JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN PETRA Vol. 1, No. 2, (2013) 1-10
ANALISA PENGARUH EXPERIENTIAL MARKETING TERHADAP CUSTOMER SATISFACTION DENGAN PERCEIVED VALUE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING KONSUMEN THE PREMIERE GRAND CITY SURABAYA Ivonny Chandra dan Dr. Hartono Subagio, S.E., M.M. Jurusan Manajemen Pemasaran, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya E-mail:
[email protected],
[email protected]
Abstrak—Surabaya merupakan kota besar yang mengikuti trend gaya hidup layaknya kota besar, salah satunya memiliki banyak sekali mall. Mall-mall tersebut tentunya juga memiliki bioskop yang merupakan sarana hiburan masyarakat. Bioskop di Surabaya adalah grup dari Cineplex 21 yang tersebar di berbagai mall, sehingga secara tidak langsung menciptakan persaingan yang ketat. Untuk menjadi pemenang dalam persaingan, Bioskop perlu memperhatikan variabel yang dapat mempengaruhi perceived value dan kepuasan pelanggan mereka, yaitu experiential marketing. The Premiere adalah salah satu merek dari Cineplex 21, yang merupakan suatu konsep bioskop yang diperlengkapi dengan fasilitas mewah, yang merupakan bentuk strategi untuk meningkatkan value dan experience bagi konsumennya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh experiential marketing terhadap perceived value dan mengetahui pengaruh perceived value terhadap customer satisfaction di bioskop The Premiere Grand City Surabaya. Jenis penelitian yang digunakan adalah konklusif kausal. Sampel penelitian adalah konsumen di The Premiere di Grand City Surabaya yang telah atau pernah menonton film, mendapatkan pelayanan dan merasakan fasilitas di The Premiere selama 1 bulan terakhir, yang berjumlah 200 orang. Penelitian ini menggunakan teknik analisis Structural Equation Modeling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa experiential marketing berpengaruh signifikan terhadap perceived value dan perceived value berpengaruh signifikan terhadap customer satisfaction. Kata Kunci—experiential marketing, perceived value, sense, feel, think, emotional value, functional value, customer satisfaction.
I. PENDAHULUAN Di Indonesia, perkembangan sektor jasa cukup berkembang pesat. Sumbangan sektor jasa terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia cukup signifikan, yaitu sekitar 40-45%. (odci.gov). Di Jawa Timur, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) sejak tahun 2009 hingga 2010 di sektor pariwisata yang terdiri dari hotel, restoran dan hiburan mengalami peningkatan yang signifikan. Ada peningkatan sekitar 21,05% dari setoran tahun lalu (2010) dibandingkan tahun sebelumnya (2009). Pada 2009 kontribusi sektor jasa pariwisata terhadap PDRB Jatim mencapai Rp39,75 triliun, pada 2010 meningkat Rp10 triliun menjadi Rp48,12 triliun. Ini menunjukkan bila sektor jasa pariwisata mengalami pertumbuhan yang prospektif, salah satunya adalah industri hiburan. (traveltextonline.com).
Di dekade sekarang, masyarakat Indonesia terutama di kota besar sangat membutuhkan sarana hiburan untuk memenuhi segala gaya hidup mereka yang semakin bermacam-macam. Hal ini juga dikarenakan di kota besar banyak orang disibukkan dengan aktivitas yang mereka lakukan sehari-hari seperti bekerja, bersekolah, dan berbagai aktivitas lain yang mempunyai tingkat stres dan kebosanan yang tinggi. Maka dibutuhkannya sarana hiburan dengan bermacam fasilitas, memiliki kenyamanan dan juga suasana yang menyenangkan. Aneka hiburan baru terus bermunculan seiring berjalannya waktu, tetapi sarana hiburan yang sampai sekarang masih menjadi pilihan banyak masyarakat salah satunya adalah menonton bioskop. Bioskop bisa menjadi sarana hiburan yang digemari banyak kalangan baik bagi keluarga, teman-teman ataupun muda-mudi yang sedang berpacaran, apalagi bioskop selalu identik berada pada mall yang merupakan pusat hiburan sebagian masyarakat kota besar, dimana gaya hidup sebagian masyarakat ada di mall. Surabaya merupakan kota besar yang mengikuti trend gaya hidup layaknya kota besar, yang mana Surabaya sendiri saat ini memiliki banyak sekali mall diantaranya ada Tunjungan Plaza, Surabaya Plaza, Galaxy Mall, dan Surabaya Town Square, serta beberapa mall pendatang baru seperti Grand City, Ciputra World, dan East Coast. Mall-mall tersebut tentunya juga memiliki bioskop yang merupakan sarana hiburan masyarakat. Perkembangan bioskop di Surabaya juga mengikuti perkembangan pembangunan Mall di Surabaya itu sendiri, karena bioskop memang identik berada di Mall. Hal ini didukung oleh himbauan menteri Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia periode 2004-2011 Jero Wacik yang kini menjabat menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menghimbau bahwa setiap mall untuk dilengkapi dengan bioskop. (yiela, 2010). Dengan banyaknya Mall di Surabaya yang dilengkapi dengan studio bioskop tentunya pilihan masyarakat untuk bioskop menjadi beragam pula. Bioskop di Surabaya adalah grup dari 21 Cineplex yang mana tersebar di berbagai mall tersebut yang mana secara tidak langsung menciptakan persaingan yang ketat antar bioskop tersebut. Fasilitas serta produk yang ditawarkan juga sedikit berbeda satu sama lain seperti fasilitas XXI café, arena permainan, The Premiere, dll. Tetapi untuk menjadi pemenang dalam persaingan pasar yang begitu ketat, sebagai pemilik usaha dalam bidang industri hiburan di Indonesia perlu memperhatikan variabel yang dapat mempengaruhi perceived
JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN PETRA Vol. 1, No. 2, (2013) 1-10 value dan kepuasan pelanggan mereka, yaitu experiential marketing. Experiential marketing adalah proses mengidentifikasi dan memuaskan kebutuhan pelanggan dan aspirasi yang menguntungkan, melibatkan dengan menggunakan komunikasi dua arah sehingga memberikan kepribadian terhadap brand tersebut untuk bisa hidup dan menjadi nilai tambah (add value) kepada target pelanggan. (Shaz Smilansky, 2009). Perceived value adalah penilaian konsumen secara keseluruhan terhadap manfaat produk dengan didasarkan pada apa yang mereka terima dan apa yang mereka berikan.(Lai, 2004). Menurut Kotler dan Keller (2009), pengertian kepuasan secara umum, kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (atau hasil) terhadap ekspektasi mereka. Jika kinerja sesuai dengan ekspektasi, pelanggan akan puas. Jika kinerja melebihi ekspektasi akan sangat puas dan senang. Penilaian pelanggan atas kinerja produk tergantung pada banyak faktor, terutama jenis hubungan loyalitas yang dimiliki pelanggan dengan sebuah merek.Konsumen sering membentuk persepsi yang lebih menyenangkan tentang sebuah produk yang sudah mereka anggap positif. Experience terjadi sebagai akibat dari menghadapi hal-hal dan dengan demikian, experience adalah rangsangan dari satu aktivitas, misalnya, sebelum pemasaran dan sesudah pembelian (McLuhan, 2008). Experience meliputi elemen hidup secara keseluruhan, dan biasanya disebabkan oleh pengamatan secara langsung atau berpartisipasi dalam kegiatan, tidak peduli apakah peristiwa yang nyata, seperti mimpi atau virtual. Experience biasanya tidak unprompted tapi diinduksi. McLuhan (2008), membuktikan bahwa pertumbuhan kualitas, intensitas makna, dan nilai adalah hasil dari experience. Oleh karena itu, experience yang dirancang dengan baik yang melibatkan konsumen, akan menjadi kenangan dan memungkinkan untuk interpretasi bebas karena non-partisan (McLuhan, 2008). Direktur Yahoo, Sanders menyatakan bahwa saat ini adalah masanya experience economy. Tanpa mempedulikan produk atau jasa yang dijual, seorang pemasar perlu memberikan experience yang tidak terlupakan bagi pelanggannya karena hal inilah yang sangat mereka hargai. Experience yang tidak terlupakan juga akan membuat pelanggan puas, dan kembali melakukan pembelian. The Premiere adalah salah satu merek dari Cineplex 21 Group yang memberikan value dan experience untuk customernya. The Premiere merupakan suatu konsep bioskop yang diperlengkapi dengan fasilitas yang mewah, seperti lobby khusus, kursi khusus layaknya kelas bisnis di dalam sebuah pesawat, dan juga selimut serta fasilitas mewah lainnya. Fasilitas yang mewah merupakan bentuk strategi dari bioskop tersebut untuk meningkatkan value dan experience bagi konsumennya. The Premiere hadir pertama kali di Cinema XXI di Jakarta yang mematok harga Rp 50.000 - 150.000. Tahun 2010, The Premiere hadir di Surabaya, yang terletak di Grand City dan Lenmarc. Tahun 2011, The Premiere ketiga di Surabaya juga dibuka di Ciputra World Surabaya. Tahun 2012, The Premiere keempat hadir di Bali, dan dibuka di Beach Walk. Namun, The Premiere merupakan bioskop yang bisa dikategorikan cukup baru, dimana konsumen masih
belum mengenal dengan baik konsep The Premiere ini, sehingga konsumen masih banyak yang menonton di cinema XXI yang lebih murah jika dibandingkan The Premiere Menjawab permasalahan di atas, peneliti mengkaji ulang pengaruh experiential marketing terhadap perceived value dan kepuasan pelanggan bioskop The Premiere. Dalam penelitian ini, peneliti bekerjasama dengan bioskop The Premiere yang terletak di Grand City Surabaya, sehingga dapat mengetahui apakah experiential marketing berpengaruh bagi pelanggan di bioskop tersebut dan bagaimana pengaruhnya terhadap perceived value dan kepuasan pelanggan di bioskop tersebut agar bioskop The Premiere Grand City Surabaya dapat bertahan dalam ketatnya persaingan industri hiburan yang ada di Surabaya saat ini. RUMUSAN MASALAH 1. 2.
Apakah experiential marketing berpengaruh signifikan terhadap perceived value? Apakah perceived value berpengaruh signifikan terhadap customer satisfaction?
TUJUAN PENELITIAN 1.
2.
Untuk mengetahui apakah experiential marketing berpengaruh terhadap perceived value di bioskop The Premiere Grand City Surabaya Untuk mengetahui apakah perceived value berpengaruh terhadap customer satisfaction di bioskop The Premiere Grand City Surabaya
MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1.
2.
3.
