Dampak Program Bantuan PKL Terhadap Tingkat Motivasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Provinsi Sumatera Barat ========================================================= Oleh: Syamsir ABSTRACT The objectives of this study are 1) to describe the level of motivation Retailers/Peddlers in West Sumatera in running their bussiness as a Retailer/Peddler and 2) to identify the impact of Loan for Retailer program toward the retailers’ motivation in running their bussiness as a Retailer/Peddler. This study was conducted in three regions of cities in the area of West Sumatera province, namely Padangpanjang, Bukittinggi, and Payakumbuh. A qualitative method through field study was used in this study. Data were collected though structured and depth-interview, observation, questionnaire, and study of documentation. There are 434 Retailers/Peddlers covered in this study. Quantitative data from questionnaire were analyzed with frequency and percentage while qualitative data from informants and observation were analyzed through the model of interactive analysis. The finding of this study indicated that the loan for retailer program did not have so significant impact for increasing motivation of the retailers/peddlers in running their bussiness. Kata Kunci: Program Bantuan PKL, Pedagang Kaki Lima (PKL), Program Registrasi PKL, Motivasi I. PENDAHULUAN Era globalisasi dan krisis multi dimensi yang terjadi di Indonesia dalam dua dasawarsa ini telah banyak menimbulkan masalah dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Sulitnya mencari pekerjaan dan banyaknya karyawan yang diPHK merupakan kenyataan yang banyak dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Pemecahan masalah paling sederhana yang muncul dari pemikiran sekelompok masyarakat kecil untuk bertahan hidup adalah dengan cara menjajakan berbagai jenis barang dagangan, Dampak Program Pemberian Bantuan PKL….
makanan, atau minuman dalam skala kecil. Kelompok masyarakat inilah yang sekarang lebih sering dikenal dengan sebutan Pedagang Kaki Lima (PKL). Profesi atau pekerjaan sebagai pedagang kaki lima memang sangat dilematis. Di satu sisi menjadi pedagang kaki lima merupakan usaha untuk menggantungkan kebutuhan hidup sehari-hari. Namun di sisi lain sebagai aktifitas usaha yang menggunakan ruang publik, pedagang kaki lima seringkali harus berhadapan dengan peraturan daerah setempat yang pada umumnya melarang orang
89
berjualan di tempat-tempat yang seharusnya digunakan oleh masyarakat umum, seperti trotoar dan badan jalan. Sehingga penyitaan dalam operasi penertiban yang dilakukan oleh petugas merupakan sesuatu yang sangat ditakuti tapi tidak bisa dihindari oleh pedagang kaki lima. Sementara itu, upaya pemerintah kota dalam menata keberadaan PKL selama ini seringkali mengundang reaksi dari para PKL yang akan ditertibkan, bahkan jauh sebelum pelaksanaan penertiban dilakukan. Bagi para PKL, operasi penertiban, penggusuran, dan penggarukan sesungguhnya bukan merupakan hal yang sama sekali baru sehingga jangankan untuk menaati, malah mereka cenderung melakukan resistensi atau mencoba menyiasati situasi dan bahkan mereka tidak jarang “kucing-kucingan” dengan para petugas keamanan dan ketertiban (Trantib). Selama ini, setiap pemerintah Kabupaten/Kota telah mengembangkan infrastruktur perekonomian. Namun dalam pengembangan infrastruktur perekonomian tersebut, seringkali masalah PKL tidak terperhatikan. Padahal pengaturan pedagang, termasuk PKL, sebaiknya diatur dalam lingkup pemerintah daerah. Seperti praktek di beberapa kota besar di negara maju, saat ini jumlah PKL cukup besar dan memiliki potensi yang dapat menyediakan lapangan kerja dalam masyarakat. Oleh karena itu kebijakan pemerintah dalam mengatur dan menangani Pedagang Kaki Lima (PKL) hendaklah diposisikan sebagai
90
komponen yang mengayomi dan melindungi. Namun dalam kenyataannya Pedagang Kaki Lima (PKL) sering dipandang sebagai pembuat masalah (trouble maker) dan bukan sebagai bagian dari solusi untuk membantu Pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan mandiri ataupun sebagai safety belt bagi tenaga kerja yang memasuki pasar kerja. Mereka masih sering dituding sebagai kambing hitam dan penyebab terjadinya kesemrawutan lalu lintas atau penyebab pencemaran (kekotoran) lingkungan. Sebenarnya kalau direnungkan secara lebih mendalam, peranan PKL sungguh sangat penting dan amat membantu masyarakat konsumen karena mereka dapat berbelanja murah dan mudah didapatkan disamping mengurangi angka pengangguran yang semakin hari semakin meningkat di Indonesia. Oleh karena itu program pemberdayaan PKL merupakan salah satu langkah yang sangat tepat untuk dilakukan. Berdasarkan pertimbangan dan kondisi di atas Dinas Koperindag Provinsi Sumatera Barat telah meluncurkan Program Registrasi PKL di provinsi Sumatera Barat yang dimulai sejak tahun 2008, 2009, 2010, dan akan dilanjutkan pada tahun 2011. Tujuan program Registrasi PKL tersebut antara lain1: 1) Memberdayakan PKL melalui Koperasi sehingga PKL yang dibina memiliki kepastian berusaha; 2) Meningkatkan peran Koperasi dalam pengembangan serta pengelolaan sarana usaha PKL; 1
Dinas Koperasi dan PKM Sumatera Barat. 2009. Forum Koperasi. Edisi. Juli, 2009 . TINGKAP Vol. VII No. 1 Th. 2011
3) Memberikan contoh/model bagi Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota dalam pengembangan sarana usaha PKL melalui Koperasi; dan 4) Mengevaluasi tingkat perkembangan usaha (kemajuan usaha dapat diukur). Seiring dengan program Registrasi PKL ini pihak Koperindag Provinsi Sumatera Barat telah memberikan bantuan dalam bentuk pinjaman lunak kepada para PKL yang telah diregistrasi sebanyak Rp. 300.000,- per PKL melalui koperasi masing-masing daerah (Kota/Kabupaten) untuk program registrasi tahun 2008. Program registrasi dan pemberian bantuan untuk tahun 2008 ini meliputi para PKL di lima (5) kota/kabupaten, yaitu: Kota Payakumbuh, Kota Bukittinggi, Kota Padangpanjang, Kota Batusangkar, dan Kota Sawahlunto. Bantuan (pinjaman) ini diharapkan akan dapat memotivasi dan lebih memberdayakan para PKL dalam meningkatkan atau mengembangkan usahanya di masa yang akan datang. Namun, agar program pemberian bantuan PKL yang telah dilakukan oleh Dinas Koperindag Provinsi Sumatera Barat ini dapat mencapai sasaran yang diinginkan dan memotivasi para PKL maka perlu dilakukan evaluasi terhadap efektifitas dan kemanfaatan dari program yang telah diterapkan tersebut. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan untuk mengkaji lebih lanjut tentang bagaimana dampak program pemberian bantuan PKL terhadap tingkat motivasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini antara lain bertujuan untuk: 1) mengetahui gambaran tingkat motivasi para Pedagang Kaki Dampak Program Pemberian Bantuan PKL….
