AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN PACAR AIR (Impatiens balsamina L.) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli MULTIRESISTEN DAN Staphylococcus aureus MULTIRESISTEN SERTA BIOAUTOGRAFINYA
NASKAH PUBLIKASI
Oleh: ADHI WARDHANA AMRULLAH K100110039
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2015
1
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN PACAR AIR (Impatiens balsamina L.) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli MULTIRESISTEN DAN Staphylococcus aureus MULTIRESISTEN SERTA BIOAUTOGRAFINYA ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF ETHANOLIC EXTRACT OF Impatiens balsamina L. LEAF AGAINST MULTIRESISTANT Escherichia coli AND MULTIRESISTANT Staphylococcus aureus AND BIOAUTOGRAPHY Adhi Wardhana Amrullah dan Ratna Yuliani Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Kartasura, Surakarta 57102
ABSTRAK Pacar air (Impatiens balsamina L.) merupakan tumbuhan yang berpotensi sebagai antibakteri dan tumbuh subur di Indonesia. Daun pacar air mengandung senyawa 1,4-naftokuinon yang memiliki aktivitas antibakteri 0,5-0,6 kali tetrasiklin dengan konsentrasi yang sama terhadap Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus. Tujuan penelitian adalah mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun pacar air pada Escherichia coli multiresisten dan Staphylococcus aureus multiresisten serta kandungan senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri dalam ekstrak etanol daun pacar air. Metode ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan cairan penyari etanol 70%. Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri adalah metode difusi sumuran. Identifikasi golongan senyawa dilakukan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT) dengan silika gel GF254nm sebagai fase diam dan etil asetat:kloroform (7:3) v/v sebagai fase gerak. Uji bioautografi dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri dalam ekstrak etanol daun pacar air. Hasil penelitian menunjukkan adanya aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun pacar air terhadap Escherichia coli multiresisten dan Staphylococcus aureus multiresisten. Hasil uji KLT ekstrak etanol daun pacar air memiliki kandungan senyawa golongan alkaloid, antron, antrakinon, fenolik, flavonoid dan kumarin. Hasil dari uji bioautografi belum mampu menunjukkan golongan senyawa yang mempunyai aktivitas antibakteri. Kata Kunci : Antibakteri, Escherichia coli multiresisten, Impatiens balsamina L., Pacar air, Staphylococcus aureus multiresisten.
ABSTRACT Impatiens balsamina L. is a potent antibacterial herbs and is flourishing in Indonesia. 1,4naphthoquinone from the leaves of Impatiens balsamina L. shows antibacterial activity of 0.5-0.6 times the same concentration with tetracycline against Staphylococcus aureus and Bacillus cereus. The purpose of the study as to find out the antibacterial activity of ethanolic extracts of leaves of Impatiens balsamina L. against multiresistant Escherichia coli and multiresistant Staphylococcus aureus and compounds that have antibacterial activity in ethanol extracts of Impatiens balsamina L. leaves. Extraction was done using maceration with 70% ethanol. Antibacterial activity test using well diffusion method. Identification of the compound was conducted using thin layer chromatography (TLC) with silica gel GF254 as stationary phase and ethyl acetate:chloroform (7:3) v/v as mobile phase. Bioautography conducted to determine the class of compounds that have antibacterial activity of the ethanol extract of Impatiens balsamina L. leaves. The results showed the ethanol extracts of Impatiens balsamina L. leaves has antibacterial activity against Escherichia coli multiresistant and Staphylococcus aureus multiresistant. The TLC test results showed that ethanolic extracts of Impatiens balsamina L. leaves contains alkaloid , anthrone, anthraquinone, coumarin, flavonoids and phenolic. Bioautography test results have not been able to show the compounds have antibacterial activity. Keywords : Antibacterial, multiresistant Escherichia coli, Impatiens balsamina L., multiresistant Staphylococcus aureus
1
