PEMAHAMAN IBU-IBU TENTANG THAHARAH (HAID, NIFAS, DAN ISTIHADHAH): Studi Kasus Ibu-Ibu Jama’ah Muslimat Yayasan Masjid Darussalam Tropodo Sidoarjo
Agus Romdlon Saputra* Abstrak: Pembahasan soal darah pada wanita (haid, nifas, dan istihadhah) adalah pembahasan yang paling sering dipertanyakan oleh kaum wanita. Pembahasan ini juga merupakan salah satu bahasan yang tersulit dalam masalah fiqh sehingga banyak yang keliru dalam memahaminya. Bahkan meski pembahasannya telah berulang-ulang kali disampaikan, masih banyak wanita muslimah yang belum memahami kaidah dan perbedaan dari ketiga darah ini. Mungkin ini dikarenakan darah tersebut keluar dari jalur yang sama, namun pada setiap wanita tentulah keadaannya tidak selalu sama, dan berbeda pula hukum dan penanganannya. Haid, nifas, dan istihadhah merupakan keniscayaan bagi kehidupan seorang wanita, maka kaum wanita tidak boleh bodoh dalam perkara ini. Ia mempengaruhi status sah sebuah ibadah karena ia berhubungan dengan suci dan najis. Penelitian ini mengungkapkan pemahaman ibu-ibu jama’ah muslimat Masjid Darussalam, Tropodo, Sidoarjo, tentang tiga darah bagi wanita, yaitu darah haid, nifas dan istihadhah. Penelitian ini bercorak lapangan yang mengambil sample penelitian di jama’ah muslimat Masjid Darussalam, Tropodo, Sidoarjo. Adapun hasilnya menunjukan bahwa mayoritas ibu-ibu muslimat Darussalam sudah mengetahui hal-hal yang ada korelasinya dengan haid, nifas, dan istihadhah. Kata Kunci: haid, nifas, istihadhah, jama’ah muslimat Darussalam PENDAHULUAN Telah menjadi kodrat bagi setiap wanita dewasa yang normal bahwa mereka akan mengalami siklus bulanan kewanitaan yang dikenal dengan haid atau menstruasi. Siklus tersebut secara alami terjadi pada kehidupan wanita, yaitu keluarnya darah dari kemaluan wanita ketika dalam keadaan sehat, bukan karena penyakit maupun kehamilan. Adapun darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah *
Penulis adalah dosen Jurusan Syari’ah STAIN Ponorogo.
44 | Agus Romdlon Saputra melahirkan, darah ini tentu saja paling mudah dikenali, karena penyebabnya sudah pasti, yaitu adanya proses persalinan. Inilah yang dikenal dengan nifas. Satu lagi darah yang keluar dari tempat yang sama dengan keluarnya darah haid dan darah nifas, tetapi waktu terjadinya adalah di luar waktu haid dan diluar waktu nifas. Darah yang keluar di luar kebisaaan ini disebut dengan istihadhah. Masalah haid, nifas dan istihadhah adalah masalah yang lazim diketahui oleh setiap muslimah. Karena masalah tersebut berkaitan dengan prasyarat peribadatan, khususnya bagi kaum wanita, seperti ibadah shalat, puasa, thawaf (umrah dan haji), pernikahan, kedewasaan maupun masalah kesehatan.Tiga jenis darah yang khusus bagi kaum wanita itu masing-masing memiliki hukum syari’at tersendiri yang harus diperhatikan. Darah haid pada mulanya berwarna hitam. Beberapa waktu kemudian berubah warnanya menjadi merah, kuning, dan semu antara putih dan hitam.Tidak ada satu bukti yang menerangkan tentang batas minimal masa haid, demikian juga tentang batas maksimal haid. Hal ini bersifat relatif, tergantung kebiasaan wanita yang bersangkutan.1 Tanda-tanda berakhirnya masa haid ialah cairan warna putih, maka itulah tanda mampatnya berhentinya haid. Pada saat itulah seorang wanita wajib mandi lalu shalat, sebagaimana ia berkewajiban menjalankan puasa. Misalkan darah haid mampat sebelum shalat subuh pada bulan ramadhan, maka wanita yang bersangkutan wajib menjalankan shalat shubuh dan juga wajib berpuasa pada hari itu. Tetapi kalau mampat sesudah shalat shubuh, maka puasanya pada hari itu tidak sah. Tetapi ia wajib segera mandi untuk menjalankan shalat shubuh, karena waktunya masih ada. Jika ditinggalkan ia berdosa.2 Masa minimal darah nifas itu tidak ada batasannya sama sekali, terkadang hanya keluar pada saat melahirkan lalu setelah itu langsung mampat. Jika ini yang terjadi, maka wanita yang bersangkutan wajib mandi, shalat, dan puasa. Tanda-tanda mampatnya darah nifas itu sama seperti tanda-tanda mampatnya darah haid.3 Hal-hal yang diharamkan pada saat haid dan nifas bagi wanita yang mengalaminya adalah shalat, puasa (meskipun hanya puasa 1 2 3
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Ibadah (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), 104. Ibid. Ibid.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
