Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017 PENYALAHGUNAAN TROTOAR MENJADI LAHAN PARKIR KENDARAAN RODA DUA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN1 Oleh: Gery T. Ontorael2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana fungsi trotoar menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tetang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan bagaimana penerapan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap penyalahgunaan trotoar menjadi lahan parkir kendaraan roda dua. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Trotoar adalah fasilitas yang selalu ada disetiap jalan raya. Oleh karena itu perlu adanya pehatian khusus oleh pemerintah-pemerintah setempat dan suara masyarakat yang membela hak pengguna jalan, jika memang keseimbangan perhatian tersebut kurang, sangatlah berat untuk menghilangkan kebiasaan menyalahgunakan fungsi trotoar dan banyaknya para pengendara bermotor khususnya roda dua, bahkan para pedagang kaki lima sering melakukan penjualan pada trotoar sehingga para pedagang sambilan masih membuat trotoar tersebut hanya hiasan semata tidak dilihat dari fungsinya. Aturan tidaklah salah karena memang dapat dilanggar tetapi diamnya orang yang benar dan jujur membuat aturan tersebut selalu dilanggar oleh orang yang selalu membenarkan aturan. 2. Dalam penerapan ketentuan yang ada saat ini terhadap pelanggaran akan penggunaan trotoar menjadikan sebagai tempat perparikan khusunnya pengendara roda dua, dapat dikenakan tentuan yang ada dalam UndangUndang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya sebagaimana yang dirumuskan dalam ketentuan Pasal 274 ayat (2) dan Pasal 275 ayat (1) UULAJ ( Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009. Kata kunci: Penyalahgunaan Trotoar, Lahan Parkir, Kendaraan Roda Dua, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 1
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Liju Zet Viany, SH, MH ; M. G. Nainggolan, SH, MH, DEA 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 100711347
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Pentingnya peranan transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang sesuai dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang tertib, nyaman, cepat, teratur, lancar dan dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang transportasi darat yaitu dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai Pengganti UU No. 14 Tahun 1992, serta Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan yang masih tetap berlaku meskipun PP No. 41 Tahun 1993 merupakan peraturan pelaksanaan dari UU No. 14 tahun 2003 dikarenakan disebutkan dalam Pasal 324 UU No. 22 Tahun 2009 bahwa : “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini ”. Paragraf 9 UULLAJ tentang Tata Cara Berlalu Lintas bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum serta pasal 141 UULAJ tentang standar pelayanan angkutan orang dan masih banyak pasal-pasal lainnya yang terkait dengan adanya upaya memberikan penyelenggaraan jasa angkutan bagi pengguna jasa atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan pemakai jasa angkutan. Pengguna jasa adalah setiap orang dan/ atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan baik untuk angkutan orang maupun barang. Karena pengangkutan di sini merupakan pengangkutan orang maka pengguna jasa untuk selanjutnya disebut penumpang. Sedangkan pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan angkutan barang dan/ atau penumpang. Pengertian lainnya adalah menurut Pasal 1 ayat 22 UULLAJ, yang disebut dengan Pengguna Jasa adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa perusahaan angkutan
75
Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017 umum. Sedangkan yang disebut pengangkut dalam UULLAJ ini dipersamakan dengan pengertian Perusahaan Angkutan Umum yakni di sebutkan dalam Pasal 1 ayat 21 yang berbunyi : Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum. Dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 tersebut diharapkan dapat membantu mewujudkan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan jasa angkutan, baik itu pengusaha angkutan, pekerja (sopir/ pengemudi) serta penumpang. Secara operasional kegiatan penyelenggaraan pengangkutan dilakukan oleh pengemudi atau sopir angkutan dimana pengemudi merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk menjalankan kegiatan pengangkutan atas perintah pengusaha angkutan atau pengangkut. Pengemudi dalam menjalankan tugasnya mempunyai tanggung jawab untuk dapat melaksanakan kewajibannya yaitu mengangkut penumpang sampai pada tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat, artinya dalam proses pemindahan tersebut dari satu tempat ke tempat tujuan dapat berlangsung tanpa