24
3. METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2010. Pembuatan tepung ikan dan pengolahan formula biskuit bertempat di Laboratorium Pengolahan Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kimia dan fisik tepung ikan dilakukan bertempat
di
Laboratorium
Pusat
Penelitian
Sumberdaya
Hayati
dan
Bioteknologi, LPPM IPB. Pemeliharaan mencit menggunakan kandang metabolik dilakukan di Laboratorium Terpadu Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan bahan Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung ikan lele dumbo dan formula biskuit diantaranya adalah ember dan baskom plastik sebagai penampung, timbangan untuk menakar kebutuhan bahan, panci presto (presto pan) bertenaga listrik dengan kapasitas 20 liter yang dipakai untuk pemasakan awal daging ikan segar agar menjadi lebih lumat, kain kasa dan hidrolik pres dengan kapasitas maksimum 6 kg yang digerakan dengan tenaga listrik yang digunakan untuk mengurangi kandungan air pada ikan lele sebelum dikeringkan, grinder listrik merk Nasional dengan diameter filter sebesar 3 mm yang digunakan untuk menghaluskan ikan sebelum dikeringkan, grinder juga digunakan untuk mencetak formula biskuit menjadi produk akhir dalam bentuk pelet, gambar produk pelet dan formula biskuit tepung dapat dilihat pada Lampiran 7. Blender listrik 3 speed merk Philips dengan kapasitas 2 liter yang digunakan untuk menghaluskan serpihan ikan kering agar menjadi tepung ikan. Oven dan loyang aluminium sebagai wadah pengeringan untuk pengeringan akhir, oven yang digunakan dalam penelitian adalah oven dengan merk Mammert dengan spesifikasi suhu antara 30-1050C, dengan kapasitas pengeringan maksimal 3 lapisan, untuk setiap lapisan mampu menampung loyang ukuran 25x25 cm, gambar alat-alat yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada hewan percobaan, peralatan yang digunakan adalah kandang metabolik yang telah memenuhi syarat kesehatan dan keamanan dengan ukuran kandang 20x20x20 cm yang terbuat dari stainless stell dan dilengkapi dengan tempat penampungan feces dan urine, tempat makan/ransum dan tempat
25
minum. Peralatan lain yang digunakan adalah cawan, sendok/pengaduk dan timbangan analitik yang digunakan untuk menimbang berat badan mencit, kebutuhan ransum serta menimbang sisa urine dan feces. Gambar kandang metabolik yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2. Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung ikan lele adalah ikan lele dumbo segar varietas sangkuriang yang diperoleh langsung dari peternak di Desa
Cilubang, Darmaga Bogor. Bahan-bahan yang
digunakan dalam
pembuatan formula biskuit antara lain tepung ikan lele, tepung terigu, gula halus, kuning telur, susu skim, baking powder, margarin serta fortifikan. Bahan yang digunakan untuk perlakuan pada hewan percobaan adalah formula biskuit (pelet) yang diberikan secara terus menerus (ad libitum), begitu juga pemberian air minum pada hewan percobaan dilakukan secara ad libitum. (Malole dan Pramono 1989). Bahan yang digunakan untuk fortifikasi produk adalah Iron (II) Sulphate (FeSO4 7H2O) produk Univar, Vitamin A Palmitate 1.7 m.IU/g produk Roche, dan asam folat (Folavit 400mg) produk Sanbe, ketiga produk fortifikan ini berbentuk serbuk.