Pemahaman Ibu-Ibu tentang Thaharah | 45 sunnah), thawaf mengelilingi ka’bah (meskipun hanya thawaf sunnah), dan bersetubuh. Adapun kondisi wanita yang istihadhah jika terjadi di luar masa haid yang telah diketahui, maka statusnya seperti wanita yang telah suci dan karenanya ia wajib shalat, wajib puasa, dan boleh bersetubuh.4 Dalam konteks permasalahan yang ada kaitannya dengan konsepsi haid, nifas dan istihadhah, peneliti ingin menguji dan membuktikan dari teori-teori yang sudah ada dengan mengadakan penelitian di Yayasan Masjid Darussalam, Tropodo, Sidoarjo. Sebagai sample dan representasi ibu-ibu jama’ah muslimat yang ada di yayasan tersebut. Dari latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan pertanyaan: [1] bagaimana pemahaman ibu-ibu jama’ah muslimat Yayasan Masjid Darussalam,Tropodo,Sidoarjo, tentang pengertian haid, nifas, dan istihadhah?, [2] bagaimana pemahaman mereka tentang larangan pada saat haid dan nifas?, [3] bagaimana pemahaman mereka tentang kewajiban setelah berhentinya pendarahan haid dan nifas?, [4] bagaimana pemahaman mereka tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita istihadhah? Landasan teori yang dipakai untuk menganalisis data adalah thaharah dengan fokus tentang haid, nifas, dan istihadhah dengan hukum-hukum yang terkait di dalamnya. Di samping itu, ada satu pendekatan dengan teori sosiologi agama yang penekanannya dalam masalah ini, yaitu apakah ada perbedaan antara lapisan masyarakat satu dengan lapisan yang lain dalam menghayati agama sebab kedudukan yang berbeda dalam masyarakat, fungsi yang berbeda, dan latar belakang pendidikan yang berbeda dalam keahlian, gaya dan pandangan hidup akan menjadikan adanya perbedaan dalam menghayati agama.5 Jenis penelitian ini adalah penelitian kasus (studi kasus). Untuk mengukur dan mengetahui tentang pemahaman ibuibu jama’ah, digunakan pendekatan diskriptif kualitatif. Pendekatan ini bertujuan untuk menguraikan karakteristik dari sesuatu keadaan di daerah obyek. Dengan diketahui dari karakteristik masing-masing ibu-ibu muslimat tersebut sehubungan dengan pemahaman mereka 4
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah (Jakarta: Amzah, 2009), 131-136. 5 Hamzah Tualeka, Sosiologi Agama (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), 82.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
46 | Agus Romdlon Saputra tentang hukum thaharah yang direfleksikan secara kualitatif dalam bentuk narasi.6 PEMBAHASAN A. Konsepsi tentang Haid, Nifas, dan Istihadhah Haid menurut bahasa (etimologi) adalah mengalir. Seorang wanita disebut haid jika darahnya mengalir. Adapun yang dimaksud di sini adalah darah yang keluar dari kemaluan perempuan ketika dalam kondisi sehat, bukan karena penyakit maupun akibat kehamilan. Warna hitam atau merah kental (tua) adalah warna darah haid menurut kesepakatan ulama.7 Darah yang berwarna kuning atau keruh yang dikatakan haid, hanya bila datangnya pada hari-hari haid. Jika pada hari-hari lain, maka tidaklah dianggap haid, berdasarkan hadis dari Ummu ‘Athiyah yang berkata, “Kami tidak menganggap haid (darah) yang berwarna kuning dan keruh setelah suci.”8 Batas minimal dan maksimal keluarnya darah haid tidak dapat ditentukan dengan pasti karena dalil-dalil yang dijadikan sebagai acuan penentuan batas minimal dan maksimal haid sebagian berstatus marfu’, namun tidak shahih. Karena itu, ia tidak bisa dijadikan pegangan dalam menentukan batas minimal dan maksimal keluarnya darah haid. Tetapi yang dijadikan acuan dalam hal ini adalah adat kebiasaan yang berulang-ulang. Ini bagi wanita yang mempunyai ritme haid yang teratur. Sedangkan bagi yang haidnya tidak teratur, maka ia dapat mengacu pada bukti sertaan (qarinah) yang didapat dari darah yang keluar.9 Kebolehan berpegang pada kebiasaan sebagai hujjah, batas minimal, dan maksimal haid yang diakui syara’ didasarkan pada beberapa hadis. Misalnya hadis dari ‘Aisyah bahwa Nabi bersabda, “Jika datang haid, maka tinggalkanlah shalat. Jika ia pergi, maka mandi dan shalatlah.10 Jika haid telah selesai, maka wajib mandi. Mandi ini wajib segera dilakukan bila hendak melakukan ibadah shalat atau ibadah lain 6
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003), 3. 7 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhid Sayyid Hammas, fiqh Ibadah (Jakarta: Amzah, 2009), 126. 8 Hadis riwayat Abu Dawud, Al Majmu’, I, 426. 9 Azzam, Fiqh Ibadah, 128. 10 HR. al-Bukhari dan Muslim.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
