagi pengrajn tempe.
3.
Pembaca sebagai wawasan ilmu pengetahuan dan bahan rujukan untuk penelitian mengenai industri tempe selanjutnya.
1.4.
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang permasalahan yaitu meningkatnya permintaan kedelai di dalam negeri tetapi di sisi lain terjadi penurunan produksi kedelai nasional. Kesenjangan antara peningkatan permintaan kedelai penurunan produksi kedelai nasional menyebabkan terjadinya kekurangan stok kedelai nasional dan ketergantungan terhadap kedelai impor cukup tinggi. Kenaikan harga kedelai impor menyebabkan kenaikan pula terhadap harga kedelai di dalam negeri. Kenaikan harga kedelai pada bulan Oktober tahun 2013 menyebabkan peningkatan biaya produksi tempe. Kenaikan harga kedelai ini cukup berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima para pengrajin tempe di Kelurahan Krobokan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik industri tempe di Kelurahan Krobokan, menganalisis dampak kenaikan harga kedelai
14
terhadap pendapatan yang diterima pengrajin dan menganalisis kelayakan industri tempe setelah kenaikan harga kedelai. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi teori-teori tentang produksi, biaya produksi, pendapatan usaha, analisis RC rasio, tempe, dan industri kecil dan kerajinan rumah tangga. Pada bab ini juga terdapat beberapa penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran tentang dampak kenaikan harga kedelai terhadap pendapatan usaha pengrajin tempe. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang definisi operasional produksi tempe dan bahan baku
yang diperlukan dalam produksi, kemudian teknik
pengambilan sampel dari para pengrajin tempe di Kelurahan Krobokan, metode pengumpulan data dengan kuesioner dan wawancara dengan pihak terkait. Teknik analisis data menggunakan analisis kuantitatif berupa analisis pendapatan usaha dan analisis R/C rasio dengan perangkat lunak Microsoft Excel. BAB IV HASIL DAN ANALISIS Berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian yaitu Kelurahan Krobokan, profil responden, skala produksi tempe, siklus produksi tempe, pengadaan bahan baku, saluran pemasaran tempe, analisis pendapatan usaha tempe, dan analisis R/C rasio.
15
BAB V PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian skripsi yaitu kenaikan harga kedelai
berdampak
pada
kemampuan
pengrajin
dalam
produksi,
diantaranya perubahan volume produksi tempe, penurunan penggunaan faktor input, penurunan penerimaan dan penurunan pendapatan usaha. Hasil analisis R/C ratio menunjukan bahwa usaha tempe masih menguntungkan dan masih layak untuk dijalankan. Saran dalam penelitian ini adalah perlunya subsidi dan pinjaman modal dari pemerintah ketika terjadi
kenaikan
harga
kedelai
dan
sebaiknya
produksi
tempe
menggunakan pembungkus plastik karena prosesnya lebih mudah dan harga jual tempe lebih menguntungkan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Produksi Teori produksi adalah teori yang mempelajari bagaimana menggunakan kombinasi input/faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output. Fungsi produksi dibagi menjadi 2 yaitu fungsi produksi jangka pendek (short run) dan fungsi produksi jangka panjang (long run). Fungsi produksi jangka pendek yaitu suatu periode waktu dimana beberapa input/ faktor produksi jumlahnya tidak dapat dirubah atau ditambah. Fungsi produksi jangka panjang yaitu suatu periode waktu dimana semua input dapat dirubah jumlahnya. Berikut merupakan persamaan fungsi produksi: Q = f (K,L)
(2.1)
Keterangan: Q
= Jumlah output
K,L
= Jumlah input
Dalam fungsi produksi terjadi The Law of Diminishing Marginal Return yaitu apabila penggunaan satu macam input ditambah, sedangkan input-input lain tetap, maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula naik, tetapi kemudian seterusnya menurun jika input tersebut terus ditambahkan (Case and Fair, 2007). Berdasarkan definisi tersebut menunjukkan bahwa hukum pertambahan hasil yang berkurang (The Law of Diminishing Return) pada dasarnya merupakan suatu hukum yang
