Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016 KEABSAHAN SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM KASUS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG1 Oleh: Deby Lidya Mokoginta2 ABSTRAK Penggunaan Informasi Elektronik sebagai alat bukti diperbolehkan dalam hukum pidana khusus yaitu dalam hal ini Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan perkembangan teknologi, kegiatan pencucian uang menjadi lebih mudah dan tersembunyi, tanpa melihat jarak bahkan batas wilayah negara, kegiatan pencucian uang dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, dan dalam keadaan apa saja. Hal ini juga didukung dengan ketersediaannya layanan SMS (Short Message Service) yang dalam penggunaannya dilakukan dalam tempo hitungan detik pesan atau informasi dapat dikirimkan dari orang yang satu ke orang yang lain, dimana cara penggunaannya yang bersifat mudah, pribadi, bahkan dapat disimpan dan dihapus. Karena itulah tindakan pencucian uang dapat dilakukan dengan aman dan rahasia. Sehingga dibutuhkan SMS dijadikan sebagai alat bukti dalam meyakinkan hakim untuk mengambil keputusan dalam perkara tindak pidana Pencucian Uang. Metode penelitian skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif/yuridis normatif (legal research) yang merupakan penelitian terhadap bahan-bahan hukum tertulis, baik peraturanperaturan maupun bahan yang lain (penelitian kepustakaan). Metode ini didukung dengan menggunakan berbagai macam bentuk sumber bahan-bahan untuk mendukung inventarisasi masalah dan perumusannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan SMS sebagai Alat Bukti dalam Hukum Acara Pidana yakni: Sebagai alat bukti surat. SMS dapat digunakan sebagai surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian lain (Pasal 187 huruf d KUHAP); Sebagai alat bukti petunjuk. SMS dapat dijadikan alat bukti petunjuk apabila memberikan suatu isyarat tentang suatu 1
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Henry R. Ch. Memah, SH, MH; Said Aneke, SH, MH; Suriyono Soewikromo, SH, MH. 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM 080 711 059
72
kejadian dimana isi dari SMS tersebut mempunyai persesuaian antara kejadian yang satu dengan kejadian yang lain dimana isyarat tersebut melahirkan suatu petunjuk yang menjelaskan terjadinya suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa SMS dapat dijadikan alat bukti dalam acara pidana, namun SMS sebagai alat bukti tidak dapat berdiri sendiri tetapi membutuhkan alat bukti lain untuk menguatkannya. SMS dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat dan alat bukti petunjuk. Dalam kasus tindak pidana Pencucian Uang adalah selain sudah teregistrasinya nomor yang dipergunakan untuk SMS, juga adanya keharusan penggabungan dengan alat bukti lain sebagai sebuah ketentuan adanya prinsip batas minimum pembuktian (Pasal 183 KUHAP), sesuai dengan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengenai alat bukti yang sah dalam pembuktian tindak pidana Pencucian Uang. A. PENDAHULUAN Banyak perubahan terhadap pola kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. Perubahan pola kehidupantersebut terjadi hampir di semua bidang, baik sosial, budaya, ekonomi, maupun bidang lainnya. Perkembangan ini dirasakan oleh banyak kalangan masyarakat dan menciptakan berbagai kemudahan, seperti dalam melakukan transaksi, membantu dunia pendidikan, perdagangan, perbankan serta manfaat lain, baik yang bersifat ekonomis maupun sosial. Hal ini telah membawa banyak perubahan terhadap pola kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. Perubahan pola kehidupantersebut terjadi hampir di semua bidang, baik sosial, budaya, ekonomi, maupun bidang lainnya.3 Perkembangan ini dirasakan oleh banyak kalangan masyarakat dan menciptakan berbagai kemudahan, seperti dalam melakukan transaksi, membantu dunia pendidikan, perdagangan, perbankan serta manfaat lain, baik yang bersifat ekonomis 3