hambatan dan penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya, luka, sakit maupun meninggal dunia. Sehingga tujuan pengangkutan dapat terlaksana dengan lancar dan sesuai dengan nilai guna masyarakat. Namun dalam kenyataannya yang saya lihat masih sering pengemudi angkutan melakukan tindakan yang dinilai dapat menimbulkan kerugian bagi penumpang, baik itu kerugian yang secara nyata dialami oleh penumpang (kerugian materiil), maupun kerugian yang secara immateriil seperti kekecewaan dan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh penumpang. Misalnya saja tindakan pengemudi yang mengemudi secara tidak wajar dalam arti saat menjalani tugasnya pengemudi dipengaruhi oleh keadaan sakit, lelah, meminum sesuatu yang dapat mempengaruhi kemampuannya mengemudikan kendaraan secara ugal-ugalan sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan dan penumpang yang menjadi korban. Sering kali kita lihat kecelakaan terjadi, dan ini sering terjadi pada angkutan umum yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas sehingga menimbulkan kerugian pada
76
penumpang atau pun kendaraan lainnya, dikarenakan para supir semena-mena dalam mengendarai kendaraan yang digunakannya. Hal ini tentu saja melanggar pasal 23 ayat 1 (a) UULLAJ “Penyelenggara Jalan dalam melaksanakan preservasi Jalan dan/atau peningkatan kapasitas Jalan wajib menjaga Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”. Tindakan lainnya adalah pengemudi melakukan penarikan tarif yang tidak sesuai dengan tarif resmi. Namun dalam realitanya masih ada pengemudi menarik biaya angkutan lebih dari tarif resmi. Atau tindakan lain seperti menurunkan di sembarang tempat yang dikehendaki tanpa suatu alasan yang jelas, sehingga tujuan pengangkutan yang sebenarnya diinginkan oleh penumpang tidak terlaksana. Hal ini tentu saja melanggar ketentuan pasal 45 (1) UULLAJ mengenai tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang yang dimulai sejak diangkutnya penumpang sampai di tempat tujuan. Dan adanya perilaku pengangkut yang mengangkut penumpang melebihi kapasitas maksimum kendaraan. Dengan melihat kenyataan tersebut, dapat diketahui bahwa dalam sektor pelayanan angkutan umum masih banyak menyimpan permasalahan klasik. Dan dalam hal ini pengguna jasa sering menjadi korban dari pada perilaku pengangkut yang tidak bertanggung jawab. Terkait dengan angkutan jalan umum, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Bab I Ketentuan Umum mendefinisikan Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran. PP No.41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan pada Bab I Ketentuan Umum mendefinisikan transportasi adalah pergerakan manusia, barang dan informasi dari suatu tempat ke tempat lain dengan aman, nyaman, cepat, murah dan sesuai dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.3 Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat 3
Soerjono Soekanto, Polisi dan Lalu Lintas (Analisis Menurut Sosiologi Hukum), Mandar Maju, Bandung, 1990, hal 16.
Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017 Indonesia. Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari sebagian besar laut, sungai dan danau yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Secara umum, masyarakat yang melakukan pergerakan dengan tujuan yang berbeda-beda membutuhkan sarana penunjang pergerakan berupa angkutan pribadi (mobil, motor) maupun angkutan umum (paratransit dan masstransit). Angkutan umum paratransit merupakan angkutan yang tidak memiliki rute dan jadwal yang tetap dalam beroperasi disepanjang rutenya, sedangkan angkutan umum masstransit merupakan angkutan yang memiliki rute dan jadwal yang tetap serta tempat pemberhentian yang jelas.4 Pada umumnya sebagian besar masyarakat sangat tergantung dengan angkutan umum bagi pemenuhan kebutuhan mobilitasnya, karena sebagian besar masyarakat tingkat ekonominya masih tergolong lemah atau sebagian besar tidak memiliki kendaraan pribadi. Banyaknya masyarakat yang menggunakan Transportasi baik umum maupun pribadi membuat kuota pada jalan raya penuh dan menimbulkan kemacetan baik saat menggunakan kendaraannya di jalan maupun melakukan parkir yang tidak pada tempat yang disediakan. Oleh karena itu artikel disini akan membahas tentang Hak Pejalan kaki mendapatkan Trotoar yang layak agar dapat mengurangi minat orang untuk berkendara memakai kendaraan dalam hal berpergian dan dapat mengurangi tingkat kecelakaan pada jalan raya. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana fungsi trotoar menurut UndangUndang Nomor 22 tahun 2009 tetang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan? 2. Bagaimana penerapan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap penyalahgunaan trotoar menjadi lahan parkir kendaraan roda dua?
