MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
102/PMK. 07/2015 TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 115/PMK.07/2013 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK ROKOK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
:
a.
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (5) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok;
bahwa
dalam
rangka
meningkatkan
efektivitas
pelaksanaan pemungutan dan penyetoran pajak rokok, perlu dilakukan perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok; Mengingat
1.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5049); Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013
tentang
Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak
Rokok; MEMUTUSKAN:
Menetapkan
PERATURAN PERUBAHAN
NOMOR
MENTERI KEUANGAN ATAS PERATURAN MENTERI
115/PMK.07/2013
TENTANG
TENTANG KEUANGAN
TATA
CARA
PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK ROKOK. Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok diubah sebagai berikut:
tf*
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
-2
1.
Ketentuan angka 24, angka 26, dan angka 27 diubah, dan angka 33 Pasal 1 dihapus, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut: Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.
Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah Pusat.
2.
Rokok adalah hasil tembakau yang meliputi sigaret, cerutu, dan rokok daun.
3.
Cukai Rokok adalah pungutan dikenakan terhadap rokok.
negara
yang
4.
Surat Pemberitahuan Pajak Rokok yang selanjutnya
disingkat SPPR adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak Rokok untuk melaporkan penghitungan dan/atau dasar pembayaran Pajak Rokok. 5.
Permohonan
Pemesanan
Pita
Cukai
Hasil
Tembakau yang selanjutnya disebut dengan CK-1 adalah dokumen cukai yang digunakan Wajib Pajak Rokok untuk mengajukan permohonan pemesanan pita cukai hasil tembakau.
6.
Wajib Pajak Rokok adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir rokok yang memiliki ijin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai.
7.
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai yang
selanjutnya disingkat NPPBKC adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha penjualan eceran di bidang cukai.
8.
tempat
Pemungutan Pajak adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek Pajak, penentuan besarnya Pajak yang terutang
sampai kegiatan penagihan Pajak kepada Wajib Pajak Rokok serta pengawasan penyetorannya.
9.
Surat
Setoran
Bukan
Pajak
yang
selanjutnya
disingkat SSBP adalah dokumen yang digunakan untuk melakukan
rekening kas negara.
pembayaran
Pajak
Rokok
ke
(£
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
-3
10. Bank
Persepsi
adalah
bank
umum
yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara bukan pajak dalam rangka impor dan ekspor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan Negara bukan pajak.
11. Pos Persepsi adalah Kantor Pos yang ditunjuk oleh
12.
Menteri Keuangan penerimaan Negara.
untuk
Nomor
Penerimaan
Transaksi
. menerima
setoran
Negara
yang
selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor yang tertera
pada
bukti
penerimaan
negara
yang
diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara.
13. Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB
adalah
nomor
bukti
transaksi
penyetoran
penerimaan negara yang diterbitkan oleh Bank. 14. Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh Pos.
15. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung
seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 16. Rekening Kas Umum Daerah Provinsi yang selanjutnya disebut RKUD Provinsi adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur untuk menampung seluruh
penerimaan
daerah
dan
membayar
seluruh
pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan. 17. Kantor Bea dan Cukai adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
18. Kantor
Pelayanan
Perbendaharaan
Negara
yang
selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat
Jenderal
Perbendaharaan
yang
memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara untuk
melaksanakan
Bendahara Umum Negara.
sebagian
fungsi
Kuasa
*r
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
-4
19. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan Negara yarig disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
20. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA, adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga.
21. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna Anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
22. Pejabat
Pembuat
Komitmen
yang
selanjutnya
disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/Kuasa PA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas penerimaan Pajak Rokok. 23. Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar
yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
24. Surat
Ketetapan
Penyetoran
Pajak
Rokok
yang
selanjutnya disingkat SKP-PR adalah dokumen sebagai dasar penyetoran Pajak Rokok yang memuat rincian jumlah pajak rokok per provinsi dalam periode tertentu.
25. Surat
Permintaan
Pembayaran
yang
selanjutnya
disingkat SPP adalah suatu dokumen yang dibuat/diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan penyetoran Pajak Rokok atau pembayaran pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Rokok.
26. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM dalam rangka penyetoran Pajak Rokok ke RKUD Provinsi
berdasarkan
SKP-PR
atau
pembayaran
pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Rokok. 27. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya
disingkat
SP2D
adalah
surat
diterbitkan oleh KPPN selaku
perintah
yang
Kuasa Bendahara
Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Rekening Kas Umum Negara berdasarkan SPM.
l\\\N;..
i,' '/I*
^asM.*i
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
-5 -
28. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
29. Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan
dalam rangka pelaksanaan APBN dalam wilayah kerja yang ditetapkan.
30. Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat ADK adalah
arsip
data
dalam
bentuk
softcopy yang
disimpan dalam media penyimpanan digital. 31. Surat Keterangan Telah Dibukukan yang selanjutnya disingkat SKTB adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh KPPN atas penerimaan Pajak Rokok yang telah dibukukan KPPN.
32. Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Rokok yang selanjutnya disingkat SKP-KP2R adalah surat keputusan sebagai dasar untuk menerbitkan SPM Pengembalian Penerimaan. 33. Dihapus.
Ketentuan ayat (3) Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut: Pasal 5
(1) Wajib Pajak Rokok melakukan pembayaran Pajak Rokok bersamaan dengan pembayaran Cukai Rokok ke kas negara.
(2)
Pembayaran Pajak Rokok dilakukan melalui Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan formulir SSBP.
(3) Pembayaran Pajak Rokok menggunakan kode Bagian Anggaran 999.99 dengan akun Penerimaan Non Anggaran.
(4) Wajib Pajak Rokok membuat SSBP sebanyak 4 (empat) rangkap dengan peruntukan sebagai berikut: a.
Lembar ke-1 untuk Wajib Pajak Rokok;
b.
Lembar ke-2 untuk KPPN;
c.
Lembar ke-3 untuk Kantor Bea dan Cukai; dan
d.
Lembar ke-4 untuk Bank/Pos Persepsi.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
-6
(5)
Dalam hal Pajak Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayarkan, pelayanan atas CK-1 tidak dilaksanakan.
(6)
Format SSBP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (7) Tata cara pembayaran Pajak Rokok oleh Wajib Pajak Rokok ke Bank/Pos Persepsi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai tata cara penyetoran penerimaan negara. Ketentuan Pasal 16 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 16
(1)
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menetapkan keputusan proporsi dan estimasi penerimaan Pajak Rokok untuk masing-masing Provinsi
sebagai
Pendapatan
dasar
dan
penyusunan
Belanja
Daerah
Anggaran
untuk
masing-masing provinsi.
(2)
Keputusan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun paling lambat bulan November.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan rasio jumlah penduduk provinsi terhadap jumlah penduduk nasional dan target penerimaan cukai rokok pada Undang-Undang mengenai APBN.
(4) Rasio jumlah penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan data jumlah penduduk yang digunakan untuk penghitungan Dana Alokasi Umum untuk tahun anggaran berikutnya.
(5) Berdasarkan
keputusan
Direktur
Jenderal
Perimbangan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur menetapkan alokasi bagi hasil Pajak Rokok masing-masing kabupaten/kota sebagai dasar penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
(6) Alokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan paling lambat bulan November tahun anggaran sebelumnya.
£
mmm
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
7
Ketentuan Pasal 17 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 17
(1)
Berdasarkan data realisasi penerimaan Pajak Rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan Keputusan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan mengenai proporsi dan estimasi penerimaan Pajak . Rokok untuk masing-masing provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), KPA menerbitkan SKP-PR.
(2)
SKP-PR
sebagaimana
dimaksud
diterbitkan dalam rangkap peruntukan sebagai berikut:
pada
3
ayat
(tiga)
a.
Lembar ke-1 untuk KPPN Jakarta II;
b.
Lembar ke-2 untuk PPK; dan
c.
Lembar ke-3 untuk pertinggal.
(1)
dengan
Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18
(1)
Penyetoran Pajak Rokok ke masing-masing RKUD Provinsi,
dilakukan
sesuai
Pajak
Rokok dan
penerimaan
dengan
realisasi
proporsi
untuk
masing-masing Provinsi.
(2)
Penyetoran penerimaan Pajak Rokok ke RKUD Provinsi dilaksanakan secara triwulanan pada bulan
pertama triwulan berikutnya.
(3) Penyetoran penerimaan Pajak Rokok bulan Oktober dan November dilakukan pada bulan Desember.
(4) Penyetoran Pajak Rokok ke RKUD Provinsi untuk penerimaan sampai dengan bulan Desember tahun berkenaan yang masih terdapat di RKUN,
dilaksanakan
bersamaan
dengan
Triwulan I tahun anggaran berikutnya.
penyetoran
g
.'y'n'.-ifii'-
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
8-
6.
Ketentuan Pasal 19 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 19
(1)
Dalam hal terdapat selisih antara penerimaan dengan. penyetoran Pajak Rokok ke RKUD Provinsi akan diperhitungkan pada penyetoran Pajak Rokok tahun berikutnya.
(2) Perhitungan selisih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
7.
Ketentuan Pasal 21 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 21
(1)
Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (6) dan SKP-PR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a, KPPN Jakarta II menerbitkan
SP2D
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2)
KPA memberitahukan penyetoran Pajak Rokok kepada Gubernur pada paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah SP2D penyetoran Pajak Rokok diterbitkan.
8.
Di antara BAB III dan BAB IV disisipkan 1 (satu) bab,
yakni BAB IIIA sehingga berbunyi sebagai berikut: BAB IIIA
PENYALURAN BAGI HASIL PAJAK ROKOK
9.
Di antara Pasal 21 dan Pasal 22 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 21A, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 21A
(1)
Gubernur menetapkan jumlah bagi hasil Pajak Rokok Kabupaten/Kota, setelah Pajak Rokok diterima di RKUD Provinsi.