PENDAHULUAN Infeksi merupakan salah satu penyebab utama penyakit di Indonesia, karena memiliki iklim yang tropis dan kelembabannya tinggi sehingga mikroba dapat tumbuh subur (Davey, 2005). Salah satu penyebab terjadinya penyakit infeksi adalah bakteri (Radji, 2011). Bakteri yang dapat menyebabkan infeksi adalah Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Jawetz, et al., 2005). Escherichia coli dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius, meningitis, dan septikemia (Yenny, 2007). Bakteri Staphylococus aureus dapat menghasilkan racun enterotoksin yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan mendadak. Penyakit yang ditimbulkan antara lain diare, infeksi luka, bisul, infeksi pada folikel rambut dan kelenjar keringat, meningitis, endocarditis, pneumonia (Entjang, 2003). Untuk mengatasi infeksi tersebut maka digunakan antibakteri. Antibakteri adalah senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan serta membunuh bakteri, terutama bakteri yang merugikan (Setiabudy, 2008). Namun, penggunaan antibakteri yang berlebihan dan tidak terkontrol menyebabkan bakteri resisten terhadap antibakteri tersebut (Jawetz, et al., 2005). Berdasarkan data dari hasil penelitian terhadap 781 pasien yang dirawat di rumah sakit, ditemukan 81% Escherichia coli resisten terhadap beberapa jenis antibakteri, yaitu ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%), Kloramfenikol (43%) siprofloksasin (22%) dan gentamisin (18%) (Menkes, 2011). Berdasarkan penelitian pola resistensi bakteri dari kultur darah yang dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 2001- 2006 terhadap antibiotik golongan penisilin Staphylococcus aureus mengalami peningkatan resistensi terhadap antibiotik amoksilin (Al Hanif, 2009). Penelitian lainnya tentang pola kepekaan di ruang rawat intensif Rumah sakit Fatmawati Jakarta pada tahun 2001-2002 Staphylococcus aureus telah resisten terhadap antibiotik penisilin G, ampisilin, sulbenisilin, dan amoksilin (Refdanita dkk, 2004). Resistensi dapat menggagalkan pengobatan penyakit infeksi, sehingga penting untuk mencari alternatif lain sebagai agen antibakteri baru yang berpotensi untuk menghambat atau membunuh bakteri yang resisten terhadap antibakteri. Alternatif lain untuk mengobati infeksi yang disebabkan resistensi bakteri adalah dengan memanfaatkan tumbuhan. Tanaman pacar air (Impatiens balsamina L.) adalah famili balsaminaceae. Penelitian oleh Adfa (2007) menyatakan bahwa daun pacar air mengandung senyawa kumarin, kuinon, flavonoid, steroid, triterpenoid, fenol dan saponin. Adfa (2008) menyatakan bahwa senyawa 1,4-naftokuinon dari daun pacar air menunjukkan aktivitas antibakteri 0,5-0,6 kali tetrasiklin dengan konsentrasi yang sama terhadap Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus. Semakin tinggi konsentrasi maka daya hambat bakteri semakin 2
tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun pacar air terhadap bakteri Staphylococcus aureus multiresisten dan Escherichia coli multiresisten serta mengetahui senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antibakterinya. METODE PENELITIAN Kategori Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental Alat Alat yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu alat-alat gelas (Pyrex), autoklaf (My Life), inkubator (Memmert), Laminar Air Flow (CV. Srikandi Laboratory), mikroskop (Olympus), mikropipet (Socorex), neraca analitik (Precise), oven (Memmert), rotatory evaporator (Heidolph), shaker incubator (New Brunswick) dan UV portable (Camag). Bahan Bahan yang digunakan untuk penelitian yaitu daun pacar air dengan bunga ungu yang tumbuh di Selo, Boyolali, Jawa Tengah, etanol 70 %, bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dari Laboratorium Mikrobiologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, cat Gram A, cat Gram B, cat Gram C, dan cat Gram D, yellow tips, blue tips, white tips, DMSO (dimetil sulfoksida), salin steril, silica GF254nm, etil asetat-kloroform (7:3), uap ammonia, KOH 10%-etanolik, FeCl3, Dragendorff, Liebermann-Burchard, media Mueller Hinton (MH), Kligler Iron Agar (KIA), Lysine Iron Agar (LIA), Motility Indole Ornithine (MIO), Mannitol Salt Agar (MSA), Brain Heart Infusion (BHI), dan disc antibiotic (kloramfenikol, ampisilin, penisilin, seftriakson, vankomisin, klindamisin dan metronidazol). Jalannya Penelitian Tanaman pacar air dipilih daun yang masih segar untuk determinasi. Determinasi tanaman pacar air dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan mencocokkan ciri morfologi tanaman dan menentukan kingdom, filum, kelas, ordo, famili, genus, dan spesies tanaman. Simplisia dibuat dengan cara daun pacar air dipetik dan dicuci hingga bersih, kemudian dikeringkan dalam lemari pengering hingga benar-benar kering kurang lebih 24 jam. Kemudian daun kering diblender hingga halus dan disimpan pada tempat yang kering. Serbuk daun pacar air ditimbang sebanyak 1 kg dan dimaserasi dengan pelarut etanol 70 % sebanyak 7,5 L hingga semua daun terendam, didiamkan sambil sesekali diaduk selama tiga hari. Hasil maserasi kemudian disaring menggunakan corong Buchner, selanjutnya 3
