ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies
Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015
Aku Ingin Sekolah; Potret Pendidikan di Komunitas Muslim Muallaf Suku Baduy Banten Kiki Muhamad Hakiki Fakultas Ushuluddin UIN Raden Intan Lampung e-mail:
[email protected] Diterima: 26 Mei 2015
Direvisi : 29 Juni 2015
Diterbitkan: 1 Juli 2015
Abstract The focus of this research was to potray the phenomenon in field of education occured in Moslem muallaf Baduy community, especially in Islamic Education. From the result of this research, it was found that the quality of education in Baduy community was still very low. It was caused by some facts: firstly, it did not have enough teachers, the distribution of teachers around the area was not well-balanced, then the teachers got insufficient salary, next teachers still had low qualification and incompetence. Futhermore, the educational background of teachers and the real work application was not compatible, also, the implementation of the curriculum at school did not suitable with standarization of process and education mechanism. Another problem was the high percentage of people who do not continue their study and at last was the cultural restriction which did not allow their people or Baduy community to get formal education as well. Keywords : Baduy Community, Moslem Muallaf, Education
Abstrak Fokus dari penelitian ini adalah memotret fenomen dunia pendidikan yang terjadi di komunitas Baduy Muslim, khususnya dalam bidang pendidikan agama Islam. Dari hasil penelitian ditemukan fakta bahwa secara kualitas kondisi pendidikan di komunitas Baduy Muslim masih sangat rendah. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya;persedian tenaga pendidik yang kurang, distribusi tidak seimbang, insentif para guru yang rendah, kualifikasi dibawah standar, guru-guru yang kurang kompeten, serta ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan dengan bidang yang ditempuh, penerapan kurikulum di sekolah belum sesuai dengan mekanisme dan proses yang distandarkan. Permasalahan lainnya adalah angka putus sekolah juga masih relatif tinggi, dan yang terakhir, masih kuatnya aturan adat atau larangan adat yang melarang Orang Baduy untuk sekolah Kata Kunci : Komunitas Baduy, Muslim Muaallaf, Pendidikan
Latar Belakang Saat pertama kali berkunjung ke Baduy, kesan pertama yang muncul terkait dengan identitas Baduy adalah adanya perbedaan yang cukup jelas, diantaranya dari segi cara mereka berpakaian. Kondisi ini memang benar adanya, karena Orang Baduy mempunyai stratifikasi sosial masyarakat yang cukup jelas. Stratifikasi ini diukur berdasarkan tingkat kualitas kepatuhan terhadap aturan adat Baduy. Secara umum, pelapisan masyarakat Baduy di bagi menjadi tiga tingkatan; Baduy Tangtu,1 Baduy
Panamping,2 Baduy Dangka. Permuseuman Jawa Barat, 1981), h. 22. Atau juga lihat, Edi S Ekadjati, Kebudayaan Sunda; Sebuah Pendekatan Sejarah Jilid. 1, Cet. 3, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2009), h. 69. 2 Baduy Panamping atau juga disebut dengan Baduy Luar secara kuantitas penduduk merupakan kelompok terbesar. Baduy Luar atau mereka menyebutnya dengan sebutan Urang Panamping atau Urang Kaluaran menghuni areal sebelah utara Baduy. Saat ini, masyarakat Baduy Luar tersebar di 26 kampung. Di setiap kampung P anamping ini dipimpin oleh seorang kokolot lembur (sesepuh kampung). Menurut Edi S E kadjati, pada awalnya jumlah suku Baduy panamping memiliki 30 kampung dan ditambah 3 kampung yang ada di Baduy Dalam. Karena itu, dalam istilah Baduy ada yang dinamakan Nusa Telupuluhtelu (Nusa 33). Keberadaan penduduk P enamping menurut sejarahnya ada yang secara turun temurun menetap di situ, ada juga masyarakat pendatang atau pindahan dari wilayah Baduy Tangtu. Adanya migrasi ini disebabkan dua faktor; Pertama, pindah atas kemauan sendiri disebabkan sudah tidak sanggup lagi hidup dilingkungan masyarakat Tangtu. Perpindah an model ini bagi masyarakat Baduy disebut dengan undur rahayu (pindah secara baik-baik). Kedua, pindah karena diusir dari wilayah Tangtu, sebab telah melanggar adat. Lihat Edi S Ekadjati, Kebudayaan Sunda…, h. 68.
Penyebutan Baduy Tangtu atau Baduy Dalam secara bahasa di ambil dari bahasa Sansekerta. Kata “tangtu” merupakan kata benda yang bermakna; benang, silsilah, cikal bakal. Dalam Kamus Bahasa Sunda Kuno, istilah “tangtu” berarti tempat atau kata sifat; pasti. Menurut kepercayaan masyarakat Baduy sendiri, istilah “tangtu” bermakna sebagai tempat dan sekaligus pendahulu atau cikal bakal baik dalam arti pangkal keturunan maupun pendiri pemukiman. Lihat juga dalam bukunya Atja dan Saleh Danasasmita, Amanat dari Galunggung, (Bandung: Proyek Pengembangan Permuseuman Jawa Barat, 1981), h. 30. Atau juga lihat Atja dan Saleh D anasasmita, Sanghyang Siksakanda Ng Karesian (Bandung: Proyek P engembangan 1
Kiki Muhamad Hakiki
1
Aku Ingin Sekolah ...
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies
Keberadaan masyarakat Baduy Muslim berada di lapisan Baduy Dangka. Baduy Dangka berdampingan dengan masyarakat luar Baduy. Bahkan dari segi berpakaian, antara masyarakat Baduy Dangka dengan masyarakat luar Baduy sudah tidak terlihat lagi perbedaannya. Orang Baduy Dangka kini sudah banyak yang beragama Islam, bahkan memakai jilbab layaknya umat Islam lainnya. Hanya dalam hal-hal tertentu mereka terkadang masih mengikuti aturan-aturan adat terutama ketika perayaan-perayaan tradisi Baduy yang dianggap sakral. Kehidupan di Baduy Dangka secara adat memang sudah jauh lebih longgar dibandingkan dengan Baduy Panamping sendiri. Karena keberadaan masyarakat Baduy Dangka pada mulanya berasal dari perpindahan masyarakat Panamping. Hampir sama dengan masyarakat Baduy Panamping, munculnya masyarakat Baduy Dangka berasal dari dua faktor; Pertama, karena keinginan sendiri untuk pindah dari Panamping menjadi masyarakat yang hidup lebih bebas. Kedua, karena faktor adanya pengusiran dari Panamping akibat melanggar adat.3 Meskipun begitu, warga Baduy Dangka masih diperbolehkan kembali menjadi warga Panamping setelah ia menebus dosa dengan menjalani upacara penyucian dosa akibat melanggar ketentuan adat. Di antara kampung Baduy yang masuk wilayah Dangka adalah kampung Sukamulya dan Sukatani Desa Jalupangmulya Kecamatan Leuwidamar. Munculnya kampung ini pada tahun 1978 ketika pemerintah Indonesia mengadakan proyek PKMT (pemukiman kembali masyarakat terasing) yang lokasinya di kampung Margaluyu dan Cipangembar Desa Leuwidamar Kecamatan Leuwidamar. Pada tahun berikutnya proyek ter sebut dikembangkan oleh Pemerintah dengan membentuk kampung-kampung baru yakni proyek Kampung Kopo I dan II. Di kampung-kampung buatan itu-lah Orang Baduy menyebar dan berdomisili hingga hari ini. Keberadaan Orang Baduy Dangka yang dimukimkan inilah yang disebut Baduy Muslim. Jika dilihat dari kehidupannya, masyarakat Baduy Kampung Sukamulya dan Sukatani sudah lebih modern dibandingkan masyarakat Baduy pedalaman. Meskipun begitu, sampai saat ini, orang luar Baduy masih menganggap mereka sebagai masyarakat yang masih kolot dan tertinggal. Bahkan, tak sedikit orang luar Baduy mengklaim mereka sebagai masyarakat yang bodoh dan tidak beradab. Penilaian berbeda
justru datang dari seorang juru dakwah komunitas Baduy Muslim bernama H. Hassan Alaydrus. Ia justru memandang Orang Baduy sebagai masyarakat yang cerdas dan selalu berpikir penuh siasat.4 Sifat beradab yang dimiliki oleh Orang Baduy menurutnya karena mereka adalah keturunan raja dan punggawa kerajaan zaman dulu, yang sifat dan tradisi politiknya terwariskan sampai sekarang. Secara bertahap masyarakat Baduy mulai mengenal Islam dan kemudian secara resmi memeluk agama Islam. Menurut Jaro Desa Kanekes yakni Jaro Daenah, saat ini ada sekitar 4.000 masyarakat Baduy Pemukiman yang keseluruhannya tinggal di 13 kampung yang berada di luar Desa Kanekes. Menurutnya, mereka sebetulnya enggan menyebut dirinya sebagai orang Baduy. Sebab, kehidupan mereka tak ubahnya seperti masyarakat di luar Baduy. Meskipun begitu, keberadaan Orang Baduy Pemukiman adalah tetap merupakan bagian dari masyarakat Baduy Luar. Hanya saja selama ini, mereka dianggap tak sanggup menjaga kesucian wilayah Baduy Dalam. Menurut Djatisunda, salah seorang antropolog yang meneliti masalah etnis Sunda, mereka menyebut orang Sunda di luar Kanekes dengan sebutan Sunda Eslam (orang Sunda yang beragama Islam) dan dianggap sebagai urang Are atau dulur are. Ungkapan tersebut memperjelas p engakuan kedudukan etnis Orang Baduy sebagai suku bangsa Sunda yang membedakannya hanyalah sistem religi karena tidak menganut agama Islam.5 Meskipun orang Baduy Kampung Sukamulya dan Sukatani sudah beragama Islam, akan tetapi masih saja mereka dianggap keislamannya kurang sempurna karena masih tercampurnya keyakinan mereka dengan ke yakinan nenek moyangnya (sunda wiwitan). Karena itu, mereka kerap kali dianggap sebagai penganut Islam baru. Di antara sebab penilaian itu, karena Orang Baduy terutama Baduy Dalam masih tidak mengenal budaya baca-tulis, apalagi tuliasan Arab. Kondisi pendidikan di masyarakat Baduy sampai saat ini, —baik Baduy Dalam maupun Baduy Luar—berbeda dengan pendidikan yang berlaku di kehidupan modern seperti sekarang ini. Pendidikan di Baduy memiliki konsep yang sederhana dibandingkan dengan pendidikan modern. Konsep tersebut disesuaikan dengan aturan, ajaran 4 H. Hassan Alaydrus, Ketua Pimpinan D aerah Muhammadiyah Kabupaten Lebak, yang telah puluhan tahun menjadi pimpinan dari Lembaga Dakwah Khusus Muhammadiyah pada masyarakat Baduy. 5 Djatisunda, ‘Tipologi Orang Sunda’,
[diakses tanggal 2 Desember 2014]
Edi S Ekadjati , Kebudayaan Sunda…, h. 69.