Indriyanto Seno Anji, “Money Laundering” dalam perspektif Hukum Pidana, CV. Rizkita, Jakarta – 2001, hal. 1
Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016 maupun sosial. Tetapi dalam penggunaannya, teknologi komunikasi/informasi juga memiliki konsekuensi, antara lain perubahan hubungan sosial, dalam masyarakat biasa setiap individu hidup bersama-sama secara fisik disuatu daerah tertentu, tetapi dalam cyber society tidak harus hidup dalam kawasan atau daerah tertentu, tetapi terhubungkan karena online communication. Karena yang menjadi tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat untuk mencari siapa pelaku dan putusan pengadilan guna menemukan bukti bahwa tindak pidana telah dilakukan dan pelaku yang 4 dipersalahkan. Permasalahan hukum yang sering dihadapi adalah terkait dengan “penyampaian informasi, komunikasi dan atau transaksi secara elektronik” khususnya dalam konteks penerapan pembuktian dan hal lain yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Informasi elektronik menjadi suatu hal yang baru dalam hukum pidana Indonesia dikarenakan landasan Hukum Acara Pidana Indonesia yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 sama sekali tidak mengenal informasi elektronik sebagai salah satu alat bukti yang sah. Dalam perkara pidana juga terjadi pergeseran pandangan umum terhadap alat bukti itu sendiri seiring dengan perkembangan teknologi informasi ini. Bukti berupa informasi elektronik sebagai hasil dari teknologi informasi menjadi hal yang diperdebatkan mengenai keabsahannya dalam pembuktian. Walaupun banyaknya penyalahgunaan yang dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi seperti dalam kasus Tindak Pidana Korupsi, Tindak Pidana Terorisme, Tindak Pidana Pencucian Uang dan beberapa kasus lainnya, keberadaannya sebagai alat bukti dalam persidangan kasus pidana masih dipertanyakan keabsahannya. Hal tersebut sangat dimaklumi dikarenakan dalam Hukum Acara Pidana belum mengatur
tentang dokumen/data yang bersifat digital untuk digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Kasus-kasus yang terjadi didunia maya tentunya bukan merupakan hambatan bagi perkembangan dibidang teknologi informasi di Indonesia, akan tetapi yang perlu diperhatikan dan ditindaklanjuti ialah bagaimanakah aturan hukum itu harus bisa diterapkan dalam mengantisipasi maupun memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat pengguna dan sekaligus ancaman hukuman yang seberatberatnya bagi siapapun yang menyalahgunakan perkembangan dan kemajuan dibidang teknologi informasi dan Telekomunikasi ini. Karena yang menjadi tujuan hukum antara lain untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, serta kenyamanan bagi masyarakat di Indonesia. Harapan penulis melalui tulisan ini agar data/dokumen yang bersifat digital atau dalam hal ini adalah SMS (Short Message Service) dapat memiliki kekuatan hukumnya sebagai alat bukti menurut Hukum Acara Pidana Indonesia dan juga keabsahannya sebagai alat bukti dalam kasus tindak pidana khusus dalam hal ini Tindak Pidana Pencucian Uang menurut Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sehingga hukum dapat menjadi Panglima dalam dinamika kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Dengan demikian, melihat kenyataan dan harapan itu, maka penulis berusaha menyusun suatu karya tulis ilmiah dengan judul : “Keabsahan SMS (Short Message Service) Sebagai Alat Bukti Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang”.
4
C. METODE PENELITIAN
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika – Jakarta, 2011, hal. 8
B. RUMUSAN MASALAH A. Bagaimanakah kekuatan SMS (Short Message Service) sebagai Alat Bukti dalam Hukum Acara Pidana ? B. Apakah syarat SMS (Short Message Service) dapat menjadi alat bukti dalam perkara pidana ditinjau dari Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ?