Bagi Perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran pada bioskop The Premiere Grand City dalam mengoptimalkan experiential marketing yang dimiliki oleh perusahaan yang akan meningkatkan perceived value dan customer satisfaction untuk dapat bertahan dalam jangka panjang dan mengembangkan diri. Bagi Penulis Menambah pengetahuan mengenai adanya pengaruh dari experiential marketing yang baik pada suatu perusahaan terhadap perceived value dan customer satisfaction dan sebagai sarana membuktikan keakuratan konsep yang telah ada di lapangan. Bagi Universitas Kristen Petra Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti di masa yang akan datang yang mengambil topik yang sama dengan penelitian ini. II. TINJAUAN PUSTAKA
EXPERIENTIAL MARKETING Experiential marketing merupakan jenis metode komunikasi tatap muka yang terutama menimbulkan perasaan fisik dan emosional pelanggan, di mana hal tersebut menyebabkan pelanggan berharap agar relevan dan interaktif
JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN PETRA Vol. 1, No. 2, (2013) 1-10 terhadap beberapa merek dan merasakan serta mengalami sepenuh hati (Ming, 2010, p190). Menurut Shaz Smilansky (2009: 5), experiential marketing adalah proses mengidentifikasi dan memuaskan kebutuhan pelanggan dan aspirasi yang menguntungkan, melibatkan dengan menggunakan komunikasi dua arah sehingga memberikan kepribadian terhadap brand tersebut untuk bisa hidup dan menjadi nilai tambah (add value) kepada target pelanggan. Menurut Schmitt (Wang, 2008, p45; Yang, 2009, p249), experiential marketing terdiri dari lima modul pengalaman strategis (strategic experiential modules) yang merupakan dasar dari experiential marketing tersebut. Schmitt (Yang, 2009, p249) mengusulkan 5 modul pengalaman strategis untuk menawarkan kepada pelanggan bentuk-bentuk yang berbeda dari pengalaman-pengalaman, yaitu sense, feel, think, act, dan relate. Schmitt (Lee, C hang, Hou, dan Lin, 2008, p220) juga menyatakan bahwa kelima modul pengalaman tersebut menggambarkan tentang keterlibatan konsumen terhadap kelima bentuk pengalaman tersebut. Menurut Schmitt (Lin, 2008, p63), kelima bentuk pengalaman tersebut merupakan lima dimensi yang menjadi dasar pengukuran dari experiential marketing. - Sense Schmitt (Yang, 2009, p249) menyatakan bahwa sense marketing berfokus pada lima indera, yaitu penglihatan (sight), pendengaran (sound), penciuman (smell), perasa (taste), dan peraba (touch). Sense marketing biasanya distimulasikan melalui indera, dengan menawarkan kegembiraan, rangsangan, dan kepuasan akan keindahan. - Feel Schmitt (Wang, 2008, p47) menyatakan bahwa feel marketing menarik perasaan batin (inner feeling) dan emosi (emotion) pelanggan. Feel marketing berfokus pada perasaan batin dan emosi pelanggan, dengan menargetkan untuk menciptakan pengalaman emosional‖. - Think Schmitt (Yang, 2009, p249) menyatakan bahwa think marketing berfokus pada kecerdasan, dengan menargetkan untuk menciptakan pemikiran kognitif dan menyelesaikan masalah-masalah untuk konsumen-konsumen dengan menggunakan cara-cara yang kreatif. PERCEIVED VALUE Menurut Lai (2004) perceived value adalah penilaian konsumen secara keseluruhan terhadap manfaat produk dengan didasarkan pada apa yang mereka terima dan apa yang mereka berikan. Nilai menunjukkan trade off antara komponen yang diberikan dan diperoleh konsumen, perceived value adalah perbedaan nilai total konsumen dan total biaya konsumen (Lin, 2003). Menurut Payne dan Holt (2001), customer perceived value adalah trade off antara manfaat yang dipersepsikan dan pengorbanan yang dipersepsikan (atau konsekuensi positif dan negatif). Perceived value ini postif jika persepsi akan kualitas lebih besar daripada persepsi akan pengorbanan yang harus dilakukan pembeli. Jadi, persepsi pembeli terhadap nilai (value) mewakili suatu mental trade off di antara kualitas atau benefit yang mereka persepsikan pada
suatu produk relatif terhadap persepsi mereka akan pengorbanan dengan membayar sejumlah harga tertentu, sehingga jika dinotasikan menjadi sebagai berikut : Perceived value = Riset yang dilakukan dua pakar pemasaran dari University of Western Australia, Sweeney dan Soutar (2001) berusaha mengembangkan 19 item ukuran customer perceived value. Skala yang dinamakan PERVAL (Perceived Value) tersebut dimaksudkan untuk menilai persepsi pelanggan terhadap nilai suatu produk konsumen tahan lama pada level merek. Skala ini dikembangkan berdasarkan konteks situasi pembelian ritel untuk menentukan nilai-nilai konsumsi yang mengarah pada sikap dan perilau pembelian. Menurut mereka dimensi nilai terdiri empat aspek utama: 1. Emotional Value, yaitu utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif / emosi positif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk. 2. Social Value, yaitu utilitas yang didapatkan dari kemampuan produk untuk meningkatkan konsep dirisosial konsumen. 3. Functional Value, yaitu kegunaan yang berasal dari kualitas produk atau product performance. 4. Price/Value of Money, yakni utilitas yang diperoleh dari persepsi terhadap kualitas dan kinerja yang diharapkan atas produk. CUSTOMER SATISFACTION Definisi kepuasan pelanggan menurut Zeithaml, Bitner dan Dwayne (2009, p.104) adalah, ‖Customer’s evaluation of a product or service in terms of whether that product or service has met the customer’s needs and expectations‖. Dimana menurutnya kepuasan pelanggan adalah penilaian pelanggan atas produk ataupun jasa dalam hal menilai apakah produk atau jasa tersebut telah memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Sedangkan definisi lain menurut Kotler dan Keller (2009, p.164), ―Satisfaction is a person’s feelings of pleasure or disappointment that result from comparing a product’s perceived performance (or outcome) to their expectations”. Sehingga menurutnya kepuasan didefinisikan sebagai perasaan pelanggan yang puas atau kecewa yang dihasilkan dari membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (atau hasil) dengan ekspektasi pelanggan. Tingkat kepuasan terhadap hasil penanganan keluhan akan dapat diketahui dari perbedaan harapan dan persepsi pelanggan. Jadi secara sistematis dapat disimpulkan bahwa tingkat kepuasan pelanggan adalah persepsi dari pelanggan itu sendiri bahwa harapannya telah terlampaui ataupun telah terpenuhi (Johnston, 2005, p.211). Dari hasil penjelasan di atas dapat diambil 3 kesimpulan, yaitu : a) Apabila harapan pelanggan lebih besar dari persepsinya, maka hal itu menandakan bahwa pelanggan tidak puas terhadap penanganan keluhan. b) Apabila harapan pelanggan sama dengan persepsinya, maka hal itu menandakan bahwa pelanggan cukup puas terhadap penanganan keluhan.
JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN PETRA Vol. 1, No. 2, (2013) 1-10 c)
Apabila harapan pelanggan lebih kecil dari persepsinya, maka hal itu menandakan bahwa pelanggan sangat puas terhadap penanganan keluhan . Atau secara matematis dapat disimpulkan bahwa: 1. Apabila E > P berarti pelanggan tidak puas 2. Apabila E = P berarti pelanggan cukup puas 3. Apabila E < P berarti pelanggan sangat puas Kesimpulan tersebut diperkuat dengan adanya teori dari Lovelock pada bukunya yang berjudul Service Marketing : an asia-pacific perspective(2001) HIPOTESA H1: Diduga experiential marketing berpengaruh signifikan terhadap perceived value. (X1→X2) H2: Diduga perceived value berpengaruh signifikan terhadap customer satisfaction. (X2→Y)
Sehingga, jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 200 orang responden. Identifikasi Variabel 1. 2.
3.
Instrumen dan Pengukuran 1.