Lima (PKL) Sumatera Barat dalam menjalani pekerjaan mereka sebagai PKL dan 2) mengidentifikasi dampak pemberian bantuan PKL terhadap peningkatan motivasi para PKL dalam menjalani pekerjaan mereka sebagai PKL. II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN Pedagang Kaki Lima (PKL) dan Motivasi PKL Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah orang yang melakukan usaha dagang dan atau jasa, di tempat umum, baik menggunakan atau tidak menggunakan sesuatu, dalam melaksanakan kegiatan usaha dagang. Tempat usaha PKL adalah tempat umum, yaitu tepitepi jalan umum, trotoar, dan lapangan serta tempat lain di atas tanah yang bukan miliknya atau di atas tanah milik negara yang ditetapkan oleh pemerintah kota. Dengan kata lain PKL adalah perorangan yang melakukan penjualan barang-barang dengan menggunakan bagian jalan atau trotoar dan tempattempat untuk kepentingan umum serta tempat lain yang bukan miliknya. Sementara definisi lain menjelaskan bahwa Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah pedagang yang melakukan usaha perdagangan informal dengan menggunakan lahan terbuka atau tertutup, sebagian fasilitas umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sebagai tempat kegiatan usahanya baik dengan menggunakan peralatan bergerak atau peralatan bongkar pasang sesuai waktu yang telah ditentukan. PKL pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu 1) PKL yang mobile, yaitu PKL yang 91
berdagang secraa tidak menetap; 2) PKL yang tidak mobile yaitu PKL yang berdagang secraa menetap; dan 3) PKL static knock down, yaitu PKL yang menggelar barang dagangannya pada waktu dan tempat tertentu2. Pengalaman negara-negara berkembang di dunia menunjukkan bahwa pada umumnya Pedagang Kaki Lima (PKL) terdiri dari para migran3. Kecenderungan tersebut juga dapat dilihat pada PKL yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, implikasi dari kecenderungan tersebut adalah terjadinya hubungan kuat antara pedagang kaki lima dan migrasi. Dengan demikian, selagi terjadi kesenjangan sosial-ekonomi antara desa dan kota, maka selama itu pula akan terus terjadi arus migrasi desakota (urbanisasi) yang merupakan sumber muka-muka baru bagi PKL. Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah salah satu profesi atau pekerjaan informal yang terdapat hampir di setiap kota dan di setiap negara manapun. Menurut Bromley4, Pedagang Kaki Lima merupakan kelompok tenaga kerja yang cukup banyak jumlahnya di sektor informal. Jenis pekerjaan tersebut penting dan relatif luas dalam sektor informal Menurut pandangannya, pekerjaan Pedagang Kaki Lima merupakan 2
Amidi, 2003 dalam Mulyanto. 2007. “Penga-ruh Motivasi dan Kemampuan Manajerial terhadap Kinerja Usaha Pedagang Kaki Lima Menetap (Suatu Survai pada Pusat Perdagangan dan Wisata di Kota Surakarta)” dalam Jurnal BENEFIT, Vol. 11, No. 1, Juni 2007. 3 Manning dan Effendi, Tadjudin Noer.1992: Perilaku Mobilitas dan Struktur Sosial Ekonomi Rumah Tangga: Kasus Dua Desa di Jawa Barat, Yogyakarta: PPK UGM. 4 Bromley dalam Mulyanto. 2007. Opcit.
92
jawaban terakhir yang berhadapan dengan proses urbanisasi yang berangkai dengan migrasi desa ke kota yang besar, pertumbuhan penduduk yang pesat, pertumbuhan kesempatan kerja yang lambat di sektor industri dan penyerapan teknologi yang padat moral, serta keberadaan tenaga kerja yang berlebihan. Pedagang kaki lima pada umumnya adalah self-employed, artinya mayoritas PKL terdiri dari satu tenaga kerja. Modal yang dimiliki relatif kecil, dan terbagi atas modal tetap, berupa peralatan, dan modal kerja. Dana tersebut jarang sekali dipenuhi dari lembaga keuangan resmi. Menurut Mulyanto5 PKL termasuk usaha kecil yang berorientasi pada laba (profit) layaknya sebuah kewirausahaan (entrepreneurship). PKL mempunyai cara tersendiri dalam mengelola usahanya agar mendapatkan keuntungan. PKL menjadi manajer tunggal yang menangani usahanya mulai dari perencanaan usaha, menggerakkan usaha sekaligus mengontrol atau mengendalikan usahanya. Padahal fungsi-fungsi manajemen tersebut jarang atau tidak pernah mereka dapati dari pendidikan formal. Manajemen usahanya berdasarkan pada pengalaman dan alur pikir mereka yang otomatis terbentuk sendiri berdasarkan arahan ilmu manajemen pengelolaan usaha. Hal inilah yang disebut learning by experience (belajar dari pengalaman). Motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya, sehingga terdapat perbedaan dalam kekuatan 5
Mulyanto. 2007. TINGKAP Vol. VII No. 1 Th. 2011
motivasi yang ditunjukkan oleh seseorang dalam menghadapi situasi tertentu dibandingkan dengan orang lain yang menghadapi situasi yang sama6. Para ahli manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi memberikan definisi atau konsep mengenai motivasi dengan ungkapan berbeda-beda, namun makna yang terkandung sama, yaitu bahwa motivasi adalah keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dorongan, dan insentif. Dalam kaitannya dengan PKL, setidaknya ada tiga hal yang menjadi faktor pendorong kenapa orang termotivasi menjadi Pedagang Kaki Lima (PKL). Pertama, mencari terobosan dalam menghadapi jalan buntu untuk mencari kesempatan kerja. Kedua, sektor pedagang kaki lima memang memberikan daya tarik tersendiri, Ketiga, merupakan gabungan dari keda pertimbangan di atas. Pengalaman di Afrika, misalnya, memberkan petunjuk akan hal ini. Di Afrika pengusaha sektor-sektor informal banyak diminati oleh para pendatang baru di kota, karena sektor informal memberikan kesempatan yang berarti kepada kaum migran untuk berwiraswasta7 Kecenderungan tersebut juga tampak pada PKL di Indonesia. Hasil penelitian Ali Djoefri Chozin Soen’an8 di Yogyakarta mencatat
6
7
8
