Vol. 1, No. 2 Juni 2010
ISSN 2088-2130
Absensi Berbasis Pengenalan Wajah Dengan Pendekatan Dua Dimensi Principal Component Analysis ( 2 DPCA) Fitri DamayantiA, Ahmad Sahru RomadhonB, Muhammad Jauhar VikriC. Program Studi Teknik Informatika, Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya Telang PO. BOX 2 Kamal, Bangkalan, Madura, 69162. Email :
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Teknik identifikasi konvensional dalam proses absensi kehadiran karyawan seperti kartu identitas untuk mengenali identitas seseorang dinilai tidak cukup handal. Hal ini karena terdapat kemungkinan kartu identitas tersebut hilang atau digunakan oleh pengguna yang tidak berwenang, sehingga teknik identifikasi biometrika menjadi solusi. Absensi berbasis pengenalan wajah pada dasarnya merupakan variasi lain dari sistem absensi sidik jari yang sudah ada di Fakultas Teknik Universitas Trunojoyo yang didasarkan pada karakteristik alami manusia, yaitu wajah sebagai karakter pembeda. Salah satu proses penting pada pengenalan wajah adalah ektraksi ciri dengan metode Dua Dimensi Principal Component Analysis (2DPCA), dimana 2DPCA akan membedakan secara pasti pola-pola masing-masing wajah. Sehingga dapat diklasifikasikan dengan metode Jaringan Syaraf Tiruan Self-Organizing Maps (SOM) secara maksimal. Dengan menggunakan ektraksi fiture dari Duan Dimensi Principal Component Analysis (2DPCA) dan JST Self-Organizing Maps (SOM) sebagai pengklasifikasi dapat diperoleh hasil yang optimal pada sistem absensi berbasis pengenalan wajah dengan prosentase keberhasilan mencapai 94.80 % pada kondisi uji coba I.
Kata Kunci : Pengenalan Wajah, Self-Organizing Maps (SOM), Dua Dimensi Principal Component Analysis (2DPCA), Citra Wajah.
Abstract Conventional identification techniques in the presence of employees such as identity cards to recognize the identity of a person judged to be sufficiently reliable. This is because there is a possibility of the identity card is lost and used by unauthorized users, so the biometrics identification techniques to the solution. Attendance-based face recognition is basically another variation of the fingerprint attendance system that already exists in the Faculty of Engineering, University Trunojoyo based on the characteristics of human nature, faces as distinguishing characteristics. One of the important processes in face recognition is a feature extraction method using Two Dimensional Principal Component Analysis (2DPCA) where 2DPCA will distinguish with certainty the patterns of each face. So it can be classified by the method of Artificial Neural Networks Self-Organizing Maps (SOM). By using the extraction fiture of Two Dimensional Principal Component Analysis (2DPCA) and Neural Network Self-Organizing Maps (SOM) as a classifier can be obtained optimal results in facial recognition based attendance system with the percentage of success reaches 94.80% in test conditions I, namely: normal Pose / standards, with normal lighting and without expression.
Key words : Face recognition, Two Dimensional Principal Component Analysis, Self-Organizing Maps, Artificial Neural Networks.