III. METODE PENELITIAN Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen di The Premiere di Grand City Surabaya yang telah atau pernah menonton film, mendapatkan pelayanan dan merasakan fasilitas di The Premiere selama 1 bulan terakhir sejak dilakukannya pembagian kuisioner. Konsumen yang menjadi sampel adalah konsumen berjenis kelamin pria dan wanita, yang berusia diatas 17 tahun karena usia ini dianggap sudah mampu memutuskan dan memberikan penilaian terhadap suatu layanan yang mereka rasakan. Pengambilan sample dalam penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling, dimana semua populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk menjadi responden dan pengambilan sampel didasarkan pada pertimbangan peneliti (Simamora, 2004, p.197). Metode pengambilan sampel ini digunakan dengan pertimbangan untuk menghemat waktu, tenaga dan biaya, maka dalam penelitian ini digunakan convenience sampling, Survei ini dilakukan terhadap responden yang telah selesai menonton dan sedang berada di The Premiere Grand City Surabaya. Metode pengambilan sampel ini digunakan dengan pertimbangan untuk menghemat waktu, tenaga, dan biaya sehingga dalam penelitian ini digunakan convenience sampling, dimana calon responden yang terpilih adalah mereka yang kebetulan berada di lokasi yang sama dengan peneliti, yaitu di The Premiere. Menurut Wijaya (2009, p.10) dan Ferdinand (2005, p.74), analisis SEM membutuhkan sampel paling sedikit 5-10 jumlah variabel indikator yang digunakan. Tergantung pada jumlah indicator yang digunakan dalam seluruh variabel laten. Bila terdapat 25 indikator, besarnya sampel adalah antara 100200. Peneliti mengukur customer satisfaction dengan menggunakan 25 variabel indikator dan menggunakan nilai dari perhitungan sampel yaitu 8, sehingga perhitungan sampelnya adalah sebagai berikut : Jumlah sampel = 8 x Jumlah Variabel Indikator = 8 x 25 = 200 responden
Variabel Independen, yaitu: experiential marketing (X1), terdiri dari sense (X1.1), feel (X1.2), dan think (X1.3). Variabel Interveining, yaitu : perceived value (X2), terdiri dari emotional value (X2.1), dan Functional Value (X2.2). Variabel Dependen, yaitu: customer satisfaction (Y)
2.
3.
Experiential Marketing diukur berdasarkan tiga dimensi sense, feel dan think dengan menggunakan 16 butir pertanyaan dalam kuisioner. Masing – masing pertanyaan diukur dengan skala likert satu sampai lima. Angka satu mewakili sangat tidak setuju dan angka lima mewakili sangat setuju. Perceived Value diukur berdasarkan dua dimensi emotional value, dan functional value dengan menggunakan 7 butir pertanyaan dalam kuisioner. Masing – masing pertanyaan diukur dengan skala likert satu sampai lima. Angka satu mewakili sangat tidak setuju dan angka lima mewakili sangat setuju. Customer satisfaction diukur menggunakan 2 butir pertanyaan dalam kuisioner. Masing – masing pertanyaan diukur dengan pertanyaan dalam jenis soal pilihan ganda dengan pilihan jawaban berkisar dari sangat tidak puas sampai sangat puas.
Teknik Analisis Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan the Structural Equation Model (SEM) dalam model dan pengujian hipotesis. SEM atau model persamaan structural adalah sekumpulan tehnik-tehnik statistikal yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif rumit, secara simultan. (Ferdinand, 2006). Yang dimaksud dengan rumit adalah model-model simultan yang dibentuk melalui lebih dari satu variabel dependen pada saat yang sama berperan sebagai variabel independent bagi hubungan berjenjang lainnya. Dalam penelitian ini digunakan dua macam teknik analisis, yaitu : 1. Analisis konfirmatori (confirmatory factory analysis) pada SEM yang dugunakan untuk mengkonfirmatori faktor-faktor yang paling dominan dalam satu kelompok variabel. 2. Regression Weight pada SEM yang digunakan untuk meneliti seberapa besar pengaruh antar variabel-variabel. Sebuah permodelan SEM yang lengkap pada dasarnya terdiri dari dua bagian utama yaitu Measurement Model dan Structural Model. Measurement Model atau model pengukuran untuk mengkonfirmasi indikator-indikator dari sebuah variabel laten serta model struktural yang menggambarkan hubungan kausalitas antar dua atau lebih variabel. Structural Model adalah model mengenai struktur hubungan yang membentuk atau menjelaskan kausalitas antara faktor.
JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN PETRA Vol. 1, No. 2, (2013) 1-10 Menurut Hair (1998) terdapat tujuh langkah yang harus dilakukan apabila menggunakan permodelan Structural Equation Model (SEM), yaitu pengembangan model berdasar teori, pengembangan diagram alur (path diagram), konversi diagram alur ke dalam persamaan, memilih jenis input matrik dan estimasi model yang diusulkan, menilai problem identifikasi model struktural, menilai kriteria goodness of fit, melakukan interpretasi dan modifikasi
IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Profil Responden Berikut disajikan deskripsi profil responden yaitu 200 konsumen The Premiere di Grand City Surabaya yang menjadi obyek penelitian: Tabel 1 Profil Responden Profil Responden Jenis kelamin
Usia
Pekerjaan
Pendapatan per bulan
Pengeluaran per bulan
Tabel 2 Perilaku Responden Perilaku Responden Kurang dari 1 kali Dalam sebulan, berapa kali anda 1 - 2 kali menonton 3 -4 kali bioskop? Lebih dari 5 kali Keluarga Dengan siapa Rekan bisnis anda biasa datang ke The Teman Premiere? Lainnya Apakah yang Harga menjadi pertimbangan Pelayanan anda dalam Fasilitas memilih bioksop? Pengalaman Berapa < Rp 100.000,pengeluaran anda dalam Rp 100.000,- - Rp 250.000,sebulan untuk Rp 250.000,- - Rp 500.000,menonton bioskop? > Rp 500.000,-
Frekuensi Prosentase 28
14,0
107
53,5
50
25,0
15
7,5
47
23,5
13
6,5
128
64,0
12
6,0
78
39,0
30
15,0
73
36,5
19
9,5
76
38,0
92
46,0
19
9,5
13
6,5
Frekuensi
Prosentase
Laki-laki
69
34,5
Perempuan
131
65,5
< 20 tahun
81
40,5
21 - 30 tahun
95
47,5
31 - 40 tahun
14
7,0
> 40 tahun
10
5,0
Teman
92
46,0
Darimana anda Saudara mengetahui The Teman pribadi Premiere? Media promosi (Koran, brosur, social media)
26
13,0
20
10,0
62
31,0
Berapa kali anda Kurang dari 1 kali mengunjungi 1 - 2 kali The Premiere dalam 1 bulan 3 -4 kali terakhir? Lebih dari 5 kali
83
41,5
91
45,5
22
11,0
4
2,0
87
43,5
51
25,5
52
26,0
10
5,0
Pelajar/mahasiswa
119
59,5
Karyawan
40
20,0
Wiraswasta
27
13,5
Ibu Rumah Tangga
13
6,5
Lainnya
1
0,5
< Rp 1.500.000,Rp1.500.001,- - Rp 3.500.000,Rp3.500.001,- - Rp 5.500.000,-
63
31,5
66
33,0
37
18,5
> Rp 5.500.001,-
34
17,0
< Rp 1.500.000,Rp1.500.001,- - Rp 3.500.000,Rp3.500.001,- - Rp 5.500.000,-
72
36,0
75
37,5
33
16,5
> Rp 5.500.001,-
20
10,0
Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa mayoritas konsumen The Premiere di Grand City Surabaya yang menjadi obyek penelitian adalah konsumen berjenis kelamin perempuan dengan prosentase sebesar 65,5%, berusia antara 21 – 30 tahun dengan prosentase sebesar 47,5%, pekerjaan sebagai pelajar/ mahasiswa dengan prosentase sebesar 59,5%, pendapatan perbulan Rp. 1,5 juta – Rp. 3,5 juta dengan prosentase sebesar 33%, dan pengeluaran perbulan juga Rp. 1,5 juta – Rp. 3,5 juta dengan prosentase sebesar 37,5%.