16
17
menunjukkan hubungan antara hasil produksi (total produksi) dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Berikut kurva fungsi produksi jangka pendek: Gambar 2.1 Kurva Produksi
Output
TP
0
L1
L2
L3
AP MP 0
L1
L2
L3
Sumber: Case Fair, 2007 Keterangan: TP
= Total Product yaitu total output yang di produksi
MP
=Marginal Product yaitu tambahan output karena adanya tambahan 1 unit input. Dimana MP =
AP
ொ
= Average Product = Produksi rata-rata. Dimana AP =
ொ
18
Gambar 2.1 menunjukkan bahwa bahwa kurva total produksi selalu berawal dari titik nol, ini menunjukkan bila tidak ada kontribusi input variabel (tenaga kerja) satupun, maka tidak ada output yang dihasilkan atau produksi nol. Namun pada saat proses produksi, input variabel (tenaga kerja) mulai dipakai dan total produksi akan bergerak ke atas. Dengan bertambahnya input variabel, kurva produksi total atau TP (total product) semakin meningkat tapi tambahan produknya atau MP (marginal product) mulai menurun. Pola ini mengacu pada hukum pertambahan hasil yang semakin menurun (Law of diminishing Returns). Pada saat TP meningkat, kurva produksi marginal bergerak meningkat dan melebihi besarnya produksi rata-rata. Pada saat MP dan AP (average product) berpotongan, merupakan awal dari tahap kedua dan produksi rata-rata mencapai puncak yang tertinggi. Pada saat produksi total mencapai titik puncak, kurva MP memotong sumbu horisontal dan untuk selanjutnya berada di bawahnya (MP mencapai nilai negatif). Penurunan total produksi menunjukkan bahwa semakin banyak input variabel (tenaga kerja) yang digunakan justru akan mengurangi produksi totalnya. Kondisi ini masuk pada tahap tiga bahwa penambahan input variabel (tenaga kerja) menyebabkan produksi tidak efisien lagi, AP dan MP yang mula-mula menaik, kemudian mencapai puncak (titik maksimum) dan setelah itu menurun. 2.1.2. Biaya Produksi Fungsi biaya adalah fungsi yang menunjukkan hubungan antara biaya dan jumlah produksi. Berdasarkan periode waktunya, terdapat biaya jangka pendek (short run) dan jangka panjang (long run). Biaya jangka pendek adalah periode waktu dimana produsen tidak dapat mengubah kuantitas input tetap yang
19
digunakan. Dalam jangka pendek, input terdiri dari atas input tetap dan variabel. Dalam jangka panjang, produsen dimungkinkan untuk mengubah jumlah semua input yang digunakan, sehingga semua input termasuk input variabel. Berikut ini biaya-biaya produksi dalam jangka pendek: 1. Biaya Tetap (Fixed Cost atau FC), biaya yang tidak berubah berapapun tingkat output yang dihasilkan. 2. Biaya Variabel (Variabe Cost atau VC), biaya yang bervariasi sesuai dengan variasi output. Semakin besar jumlah output, semakin besar biaya variabel yang dikeluarkan untuk menambah penggunaan input variabel. 3. Biaya Total (Total Cost atau TC), jumlah dari total biaya tetap dan biaya variabel. Kenaikan output akan menambah biaya variabel, sehingga menambah biaya total. TC = FC + VC
(2.2)
4. Biaya Tetap Rata-rata (Average Fixed Cost atau AFC), biaya tetap total dibagi dengan jumlah output. Karena FC adalah konstan, biaya tetap ratarata menurun jika tingkat output meningkat. AFC =
ி ொ
(2.3)
5. Biaya Variabel Rata-rata (Average Variable Cost atau AVC), biaya variabel total dibagi dengan jumlah output. Awalnya peningkatan output akan menurunkan AVC kemudian sampai pada titik tertentu penambahan output akan menaikkan AVC. AVC =
ொ
(2.4)
20
6. Biaya Rata-rata (Average Cost atau AC), yaitu biaya total dibagi dengan jumlah output. AC =
்
(2.5)
ொ
7. Biaya Marjinal (Marginal Cost atau MC), yaitu kenaikan biaya yang disebabkan oleh produksi satu unit tambahan output. MC =
் ொ
(2.6) Gambar 2.2 Kurva Biaya Produksi
Rupiah
TC TVC
TFC Output Rupiah MC ATC AVC
AFC Output Sumber: Pindyck, 2009 .