73
Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016 Metode penelitian skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif / yuridis normatif (legal research) yang merupakan penelitian terhadap bahan-bahan hukum tertulis, baik peraturan-peraturan maupun bahan yang lain (penelitian kepustakaan/ library research). Metode ini didukung dengan menggunakan berbagai macam bentuk sumber bahan-bahan untuk mendukung inventarisasi masalah dan perumusannya. PEMBAHASAN 1. Kekuatan SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) Sebagai Alat Bukti Dalam Hukum Acara Pidana Terkait dengan pemasalahan mengenai kekuatan pembuktian SMS (Short Message Service) Sebagai Alat Bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana maka harus diklasifikasikan terlebih dahulu termasuk jenis alat bukti apakah SMS tersebut. SMS dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat atau alat bukti petunjuk. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Sebagai alat bukti surat Alat bukti surat ini diatur dalam pasal 184 ayat (1) bagian c yang penjabaran selanjutnya diatur hanya dalam satu pasal saja yaitu dalam Pasal 187 KUHAP yang menegaskan bahwa surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang ialah : “ Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah : Bentuk-bentuk surat yang dapat dianggap mempunyai nilai sebagai alat bukti, yaitu : a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, dengan syarat, isi berita itu harus memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu; b. Surat yang berbentuk “menurut ketentuan peraturan perundangundangan” atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk
74
dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya, dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan; c. Surat “keterangan dari seorang ahli” yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya; d. “Surat lain” yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian lain5. Dalam huruf (d), yang termasuk surat lain yakni surat yang lebih bersifat surat pribadi, surat menyurat atau korespondensi, surat ancaman, surat pernyataan, surat petisi, pengumuman, surat cinta, surat selebaran gelap, tulisan berupa karangan baik berupa novel, puisi, dan sebagainya6. Dan surat yang tidak dibuat oleh pejabat yang berwenang dan dengan sendirinya dibuat tanpa sumpah. Dari pengertian mengenai surat tersebut diatas, SMS dapat digolongkan sebagai “Surat lain”. 2. Sebagai Alat Bukti Petunjuk Dalam praktek peradilan, sering mengalami kesulitan untuk menerapkan alat bukti petunjuk. Kurang berhati-hati dalam mempergunakannya, akan mengakibatkan putusan yang bersangkutan bisa mengambang pertimbangannya terhadap suatu keadaan yang masih belum jelas. Bukti petunjuk diatur dalam Pasal 184 ayat 1 bagian d. Dalam Pasal 188 ayat (1) disebutkan bahwa : “Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya”.7 Rumusan menurut Pasal 188 ayat (1), dapat disusun sebagai berikut : Petunjuk 5
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Op.cit, hal. 306-307 6 Ibid, hal. 308 7 Pasal 188 ayat (1) KUHAP
Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016 ialah suatu “isyarat” yang dapat ditarik dari suatu perbuatan, kejadian atau keadaan dimana isyarat itu mempunyai “persesuaian” antara yang satu dengan yang lain maupun isyarat itu mempunyai persesuaian dengan tindak pidana itu sendiri, dan dari isyarat yang bersesuaian tersebut “melahirkan” atau “mewujudkan” suatu petunjuk yang “membentuk kenyataan” terjadinya suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya8. Petunjuk juga memiliki pengertian lain yaitu : “isyarat untuk memberitahu yang dapat dipakai sebagai alat pembuktian untuk sesuatu hal 9. Untuk memberikan kejelasan tentang Pasal 188 ayat 1 ini, perlu ditinjau tentang teori teori sebab akibat/Causaliteit10 atau perbuatan yang segera dan langsung menimbulkan akibat merupakan sebab dari suatu akibat dimana kecermatan dan kerumitan dan ketelitian diperlukan untuk menemukan sebab-akibat11. Karena untuk memperoleh suatu persesuaian antara satu perbuatan, kejadian atau keadaan harus dilihat terlebih dahulu apa yang menjadi akar persoalan (penyebab) sehingga menimbulkan suatu akibat-akibat hukum. Seandainya hakim akan mempergunakan alat bukti petunjuk dalam membuktikan suatu perkara pidana, dibutuhkan kejelian dan kemampuan hakim dalam membandingkan atau menyesuaikan antara isyarat satu dengan isyarat lain yang telah ditemukan. Mengenai apakah benar-benar isyaratisyarat itu mampu mewujudkan suatu petunjuk yang nyata dan utuh tentang terjadinya suatu tindak pidana, dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Untuk memperoleh alat bukti petunjuk, hanya dapat diperoleh dari : a. Keterangan saksi; b. Surat; c. Keterangan terdakwa.12