149
Jurnal Ilmiah SimanteC Vol. 1, No. 2 Juni 2010
Pendahuluan Teknik identifikasi konvensional untuk mengenali identitas seseorang dengan menggunakan kartu identitas dinilai tidak cukup handal. Hal ini karena terdapat kemungkinan kartu identitas tersebut hilang atau digunakan oleh pengguna yang tidak berwenang. Penggunaan teknik identifikasi konvensional semakin tergantikan oleh teknik identifikasi biometrika yang didasarkan pada kerakteristik alami manusia, yaitu karakteristik fisiologis dan karakteristik perilaku seperti wajah, sidik jari, suara, telapak tangan, iris mata, retina mata, DNA, dan tanda tangan[1]. Saat ini di Fakultas Teknik Universitas Trunojoyo sudah menggunakan sistem absensi biometrika berbasis pengenalan sidik jari. Sehingga di dalam penelitian ini dikembangkan variasi lain dari sistem absensi sidik jari yang sudah ada, yakni sistem absensi dengan teknik identifikasi biometrika berbasis pengenalan wajah dengan menggunakan pendekatan Algoritma 2D Principal Component Analysis (2DPCA) sebagai ekstraksi fitur dan Jaringan Syaraf Self-Organizing Maps (SOM) sebagai metode klasifikasi untuk memperoleh pengenalan yang tinggi. Wajah seseorang merupakan identitas unik yang tidak mudah berubah dan tidak bisa ditukar maupun dititipkan oleh orang lain[1], sehingga dapat digunakan sebagai karakteristik pembeda sistem biometrika. Walaupun password dan username bisa diketikkan terhadap sistem tetapi sistem tidak akan menerima kehadiran karena wajah yang terdapat pada tampilan antarmuka sistem tidak sama dengan data wajah yang telah tersimpan ke dalam database. Sistem absensi berbasis pengenalan wajah ini akan dikembangkan berbasis desktop yang terkoneksi dengan port webcam, sehingga akan memaksimalkan proses absensi.
Pengenalan Wajah
wajah yang digunakan adalah Dua Dimensi Principal Component Analysis (2DPCA) sebagai pengambilan fitur ekstraksi citra wajah. 2DPCA merupakan perkembangan dari algoritma PCA[2]. Secara komputasi 2DPCA mempunyai performa waktu komputasi lebih baik dibandingkan dengan PCA karena untuk mendapatkan matrik kovarian metode 2DPCA langsung didapatkan dari matrik citra wajah dan tidak perlu dilakukan tranformasi matrik ke dalam vektor satu dimensi seperti pada metode PCA[2]. Kemudian untuk klasifikasi pengenalan wajah metode yang digunakan adalah metode Self-Organizing maps (SOM). SOM merupakan varian dari metode jaringan syaraf buatan unsupervised-learning[3]. Metode 2DPCA Dalam Pengenalan Wajah Suatu citra wajah A dengan matrik berukuran (m x n) dan memiliki beberapa citra pelatihan Aj yang akan diproyeksikan kedalam X (berupa vektor). Untuk mendapatkan eigenvektor dan eigenvalue-nya dari matriks kovarian[2][4][5], sehingga didapatkan proyeksi fitur-fitur dari citra A berupa Y seperti pada persamaan dibawah ini dimana k (1,2,3,…k) : Yk = A.Xk …....................(1.1) Maka untuk citra latihannya Aj (j = 1, 2, 3… ,M) dengan citra rata-rata A = Ā sehingga untuk matrik kovarian citra A adalah : T
1 M Gt (AjÂ) (AjÂ) M j1
…................ (1.2)
Dimana Gt selalu square sehingga selalu nxn matrix disebut sebagai generalized total scate criterion. Setelah menentukan matrik kovarian dari citra A kemudian ditentukan eigenvektor dan eigenvalue-nya, untuk mendapatkan nilai X yang optimal maka diambil eigenvektor yang memiliki nilai eigen yang besar (X1, X2, X3 … d). Berikut ini langkah-langkah dalam penentuan matrik kovarian citra wajah terhadap suatu basis data citra pelatihan pada metode 2DPCA[2] :
Algoritma Penelitian Langkah 1 : Dalam penelitian ini, metode pengenalan basis data citra wajah terdapat himpunan
150
Ahmad Fauzi dkk, Analisis dan Implementasi Pembelajaran…
sebanyak M citra pelatihan Aj = [A1, A2, .. Am] (j = 1, 2,..M) dengan dimensi citra (92 x 112) diproyeksikan kedalam matrik 2 dimensi.