bahwa motivasi seseorang untuk menjadi PKL adalah karena kesulitan mendapat lapangan kerja yang sesuai dengan kemampuan/skill yang dimiliki (77,9%) dan karena memberikan pendapatan yang relatif cukup bagi kehidupan keluarga (74,29%). Disamping itu, hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan Pedagang Kaki Lima di Manahan Surakarta mengungkapkan bahwa ada pengaruh antara modal usaha, jam kerja, lama usaha dan sikap usaha atau kewirausahaan terhadap pendapatan PKL dan faktor modal usaha merupakan faktor yang dominan mempengaruhi pendapatan. Sementara hasil penelitian tentang pengaruh modal usaha dan perilaku kewirausahaan terhadap laba usaha Pedagang Kaki Lima makanan dan minuman di pasar Gemolong Kabupaten Sragen juga mengungkapkan bahwa modal usaha dan perilaku kewirausahaan berpengaruh positif terhadap laba usaha pedagang kecil makanan dan minuman di Pasar Gemolong Sragen. Secara keseluruhan variabel modal usaha dan perilaku kewirausahaan memberikan sumbangan sebesar 9 42,4% terhadap laba usaha . Hasil penelitian Diah Ayu Ardiyanti10 mengenai kehidupan Lima dalam Pemasaran”. Penelitian: UGM Yogyakarta. 9
Wardoyo. 2008. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Kaki Lima di Manahan Surakarta” http://www. osun.org/usaha+kaki+lima-doc.html diakses tanggal 12 November 2009).
10
Diah Ayu Ardiyanti. 2006. ”Kehidupan Pedagang Kaki Lima dalam Meraih Keberhasilan Mempertahankan Ekonomi Keluarga (Studi Kasus Pedagang Kaki
Siagian, P. Sondang. 1997. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sethuraman, S.V. 1981. The Urban Informal Sector in Developing Countries, Poverty, and Environment. Chapter 14, Geneva: ILO. Ali Djoefri Chozin Soen’an. 1992. ”Perilaku Sektor Informal Pedagang kaki
Dampak Program Pemberian Bantuan PKL….
Laporan
93
pedagang kaki lima dalam meraih keberhasilan mempertahankan ekonomi keluarga (studi kasus pedagang kaki lima di Sekitar GOR Manahan Surakarta tahun 2005-2006) juga mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha pedagang kaki lima di sekitar GOR Manahan Kota Surakarta tahun 2006 antara lain terdiri dari faktor eksternal meliputi: (1) Modal usaha ini digunakan untuk mengembangkan usaha; (2) Persaingan memberikan motivasi untuk mencapai keberhasilan; (3) Lokasi usaha yang strategis mampu meningkatkan jumlah pendapatan; (4) Peraturan Pemerintah memberikan kesempatan kepada pedagang untuk menjalankan dan mengembangkan usaha. Selanjutnya, motivasi kerja yang tinggi serta kemampuan manajerial yang baik diharapkan dapat meningkatkan kinerja usaha PKL, dimana dengan semakin meningkatnya kinerja usaha dan kesejahteraan PKL diharapkan akan dapat memotivasi masyarakat lain untuk mencontoh atau merencanakan usaha sesuai kemampuan yang mereka miliki, sehingga hal itu akan dapat meningkatkan peluang kerja di sektor informal yang pada gilirannya dapat menanggulangi tingkat pengangguran. Langkah pembinaan PKL sebagaimana diatur dalam berbagai Peraturan Daerah maupun Keputusan Walikota diharapkan akan dapat memotivasi PKL dalam menjalankan profesinya dengan baik, sehingga selanjutnya hal itu akan dapat mengurangi tingkat Lima di Sekitar GOR Manahan Surakarta tahun 2005-2006)” Laporan Penelitian.
94
pengangguran. Karena saat ini PKL sebagai sektor usaha informal merupakan usaha kerakyatan yang terbukti mampu bertahan terhadap krisis ekonomi sebagai katup-katup pengaman ekonomi. Eksistensi Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam Pembangunan Ekonomi Global Persaingan bisnis di era globalisasi saat ini semakin terasa dan mengkhawatirkan, terutama di kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Artinya, pertarungan yang tak seimbang seringkali terjadi antara kalangan UMKM berhadapan dengan pemodal besar. Salah satu indikatomya adalah hadirnya sejumlah hypermarket atau supermarket di tengah-tengah pasar-pasar tradisional yang dihuni oleh para pemodal kecil dan menengah. Kehadiran para pemodal besar dengan supermarketnya seakan tidak dapat dibendung. Sementara selera pasar sebagian masyarakat Indonesia sudah mulai terjebak dan cenderung terpengaruh oleh gaya, pola, gengsi belanja ala swalayan yang ditawarkan oleh supermarket. Kondisi ini pada suatu saat jelas akan membuat produk usaha rakyat menjadi semakin terpinggirkan dan kesempatan berusaha para pedagang kecil dan menengah, terutama PKL, akan semakin terbatas. Sebagai salah satu negara yang berada dalam lingkup era globalisasi, Indonesia sulit untuk mengelakkan diri dari pengaruh dan arus globalisasi itu. Oleh karena itu, hal yang perlu dilakukan adalah bagaimana menyikapi serangan globalisasi itu dengan arif dan bijak. Salah satu TINGKAP Vol. VII No. 1 Th. 2011
kebijakan yang penting untuk diterapkan adalah membangkitkan kembali semangat kebersamaan yang disertai dengan sikap mencintai produk lokal dan dilandasi dengan semangat nasionalisme yang tinggi, serta memberdayakan para pengusaha kecil dan menengah yang secara nyata memiliki potensi 11 entrepreneurship .. Dalam era globalisasi bisa saja perusahaan raksasa dunia akan mendominasi semua kegiatan bisnis, termasuk usaha kecil dan menengah. Meskipun keberadaan mereka penting namun bila koperasi dan usaha kecil menengah tidak diberikan ruang gerak dan dibina secara serius maka upaya kita untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mengurangi kemiskinan dan pengangguran akan tetap sulit. Solusinya antara lain adalah bahwa ke depan koperasi dan usaha kecil dan rnenengah mesti dikembangkan di seluruh tanah air agar lebih banyak masyarakat Indonesia yang bisa berusaha. Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan bagian dari tulang punggung pengembangan ekonomi di Indonesia. PKL sangat membantu menghidupkan perekonomian domestik di daerah. Namun seringkali keberadaan PKL dianggap sebagai pembawa atau pembuat masalah seperti mengganggu ketertiban, keamanan, dan kebersihan (K3). Namun walaupun pedagang kak lima sering dianggap mengganggu K3 ataupun lalu-lintas, akan tetapi di sisi lain usaha ini sebenarnya dapat memberikan keuntungan ekonomis