C. Metode Penelitian Penelitian hukum yang menggunakan metode yuridis normatif yang juga penelitian doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perUndang-Undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. Sebagai sumber dalam penelitian hukum normatif hanyalah data sekunder. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perkembangan Dalam Penggunaan dan Fungsi Trotoar Jika kita melihat UU sebelumnya yakni UU Nomor 14 Tahun 1992 menyebutkan: ”Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, transportasi memiliki posisi yang penting dan strategis dalam pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah”. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara.4 Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, UU lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum. Selanjutnya di jelaskan bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh Undang-Undang ini adalah5: Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa; Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan 4
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 5 Bahan Pokok Penyuluhan Hukum (UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). Op Cit.
77
Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017 Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar melalui: Kegiatan gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang di jalan; Kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung lalu lintas dan angkutan jalan; dan kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, pendidikan berlalu lintas, manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta penegakan hukum lalu lintas dan angkutan jalan. Mencermati lebih dalam dari semangat yang telah disebutkan di atas, maka kita harus lebih dalam lagi melihat isi dari pasal-pasal yang ada di UU nomor 22 Tahun 2009. dari sini kita akan tahu apakah semangat tersebut seirama dengan isi dari pengaturan-pengaturannya, atau justru berbeda. Selanjutkan kita dapat melihat bagaimana UU ini akan berjalan dimasyarakat serta bagaimana pemerintah sebagai penyelenggara negara dapat mengawasi serta melakuakn penegakan terhadap penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan termasuk di dalamnya dalam penggunaan trotoar yang tidak sesuai dengan fungsi peruntukannya. B. Penerapan Sanksi Terhadap Pengalihan Fungsi Trotoar Ketersediaan fasilitas trotoar merupakan hak pejalan kaki yang telah disebut dalam Pasal 131 ayat (1) UU LLAJ. Ini artinya, trotoar diperuntukkan untuk pejalan kaki, bukan untuk orang pribadi. Dan Masih berkaitan dengan trotoar sebagai perlengkapan jalan, berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU LLAJ, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan. Pribadi dan perbuatan yang dimaksud adalah kita sebagai masyarakat tidak boleh menggunakan trotoar secara individualisme atau dengan ego kita, seperti memarkir sembarangan dan membuka lapak dagangan. Ada 2 (dua) macam sanksi yang dapat dikenakan pada orang yang menggunakan trotoar sebagai milik pribadi dan mengganggu pejalan kaki: 1. Ancaman pidana bagi setiap orang yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 24.000.000,00
78
(dua puluh empat juta rupiah) (Pasal 274 ayat (2) UU LLAJ); atau 2. Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp. 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) (Pasal 275 ayat (1) UU LLAJ). Beberapa pengendara sepeda motor di Kawasan Tertib Lalu Lintas (KTL) Jalan Sanksi yang tegas juga harus dapat dilaksanakan agar jeranya para pedagang kaki lima dan pengguna motor yang menyalagunakan jalan trotoar sehingga fungsi trotoar dapat dipakai sebaik mungkin dan tidak ada penyalahgunaan. Sebagai dimaksud juga pada Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, diatur mengenai perlengkapan jalan dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, yang meliputi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, alat penerangan jalan, alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan jalan, Terminal penumpang, Terminal barang untuk umum dan Terminal barang untuk kepentingan sendiri, fasilitas parkir umum, fasilitas pendukung yang terdiri atas trotoar, lajur sepeda, tempat penyeberangan pejalan kaki, halte, serta fasilitas pendukung bagi penyandang cacat, manusia usia lanjut, dan wanita hamil. Perlengkapan jalan dan prasarana jalan tersebut merupakan unsur yang penting dalam penyelenggaraan lalu lintas dan ruang bagi pejalan kaki dalam rangka memberikan perlindungan keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas khususnya pejalan kaki. Landasan yuridis merupakan alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan PerUndang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain,
Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017 peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari UndangUndang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada. Landasan filosofis dalam Peraturan Daerah Provinsi ini ialah bahwa trotoar memiliki peran sebagai suatu interaksi sosial antar masyarakat sebagai suatu ruang publik seperti bertemu orang lain, jogging atau lari dan sekedar untuk berjalan santai. Interaksi sosial yang terjalin dalam kehidupan masyarakat merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antar kelompok, maupun antara orang dengan kelompok, yang dapat disebut sebagai proses sosial yang dapat terjadi atau dilakukan di mana saja. Serta sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum khususnya di daerah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan Dasar keberlakuannya secara yuridis (juridische gelding) menurut Bagir Manan mengandung makna 6: 1. Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan, dengan perkataan lain, setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang; 2. Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perUndang-Undangan dengan materi yang diatur, terutama yang diperintahkan oleh peraturan perUndangUndangan yang lebih tinggi atau sederajat; 3. Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya; dan 4. Keharusan mengikuti tata cara tertentu dalam pembentukannya. Pada landasan sosiologis, didasarkan pada keyakinan umum dan kesadaran hukum masyarakat serta hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat (living law) menjadi dasar penyusunan landasan ini. Dalam peraturan perundang-undangan, norma yang ada haruslah mencerminkan realitas kesadaran hukum masyarakat sehinggaa dapat
dilaksanakan dengan baik-baik ditengah-tengah masyarakat dan dapat berkembang sesuai dengan kehidupan masyarakat. Dasar berlaku secara sosiologis (sociologische gelding) menurut Bagir Manan berarti mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Kenyataan itu dapat berupa kebutuhan atau tuntutan atau masalah-masalah yang dihadapi yang memerlukan penyelesaian. Dengan dasar sosiologis ini diharapkan peraturan perundangundangan akan diterima oleh masyarakat, sehingga tidak banyak memerlukan pengerahan institusional untuk melaksanakannya. Pada landasan yuridis, landasan hukum (juridische gelding) menjadi dasar kewenangan pembuat peraturan perundang-undangan. Biasanya landasan yuridis menjadi bagian dari konsideran “Mengingat“ dari peraturan perundang-undangan. Menurut Amiroeddin Sjarif landasan yuridis yang dapat disebut landasan hukum atau dasar hukum legalitas ini dapat dibagi menjadi dua (2), yaitu7: 1. Landasan yuridis yang beraspek formal yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang memberi kewenangan kepada badan pembentuknya. 2. Landasan yuridis yang beraspek material adalah ketentuan-ketentuan hukum tentang masalah atau persoalan apa yang harus diatur. Landasan yuridis dalam Peraturan Pemerintah Kabupaten Kota menyangkut tentang pelaksanaan lebih lanjut oleh UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan perlu diformulasikan dalam bentuk perda tersendiri terhadap penggunaan trotoar yang dijadikan tempat perparkiran roda dua yang nantinya Peraturan Daerah Kabuatan Kota yang akan dibentuk merupakan salah satu bentuk produk hukum daerah yang bersifat peraturan, sehingga merupakan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, maka penyusunan Peraturan Daerah ini dilakukan sesuai dengan ketentuan Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Oleh karena itu, bagian konsideran hendaknya mencerminkan pokok-pokok pikiran yang bersifat filosofis, sosiologis, dan yuridis. 7
6
Bagir Manan, Dasar-Dasar PerUndang-Undangan Indonesia, Penerbit Ind-Hill.Co, Jakarta, 1992, hal. 14-17.
Amiroeddin Sjarif, Perundang-undangan (dasar, jenis, dan teknik membuatnya), PT. Rineka Cipta, Jakarta,1997, hal. 91-94.