Pemahaman Ibu-Ibu tentang Thaharah | 47 yang wajib suci. Oleh karena itu, wanita yang selesai haid pada tengah-tengah waktu shalat wajib segera mandi, kemudian shalat, meskipun tengah malam atau sangat dingin. Tidak boleh menundanunda sampai terjadi shalat qadha’, apalagi sampai tidak dilakukan sama sekali. Yang dimaksud haid telah selesai adalah seandainya dimasukkan kapas ke dalam farji (kemaluan) sampai pada tempat yang tidak wajib dibasuh kala istinja’, darah tidak keluar sama sekali. Tapi jika dioleskan kapas ke dalam kemaluan, masih ada darah walaupun sedikit, tidak dapat dikatakan habis masa haid. Jika wanita itu dalam keadaan demikian melakukan mandi wajib, maka hukumnya tidak sah. Otomatis shalat-shalat yang dilakukan setelah itu sampai mandi yang sah menjadi tidak sah pula.11 Bagi wanita yang sedang haid dan nifas dilarang mengerjakan shalat (baik shalat fardhu maupun shalat sunnah), puasa (baik puasa fardhu maupun sunnah), baca al-Qur’an, membawa dan menyentuh al-Qur’an, masuk masjid, thawaf, dan persetubuhan). Adapun definisi nifas sebagai berikut. Menurut bahasa, nifas adalah persalinan. Sedangkan menurut istilah, nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita pada saat melahirkan atau setelahnya, jika bayi lahir prematur.12 Pengertian nifas adalah darah yang keluar dari seorang wanita karena melahirkan, meskipun anak yang dilahirkan mengalami keguguran.13 Definisi lain menyebutkan bahwa nifas adalah darah yang keluar dari rahim wanita setelah selesai melahirkan, walaupun anak yang dilahirkan belum berwujud manusia atau masih berupa ‘alaqah (darah kental) atau mudghah (segumpal daging).14 Masa minimal darah nifas itu tidak ada batasannya sama sekali. Terkadang hanya keluar pada saat melahirkan, lalu setelah itu langsung mampat. Jika ini yang terjadi, maka wanita yang bersangkutan wajib mandi, shalat, dan puasa. Tanda-tanda mampatnya darah nifas itu sama seperti tanda-tanda mampatnya darah haid. Masa maksimalnya adalah empat puluh hari. Lebih dari itu tidak disebut darah nifas, kecuali jika wanita yang bersangkutan punya kebiasaan seperti 11
Saifuddin Zuhri, Buku Pintar Haid Problematik Wanita (tk: Al Maya, 2010),36. 12 Azzam, Fiqh Ibadah, 129. 13 Ayub, Fikih Ibadah,105. 14 Zuhri, Buku Pintar, 51.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
48 | Agus Romdlon Saputra itu, maka darah yang masih keluar darinya tetap disebut sebagai darah nifas sampai enam puluh hari. Tidak lebih dari itu.15 Atas dasar ini, nifas dapat terjadi hanya sebentar saja. Jika seorang wanita melahirkan, kemudian darahnya terhenti seiring dengan lahirnya si bayi atau bahkan melahirkan tanpa mengeluarkan darah, maka habislah waktu nifas. Sebagai konsekuensinya, ia wajib melakukan semua yang dilakukan oleh orang yang suci, yaitu puasa, shalat dan lain sebagainya . Kalangan madzab Hanafi berpendapat bahwa suci di sela-sela nifas dan haid adalah haid. Begitu pula suci di sela-sela nifas dan haid pada masa nifas, menurut Abu Hanifah, dianggap sebagai nifas. Pendapat yang masyhur di kalangan madzab Syafi’i juga menyatakan bahwa suci yang terjadi di sela-sela nifas dan haid dianggap sebagai nifas. Sementara itu, kalangan ulama madzab Maliki dan Hanbali menyatakan sebagai kondisi suci, dan wanita yang mengalaminya wajib mandi pada hari di waktu darah tersebut berhenti, juga berpuasa, shalat, dan boleh berhubungan badan. Tata cara bagi wanita yang nifas sama seperti tata cara mandi jinabat lainnya. Sebagaimana tata cara bersuci karena haid. Hal-hal yang ada kaitannya dengan munculnya larangan bagi wanita yang sedang nifas sama seperti hal-hal larangan bagi wanita yang sedang mengalami haid. Selanjutnya, definisi istihadhah ialah sebagai berikut. Secara etimologis, istihadhah berarti berhenti mengalir. Sedangkan menurut terminologi syara’, istihadhah adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita karena adanya suatu penyakit, di luar masa haid, nifas. Salah satu cirinya adalah istihadhah tidak berbau nyinyir.16 Istihadhah terjadi dalam rentang masa haid telah diketahui secara jelas sebelum terjadinya istihadhah.17 Darah terus keluar sementara si wanita tidak memiliki siklus haid yang rutin.18 Ia tidak memiliki siklus haid yang rutin (tidak keluar) akan tetapi ia mampu membedakan antara darah haid dengan lainnya.19 Beberapa hukum yang berlaku bagi wanita yang istihadhah ialah sebagai berikut. Ia wajib mandi setelah darah haidnya mampat. Setelah itu, ia tidak 15 16 17 18 19