3
Kiki Muhamad Hakiki
Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015
2
Aku Ingin Sekolah ...
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies
Mengenal Masyarakat Baduy Banten Mengenal lebih dekat terkait dengan komunitas Baduy cukuplah mudah. Berbagai buku atau hasil penelitian terkait dengan komunitas Baduy sudah banyak tersebar. Hampir semua buku atau hasil penelitian selalu menyajikan uraian terkait siapa itu Baduy. Dan penelitian ini juga melakukan hal yang sama yakni menguraikan siapa itu Baduy secara lebih dekat. Dilihat dari letak geografisnya, Baduy masuk dalam wilayah Provinsi Banten. Banten merupakan salah satu wilayah yang yang cukup luas terutama areal perhutannya yakni Jumlah luas hutan sendiri sekitar 282,105, 64 ha. Luas hutan itu meliputi hutan lindung 8%, hutan produksi 27% dan hutan konservasi 65%. Provinsi yang pada awalnya merupakan pemekaran dari Provinsi Jawa Barat ini mempunyai kandungan alam terbilang cukup kaya.7 Tidak hanya itu, Banten juga dikenal sebagai daerah yang kaya akan budaya yang unik, sebut saja di antaranya adalah suku Baduy. Suku yang menurut para peneliti masuk dalam katagori suku terasing ini —meskipun penyebutan ini sebenarnya kurang tepat— berada dibagian selatan Provinsi Banten dengan dikelilingi gunung-gunung dan bukit disekitarnya8 dan hulu beberapa sungai yang mengalir dari selatan ke utara.9 Karena itu, di daerah yang lebih dikenal sebagai areal suku Baduy—meskipun sebenarnya penyebutan istilah suku Baduy itu sendiri kurang begitu di sukainya10—masih terdapat hutan-hutan yang lebat dan sampai saat ini cukup terlindungi.
dan tatanan hukum adat Baduy. Model Papagahan (saling meng ajari sesama warga) di komunitas Baduy lebih di utamakan dan diarahkan pada pemahaman tentang dasar-dasar hukum adat yang disampaikan secara lisan dan percontohan pada setiap anak cucunya dan tidak dalam bentuk tulisan. Materi atau substansi pendidikan yang diajarkan oleh mereka secara turun temurun pada dasarnya adalah sesuai dengan kebutuhan hidup saja. Pendidikan di Baduy tidak dimaksud untuk mencari ilmu pengetahuan seluas-luasnya seperti masyarakat modern, melainkan pendidikan yang sebatas pemenuhan kebutuhan hidup maupun mempertahankan adat mereka. Mereka tidak dianjurkan untuk memahami banyak ilmu penge tahuan seperti masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan adanya kekawatiran akan berubahnya hukum adat yang semestinya dijaga dan diwariskan. Proses belajar yang dilakukan Orang Baduy tidak dalam suatu perkumpulan yang disengaja untuk melakukan proses b elajar, namun lebih sering antar orang tua dengan anak atau antar teman di ladang maupun di luar wilayah Baduy. Hal ini disebabkan oleh adanya larangan adat agar masyarakat Baduy tidak boleh mengikuti kegiatan belajar di sekolah.6 Melihat kondisi tersebut, maka program ini sangat penting dan mendesak untuk dilakukan demi menjadikan warga Baduy terbebas dari buta huruf sebagaimana yang dicita-citakan oleh Negara tercinta kita ini yang tertuang dalam UUD Pasal 31, yang berbunyi; (1). Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; (2). Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3). Pemerintah mengusaha kan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (4). Negara memprioritaskan ang garan pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; (5). Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
7 Banten merupakan provinsi yang berdiri berdasarkan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2000 secara administratif, terbagi atas 4 Kabupaten dan 2 Kota yaitu: Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon, dengan luas 8.651,20 Km2. Letak geografis Provinsi Banten pada batas Astronomi 105º1’11² - 106º7’12² BT dan 5º7’50² - 7º1’1² LS, dengan jumlah penduduk hingga tahun 2006 sebesar 9.308.944 Jiwa (Sumber: Dokumen RPJM Prov. Banten Tahun 2007 - 2012). 8 Di antara nama gunung yang mengitari wilayah Baduy adalah; Gunung Kendeng, Gunung Howe, Gunung Singresik, Gunung Pagelaran, Pasir Binglu, Gunung Bulangit, Pasir Madang, Gunung Surokokod, Pasir Samodo, dan Gunung Baduy. 9 Di antara hulu sungai itu adalah sungai Ciujung, Cisadane, Cidurian, Ciparahiang, Cimaja, Cibeueung, Cirawayan, Cibatungeunah, Ciparay, Cikadu, Cibitung, Cibarani, Cirawing, Cisimeut, Cimedang, Cikanekes, dan Cibaduy. 10 Mereka lebih senang menyebut dirinya dengan sebutan Urang atau Orang Kanekes dibandingkan masyarakat atau Orang Baduy atau mereka lebih senang disebut berdasarkan asal nama kampungnya seperti; Urang Cibeo, Urang Cikartawana dan lainnya.
6 Bahkan di era Soeharto yang saat itu akan membangun fasilitas pendidikan demi memajukan anakanak Baduy sebagai aset masa depan pun, itu ditolaknya. Karena bagi mereka, pendidikan itu berlawanan dengan pola tradisional yang mereka anut. Kiki Muhamad Hakiki
Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015
3
Aku Ingin Sekolah ...
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies
Secara geografis wilayah Baduy terletak pada koordinat 6°27’27” – 6°30’0” LU dan 108°3’9” – 106°4’55” BT11 dengan mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). Karena itulah kondisi suhu wilayah Baduy terbilang cukup dingin yaitu sekitar bersuhu rata-rata 20°C. Masyarakat Baduy yang dikenal karena keunikannya ini tinggal di kaki pegunungan Kendeng sekitar 900 m di atas permukaan laut. Daerah Suku Baduy masuk wilayah Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, dengan jarak tempuh sekitar 50 km dari pusat kota Rangkasbitung. Untuk menuju wilayah Baduy bisa dilakukan dengan beberapa alternatif perjalanan; Pertama, jika kita dari Jakarta, maka jarak tempuh menuju Baduy kira-kira 140 km dengan perjalanan melalui Cikande – Rangkasnitung – Leuwidamar – Ciboleger. Kedua, untuk menuju Baduy juga bisa ditempuh melalui Bogor sekitar 160 km dengan rute perjalanan Bogor – Jasinga – Cipanas – Ciminyak – Cisimet – Lewidamar – Ciboleger. Ketiga, jika perjalanan dari Serang maka rute perjalanannya melalui Pandeglang – Rangkasbitung – Lewidamar – Simpang – Parigi – Ciboleger atau menuju Kroya dan kemudian langsung m enuju Baduy dengan jalur arah Selatan. Akan tetapi, jalur Selatan adalah merupakan jalur yang dilarang oleh masyarakat Baduy. Hal ini merupakan ketentu an adat Baduy yang menyatakan bahwa hanya melalui jalur Ciboleger-lah atau jalur Utara yang dibolehkan untuk dilintasi bagi mereka yang hendak menuju Baduy. Ketentuan adat ini tidak hanya diberlakukan kepada orang luar Baduy yang hendak ke Baduy, tetapi juga berlaku untuk orang Baduy sendiri. Adanya pelarangan adat ini karena masyarakat Baduy menganggap dan me yakini bahwa arah Selatan merupakan arah kiblat yang tidak boleh dinodai atau pun dilanggar.12 Dilihat dari luas arealnya, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 32 Tahun 2001
tentang perlindungan Hak Ulayat, masyarakat Baduy memiliki luas 5.101,85 hektar meliputi areal pemukiman, perladangan atau areal pertani an, dan hutan larangan. Lahan pertanian merupakan areal terluas yakni sekitar 50,67 %, areal pemukiman 0,48 %, dan areal hutan larangan sekitar 48,85 %.13 Dilihat dari wilayah perbatasannya, daerah Baduy berbatasan dengan Desa Cibungur dan Cisimeut sebelah Utara, di sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sobang, di sebelah Selatan berbatasan dengan desa Cigemblong, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Karangnunggal. Luas areal suku Baduy sekarang telah mengalami penyempitan seiring dengan adanya kebijakan pemerintah yang menjadikan sebagian areal hutan Baduy menjadi hutan produksi dengan ditanami pohon Sawit dan Karet. Dalam catatan yang ditulis oleh A.J. Spaan pada tahun 1867 dan B. Van Tricht tahun 1929 bahwa pada abad ke-18 wilayah Baduy terbentang mulai dari Kecamatan Leuwidamar sampai ke Pantai Selatan. Sedangkan dalam catatan Judhistira Garna, berdasarkan adanya kesamaan kepercayaan sunda lama dan adanya pertalian kerabat masyarakat, maka wilayah Baduy meliputi beberapa kecamatan yakni; Muncang, Sajira, Cimarga, Maja, Bojongmanik dan Leuwidamar. Terjadinya penyempitan wilayah Baduy pada fase k emudian disebabkan adanya kebijakan Sultan Banten dalam rangka penyebarluasan agama Islam.14 Kondisi Pendidikan Agama di Kampung Muslim Baduy Banten Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki kemajemukan (unitax multipeks) dalam pelbagai dimensi kehidupan, baik strata sosio- kultur, politik, ekonomi, juga kondisi geografis dan topografi alamnya. Diversity yang dimiliki masyarakat bangsa Indoensia itu di suatu pihak menjadi kebanggaan, tetapi di lain pihak menjadi penghambat dalam menjalankan roda pembangunan bangsa, khususnya pembangunan di dunia pendidikan. Kondisi dan karakter alam yang berbeda- beda berdampak pada pertumbuhan ekonomi
Johan Iskandar, Ekologi Perladangan di Indonesia: Studi Kasus Dari Daerah Baduy (Jakarta: Djambatan, 1992) h. 21. Atau lihat, R Cecep Eka Permana, Mitra Sejajar Pria dan Wanita Dari Inti Jagat; Sebuah Kajian Antropologis (Jakarta: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1998), h. 10. 12 Informasi ini berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tokoh adat Baduy pada tanggal 2 November 2010. 11
Kiki Muhamad Hakiki
Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015
Peraturan Daerah (Perda) No. 32 Tahun 2001 tentang perlindungan Hak Ulayat. 14 Judhistira Garna, Masyarakat Baduy di Banten dalam Koentjaraningrat (ed), Masyarakat Terasing di I ndonesia (Jakarta: Kerjasama Gramedia dan Depsos RI, Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial, 1993), h. 124-135. 13
4
Aku Ingin Sekolah ...