Bahan
yang
digunakan
untuk
analisis
serum
diantaranya
metylumbelliferyl fosfat, glass fiber matrix, speciment diluents, reaction cell, enzyme labeled antibody, matrix, fluorescent, MEIA optical assembly, potasium hidroksida, alkalin fosfatase, albumin, asam askorbat, polyanion/protein, buffer borat, buffer asetat denaturant, dithiothreitol dalam, capture reagent, Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus mucuslus) dengan jenis Wistar yang berjumlah 75 ekor. Mencit yang digunakan adalah mencit dalam usia produktif antara 50-70 hari dengan rata-rata bobot mencit 29 gram/ekor dengan spesifikasi mencit dalam keadaan bunting pertama. Mencit yang digunakan sebagai hewan percobaan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil budidaya pada Laboratorium Satwa Harapan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Gambar mencit yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3 dan anak mencit yang dilahirkan dapat dilihat pada Lampiran 4. 3.3 Metode penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan tahap penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan tepung badan ikan lele dan tepung kepala ikan. Tahapan ini meliputi pemilihan
26
ikan lele, pemisahan kepala dan badan, penghalusan, pemasakan dan pengeringan hingga menjadi tepung kepala dan tepung badan ikan lele. Pada penelitian pendahuluan ini, produk tepung yang dihasilkan kemudian diujikan secara fisik meliputi uji aktifitas air (aw) dan uji rendemen, dan uji secara kimia proksimat (AOAC 1995) yang meliputi: (1) kadar air; (2) kadar lemak; (3) kadar abu; (4) kadar protein dan; (5) kadar karbohidrat. kimia ini Penelitian utama dilakukan dengan mengaplikasikan tepung badan ikan dan tepung kepala ikan lele dengan formulasi biskuit yang difortifikasi (vitamin A, asam folat, dan zat besi). Dari aplikasi ini akan dihasilkan empat macam formula biskuit yaitu formula biskuit dengan bahan baku tepung kepala yang difotifikan (F1), tepung kepala non fortifikan (F2), tepung badan dengan fortifikan (F3) dan tepung badan non fortifikan (F4) yang kemudian akan di ujikan secara in vivo kepada mencit (Mus mucuslus). Penelitian utama juga menggunakan satu jenis formula biskuit lain sebagai kontrol, formula biskuit yang digunakan sebagai kontrol adalah pakan ayam pedaging (pelet dengan diameter 3mm) yang diperjualbelikan dipasaran. Pada penelitian utama akan dilakukan uji terhadap formula biskuit yang meliputi uji rendemen, kandungan energi formula biskuit (Fennema 1996), analisis daya cerna protein (Anwar 1994), analisis metabolisme total serum yang meliputi metabolisme asam folat serum (Spektrofotometr ELISA), metabolisme retinol serum (HPLC) dan metabolisme feritin serum (Spektrofotometr ELISA). Uji kimia proksimat (AOAC1995) yang meliputi: (1) kadar air; (2) kadar lemak; (3) kadar abu; (4) kadar protein dan; (5) kadar karbohidrat. 3.3.1 Penelitian pendahuluan Tahapan pembuatan tepung badan dan tepung kepala ikan lele melalui beberapa tahapan yang meliputi pembersihan, pembuangan jeroan dan insang, pemisahan antara bagian kepala dengan badannya. Setelah itu badan ikan lele dan kepala ikan lele masing-masing dimasak secara terpisah dengan tekanan tinggi (presto) dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 2 jam untuk bagian kepala dan 1,5 jam untuk bagian badan ikan. Penggunaan autoklaf dimaksudkan untuk menghancurkan tulang ikan lele sehingga dapat dikeringkan dan digiling bersama daging ikan. Penggunaan autoklaf sangat penting dalam pembuatan tepung kepala ikan agar kepala ikan menjadi lebih lunak. Proses selanjutnya, badan ikan dan kepala ikan yang telah
27
matang masing-masing dibungkus dengan kain kasa dan dipress dengan hidrolik pres. Tujuan dari pengepresan adalah untuk menurunkan kandungan air dari ikan sehingga memudahkan dalam proses pengeringan. Ikan yang agak kering kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 80 0C selama 12 jam.