x11 x Y 12 x1N
x21 xM 1 x22 xM 2 x2 N xMN
matrik kovarian akan didapat matrik square dengan ukuran 92x92. Langkah 5 : menentukan eigenvalue dan eigenvektor dari matrik kovarian yang dihasilkan pada Langkah 4. untuk menentukan eigenvalue dan eigenvektor digunakan metode Singular Value Decomposition (SVD) [5][6]. Secara matematis dapat diekspresikan sebagai berikut :
…..........(1.3)
⃗ =λ 𝑉 ⃗ …................... (1.7) A𝑉
Langkah 2 : Kemudian tahapan berikutnya adalah dimana : perhitungan rata-rata dari total matriks A = Square matrik (NxN) himpunan pelatihan : ⃗𝑉 = Eigenvektor λ = Skalar / Eigenvalue 1 𝑀 𝐴̂= ∑𝑖=1 𝑦 1 ............ (1.4) 𝑀 eigenvalue selalu korespondensi dengan perubahan eigekvektor, selanjutnya dimana : M = banyak citra, Y = matrik eigenvektor diproyeksikan sesuai eigenvalue citra, Â = rataan. mulai dari yang terbesar λ1 > λ2 > λ3 > … > λn[6]. Langkah 3 : Kemudian hitung matrik selisih dari Fitur Ekstraksi setiap citra Aj dengan Ā: Setelah didapat nilai proyaksi vektor (X1, X2, 𝐴̅ = Aj - 𝐴̂ ................. (1.5) X3, .. Xd) dari citra maka untuk fitur ekstraksi dari citra A adalah Y dengan ekspresi matematis: Langkah 4 : Yk =A.Xk Selanjutnya dapat dihitung matriks Dimana k = 1, 2, 3.. d. Y1, Y2, Y3... Yd. kovarian dari himpunan citra pelatihan, Disebut sebagai principal component dari yaitu dengan persamaan: 2DPCA yang berupa vektor sedangkan pada PCA berupa scalar[2]. B = [Y1, Y2, Y3, .. Yd] 1 𝐺𝑡 = ∑𝑀 𝐴𝑇̅ 𝐴̅ adalah matrik. fitur ekstraksi dari citra A. 𝑗=1 𝑀 sehingga eigenvektor dari matrik citra wajah A didapat 122xd. atau bisa ditulis,
Self-Organizing Maps aringan saraf tiruan Self Organizing Maps ( Aj Â) ( Aj Â) (SOM) atau disebut juga dengan jaringan j 1 …... Kohonen telah banyak dimanfaatkan untuk (1.6) pengenalan pola baik berupa citra, suara, dan lain-lain [7]. Di dalam penelitian ini SOM digunakan untuk mengelompokkan pola citra = Matrik kovarian dari hasil fitur ekstraksi dengan metode 2DPCA. Metode SOM termasuk dengan = Banyak citra Unsupervised Learning [8], dimana pada = 1, 2, 3, … n metode SOM tidak ditentukan hasil seperti = Matrik citra wajah apa selama proses pembelajaran. Selama = Matrik selisih = Matrik selisih Tranpose proses pembelajaran nilai bobot disusun dalam suatu range tertentu tergantung pada
1 Gt M
dimana: Gt M j Aj Ā ĀT
M
T
151
Jurnal Ilmiah SimanteC Vol. 1, No. 2 Juni 2010
nilai input yang diberikan. Tujuan pembelajaran ini adalah pengelompokan unit-unit yang hampir sama dalam satu area tertentu. Pembelajaran seperti ini sangat cocok untuk pengelompokan (klasifikasi) pola. Berikut langkahlangkah algoritma SOM :
Xt = Node data input Wij = Bobot ke-ij Langkah 5 : Update Bobot, Node bobot pemenang selanjutnya akan di update dengan fungsi persamaan (1.9) dibawah ini :
Langkah 1 : Inisialisasi Data input dari hasil fitur 𝑤𝑖𝑗 (t+1) = 𝑤𝑖𝑗 (t) +𝛼 (t). (𝑥𝑖 (t) - 𝑤𝑖𝑗 ekstraksi 2DPCA, tentukan Alpha (t)), j ∈ N Learning rate dan Mean Square Error (MSE). Langkah 2 : Inisilalisasi Bobot Awal, tentukan bobot awal random sebagai parameter awal pada proses komputasi. Dan inisialisasi jarak tetangga = 0, sebagai asumsi hanya bobot pemenang yang di update. Bobot awal dibangkitkan sebanyak Unit sebagai asumsi unit adalah informasi pengkluster untuk data input setelah mendapatkan bobot optimal dan tiap-tiap unit berisi variable sebanyak 1x(112x10) sebanyak dimensi yang sama dari hasil matrik fitur ekstraksi. Langkah 3 : Input Data, Input data adalah atribut data training yang mempengaruhi perubahan bobot pada saat proses komputasi training data.