79
Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017 Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi ini dimaksudkan untuk melaksanakan pasal-pasal Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kabupaten Kota sesuai peruntukan dari trotoar. Produk hukum yang menjadi dasar hukum pembentukan Peraturan Daerah kabupaten kota ini ialah produk hukum yang menentukan adanya wewenang Gubernur untuk membentuk Peraturan Daerah Provinsi dan produk hukum yang materi muatannya menghendaki dilaksanakan dengan Peraturan Daerah Provinsi dengan penyusunan yang dilakukan secara hirarki dan harmonis secara vertikal maupun horizontal. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Trotoar adalah fasilitas yang selalu ada disetiap jalan raya. Oleh karena itu perlu adanya pehatian khusus oleh pemerintah-pemerintah setempat dan suara masyarakat yang membela hak pengguna jalan, jika memang keseimbangan perhatian tersebut kurang, sangatlah berat untuk menghilangkan kebiasaan menyalahgunakan fungsi trotoar dan banyaknya para pengendara bermotor khususnya roda dua, bahkan para pedagang kaki lima sering melakukan penjualan pada trotoar sehingga para pedagang sambilan masih membuat trotoar tersebut hanya hiasan semata tidak dilihat dari fungsinya. Aturan tidaklah salah karena memang dapat dilanggar tetapi diamnya orang yang benar dan jujur membuat aturan tersebut selalu dilanggar oleh orang yang selalu membenarkan aturan. 2. Dalam penerapan ketentuan yang ada saat ini terhadap pelanggaran akan penggunaan trotoar menjadikan sebagai tempat perparikan khusunnya pengendara roda dua, dapat dikenakan tentuan yang ada dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya sebagaimana yang dirumuskan dalam ketentuan Pasal 274 ayat (2) dan Pasal 275 ayat (1) UULAJ ( Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009.
80
B. Saran 1. Diperlukan pemberian pemahaman bagi para pengendara kedaraan roda dua agar masyarakat dapat mengetahui tentang dampak dari penggunaan totoar yang tidak sesuai dengan peruntukannya, sehingga proses manfaat, tujuan, serta yang dicita-citakan dapat tercapai. Sehingga tidak ada lagi penyalahgunaan fungsi trotoar yang membahayakan para pejalan kaki. 2. Sesegera mungkin pemerintah kabupaten kota dapat menindak lanjuti dengan melakukan kebijakan melalui regulasi yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat untuk dapat melintasi trotoar secara nyaman dan terkendali. DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998. Amiroeddin Sjarif, PerUndang-Undangan (dasar, jenis, dan teknik membuatnya), PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1997. Bagir, Manan, Dasar-Dasar PerUndangUndangan Indonesia, Penerbit Ind-Hill.Co, Jakarta,1992. Bernard Arief Sidharta, “Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009. Chainur Anasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Sinar Grafika, Jakarta, 2000. Edy Halomoan Gurning, SH., Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Raya. Pengacara Publik dan Staf Penelitian Pengembangan pada Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta, 2010. Jimly Asshiddiqie, Ali Safa’at. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum. Sekjen dan Kepaniteraan MK RI, Jakarta, 2006. Soerjono Soekanto, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, Alumni, Bandung, 1976.
Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017 ------------, Polisi dan Lalu Lintas (Analisis Menurut Sosiologi Hukum), Mandar Maju, Bandung, 1990. ------------,. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2011. Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Interpratama Offset, Jakarta, 2005. Hartono, C.F.G.Sunaryati, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke 20, Penerbit Alumni, Bandung, 1994. Rianto Raharjo, Tertib Berlalu Lintas, Shafa Media, Bandung, 2014. Roestanto Wahidi, Potret Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan di Indonesia, Kekal Press, Bogor 2013. Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1991. Soelistyowati Irianto dan Shidarta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009. Sution Usman Adji, Djoko Prakoso, dkk, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1990. Uli, Sinta, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat dan Angkutan Udara, USU Press, Medan, 2006. Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2012. Website : http://bantuanhukum.or.id/implementasiUndang-Undang-nomor-22-tahun- 2009tentang-lalu lintas-dan-angkutan-jalan-raya,. Diakses tanggal 16 maret 2017 PerUndang-Undangan : Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
81