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies
masyarakat, dan perbedaan ekonomi berpengaruh pada partisipasi masyarakat dalam memajukan dunia pendidikan di negara ini.Perbedaan kondisi topografi alam juga berdampak pada lambat dan tidak meratanya penyebaran tenaga guru, sarana dan informasi yang bisa menunjang kegiatan pendidikan di setiap sekolah yang ada. Akibatnya kita masih ditemukan daerah-daerah yang tergolong tertinggal, terbelakang, terdepan dan belum tersentuh oleh pelayanan pendidikan yang layak dan memadai. Indonesia juga terkenal akan keaneka ragaman masyarakatnya. Hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan ras. Setiap suku–suku bangsa memiliki tradisi dan budaya yang berbeda pula, selain terdapat aturan- aturan dari pemerintah, terdapat juga aturan– aturan adat yang mengikat masyarakatnya yang dipercaya sebagai warisan dari leluhur masyarakat setempat.Salah satu masyarakat di Indonesia yang masih terus bertahan dengan budaya dan aturan- aturan adat mereka adalah Suku Baduy. Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Sampai saat ini, masyarakat maduy merupakan komunitas adat yang masih mengisolasikan diri nya dari modernisasi dengan memegang teguh norma dan nilai Budayanya. Meski begitu suku Baduy tetap merupakan warga negara yang berhak memperoleh berbagai jaminan dari pemerintah termasuk dalam hal pemerataan pendidikan. Pendidikan di masyarakat Baduy, baik Baduy Dalam maupun Baduy Luar berbeda dengan pendidikan yang berlaku di kehidupan modern seperti sekarang ini.Pendidikan pada masyarakat Baduy memiliki konsep yang lebih sederhana dibandingkan dengan pendidikan modern.Konsep tersebut disesuaikan dengan aturan, ajaran dan tatanan hukum adat yang berlaku di Baduy. Kondisi Pendidikan di Kampung Cicakal Girang Saat pertama kali memasuki Cicakal, terkesan tidak jauh berbeda dengan kampung-kampung lain pada umumnya yang memang jauh dari kota atau pusat daerah setempat. Sangat sederhana. Pasokan listrik sangat terbatas. Makanan pun seadanya. Meskipun terletak di dalam kawasan Baduy, tak nampak wajah Baduy dari kampung ini. Dari bentuk rumah, juga pakaian yang dikena kan penduduk setempat sama seperti masyarakat lain pada umumnya. Selama ini, penduduk Baduy Kiki Muhamad Hakiki
5
Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015
dikenal dengan warna pakaiannya yang hitam-putih (Baduy dalam) atau Hitam-Biru (Baduy Luar). Itulah sekilas gambaran tentang Cicakal.Tak banyak banyak orang tau tentang kampung ini. Sebab, biasanya wisatawan mengunjungi Baduy masuk melalui Ciboleger yang notabene terlalu jauh dari Cicakal kecuali jika memang orang tersebut mengetahui keberadaan kampung tersebut. Cerita Cicakal Girang tak henti sampai di sana. Hal yang perlu disoroti adalah keberadaan lembaga pendidikan di sana yang jika dilihat dari asal muasal berdirinya lembaga pendidikan tersebut, sungguh sangat mengharukan. Lembaga pendidikan setingkat sekolah dasar di sana bernama Madrasah Ibtidaiyah Swasta “Masyarikul Huda”. Pengelolanya adalah sepasang suami istri (Bapak Ahmad Hidayat dan Ibu Ai Dewi) yang tak lain merupakan penggagas adanya pendidikan di Baduy. Dahulu, menurut cerita pengurus sekolah, sekolah tersebut sangat sederhana baik ba ngunannya ataupun peralatan belajar mengajarnya. Tapi sekarang sudah lebih baik berkat donasi-donasi yang diberikan berbagai pihak dan tentunya tak lepas dari perjuangan “sang pendiri” yang mencari-cari bantuan kemanapun. Kampung Cicakal merupakan salah satu kampung di kawasan Ulayat Baduy Luar.Kampung ini dahulunya termasuk ke dalam kampung-kampung panamping bagi kampung-kampung Baduy Dalam yang masih sangat mempertahankan tradisi mengabaikan modernitas. Kampung ini sekarang tidak bisa lagi disebut sebagai kampung panamping, karena selain sudah menerima modernitas, di sana sudah terdapat sekolah setingkat sekolah dasar dan sebagian penduduknya beragama Islam. Di Cicakal terdapat sebuah masjid dan sebuah mushola untuk peribadatan penduduk setempat yang sebagia besar beragama Islam. Kondisi musholanya, seperti mushola-mushola di desa pada umumnya yang begitu menampakkan kesederhanaannya. Tetapi berbeda dengan kondisi masjidnya. Bisa dikatakan sangat tidak layak pakai. Dinding-dindingnya telah retak. Atapatapnya hampir semuanya rusak. Intinya, dari atas ke bawah, kiri-kanan, dan dari dalam ke luar, 98% telah rusak. Jadinya, saat ini masjid tersebut hanya digunakan seminggu sekali, hanya untuk shalat Jum’at. Itu pun shalat Jum’at dilaksanakan di sana ketika cuaca sedang cerah, maksudnya tidak hujan deras ataupun angin yang cukup kencang. Karena kondisinya yang serba rapuh dapat membahayakan orang-orang yang beribadah di dalamnya. Aku Ingin Sekolah ...
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies
Madrasah Ibtidaiyah Masyarikul Huda Di lihat dari nama madrasah ini terbilang unik. Menurut kamus bahasa arab, kata “masyarikul huda” dimaknai sebagai “masyarakat musyrik yang mendapatkan petunjuk atau hidayah”. Dari definisi ini terlihat bahwa mereka menganggap bahwa kepercayaan yang dianut oleh Orang Baduy selama ini masuk katagori kepercayaan yang musyrik. Karena alasan itulah maka lembaga pendidikan atau madrasah setingkat ibtidaiyah itu diberinama “Madrasah Ibtidaiyah Masyarikul Huda”. Filosofi penamaan itu adalah dengan harapan mereka yang belajar di tempat itu yang tadinya mempercayai kepercayaan yang musyrik kemudian mendapatkan hidayah sehingga betul-betul menjadi penganut agama Islam yang sejati. Menurut penuturan Ahmad Hidayat seorang da’i yang sudah 17 tahun mengabadikan hidupanya demi pendidikan di komunitas muslim Baduy mengatakan bahwa MI Masyarikul Huda ini bukanlah didirikan olehnya. Ketika ia pertama kali datang ke Cicakal Girang, Madrasah Ibtidaiyah ini sudah berdiri, akan tetapi kondisinya masih sangat sederhana dan jauh dari penilayan layak untuk di pakai. Menurut cerita masyarakat Cicakal Girang, Madrasah Ibtidaiyah tersebut didirikan oleh Ki Ardasa yang merupakan seorang sesepuh masyarakat Cicakal Girang pada zaman dahulu. Kondisi madrasah yang rusak tersebut disebabkan oleh sedikitnya para guru yang mampu bertahan mengajar di Cicakal Girang. Menurut Ahmad Hidayat, pada waktu itu, guru-guru banyak yang tidak betah. Alasannya klasik, ketidakbetahan disebabkan karena daerah yang sangat jauh, transportasi sulit saat itu hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki melewati perbukitan. Di sisi lain kehidupan mereka juga tidak ada jaminan. Karena itu wajar jika kemudian para guru mengurungkan niatnya untuk mengabdi di Cicakal Girang.15 Saat ini lembaga pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Masyarikul Huda lebih maju dengan memiliki bangunan fisik yang cukup layak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang memprihatinkan. Menurut penuturan Ai Dewi salah seorang guru di MI Masyarikul Huda menutur kan bahwa menjadi guru di pedalaman membutuhkan kesabaran dan perjuangan ekstra. Dengan kondisi alam yang terbelakang, infrastruktur jalan yang masih batu, dan belum adanya penerangan lampu, semakin memperburuk kondisi minat
belajar anak-anak di Cicakal Girang.Namun begitu, bagi Ai Dewi, itu semua tidak menjadi penghalang untuk terus mencerdas kan anak-anak Cicakal Girang.Bagi dengan adanya serba keterbatasan itu justru membuat semangat dalam memberikan ilmu kepada masyarakat di Cicakal Girang.16 Dahulu menurut Ai Dewi kondisi pendidikan di Cicakal Girang sungguh sangat memprihatinkan.Saat pertama kali Ai Dewi datang ke Cicakal Girang, kondisi lembaga pendidikan MI Masyarikul Huda dalam kondisi yang rusak parah. Atap ruangan kelas pada bocor, lantai sekolah masih tanah, bahkan Ai Dewi menceritakan bahwa pada waktu itu, ada tiang penyangga gedung sekolah yang roboh akibat diseruduk kambing. Dengan kondisi seperti itu, maka saat siswa belajar disekolah kerap kali terganggu. Jika musim hujan tiba, maka para murud kerap kali kehujanan saat belajar. Jika saat musim panas tiba, maka para murid pun kerap kali kepanasan, karena terik matahari masuk lewat sela-sela atap yang bolong. Kondisi perekonomian masyarakat yang serba kekurangan menyebabkan mereka enggan untuk memasukkan anaknya sekolah. Karena menurut kepercayaan mereka sekolah justru akan menghambur-hamburkan uang saja. Menurut Ai Dewi dahulu sekitar tahun 1992, pernah pihak sekolah memutuskan untuk meminta sumbangan kepada masing-masing orang tua murid untuk memberikan dana operasional pendidikan s ebesar Rp. 250 ribu. Akan tetapi bukannya mereka membayar, malahan mereka menarik anak-anaknya dan lebih memilih untuk tidak menyekolahkan anak mereka. Melihat kondisi itu maka pihak sekolah kemudian mencabut keputusan itu dan pihak sekolah pada akhirnya kembali menggratiskan pendidikan bagi mereka. Bagi Ai Dewi, yang penting mereka bisa sekolah dan belajar, meskipun serba kekurangan.17 Untung saja kesulitan itu pada tahun 2005 mulai berkurang dengan adanya dana operasional sekolah (BOS). Dengan adanya BOS itu, akhirnya MI Masyarikul Huda dapat mampu mengangkat 6 guru honorer. Menurut penuturan Ai Dewi, sebelum adanya dana BOS dari pihak pemerintah, MI Masyarikul Huda selalu kesulitan tenaga pengajar. Pada tahun-tahun itu, pihak sekolah selalu di hadapkan dengan permasalahan guru yang selalu Ai Dewi, Wawancara Pribadi di Cicakal Girang pada tanggal 9 Desember 2013. 17 Ai Dewi, Wawancara Pribadi, di Cicakal Girang pada tanggal 10 Desember 2013. 16
15 Ahmad Hidayat, Wawancara Pribadi, di Cicakal Girang pada tanggal 10 Desember 2013.
Kiki Muhamad Hakiki
Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015
6
Aku Ingin Sekolah ...