keluarga pedagang bahkan juga para karyawannya. Artinya profesi PKL sebenarnya juga ikut menunjang program pembangunan, terutama dalam penanggulangan pengangguan, karena profesi ini memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi "pengusaha" ekonomi lemah ini. Pengusaha jenis ini memang sering dihadapkan pada persoalan yang cukup sulit antara melanggar ketertiban dan mencari nafkah (makan). Dengan kata lain tidak makan sama sekali atau makan tetapi melanggar peraturan, sehingga urusan melanggar atau setidaknya dapat dianggap melanggar peraturan menjadi nomor dua. Profesi PKL di Indonesia memang sering menjadi masalah. Halomoan Tamba dan Saudin Sijabat12 mengungkapkan bahwa PKL yang dikelompokkan dalam sektor informal sering dijadikan sebagai kambing hitam dari penyebab kesemrawutan lalu lintas maupun tidak bersihnya lingkungan. Meskipun demikian PKL ini sangat membantu kepentingan masyarakat dalam menyediakan lapangan pekerjaan dengan penyerapan tenaga kerja secara mandiri atau menjadi safety belt bagi tenaga kerja yang memasuki pasar kerja, selain untuk menyediakan kebutuhan masyarakat golongan menengah ke bawah. Pada umumnya sektor informal sering dianggap lebih mampu bertahan hidup survive dibandingkan sektor usaha yang lain.
12
11
Dinas Koperasi dan PKM Sumatera Barat. 2009. Op cit.
Dampak Program Pemberian Bantuan PKL….
Halomoan Tamba dan Saudin Sijabat. 2006. ”Pedagang Kaki Lima: Entrepreneur Yang Terabaikan” dalam Infokop Nomor 29 Tahun XXII, 2006
95
Hal tersebut dapat terjadi karena sektor informal relatif lebih independent atau tidak tergantung pada pihak lain, khususnya menyangkut permodalan dan lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan usahanya. Bukti-bukti tersebut menggambarkan bahwa pekerjaan sebagai PKL merupakan salah satu pekerjaan yang relatif tidak terpengaruh krisis ekonomi karena dampak krisis ekonomi tidak secara nyata dirasakan oleh pedagang kaki lima. Dalam hal ini PKL mampu bertahan hidup dalam berbagai kondisi, sekalipun kondisi krisis ekonomi. Eksistensi sektor informal seperti PKL memiliki peran penting sebagai penyangga distorsi sistem ekonomi. Namun disaat yang sama, ekonomi informal juga merupakan masalah, sehingga perlu direspon dengan politik ekonomi dan kebijakan yang tepat. Salah satu pendekatan yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM adalah melalui Program Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima dengan fasilitasi Bantuan Perkuatan Sarana Usaha sebagai stimulator dan katalisator bagi Pemerintah Kabupaten/Kota. Program ini sudah berjalan dua tahun anggaran. Dalam program tersebut, Kementerian Negara Koperasi dan UKM bersinergi dengan Pemerintah Propinsi atau Kabupaten/Kota untuk memberdayakan PKL melalui Koperasi. Dengan pola ini diharapkan PKL dapat menjadi suatu solusi dalam memecahkan penumbuhan usaha baru sekaligus akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja.
96
Masalah yang muncul berkenaan dengan PKL ini lebih banyak disebabkan oleh kurangnya ruang untuk mewadahi kegiatan PKL di perkotaan. Konsep perencanaan tata ruang perkotaan yang tidak didasari oleh pemahaman informalitas perkotaan sebagai bagian yang menyatu dengan sistem perkotaan akan cenderung mengabaikan tuntutan ruang untuk sektor informal termasuk PKL. Kegiatan-kegiatan perkotaan didominasi oleh sektor-sektor formal yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Alokasi ruang untuk sektorsektor informal, termasuk PKL, adalah ruang marjinal. Sektor informal terpinggirkan dalam rencana tata ruang kota yang tidak didasari pemahaman informalitas perkotaan. Selanjutnya, PKL sering dipandang sebagai sektor informal yang berada di luar kerangka hukum dan pengaturan. Infokop Nomor 29 Tahun XXII, 2006. Akibatnya penataan berupa kepastian usaha dan tempat menjadi terabaikan. Apabila kita dapat menerima alur pikir dan fakta yang disajikan di atas bahwa PKL merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perekonomian nasional khususnya dalam penyerapan tenaga kerja maka PKL sangat berhak memperoleh kenyamanan berusaha berupa penciptaan iklim berusaha yang kondusif dari pemerintah. Dalam konteks ini, Kementerian Koperasi dan UKM menawarkan kerjasama dengan pemerintah kota/kabupaten/propinsi program penataan & pemberdayaan PKL yang dilakukan melalui pendekatan kelembagaan Koperasi. Jadi kelompok PKL yang tadinya berhimpun dalam bentuk paguyupan, kelompok, TINGKAP Vol. VII No. 1 Th. 2011
atau sentra diarahkan menjadi lembaga yang berorientasi peningkatan kesejahteraan ekonomi13 Program Registrasi PKL dan Pemberian Bantuan/Pinjaman terhadap PKL Sejak tahun 2008 lalu Dinas Koperindag Provinsi Sumatera Barat telah melaksanakan Program Registrasi Pedagang Kaki Lima (PKL) yang diiringi dengan pemberian bantuan bagi para PKL. Program yang dilancarkan oleh Dinas Koperindag Provinsi Sumbar ini diawali dengan meregistrasi 1.000 PKL di lima kota di Sumatera Barat yaitu kota Payakumbuh, Bukittinggi, Padang Panjang, Batusangkar dan kota Sawahlunto14. Memasuki tahun kedua (2009), Dinas Koperindag Sumatera Barat kembali meregistrasi 4.000 PKL yang tersebar di 16 kabupaten/kota di Sumatra Barat. Setiap PKL diberikan perkuatan modal usaha berupa pinjaman lunak dengan bunga maksimal enam persen (6%) setahun. Melalui program bantuan ini setiap PKL diberikan bantuan perkuatan modal sebesar Rp. 300.000 per orang. Terobosan Dinas Koperindag Sumbar ini. ternyata tak hanya disambut antusias oleh para PKL, tetapi juga dikagumi oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dan Menekop UKM Suryadharma Ali. Ketika melaunching registrasi 4.000 PKL di halaman kantor gubernur Sumatera Barat pada tanggal 28 Mei 13
Halomoan Tamba dan Saudin Sijabat. 2006. Opcit. 14 Dinas Koperasi dan PKM Sumatera Barat. 2009. Op cit. Dampak Program Pemberian Bantuan PKL….