Hanya dari ketiga alat bukti itu, petunjuk dapat diolah. Dari ketiga sumber inilah persesuaian perbuatan, kejadian atau keadaan dapat dicari dan diwujudkan. Alat bukti petunjuk pada umumnya, baru diperlukan apabila alat bukti lain belum mencukupi batas minimum pembuktian yang ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP. Karena petunjuk sebagai alat bukti baru mungkin dicari dan ditemukan jika telah ada alat bukti yang lain. Hal ini dikarenakan, alat bukti petunjuk tidak mempunyai wadah tersendiri, bentuknya sebagai alat bukti adalah “asessor” (tergantung) pada alat bukti keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa sebagai sumber yang dapat melahirkannya, dan hanya boleh diambil dan diperoleh dari ketiga alat bukti yang lain tersebut. Petunjuk sebagai alat bukti yang lahir dari kandungan alat bukti yang lain, dapat digambarkan : a. Selamanya tergantung dan bersumber dari alat bukti yang lain: b. Alat bukti petunjuk baru dipergunakan dalam pembuktian, apabila alat bukti yang lain belum dianggap hakim cukup membuktikan kesalahan terdakwa: c. Hakim harus lebih dulu berdaya upaya mencukupi pembuktian dengan alat bukti lain sebelum ia berpaling mempergunakan alat bukti petunjuk: d. Dengan demikian upaya mempergunakan alat bukti petunjuk baru diperlukan pada tingkat keadaan daya upaya pembuktian sudah tidak mungkin diperoleh lagi dari alat bukti yang lain. Dalam batas tingkat keadaan demikianlah upaya pembuktian dengan alat bukti petunjuk sangat diperlukan.13 Dalam hal ini SMS dapat di jadikan sebagai alat bukti petunjuk apabila memberikan suatu isyarat tentang suatu kejadian dimana isi dari SMS tersebut mempunyai persesuaian antara kejadian yang satu dengan yang lain dimana isyarat yang tersebut melahirkan suatu petunjuk yang membentuk kenyataan terjadinya
8
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Op.cit, hal. 313 9 M. Marwan, SH dan Jimmy P., Op.cit, hal.510 10 S. Adi Winata, Op.cit, hal.21 11 Leden Marpaung, Op.cit, hal.42 12 Pasal 188 ayat (2) KUHAP
13
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Op.cit, hal. 317
75
Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016 suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya. Namun untuk menentukan apakah bukti petunjuk berupa SMS ini dapat digunakan dalam menyelesaikan suatu kasus tindak pidana, perlu dilihat penegasan Pasal 188 ayat (3) yang menegaskan bahwa : Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya. SMS dapat dikategorikan sebagai alat bukti “surat” dan/atau alat bukti “petunjuk”, tergantung keyakinan hakim termasuk dalam alat bukti mana sms tersebut. 2. Syarat SMS (Short Message Service) Dapat Menjadi Alat Bukti Dalam Perkara Pidana Ditinjau Dari Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Dalam beberapa Undang-undang di Indonesia telah mengatur Data Elektronik sebagai alat bukti yang sah, antara lain Undangundang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur bahwa informasi elektronik/dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah14, dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Menurut Undang-undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), suatu informasi elektronik15/dokumen elektronik16 dinyatakan 14
Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 15 Informasi elektronik adalah sebagai satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. 16 Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui computer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,
76
sah untuk dijadikan alat bukti apabila menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undangundang ini (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008), yaitu sistem elektronik yang andal dan aman, serta memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut: a. dapat menampilkan kembali informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan; b. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik17 tersebut; c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut; d. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan sistem elektronik tersebut; dan e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.18 Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juga mengatur mengenai data elektronik merupakan alat bukti yang sah dalam Pasal 26 A, yaitu : “Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode, akses, symbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. 