Lalu
serpihan ikan yang telah kering digiling lagi dengan blender sehingga menghasilkan tepung badan dan tepung kepala ikan lele yang merupakan bahan baku pembuat formula biskuit. Diagram alir pembuatan tepung badan ikan dan tepung kepala ikan lele dapat dilihat pada Gambar 2. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Pembersihan dari jeroan dan insang Pemisahan bagian badan dengan kepalanya Kepala / Badan Pemasakan dengan presto pan pada suhu 1210C selama 2 jam Kepala / Badan ikan matang Pengepresan dengan hidrolik pres Badan / kepala ikan agak kering
Pengeringan dengan oven pada suhu 800C selama 12 jam Badan / kepala ikan kering Penghalusan dengan Blender Tepung badan / kepala 1. Uji aw 2. Uji Rendemen 3. Uji proksimat Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan tepung ikan lele pada tahapan penelitian pendahuluan
28
Setelah selesai tahapan pembuatan tepung berbahan dasar kepala dan tepung berbahan dasar badan ikan lele ini, tahapan selanjutnya adalah melakukan uji terhadap kedua jenis tepung yang nantinya akan digunakan sebagai bahan baku dalam penelitian utama. Uji yang akan dilakukan meliputi uji sifat fisik dan uji sifat kimia terhadap tepung kepala dan tepung badan yang meliputi: (1) uji fisik : uji aktivitas air (aw) dan rendemen; (2) analisis kimia tepung proksimat (AOAC 1995)badan ikan lele dan tepung kepala ikan lele yang terdiri dari: kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat. 3.3.2 Penelitian utama Pada penelitian utama akan dilakukan formulasi terhadap beberapa jenis bahan baku. Formulasi dimulai dengan mencampurkan bahan baku utama tepung badan ikan dan tepung kepala ikan lele dumbo dengan bahan-bahan penyusun lainnya seperti tepung terigu, tepung gula, margarin, pengembang, susu skim, dan kuning telur beserta bahan fortifikan zat besi, asam folat, dan vitamin A sehingga menjadi formula biskuit dalam bentuk pelet. Formula biskuit pakan mencit yang mengadopsi komposisi makanan ringan (biskuit). Adapun komposisi bahan baku yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Komposisi bahan baku formula bahan baku biskuit Bahan Baku Tepung kepala / badan ikan lele Tepung terigu Tepung gula Susu skim Margarin Kuning Telur Baking powder Total
Jumlah (gram) 24,2 16,1 20,2 6,0 26,5 6,0 1,0 100,0
Sumber : Ambarani (2004)
Penambahan jumlah fortifikan didasarkan pada angka kecukupan gizi (AKG) untuk wanita hamil (WNPG 1998). Jenis fortifikan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas zat besi (fero sulfat), vitamin A (retinol A), dan asam folat (folic acid), ketiga fortifikan ini yang umum digunakan dalam pangan, bentuk
29
komersil ketiganya dalam bentuk serbuk (WNPG 1998). Jumlah yang dianjurkan dalam angka kecukupan gizi untuk ibu hamil dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Angka Kecukupan Gizi (AKG yang dianjurkan untuk ibu hamil) Jenis kandungan gizi
Kebutuhan
Vitamin A Asam folat Zat besi
700 g RE* 300 µg/hari 34-46 mg/hari
Sumber : WNPG (1998) * : Retinol Ekuivalen
Komposisi dan jumlah pencampuran bahan fortifikan yang digunakan dalam pembuatan formula biskuit mengacu pada acuan standar yang dikeluarkan oleh Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998) seperti yang disajikan pada tabel 12. Tabel 12 Jumlah fortifikan yang ditambahkan pada 100 gram produk Jenis fortifikan Vitamin A Asam folat Zat besi
Jumlah (mg) 11,2 1,1 43,3
Sumber: WNPG (1998)
Formula biskuit yang dibuat terdiri dari 4 tipe, yaitu formula biskuit dengan bahan baku utama tepung kepala yang difotifikan (F1), tepung kepala non fortifikan (F2), tepung badan dengan fortifikan (F3) dan tepung badan non fortifikan (F4). Jenis formula biskuit yang difortifikasi akan ditambahkan bahan fortifikan yang terdiri atas asam folat (folic acid), vitamin A, dan zat besi. Formulasi pembuatan formula biskuit ikan lele dumbo dalam dapat dilihat pada Tabel 12. Diagram alir proses formulasi biskuit dan proses in-vivo pada mencit dalam penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 3.