2009 lalu, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menegaskan bahwa PKL jangan dianggap sebagai pembuat masalah. Tetapi malah PKL justru harus dilegalkan, diberikan tempat berusaha yang jelas, aman dan nyaman, serta dipermudah akses permodalan mereka sehingga mereka mempunyai kepastian berusaha15. Program Registrasi PKL dipandang sangat tepat dalam rangka membangkitkan semangat dan motivasi para PKL dalam menjalankan usahanya. Dengan program ini mereka diharapkan mampu berkembang dan berdaya. Apalagi di tengah krisis ekonomi saat ini tidak sedikit pekerja korban PHK di sektor formal yang turun langsung untuk menjadi PKL demi menyambung hidup bagi keluarga mereka. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah provinsi Sumatra Barat melalui Dinas Koperindag ini sangat penting peranannya untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan. Selain itu, melalui program registrasi PKL ini Pemerintah Daerah akan memiliki database yang lengkap tentang para PKL sehingga memudahkan Pemerintah Daerah mengarahkan bantuan serta memantau perkembangan mereka. Bahkan tidak hanya Pemerintah Daerah, instansi dan perusahaan lain, misalnya perbankan yang ada di daerah, hendaknya juga memiliki database tentang PKL, sehingga pihak perbankan akan mudah untuk menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) atau pinjaman,.komersial lainnya kepada para PKL. Bantuan kredit lunak yang diberikan kepada para PKL 15
Ibid
97
dimaksudkan sebagai stimulus atau jangan sampai mematikan kreativitas pendorong dengan harapan agar para yang merupakan ciri mereka. 3) Perlu PKL penerima bantuan dapat diperhatikan penyediaan tempatberkembang dengan sukses, cepat tempat tertentu dan jam-jam tertentu naik kelas dikemudian hari, terbebas bagi para PKL dengan penyediaan dari lilitan rentenir, sekaligus mampu penerangan dan sarana kebersihan membesarkan koperasi penyalur. yang memadai. Disamping itu, program registrasi dan bantuan bagi para PKL menurut III. METODE PENELITIAN rencananya juga akan diiringi dengan Penelitian ini menggunakan pendeprogram pelatihan terhadap PKL. katan kualitatif dan menggunakan Hal ini dimaksudkan agar dana metode field research (penelitian perkuatan modal yang diberikan akan lapangan). Karena penelitian ini berlebih berdaya guna dan pada tujuan antara lain untuk menggilirannya akan mampu mempercepat identifikasi dan memetakan gambaran PKL untuk naik kelas. Oleh karena tingkat motivasi para PKL dan itu, peranan Pemerintah Kabupaten/ dampak pemberian bantuan PKL Kota diharapkan mampu untuk terhadap tingkat motivasi para PKL, melakukan pembinaan yang berkemaka penelitian ini cenderung lanjutan, baik melalui pelatihanbersifat deskriptif eksploratif. Selain pelatihan maupun dalam hal itu, karena tingkat motivasi yang pembinaan lokasi tempat PKL dimiliki oleh para PKL sangat luas menjalankan usahanya Program cakupannya maka dengan berbagai pembinaan berkelanjutan dalam pertimbangan dan keterbatasan, scope maksudnya adalah bahwa Pemerintah penelitian ini dibatasi pada pemetaan Kabupaten/Kota hendaknya menyiaptingkat motivasi para PKL dalam kan program pembinaan dalam kaitannya dengan program pemberian jangka waktu tertentu agar tidak bantuan PKL di tiga kota di Sumatera terputus di tengah jalan, mengingat Barat, yaitu Kota Payakumbuh, akan adanya pergantian Bupati/ Bukittinggi, dan Padang Panjang. Walikota beberapa tahun ke Sesuai dengan karakteristik depannya. penelitian field research, maka teknik Program pengembangan sektor pengumpulan data yang digunakan informal PKL menurut Ananta dan dalam penelitian ini adalah 1) Supriyatno16 membutuhkan tiga hal wawancara mendalam (in depth yang harus diperhatikan dalam interview) dan terstruktur dan 2) Studi menertibkannya, yaitu: 1) Usaha di Dokumentasi. Informan dalam sektor ini harus dilindungi dari penelitian ini meliputi: 1) Kepala hambatan yang tidak perlu seperti Dinas Koperindag Provinsi Sumatera pungutan liar, pemerasan, dan lain Barat; 2) Kepala Bagian dan para staf sebagainya. 2) Pembinaan hendaknya pada Bagian Pembinaan Modal Usaha Kecil Menengah (PMUKM) pada 16 Dinas Koperindag Provinsi Sumatera Ananta dan Supriyanto. 1985. ”Penelitian Barat; 3) Para pengurus koperasi yang tentang Sektor Informal” Dalam Jurnal Ekonomi UGM. Yogyakarta.