17 Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan proses elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik. 18 Pasal 15 Ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016 tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh dari: a. alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan b. dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.19 Kemudian dalam PERPU No. 1 Tahun 2002 yang telah diundangkan dengan UndangUndang No. 15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme disebutkan dalam Pasal 27, yaitu : “Alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi: a) Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana; b) Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; c) Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada; 1) Tulisan, suara, atau gambar; 2) Peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; 3) Huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.20 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur 19
Pasal 26 A Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 20 Pasal 27 Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme
mengenai data elektronik sebagai alat bukti, yaitu dalam pasal 38 menyebutkan : Alat bukti yang sah dalam pembuktian tindak pidana pencucian uang ialah: a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana; dan/atau b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa optik dan Dokumen.21 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dalam Pasal 74 mengatur bahwa : Penyidikan terhadap tindak pidana Pencucian Uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan kecuali ditentukan lain menurut UndangUndang ini Agar SMS bisa menjadi sebuah alat bukti petunjuk, maka harus didukung dengan alat bukti yang lain, berupa : 1. Pemeriksaan Saksi. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.22 Sedangkan keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa ketengan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Keterangan saksi yang tidak memenuhi kriteria tersebut, tidak mempunyai kekuatan sebagai alat bukti. Keterangan saksi seperti itu disebut “Testimonium deautitu23”.24 Pembuktian keterangan saksi merupakan hal yang paling utama dalam membuktikan suatu kasus-kasus hukum selain alat-alat bukti lainnya yang dapat menunjang dalam membuktikan suatu 21
Pasal 73 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 22 Pasal 1 ayat (26) KUHAP 23 S. Adi Winata, Op.cit, hal.94 24 Anonimous, Ikhtisari Ketentuan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak, Pidana Pencucian Uang, Op.ci, hal. 666
77
Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016 kasus Tindak Pidana. Dalam kasus Pidana pun dapat dikatakan, hampir tidak ada perkara Pidana yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Ditinjau dari segi nilai dan kekuatan pembuktian atau “the degree of evidence” keterangan saksi, agar ketetapan saksi atau kesaksian mempunyai nilai serta kekuatan pembuktian, perlu diperhatikan beberapa pokok ketentuan yang harus dipenuhi oleh seorang saksi25. Keterangan saksi dapat dianggap sah sebagai alat bukti yang memiliki nilai kekuatan pembuktian, harus dipenuhi aturan ketentuan sebagai berikut : a. Bahwa keterangan tersebut harus mengucapkan sumpah atau janji (Pasal 160 ayat 3 KUHAP26), b. Keterangan saksi yang memilik nilai sebagai bukti. Tidak semua keterangan saksi yang mempunyai nilai sebagai alat bukti. Keterangan saksi yang mempunyai nilai ialah keterangan yang ditegaskan dalam pasal 1 angka 27 KUHAP, yaitu : i. saksi dengar sendiri dan bukan saksi hanya mendengar dari orang lain (testimonium de auditu)27 ii. yang saksi lihat sendiri, iii. dan saksi alami sendiri, iv. serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu. c. Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan. Hal ini memberikan arti bahwa keterangan saksi baru mempunyai nilai sebagai alat bukti apabila dinyatakan disidang pengadilan. (Pasal 185 ayat 1 KUHAP28). d. Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup. Dalam bagian ini 25
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Op.cit, hal.286 26 Pasal 160 ayat (3) KUHAP : “Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.” 27 S. Adi Winata, Op.cit, hal.94 28 Pasal 185 ayat (1) KUHAP : “Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.”