hasil maserasi diuapkan menggunakan rotary evaporator untuk menguapkan pelarutnya. Ekstrak selanjutnya diuapkan pelarutnya di atas waterbath sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak tersebut kemudian ditentukan senyawa metabolitnya menggunakan uji kromatogfi lapis tipis dengan fase gerak etil asetat : kloroform (7:3) v/v dan fase diam silika GF254nm. Setelah dielusi kemudian bercak yang muncul diuji dengan perekasi semprot KOH-etanolik, Dragendorff, Liebermann-Burchard, FeCl3 dan uap ammonia. Bakteri Escherichia coli multiresisten dan Staphylococcus aureus multiresisten diidentifikasi menggunakan metode pengecatan Gram dan biokimiawi. Pengecatan Gram dilakukan untuk membedakan jenis bakteri berdasarkan dinding selnya yang dapat diteliti menggunakan mikroskop dan uji biokimiawi dilakukan untuk mengetahui respon terhadap media uji dan pergerakan bakteri. Bakteri Escherichia coli multiresisten diuji menggunakan KIA, LIA dan MIO sedangkan Staphylococcus aureus multiresisten diuji menggunakan MSA. Uji sensitivitas bakteri Escherichia coli multiresisten dan Staphylococcus aureus multiresisten dilakukan dengan difusi disk antibiotik. Antibiotik yang digunakan antara lain kloramfenikol, ampisilin, penisilin, seftriakson, vankomisin, klindamisin dan metronidazol. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun pacar air menggunakan metode sumuran pada media MH (Mueller Hinton). Parameter yang diukur dalam uji ini adalah ada tidaknya zona hambat disekitar sumuran yang berisi ekstrak daun pacar air. Zona hambat adalah hasil aktivitas ekstrak daun pacar air terhadap bakteri. Jumlah ekstrak dalam tiap sumuran berturut-turut 10000 µg, 5000 µg, 2500 µg dan 1250 µg. Kontrol positif yang digunakan adalah Kloramfenikol 30 µg dan kontrol negatif digunakan DMSO 100% volume 20 µL. Uji bioautografi dilakukan dengan menempelkan plat hasil elusi pada media MH (Mueller Hinton) yang sudah diinokulasi bakteri, setelah 20 menit plat diambil dan media diinkubasi 18-24 jam. Analisis Data Analisis data aktivitas antibakteri adalah dengan mengukur diameter zona hambat. Diameter zona hambat yang terjadi dianalisis mengunakan uji statistik. Analisis pada hasil bioautografi dilakukan dengan mengukur Rf zona hambat yang muncul kemudian dibandingkan dengan Rf bercak pada KLT untuk mengetahui golongan senyawa spesifik yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus multiresisten dan Escherichia coli multiresisten. 4
HASIL DAN PEMBAHASAN Determinasi Tanaman Determinasi dilakukan dengan tujuan menentukan kebenaran tanaman dengan meneliti morfologinya. Determinasi dilakukan di Laboratorium Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas Muhammadiyah Surakarta. menyatakan tanaman uji pada penelitian ini teridentifikasi Impatiens balsamina L. dengan kunci determinasi sebagai berikut: 1b, 2b, 3b, 4b, 6b, 7b, 9b, 10b, 11b, 12b, 13b, 14a, 15a, 109b, 119b, 120b, 128b, 129b, 135b, 136b, 139b, 140b, 142b, 143b, 146b, 154b, 155b, 156b, 162b, 163b, 167b, 169b, 170b,
Balsaminaceae
1,
Impatiens
1b, 2b,
Impatiens balsamina L. Dari hasil determinasi di atas menunjukkan bahwa tanaman uji sesuai dengan
sampel tanaman yang dikehendaki. Ekstraksi Ekstraksi daun pacar air dilakukan menggunakan metode maserasi dengan carian penyari etanol 70%. Ekstraksi dilakukan untuk menarik senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia. Metode maserasi mempunyai kelebihan yakni cocok untuk zat aktif yang tidak tahan terhadap pemanasan, namun metode maserasi ini memiliki kekurangan yakni kemampuan pemisahannya lebih lemah serta diperlukan penyari yang lebih banyak dibandingkan dengan metode ekstraksi yang lain. Etanol 70% dipilih sebagai penyari karena dapat melarutkan senyawa metabolit sekunder dari sampel, etanol 70% juga sukar ditumbuhi jamur maupun bakteri dan tidak bersifat toksik. Hasil ekstraksi didapatkan rendemen 4,6% dengan menghitung 750 gram daun pacar air yang kering menghasilkan 35 gram ekstrak. Identifikasi Bakteri Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus diidentifikasi menggunakan metode pengecatan Gram dan biokimiawi. Pengecatan Gram dilakukan untuk membedakan jenis bakteri berdasarkan dinding selnya yang dapat diteliti menggunakan mikroskop dan uji biokimiawi dilakukan untuk mengetahui respon terhadap media uji dan pergerakan bakteri. Pengecatan Gram terhadap Escherichia coli menunjukkan bahwa sel bakteri berwarna merah berbentuk batang dan bergerombol. Staphylococcus aureus menunjukkan sel bakteri berwarna ungu, bentuk bulat dengan koloni bergerombol. Bakteri Escherichia coli ditetesi cat Gram A menunjukkan warna ungu dan luntur oleh cat Gram C, kemudian 5