21
2.1.3. Pendapatan Usaha Menurut Boediono (2002) untuk menghitung pendapatan bersih usaha atau keuntungan usaha terlebih dahulu harus diketahui tingkat penerimaan total dan pengeluaran total pada periode tertentu. Rumus penerimaan total sebagai berikut Penerimaan Total = TR = P x Q
(2.7)
dimana : TR = Total Revenue = penerimaan total (Rp) P = Price = harga jual produk Q = Quantity = jumlah produk yang dihasilkan Pendapatan bersih atau keuntungan diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
ߨ
TR
=PxQ
TC
= TFC + TVC
= TR – TC
(2.8)
ߨ adalah pendapatan bersih atau keuntungan yang diperoleh dari selisih
antara penerimaan total dengan biaya total. TR adalah penerimaan total dari penjualan jumlah produk yang dihasilkan (jumlah produk dikalikan harga). TC adalah pengeluaran/biaya total untuk memproduksi produk. TC terdiri dari total biaya tetap (TFC) dan total biaya variabel (TVC). 2.1.4. Analisis R/C Ratio Keuntungan suatu usaha dapat dianalisis dengan menggunakan analisis
R/C ratio untuk mengetahui apakah usaha tersebut menguntungkan atau tidak. R/C adalah singkatan dari Revenue Cost Ratio, atau dikenal sebagai perbandingan antara penerimaan dengan biaya. Secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut:
22
a=R/C
(2.9)
dimana: R = Py.Y C = FC+VC a = {(Py.Y) / (FC+VC)} R = penerimaan C = biaya Py = harga output Y = output FC = biaya tetap (fixed cost) VC = biaya variabel (variable cost) Rasio penerimaan atas biaya (R/C ratio) menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Analisis rasio penerimaan dan biaya dapat mengukur tingkat keuntungan relatif suatu kegiatan usaha, dimana usaha tersebut menguntungkan atau tidak. Jika nilai R/C meningkat maka menunjukkan adanya peningkatan penerimaan dan sebaliknya jika nilai R/C menurun maka menunjukkan adanya penurunan penerimaan. Nilai R/C lebih dari satu menunjukkan penerimaan yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut dan usaha dinyatakan menguntungkan. Nilai R/C sama dengan satu menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh sama dengan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut dan usaha mencapai impas. Nilai R/C kurang dari satu menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh lebih kecil dari biaya
23
yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut dan usaha mengalami kerugian. 2.1.5. Tempe Tempe adalah bahan makanan yang terbuat dari kedelai yang di ragikan. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B, dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotikauntuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam. Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Mutiara (2010) mengatakan bahwa untuk memproduksi tempe di gunakan bahan baku pokok yaitu kedelai. Jenis kedelai terdiri atas 4 macam, kedelai kuning, kedelai hitam, kedelai coklat dan kedelai hijau. Para pengrajin tempe biasanya memakai kedelai kuning sebagai bahan baku utama. Pengrajin tempe tahu biasanya menggunakan kedelai kuning, akan tetapi juga kedelai jenis lain, terutama kedelai hitam. Kedelai berbiji besar bila bobot 100 bijinya lebih dari 13 gram, kedelai berbiji sedang bila bobot 100 bijinya antara 11-13 gram dan kedelai berbiji kecil bila bobot 100 bijinya antara 7-11 gram. Biji kedelai yang dipakai oleh para pengrajin untuk membuat tempe harus di kupas lebih dahulu dan biji kedelai digiling sesudah biji kedelai di rendam sekitar 7 jam lebih dahulu. Syarat mutu kedelai untuk memproduksi tempe kualitas pertama adalah sebagai berikut :
24
1. Bebas dari sisa tanaman (kulit palang, potongan batang atau ranting, batu, kerikil, tanah atau biji-bijian) 2. Biji kedelai tidak luka atau bebas serangan hama dan penyakit 3. Biji kedelai tidak memar 4. Kulit biji kedelai tidak keriput. 2.1.6. Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dimiliki, Badan Pusat Statistik (BPS) membagi industri di Indonesia menjadi empat kelompok, yaitu: 1. Industri besar adalah perusahaan atau industri pengolahan yang memiliki tenaga kerja lebih dari 100 orang. 2. Industri sedang adalah perusahaan atau industri pengolahan yang memiliki tenaga kerja antara 20 sampai 99 orang. 3. Industri kecil adalah perusahaan atau industri pengolahan yang memiliki tenaga kerja antara 5 sampai 19 orang. 4. Industri kerajinan rumah tangga adalah perusahaan atau industri pengolahan yang memiliki tenaga kerja antara 1 sampai 4 orang. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 pasal 1 ayat 1 tentang “Usaha Kecil”, menyebutkan bahwa usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana yang diatur dalam UndangUndang. Kriteria usaha kecil dalam Undang-Undang tersebut tercantum dalam pasal 5 ayat 1, yang menyatakan bahwa: 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan tempat usaha, atau
25
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). 3. Milik Warga Negara Indonesia. 4. Berdiri sendiri bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung dengan usaha Menengah atau Usaha Besar. 5. Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Berdasarkan
Surat
Keputusan
Menteri
Perindustrian
Nomor
133/M/SK/8/1979, industri kecil dibagi dalam 4 (empat) golongan, yaitu : 1. Industri kecil yang mempunyai kaitan erat dengan industri menengah dan industri besar : a. Industri yang menghasilkan barang-barang yang diperlukan oleh industri menengah dan besar. b. Industri kecil yang membutuhkan produk-produk dari industri menengah dan besar. c. Industri kecil yang memerlukan bahan-bahan limbah dari industri besar dan menengah. 2. Industri yang berdiri sendiri, yaitu industri yang langsung menghasilkan barang-barang untuk konsumen. Industri ini tidak mempunyai kaitan dengan industri lain. 3. Industri yang menghasilkan barang-barang seni. 4. Industri yang mempunyai pasaran lokal dan bersifat pedesaan.