78
ditegaskan bahwa untuk membuktikan kesalahan terdakwa maka perlu dilihat mengenai minimum pembuktian sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 183 KUHAP. Selanjutnya pula ditegaskan dalam pasal 185 ayat (2) KUHAP bahwa “keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya” (unus testis nullus testis). Jadi untuk membuktikan kesalahan terdakwa maka harus memiliki sekurang-kurangnya dua alat bukti yang berdasarkan hukum yang berlaku. e. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri. Meskipun telah terdapat dua atau lebih dari saksi sebagaimana dijelaskan pada poin 4 di atas, akan tetapi dua atau lebih saksi yang ada ini memberikan kesaksiannya didepan Pengadilan namun keterangan mereka berdiri sendiri atau berbeda satu dengan lainnya dan tidak memberikan keterkaitan antara satu dengan lainnya maka meskipun keterangan tersebut telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang diisyaratkan dalam pasal 183 KUHAP, keterangan tersebut tidak dapat dianggap sebagai keterangan saksi yang memenuhi unsur pembuktian. Jadi dalam hal ini untuk memberikan nilai yang sah pada bukti SMS haruslah ada saksi lebih dari seorang yang menyatakan bahwa benar telah terjadi suatu tindak pidana dimana saksi juga mengetahui sendiri adanya keterkaitan antara tindak pidana yang terjadi dengan isi dari sms tersebut. 2. Pemeriksaan Ahli Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.29 Semua ketentuan untuk saksi berlaku juga bagi yang memberikan 29
Pasal 1 angka 28 KUHAP
Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016 keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaikbaiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.30 Dimana keterangannya dinyatakan dalam sidang pengadilan. Seseorang dapat memberi keterangan sebagai ahli jika ia harus mempunyai pengetahuan, keahlian, pengalaman, latihan, atau pendidikan khusus yang memadai untuk memenuhi syarat sebagai seorang ahli tentang hal yang berkaitan dengan keterangannya. Dalam permasalahan mengenai penggunaan SMS sebagai salah satu alat bukti, keterangan ahli sangat dibutuhkan untuk mengetahui apakah benar SMS yang dikirimkan adalah benar-benar dari si terdakwa atau bukan dan juga kebenaran identitas dari pemilik nomor tersebut. Dengan kemampuan dalam penerapan kecanggihan teknologi yang dikuasai oleh saksi ahli tersebut, diharapkan bisa diketahui kebenaran materiil yang ada. 3. Pemeriksaan Surat Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suara sarana, baik yang tertuang diatas kertas atau benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada : a. Tulisan, suara, atau gambar; b. Peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; c. Huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau 31 memahaminya. Dengan demikian dapat memberikan nilai yang sah untuk SMS dapat menjadi alat bukti dalam suatu tindak pidana, yang dalam hal ini tindak pidana khusus yaitu Tindak Pidana Pencucian Uang. 4. Pemeriksaan alat bukti lain
Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat yang serupa optik dan dokumen.32 Dalam hal keabsahan SMS sebagai alat bukti, maka melalui pemeriksaan alat bukti lain seperti yang telah disebutkan dapat memberikan informasi terhadap siapa si pengirim, siapa si penerima, atau siapa saja orang /pihak yang terkait melaui isi dari SMS tersebut. Syarat lainnya adalah nomor yang dipergunakan untuk mengirim SMS, agar dapat lebih sah untuk dijadikan alat bukti haruslah memenuhi persyaratan yang antara lain : nomor prabayar dan/atau pascabayar sudah teregistrasi. 5. Keterangan Terdakwa Tentang Keterangan terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili disidang pengadilan.33 Pasal 189 ayat (1) berbunyi : keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Dalam hal ini tidak semua keterangan terdakwa dinilai sebagai alat bukti yang sah. Keterangan terdakwa yang dapat digunakan sebagai alat bukti adalah keterangan terdakwa yang dinyatakan disidang Pengadilan. Hal ini berarti bahwa keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang Pengadilan (The Confession Outside the Court) tidak dapat digunakan sebagai alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini. Terkait dengan permasalahan SMS sebagai alat bukti, maka SMS ini akan menjadi bukti yang sangat sah jika ada pengakuan dari terdakwa akan tanggungjawabnya terhadap apa isi sms tersebut. Dapat disimpulkan bahwa syarat penggunaan SMS sebagai alat bukti dalam kasus tindak pidana Pencucian Uang adalah adanya keharusan penggabungan dengan alat bukti lain sebagai sebuah ketentuan adanya prinsip batas minimum pembuktian (Pasal 183