Fasilitas Apa yang anda Pelayanan suka dari The Premiere? Suasana Harga
Berdasarkan Tabel 2 di atas, dapat diketahui bahwa mayoritas konsumen The Premiere di Grand City Surabaya yang menjadi obyek penelitian menonton bioskop 1 – 2 kali dalam sebulan dengan prosentase sebesar 53,5%, datang ke The Premiere bersama teman dengan prosentase sebesar 64%, menetapkan harga sebagai pertimbangan utama dalam memilih bioskop dengan prosentase sebesar 39%, pengeluaran sebulan untuk menonton bioskop Rp. 100 ribu – Rp. 250 ribu dengan prosentase sebesar 46%, mengetahui The Premiere dari teman dengan prosentase sebesar 46%, berkunjung ke The Premiere 1 – 2 kali dalam sebulan dengan prosentase sebesar 45,5%, dan menyukai The Premiere karena fasilitasnya dengan prosentase sebesar 43,5%.
JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN PETRA Vol. 1, No. 2, (2013) 1-10 Analisis Deskriptif Jawaban Responden Analisis deskriptif dalam penelitian ini akan menggunakan metode Top Two Boxes dan Bottom Two Boxes. Metode Top Two Boxes dan Bottom Two Boxes menggabungkan prosentase responden yang memilih respon positif dan negatif dalam skala likert. Jika diukur dalam lima skala, Top Two Boxes akan menggabungkan prosentase responden yang memilih jawaban dua skala teratas (skor 4 dan 5), sedangkan Bottom Two Boxes akan menggabungkan prosentase responden yang memilih jawaban dua skala terendah (skor 1 dan 2). Hasil deskripsi jawaban responden terhadap variabel Experiental Marketing, Perceived Value, dan Customer Satisfaction dapat dijelaskan sebagai berikut : Tabel 3 Deskripsi Variabel Experiental Marketing (X1) Skor Jawaban Indikator 1 Tema bioskop The Premiere yang belum pernah saya temui sebelumnya. Desain tiket The Premiere menarik. Saya nyaman ketika menggunakan tempat duduk yang disediakan Saya nyaman ketika menggunakan fasilitas yang disediakan. Saya merasa nyaman dengan aroma di dalam ruangan The Premiere. Penataan ruang di The Premiere selalu terlihat rapi.
2
3
4
5
0
13
65
92
30
61,0%
0
9
54
99
38
68,5%
0
4
29
98
69
83,5%
0
4
23
90
83
86,5%
0
1
40
10 2
57
79,5%
0
4
38
94
64
79,0%
Sense experience Pelayanan karyawan The Premiere terasa eksklusif. Karyawan The Premiere memberikan pelayanan yang cepat ketika saya ingin memesan makanan dan minuman (delivery service) Karyawan The Premiere memberikan pelayanan yang cepat ketika menyajikan makanan dan minuman yang saya pesan. Karyawan The Premiere tanggap ketika saya menanyakan informasi. Karyawan The Premiere ramah ketika berkomunikasi dengan saya.
Top Two Boxes
76,3% 0
4
47
93
56
74,5%
Karyawan The Premiere memberikan pelayanan yang cepat ketika saya melakukan pembayaran.
0
5
42
97
56
76,5%
Feel experience Menurut saya, nama The Premiere mudah diingat. Menurut saya, nama The Premiere terasa eksklusif. Fasilitas yang diberikan The Premiere mewah, sehingga memberikan pengalaman baru bagi saya. Pelayanan yang diberikan The Premiere eksklusif, sehingga memberikan pengalaman yang berbeda
75,3% 0
6
49
96
49
72,5%
0
6
29
96
69
82,5%
0
0
36
91
73
82,0%
0
1
36
73
90
81,5%
Think experience
79,6%
Berdasarkan Tabel 3 di atas, dapat diketahui bahwa nilai top two boxes semua item pernyataan mengenai variabel Experiental Marketing (X1) The Premiere di Grand City Surabaya semuanya di atas 50%, artinya mayoritas konsumen The Premiere di Grand City Surabaya yang menjadi responden penelitian menyatakan setuju bahwa experiential marketing (sense, feel, dan think) yang dilakukan The Premiere di Grand City Surabaya sudah baik. Item yang memiliki nilai top two boxes tertinggi adalah kenyamanan fasilitas, artinya responden sudah merasa nyaman ketika menggunakan fasilitas-fasilitas yang disediakan The Premiere di Grand City Surabaya. Sedangkan item yang memiliki nilai top two boxes terendah adalah tema bioskop The Premiere. Berikut adalah nilai top two boxes jawaban responden mengenai variabel Perceived Value (X2): Tabel 4 Deskripsi Variabel Perceived Value (X2)
1
2
3
4
5
Top Two Boxes
0
3
36
112
49
80,5%
0
4
21
116
59
87,5%
0
3
33
94
70
82,0%
0
10
52
81
57
69,0%
0
2
41
102
55
78,5%
0
2
43
112
43
77,5%
Skor Jawaban Indikator 0
0
7
2
52
53
93
10 3
48
42
70,5%
72,5%
0
3
39
10 1
57
79,0%
0
4
38
10 2
56
79,0%
Tempat yang disediakan The Premiere luas. Tempat yang disediakan The Premiere nyaman. Desain Ruangan dari The Premiere memberi kesan mewah. Lokasi The Premiere mudah dijangkau. Suasana The Premiere mampu membawa konsumen pada nuansa kemewahan. Harga tiket yang diberikan sesuai dengan fasilitas dan pelayanan yang ditawarkan.
JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN PETRA Vol. 1, No. 2, (2013) 1-10 Kualitas gambar dan suara di The Premiere bagus
0
1
31
92
76
84,0%
Berdasarkan Tabel 4 di atas, dapat diketahui bahwa nilai top two boxes semua item pernyataan mengenai variabel Perceived Value The Premiere di Grand City Surabaya semuanya di atas 50%, artinya mayoritas konsumen The Premiere di Grand City Surabaya yang menjadi responden penelitian menyatakan setuju bahwa Perceived Value The Premiere di Grand City Surabaya sudah tinggi. Item yang memiliki nilai top two boxes tertinggi adalah kenyamanan tempat, sedangkan item yang memiliki nilai top two boxes terendah adalah keterjangkauan lokasi. Berikut adalah nilai top two boxes jawaban responden mengenai variabel Customer Satisfaction (Y): Tabel 5 Deskripsi Variabel Customer Satisfaction (Y) Indikator Konsumen puas terhadap value yang diterima di The Premiere Grand City Surabaya Konsumen puas terhadap experience yang diterima di The Premiere Grand City Surabaya
Skor Jawaban 1
2
3
4
5
Top Two Boxes
0
18
142
40
0
20,0%
0
23
143
34
0
17,0%
Berdasarkan Tabel 5 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata jawaban konsumen The Premiere di Grand City Surabaya terhadap indikator-indikator dari variabel Customer Satisfaction (Y) memiliki nilai top two boxes yang rendah, yaitu masing-masing sebesar 20% dan 17%, hal ini menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil konsumen The Premiere di Grand City Surabaya yang menjadi responden penelitian menyatakan puas dengan value dan experience yang diberikan oleh The Premiere di Grand City Surabaya. Jawaban responden sebagian besar berada pada skor 3, artinya responden masih belum bisa merasakan kepuasan terhadap value dan experience yang diberikan The Premiere Grand City Surabaya.
Tabel 6 Confirmatory Factor Analysis Variabel Experiental Marketing Uji Validitas Indikator Estimate Value satisf. Experience satisf.
0,991 0,644
Sense
0,836
Feel
0,664
Think Emotional value Functional value
0,545 0,962 0,558
Keterangan
Contruct Reliability
Keterang an
0.816
Reliabel
0.728
Reliabel
0.752
Reliabel
GFI
Valid Valid Valid Valid
0.982
Valid Valid Valid
Berdasarkan Tabel 6 di atas, dapat diketahui bahwa semua indikator pertanyaan pada variabel Experiental Marketing (X1), Perceived Value (X2), dan Customer Satisfaction (Y) memiliki nilai standardized regression weight yang lebih besar dari 0.5 serta nilai construct reliability masing-masing sebesar 0.816, 0.728, dan 0.752 dengan kategori reliabel. Nilai GFI yang dihasilkan sebesar 0,982 menunjukkan model fit dengan data, sehingga indikatorindikator penyusun variabel Experiental Marketing (X1), Perceived Value (X2), dan Customer Satisfaction (Y) telah menunjukkan validitas dan reliabilitas yang baik. Pemeriksaan data outlier dilakukan dengan metode jarak mahalanobis. Apabila jarak yang dihasilkan lebih besar dari batas nilai chi square tabel dengan derajat bebas adalah banyak indikator (df=7 ; 0.001) = 24.32, maka data tersebut dinyatakan sebagai outlier. Berikut ini adalah hasil perhitungan jarak mahalanobis: Tabel 7 Hasil Uji Mahalanobis d-squared awal Observation number
Mahalanobis dsquared
p1
p2
92
20,739
,004
,567
75
20,264
,005
,266
90
17,264
,016
,612
Analisis Structural Equational Modelling (SEM)
106
17,240
,016
,394
Validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Pengukuran indikator tepat dalam menyusun sebuah konstruk apabila nilai standardized regression weight > 0.50 serta memiliki nilai GFI sebesar 1 atau yang mendekati. Sedangkan untuk melihat konsistensi dalam pengukuran sebuah konstruk dihitung nilai construct reliability dan diharapkan nilainya lebih besar dari 0.70. Nilai standardized regression weight, GFI dan construct reliability dapat diringkas seperti pada tabel sebagai berikut:
18
17,100
,017
,246
16
16,657
,020
,205
66
16,506
,021
,128
68
16,492
,021
,062
74
15,867
,026
,085
11
15,722
,028
,054
115
6,772
,453
,131
152
6,648
,466
,189
. . .
JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN PETRA Vol. 1, No. 2, (2013) 1-10
Berdasarkan Tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa semua observasi memiliki mahalanobis d-squared lebih kecil dari 24,32 sehingga disimpulkan tidak ada outlier dan semua data bisa digunakan untuk analisis selanjutnya. Berikut ini adalah hasil pengujian normalitas secara multivariate dalam model persamaan struktural: Tabel 8 Hasil Uji Multivariate Normality Variable functional_ value emotional_ value
min 2,500 2,200
think
2,500
feel
2,500
sense
2,500
value_satisf
2,000
experience_ satisf Multivariate
2,000
max 5,00 0 5,00 0 5,00 0 5,00 0 5,00 0 4,00 0 4,00 0
ske w ,359 ,630 ,594 ,400 ,474
2,070 3,639 3,432 2,310 2,737
,116 ,055
Pengujian terhadap goodness of fit model harus dilakukan untuk memastikan bahwa model struktural yang telah disusun dapat menjelaskan arah hubungan dan arah pengaruh dengan tepat dan tidak menimbulkan bias pendugaan. Tabel 9 Pengujian Goodness of Fit Full Model Structural Goodness of fit index Sig. Chi-Square
Cut-off value 0.05
Hasil model 0,061
Keterangan Baik
kurtosi s
c.r.