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies
Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015
berganti-ganti dan pindah akibat mereka tidak tahan mengajar di pedalaman Cicakal Girang. Mereka paling hanya bisa bertahan selama 1 tahun mengajar di Cicakal Girang. Kondisi tersebut memang bisa dimaklumi karena pihak sekolah tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan adanya kondisi tersebut tentunya sangat berdampak pada suasana belajar siswa. Para siswa pun kemudian mengalami penurunan motivasi karena jam belajar kerap kali kosong dan diliburkan akibat tenaga pengajar yang tidak ada. Meskipun serba terbatas, akhirnya pada tahun 1994 MI Masyarikul Huda untuk yang pertama kali meluluskan siswa angkatan pertama meskipun hanya emat orang.18 Madrasah Tsanawiyah (MTs) Alam Wiwitan Cicakal Girang Lembaga pendidikan yang ada di Cicakal Girang selanjutnya adalah Madrasah Tsanawiyah (MTs) Alam Wiwitan. Menurut penuturan Ahmad Hidayat, lembaga ini pertama kali didirikan pada tahun 2010 atas bantuan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI.19 Dengan berdirinya MTs tersebut, masyarakat Cicakal Girang dan sekitarnya dapat menikmati akses pendidikan lanjutan dari pendidikan tingkat dasar yang selama ini sulit mereka dapatkan. Dilihat dari lokasinya, MTs Alam Wiwitan ini hanya mempunyai dua lokal tempat belajar. Untuk kegiatan belajar, biasanya antara kelas 1-2 digabung dalam satu kelas. Menurut Ahamad Hidayat selaku kepala sekolah MTs tersebut mengatakan bahwa alasan penggabungan tersebut dikarenakan ruangan kelas yang tidak cukup dan sedikitnya jumlah murid kelas 1 dan kelas 2. Dengan kondisi tersebut tentunya suasana belajar siswa menjadi tidak kondusif.20 Semenjak pertama kali di dirikan, MTs Alam Wiwitan Cicakal Girang telah melaksanakan aktivitas pendidikan mulai dari rekrutmen guru, siswa, tenaga kependidikan, penyiapan perlengkap an, sarana dan prasarana madrasah, kurikulum, dan pembelajaran. Alasan di dirikan nya lembaga ini adalah bertujuan untuk mengembangkan model pendidikan Islam formal yang berbasis pada nilainilai masyarakat adat Baduy, terutama pada aspek
kurikulum, sarana parasarana, pendidik, dan tenaga kependidikan. Mengapa alasan tersebut diambil karena selama ini ketentuan adat Baduy melarang masyarakatnya untuk bersekolah formal. Media belajar Orang Baduy adalah alam. Hukum alam adalah yang menjadi patokan Orang Baduy untuk bersikap. Karena alasan itulah maka nama lembaga pendidikan lanjutan itu diberi nama MTs Alam Wiwitan. Dengan latar belakang di atas pula, maka Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan saat itu berupaya mengembangkan model pendidikan yang khas. Kekhasan itu terletak pada nilainilai adat yang melekat pada kurikulum pendidikan dan berbasis pada kondisi objektif masyarakat di daerah pedalaman tersebut. Setelah setahun berjalan, maka pada tahun kedua, MTs Alam Wiwitan Cicakal Girang mulai menemukan model khas yang selama setahun sudah mulai dirancang. Model khas tersebut merupakan model yang dirancang bersama antara Tim Pusat Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan dengan Tim Pelaksana di daerah. Model pendidikan khas itu diberi nama Madrasah Tsanawiyah (MTs) Alam Cicakal Girang. MTs Alam Wiwitan Cicakal Girang merupakan akses pendidikan dasar dalam masyarakat Kanekes dan sekitarnya. Keberadaan MTs ini merupakan kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan lanjutan bagi anak-anak mereka yang telah selesai mengenyam pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Masyarikul Huda. Selama ini masyarakat Cicakal Girang mendapat kesulitan dalam mengakses pendidikan lanjutan bagi anakanak mereka. Jarak yang jauh dan medan daerah Cicakal Girang menjadi kendala bagi masyarakat. Kondisi tersebut tentunya sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar anak-anak di didik. Semenjak didirikan, Madrasah Tsanawiyah Cicakal Girang dikelola oleh masyarakat sebagai bagian dari partisipasi masyarakat dalam pelayanan pendidikan dasar. Guru-guru direkrut dari masyarakat Cicakal Girang dan masyarakat di sekitarnya. Penyelenggaraan MTs di Cicakal Girang dilakukan dengan strategi melibatkan tokoh adat Baduy (Kepala Desa Kanekes), tokoh masyarakat, dan tokoh agama yang ada di Cicakal Girang. Penyelenggaraan pendidikan di MTs 18 Ai Dewi, Wawancara Pribadi di Cicakal Girang Cicakal Girang merupakan model pendidikan pada tanggal 10 Desember 2013. 19 Ahmad Hidayat, Wawancara Pribadi, di Cicakal berbasis masyarakat dimana pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, asGirang pada tanggal 09 Desember 2013. 20 Ahmad Hidayat, Wawancara Pribadi di Cicakal pirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwuGirang pada tanggal 09 Desember 2013. judan pendidikan dari, oleh, dan masyarakat. Kiki Muhamad Hakiki
7
Aku Ingin Sekolah ...
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies
Penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat tersebut merupakan bagian dari hak yang dimiliki masyarakat. Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat di pilih karena masyarakat merupakan sumber daya pendidikan yang memiliki potensi besar untuk mewujudkan pendidikan yang diingin kan. Sebagai sumber daya pendidikan, maka masyarakat perlu mendapatkan porsi yang sepadan dengan potensi yang dimilikinya. Potensi tersebut meliputi potensi agama, sosial, dan budaya, aspirasi, dan keterlibatan masyarakat dalam pendidikan. Pemberian hak kepada masyarakat merupakan upaya pemerintah mengangkat harkat dan martabat masyarakat akan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat dengan harapan hasil pendidikan adalah pendidikan yang memasyarakat. Pendidikan yang memasyarakat yaitu hasil pendidikan yang sesuai dengan falsafah masyarakat, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan kebutuhan masyarakat setempat Selain itu, pendidikan yang memasyarakat mengindikasikan bahwa pendidikan harus bersendikan pada kekuatan yang berasal dari dan untuk masyarakat. Dilihat dari sisi proses, pelaksanaan pendidikan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan demikian proses pendidikan tersebut bukan merupakan proses yang membebani masyarakat. Dilihat dari sisi hasil, hasil pendidikan yang berbasiskan pada masyarakat benar-benar menjadi sesuatu yang dihasilkan masyarakat. Sebagai pendidikan yang berbasis masyarakat, maka MTs Alam Cicakal Girang selalu sadar, bertanggung jawab, dan konsen terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Berkenaan dengan kontribusi masyarakat, semua potensi masyarakat yang memungkinkan untuk dimasukkan dalam upaya pengembangan madrasah selalu menjadi prioritas utama dalam setiap program pendidikan madrasah. Di samping berupaya untuk melaksanakan model pendidikan berbasis masyarakat, MTs Alam Cicakal Girang, sesuai dengan namanya, juga selalu mengintegrasikan diri dengan memanfaatkan alam lingkungan Cicakal Girang sebagai sumber belajar utama dalam setiap aktivitas pendidikan. Kondisi alam Cicakal Girang dan tradisi Kiki Muhamad Hakiki
Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015
masyarakat yang cinta dengan alam menjadikan MTs Alam Cicakal Girang tidak berupaya menjauhkan diri dari alam dengan selalu melaksanakan pendidikan hanya di dalam kelas atau sekolah saja sebagaimana sekolah pada umumnya. Upaya mengakrabkan pendidikan dengan alam merupakan upaya untuk membendung perubahan perilaku sosial masyarakat tradisional yang jamak terjadi hampir di seluruh pelosok Nusantara. Termasuk dalam perubahan tersebut adalah kehancuran dan upaya penghancuran aset budaya lokal. Masyarakat di daerah pedalaman banyak yang mulai meremehkan tradisi yang selama ini mereka bela dan pelihara. Ekspansi pasar bebas dan modal asing yang masuk ke Indonesia telah mendorong terjadinya penjarahan kekayaan alam di daerah-daerah pedalaman, sementara tradisi-tradisi setempat tidak dilindungi, bahkan terkena dampak negatif.21 Untuk itulah, pengambilan model pendidikan sekolah alam pada MTs Alam Cicakal Girang menemukan relevansinya sebagai salah satu upaya memelihara tradisi lokal agar tidak pudar dari masyarakat. Selain sebagai upaya pemeliharaan tradisi, pendidikan sendiri merupakan entitas yang tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan suatu masyarakat. Tidak ada masyarakat tanpa budaya. Demikian pula tidak ada budaya yang statis tanpa gerak. Kebudayaan di mana pun adalah kebudayaan yang hidup dan berkembang melalui proses pendidikan. Tanpa pendidikan maka tidak mungkin suatu kebudayaan dapat bergerak atau berubah.22 Di kalangan masyarakat sendiri, kebudayaan cenderung diartikan secara sempit. Kebudayaan tidak lebih dari kesenian, tari-tarian, seni pahat, seni batik, dan sebagainya. Dengan kata lain kebudayaan telah direduksi hanya mengenai nilai-nilai estetika. Selain itu, pendidikan sendiri sangat intelektualistis, artinya hanya mengenai satu unsur saja dari kebudayaan.23 Dengan kata lain, keberadaan pendidikan yang selama ini berlangsung, tidak lagi terintegrasi sebagai bagian dari kebudayaan. Pendidikan yang kembali ke dan Komaruddin Hidayat, Merawat Keragaman Budaya, dalam Pendidikan Manusia Indonesia (Jakarta: Kompas, 2004), h. 97-99. 22 H.A.R. Tilaar, Pendidikan dan Kekuasaan: Suatu Tinjauan dari Perspektif Studi Kultural (Magelang: Indonesia Tera, 2003), h. 310. Lihat juga H.A.R. Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia: Strategi Reformasi Pendidikan Nasional (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999 ), h. 45. 23 Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan, …h. 67. 21
8
Aku Ingin Sekolah ...