26
Keberadaan pengusaha kecil dalam kancah perekonomian nasional peranannya cukup strategis, mengingat dari pengusaha golongan ini telah banyak diserap tenaga kerja dan telah memberikan andil bagi pertumbuhan ekonomi yang dicapai selama ini. Namun demikian, bukan berarti bahwa pengusaha kecil sudah tidak perlu lagi mendapat perhatian, mengingat masih banyaknya kelemahankelemahan yang mereka miliki sehingga dalam menghadapi persaingan global nantinya tidak akan tertindas dan punah (Maryono dalam Ayu Mutiara, 2010). Kondisi perekonomian Indonesia yang labil mempengaruhi iklim dunia usaha di Indonesia tidak terkecuali golongan usaha Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR). Meskipun pengaruh krisis ekonomi terhadap golongan usaha Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) tidak sebesar pengaruh yang terjadi pada golongan usaha Industri Besar dan Sedang tetapi pengaruhnya terhadap masyarakat cukup berarti, antara lain melemahnya daya beli masyarakat. Masalah eksternal Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) adalah persaingan perdagangan dengan negara lain yang cenderung semakin ketat dan tidak lagi mengenal batas wilayah pada era globalisasi. Masalah internal usaha Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) pada umumnya masih tergolong usaha tradisional, seperti penguasaan teknologi yang rendah, kekurangan modal, akses pasar terbatas serta kelemahan dalam pengelolaan usaha. Permasalahan eksternal ditambah dengan permasalahan internal menjadikan IKKR sarat akan kompleksitas masalah. Hal tersebut mengakibatkan akses terhadap sumber pembiayaan dan pasar menjadi sangat
27
rendah serta rentan dalam persaingan dengan industri skala menengah dan besar maupun dengan produk impor (BPS, 1999). Industri kecil merupakan bagian dari industri nasional yang mempunyai misi utama yaitu penyerapan tenaga kerja dan kesempatan berusaha, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, penyedia barang dan jasa serta berbagai komposisi baik untuk keperluan pasar dalam negeri maupun luar negeri. Produk industri kecil dewasa ini sudah cukup memadai dengan pemasaran yang sudah cukup luas, baik pasar dalam negeri maupun luar negeri yang semuanya mensyaratkan mutu dan kontinuitas yang lebih terjamin. Meskipun industri kecil telah menunjukkan hasil-hasil yang menggembirakan, namun masih banyak dijumpai permasalahan yang dihadapi oleh para industri kecil tersebut. Hambatan tersebut antara lain bahan baku yang tersedia belum memadai sebagai bahan baku industri baik kualitas maupun kuantitasnya. Proses produksi yang sederhana dengan peralatan yang sederhana serta cara-cara pengawasan yang terbatas, yaitu secara kualitatif berdasarkan kebiasaan seringkali memberikan hasil yang tidak seragam dan bervariasi. Keadaan ini menjadi kendala bagi industri kecil untuk memenuhi permintaan pasar dalam jumlah besar dan mutu yang seragam. Selain masalah-masalah di atas, tingkat pengetahuan, keterampilan dan pendidikan yang dimiliki pengrajin masih sangat terbatas untuk dapat menjalankan usaha industri. Umumnya mereka masih lemah dalam jiwa kewiraswastaannya sehingga usaha-usaha untuk melakukan pekerjaan yang memerlukan kreativitas dan inovasi belum menjadi pola hidupnya.
28
Usaha-usaha pembinaan dan pengembangan industri kecil di Indonesia untuk menghadapi masalah-masalah tersebut telah banyak dilakukan baik oleh pemerintah, lembaga-lembaga pendidikan, pengusaha swasta nasional, oleh yayasan maupun lembaga bantuan internasional. Upaya yang telah ditempuh oleh pemerintah untuk mendorong perkembangan industri kecil yaitu dengan pola keterkaitan usaha. Pola keterkaitan usaha didasarkan pada premis bahwa industri kecil mengandung kelemahan inheren sehingga sulit berkembang atas kemampuan sendiri. Agar dapat berkembang, industri kecil tersebut haruslah dibantu atau bekerja sama dengan pihak lain. (Haryono T dalam Ayu Mutiara, 2010). 2.2.