30
Tepung kepala / badan
Pencampuran tepung ikan dengan bahan tambahan dan fortifikan
Pencetakan sampel menjadi pelet menggunakan grider
Pengeringan menggunakan oven pada suhu 800C selama 12 jam
Tipe sampel : F1. Kepala dengan fortifikan F2. Kepala non fortifikan F3. Badan dengan fortifikan F4. Badan non fortifikan
Pengujian pada Mencit Bunting
Pengumpulan data : 1. Feses 2. Urine 3. serum
Hasil dan Pembahasan
1. Uji Rendemen 2. Uji proksimat 3. Kandungan energi sampel
4. Pertumbuhan Berat Badan Mencit 5. Pertumbuhan Berat Badan Anak Mencit
6. Analisis Penilaian Kualitas Protein (Daya Cerna Protein) 7. Analisis Status Metabolisme Total Serum Status Metabolisme Asam Folat Status Metabolisme Zat Besi Status Metabolisme Vitamin A
Gambar 3 Diagram alir proses formulasi biskuit dan proses in-vivo pada mencit dalam penelitian utama
31
Tabel 13 Formulasi yang digunakan dalam pengolahan formula biskuit Jenis Bahan Tepung Kepala Tepung Badan Asam folat Vitamin A Zat besi Keterangan : Formula 1 (F1) Formula 2 (F2) Formula 3 (F3) Formula 4 (F4) Formula 5 (F5)
: : : : :
F1
F2
F3
F4
F5
√ x √ √ √
√ x x x x
x √ √ √ √
x √ x x x
x x x x x
Sampel dari tepung kepala dengan fortifikan Sampel dari tepung kepala tanpa fortifikan Sampel dari tepung badan dengan fortifikan Sampel dari tepung badan tampa fortifikan Sampel pakan komersil ayam ras pedaging
Formula biskuit kontrol (F5) yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan komersil ayam ras pedaging dalam bentuk pelet dengan diameter 3 mm. Pemilihan formula ini didasarkan karena pada awal pemeliharaan induk mencit telah menggunakan pakan jenis ini. Adapun data kimia dari formula biskuit F5 disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Kandungan kimia formula biskuit F5 Kandungan Kadar air Kadar protein kasar Lemak kasar Serat kasar Kadar abu Calsium (Ca) Phosphor (P) L-Lysine DL-Methionine Alfatoksin
Jumlah 13,5 % 20 % 5% 5,5 % 6,7 % 0,9 % 0,8 % 0,7 % 0,06 % 60 ppb
Sumber : Utama Jaya (2010)
Pada formula biskuit dengan berbagai tipe perlakuan yang telah ditetukan, selanjutnya akan dilakukan analisis lebih lanjut terhadap formula biskuit. Analisis yang akan dilakukan meliputi analisis fisik dan analisis kimia terhadap empat jenis formula biskuit, adapun analisis yang dilakukan meliputi (1) sifat fisik : aktivitas air (aw) dan rendemen (2) sifat kimia : analisis proksimat (AOAC 1995) dan analisis kandungan energi formula biskuit, analisis proksimat
meliputi :
kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidarat. Pada penelitian ini menggunakan mencit sebanyak 75 ekor, mencit yang digunakan yaitu mencit betina yang berusia produktif antara 50-70 hari dengan spesifikasi mencit dalam keadaan bunting pertama. Penggunaan mencit
32
berjumlah 5 (lima) ekor untuk masing-masing perlakuan yang terdiri dari 5 (lima) perlakuan (F1-F2-F3-F4-F5) dengan 3 (tiga) kali proses ulangan. Dalam penelitian ini, disiapkan 10 ekor mencit tambahan yang terdiri dari 2 ekor untuk masing-masing perlakuan pakan, penambahan mencit ini digunakan sebagai penggganti jika dalam masa pengamatan terdapat mencit yang mati. Setelah diberikan perlakuan selama proses penelitian, selanjutnya dilakukan analisis terhadap hewan percobaan. Tahapan analisis yang akan dilakukan pada mencit setelah mendapatkan perlakuan pada ransum meliputi: 1) pertumbuhan berat badan mencit; 2) pertumbuhan berat badan anak mencit; 3) analisis daya cerna protein; 4)analisis status metabolisme total serum asam folat, zat besi dan vitamin A. 3.3.3 Metode analisis Tahapan selanjutnya dari penelitian ini adalah melakukan beberpa uji yang diharapkan dapat menjawab tujuan penelitian. Adapun uji yang akan dilakukan meliputi uji sifat fisik yang meliputi: (1) Uji aktivitas air (aw), (2) Rendemen, (3)Tekstur. Analisis kimia tepung badan ikan lele dan tepung kepala ikan lele (4) Analisis proksimat (kadar air, kadar lemak, kadar abu, kadar protein dan kadar karbohidrat) (5) Pertumbuhan berat badan mencit (6) Pertumbuhan berat badan anak mencit (7) Analisis penilaian kualitas protein (daya cerna protein), (8) Analisis status metabolisme total serum (asam folat, zat besi dan vitamin A). 