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies
Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015
terintegrasi dengan alam di MTs Alam Cicakal Girang berusaha untuk terintegrasi dengan budaya lokal sebagai upaya pemeliharaan budaya. Namun demikian, perlu diingat bahwa kebudayaan bukan merupakan sesuatu untuk di wariskan secara generatif, melainkan hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar. Cara belajar yang berarti proses belajar terangkum dalam pendidikan. Demikian juga dengan pendidikan, tanpa melakukan kompromi dengan kebudayaan, maka pendidikan seakan tidak membumi. Sebab pada dasarnya dalam proses pendidikan terdapat tatanan nilai budaya masyarakat yang hendak di wariskan pada generasi yang akan datang.24 Keberadaan lembaga pendidikan tidak ha nya dijadikan sebagai media reproduksi atau pemeliharaan suatu kebudayaan saja. Namun lebih jauh pendidikan merupakan media pembudayaan atau pengembangan suatu nilai luhur tradisi kebudayaan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang melingkupi kebudayaan tersebut. Zaman modern menuntut indvidu-individu dalam masyarakat untuk dapat aktif, kreatif, dan terbuka. Untuk itulah pendidikan yang dilaksanakan di MTs Alam Cicakal Girang berusaha memberdaya kan individu-individu yang mampu memelihara budaya lokal, mentransformasikan nilai-nilai budaya lokal, dan melakukan aktivitas pembudayaan. MTs Cicakal Girang berusaha mengambil posisi sebagai media transmisi kebudayaan Baduy dari generasi ke generasi. Untuk itulah aspek kekhasan dalam semua aktivitas pendidikan di MTs Cicakal Girang mendapat penekanan yang lebih. Jenjang pendidikan pada MTs Alam Cicakal Girang adalah jenjang pendidikan dasar. Jenjang pendidikan ini dilaksanakan sebagai jenjang pendidikan lanjutan bagi siswa-siswa yang telah menyelesaikan Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) namun mengalami kesulitan dalam hal akses dikarenakan faktor jarak dan biaya. Sesui dengan visi dan misinya, maka model pendidikan di MTs Cicakal Girang dilaksanakan dengan model sekolah alam. Model pendidikan pada sekolah alam memandang lingkungan pendidikan terdiri dari lingkungan alam dan lingkungan manusia.25 Proses pendidikan tidak hanya memerlukan
lingkungan manusia dan terlepas dari lingkungan alam. Untuk itulah kedua lingkungan tersebut harus diintegrasikan dalam suatu proses bernama pendidikan. Kedua lingkungan tersebut (alam dan manusia) saling mengisi satu sama lain dan m erupakan manifestasi kombinasi antara teori dengan praktik. Hal-hal yang dipelajari siswa sebagai suatu pengalaman belajar di dalam kelas harus benar-benar dirasakan melalui pengalaman belajar di luar kelas. Bahkan siswa harus lebih banyak belajar dari alam dengan lebih banyak melaksanakan pembelajaran langsung di alam terbuka. Dengan demikian pembelajaran siswa tidak lagi terisolasi di dalam ruang-ruang kelas saja. Adapun hal-hal yang menjadi pertimbangan pemilihan model sekolah alam adalah sebagai berikut: 1. Lingkungan alam Cicakal Girang sangat mendukung dan dapat dimanfaatkan dalam pelaksanaan model pendidikan sekolah alam. 2. Masyarakat Cicakal Girang memiliki kedekatan dengan budaya Baduy yang sangat mencintai alam sekitar. 3. Sumber daya masyarakat Cicakal Girang mampu memanfaatkan alam sekitar. 4. Siswa MTs Alam Cicakal Girang sudah sangat akrab dengan alam. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, maka MTs Cicakal Girang menerapkan model pendidikan sekolah alam yaitu model pendidikan yang melibatkan alam sebagai faktor utama dalam pendidikan dan kehidupan. Alam dipandang sebagai suatu syarat mutlak terjadinya suatu kehidupan.Alam semesta atau bagianbagiannya seperti gunung, laut, langit, binatang, dan lain-lain dalam suatu tahap perwujudannya menunjukkan fakta-fakta dan fenomena yang menarik untuk dikaji.Alam pikiran dan logika manusia dapat berkembang pesat dengan m engikuti fakta dan fenomena-fenomena semesta. Lebih dari itu, pengajaran tentang alam semesta adalah sesuatu yang sangat penting bagi manusia karena nilai praktis fungsional dan estetis alam semesta bagi kelangsungan hidup manusia.26 Sekolah alam adalah salah satu bentuk pendidikan alternatif yang menggunakan alam sebagai media utama sebagai pembelajaran siswa 24 Maslikhah, Quo Vadis Pendidikan Multikultur: Rekonstruksi Sistem Pendidikan Berbasis Kebangsaan (Salatiga: didiknya. Tidak seperti sekolah biasa yang lebih STAIN Salatiga Press dan JP Books, 2007), h. 25-26. 25 H.A.R. Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional: Tinjauan dari Perspektif Postmodernisme dan Studi Kultural (Jakarta: Kompas, 2005), h. 122. Kiki Muhamad Hakiki
Suharsono, Mencerdaskan Anak, Melejitkan Dimensi Moral, Intelektual, dan Spiritual dalam Memperkaya Khasanah Batin dan Motivasi Kreatif Anak (IQ, IE, SQ) (Depok: Inisiasi Press, 2003), h. 103. 26
9
Aku Ingin Sekolah ...
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies
banyak menggunakan metode belajar mengajar di dalam kelas, para siswa belajar lebih banyak di alam terbuka. Di sekolah alam metode belajar mengajar lebih banyak menggunakan aktif atau action learning dimana anak belajar melalui pengalaman (anak mengalami dan melakukan langsung). Dengan mengalami langsung anak atau siswa diharapkan belajar dengan lebih bersemangat, tidak bosan, dan lebih aktif. Penggunaan alam sebagai media belajar diharapkan agar kelak anak atau siswa jadi lebih peduli dengan lingku ngannya dan tahu aplikasi dari pengetahuan yang dipelajari. Tidak hanya sebatas teori saja. Konsep sekolah alam adalah konsep belajar aktif, menyenangkan dengan menggunakan alam sebagai media langsung untuk belajar. Sekolah alam berusaha menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan, dimana atmosfer belajar tidak menegangkan, komunikasi antara guru dan siswa juga hangat dan juga mementingkan pada active learning dimana siswa tidak berfokus pada buku-buku pelajaran saja tapi mengalami langsung apa yang mereka pelajari, bisa lewat percobaan, observasi dan lain sebagainya. Sekolah alam membuat anak tidak terpaku hanya pada teori saja. Namun mereka dapat mengalami langsung pengetahuan yang mereka pelajari di alam. Karena diakui saat ini sekolah-sekolah biasa lebih banyak menggunakan sistem belajar mengajar konvensional dimana guru menerangkan, siswa hanya mendapat pengetahuan dengan mengandalkan buku panduan saja, dan siswa jarang diberikan kesempatan untuk mengalami langsung atau melihat langsung bentuk pe ngetahuan yang mereka pelajari. Di sekolah alam, biasanya aturan yang diberlakukan tidak seketat sekolah biasa dimana siswa harus duduk mende ngarkan gurunya atau mendapatkan hukuman jika tidak mengerjakan tugas. Sekolah alam adalah sebuah impian yang jadi kenyataan bagi mereka yang mengangankan dan menginginkan perubahan dalam dunia pendidikan. Sekolah alam dapat menjadi alternatif sekolah yang bisa membawa anak menjadi lebih kreatif, berani mengungkapkan semua unsur keinginannya dan mengarahkan anak pada hal-hal yang positif. Belajar di alam terbuka, secara naluriah akan menimbulkan suasana “fun”, tanpa tekanan dan jauh dari kebosanan. Dengan demikian akan tumbuh kesadaran pada anak bahwa “learning is fun” dan sekolah identik dengan kegembiraan. Kiki Muhamad Hakiki
Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015
Dengan alasan itu-lah, maka pembelajaran di MTs Alam Cicakal Girang dilaksanakan selama 5 hari dalam satu minggu, yaitu dari hari Senin-Jum’at. Waktu pembelajaran dimulai dari pukul 13.00-16.30. Adapun kurikulum MTs Alam Cicakal Girang merupakan kurikulum yang dikembangkan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum ini dikembangkan dengan prinsip diversifikasi satuan pendidikan, potensi daerah Cicakal Girang, dan peserta didik. Sebagai madrasah yang lebih banyak mengambil sumber belajar dari alam dan masyarakat, MTs Alam Cicakal Girang perlu: 1. Memasukkan semua dimensi alam dan masyarakat Baduy dalam semua mata pelajaran di semua kelas. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya pengintegrasian materi di kelas dengan kondisi alam dan masyarakat Baduy Cicakal Girang. 2. Menyesuaikan pendidikan dengan kebutuh an dan kompetensi individu. 3. Menyeimbangkan antara aktivitas individual dengan aktivitas kelompok. 4. Mengarahkan siswa untuk melakukan identifikasi masalah, menyusun strategi penyelesaian, mengumpulkan informasi, menyusun hipotesis, dan menyajikan temuan-temuan agar mereka mendapatkan pengalaman sendiri dari alam sebagai sumber belajar dan mereka pun dapat membagikan temuantemuan tersebut kepada orang lain. Dengan mengacu pada prinsip di atas, kurikulum MTs Alam Cicakal Girang terdiri dari: 1. Kurikulum reguler/standar nasional, yaitu kurikulum yang terdiri atas:
10
a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; b. Kelompok mata pelajaran kewarga negaraan dan kepribadian; c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; d. Kelompok mata pelajaran estetika; e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan. 2. Kurikulum muatan lokal yang berisi: a. Wawasan Ke-Baduy-an (sejarah, budaya, dan bahasa). Materi ini diajarkan pada tahun pertama (kelas 1) b. Keterampilan khas Baduy seperti pembuatan gelang dari kulit kayu (teureup), Aku Ingin Sekolah ...