RMSEA
0.08
0.058
Baik
-,501
1,447
GFI
0.90
0.971
Baik
,442
1,275
AGFI
0.90
0.937
Baik
-,346
-,999
TLI
0.95
0.965
Baik
Cmin/DF
2.00
1,664
Baik
-,152
-,437
CFI
0.95
0.978
Baik
-,134
-,388
,668
,395
1,141
,320
,497
1,435
5,381
3,389
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kriteria-kriteria dalam uji goodness of fit untuk model struktural sudah memenuhi kriteria yang dianjurkan, dimana semua ukuran nilai goodness of fit sudah sesuai dengan yang diprasyaratkan. Untuk selanjutnya akan dilakukan pengujian hipotesis dari hasil model struktural berdasarkan nilai Standardized Regression Weight:
c.r.
Pengujian normalitas data dilakukan dengan mengamati nilai CR secara multivariate. Apabila nilai critical ratio secara multivariate berada dalam selang -2.58 hingga 2.58, maka dapat dikategorikan distribusi data normal. Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui nilai CR multivariate adalah sebesar 3.389 yang berada di luar selang – 2.58 hingga 2.58. Dengan demikian, maka disimpulkan bahwa asumsi multivariate normality belum terpenuhi. Sesuai pendapat Solimun (2002) yang menjelaskan bahwa pada sampel besar (n≥100) metode estimasi maximum likelihood tidak sensitif terhadap ketidaknormalan data, maka analisis SEM bisa dilanjutkan walaupun data tidak berdistribusi normal. Sesuai dengan telaah pustaka dan tujuan penelitian, maka akan dianalisis model struktural dengan menggunakan bantuan software AMOS dengan data sebanyak 200 responden dan hasilnya seperti berikut: Gambar 1 Full Model Structural
Tabel 10 Standardized Regression Weight Full Model Structural Hip.
H1 H2
Kausalitas Experiential Marketing Perceived Value
Standardized Estimate
S.E
C.R.
Sig.
Perceived Value
0,737
0,102
8,077
0,000
Customer Satisfaction
0,376
0,096
4,187
0,000
R2 pengaruh experiential marketing terhadap perceived value = 0,543 R2 pengaruh perceived value terhadap customer satisfaction = 0,141
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang disajikan pada Tabel 4.10 di atas, dapat diketahui bahwa nilai signifikansi untuk pengaruh dari Experiental Marketing (X1) terhadap Perceived Value (X2) adalah 0.000, dimana nilainya lebih kecil dari 0.05 (α=5%). Hasil ini menyimpulkan bahwa Experiental Marketing konsumen The Premiere di Grand City Surabaya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Perceived Value. Besar pengaruh Experiental Marketing terhadap Perceived Value adalah sebesar 0.737 dengan arah pengaruh positif, yang memiliki arti bahwa jika Experiental Marketing semakin tinggi atau semakin baik, maka Perceived Value konsumen juga akan mengalami peningkatan yang signifikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama, dapat diterima. Berdasarkan hasil uji hipotesis juga diketahui bahwa nilai signifikansi untuk pengaruh dari Perceived Value (X2) terhadap Customer Satisfaction (Y) adalah 0.000, dimana nilainya lebih kecil dari 0.05 (α=5%). Hasil ini menyimpulkan bahwa Perceived Value konsumen The Premiere di Grand
JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN PETRA Vol. 1, No. 2, (2013) 1-10 City Surabaya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Customer Satisfaction. Besar pengaruh Perceived Value terhadap Customer Satisfaction adalah sebesar 0.376 dengan arah pengaruh positif, yang memiliki arti bahwa jika Perceived Value semakin tinggi, maka Customer Satisfaction konsumen juga akan mengalami peningkatan yang signifikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua, dapat diterima. Tabel 4.10 juga menjelaskan nilai koefisien determinasi (R2) pengaruh experiential marketing terhadap perceived value adalah sebesar 0,543, artinya prosentase pengaruh experiential marketing terhadap perceived value The Premiere Grand City Surabaya adalah sebesar 54,3%, sedangkan 45,7% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Nilai koefisien determinasi (R2) pengaruh perceived value terhadap customer satisfaction adalah sebesar 0,141, artinya prosentase pengaruh perceived value terhadap customer satisfaction The Premiere Grand City Surabaya adalah sebesar 14,1%, sedangkan 85,9% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Pembahasan Hasil analisis menunjukkan nilai probability pengaruh experiential marketing terhadap perceived value sebesar 0.000 kurang dari 0.05 (α=5%), sehingga disimpulkan experiential marketing berpengaruh signifikan terhadap perceived value. Berdasarkan hasil ini hipotesis pertama penelitian (H1) yang menduga experiential marketing berpengaruh signifikan terhadap perceived value, dapat diterima dan terbukti kebenarannya. Nilai standardized regression weightservice quality sebesar 0,737 menunjukkan arah pengaruh positif experiential marketing terhadap Perceived Value, artinya semakin baik experiential marketing di The Premiere di Grand City Surabaya, maka semakin tinggi tingkat perceived value di The Premiere di Grand City Surabaya. Hasil ini menunjukkan bahwa sejauh mana experiential marketing mempengaruhi perceived value. Apabila perusahaan memberikan experiential marketing yang baik maka perceived value konsumen akan semakin meningkat. Experiential Marketing merupakan pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan, sehingga perusahaan perlu memperhatikan apa yang menjadi harapan dari pelanggan mereka akan pelayanan di The Premiere di Grand City Surabaya baik itu dari Sense, Feel, dan Think. Hasil analisis menunjukkan nilai probability pengaruh perceived value terhadap customer satisfaction sebesar 0.000 kurang dari 0.05 (α=5%), sehingga disimpulkan perceived value berpengaruh signifikan terhadap customer satisfaction. Berdasarkan hasil ini hipotesis kedua penelitian (H2) yang menduga perceived value berpengaruh signifikan terhadap customer satisfaction, dapat diterima dan terbukti kebenarannya. Nilai standardized regression weightservice quality sebesar 0,376 menunjukkan arah pengaruh positif perceived value terhadap customer satisfaction, artinya semakin baik perceived value di The Premiere di Grand City Surabaya, maka semakin tinggi tingkat customer satisfaction di The Premiere di Grand City Surabaya.