ditetesi cat Gram D yang menyebabkan Escherichia coli menyerap warna kontras dari cat sehingga berwarna merah yang menunjukkan bahwa Escherichia coli termasuk Gram negatif. Bakteri Staphylococcus aureus ditetesi cat Gram A membentuk warna kontras ungu dan tidak luntur oleh cat Gram C, sehingga Staphylococcus aureus tidak menyerap warna merah ketika ditetesi cat Gram D dan tetap berwarna ungu yang menunjukkan bahwa Escherichia coli termasuk Gram positif. Carter & Wise (2004) menyatakan bahwa Escherichia coli merupakan bakteri berbentuk batang (basil), termasuk bakteri Gram negatif, umumnya motil dan fakultatif anaerob. Menurut Jawetz, et al., (2001) bakteri Staphylococcus aureus adalah bakteri berbentuk bulat, termasuk bakteri Gram positif dan tersusun dalam rangkaian yang tidak beraturan seperti buah anggur. Jadi identifikasi bakteri dengan pengecatan Gram sudah sesuai dengan teori. Identifikasi bakteri secara biokimiawi dilakukan untuk mengidentifikasi respon bakteri terhadap media uji dan pergerakan bakteri. Bakteri Escherichia coli diuji menggunakan KIA, LIA dan MIO sedangkan Staphylococcus aureus diuji menggunakan MSA. Escherichia coli pada media KIA menghasilkan warna kuning pada bagian miring dan tegaknya yang menunjukkan adanya fermentasi glukosa dan laktosa, juga terbentuk rongga udara yang menunjukkan bakteri menghasilkan gas. Pada media tidak ada warna hitam yang menunjukkan tidak terbentuk H2S (Tabel 1). Pada media LIA terbentuk warna ungu yang menunjukkan adanya dekarboksilasi lisin dan tidak ada warna kehitaman yang menunjukkan tidak terbentuknya H2S (Tabel 1). Media MIO terbentuk bagian keruh pada media yang menunjukan adanya pergerakan bakteri, media berwarna ungu dan ketika ditetesi reagen Kovac’s terbentuk cincin berwarna merah yang menunjukkan adanya dekarboksilasi ornitin dan produksi indol (Tabel 1). Tabel 1. Hasil uji biokimiawi bakteri Escherichia coli
KIA Mir Teg H2S Kuning Merah Keterangan :
Gas +
Mir Ungu
Mir : bagian miring Teg : bagian tegak
LIA Teg Ungu
H2S -
Mot +
MIO Ornitin +
Indol +
Mot : motilitas
Secara teori bakteri Escherichia coli pada media KIA dapat menghasilkan gas dan mampu memfermentasi glukosa dan tidak terbentuk H2S. Pada media LIA Escherichia coli mampu mendekarboksilasi lisin. Pada media MIO Escherichia coli bersifat motil, dapat mendekarboksilasi ornitin, dan memproduksi indol (Mahon, et al., 2007). Jadi hasil uji biokimiawi Escherichia coli sudah sesuai dengan teori.
6
Uji biokimiawi pada bakteri Staphylococcus aureus menggunakan media MSA untuk mengetahui kemampuan bakteri memfermentasikan mannitol menjadi asam. Hasil pada media menunjukkan terjadi perubahan warna dari merah menjadi kuning yang menunjukkan bahwa Staphylococcus aureus mampu memfermentasikan mannitol menjadi asam. Uji reaksi gula yang dilakukan Supartono (2006) menyatakan bahwa Staphylococcus aureus dapat memfermentasi mannitol. Jadi hasil uji biokimiawi pada Staphylococcus aureus sudah sesuai dengan teori. Hasil Uji Sensitivitas Bakteri Uji sensitivitas bakteri bertujuan untuk mengetahui kemampuan antibiotik untuk menghambat pertumbuhan serta membunuh bakteri dan sifat resistensi dari bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Metode yang dilakukan untuk uji sensitivitas adalah difusi disk. Parameter yang digunakan yaitu ada tidaknya zona hambat pada daerah sekitar disk antibiotik. Antibiotik yang digunakan antara lain kloramfenikol, ampisilin, penisilin, seftriakson, vankomisin, klindamisin dan metronidazol. Tabel 2. Hasil uji sensitivitas bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus Antibiotik
Potensi
C 30 µg Amp 10 µg Va 30 µg Mtz 50 µg Da 2 µg P 10 µg Cro 30 µg Keterangan :
E.coli multiresisten Diameter zona hambat ± Keterangan SD (mm) 20,33±3,21 Sensitif 6,50±0,00 Resisten 15,67±0,57 Intermediet 6,00±0,00 Resisten 18,33±0,57 Intermediet 6,50±0,00 Resisten 7,67±0,57 Resisten Diameter disk antibiotik (6mm) C : Kloramfenikol Amp : Ampisilin Mtz : Metronidazol Da : Klindamisin Cro : Seftriakson