Penelitian Terdahulu Pada penelitian ini terdapat beberapa penelitian terdahulu yang digunakan
sebagai referensi dalam penulisan yaitu Analisis Dampak Kenaikan harga Kedelai Terhadap Pendapatan Usaha Pengrajin Tahu Skala Kecil dan Rumah tangga (Studi Kasus: Desa Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor) ditulis oleh Fatmawaty. Analisis Dampak Kenaikan Harga Kedelai di Sentra Industri Tempe Kelurahan Semanan Jakarta Barat ditulis oleh Evi Kurniasari. Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak Terhadap Pendapatan Usaha Pengrajin Tempe (Kasus Pada Anggota Koperasi Primer Tahu Tempe (PRIMKOPTI), Kelurahan Cilendek Timur, Kotamadya Bogor) yang ditulis oleh Farida Nur Latifah. Strategi Pengembangan Industri Kecil Tempe di Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten ditulis oleh Nurul Laela Fatmawati. Ringkasan penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.1.
29
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Judul Penelitian Tujuan penelitian 1 Fatmawaty. 1. Mengidentifikasi Analisis Dampak karakteristik industri tahu Kenaikan harga di Desa Bojong Sempu, Kedelai Terhadap Kecamatan Parung, Pendapatan Usaha Kabupaten Bogor. Pengrajin Tahu 2. Menganalisis dampak Skala Kecil dan kenaikan harga kedelai Rumah tangga terhadap keragaan industri (Studi Kasus: Desa tahu dan pendapatan yang Bojong diterima pengrajin. Sempu,Kecamatan 3. Menganalisis kelayakan Parung, Kabupaten industri tahu setelah Bogor),2009. kenaikan harga kedelai.
Metode Penelitian Alat analisis yang dipakai adalah Analisis Pendapatan Usaha, Analisis Titik Impas, Analisis R/C ratio
2
Metode penelitian yang dipakai adalah analisis kualitatif
Evi Kurniasari. Analisis Dampak Kenaikan Harga
1. Menganalisis struktur biaya produksi usaha tempe.
Hasil Penelitian Karakteristik industri tahu di Desa Bojong Sempu antar lain adalah memiliki skala usaha kecil dengan modal terbatas, penggunaan peralatan yang masih tradisional dan sederhana, volume produksi tahu yang masih kecil, sebagian besar menggunakan tenaga kerja keluarga, dan jangkauan pemasaran yang masih kecil. Kenaikan harga kedelai yang mencapai 92,94 persen berdampak pada kemampuan pengrajin dalam produksi, diantaranya perubahan siklus produksi, penurunan volume produksi, penurunan penggunaan faktor input, peningkatan harga jual, penurunan penerimaan dan penurunan pendapatan usaha. Analisis rasio penerimaan dan biaya menyatakan bahwa usaha tahu masih menguntungkan dan masih layak untuk dijalankan dan berdasarkan analisis titik impas untuk tetap dapat mempertahankan usahanya dan tidak mengalami kerugian, pengrajin harus meningkatkan volume penjualan dan meningkatkan penerimaan. Peranan kedelai dalam struktur biaya produksi tempe sangat dominan. Sekitar 80 persen biaya tunai untuk produksi tempe digunakan untuk
30
Kedelai di Sentra Industri Tempe Kelurahan Semanan Jakarta Barat,2010.
2. Menganalisis dampak kenaikan harga kedelai pada usaha tempe, dilihat dari respon yang diberikan pengrajin tempe.
dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran umum usaha produksi tempe yang ditampilkan dalam bentuk deskriptif. Dalam penelitian ini analisis kuantitatif meliputi analisis struktur biaya dan optimalisasi yang diolah dengan menggunakan perangkat lunak (software) Microsoft Excel 2007 dan Linear Interactive Discrete Optimizer (LINDO).