dimana,
0 < α (t) < 1 xi = Input pixel wij = bobot Ne = Nilai neighborhood t = waktu i = index node input j = index node output α = alpha learning rate Langkah 6 : Cek MSE (Mean Square Error), MSE berfungsi sebagai pengukur kudrat kesalahan pembentukan bobot akibat keacakan data selama proses training, yang mana keacakan data ini akan mempengaruhi akurasi dari data yang dihasilkan selain itu MSE disini juga berfungsi sebagai ambang batas pada proses komputasi. Dengan menggunakan fungsi kuadrat akar dari Euclidean distance antara bobot awal epoch dengan bobot setetah epoch sampai memenuhi nilai optimal yang ditentukan, jika MSE belum memenuhi maka proses komputasi 4 dan 5 dilakukan kembali.
Langkah 4 : Pencarian jarak terdekat (Euclidean Distance), antara Data input (vektor) dan bobot dilakukan prosedur Euclidean Distance, dan node minimum antara Input dataset dengan node bobot dideklarasikan sebagai pemenang. Langkah 7 : Pencarian jarak terdekat dapat Update Learning rate dengan pengurangan diekspresikan secara matematis : Geometris : n 1
d j ( X 1 (t ) Wij (t )) 2 i 0
….....................(1.8)
α ( t + 1 ) = 0.5 * α ( t ) Langkah 8 : Jika proses komputasi selesai, simpan bobot hasil komputasi sebagai referensi yang digunakan untuk klasifikasi.
dimana dj2 = distance
152
Ahmad Fauzi dkk, Analisis dan Implementasi Pembelajaran…
Langkah 9 : Langkah 9 pada dasarnya adalah proses pengelompokan pada citra uji. Yaitu dengan mencari jarak terpendek/terdekat antara node bobot hasil pelatihan citra SOM dengan matrik Fitur ekstraksi citra uji. Jika ditemukan nilai terdekat dari 0, atau terkecil dalam kasus ini maka citra dapat dikelompokkan pada kelompok node bobot/ Cluster tersebut. Perancangan Sistem Perancangan sistem yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi subsistem utama yaitu, proses pelatihan dan pengujian citra. Dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 2. Konversi RGB ke Grayscale
Proses pengubahan gambar RGB ke Grayscale menggunakan bobot keabuan standar dari National Tevevision System Committe (NTSC). Setelah gambar dikonversi menjadi 8 bit format keabuan, proses selanjutnya adalah ekstraksi fitur dengan metode 2DPCA. Berikut proses 2DPCA dapat ditunjukkan oleh gambar 3.