Ayub, Fikih Ibadah, 105. Azzam, Fiqh Ibadah, 138. Ibid., 139. Ibid., 139. Ibid., 141.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
Pemahaman Ibu-Ibu tentang Thaharah | 49 wajib mandi lagi. Setiap kali hendak melakukan shalat, ia harus wudhu. Sebelum wudhu, ia harus membasuh sebagian tubuh yang mengeluarkan darah dan membersihkannya dengan alat pembersih, seperti kapas, kain, tisu, dan lain sebagainya, untuk mengurangi najis. Hal ini ditekankan demi menjaga kebersihan karena ia boleh melakukan shalat ketika masih mengeluarkan darah.20 B. Agama dan Stratifikasi Sosial Dalam sosiologi umum, ada bagian yang membahas tentang lapisan sosial (stratifikasi sosial), yakni susunan masyarakat secara bertingkat berdasarkan parameter atau ukuran-ukuran yang telah ditetapkan. Jika digambarkan, masyarakat terdiri atas lapisan-lapisan seperti anak tangga dari bawah ke atas. Lapisan sosial di daerah yang satu tidak sama dengan daerah yang lain karena manusia di tiap daerah mempunyai ukuran sendiri-sendiri.21 Sebagaimana diketahui bahwa di dalam masyarakat ada lapisan (strata) sosial. Masyarakat bukan suatu struktur stabil, tetapi selalu berkembang secara terus menerus sebagai akibat dari suatu hukum masyarakat yang di sebut proses sosial dan perubahan sosial dalam irama yang berbeda-beda. Percepatan proses sosial dan perubahan sosial ini sendiri tidak bisa lepas dari perubahan sosial kultural, bahkan pengaruhnya sangat kuat, terutama jika bertemu dengan kebudayaan asing. Demikian juga, agama yang meresap dalam masyarakat melalui lapisan sosial.22 Hubungannya dalam penelitian ini yaitu apakah ada perbedaan antara lapisan yang satu dengan yang lain dalam menghayati dan memahami agama. Hal ini karena kedudukan sosial yang berbeda serta fungsi fungsi yang berbeda, latar belakang pendidikan berbeda sehingga dimungkinkan perbedaan keahlian, gaya, pandangan hidup, semuanya itu juga akan menjadikan adanya perbedaan antara seorang dengan orang lain atau antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok lainnya dalam menghayati agama.
20 21 22
Ayub, Fikih Ibadah, 107. Tualeka, Sosiologi, 81. Ibid., 81-82.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
50 | Agus Romdlon Saputra C. Pemahaman Jama’ah Muslimat Yayasan Masjid Darussalam, Tropodo, Sidoarjo, tentang Haid, Nifas, dan Istihadhah Pengetahuan ibu-ibu jama’ah muslimat tentang pengertian haid, nifas dan istihadhah. Pengetahuan ibu-ibu jama’ah muslimat tentang tiga darah itu bervariasi kualitasnya. Dari 35 responden yang menjawab sudah mengetahui ada 30 responden, berarti ibu-ibu jama’ah muslimat yang mengetahui mencapai 85,71%. Adapun sisanya 2 responden menjawab belum mengetahui (5,71%) dan tiga responden menjawab baru mengetahui (8,57%). Adapun pengetahuan mereka tentang darah yang keluar dari kemaluan wanita (farji) secara bulanan menunjukkan 100% sudah mengetahui. Pengetahuan mereka tentang ciri khas warna darah haid dari mulai keluar sampai berakhirnya (mampat) sangat bervariasi. Dari 35 responden yang menjawab sudah mengetahui ada 27 (77,14%), yang menjawab belum mengetahui ada tiga responden (8,57%), dan yang menjawab baru mengetahui ada empat responden (11,42%). Adapun satu responden tidak menjawab (2,85%). Pengetahuan mereka tentang batasan haid minimal dan maksimalnya mencapai 100% sudah mengetahui. Mengenai tanda-tanda berakhirnya masa haid, dari 35 responden ada 34 responden menjawab sudah mengetahui (97,14%) dan satu responden menjawab belum mengetahui (2,85%). Adapun mengenai tata cara mandi jinabat karena haid, pengetahuan mereka bervariasi. Dari 35 Responden ada 31 responden menjawab sudah mengetahui (88,57%), 3 responden menjawab baru mengetahui (8,57%), dan satu responden tidak menjawab (2,85%). Pengetahuan mereka tentang darah yang keluar karena melahirkan juga bervariasi. Dari 35 responden ada 34 yang menjawab sudah mengetahui (97,14%) dan satu responden menjawab baru mengetahui (2,85%). Pengetahuan ibu-ibu tentang batasan waktu minimal dan maksimalnya masa nifas mencapai 91,42% dengan jawaban sudah mengetahui sebanyak 32 responden. Tiga responden menjawab belum mengetahui (8,57%). Adapun pengetahuan tentang kewajiban mandi jinabat di kala masa nifas sudah berakhir juga beragam. Dari 35 responden, ada 31 responden yang menjawab sudah mengetahui (88,57%), dua responden menjawab belum mengetahui (5,71%), dan satu responden menjawab baru mengetahui (2,85%), dan satu responden tidak menjawab (2,85%). Mengenai pengetahuan tentang tata cara mandi