pembelian bahan baku kedelai. Konsekuensinya struktur biaya produksi tempe sangat dipengaruhi oleh perubahan harga kedelai. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pun juga menjadi salah satu komponen biaya yang cukup dominan dalam struktur biaya pengrajin tempe, khususnya pada pengrajin tempe skala kecil yang seluruhnya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Berdasarkan biaya produksi pengrajin tempe menunjukkan adanya kecenderungan dengan meningkatnya skala produksi pengrajin tempe maka biaya per kilogram kedelai semakin menurun. Kenaikan harga kedelai direspon pengrajin tempe dengan cara yang berbeda-beda. Secara umum respon pengrajin tempe skala kecil dan menengah dalam menghadapi kenaikan harga kedelai yaitu dengan memperkecil ukuran tempe, sedangkan pengrajin tempe skala besar secara umum dengan mengurangi jumlah jam penggunaan tenaga kerja luar keluarganya. Berdasarkan simulasi kenaikan harga kedelai ternyata pengrajin tempe skala kecil paling sensitif dalam menghadapi kenaikan harga kedelai relatif terhadap jumlah ketersediaan sumberdaya yang dimiliki pengrajin, pilihan jenis tempe yang dihasilkan pengrajin (pengrajin skala kecil, menengah, dan besar secara berurutan menghasilkan dua, tiga, dan empat jenis tempe).
31
3
4
Farida Nur Latifah. Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak Terhadap Pendapatan Usaha Pengrajin Tempe (Kasus Pada Anggota Koperasi Primer Tahu Tempe (PRIMKOPTI), Kelurahan Cilendek Timur, Kotamadya Bogor),2006. Nurul Laela Fatmawati. Strategi Pengembangan Industri Kecil Tempe di Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten,2009.
1. Untuk menganalisis dampak kenaikan harga BBM terhadap kondisi usaha dan pendapatan usah pengrajin tempe di Kelurahan Cilendek Timur. 2. Menganalisis efisiensi faktor-faktor produksi pengrajin tempe Kelurahan cilendek Timur sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM.
Analisis fungsi produksi Cobb Douglas
1. Mengetahui faktor internal Metode deskriptif dan eksternal yang dapat dan kuantitatif. mempengaruhi pengembangan industri tempe di Kabupaten Klaten. 2. Mengetahui alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam mengembangkan industri kecil tempe di Kabupaten Klaten. 3. Mengetahui prioritas
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kenaikan BBM mempengaruhi kondisi usaha dan hasil produksi mengalami penurunan yang ditandai dengan menurunnya jumlah input yang dipakai. Baik pada kondisi sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM, penggunaan faktor produksi tempe di Daerah Cilendek Timur masih belum efisien.
Kekuatan utama dalam mengembangkan usaha tempe yaitu kualitas dan kuantitas tempe di Kabupaten Klaten yang bagus, usaha mudah dan resiko usaha yang kecil. Sedangkan kelemahan utamanya yaitu kecilnyamodal dan sumber daya manusia yang lemah. Peluang dalam mengembangkan usaha tempe yaitu diversifikasi dan perkembangan teknologi pengolahan pangan. Sedangkan ancamannya yaitu kenaikan harga sembako dan adanya tempe dari daerah lain; Alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam mengembangkan usaha tempe di Kabupaten Klaten yaitu perbaikan sarana dan prasarana
32
strategi yang dapat diterapkan dalam mengembangkan industri kecil tempe di Kabupaten Klaten
produksi, dan sumberdaya manusia serta penanaman modal swasta dengan dukungan dari pemerintah; Meningkatkan dan mempertahankan kualitas dan kuantitas tempe serta efisiensi penggunaan sarana dan prasarana produksi; Meningkatkan kualitas sumber daya pengusaha secara teknis, moral dan spiritual melalui kegiatan pembinaan untuk memaksimalkan produksi dan daya saing tempe; Prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam mengembangkan usaha tempe di Kabupaten Klaten adalah perbaikan sarana dan prasarana produksi, dan sumberdaya manusia serta penanaman modal swasta dengan dukungan dari pemerintah.
33
Penelitian ini menitikberatkan pada analisis dampak kenaikan harga kedelai terhadap pendapatan usaha pengrajin tempe skala kecil dan rumah tangga di Kelurahan Krobokan, Kecamatan Semarang Barat yang merupakan sentra industri tempe di Kota Semarang. Alat analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan usaha dan analisis R/C rasio. Hasil analisis diharapkan dapat menjawab permasalahan yang dialami oleh para pengrajin tempe dan pemerintah terkait dengan kenaikan harga kedelai yang cukup besar, terkait dengan bagaimana karakteristik industri tempe di Kelurahan Krobokan, Kecamatan Semarang Barat? Bagaimana dampak kenaikan harga kedelai terhadap pendapatan yang diterima pengrajin? Bagaimana analisis kelayakan industri tempe jika dilihat dari R/C rasio? 2.3.