S.aureus multiresisten Diameter zona hambat Keterangan ± SD (mm) 17,67±0,57 Intermediet 6,67±0,28 Resisten 16,00±0,00 Intermediet 6,00±0,00 Resisten 16,33±0,57 Intermediet 6,50±0,00 Resisten 7,50±0,50 Resisten Va : Vankomisin P: Penisilin G
Uji sensitivitas bakteri terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus menggunakan antibiotik antara lain kloramfenikol, ampisilin, penisilin, seftriakson, vankomisin, klindamisin dan metronidazol. Kloramfenikol adalah antibiotik golongan fenikol yang bekerja dengan cara menghambat sintesis protein dari bakteri, ampisilin dan penisilin G adalah antibiotik golongan penisilin dengan cara menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolysis pada dinding sel bakteri, seftriakson adalah antibiotik golongan sefalosporin yang memiliki mekanisme kerja serta farmakologi yang sama dengan penisilin, vankomisin adalah antibiotik golongan glikopeptida yang bekerja dengan cara menghambat pembentukan peptidoglikan dan aktif melawan sebagian besar bakteri Gram positif, klindamisin adalah antibiotik golongan aminoglikosida yang 7
bekerja dengan cara menghambat sintesis protein dari bakteri dan metronidazol adalah antibiotik golongan nitroimidazole yang bekerja dengan cara menghambat sintesis DNA atau merusak DNA (Neal, 2006). Escherichia coli bersifat sensitif terhadap kloramfenikol, bersifat intermediet terhadap klindamisin dan vankomisin, juga bersifat resisten terhadap ampisilin, metronidazol, penisilin dan seftriakson. Bakteri Staphylococcus aureus bersifat intermediet terhadap kloramfenikol, vankomisin, klindamisin dan resisten terhadap ampisilin, metronidazol, penisilin dan seftriakson. Jadi bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus bersifat multiresisten. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Uji aktivitas antibakteri bertujuan untuk mengetahui aktivitas ekstrak etanol daun pacar air terhadap Escherichia coli multiresisten dan Staphylococcus aureus multiresisten. Uji aktivitas antibakteri ini menggunakan metode sumuran yang memiliki keuntungan alatnya yang sederhana dan lebih murah daripada metode difusi disk. Parameter yang diukur dalam uji ini adalah terbentuknya zona hambat disekitar sumuran yang berisi ekstrak daun pacar air. Zona hambat adalah hasil aktivitas ekstrak daun pacar air terhadap Escherichia coli multiresisten dan Staphylococcus aureus multiresisten. Konsentrasi yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri etanol daun pacar air yaitu 50%, 25%, 12,5% dan 6,25%. Jumlah ekstrak dalam tiap sumuran berturut-turut 10000 µg, 5000 µg, 2500 µg dan 1250 µg. Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol 30 µg dan kontrol negatif digunakan DMSO 100% volume 20 µL. Tabel 3. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstak etanol daun pacar air terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus Diameter zona hambat (mm) Konsentrasi Sampel E.coli S. aureus (µg/20µL) Keterangan Keterangan Rata-rata ± SD Rata-rata ± SD Ekstrak 50% 10000 µg 17,33±0,57 Radikal 17,67±0,57 Radikal Ekstrak 25% 5000 µg 15,67±0,57 Radikal 9,67±0,57 Radikal Ekstrak 12,5% 2500 µg 9,00±1,00 Radikal 7,67±0,57 Radikal Ekstrak 6,25% 1250 µg 7,83±0,28 Irradikal 6,50±0,00 Irradikal DMSO 20 µL 6,00±0,00 6,00±0,00 Kloramfenikol 30 µg 24,67±1,15 Irradikal 25,67±0,57 Radikal Keterangan: Diameter zona hambat termasuk diameter sumuran (6mm)
Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri, ekstrak etanol daun pacar air mampu menghambat pertumbuhan Escherichia coli multiresisten dan Staphylococcus aureus multiresisten. Pada konsentrasi ekstrak 1250 µg menunjukkan diameter zona hambat pada Escherichia coli dan Staphylococcus aureus bersifat irradikal. Hal ini karena konsentrasi yang rendah menyebabkan penurunan potensi. Jadi konsentrasi ekstrak dalam sumuran berbanding lurus dengan diameter zona hambat. 8
Hasil uji aktivitas antibakteri yang dilakukan kemudian dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Nurdin dkk (2012) menyatakan bahwa ekstrak metanol daun pacar air dengan konsentrasi 2000 µg menunjukkan kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri
Pseudomonas
aeruginosa
yang
merupakan
bakteri
Gram
negatif
dan