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
Pemahaman Ibu-Ibu tentang Thaharah | 51 jinabat, 32 responden menjawab sudah mengetahui (91,42%), dan dua responden menjawab belum mengetahui (5,71%). Pengetahuan mereka tentang darah istihadhah berimbang. 54,28% jawaban sudah mengetahui dari 19 responden, 28,57 % jawaban belum mengetahui dari 10 responden, dan 17,14% jawaban baru mengetahui dari enam responden. Pengetahuan mereka tentang perbedaan antara darah haid, nifas dan istihadhah: 21 responden (60 %) menjawab sudah mengetahui, 13 responden (37,14) menjawab belum mengetahui, dan satu responden (2,85 %) tidak menjawab. Pengetahuan mereka tentang hal-hal yang dilarang pada saat hadi dan nifas: 24 responden menjawab sudah mengetahui (68,57%), enam responden menjawab belum mengetahui (17,4%), dua responden menjawab baru mengetahui (5,71%), dan tiga responden tidak menjawab (8,57%). Pengetahuan mereka tentang larangan bagi wanita yang sedang haid dan nifas untuk menegakkan shalat: 34 responden menjawab sudah mengetahui (97,14%) dan satu responden (2,85 %) tidak menjawab. Mengenai larangan menjalankan puasa apakah wajib atau sunnah, 97,14 % menjawab sudah mengetahui dan 2,85% (satu responden) tidak menjawab. Pengetahuan mereka tentang larangan melakukan thawaf yang wajib atau sunnah dalam ibadah haji menunjukkan jawaban yang bervariasi. 82,85% menjawab sudah mengetahui, 11,42% menjawab belum mengetahui, 2,85% menjawab baru mengetahui, dan 2,85% tidak menjawab. Pengetahuan mereka tentang larangan memasuki masjid dan berdiam diri, kecuali sekedar lewat menunjukkan bahwa 97,14% responden sudah mengetahui dan 2,85% responden tidak menjawab. Tentang larangan membaca, memegang, dan membawa al-Qur’an bagi wanita yang sedang haid dan nifas, 91,42% responden sudah mengetahui, 5,71% belum mengetahui, dan 2,85% tidak menjawab. Mengenai larangan melakukan hubungan badan bagi wanita yang sedang haid dan nifas, 97,14% atau 34 responden menjawab sudah mengetahui, dan 2,85% atau satu responden tidak menjawab. Pengetahuan mereka tentang adanya kewajiban yang harus segera dilakukan setelah berhentinya darah haid dan darah nifas dengan melakukan mandi jinabat mencapai 97,14% sudah mengetahui. Sedangkan 2,85% (satu responden) tidak menjawab. Pengetahuan tentang kewajiban wanita untuk shalat, puasa, dan terlepas
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
52 | Agus Romdlon Saputra dari larangan setelah mandi jinabat karena haid dan nifas menunjukkan bahwa 97,14 % ibu-ibu sudah mengetahuinya dan 2,85 % (satu responden) tidak menjawab. Mengenai pengetahuan mereka tentang wanita istihadhah tidak wajib mandi untuk melaksanakan shalat kecuali hanya sekali, 60% responden menjawab sudah mengetahui, 25,71% menjawab belum mengetahui, dan 14,28% menjawab baru mengetahui. Data menunjukkan bahwa mayoritas sudah mengetahui tentang wanita istihadhah tidak wajib mandi untuk melaksanakan shalat maupu mandi pada waktu-waktu tertentu. Pengetahuan mereka tentang wanita istihadhah harus wudhu setiap kali hendak melakukan shalat kapan saja ia menghendaki juga beragam. 82,85 % responden menjawab sudah mengetahui, 14,28% menjawab belum mengetahui, dan 2,85% menjawab baru mengetahui. Mengenai pengetahuan mereka bahwa wanita istihadhah sebelum wudhu harus membasuh dan membalut kemaluannya, 74,28% responden menjawab sudah mengetahui, 11,42% menjawab belum mengetahui, 8,57 % menjawab baru mengetahui, dan 5,71% tidak menjawab. Mengenai pengetahuan mereka bahwa wanita yang istihadhah wajib shalat, puasa, dan boleh melakukan thawaf, i’tikaf di masjid serta melakukan segala ibadah lainnya, termasuk melakukan hubungan badan suami istri, maka 57,14% sudah mengetahui, 22,85% belum mengetahui, dan 20% menjawab baru mengetahui. Paparan data di atas menunjukan bahwa mereka sudah mengenal istilah-istilah yang populer dari teori-teori yang dibahas dalam berbagai kitab fiqih, hadis mengenai haid, nifas, dan istihadhah. Hanya istilah istihadhah yang sebagian kecil dari mereka belum mengenalnya, yaitu 14,27%. Menurut teori fiqih, darah haid yang lazim disebut darah bulanan adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita dalam keadaan sehat. Data di lapangan menunjukan bahwa 35 responden (100% ) sudah mengetahui tentang darah bulanan itu.Tidak ada perbedaan di antara mereka dalam hal ini, walaupun mereka dari berbagai latar belakang pendidikan yang berbeda dan stratifikasi sosial yang berbeda juga.Tentunya ini terjadi karena mereka mengalami haid setiap bulan. Data menunjukan bahwa pengetahuan mereka tentang ciri-ciri darah haid variatif sekali. Tidak ada satupun yang berlatar belakang pendidikan SMP menjawab belum