3.3.3.1 Analisis pada tepung dan formula biskuit Analisis yang dilakukan pada tepung meliputi kedua jenis tepung ikan lele yang dihasilkan, yaitu tepung kepala dan tepung badan. Sedangkan pada formula biskuit meliputi keempat jenis formulasi biskuit, yaitu formula biskuit dengan bahan baku utama tepung kepala yang difotifikan (F1), tepung kepala non fortifikan (F2), tepung badan dengan fortifikan (F3) dan tepung badan non fortifikan (F4). Berikut ini adalah beberapa jenis analisa yang dilakukan terhadap formula biskuit tepung dan formula biskuit pakan ikan: 1) Aktivitas air (aw ) (Wiyati 2004) Aktivitas air (aw) adalah perbandingan antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap air solven murni pada suhu yang sama (aw= p/po). Ini merupakan jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikrobia dalam
33
pangan dan bukan berarti jumlah total air yang terkandung dalam bahan makanan sebab adanya adsorpsi pada konstituen tak larut dan absorpsi oleh konstituen larut (gula, garam). Air murni mempunyai aw=1,0 dan bahan makanan yang sepenuhnya terdehidrasi memiliki aw= 0. Bakteri Gram negatif lebih sensitif terhadap penurunan aw dibandingkan bakteri lain. Batas aw minimum untuk multiplikasi sebagian besar bakteri adalah 0,90. Escherichia coli membutuhkan aw minimum sebesar 0,96, sedangkan penicillium 0,81 dan aw minimum staphylococcus aureus adalah 0,85. 2) Rendemen Rendemen dapat diartikan sebagai prosentase hasil bagi antara berat produk yang dihasilkan dibandingkan dengan berat produk awal. Penghitungan rendemen dilakukan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar produk akhir yang dihasilkan dari sejumlah bahan mentah yang digunakan. Rendemen Nyata = Bobot Tepung Ikan x 100 % Bobot Ikan Segar 3) Analisis sifat kimia (Uji proksimat AOAC 1995) Analisis sifat kimia dilakukan pada kedua jenis formula biskuit yang dihasilkan yaitu pada tepung dan jenis formula biskuit. Adapun analisis kimia proksimat yang dilakukan meliputi 1) Kadar Air, 2) Kadar Lemak, 3) Kadar Abu, 4) Kadar protein dan 5) Kadar Karbohidrat. a. Kadar air Sebanyak 1 gram sampel ditimbang dalam cawan, kemudian sampel dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 1500C selama 8 jam lalu ditimbang. Kadar air di hitung dengan rumus : Kadar air =
Bobot sampel (segar-kering) Bobot sampel segar
x 100 %
b. Kadar abu Sebanyak 1 gram sampel ditempatkan dalam cawan porselen lalu dibakar sampai tidak berasap, kemudian diabukan dalam tanur suhu 600C selama 2 jam, lalu sampel timbang. Kadar abu di hitung dengan rumus : x 100 % Kadar abu = Bobot abu Bobot sampel
34
c. Kadar lemak Sebanyak 2 gram sampel disebar di atas kapas yang beralas kertas saring dan digulung membentuk thimble, lalu dimasukkan kedalam labu soxhlet.
Kemudian sampel diekstraksi selama 6 jam dengan pelarut
lemak berupa heksana sebanyak 150 ml. Lemak yang terekstrak dikeringkan dalam oven pada suhu 100 0C selama 1 jam. Kadar lemak di hitung dengan rumus : Kadar lemak =
Bobot lemak terekstrak Bobot sampel
x 100 %
d. Kadar protein Sebanyak 0,25 gram sampel dimasukkan dalam labu kjeldahl 100 ml dan ditambahkan selenium 0,25 gram dan 3 ml H 2SO4 pekat. Kemudian lakukan destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam sampai larutan jernih, setelah dingin sampel ditambahkan dengan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Destilat ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 2% dan 2 tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan kemudian proses destilasi dihentikan dan destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Kadar protein diperoleh dengan mengalikan kadar nitrogen dengan faktor perkalian untuk berbagai bahan pangan sebesar 6,25. Dengan metode ini diperoleh kadar nitrogen total yang dihitung dengan rumus: %N =
(S – B) x N HCl x 14 W x 1000
x 100 %
Keterangan : S : volume titran sampel (ml) B : volume titran blanko (ml) W : bobot sampel kering (mg) e. Kadar karbohidrat (by difference) Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode karbohidrat by difference yaitu nilai keseluruhan dari bobot sampel dikurangi dengan bobot air, protein dan lemak. Kadar protein N free menunjukkan besarnya kandungan karbohidrat yang
dicerna dari suatu bahan pangan.