Staphylococcus aureus yang merupakan bakteri Gram positif, dengan diameter zona hambat berturut-turut sebesar 9,3–10,0 mm dan 12,0–13,2 mm. Konsentrasi ekstrak yang digunakan pada penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan yakni 2500 µg terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat berturut-turut sebesar 9,00±1,00 mm dan 7,67±0,57 mm. Hasil penelitian Nurdin dkk (2012) menunjukkan aktivitas yang lebih besar terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif yang ditunjukkan dengan diameter zona hambat yang lebih besar daripada hasil penelitian yang dilakukan. Perbedaan hasil tersebut karena adanya perbedaan analis atau peneliti, perbedaan sampel bakteri dari penelitian Nurdin (2012) yakni Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus, tempat tumbuh tanaman yakni Nurdin (2012) menggunakan tanaman pacar air yang tumbuh di wilayah Kota Makassar, Propinsi Sulawesi Selatan dan jenis pelarut yang digunakan yakni Nurdin (2012) pada penelitiannya menggunakan metanol. Sedangkan pada penelitian ini menggunakan Escherichia coli multiresisten dan Staphylococcus aureus multiresisten, tanaman pacar air yang tumbuh di di Selo, Boyolali, Jawa Tengah dan menggunakan penyari etanol 70%. Ada beberapa kesamaan pada kedua penelitian ini antara lain metode ekstraksinya yaitu maserasi, simplisianya yaitu daun pacar air yang dikeringkan dan metode uji aktivitas antibakteri menggunakan difusi sumuran. Tabel 4. Hasil uji t aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun pacar air terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus Sampel Nilai p* Ekstrak 10000 µg 0,423 Ekstrak 5000 µg 0,009 Ekstrak 2500 µg 0,270 Ekstrak 1250 µg 0,015 Kloramfenikol 30 µg 0,225 *Signifikan jika harga p < 0,05
Analisis data statistik dengan menggunakan uji t dari aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun pacar air terhadap Escherichia coli multiresisten dan Staphylococcus aureus multiresisten menunjukkan hasil yang tidak signifikan pada konsentrasi 10000 µg; 2500 µg dan kloramfenikol 30 µg yang ditunjukkan oleh nilai p lebih besar dari 0,05 (Tabel 4). Sedangkan pada ekstrak dengan konsentrasi 5000 µg dan 1250 µg nilai p lebih kecil dari 0,05 menandakan hasil yang signifikan (Tabel 4). Berdasarkan hasil data statistik dapat 9
diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan antara aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun pacar air terhadap Escherichia coli multiresisten dan Staphylococcus aureus multiresisten pada konsentarsi ekstrak 10000 µg dan 2500 µg. Sedangkan pada aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun pacar air terhadap Escherichia coli multiresisten dan Staphylococcus aureus multiresisten pada konsentarsi ekstrak 5000 µg dan 1250 µg terdapat perbedaan yang signifikan. Uji Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis digunakan untuk identifikasi kandungan senyawa metabolit sekunder yang ada pada ekstrak etanol daun pacar air. Kromatografi lapis tipis menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak etil asetat:kloroform (7:3) v/v yang dapat memisahkan senyawa dalam ekstrak etanol daun pacar air dengan baik yang ditunjukkan dengan adanya bercak yang terpisah. Tabel 5. Hasil uji kromatografi lapis tipis ekstrak etanol daun pacar air mengunakan fase gerak etil asetat:kloroform (7:3) v/ v dan fase diam silica gel GF254 Vis
254
366
Vis
Vis
366
Vis
Vis
Uap Ammonia Vis
0,86
C
P
-
O
K
-
-
-
K
0,78
K
P dan B
FB
O
MM
FB
-
H
-
0,58
O
P
-
O
-
MM
H
-
0,48 0,44
P P Keterangan: C : Coklat FB : Fluoresensi Biru O : Orange MM : Merah Muda
Sebelum disemprot
Rf
Dragendorff
KOH etanolik
-
LB
FeCl3
K : Kuning LB : Liebermann- Burchard Vis : Visible
-
Golongan Senyawa
Alkaloid, Antron, Flavonoid. Alkaloid, Antron, Kumarin, Fenol. Alkaloid, Tritrpenoid, Fenolik H : Hitam B : Biru P : Pemadaman
Hasil pengamatan kromatografi lapis tipis ekstrak etanol daun pacar air sebelum diberi reaksi semprot secara visual terlihat 3 bercak berwarna coklat dengan Rf 0,86, kuning dengan Rf 0,78 dan oranye dengan Rf 0,58. Hasil pengamatan dengan UV254 menunjukkan lima pemadaman pada Rf 0,86; 0,78; 0,58; 0,48 dan 0,44. Pada pengamatan UV366 terdapat satu fluoresensi berwarna biru pada Rf 0,78. Bercak tersebut membuktikan bahwa fase gerak dapat memisahkan senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Bercak yang muncul setelah disemprot dengan pereaksi semprot pada uji kromatografi lapis tipis ekstrak etanol daun pacar air dibandingkan teori Wagner & Bladt (1996). Hasil kromatografi lapis tipis ekstrak etanol daun pacar air disemprot Dragendorff kemudian diamati dibawah sinar tampak pada Rf 0,86 menunjukkan warna kuning, bercak pada Rf 0,78 dengan warna oranye menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid. Hasil pengamatan setelah plat KLT disemprot KOH etanolik 10% pada sinar tampak menunjukkan bercak kuning dengan Rf 0,86 yang menandakan adanya senyawa golongan 10