Kerangka Pemikiran Pertumbuhan populasi penduduk, peningkatan kesadaran masyarakat akan
pentingnya gizi, serta meningkatnya pertumbuhan industri olahan kedelai menyebabkan peningkatan permintaan kedelai nasional. Sementara itu, di sisi lain terjadi penurunan produksi kedelai nasional yang disebabkan oleh penurunan areal luas panen dan rendahnya produktivitas. Kesenjangan antara peningkatan permintaan kedelai penurunan produksi kedelai nasional menyebabkan terjadinya kekurangan
stok
kedelai
nasional.
Kekurangan
stok
kedelai
nasional
menyebabkan Indonesia mengalami ketergantungan yang tinggi terhadap kedelai impor. Kenaikan harga kedelai impor menyebabkan kenaikan pula terhadap harga kedelai di dalam negeri. Kenaikan harga kedelai pada bulan Oktober tahun 2013 menyebabkan peningkatan biaya produksi tempe. Kondisi ini menyebabkan banyak pengrajin
34
tempe di Indonesia mengalami kesulitan dalam produksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi pengrajin tempe di Kelurahan Krobokan Kecamatan Semarang Barat secara khusus dengan mengkaji karakteristik pengrajin tempe, menganalisis pendapatan usaha pengrajin, menganalisis kelayakan industri tempe dengan analisis R/C rasio. Hasil uji kelayakan usaha dipergunakan untuk mengetahui apakah usaha tempe setelah terjadi kenaikan harga kedelai pada bulan Oktober 2013 masih layak untuk dijalankan ataukah tidak layak untuk dijalankan. Diagram alir kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.6.
35
Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran Operasional Ketergantungan tinggi Terhadap Impor Kenaikan Harga Kedelai Impor
Kenaikan Harga Kedelai Dalam Negeri
Industri Tempe di Indonesia Peningkatan Biaya Produksi Penurunan Pendapatan
Analisis Pendapatan Usaha
Layak
Pertahankan dan Kembangkan
Analisis Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)
Tidak Layak
Cari Usaha Lain
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pengrajin tempe adalah pemilik usaha pembuatan tempe. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengrajin tempe yang berada di Kelurahan Krobokan dengan sampel responden berjumlah 48 pengrajin tempe dari Kelurahan Krobokan, Kecamatan Semarang Barat. 2. Produksi adalah jumlah kuantitas tempe yang dihasilkan oleh pengrajin selama satu bulan dengan satuan kilogram per bulan. 3. Kedelai adalah bahan baku utama dalam pembuatan tempe dan diukur dalam satuan kilogram per bulan. Harga kedelai yang digunakan adalah harga kedelai yang berlaku di setiap pengrajin pada saat wawancara. 4. Bahan baku pembantu adalah bahan pembantu dalam pembuatan tempe yang meliputi air dan ragi. Air dihitung dalam jumlah Rupiah per meter kubik per bulan dan Ragi dihitung dalam jumlah Rupiah per kilogram per bulan. 5. Tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi tempe yang meliputi pemilahan kedelai, perendaman, pencucian, perebusan, peragian, pembungkusan. Penggunaan tenaga kerja diukur dalam satuan jam kerja per bulan, sementara tingkat upah yang dihitung adalah
tingkat
upah
yang
36
berlaku
pada
saat
wawancara.
37
6. Bahan bakar adalah jumlah penggunaan bahan bakar yaitu gas LPG dengan berat 3 kilogram dalam proses produksi selama satu bulan dan dihitung dalam jumlah Rupiah per bulan. 7. Hari efektif dalam satu bulan produksi adalah 30 hari. 3.2.
Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 1998). Populasi
yang diambil adalah pengrajin tempe di Kelurahan Krobokan, Kecamatan Semarang Barat. Dipilihnya kelurahan tersebut karena di daerah tersebut banyak industri rumah tangga yang memproduksi tempe. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Banyaknya sampel ditentukan berdasarkan hasil perhitungan rumus Slovin sebagai berikut:
݊=
ே
ଵାேమ
(3.1)
Keterangan :
n : jumlah sampel N : jumlah populasi e : nilai kritis (batas ketelitian) yang digunakan (10%) Berdasarkan rumus Slovin di atas maka pengambilan sampel di hitung dengan cara sebagai berikut: ݊= ݊= ݊=
ே
ଵାே మ
ଽଷ
ଵାଽଷ(ଵΨ )మ ଽଷ
ଵ,ଽଷ
݊ = 48,16 ≈ 48
38
Berdasarkan perhitungan rumus Slovin, responden yang dijadikan sampel adalah sebanyak 48 pengrajin tempe dari total 93 pengrajin tempe yang terdapat di daerah ini. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik random sampling yang berarti pengambilan sampel dilakukan secara acak dan setiap anggota populasi punya kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel (Arikunto, 1998). 3.3.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer berupa profil pengrajin dan performa usaha tempe sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai diperoleh melalui survei dengan menggunakan teknik wawancara yang dipandu oleh kuesioner terstruktur. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur yang bersumber dari laporan tahunan Kantor Kelurahan Krobokan, Badan Pusat Statistik, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Semarang, buku, skripsi, website dan media informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian. 3.4.