Gambar 1. Desain sistem
Diantaranya terdapat proses ekstraksi fitur dengan 2DPCA dan klasifikasi citra dengan Jaringan Syaraf buatan SelfOrganizing Maps (SOM). Secara umum sistem dapat dilihat pada Gambar 1 dengan proses pelatihan dan pengujiannya. Berikut untuk proses konversi gambar RGB ke Keabuan dapat ditunjukkan oleh gambar 2. Gambar 3. Diagram alir 2DPCA
Dalam proses 2DPCA terdapat beberapa proses diantaranya, mencari himpunan matrik citra, mencari rataan dari total himpunan citra, menghitung selisih tiap citra dengan rataan(Centering matrix), mencari matrik kovarian, mendapatkan Eigenvalue dan Eigekvektor dari matrik kovarian dan yang terakhir adalah menghitung fitur ekstraksi citra. Untuk detail dapat dilihat pada Sub-Bab
153
Jurnal Ilmiah SimanteC Vol. 1, No. 2 Juni 2010
2.2 2DPCA dalam pengenalan wajah. Gambar 5. Pengenalan citra dengan Ecluidean distance Proses setelah 2DPCA adalah proses pelatihan dengan metode SOM, berikut Ujicoba dan Analisis dapat dijelaskan secara visual oleh Database Uji Coba terdapat 50 individu yang berbeda dengan tiap-tiap individu memiliki 5 gambar 4. citra wajah yang dinormalisasi. Database yang digunakan dalam sitem absensi ini adalah citra wajah yang berpose menghadap kedepan, samping kanan dan kiri dan ekspresi standar, tidak tersenyum ataupun tertawa dengan resolusi citra 92x112.
Gambar 4. Pelatihan citra dengan SOM
Untuk pengenalan citra menggunakan bobot yang didapat dari hasil pelatihan citra dengan SOM. Dari bobot ini sebuah citra dapat dikelompokkan sesuai dengan kemiripannya. Dalam pengenalan citra atau pengelompokan citra didalam penelitian ini menggunakan metode Ecluidean Distance antara bobot hasil training SOM dengan matrik fitur ekstraksi citra uji, sebagai berikut diagram alir pengenalan dengan E.Distance ditunjukkan oleh gambar 5.
Gambar 6. Contoh citra wajah
Untuk pose standar yang dimaksud, idealnya citra wajah yang disimpan ke dalam database memiliki pose menghadap lurus kedepan, miring ke samping kanan dan kiri. Dengan pencahayaan yang cukup dan latar belakang berwarna polos putih/terang. Untuk pengambilan citra wajah (Capture) yang akan dinormalisasi, dilakukan normalisasi kondisi sebagai berikut : Pose wajah menghadap ke kamera, dengan ekspresi standar. Latar belakang citra wajah adalah polos terang/ tembok warna putih. Pencahayaan pada saat pengambilan citra wajah di buat sama. Jarak kamera dan wajah yang di ambil dibuat konstan (±30cm). Untuk keperluan pengetesan dilakukan beberapa percobaan dengan 13 kondisi dengan jarak konstan (±30cm), diantaranya sebagai berikut : Kondisi 1 : Pencahayaan normal, pose
154
Ahmad Fauzi dkk, Analisis dan Implementasi Pembelajaran…
standar. Kondisi 2 : Pencahayaan normal, pose standar, pemakaian aksesoris topi. Kondisi 3 : Pencahayaan normal, pose standar, pemakaian aksesoris kacamata. Kondisi 4 : Pencahayaan normal, pose miring kanan. Kondisi 5 : Pencahayaan normal, pose miring kiri. Kondisi 6 : Pencahayaan normal, pose miring atas. Kondisi 7 : Pencahayaan normal, pose miring bawah. Kondisi 8 : Pencahayaan normal, perubahan latar belakang. Kondisi 9 : Pencahayaan lebih tinggi, pose standar Kondisi 10 : Pencahayaan normal, Pose standar, ekspresi senyum Kondisi 11 : Pencahayaan normal, Pose standar, ekspresi marah Kondisi 12 : Pencahayaan tinggi, Pose standar, ekspresi senyum Kondisi 13 : Pencahayaan tinggi, Pose standar, ekspresi marah Berikut hasil pengenalan dari delapan kondisi yang ditunjukkan oleh tabel 1 :