35
Ditentukan dengan cara 100% - (kadar air + abu + lemak + protein + serat kasar). 4) Penghitungan jumlah energi (Fennema 1996) Penghitungan jumlah energi dapat dilakukan dengan mengkonversikan kandungan kimia (kadar karbohidrat, kadar lemak dan kadar protein) pada formula biskuit hasil pengolahan. Dalam metode ini, karbohidrat memiliki faktor konversi yang sama dengan kadar protein, yaitu sebesar 4 kkal/g, sedangkan faktor konversi pada kadar lemak sebesar 9 kkal/g. Secara matematis, penghitungan jumlah energi pada formula biskuit dapat disajikan kedalam rumus sebagai berikut : Jumlah Energi/100 gramgram = (4A 4B++4B 9C) Jumlah Energi/100 = +(4A + 9C) Dimana : A = Karbohidrat B = Protein C = Lemak 3.3.3.2 Analisis pada hewan percobaan Analisis yang akan dilakukan pada hewan percobaan mencit meliputi
pengamatan
perubahan
berat
badan
selama
penelitian.
Pengamatan terhadap perubahan berat badan akan dilakukan baik pada mencit dewasa maupun anak mencit yang dilahirkan. 1. Pertumbuhan berat badan Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran (misalnya bobot badan) yang dinyatakan dengan angka. Bobot badan dapat digunakan sebagai salah satu tolak ukur untuk menentukan tingkat kesehatan mahluk hidup. Pertumbuhan berat badan pada induk mencit diukur dengan metode penimbangan berat badan hewan percobaan yang dilakukan dua hari sekali selama masa bunting hingga melahirkan. Sedangkan pengukuran berat badan pada anak mencit dengan metode penimbangan hewan percobaan yang dilakukan setiap hari sejak hari pertama kelahiran hingga anak mencit siap lepas sapih dari induk mencit. 2. Evaluasi nilai mutu protein secara biologis (daya cerna protein) (Anwar 1994) Untuk mengetahui kualitas protein dalam suatu bahan pangan dapat dilakukan dengan menggunakan indikator Protein Efficiency Ratio (PER).
36
PER adalah perbandingan anatara kenaikan berat badan dengan jumlah protein yang dimakan. Penentuan ini biasanya dilakukan pada tikus yang masih tumbuh. Prinsip dari penentuan PER adalah menganggap bahwa semua protein yang dimakan digunakan untuk pertumbuhan. PER = Kenaikan berat tikus (g) Jumlah protein yang dikonsumsi Determinasi dari PER yaitu mengukur pertumbuhan pada binatang yang diinformasikan dengan berat badan dengan protein yang dikonsumsi. Keuntungan dengan menggunakan metode ini adalah relatif mudah hanya dengan menggunakan alat/kandang, tempat makan/ransum, botol air minum, keseimbangan lingkungan, sehingga cara ini sangat sederhana, mudah, murah dan efektif dan efisien. Kelemahan metode ini yaitu hanya secara langsung menghitung secara total dan tidak bisa membedakan berat badan yang dicapai sebagai lemak atau tanpa lemak (lean body mass) (Sibrani, 1986). Evaluasi nilai gizi protein secara biologis (in-vivo) dilakukan dengan menggunakan tikus percobaan. Keuntungan menggunakan tikus putih adalah tikus mempunyai kemiripan dengan manusia dalam sistem metabolisme, siklus hidupnya relatif pendek, tidak memuntahkan kembali isi perutnya dan tidak pernah berhenti tumbuh, namun kecepatan pertumbuhannya akan menurun setelah berumur seratus hari (Muhtadi, 1993). 3.3.3.3 Analisis status metabolisme total serum induk mencit Status metabolisme total serum dalam penelitian ini menggunakan serum darah sebagai objek analisis, dimana serum awal diambil satu hari (H-1) sebelum hewan percobaan diberikan perlakuan formula biskuit, sedangkan serum akhir diambil pada hari ke-15 perlakuan formula biskuit. Adapun analisis total serum yang diujikan meliputi kadar asam folat serum, retinol serum dan feritin serum. Pengujian analisis metabolisme asam folat dan feritin serum menggunakan metode Spektrofotometer ELISA (EnzymLinked Immuno Assays), sedangkan kadar retinol serum menggunakan metode HPLC (High Perpformence Liquid Cromatografi). Fungsi fortifikan asam folat adalah sebagai pembentukan sel darah merah dan sel darah putih dalam sumsum tulang dan untuk pendewasaannya. Fungsi fortifikan vitamin A memegang peranan aktif