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies
hiasan asbak dari batok kelapa, dan hiasan dinding berbentuk bintang dari bambu. Materi ini diajarkan pada tahun kedua (kelas 2) c. Keterampilan khas alam Cicakal Girang seperti pembuatan hiasan bingkai dari batu-batuan yang diambil dari alam Cicakal Girang. Materi ini diajarkan pada tahun ketiga (kelas 3) 3. Kurikulum Pengembangan Diri. Materi ini dibagi menjadi: a. Akademis dalam bentuk keterampilan menulis. b. Keagamaan dalam bentuk praktik ceramah dan khutbah. c. Seni budaya dalam bentuk keterampilan memainkan angklung Baduy. d. Olahraga dalam bentuk sepakbola dan voli Kurikulum pada MTs Alam Cicakal Girang disusun dalam rangka mewujudkan tujuan dan standar pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan alam Cicakal Girang, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebudayaan dan kesenian. Setiap kelompok mata pelajaran tersebut diajarkan secara holistik sehingga pembelajaran masing-masing kelompok mata pelajaran mempengaruhi pemahaman dan penghayatan peserta didik. Untuk memotivasi sikap dan perilaku siswa, pengertian dasar tentang pendidikan yang kembali ke alam harus diintegrasikan ke dalam keseluruhan kelompok mata pelajaran tersebut yang mengacu pada proses pembelajaran “student centered learning” yang mengarah pada kepentingan masa depan siswa sewaktu berkecimpung dalam pengabdian pada masyarakat. Jadi perlu dilengkapi dengan “community centered orientation”. Proses pembelajaran mengacu pada proses yang menyenangkan seluruh peserta didik dan berhasil guna melalui tingkat peran serta (partisipasi) seluruh pihak baik guru yang memberi maupun siswa yang menerima bekal bagi pengabdian yang mengarah pada falsafah kebangsaan dan kemanusiaan. Metode pembelajaran yang dilaksanakan di MTs Alam Cicakal Girang sepenuhnya di serahkan kepada guru dengan mengacu kepada kondisi alam Cicakal Girang dan sekitar, budaya Baduy, dan buku ajar. Guru MTs Alam Cicakal Girang dituntut untuk dapat secara kreatif Kiki Muhamad Hakiki
Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015
mengkombinasikan model pembelajaran reguler di kelas dengan model pembelajaran di luar kelas. Pelaksanaan proses pembelajaran lebih banyak dilaksanakan di luar kelas dengan prosentase 60% di luar kelas dan 40% di dalam kelas. Media pembelajaran di MTs Alam Cicakal Girang disesuaikan dengan tema/pokok bahasan yang berasal dari alam Cicakal Girang dan sekitar. Salah satu strategi pembelajaran di madrasah alam adalah pembelajaran kooperatif dimana siswa dilibatkan bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran ini disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan, dan membuat keputusan dan kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi, dalam pembelajaran kooperatif, siswa berperan ganda yaitu berperan sebagai siswa dan juga berperan sebagai guru. Untuk mencapai tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah. Pembelajaran di madrasah alam dapat dilakukan dengan mengacu kepada prinsip belajar untuk semua, fun learning, dan spider web. Di Sekolah Alam, tidak hanya murid yang belajar. Gurupun belajar dari murid. Bahkan orang tua juga belajar dari guru dan anak-anak. Di Sekolah Alam anak-anak tidak hanya belajar di kelas. Mereka belajar di mana saja dan pada siapa saja. Mereka belajar tidak hanya dari buku tapi dari apa saja yang ada di sekelilingnya. Dan yang jelas mereka belajar tidak untuk mengejar nilai, tapi untuk bisa memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Di Sekolah Alam keseragaman bukan pada apa yang dikenakan, tapi pada akhlaknya. Belajar di alam terbuka, secara naluriah akan menimbulkan suasana “fun’, tanpa tekanan dan jauh dari kebosanan. Dengan demikian akan tumbuh kesadaran pada anak bahwa “learning is fun’ dan sekolah identik dengan kegembiraan. Namun begitu, sebagus apapun konsep yang disusun, tidak akan sempurna hasilnya tanpa guru yang berkualitas dan berdedikasi. Menjaga kualitas dan dedikasi hanya bisa dilakukan bila sang guru mempunyai visi pendidikan yang jelas dan memahami prinsip dasar bahwa setiap anak adalah individu yang unik. Untuk mencapai itu
11
Aku Ingin Sekolah ...
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies
Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015
semua, kedepan sekolah alam menempatkan kesejahteraan guru sebagai prioritas utama. Dalam pembelajaran di sekolah digunakan sistem “Spider Web”, di mana suatu tema diintegrasikan dalam semua mata pelajaran. Dengan demikian pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran bersifat integratif, komprehensif dan aplikatif. Sekaligus juga lebih “membumi”. Kemampuan dasar yang ingin dibangun adalah kemampuan anak untuk membangun jiwa keingintahuan, kemampuan melakukan observasi dan membuat hipotesa, serta kemampuan menerapkan metode berpikir ilmiah. Sehingga pengetahuan yang didapat bukan sekedar hafalan, tetapi hasil pengalaman dan penemuan mereka sendiri. Di sini anak juga diarahkan untuk memahami potensi dasar dirinya. Dan di sini, berbeda dengan guru itu bukan tabu. Model pembelajaran kembali ke alam merupakan konsep baru tentang pendidikan yang menyatakan bahwa pendidikan berarti mengajarkan peserta didik bagaimana belajar, berbuat, berfikir, dan menyelidiki dengan langsung memanfaatkan alam sebagai salah satu sumber belajar. Berpijak pada pemikiran ini, maka posisi pendidik berada di tengah diantara peserta didik dan sumber belajar. Dalam sistem ini pendidik dipandang bukan sebagai satu-satunya sumber belajar. Peserta didik dituntut untuk dapat mencari sumber belajar sendiri baik dari teknologi maupun dari alam lingkungan belajar. Dengan kata lain, model ini menekankan pada aspek kinerja siswa (contextual teaching and learning), maksudnya fungsi dan peran guru hanya sebagai mediator, siswa lebih proaktif untuk merumuskan sendiri tentang fenomena yang berkaitan dengan fokus kajian secara kontekstual bukan tekstual.27 Konsep ini membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Konsep ini diharapkan dapat mengembangkan potensi peserta didik secara alamiah. Sarana pembelajaran MTs Alam Cicakal Girang pada dasarnya sama dengan sekolah- sekolah pada umumnya. Gedung MTs dibangun sesuai dengan bangunan sekolah pada umumnya. Di samping dilaksanakan di dalam kelas penggung,
proses pendidikan dan pembelajaran juga dilaksanakan di luar kelas. Tempat belajar siwa MTs Alam Cicakal Girang tersebar di 10 (sepuluh) titik, yaitu: Sampala, Lapangan Binglu (lapangan di bawah pohon Binglu), Kebun Cengkeh, Sawah Rancak Bodaan, Gunung Bodaan, Rumah Singgah Kampung Baduy Cipiit, Masjid, Kobong, Saung Kondisi Pendidikan di Margaluyu Penulis tidak menemukan catatan yang begitu komprehensif terkait sejarah kampung Margaluyu. Berbada dengan sejarah kampung Cicakal Girang. Begitu banyak hasil penelitian -baik itu yang sudah diterbitkan atau pun tidakmenyinggung soal keberadaan kampung Cicakal Girang. Padahal menurut penuturan H. Sarmedi salah seorang warga Baduy Muslim yang ikut mengantarkan kami mengatakan bahwa meng ungkap sejarah kampung Margaluyu sangatlah menarik. Salah satu sisi menariknya adalah terkait dengan fenomena perpindahan warga Baduy secara besar-besaran akibat dari adanya kebijakan pemerintah pada tahun 1978 yang mengadakan proyek PKMT (pemukiman kembali masyarakat terasing) yang lokasinya di kampung Margaluyu dan Cipangembar Desa Leuwidamar Kecamatan Leuwidamar.28 Saat tiba di kampung Margaluyu tepat pukul 11 siang hari jum’at dengan diantar oleh salah seorang warga Baduy Muslim bernama H. Sarmedi. Kedatangan kami pun disambut oleh salah seorang tokoh masyarakat Margaluyu bernama H. Ahmad Nalim dan kepala sekolah Madrasah Ibtidaiyah Al-Jam’iyatul Washliyah bernama Parta Supriatna, S.Pdi seorang sarjana lulusan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Suasana hujan lebat saat itu tidak mengura ngi keseriuasan dan keakraban kami dalam ber bincang-bincang membicarakan sejarah kampung Margaluyu. Menurut H. Sarmedi sejarah Margaluyu dimulai ketika pada tahun 1978 Pemerintah Negara Indonesia membentuk perkampungan- perkampung buatan yang diperuntukkan bagi warga Baduy Luar. Menurutnya ada banyak perkampungan selain Margaluyu yang dibentuk oleh Pemerintah saat itu, diantaranya; Kampung Kopo I, Kopo II, Sukatani. Di perkampungan buatan itulah Masyarakat Baduy tinggal. Selama dua tahun lamanya kehidupan mereka di jamin
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorien tasi Konstruktivistik (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 101.
H. Sarmedi, Wawancara Pribadi di Margaluyu pada tanggal 5 Oktober 2013.
27
Kiki Muhamad Hakiki
12
28
Aku Ingin Sekolah ...
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies
oleh pemerintah dalam bentuk JADUP (Jaminan Hidup) b erupa beras, ikan asin, dan kebutuhan lainnya. Tidak hanya itu, pemerintah juga memberikan areal perladangan untuk mereka bercocok tanam layaknya di Kampung Baduy dahulu. Di Margaluyu saat ini didiami kurang lebih 300 kepala keluarga Baduy. Setelah mereka bertahun-tahun hidup di perkampungan buatan tersebut. Lama kelamaan mereka enggan untuk pulang kembali ke kampung aslinya di Baduy. Melihat kondisi warga Baduy dalam jumlah yang banyak tinggal di luar areal tanah ulayat Baduy, maka pihak adat membuat keputusan yang begitu tegas dengan me ngatakan bahwa jika mau tinggal di luar Baduy, maka haruslah menanggalkan identitas adat Baduy. Dengan adanya keputusan adat tersebut maka warga masyarakat Baduy yang hidup di perkampungan bentukan pemerintah itu terbagi dua sikap. Sebagian ada yang memilih untuk kembali ke Baduy dan meninggalkan perkampungan bentukan pemerintah itu. Alasan pemilihan sikap tersebut di antara mereka bermacam-macam; ada yang beralasan karena mereka masih sayang dengan adat Baduy dan nenek moyangnya; ada juga yang beralasan karena khawatir dikucilkan oleh adat Baduy dan saudara-saudara mereka yang masih ada di Baduy; bahkan ada juga yang ketakut an khawatir terkena musibah atau bencana dalam hidupnya jika melanggar apalagi membangkang perintah para Pu’un Baduy. Menurut H. Sarmedi pada waktu itu tidak sedikit warga Baduy lebih memilih untuk kembali tinggal di tanah ulayat Baduy. Akan tetapi juga tidak sedikit warga Baduy yang tetap memilih untuk tinggal di perumahan komunitas adat terpencil (KAT) bentukan pemerintah. Alasan mereka juga beragam, salah satu diantaranya adalah mereka sudah terbuai dengan budaya modernitas, diantaranya adalah berbagai peralatan tekhnologi seperti tv, radio, dan lainnya yang tentunya semua itu harus mereka buang atau ditinggalkan jika mereka harus kembali ke tanah ulayat Baduy dengan pola hidup yang alami jauh dari budaya modernitas.29 Saat kondisi masyarakat Baduy yang sedang ditimpa kelabilan itu, maka menurut H. Sarmedi, pihak Departemen Agama Kabupaten Lebak saat itu mengirimkan beberapa juru dakwah dalam rangka melakukan Islamisasi di perkampungan bentukkan pemerintah termasuk di kampung 29 H. Sarmedi, Wawancara Pribadi, di Margaluyu dan pada tanggal 5 Oktober 2013.