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
Kondisi 10
30
25
83.34%
11
Kondisi 11
30
26
86.67%
12
Kondisi 12
30
24
80.00%
13
Kondisi 13
30
25
83.33%
Gambar 7. Grafik hasil pengenalan Kondisi pengujian Dalam uji coba sistem absensi pengenalan wajah menggunakan parameter acuan untuk citra mengetahui tingkat akurasi diantaranya adalah Kemiringan Pose Wajah, Pemakaian Aksesoris, Penggunaan Latar Belakang berbeda pada wajah tersebut, dan Ekspresi yang berbeda. Seperti yang telah ditunjukkan pada Gambar 7 Grafik hasil pengenalan, pada grafik tersebut dijelaskan koordinat sumbu X menunjukkan hasil akurasi pengenalan dan pada koordianat sumbu Y menunjukkan perbedaan kondisi mulai dari kondisi 1 sampai dengan kondisi 13. Berikut adalah hasil analisis sistem :
Pose Kemiringan Wajah Pose kemiringan wajah disini cukup mempeangaruhi akurasi pengenalan citra. Hal ini disebabkan kemiringan wajah berpengaruh pada pola citra yang akan dikenali, karena wajah merupakan bidang Tabel 1. Hasil Pengenalan yang sangat kompleks. Algoritma SOM disini mengenali secara baik jika kemiringan Uji Data uji dikenali dapat% pose wajah tidak signifikan, tetapi jika pola Kondisi 1 250 237 kemiringan 94.80% wajah cukup jelas dan sebagaian besar bentuk citra Kondisi 2 150 133 menghilangkan 88.60% wajah maka hasil pengenalan akan semakin Kondisi 3 150 139 92.60% berkurang. Kondisi 4 150 135 Pemakaian 89.33% Aksesoris (Kaca mata, Topi) Pemakaian Kondisi 5 150 136 90.60% Aksesoris seperti topi dan kacamata dapat mempengaruhi pengenalan Kondisi 6 150 132 pada 88.00% citra, tetapi disini ditunjukkan bahwa Kondisi 7 150 129 aksesoris 86.00%kacamata memperoleh hasil yang lebih tinggi yaitu 92.60. hal ini disebabkan Kondisi 8 150 136 adanya 90.60% bidang lebih banyak tertutupi jika topi. Kondisi 9 150 137 menggunakan 91.33%
155
Jurnal Ilmiah SimanteC Vol. 1, No. 2 Juni 2010
Latar Berbeda Latar berbeda akan mempengaruhi pengenalan citra wajah hal ini disebabkan metode 2DPCA sendiri merupakan ekstraksi ciri berbasis appearance sehingga pola latar berbeda menyebabkan perubahan ciri warna dari objek sehingga mempengaruhi pengenalan dengan metode 2DPCA. Pencahayaan Berbeda Uji coba dilakukan pembedaan cahaya pada saat testing. Dan hasilnya cukup mengurangi akurasi pengenalan citra walaupun tidak secara signifikan dan hasilnya masih tinggi yaitu 91.33%. hal ini disebabkan karena intensitas cahaya menyebabkan kompleksitas warna citra semakin tinggi. Kompleksitas ini menyebabkan sensitifitas pengenalan meningkat karena algoritma 2DPCA menitik beratkan pada ciri warna dari objek. Ekpresi Berbeda Selain pada pose, eksesoris, latar, dan pencahayaan pengujian juga dilakukan dengan perbedaan expresi wajah. Dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1. hasil pengenalan. Bahwa kondisi perbedaan ekpresi memperoleh pengenalan tertinggi pada mode pencahayaan normal, ekspresi marah dengan hasil prosentase 86.67% pada kondisi 11.