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
Pemahaman Ibu-Ibu tentang Thaharah | 53 mengetahui atau baru mengetahui. Menurut teori agama dan stratifikasi sosial dimungkinkan akan terjadi perbedaan dalam memahami dan menghayati agama, tetapi kenyataanya di lapangan bukan semata-mata karena latar belakang pendidikan dan stratifikasi sosial. Terbukti yang berlatar belakang pendidikan akademi statusnya ibu rumah tangga, S1 PNS/Guru, dan S2 PNS/Guru dalam hal ini belum mengetahui tentang ciri-ciri darah haid. Data menunjukkan bahwa semua responden sudah mengetahui batas minimal dan batas maksimal keluarnya darah haid. Dalam kaitannya dengan teori agama dan stratifikasi sosial, maka tidak ada perbedaan pemahaman ibu-ibu jama’ah muslimat Darussalam dalam hal ini. Selain itu, mayoritas responden sudah mengetahui teori fiqih tentang berakhirnya masa haid. Adapun yang menjawab belum mengetahui hanya satu responden dengan latar belakang pendidikan S1 dan status sosialnya sebagai PNS. Hubungannya dengan pemahaman dan penghayatan terhadap agama dalam hal ini teori fiqih tentang masa berakhirnya haid, maka tidak selalu menjadi jaminan dengan latar belakang pendidikan yang tinggi dan status sosial yang bagus akan lebih baik pemahaman dan penghayatannya terhadap agama. Paparan data menunjukan bahwa mayoritas responden mengetahui teori-teori fiqih tentang tata cara mandi jinabat karena haid. Adapun yang menjawab baru mengetahui dan tidak menjawab hanya 11,42% dengan latar belakang pendidikan S1 (PNS), akademi (IRT) yang tidak menjawab. Hubungannya dengan teori agama dan stratifikasi sosial, maka ketidaktahuan mereka tentang teori fiqih di atas bukan semata-mata dari latar belakang pendidikan dan stratifikasi sosial mereka, tetapi dikarenakan kurang membaca dan mempelajari ilmu-ilmu yang terkait dengan teori-teori fiqih, serta disebabkan kesibukannya dengan rutinitas keseharian. Teori fiqih menjelaskan bahwa darah nifas ialah darah yang keluar dari kemaluan wanita karena melahirkan, meskipun anak yang dilahirkan mengalami keguguran. Data menunjukan bahwa sebagian besar responden sudah mengetahui teori fiqih tentang pengertian darah nifas. Hanya satu responden yang menjawab belum mengetahui dengan latar belakang pendidikan S1 dan statusnya sebagai PNS. Masa minimal darah nifas tidak ada batasannya. Terkadang keluar pada saat melahirkan, lalu setelah itu langsung mampat.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
54 | Agus Romdlon Saputra Adapun masa maksimal nifas adalah empat puluh hari. Data menunjukkan bahwa 32 responden menjawab sudah mengetahui dengan latar belakang pendidikan yang variatif. Banyak responden dari latar pendidikan SMP dan SMA, tetapi pemahaman dan penghayatan terhadap agama lebih baik dibandingkan dengan responden yang latar belakang pendidikannya dari akademi atau S1. Teori fiqih mengatakan bahwa apabila masa nifas sudah mampat, maka wajib segera mandi jinabat. Data menunjukkan bahwa mayoritas responden sudah mengetahui tentang teori fiqih tersebut. Kaitannya dengan teori agama dan stratifikasi sosial, dalam pemahaman dan penghayatan terhadap agama di samping latar belakang pendidikan dan status sosial, ternyata ada fakta lain yang menjadikan para responden semakin bertambah wawasan keilmuan dan penghayatan terhadap agama, yaitu keaktifan mereka dalam mengikuti kajian-kajian yang yang diadakan di Masjid Darussalam. Data juga menjelaskan bahwa pemahaman mereka mengenai tata cara mandi jinabat karena nifas tidak jauh berbeda dengan pemahaman terhadap tata cara mandi jinabat karena haid. Mayoritas sudah mengetahui. Hanya satu responden menjawab baru mengetahui dengan latar belakang pendidikan akademi dan statusnya ibu rumah tangga. Korelasinya dengan dengan teori agama dan stratifikasi sosial, maka pemahaman mereka akan semakin baik dan bertambah wawasan keilmuannya apabila mereka mau aktif dalam pengajian, rajin membaca, dan mempelajari ilmu-ilmu agama. Istihadhah adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita karena adanya suatu penyakit di luar masa haid dan nifas. Salah satu cirinya adalah tidak berbau busuk (anyir). Data menunjukan bahwa pemahaman para responden tentang teori fiqih di atas sangat variatif. Tetapi istilah istihadhah tidak populer di kalangan mereka. Responden yang sudah mengetahui darah istihadhah ini bukan karena mengalaminya tetapi karena mereka banyak membaca dan mempelajari buku-buku fiqih dan aktif dalam berbagai acara kajian-kajian Islam. Data yang diperoleh mengenai perbedaan antara darah haid, nifas, dan istihadhah menunjukkan bahwa mayoritas responden sudah mengetahui. Paparan data juga membuktikan bahwa sebagian besar responden juga mengetahui tentang tujuh hal yang dilarang pada saat haid dan nifas. Pengetahuan mereka mendekati 100% tentang larangan
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
Pemahaman Ibu-Ibu tentang Thaharah | 55 menegakkan shalat secara mutlak bagi wanita yang sedang mengalami haid dan nifas. Hal ini sangat popular sekali di kalangan ibu-ibu, karena ibu-ibu mengalaminya. Hubungannya dengan teori agama dan stratifikasi sosial, maka tidak ada pengaruh yang berarti terhadap pemahaman dan penghayatan ibu-ibu tentang adanya larangan di atas. Wanita yang sedang haid dan nifas juga dilarang menjalankan ibadah puasa, meskipun hanya puasa sunnah. Berdasarkan paparan data di atas menunjukan bahwa pengetahuan mereka mendekati 100% tentang adanya larangan menjalankan ibadah puasa bagi wanita yang sedang mengalami haid dan nifas. Demikian pula, pemahaman mereka mengenai larangan menegakkan shalat secara mutlak karena kedua teori fiqih ini sangat populer. Tentang wanita yang haid dan nifas tidak diperbolehkan melakukan thawaf mengelilingi ka’bah, meskipun hanya thawaf sunnah, hanya sedikit responden yang menjawab belum mengetahui dan baru mengetahui. Tentang wanita yang haid dan nifas dilarang memasuki masjid dan berdiam di dalamnya, kecuali sekedar lewat dan ada kebutuhan yang mendesak (darurat), maka informasi mengenai larangan tersebut sudah tidak asing lagi dan bahkan ibu-ibu menjalaninya. Tentang wanita yang haid dan nifas menurut sebagian ulama dilarang membaca alQur’an dengan niatan membaca serta dilarang memegang dan membawanya, maka mayoritas responden mengetahui larangan tersebut, walaupun larangan ini terjadi perbedaan di antara fuqaha. Tentang wanita yang sedang haid dan nifas dilarang melakukan senggama, maka mayoritas responden juga mengetahuinya. Adapun mengenai kewajiban wanita untuk mandi jinabat setelah berhentinya darah haid dan nifas, maka mayoritas responden mengetahuinya. Demikian pula mengenai kewajiban-kewajiban lain setelah mandi jinabat. Tentang wanita yang istihadhah tidak wajib mandi untuk melaksanakan shalat maupun mandi pada waktu-waktu tertentu, kecuali hanya sekali saja, yaitu ketika suci dari haid, maka masih banyak responden yang belum mengetahui dan baru mengetahui sehingga istilah fiqih ini belum populer di kalangan mereka. Responden yang sudah mengetahuinya bukan karena mengalaminya, tetapi karena mau membaca dan mempelajari bukubuku fiqih dan aktif dalam berbagai kegiatan kajian Islam, juga bukan karena latar belakang pendidikan dan status sosial mereka semata.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
56 | Agus Romdlon Saputra Tentang keharusan wanita yang istihadhah berwudhu setiap kali hendak shalat, maka jumlah yang belum mengetahuinya sedikit sekali (hanya lima responden), yakni dua berlatar belakang pendidikan SMP dengan status sebagai ibu rumah tangga, satu berlatar belakang pendidikan SMA dengan status sebagai ibu rumah tangga, satu berlatar belakang pendidikan D3 dengan status wiraswasta, satu berlatar belakang pendidikan S1 dengan status sosial sebagai PNS/Guru, dan satu responden menjawab baru mengetahui dengan latar belakang pendidikan SMA dengan status ibu rumah tangga. Ketidakpahaman mereka tentang teori fiqih di atas bukan sematamata karena latar belakang pendidikan dan status sosial, tetapi penghayatan dan pemahaman mereka kurang dalam hal ini yang disebabkan oleh kesibukan dalam kesehariannya dan kurang mempelajari buku-buku fiqih (hukum Islam). Tentang keharusan wanita yang istihadhah untuk membasuh kemaluannya sebelum wudhu dan membalutnya dengan kain untuk menghilangkan atau menyedikitkan darah demi menjaga kebersihan, maka para responden kurang memahaminya dikarenakan kesibukan