antron dan bercak merah muda dengan Rf 0,78 yang menandakan adanya senyawa golongan antrakuinon kemudian dibandingkan dengan deteksi KLT pada naftokuinon menunjukkan perlakuan dan hasil yang sama sehingga disimpulkan bahwa hasil KLT juga menandakan adanya senyawa golongan naftokuinon . Ketika diamati pada UV366nm bercak berfluoresensi biru cerah dengan Rf 0,86 menandakan adanya senyawa golongan kumarin. Setelah plat KLT disemprot dengan Liebermann-Burchard kemudian diamati pada sinar tampak pada Rf 0,58 menunjukkan bercak berwarna merah muda menandakan adanya senyawa golongan triterpenoid. Setelah itu bercak disemprot FeCl3 dan diamati dibawah sinar tampak terdapat dua bercak berwarna hitam pada Rf 0,58 dan Rf 0,78 menandakan adanya senyawa golongan fenolik. Setelah plat diuapi dengan ammonia diamati dibawah sinar tampak menunjukkan bercak berwarna kuning cerah pada Rf 0,86 menandakan adanya senyawa golongan flavonoid (Tabel 5). Hasil penelitian ini kemudian dibandingkan dengan penelitian Adfa (2007). Pada penelitian Adfa (2007) menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun pacar air dengan bunga berwarna putih mengandung kumarin, kuinon, flavonoid, steroid, triterpenoid, fenolik, dan saponin yang sedikit berbeda dengan hasil KLT pada penelitian ini. Pada penelitian ini menggunakan ekstrak etanol daun pacar air dengan bunga berwarna ungu terdapat senyawa golongan alkaloid, antron, antrakinon, kumarin, flavonoid dan fenolik. Sehingga diketahui pada penelitian Adfa (2007) ekstrak daun pacar air tidak mengandung antron dan mengandung saponin, sebaliknya pada penelitian ini ekstrak etanol daun pacar air mengandung antron namun tidak mengandung saponin. Pada penelitian Adfa (2007) tanaman tumbuh di Padang, Sumatra Barat, pada penelitian ini tanaman tumbuh di Boyolali, Jawa Tengah. Metode ekstraksi daun pacar air, penelitian Adfa (2007) menggunakan metode sokletasi n-heksana diteruskan sokletasi menggunakan etil asetat dan metanol, pada penelitian ini ekstraksi menggunakan metode maserasi pelarut etanol 70%.
Uji Bioautografi Uji bioautografi berupa pemeriksaan bercak hasil kromatografi lapis tipis yang memiliki aktivitas antibakteri dengan menempelkan plat hasil elusi pada media yang sudah diinokulasi bakteri. Keuntungan dari metode ini yauti cepat mudah dan sederhana. Hasil bioautografi ekstrak etanol daun pacar air terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus tidak menunjukkan adanya zona hambat sehingga tidak diketahui golongan senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri, meskipun memiliki hasil uji aktivitas antibakteri dan uji kromatografi yang menunjukkan banyak metabolit sekunder 11
yang terkandung dalam ekstrak etanol daun pacar air. Tidak didapatkannya hasil uji bioautografi yang diinginkan kemungkinan disebabkan oleh hilangnya aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun pacar air ketika membentuk golongan senyawa tunggal. Hasil bioautografi berupa zona bening di area penempelan plat KLT pada media MH, namun dari hasil uji yang dilakukan belum bisa dijelaskan senyawa aktif yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli multiresisten dan Staphylococcus aureus multiresisten karena pada daerah penempelan tidak terlihat adanya zona bening. Belum ditemukan adanya penelitian terkait bioautografi pada ekstrak etanol daun pacar air sehingga penelitian ini belum dapat dibandingkan dengan hasil penelitian lain. Adfa (2007) menyatakan bahwa senyawa 1,4-naftokuinon adalah senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri. Pada penelitian tersebut, Adfa (2007) melakukan ekstraksi dan isolasi daun pacar air yang menghasilkan fraksi fraksi etil asetat yang dilanjutkan dengan uji aktivitas antibakteri. Pada uji aktivitas antibakteri fraksi etil asetat memberikan zona hambat, selanjutnya dilakukan isolasi senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri dari fraksi etil asetat dengan kromatografi kolom. Selanjutnya dilakukan KLT dan menunjukkan hanya ada satu noda yang menandakan senyawa yang didapat sudah murni, senyawa tersebut diukur titik lelehnya dan didapat 182-183oC sehingga diduga senyawa golongan kuinonoid. Spektrum UV hasil isolasi memberikan serapan, serapan tersebut menunjukkan senyawa hasil isolasi mengandung inti benzen karena serapan benzen terjadi pada 255, 200 dan 185, maka diduga senyawa hasil isolasi ini adalah 1,4-naftokuinon tersubtitusi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian aktivitas antibakteri ekstraksi etanol daun pacar air terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dapat diambil kesimpulan: 1. Ekstrak etanol daun pacar air pada konsentrasi 10000 µg, 5000 µg, 2500 µg dan 1250 µg memiliki aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli multiresisten dan Staphylococcus aureus multiresisten. 2. Senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri belum diketahui. Saran Dari kesimpulan diatas dapat diambil saran: 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode yang lain untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun pacar air yang diharapkan memberikan hasil yang lebih baik. 12
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada optimasi fase gerak kromatografi lapis tipis, agar fase gerak hasil optimasi dapat membuat senyawa aktif terpisah pada plat, sehingga senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri dapat terlihat ketika dilakukan uji bioautografi. DAFTAR PUSTAKA Adfa, M., 2006, 6-Metoksi, 7-Hidroksi Kumarin Dari Daun Pacar Air (Impatiens balsamina Linn), Jurnal Gradien, 2 (2), 183-186 Adfa, M., 2008, Senyawa Antibakteri Dari Daun Pacar Air (Impatiens balsamina L.), Jurnal Gradien, 4 (1), 318-322 Arisman, 2009, Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan, Jakarta, Buku Kedokteran EGC Al Hanif, M. Shiddiq. 2009. Pola Resistensi Bakteri dari Kultur Darah Terhadap Golongan Penisilin di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tahun 2001-2006 (Skripsi). Fakultas kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta Ayu, N. M., 2012, Efek Ekstrak Etanol Daun Pacar Air (Impatiens balsamina L.) Sebagai Antimikroba Terhadap Bakteri Salmonella Typhi Secara In Vitro Dengan Metode Dilusi Agar, Skripsi, Fakultas Kesehatan, Universitas Brawijaya Campbell, N. A., dan Reece J. B., 2008, Biologi I, 8, Jakarta, Erlangga Carter, G. R. & Wise, D. J., 2004, Essentials of Veterinary Bacteriology and Mycology, Edisi VI, Iowa State Press, Blackwell Publishing Company Choma, I., 2005, The Use of Thin-Layer Chromatography with Direct Bioautography for Antimicrobial Analysis, Bioautography for Antimicrobial Analysis, 18 (9), LCGC Europe Davey, P., 2005, At a Glance Medicine, Penerbit Erlangga, Jakarta Entjang, I., 2003, Mikrobiologi Dan Patologi: Untuk Akademi Keperawatan Dan Sekolah Tenaga Kesehatan Yang Sederajat, Bandung, Penerbit Citra Aditya Bakti, 104 Jawetz,, E., Melnick, J. L., & Adelberg, E. A., 2001, Mikrobiologi kedokteran. edisi XXII. Diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Jakarta, Salemba Medika, 205-235 Jawetz,, E., Melnick, J.L., & Aldelberg, E. A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi XXIII, diterjemahkan oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E.B., Mertaniasih, N.M., Harsono, S., Alimsardjono, L., Jakarta, Salemba Medika, 224-225, 317-349, 352 Menteri Kesehatan RI, 2011, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691 / MENKES / PER / VIII / 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Jakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia 13
Nurdin, G.M., Husain, D.R., Sartini, 2012, Bioaktivitas Ekstrak Metanol Daun Pacar Air Impatiens balsamina L. terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa Penyebab Cantengan, Jurnal, Makassar, Universitas Hasanuddin Press Pelczar, M.J., Chan, E.C.S., 2005, Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid II, Jakarta, Universitas Indonesia Press Radji, M., 2011, Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 125, 201 Refdanita, Maksum R., Nurgani A., Endang P. 2004. Faktor yang Mempengaruhi Ketidak Sesuaian Pengunaan Antibiotika dengan Uji Kepekaan di Ruang Intensif Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001 – 2002. Makara, Kesehatan, Vol. 8, No. 1, Juni 2004: 21-26. Setiabudy, R., 2008, Farmakologi dan Terapi, Edisi V, Jakarta, Departemen Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 585-587 Standar Nasional Indonesia, 2009, Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan, SNI 7388, Jakarta, Badan Standarisasi Nasional, 25-32 Supartono, 2006, Pemeriksaan Staphylococcus aureus pada Organ dalam Makanan, Bogor, Balai Besar Penelitian Veteriner
dan Bahan
Yenny dan Herwana, E., 2007, Resistensi dari Bakteri Enterik : Aspek Global Terhadap Antimikroba, Universa Medicina, 26 (1), 53-54
14