98
TINGKAP Vol. VII No. 1 Th. 2011
mengelola program registrasi dan data yang didapat dari informan pemberian bantuan PKL di 3 kota (emik) dan responden, serta yang menjadi sasaran program; dan interpretasi peneliti (etic) terhadap beberapa orang perwakilan PKL di 3 data lapangan tersebut. Sedangkan kota yang menjadi sasaran program. data yang bersifat kuantitatif atau Sementara yang menjadi responden angka-angka diolah dengan mengdalam penelitian ini adalah para PKL gunakan rumus statistik sederhana yang menjadi peserta program dalam bentuk frekuensi dan perregistrasi dan bantuan PKL di tiga sentase. kota dari tiga kota yang menjadi sasaran program pemberian bantuan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PKL. Penelitian ini menetapkan tiga Deskripsi PKL Sumbar Teregistrasi dari lima daerah kabupaten/ kota Tahun 2008 sasaran program registrasi PKL 2008 Sebagaimana telah dikemukakan sebagai lokasi (objek) dalam penelitian dalam bab tiga tentang Metode ini. Populasi penelitian ini adalah Penelitian pada bagian Lokasi, seluruh PKL yang mengikuti program Populasi dan Sampel Penelitian registrasi dan pemberian bantuan PKL bahwa penelitian ini dilakukan pada tahun 2008 di ketiga kota tersebut di tiga (3) daerah kota yang menjadi atas. Pemilihan informan dilakukan sasaran program registrasi PKL 2008. secara purpossive dan penetapan Populasi penelitian ini adalah seluruh sampel responden dilakukan secara PKL yang mengikuti program sensus. Artinya seluruh anggota registrasi PKL 2008. Pemilihan populasi dijadikan sebagai sampel atau sampel responden dilakukan secara responden penelitian. Analisis penesensus. Sedangkan pemilihan inforlitian ini dilaksanakan melalui tiga man dilakukan secara purpossive. tahap dengan menggunakan analisis Namun karena berbagai keterbatasan model interaktif seperti yang maka sampel responden yang berhasil dikemukakan Miles dan Huberman, didata dan dijadikan responden dalam yaitu: reduksi data, penyajian data, penelitian hanya sejumlah 434 orang. dan penarikan kesimpulan Analisis Responden atau PKL yang dinyatakan data dilakukan berdasarkan panaktif (terdata) dan dianalisis dalam dangan-pandangan informan (emik) penelitian ini hanya sejumlah 434 yang sudah divalidasi dengan orang. Gambaran keaktifan PKL yang menggunakan metode triangulasi, telah teregistrasi tersebut dapat dilihat terutama terhadap data yang bersifat pada tabel 2 berikut: kualitatif. Kesimpulan dari analisis yang dilakukan terkait pada gabungan
Dampak Program Pemberian Bantuan PKL….
99
Tabel 1. PKL Teregistrasi Sumbar tahun 2008 yang Terdata
No.
Kota
Teregistrasi
1 Bukittinggi 2 Payakumbuh 3 Padang Panjang Jumlah
202 191 200 593
Berdasarkan tabel 1 di atas terlihat bahwa para PKL atau responden yang berhasil diidentifikasi (aktif) pada daerah sasaran program adalah: Kota Bukittinggi 90,10%, Kota Payakumbuh 88,48%, dan Kota Padang Panjang 41,50%. Sehingga secara keseluruhan total responden atau PKL yang berhasil diidentifikasi adalah sebanyak 73,19 % atau 434 orang. Sedangkan responden yang tidak bisa diidentifikasi (tidak terdata) ada sebanyak 26,81 % atau 159 orang, dengan rincian masing-masing: Kota Bukittinggi 9,90%, Kota Payakumbuh 11,52%, dan Kota Padang Panjang 58,50%. Bantuan Modal bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) Tahun 2008 Berdasarkan kebijakan Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Koperindag) Provinsi Sumatera Barat maka setiap Pedagang Kaki Lima (PKL) diberikan bantuan modal sebesar Rp. 300.000 per orang. Program bantuan modal bagi PKL ini dimaksudkan sebagai cara atau alat untuk memotivasi para PKL agar lebih termotivasi dalam menjalankan profesinya sebagai PKL. Melalui program Registrasi dan Bantuan Modal PKL tahun 2008 ini pihak Koperindag Provinsi Sumatera 100
Terdata f 182 169 83 434
% 90,10 88,48 41,50 73,19
Tidak Terdata f 20 22 117 159
% 9,90 11,52 58,50 26,81
Barat telah memberikan bantuan dalam bentuk pinjaman lunak kepada para PKL yang telah diregistrasi sebanyak Rp. 300.000,- per PKL melalui koperasi masing-masing daerah (Kota/Kabupaten) untuk program registrasi tahun 2008. Program registrasi dan pemberian bantuan untuk tahun 2008 ini meliputi para PKL di lima (5) kota/kabupaten, yaitu: Kota Payakumbuh, Kota Bukittinggi, Kota Padangpanjang, Kota Batusangkar, dan Kota Sawahlunto. Bantuan (pinjaman) ini diharapkan akan dapat memotivasi dan lebih memberdayakan para PKL dalam meningkatkan atau mengembangkan usahanya di masa yang akan datang. Namun, agar program pemberian bantuan PKL yang telah dilakukan oleh Dinas Koperindag Provinsi Sumatera Barat ini dapat mencapai sasaran yang diinginkan dan memotivasi para PKL maka telah dilakukan evaluasi terhadap efektifitas dan kemanfaatan dari program yang telah diterapkan tersebut. Salah satu bentuk tolok ukur yang digunakan dalam melihat efektifitas dan kemanfaatan bantuan tersebut adalah dengan cara melihat pergerakan (perkembangan) modal PKL yang menerima bantuan tersebut setelah mereka menerima bantuan. TINGKAP Vol. VII No. 1 Th. 2011
lankannya selama setahun (2008 – 2009) dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.