mereka dan kurang mempelajari teori-teori fiqih tersebut. Mengenai wanita yang istihadhah berstatus layaknya wanita yang suci sehingga ia wajib shalat, puasa, dan bisa melakukan thawaf, i’tikaf di masjid, dan melakukan senggama dengan suaminya, maka pemahaman para responden tentang teori fiqih ini sangat berimbang. Ini membuktikan bahwa sebagian sudah mengetahuinya dan sebagian lagi belum mengetahui atau baru mengetahuinya. Perbedaan pemahaman bukan semata-mata dikarenakan perbedaan latar belakang pendidikan dan status sosial mereka, tetapi disebabkan kesempatan mereka untuk membaca dan mempelajari buku-buku yang ada kaitannya dengan teori-teori fiqih tersebut. PENUTUP Berpijak dari data di atas, maka mayoritas responden sudah mengetahui pengertian haid, nifas, dan istihadhah. 85,71% responden telah mengetahui tentang darah haid, nifas dan istihadahah. 100% sudah mengetahui tentang darah haid sebagai darah bulanan bagi wanita dalam keadaan sehat. 77,14% telah mengetahui tentang warna darah haid dari mulai keluarnya sampai akan berakhirnya. 100% sudah mengetahui tentang batasan minimum dan maksimum
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
Pemahaman Ibu-Ibu tentang Thaharah | 57 masa haid. 97,14% sudah mengetahui tanda-tanda berakhirnya masa haid. 88,57% sudah mengetahui tata cara mandi jinabat karena haid. 97,14% sudah mengetahui tentang darah yang keluar karena melahirkan. 91,42% sudah mengetahui masa minimal darah nifas dan maksimalnya. 88,57% sudah mengetahui tentang kewajiban segera mandi apabila masa nifas sudah berakhir. 91,42% sudah mengetahui tata cara mandi jinabat karena nifas. 54,28% sudah mengetahui tentang istihadhah adalah darah yang keluar karena adanya suatu penyakit, di luar masa haid dan nifas. 60% sudah mengetahui perbedaan antara darah haid, darah nifas, dan darah istihadhah. Mengenai hal-hal yang dilarang pada saat haid dan nifas, maka mayoritas responden sudah mengetahuinya. 68,57% sudah mengetahui tentang tujuh hal yang dilarang pada saat haid dan nifas. 97,14% sudah mengetahui tentang larangan bagi wanita yang sedang haid dan nifas menegakkan shalat secara mutlak. 97,14% sudah mengetahui tentang larangan bagi wanita yang sedang haid dan nifas menjalankan puasa. 82,85% sudah mengetahui tentang larangan bagi wanita yang sedang haid dan nifas melakukan thawaf mengelilingi ka’bah. 91,42% sudah mengetahui tentang larangan membaca, memegang, dan membawa al-Qur’an. 97,14% sudah mengetahui tentang larangan melakukan senggama bagi wanita yang sedang haid dan nifas. Mengenai kewajiban setelah berhentinya darah haid dan nifas, maka mayoritas responden sudah mengetahuinya. 97,14 sudah mengetahui kewajiban melakukan mandi jinabat bagi wanita setelah berhentinya darah haid dan nifas. 97,14% sudah mengetahui tentang kembalinya kewajiban menjalankan shalat, puasa, dan terlepas dari larangan bagi wanita selama masa haid dan nifas. Mengenai hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita istihadhah, maka sebagian besar responden sudah mengetahuinya. 60% sudah mengetahui tentang tidak wajib mandi untuk melaksanakan shalat bagi wanita istihadhah, kecuali hanya sekali saja ketika suci dari haid. 82,85% sudah mengetahui tentang keharusan wudhu setiap hendak melakukan shalat bagi wanita yang istihadhah. 74,28% sudah mengetahui tentang keharusan membasuh kemaluan dan membalutnya dengan kain atau lainnya sebelum wudhu bagi wanita yang sedang istihadhah. 54,14% sudah mengetahui tentang status
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
58 | Agus Romdlon Saputra wanita istihadhah yang sama dengan wanita yang suci, yakni ia wajib shalat, puasa, dan bisa melakukan thawaf, i’tikaf di masjid serta melakukan ibadah lainnya, termasuk senggama dengan suami.
DAFTAR RUJUKAN Ayub, Syaikh Hasan. Fikih Ibadah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003. Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwaz. Fiqh Ibadah. Jakarta: Amzah, 2009. Bukhari. Shahih Bukhari. Beirut: Dar Al Fikr.1995. Darajat, Zakiyah. Ilmu Fiqih I, Yogyakarta: Dhana Bhakti Wakaf, 1995. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003. Muslim, Imam. Shahih Muslim. Beirut: Dar al-Fikr, 1995. Tualeka, Hamzah. Sosiologi Agama. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011. Zuhri, Saifuddin. Buku Pintar Haid Problematik Wanita. tk: Al Maya. 2010.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014