Metode Pengumpulan Data Data dikumpulkan melalui kuesioner dan wawancara dengan responden
dan pihak terkait. Selain itu juga mengambil data dari internet. 3.5.
Metode Analisis Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kuantitatif. Tahap analisis data yang dilakukan adalah tahap transfer data dalam bentuk tabulasi, editing serta pengolahan data dengan menggunakan paket perangkat lunak Microsoft Excel, kemudian dilanjutkan dengan tahap interpretasi
39
data. Analisis yang dilakukan adalah berupa analisis pendapatan usaha, analisis R/C rasio. 3.5.1. Analisis Pendapatan Usaha Analisis pendapatan digunakan untuk mengetahui tingkat pendapatan yang diperoleh dari kegiatan produksi. Untuk menghitung pendapatan bersih usaha atau keuntungan usaha terlebih dahulu harus diketahui tingkat penerimaan total dan pengeluaran total pada periode tertentu. Rumus penerimaan total sebagai berikut: Penerimaan Total = TR = P x Q
(3.2)
dimana : TR = Total Revenue = penerimaan total (Rp) P = Price = harga jual produk per Kg Q = Quantity = jumlah produk tempe per Kg yang dihasilkan Pendapatan bersih atau keuntungan diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
ߨ
TR
=PxQ
TC
= TFC + TVC
= TR – TC
(3.3)
dimana:
ߨ
= Pendapatan Bersih/ laba usaha tempe (Rp)
TR
= Total penerimaan usaha tempe (Rp)
TC
= Total pengeluaran/ biaya usaha tempe (Rp)
ߨ adalah pendapatan bersih atau keuntungan yang diperoleh dari selisih
antara penerimaan total dengan biaya total. TR adalah penerimaan total dari
penjualan jumlah produk tempe per Kg yang dihasilkan sebulan (jumlah produk
40
tempe per Kg dikalikan harga tempe per Kg). TC adalah pengeluaran/biaya total untuk memproduksi tempe. TC terdiri dari total biaya tetap (TFC) dan total biaya variabel (TVC). Total biaya tetap meliputi penyusutan alat dan sewa bangunan. Total biaya variabel meliputi biaya pembelian bahan baku kedelai, gas LPG, air, ragi, daun pisang, plastik, tenaga kerja, dan biaya transportasi untuk memasarkan tempe. 3.5.2. Analisis R/C Ratio Analisis imbangan antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya merupakan suatu pengujian keuntungan suatu jenis usaha. Analisis penerimaan dan biaya (R/C Ratio) didapat berdasarkan pembagian antara total penerimaan dengan total biaya. Kriteria yang digunakan dalam analisis ini adalah apabila nilai R/C lebih besar dari satu maka usaha dikatakan untung, karena memberikan penerimaan yang lebih besar dari pengeluaran. Nilai R/C lebih kecil dari satu dikatakan rugi, karena penerimaan yang diterima lebih kecil dari jumlah pengeluaran. Nilai R/C sama dengan satu dikatakan impas yaitu kondisi dimana usaha memberikan jumlah penerimaan sama dengan jumlah pengeluaran. Semakin besar nilai R/C rasio, maka semakin menguntungkan usaha tersebut. Perhitungan R/C rasio adalah sebagai berikut: R/C rasio = Dimana:
୭୲ୟ୪ୣ୬ୣ୰୧୫ ୟୟ୬ ୭୲ୟ୪୧ୟ୷ୟ
=
௫ ଵ ்
Y1
: Total produksi tempe dijual (Kg)
P
: Harga tempe (Rp/Kg)
BT
: Biaya total (FC+VC)
(3.4)
41
3.5.
Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Tahap
pelaksanaan
kegiatan
penelitian
dimulai
dengan
survey
pendahuluan, kemudian dilanjutkan dengan wawancara dan pembagian kuesioner kepada responden. Penelitian di lapangan dilakukan pada bulan April 2014. Tahap analisis data yang dilakukan adalah tahap transfer data dalam bentuk tabulasi, editing serta pengolahan data dengan menggunakan paket perangkat lunak Microsoft Excel, kemudian dilanjutkan dengan tahap interpretasi data.