Hasil ini menunjukkan bahwa sejauh mana perceived value mempengaruhi customer satisfaction. Apabila perceived value dari The Premiere di Grand City Surabaya baik, maka customer satisfaction konsumen akan semakin baik. Selama konsumen memiliki pengalaman yang baik di The Premiere di Grand City Surabaya dalam segala touchpoint baik dari fasilitas, suasana, harga, pelayanan, yang diterima sejak konsumen datang hingga meninggalkan bioskop dan sesuai dengan value yang diharapkan, maka konsumen akan merasa puas dan tertarik untuk mengunjungi The Premiere di Grand City Surabaya kembali hingga menjadi konsumen yang loyal. V. KESIMPULAN Dalam memberikan pengaruh yang dominan terhadap customer satisfaction, dari variabel perceived value, maka dimensi emotional value adalah variabel yang memiliki kontribusi paling besar atau memiliki pengaruh yang dominan terhadap customer satisfaction. Dan dari variabel experiential marketing, dimensi sense adalah dimensi yang memiliki kontribusi paling besar atau mempengaruhi secara dominan terhadap perceived value di The Premiere Grand City Surabaya Jika dilihat dari hasil kuesioner yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa mayoritas pengunjung adalah pelajar/ mahasiswa dengan range usia 21-30 tahun yang memilih harga sebagai pilihan pertama dalam memilih bioskop, menggunakan social media untuk memperoleh informasi dan menyukai fasilitas yang ada di The Premiere Grand City Surabaya. Dari penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa tingkat kepuasan terhadap value dan experience yang diterima oleh responden jika dilihat dari nilai top two boxes rendah masing-masing sebesar 20% dan 17%, hal ini menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil konsumen The Premiere di Grand City Surabaya yang menjadi responden penelitian menyatakan puas dengan value dan experience yang diberikan oleh The Premiere di Grand City Surabaya. Kepuasan yang diterima oleh konsumen ini dapat meningkat pada taraf dimana konsumen benar-benar merasa puas dan merasakan pengalaman yang berbeda apabila The Premiere Grand City Surabaya mampu memperbaiki dan meningkatkan segala touchpoint yang dirasakan konsumen baik dari suasana, produk, harga, maupun pengalaman ketika konsumen mengunjungi The Premiere Grand City Surabaya dengan memperhatikan setiap saran dan masukan yang diberikan oleh konsumen.
JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN PETRA Vol. 1, No. 2, (2013) 1-10 DAFTAR PUSTAKA [1] Alma, Buchari. (2009). Manajemen pemasaran dan pemasaran jasa. Bandung: Alfabeta. [2] Ferdinand, A. (2005). Structural equation modeling dalam penelitian manajemen :Aplikasi model-model rumit dalam penelitian untuk Tesis Magister. Semarang : UNDIP. [3] Kotler, P. & Keller, K.L. (2009).Marketing management 13thed. New Jersey : Prentice Hall, Inc. [4] Kotler, P. dan Armstrong G. (2010).Principles of Marketing, 11th edition. New York : Prentice Hall International [5] Lee, Su-Hsin, Shu-Chen Chang, Jing-Shoung Hou, dan Chung-Hsien Lin (2008), “Night Market Experience and Image of Temporary Residents and Foreign Visitors,” 275 International Journal of Culture, Tourism, and Hospitality Research, Vol.2 No.3, pp217233. [6] Lin, Chia C. (2003), “The Role of Customer Perceived Value in Generating Customer Satisfaction: An EBussiness Perspective,” Journal of Research in Marketing & Entrepreneurship, Vol. 5, No. 1, pp. 2539. [7] Lovelock, C. H., Patterson, P.G. &Walkerm Rhett H. (2001). Services marketing : an asia-pasific perspective 2nd ed. NSW: Frenchs Forest. [8] Lovelock, C., Mussry, J., Putera, D.B. &Wulandari, D. (2010).Pemasaranjasa :manusia,teknologi, strategiperspektif Indonesia jilid 1, 1st ed. Jakarta : PT. Erlangga. [9] Smilansky, Shaz.(2009) Experiential marketing : a practical guide to interactive brand experiences, ebook. Koogan Page, London and Philadelphia. [10]Santoso, S. (2007) .Structural equation modeling: konsep dan alikasi dengan AMOS 18. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. [11]Santoso, S. (2012). Structural equation modeling: Konsep dan aplikasi dengan AMOS. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. [12]Sugiyono.(2005). Memahami penelitian kuantitatif.Bandung: Alfabeta. [13]Sugiyono.(2012). Metode Penelitian Bisnis.Bandung: Alfabeta. [14]Sweeney, J.C. and Soutar, G.N. (2001), “Consumer Perceived Value: The Development of A Multiple item Scale,” Journal of Retailing, Vol. 77, No. 2, pp. 203220. [15]The World Facebook of Indonesia.Retrieved Agustus 18, 2012.from, https://www.cia.gov/library/ publications/the-world-factbook/geos/id.html [16]Tsai, Ming-Tien., Chung-Lin Tsai, dan Han-Chao Chang. 2010. The Effect of Customer Value, Customer Satisfaction, and Switching Costs on Customer Loyalty : An Empirical Study of Hypermarkets in Taiwan. Social Behaviour and and Personality ProQuest Science Journal, Vol. 38. pp. 729-740. [17]Tjiptono, Fandy. (2005). Pemasaran jasa. Cetakan pertama.Malang :Bayumedia Publishing.
[18] Zeithaml,V.A, Bitner, M.J. &Glemler, D.D. (2009). Services marketing : integrating customer focus across the firm, 5th ed. New York :McGraw Hill. [19] Zeithaml,V.A, Wilson, A. &Bitner, M.J. (2009). Services marketing 4th ed. New Delhi : McGraw Hill.