Pose wajah, Ekspresi dan Aksesoris Wajah, Wajah adalah bidang komplek yang berpengaruh pose, ekspresi, dan aksesoris yang dikenakan, untuk pengenalan dari ekpresi diam(normal) ke pose ekspresif (senyum dan marah) akan mempengaruhi hasil pengenalan, hal ini dapat ditunjukkan oleh Tabel 1, akurasi hasil pengenalan. Sementara distorsi pose terlalu miring ke kanan, kiri, atas dan bawah juga mempengaruhi kualitas pengenalan. Latar belakang citra, Latar berbeda akan mempengaruhi pengenalan citra wajah hal ini disebabkan metode 2DPCA sendiri merupakan ekstraksi ciri berbasis appearance sehingga pola latar berbeda menyebabkan perubahan ciri warna dari objek citra sehingga mempengaruhi pengenalan dengan metode 2DPCA. Saran Sistem absensi pengenalan wajah dengan pendekatan 2DPCA ini belum menunjukkan akurasi kurang maksimal jika kondisi uji coba berbeda dengan kondisi pelatihan hal ini terkait metode 2DPCA adalah metode ekstraksi fitur berbasis appearance, yaitu ektraksi fitur dengan seluruh bidang citra. Untuk meningkatkan akurasi pada pengembangan sistem berikutnya seperti fitur morfologi wajah, dan algoritma untuk menangani perubahaan pencahayaan sehingga akurasi pengenalan wajah bisa ditingkatkan. Sistem ini akan lebih user friendly jika sistem ini bisa melakukan deteksi wajah secara otomatis tanpa diklik oleh pengguna. Hal ini ditunjukkan masih adanya noise yang berada di latar belakang citra yang berpengaruh pada pengenalan citra.
Kesimpulan Dari hasil percobaan didapat beberapa kesimpulan mengenai bagaimana akurasi sistem dalan mengenali citra wajah. Dari sini bisa ditentukan hasil analisisnya yaitu bahwa keberhasilan pengenalan dipengaruhi beberapa hal diantaranya : Daftar Pustaka Pencahayaan, Pencahayaan yang lebih tinggi akan membuat detail gambar menjadi rumit sehingga pengenalan akan menjadi lebih sensitif dan menurunkan kualitas pengenalan, tergantung dari seberapa banyak intensitas cahaya yang diberikan.
[1]
Putra, I.D.2009. Sistem Biometrika : Konsep dasar, Teknik analisis citra dan Tahapan Membangun Aplikasi Sistem Biometrika. Yogyakarta : Andi Publisher
[2]
Yang, J. dan David, Z. 2004. TwoDimensional PCA: A New
156
Ahmad Fauzi dkk, Analisis dan Implementasi Pembelajaran…
Approach to Appearance-based Face Representation and Recognition.
[3]
Chen., Q. 2009. Face Recognition Using Self-Organizing Maps.
[4]
Ruminta. 2009. Matriks Persamaan Linier dan Pemrograman Linier. Bandung : REKAYASA SAINS
[5]
Ientilucci, E.J. 2003. Using the [12] Singular Value Decomposition.
[6]
Baker, K. 2005. Singular Value Decomposition Tutorial.
[7]
Hadnanto, M.A. Perbandingan Beberapa Metode Algoritma JST untuk Pengenalan Pola Gambar. Tugas Akhir. Surabaya: Lab. Teknik Elektronika ITS Surabaya. 1996.
[8]
Vesanto, J., Esa A. 2000. Clustering of the Self-Organizing Maps, IEEE Transactionson Neural Network, Volume 11.
[9]
Purnomo, M.H dan Arif M. 2010.
157
Konsep Pengolahan Citra Digital dan Ekstraksi Fitur. Surabaya : Graha Ilmu. Bala, R dan Rainer E. 2004. Spatial Color to GrayscaleTransform Preserving Chrominance Edge Information. Kim, K. 1996. Face Recognition Using Principal Component Analysis. Kong, H. Lei, W. Eam K.L. and Xuchun L. 2005. Generalized 2D Principal Component Analysis for Face Image Representation and Recognition. Paryono, P.2009. Citra Digital.