Kiki Muhamad Hakiki
Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015
Cipangembar atau Margaluyu tersebut. Di saat waktu bersamaan pihak agama Kristen juga me ngirimkan juru dakwah nya atau misionaris nya untuk melakukan kristenisasi di perkampungan-perkampungan bentukan pemerintah tersebut.30 Menurut penuturan H. Sarmedi, pada suatu waktu ada seorang warga Baduy yang sakit dan ia tergolong sebagai warga Baduy yang tidak mampu. Dengan kondisi sakitnya itu, ia mengharuskan untuk di rawat di rumah sakit di kota Rangkasbitung. Karena tidak adanya biaya dan alat transportasi, maka ia meminta kepada juru dakwah Islam yang ditugaskan oleh pemerintah Kantor Departemen Agama (saat ini Kementerian Agama) Kabupaten Lebak untuk membawanya ke rumah sakit. Kondisi tersebut ternyata tidak direspon dengan baik oleh sang juru dakwah. Melihat kondisi tersebut, maka salah seorang mahasiswa yang katanya sedang penelitian skripsi di tempat itu membawanya ke rumah sakit di Rangkasbitung. Karena kondisi penyakitnya yang cukup parah, ia pun mengharuskan untuk membawanya ke rumah sakit yang lebih baik di Jakarta. Tidak lama kemudian, Orang Baduy tersebut di nyatakan telah sembuh dari sakitnya. Hubungan antara Orang Baduy dan mahasiswa tersebut semakin dekat. Ia merasa telah berhutang budi kepada mahasiswa tersebut. Kondisi tersebut kemudian dimanfaatkan oleh mahasiswa tersebut dengan mengajaknya untuk memeluk agama Kristen. Mendengar ajakan itu, ia pun langsung mengikutinya dan pindah memeluk agama Kristen. Tidak tanggung-tanggung, seluruh anggota keluarganya pun dibawa masuk memeluk agama Kristen. Menurut H. Sarmedi, inilah kisah pertama kali Orang Baduy memeluk agama Kristen.31 Bahkan menurutnya setelah ada warga Baduy yang masuk Kristen, proses kristenisasi yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut semakin terbuka dan berani. Kondisi ini ternyata menimbulkan konflik yang cukup mengkhawatirkan.Bahkan pihak tokoh adat Baduy sendiri yang di ada di pedalaman Baduy ikut terlibat merasa terancam. Menurut ketentuan adat Baduy, bahwa jika ada Orang Baduy yang kemudian pindah kepercayaannya menjadi pemeluk agama Islam, maka hal itu dipersilahkan jika atas kemauan H. Sarmedi, Wawancara Pribadi, di Margaluyu pada tanggal 5 Oktober 2013. 31 H. Sarmedi, Wawancara Pribadi, di Margaluyu danpada tanggal 5 Oktober 2013.
13
30
Aku Ingin Sekolah ...
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies
sendiri. Karena memang hubungan antara adat Baduy dengan agama Islam sangatlah dekat. Akan tetapi jika ada Orang Baduy, kemudian memeluk agama Kristen, maka hal itu sangat dilarang. Karena tidak ada keterkaitan sejarah dengan Orang baduy. Bahkan menurut ketentuan adat Baduy, jika ada Orang Baduy yang memeluk agama Kristen, maka hubungan kekerabatannya dengan warga Baduy lainnya haruslah terputus, atau diputuskan oleh lembaga adat Baduy. Kedekatan antara keluarga Baduy Kristen dengan mahasiswa tersebut semakin erat terlebih ketika salah satu anaknya (keluarga Baduy) dikuliahkan sampai strata 2 di luar negeri. Saat pulang dari luar negeri, menurut penuturan H. Sarmedi, si anak tersebut kembali ke kampung halamannya. Di kampung halamannya itulah ia banyak membeli areal pertanahan sampai hari ini. Di tanah milik-nya itulah kini banyak warga Baduy yang menjadi buruh kuli menggarap ladangnya. Bahkan banyak di antara warga Baduy yang b ekerja dengannya kemudian pindah menjadi penganut agama Kristen. Kondisi ini menurut H. Sarmedi membuat sebagian warga muslim Baduy di kampung Margaluyu geram dan kerap kali terjadi konflik. Dan pada akhirnya, demi untuk menghindari konflik yang berkepanjangan, beberapa keluarga yang sudah meng anut agama Kristen itu pun pindah membentuk kampung tersendiri yang lokasinya berjauhan dari Margaluyu yakni di kampung Cipangembar.32 Penuturan yang hampir sama pun disampaikan oleh Ayah Nurkib33 seorang juru dakwah mengatakan bahwa sekitar 90 persen mereka yang ada di pemukiman Baduy bentukan peme rintah sudah memeluk Islam. Selebihnya masih ada yang meyakini Sunda Wiwitan, dan ada juga yang memeluk Kristen sekitar 7 KK. Menurut Ayah Nurkib Mereka ini meskipun sedikit, tapi kualitasnya cukup baik. Persatuan mereka dengan orang-orang gereja sangat kuat, bahkan diperhatikan dari segi ekonomi dan pendidikan. Anak-anak Baduy ada yang dibawa ke Bandung, Cilegon, dan Jakarta. Salah satunya ada yang sudah dididik menjadi pastur dan bidan. Kini mereka sudah H. Sarmedi, Wawancara Pribadi di Margaluyu pada tanggal 5 Oktober 2013. 33 Nurkib Ibnu Djais, pria kelahiran Lebak, 4 Juni 1966 ini salah satu dai yang membawa dakwah ke tengah masyarakat Baduy. Hampir 20 tahun, pria berkumis ini, terus membina masyarakat Baduy. Di tangannya, sekitar 70 kepala keluarga telah mengucapkan dua kalimat syahadat. 32
Kiki Muhamad Hakiki
Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015
terjun kembali ke tengah masyarakatnya.34 Menurut penuturan Ayah Nurkib, sepekan sekali Ratna yang bidan itu datang dari Rangkasbitung membawa teman bidan lainnya untuk melakukan pengobatan gratis di kampung nya, Cipangembar. Termasuk Windu yang p astur juga dikembalikan ke daerahnya untuk menjalankan misi Kristen di Kabupaten Lebak Selatan ini. Termasuk yang menjadi sasarannya adalah Kecamatan Leuwidamar dan Kecamatan Gunung Kencana. Belum lama ini mereka beli tanah beberapa hektar, entah untuk apa.35 Saat memasuki Kampung Margaluyu, Desa Leuwidamar, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak terpampang di pinggir jalan sebuah papan nama bertuliskan Madrasah Ibtidaiyah Al-Jam’iyatul Washliyah. Melihat dari namanya, madrasah ini adalah binaan dari Organisasi Keagamaan atau Yayasan Pendidikan Jam’iyatul Washliyah yang ada di Kabupaten Lebak. Di samping papan nama bertuliskan Madrasah Ibtidaiyah Al-Jam’iyatul Washliyah, juga terdapat papan nama bertuliskan Madrasah Diniyah Awaliyah Al-Iqra’. Menurut penuturan Kepala Sekolah MI Al-Jam’iyatul Washliyah yakni Parta Supriatna mengatakan bahwa di Margaluyu hanya ada dua lembaga pendidikan formal tingkat dasar di atas. Untuk Sekolah Dasar (SD) tidak ada di Margaluyu, kalau pun ada kurang lebih jaraknya 2 kilometer dari Margaluyu. Karena itu menurut Parta Supriatna semua anak-anak Margaluyu lebih memilih untuk bersekolah di Madrasah. Termasuk juga anak-anak Baduy yang masih meyakini kepercayaan asli Orang Baduy yakni agama sunda wiwitan. Mereka tidak perduli apakah sekolah itu milik orang Islam atau pun bukan, yang penting bisa belajar menuntut ilmu. Selain itu, di Margaluyu berdiri juga lembaga pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah.36 Jika melihat dari bangunan fisik madrasah, sungguh sangat memprihatinkan. Hanya ada 3 ruangan belajar, dan satu ruangan guru. Ketiga ruangan belajar itu pun harus disekat menjadi dua. Sebagian ruangan untuk kelas 1 dan sebagian ruangan untuk kelas 2, begitu selanjutnya. Bahkan ruangan belajar itu pun harus di pakai 34 Ayah Nurkib Wawancara Pribadi, di Margaluyu pada tanggal 23 November 2013. 35 Ayah Nurkib Wawancara Pribadi, di Margaluyu pada tanggal 23 November 2013. 36 Parta Supriatna, Wawancara Pribadi, di Margaluyu pada tanggal 15 Oktober 2013.
14
Aku Ingin Sekolah ...