Untuk melihat pergerakan (perkembangan) modal PKL setelah menerima bantuan dan menja-
Tabel 2. Deskripsi Pergerakan Modal PKL di Kota Payakumbuh, Bukittinggi, dan Padangpanjang Tahun dari Tahun 2008 – 2009 (dalam rupiah) Kota Jumlah Modal (rupiah) < 100 ribu 101 ribu – 500 ribu 501 ribu – 1 juta > 1 juta – 3 juta > 3 juta – 5 juta > 5 juta – 10 juta > 10 juta
Jumlah
Payakumbuh 2008
f
%
4 2,37 10 5,92 14 8,28 30 17,75 20 11,83 32 18,94 59 34,91 169 100.00
Bukittinggi
2009
2008
f
%
f
0 0 2 12 36 49 70 169
0 0 1,18 7,10 21,30 28,99 41,42 100.00
0 2 5 13 21 41 100 182
Padangpanjang
2009
%
f
%
0 0 0 1,10 0 0 2,75 0 0 7,69 0 0 11,54 9 4,94 22,53 37 20,33 54,95 36 74,73 100.00 182 100.00
2008
f
%
2009
f
%
1 1,21 0 0 21 25,30 65 78,31 6 7,23 12 14,46 39 46,99 6 7,23 10 12,05 0 0 2 2,41 0 0 4 4,82 0 0 83 100.00 83 100.00
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer
Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dipahami bahwa ternyata pergerakan modal para pedagang kaki lima di dua kota, yaitu Kota Payakumbuh dan Kota Bukittinggi cenderung menaik atau bertambah setelah mendapatkan bantuan modal. Sementara pergerakan modal pedagang kaki lima di Kota Padang Panjang cenderung menurun
atau berkurang setelah mendapat bantuan modal. Selanjutnya bila dilihat persentase pergerakan modal para pedagang kaki lima di masing-masing daerah sasaran penelitian ini maka didapatkan gambaran rekapitulasi seperti tertera pada tabel 3 berikut ini
Tabel 3. Keadaan Persentase Pergerakan Modal PKL Sumbar 2008
No 1 2 3 4 6
Kota/Kabupaten Pergerakan Modal dalam % Di atas 21% 0 sampai 20 % 0% sama dan kurang dari -1 % Jumlah
PYK
BKT
86 6 47 30 169
77 10 59 36 182
PP 12 0 3 68 83
f
Jumlah %
175 16 109 134 434
40,32 3,69 25,12 30,87 100,00
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer
Secara umum dapat dikatakan bahwa pergerakan modal PKL yang teregistrasi pada tahun 2008 di
Dampak Program Pemberian Bantuan PKL….
Provinsi Sumatera Barat cukup baik, meskipun tidak bisa dikatakan sangat baik. Sebagaimana terlihat pada tabel
101
3 di atas, pergerakan modal PKL yang berkisar di atas 20% cukup besar, atau setidak-tidaknya lebih besar dari pada frekuensi pergerakan modal lainnya, yaitu sekitar 40,32% atau 175 orang. Sementara itu pergerakan modal menurun yang kurang dari atau sama dengan -1%, ataupun yang tidak mengalami pergerakan modal juga masih sangat besar. Hal itu terlihat dari tabel 17 yang mengungkapkan bahwa 25,12% PKL atau 109 orang PKL di 3 Kota Sumatera Barat yang menjadi sasaran program registrasi PKL tidak mengalami pergerakan modal sama sekali. Sementara 30,87% atau 134 orang di antaranya
malah mengalami pergerakan modal menurun sampai di -1%. Gambaran Tingkat Motivasi PKL Penerima Bantuan Modal PKL tahun 2008 Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa program bantuan modal bagi PKL ini dimaksudkan sebagai cara atau alat untuk memotivasi para PKL agar lebih termotivasi dalam menjalankan profesinya sebagai PKL. Namun, sejauhmana bantuan modal tersebut telah berhasil membangkitkan motivasi mereka dalam menjalankan profesi mereka dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini:
Tabel 4. Deskripsi Tingkat Motivasi PKL Penerima Bantuan Modal PKL tahun 2008 di Kota Payakumbuh, Kota Bukittinggi, dan Kota Padangpanjang Kota Payakumbuh
Bukittinggi
Padangpanjang Keterangan
Tk. Motivasi Sangat Tinggi (5) Tinggi (4) Sedang (3) Rendah (2) Sangat Rendah (1) Jumlah
f
%
0 0 0 0 29 17,16 82 48,52 58 34,32 169 100.00
f
Tabel 4 di atas menggambarkan bahwa tingkat motivasi PKL yang teregistrasi dan mendapatkan bantuan modal pada tahun 2008 di tiga kota yang menjadi sasaran penelitian ini lebih banyak berada pada kategori “sangat rendah”, “rendah”, dan “sedang”. Tidak seorang pun dari mereka yang mengungkapkan bahwa motivasi mereka berada pada kategori “sangat tinggi”.
102
f
0 0 52 28,57 118 64,84 12 6,59 0 0 182 100.00
%
0 0 12 14,46 38 45,78 25 30,12 8 9,64 83 100,00
Dianalisis dari data mentah
Hal ini terlihat dari data tabel 4 yang mengindikasikan bahwa sebagian besar PKL mengungkapkan bahwa tingkat motivasi mereka untuk berdagang sebagai PKL setelah menerima bantuan adalah “rendah” (48,52%) dan “sangat rendah” (34,32%) untuk PKL Kota Payakumbuh. Sementara untuk PKL Kota Bukittinggi, 64,84% dari mereka mengungkapkan bahwa motivasi mereka untuk berdagang setelah TINGKAP Vol. VII No. 1 Th. 2011
mendapatkan bantuan modal berada berkisar pada angka atau jumlah yang pada kategori “sedang” dan hanya beragam, mulai dari 500 ribu rupiah 28,57% dari mereka yang sampai 10 juta rupiah, sesuai dengan mengatakan bahwa motivasi mereka kebutuhan dan jenis usaha yang “tinggi” setelah mendapat bantuan. mereka jalani. Bila diambil patokan Sedangkan untuk PKL di Kota secara umum tentang harapan bantuan Padangpanjang, 45,78% dari mereka yang mereka inginkan, terdapat mengungkapkan bahwa motivasi kalkulasi bahwa rata-rata harapan mereka berada pada kategori bantuan yang mereka inginkan adalah “sedang” dan 30,12% dari mereka sekitar 2 juta rupiah. mengatakan bahwa motivasi mereka Berdasarkan hasil penelitian ini “rendah” untuk berdagang setelah tergambar bahwa sebagian besar mendapat bantuan modal. (sekitar 29%) dari PKL mengDeskripsi data diatas antara lain inginkan agar mereka dibantu minimal juga berarti bahwa kontribusi 1 juta rupiah. (atau bila dilihat dari pemberian bantuan modal PKL rata-rata bantuan yang mereka kepada para pedagang kaki lima di inginkan adalah sekitar 1.994.333 daerah sasaran penelitian ini kurang rupiah). Ada pula mereka yang begitu berarti dalam memotivasi menginginkan agar mereka mereka untuk lebih giat dipinjamkan minimal 2 atau 3 juta mengembangkan usaha atau profesi rupiah. Bahkan ada ada pula yang mereka. Pernyataan ini juga diperkuat menginginkan pinjaman yang lebih oleh beberapa informasi yang besar lagi, yaitu sekitar 10 juta rupiah. diperoleh dari beberapa responden Sebagian besar PKL merasakan (PKL) dan informan lainnya bahwa bahwa bantuan atau pinjaman sebesar mereka atau PKL merasa kurang 300 ribu rupiah cukup kecil, bahkan termotivasi dengan jumlah atau sangat kecil, kontribusi atau besaran bantuan modal yang manfaatnya bagi menunjang atau diberikan. Jumlah bantuan yang mengembangkan usaha mereka. mereka terima sebagai pinjaman dari Bahkan tidak sedikit di antara mereka Koperindag Provinsi Sumatera Barat yang masih terperangkap oleh rentenir tersebut menurut mereka tidak begitu karena masih tidak cukupnya berarti (tidak begitu signifikan) dalam pinjaman modal dari pihak meningkatkan motivasi mereka untuk Koperindag. Hal ini antara lain lebih mengembangkan usaha atau terungkap dari wawancara yang profesi mereka sebagai PKL. Mereka dilakukan dengan beberapa PKL, beranggapan bahwa jumlah bantuan terutama PKL di Kota Padang tersebut terlalu kecil. Mereka Panjang. mengharapkan bahwa bantuan modal tersebut kalau bisa ditambah atau V. PENUTUP lebih besar dari yang sudah diberikan. Kesimpulan Berdasarkan pendataan atau Berdasarkan hasil pembahasan seperti penjajakan harapan para PKL melalui yang telah dikemukakan sebelumnya penelitian ini terdapat indikasi bahwa antara lain dapat disimpulkan bahwa: bantuan yang mereka harapkan Dampak Program Pemberian Bantuan PKL….