37
dalam kegiatan inti sel, dengan demikian dalam pengaturan faktor penentu keturunan/gen yang berpengaruh terhadap sintesis protein, serta berperan dalam sel darah merah. Sedangkan fungsi fortifikan zat besi (Fe) dalam metabolisme energi berperan dalam langkah-langkah akhir metabolisme energi. (Almatsier 2001). 1) Status metabolisme asam folat serum (Spektrofotometer ELISA) Penghitungan analisis kadar folat pada serum dilakukan menggunakan metode spektrofotometer ELISA (Enzym-Linked Immuno Assays). Dengan standar pengelompokan kadar folat berdasarkan pada ketentuan WHO (1994) yaitu <3ng/ml didefinisikan sebagai defisiensi folat, anatar 3-6ng/ml di kategorikan marjianl, sedangkan kadar folat >6ng/ml adalah cukup. Asam folat (folic Acid) adalah sejenis vitamin B, yang penting dalam pembentukan sel-sel baru dan perawatan sel, khususnya dalam kehamilan karena pada masa itu terjadi pertumbuhan sel-sel baru dengan sangat pesat. Secara tabulasi dapat dilihat pada Tabel 15 dan prosedur penetapan folat serum dengan metode spektrofotometer elissa dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 15 Pengelompokan standar folat serum Status Defisiensi Marjinal Cukup
Jumlah (ng/ml) <3 3-6 >6
Sumber : WHO (1994)
Asam folat dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau dan buahbuahan berwarna jingga dan merah seperti semangka, jeruk, pisang, kiwi, nanas, alpukat, asparagus dan brokoli.
Kebutuhan akan folat bisa
dipenuhi dengan banyak mengkonsumsi sayur- sayuran hijau dan buahbuahan segar. Sangat dianjurkan bagi wanita hamil untuk mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, kaya asam folat, dan jika perlu minum pil suplemen asam folat secara teratur, bahkan semenjak sebelum hamil dalam masa persiapan kehamilannya. 2) Status metabolisme retinol serum (HPLC) Analisis vitamin A (retinol serum) pada penelitian dilakuan pada tahapan sebelum dan sesudah perlakuan formula biskuit. Metode pengujian kadar retinol serum menggunakan metode HPLC (High
38
Perpformence Liquid Cromatografi). Standarisasi pengelompokan retinol serum disajikan pada Tabel 16 dan prosedur penetapan retinol serum dengan metode HPLC Waters 501 dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 16 Pengelompokan standar retinol serum Status : Defisiensi Marjinal Cukup Baik
Jumlah (µg/dl) <10 10-20 20-30 >30
Sumber : WHO (1994)
Vitamin A merupakan zat gizi mikro mikro larut lemak yang berperan pada penglihatan, reproduksi, pertumbuhan dan pengaturan proliferasi sel. vitamin A esensial saat kehamilan akan sangat berpengaruh pada fetus serta bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dalam kondisi konsentrasi vitamin A rendah akan lebih beresiko sakit karena status imunnya lemah (Humphrey et al, 1992). 3) Status metabolisme feritin serum (Spektrofotometer ELISA) Pengujian kadar feritin serum dalam penelitian ini menggunakan metode
spektrofotometer
ELISA
(Enzym-Linked
Immuno
Assays).
Pengelompokan feritin berdasarkan pada ketentuan WHO (1994) yaitu ≤12µg/l didefinisikan sebagai defisiensi Fe, sedangkan kadar feritin >12µg/l di adalah normal. Secara tabulasi dapat dilihat pada Tabel 17 dan prosedur penetapan feritin serum dengan metode spektrofotometer elissa dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 17 Pengelompokan stadar feritin serum Status Defisiasi Normal Kelebihan
Jumlah (µg/liter) < 12 ≥12 > 200
Sumber : WHO (1994)
Zat besi dalam tubuh disimpan sebagai feratin atau hemosiderin dalam beberapa jaringan organ tubuh, terutama pada hati, limpa dan sumsum tulang belakang. Pada laki-laki dewasa, simpanan besi berkisar antara 500-1000mg, sedangkan pada wanita lebih rendah dan jarang mencapai 500mg.