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies
secara bergantian. Pada pagi hari dipakai untuk sekolah Madrasah Ibtidaiyah dan pada sore hari nya di pakai untuk Madrasah Diniyah Awaliyah. Menurut penuturan Parta Supriatna dan H. Nalim, kedua madrasah itu adalah hasil kreasi perjuangan warga Margaluyu selama bertahun-tahun.37 Mereka sadar bahwa pendidikan agama itu jauh lebih penting dibandingkan pendidikan lainnya. Karena itu, lembaga pendidikan agama haruslah diutamakan.Bagi warga Margaluyu, gedung madrasah itu laksana seperti pusat peradab an yang harus terus dipelihara sampai kapan pun. Para warga Margaluyu kerap kali menyisihkan sebagian penghasilannya untuk memelihara dan merenovasi bangunan madrasah tersebut. Meskipun bangunan lembaga p endidikan itu cukup permanen, akan tetapi sarana dan prasarana sangat jauh dari katagori layak, terutama sarana pendukung kegiatan belajar mengajar. Selama ini menurut penuturan Parta Supriatna, sarana belajar bagi para murid selalu diberikan secara gratis dari berbagai donator yang peduli terhadap kondisi pendidikan di Margaluyu. Sedangkan untuk honor para guru mengandalkan dana bantuan BOS dari pemerintah. Bagi Parta Supriatna kondisi ekonomi yang serba kekurangan kerap kali selalu menjadi penghalang para murid untuk bersekolah. Tidak jarang para murid harus berhenti sekolah karena desakan ekonomi. Kehidupan keberagamaan masyarakat di Margaluyu terbilang cukup baik. Sarana tempat ibadah sudah masuk katagori layak. Masjid alFitrah dengan kokoh berdiri. Menurut H. Nalim selaku tokoh masyarakat Margaluyu mengatakan bahwa Masjid al-Fitrah tersebut murni hasil swadaya masyarakat Margaluyu. Menurutnya meskipun keberagamaan masyarakat Margaluyu kerap kali di klaim keislamannya tidak sempurna karena masih bercampurnya dengan kepercayaan nenek moyang Orang Baduy yakni kepercayaan Sunda Wiwitan, akan tetapi itu semua tidak menjadikan mereka sakit hati. Menurutnya, kepercayaan yang dianut oleh warga Margaluyu adalah Islam dan tidak beda dengan Islam lainnya.38 Lebih lanjut H. Nalim mengatakan bahwa sebenarnya antara kepercayaan Orang Baduy dengan agama Islam pada zaman dahulu juga mempunyai keterkaitan yang erat. Orang Baduy juga mempercayai Nabi Adam dan Nabi Muhammad. Bahkan Ayah Nurkib, Wawancara Pribadi, di Margaluyu pada tanggal 23 November 2013. 38 H. Nalim. Wawancara Pribadi, di Margaluyu pada tanggal 22 November 2013. 37
Kiki Muhamad Hakiki
Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015
mereka juga mempunyai syahadat yang tidak beda dengan syahadat miliknya umat Islam.39 Bahkan Orang Baduy kerap kali mengatakan agamanya dengan sebutan agama “Slam Sunda Wiwitan”. Bagi H. Nalim melupakan kepercayaan nenek moyang Orang Baduy seratus persen tidaklah mudah, bahkan tidak mungkin, karena bagaimanapun warga Margaluyu tetap mempunyai hubungan yang erat dengan Orang Baduy hingga hari ini. Kekerabatan Orang Baduy dengan saudaranya di Margaluyu tidaklah terputus meskipun keyakinan mereka sudah berbeda, dan tempat tinggal mereka sudah berjauh an.Menurutnya saudara tetaplah saudara, tidak boleh terputus. Bahkan ia menambahkan ketika Orang Baduy melakukan Seba setiap tahun sekali, masyarakat Margaluyu kerapkali mengirim utusan sebagai bentuk penghormatan kepada Orang Baduy.40 Hambatan Pendidikan di Komunitas Baduy Muslim Tingkat pendidikan masyarakat Baduy Muslim masih sangat rendah dan angka buta aksara dan huruf arab bagi masyarakat muslim juga masih tinggi. Selama ini lembaga-lembaga yang fokus menangani masalah tersebut masih kurang, sedangkan kebutuhan masyarakat sangat tinggi. Ada beberapa hal yang dirasakan oleh Orang Baduy sebagai hambatan dalam perkembangan pendidikan ditempatnya, diantaranya 4. Masih kuatnya pengaruh adat yang menganggap pendidikan, terutama sekolah itu dilarang. Dalam adat Baduy dikenal ungkapan “Kusabab dilarang sakola, lamun sakola bisa jadi pinter, lamun pinter bisa minteran batur. Contona kiwari nagara urang keur acak, eta anu nyieun acak, jalma anu palalinter”. Menurut hemat kami, ungkapan tersebut adalah bentuk dari kesalahan berfikir. Pimpinan komunitas adat yang tinggal di pegunungan Baduy ini nampaknya menggunakan salah satu teori kekuasaan yang dikemukakan oleh Machievelli (yang mengatakan bahwa untuk melanggengkan kekuasaannya, maka seorang pemimpin harus melakukan proses pembodohan terhadap rakyatnya). 5. Kondisi Alam. Di antara faktor lainnya yang menjadi penghambat program pendamping an ini adalah kondisi alam. H. Nalim. Wawancara Pribadi, di Margaluyu pada tanggal 22 November 2013. 40 H. Nalim. Wawancara Pribadi, di Margaluyu pada tanggal 22 November 2013.
15
39
Aku Ingin Sekolah ...
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies
Keberadaan kampung Cicakal Girang yang berada di pegunung an Baduy membuat kampung ini diselimuti curah hujan yang sangat tinggi. Pada sore hari, kampung Cicakal Girang selalu hujan. Kondisi ini tentunya menghambat para murid untuk datang mengaji di tempat pertemuan yang sudah ditentukan. 6. Kondisi ekonomi yang serba kekurangan, dan mata pencaharian ber-huma atau berladang membuat anak-anak Baduy terlambat untuk datang ke tempat belajar. Ketika Orang Baduy ber-huma, maka semua anggota keluarganya ikut berangkat ke ladang, termasuk anak-anak mereka dan pulang menjelang magrib. Kondisi ini tentunya menjadi penghambat mereka untuk belajar tepat waktu dan secara terus menerus. 7. Perkawinan usia dini. Menurut penuturan Ahmad Hidayat (Kepala MTs. Alam Wiwitan) banyak di antara murid MTs yang putus sekolah disebabkan karena mereka menikah di usia dini. Ketika mereka sudah menikah, maka mereka beranggapan belajar telah selesai. Dan tugas baru yang menyita waktu pun menunggu mereka salah satunya adalah ikut ber-huma demi untuk memenuhi kebutuhan keluarga baru mereka. Kesimpulan Beberapa permasalahan penyelenggaraan pendidikan, khususnya di daerah terpencil dan tertinggal di Suku Baduy Banten, seperti di Cicakal Girang dan Margaluyu, antara lain; persedian tenaga pendidik, distribusi tidak seimbang, insentif para guru yang rendah, kualifikasi dibawah standar, guru-guru yang kurang kompeten, serta ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan dengan bidang yang ditempuh, penerapan kurikulum di sekolah belum sesuai dengan mekanisme dan proses yang standarkan. Permasalahan lain nya adalah angka putus sekolah juga masih relatif tinggi. Berangkat dari sejumlah permasalahan yang disebutkan di atas pendidikan di daerah terpencil dan tertinggal seperti di Cicakal Girang dan di Margaluyu perlu dikelola secara khusus dan sungguh-sungguh supaya bisa maju sejajar dengan daerah lain. Semua itu bisa terwujud bila ada perhatian dan keterlibatan dari semua komponen bangsa ini, baik yang ada di daerah maupun di pusat.Selain itu, sudah saatnya pihak pemerintah, Kiki Muhamad Hakiki
Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015
baik pemerintah daerah dan pusat, lebih p eduli dan memperioritaskan daerah tertinggal itu. Bukankah daerah terpencil dan tertinggal seperti Cicakal Girang dan Margaluyu juga memiliki peran strategis dalam memperkokoh ketahanan nasional dan keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini. Sekolah-sekolah di daerah terpencil memang tidak memberikan kontribusi bagi investasi politis dan ekonomi, tetapi pendidikan di daerah- daerah terpencil berkontribusi bagi pembentukan karakter manusia Indonesia yang berkualitas kedepan. Daftar Pustaka Atja dan Saleh Danasasmita, Amanat dari Galunggung, (Bandung: Proyek Pengembangan Permuseuman Jawa Barat, 1981) ________ Sanghyang Siksakanda Ng Karesian, (Bandung: Proyek Pengembangan Per museuman Jawa Barat, 1981) Edi S Ekadjati, Kebudayaan Sunda; Sebuah Pendekatan Sejarah, (Jakarta: Pustaka Jaya, Jilid. 1, Cet. 3, 2009) Tilaar, H.A.R., Manifesto Pendidikan Nasional: Tinjauan dari Perspektif Postmodernisme dan Studi Kultural, (Jakarta: Kompas, 2005) ________, Pendidikan dan Kekuasaan: Suatu Tinjauan dari Perspektif Studi Kultural, (Magelang: Indonesia Tera, 2003) ________, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia: Strategi Reformasi Pendidikan Nasional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999) Iskandar, Johan, Ekologi Perladangan di Indonesia: Studi Kasus Dari Daerah Baduy, (Jakarta: Djambatan, 1992) Garna, Judhistira, Masyarakat Baduy di Banten dalam Koentjaraningrat, (ed), Masyarakat Terasing di Indonesia, (Jakarta: Kerjasama Gramedia dan Depsos RI, Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial 1993) Hidayat, Komaruddin, Merawat Keragaman Budaya, dalam Pendidikan Manusia Indonesia,
16
Aku Ingin Sekolah ...
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies
Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015
(Jakarta: Kompas, 2004) Maslikhah,
Quo Vadis Pendidikan Multikultur: Rekonstruksi Sistem Pendidikan Berbasis Kebangsaan, (Salatiga: STAIN Salatiga Press dan JP Books, 2007)
Peraturan Daerah (Perda) No. 32 Tahun 2001 tentang perlindungan Hak Ulayat. Permana, R Cecep Eka, Mitra Sejajar Pria dan Wanita Dari Inti Jagat; Sebuah Kajian Antropologis, (Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1998) Suharsono, Mencerdaskan Anak, Melejitkan Dimensi Moral, Intelektual, dan Spiritual dalam Memperkaya Khasanah Batin dan Motivasi Kreatif Anak (IQ, IE, SQ), (Depok: Inisiasi Press, 2003) Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007) Sumber Lain Tim, “Dokumen RPJM Prov. Banten Tahun 2007 –2012”, , diakses tanggal 12 Juni 2015 Wawancara Ahmad Hidayat, Wawancara Pribadi, di Cicakal Girang pada tanggal 10 Desember 2013. Ai Dewi, Wawancara Pribadi, di Cicakal Girang pada tanggal 9 Desember 2013. Ayah Nurkib, Wawancara Pribadi di Margaluyu pada tanggal 23 November 2013. H. Nalim, Wawancara Pribadi, di Margaluyu pada tanggal 22 November 2013. H. Sarmedi, Wawancara Pribadi, di Margaluyu. pada tanggal 5 Oktober 2013 Parta Supriatna, Wawancara Pribadi di Margaluyu pada tanggal 15 Oktober 2013.
Kiki Muhamad Hakiki
17
Aku Ingin Sekolah ...