103
1. Tingkat motivasi para Pedagang Kaki Lima (PKL) Sumatera Barat dalam menjalani pekerjaan mereka sebagai PKL cenderung rendah setelah mereka menerima bantuan modal PKL 2008 dari Dinas Koperindang. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang menunjukkan bahwa motivasi sebagian besar mereka setelah menerima bantuan modal tersebut sebagian besar hanya berkisar pada kategori ”sangat rendah”, ”rendah”, dan ”sedang”. 2. Dampak pemberian bantuan PKL terhadap peningkatan motivasi para PKL dalam menjalani pekerjaan mereka sebagai PKL boleh dikatakan sangat minim karena berdasarkan persentase jawaban yang diberikan oleh responden terindikasi bahwa tingkat motivasi mereka setelah menerima bantuan modal tersebut sebagian besar berada pada kategori ”sangat rendah”, ”rendah”, dan ”sedang”. Hal ini diduga ada kaitannya dengan kecilnya jumlah bantuan yang mereka terima sehingga mereka tidak merasa begitu terbantu atau termotivasi oleh adanya bantuan tersebut 3. Pergerakan modal PKL dari sebelumnya, setelah mendapatkan pinjaman lunak (Rp. 300.000) dari Koperindag Provinsi Sumbar melalui koperasi mereka pada masing-masing kota sangat beragam; ada pergerakan modal yang telah meningkat mencapai di atas 20%; ada pula yang meningkat hanya sampai di bawah 20%; dan ada pula pergerakan modal yang statis dan 104
negatif; bahkan ada pula yang mengarah pada penyusutan modal. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas maka dapat direkomendasikan/disarankan bahwa: 1. Untuk meningkatkan motivasi para PKL dalam mengembangkan usahanya maka diperlukan peningkatan jumlah pinjaman lunak sesuai dengan harapan dan jenis usaha yang mereka jalani. Artinya, secara khusus dapat pula disesuaikan dengan skala usaha mereka, yaitu bergerak antara 500 ribu rupiah sampai dengan 10 juta rupiah. Disamping itu juga diperlukan pembinaan secara berkelanjutan, baik mengenai manajemen usaha, semangat usahawan, maupun mengenai training dalam bentuk klinik usaha. 2. Selain itu perlu pula adanya strategi dan kebijakan pengembangan PKL meliputi perlindungan hukum dan ruang usaha (space), pengembangan kemampuan serta pengembangan potensi para PKL. Ketiga jenis pengembangan tersebut hendaknya dilakukan secara sinergik, saling kait-mengait dan saling mendukung agar kemampuan PKL layak ditingkatkan. 3. Mengingat hasil analisis dalam penelitian ini dilakukan terhadap data yang sangat terbatas, maka yang dapat dilakukan adalah memberikan informasi mengenai deskriptif analitik, sehingga belum dapat dijadikan sebagai bahan pengambilan keputusan yang TINGKAP Vol. VII No. 1 Th. 2011
bersifat final. Oleh karena itu, studi yang lebih mendalam dan komprehensif masih perlu
dilakukan untuk hasil analisis.
mempertajam
DAFTAR KEPUSTAKAAN Ali Djoefri Chozin Soen’an. 1992. ”Perilaku Sektor Informal Pedagang kaki Lima dalam Pemasaran”. Laporan Penelitian: UGM Yogyakarta. Ananta dan Supriyanto. 1985. ”Penelitian tentang Sektor Informal” Dalam Jurnal Ekonomi UGM. Yogyakarta. Diah Ayu Ardiyanti. 2006. ”Kehidupan Pedagang Kaki Lima dalam Meraih Keberhasilan Mempertahankan Ekonomi Keluarga (Studi Kasus Pedagang Kaki Lima di Sekitar GOR Manahan Surakarta tahun 20052006)” Laporan Penelitian. Dinas Koperasi dan PKM Sumatera Barat. 2009. Forum Koperasi. Edisi. Juli, 2009 . Effendi, Tadjudin Noer.1992: Perilaku Mobilitas dan Struktur Sosial Ekonomi Rumah Tangga: Kasus Dua Desa di Jawa Barat, Yogyakarta: PPK UGM Halomoan Tamba dan Saudin Sijabat. 2006. ”Pedagang Kaki Lima: Entrepreneur Yang Terabaikan” dalam Infokop Nomor 29 Tahun XXII, 2006 Mulyanto. 2007. “Pengaruh Motivasi dan Kemampuan Manajerial terhadap Kinerja Usaha Pedagang Kaki Lima Menetap (Suatu Survai pada Pusat Perdagangan dan Wisata di Kota Surakarta)” dalam Jurnal BENEFIT, Vol. 11, No. 1, Juni 2007. Sethuraman, S.V. 1981. The Urban Informal Sector in Developing Countries, Poverty, and Environment. Chapter 14, Geneva: ILO. Siagian, P. Sondang. 1997. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta. Wardoyo. 2008. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Kaki Lima di Manahan Surakarta” http://www.osun.org/usaha+kaki+limadoc.html diakses tanggal 12 November 2009).
Dampak Program Pemberian Bantuan PKL….
105
106
TINGKAP Vol. VII No. 1 Th. 2011