30
32
Pasal 179 ayat (2) KUHAP Pasal 1 angka 16 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 31
Pasal 73 huruf b Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 33 Pasal 1 angka 15 KUHAP
79
Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016 KUHAP), sesuai dengan Pasal 73 UndangUndang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengenai alat bukti yang sah dalam pembuktian tindak pidana Pencucian Uang. PENUTUP 1. Kesimpulan 1. Kekuatan SMS sehingga dapat dijadikan alat bukti dalam perkara pidana membutuhkan alat bukti lain untuk menguatkannya, karena SMS sebagai alat bukti tidak dapat berdiri sendiri. SMS dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat dan alat bukti petunjuk. 2. Syarat agar SMS menjadi alat bukti dalam kasus tindak pidana pencucian uang adalah selain sudah teregistrasinya nomor yang dipergunakan untuk SMS tersebut, juga adanya keharusan penggabungan dengan alat bukti lain sebagai sebuah ketentuan adanya prinsip batas minimum pembuktian (Pasal 183 KUHAP), sesuai dengan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengenai alat bukti yang sah dalam pembuktian tindak pidana Pencucian Uang. 2. Saran Dengan memperhatikan pembahasan di atas, sebagai rekomendasi penulis dalam hal proses penyelidikan dan penyidikan hingga dalam proses persidangan maka penulis menyarankan sebagai berikut : Ktab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang merupakan acuan dalam proses acara pidana di Indonesia harus dilakukan penyesuaian dalam hal alat bukti, melihat telah banyak cara yang dijadikan alat dalam pelaksanaan tindak pidana dalam hal ini tindak pidana Pencucian Uang, sehingga hukum dapat menjadi pemimpin dalam dinamika kehidupan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Adiwinata, S., Istilah Hukum (Latin-Indonesia), PT. Intermasa, Jakarta, 1986.
80
Amirudin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004 Anonimous, Ikhtisari Ketentuan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, The Indonesia Netherlands National Legal Reform Program (NLRP), Jakarta, 2011. Dirdjosisworo, Soedjono, Pengantar Ilmu Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008. Hamzah, Andi, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1994. Hamzah, Andi, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) didalam KUHP, Pusat Studi Hukum Pidana Universitas Trisakti, Jakarta, 2010. Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia edisi revisi, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. Harahap, M. Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Sinar Grafika, Jakarta, 2010. Junaedi, Fajar, dkk, Komunikasi 2.0 Teoritisasi dan Implikasi, Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (ASPIKOM), Yogyakarta, 2011. Kusumaatmadja, Mochtar, & B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum (Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum), Alumni, Bandung, 1999. Marpaung, Leden, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2008. Marwan, M., & Jimmy P., Kamus Hukum (Dictionary Of Law Complete Edition), Reality Publisher, Surabaya, 2009. Salman, S. H. R. Otje, Filsafat Hukum (Perkembangan & Dinamika Masalah), PT Refika Aditama, Bandung, 2010. Seno, Indriyanto Anji, “Money Laundering” dalam perspektif Hukum Pidana, CV. Rizkita, Jakarta, 2001 Subekti, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, 2005. Sugono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001 Sugono, Dendy, dkk, Kamus Bahasa Indonesia Edisi Kedua, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014. Undang-Undang : - Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana - Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. - Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. - Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31
Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016
-
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme
Sumber lain : - http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4 e8ec99e4d2ae/apa-perbedaan-alat-buktidengan-barang-bukti - http://tugas2kuliah.wordpress.com/2011/11/09 - http://www.kajianpustaka.com/2012/12/teorisms-short-message-service.html/205/09/15
81