(2)
Berdasarkan ketetapan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur menyalurkan bagi hasil Pajak Rokok kepada Kabupaten/Kota paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya Pajak Rokok di RKUD Provinsi.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
-9 -
(3)
Penyaluran bagi hasil Pajak Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai realisasi penerimaan Pajak Rokok pada RKUD Provinsi.
(4)
Dalam hal realisasi penerimaan Pajak Rokok lebih besar atau lebih kecil dari yang telah dianggarkan,
penyaluran bagi hasil tetap dilaksanakan sesuai realisasi penerimaan Pajak Rokok pada RKUD Provinsi.
(5)
Dalam hal penyaluran bagi hasil Pajak Rokok belum dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan, penyaluran tetap dilakukan sesuai realisasi penerimaan Pajak Rokok pada RKUD Provinsi.
(6)
Tata cara penyaluran bagi hasil Pajak Rokok kepada Kabupaten/Kota di wilayah provinsi bersangkutan diatur lebih lanjut oleh Gubernur.
10. Ketentuan ayat (4) dan ayat (9) Pasal 24 diubah, sehingga Pasal 24 berbunyi sebagai berikut: Pasal 24
(1)
Berdasarkan surat permintaan yang disampaikan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (6), Kepala KPPN menerbitkan SKTB dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukan:
a. 2 (dua) untuk Kantor Bea dan Cukai; b. 1 (satu) untuk KPPN Jakarta II; dan c. 1 (satu) sebagai pertinggal.
(2) Format SKTB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (3) Kepala Kantor Bea dan Cukai menyampaikan surat rekomendasi pengembalian kelebihan pembayaran
Pajak Rokok kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan dilampiri: a. dokumen permohonan dari Wajib Pajak Rokok; b. tanda bukti kelebihan pembayaran Pajak Rokok; dan
c.
SKTB.
g
"^JiiJ^ MENTERI KEUANGAN REPU8LIK INDONESIA
- 10 -
(4)
Berdasarkan
surat
rekomendasi
pengembalian
kelebihan pembayaran Pajak Rokok, menerbitkan SKP-KP2R dalam rangjcap 3 dengan peruntukan sebagai berikut: a.
Lembar ke-1 untuk KPPN Jakarta II;
b.
Lembar ke-2 untuk PPK; dan
c.
Lembar ke-3 sebagai pertinggal.
KPA (tiga)
(5)
Berdasarkan SKP-KP2R, PPK menerbitkan SPP atas pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Rokok.
(6) (7)
SPP disampaikan kepada PPSPM dilampiri SKP-KP2R. Berdasarkan SPP, PPSPM melakukan pemeriksaan dan
pengujian
SPP
pengembalian
kelebihan
pembayaran Pajak Rokok.
(8)
Dalam
hal
memenuhi
pemeriksaan ketentuan,
dan
PPSPM
pengujian
SPP
menerbitkan
SPM
dalam rangkap 3 (tiga) dengan peruntukan sebagai berikut:
a.
Lembar
ke-1
dan
lembar
ke-2
untuk
KPPN
Jakarta II; dan
b. Lembar ke-3 sebagai pertinggal.
(9)
SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diterbitkan dengan menggunakan Bagian Anggaran 999.99 kode akun kontrapos akun Penerimaan Non Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).
(10) PPSPM
menyampaikan
SPM-PP
sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) kepada KPPN Jakarta II dilampiri dengan lembar ke-1 SKP-KP2R. 11. Judul BAB V diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: BAB V
PELAPORAN, REKONSILIASI, DAN PEMANTAUAN
12. Di.antara Pasal 25 dan Pasal 26 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 25A dan Pasal 25B, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 25A
(1)
Gubernur menyampaikan laporan realisasi penyaluran bagi hasil Pajak Rokok dari Provinsi ke Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21A ayat (2) kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
C
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
- 11 -
(2)
Laporan
realisasi
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan penyaluran bagi hasil. (3)
Format laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VIIA yang
merupakan
bagian
tidak
terpisahkan
dari
Peraturan Menteri ini. Pasal 25B
(1)
Direktorat
Jenderal
Perimbangan
Keuangan
melakukan pemantauan atas penetapan alokasi dan penyaluran Pajak Rokok oleh Gubernur.
(2)
Gubernur melakukan pemantauan atas penggunaan Pajak Rokok untuk pelayanan kesehatan masyarakat
dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang di Provinsi dan Kabupaten/Kota di wilayahnya. 13.
Pasal 29 dihapus.
14. Di antara Pasal 31 dan Pasal 32 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 31 A, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 31A
(1)
Penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) digunakan untuk mendanai
pelayanan
kesehatan
masyarakat
dan
penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.
(2)
Penggunaan Pajak Rokok untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat oleh Provinsi/Kabupaten/Kota dilakukan dengan berpedoman pada petunjuk teknis yang ditetapkan Menteri Kesehatan.
(3)
Penggunaan Pajak Rokok untuk mendanai penegakan hukum oleh aparat yang berwenang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)
Dalam hal sampai dengan akhir tahun anggaran terdapat sisa penggunaan Pajak Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka sisa penggunaan Pajak Rokok tersebut digunakan untuk mendanai kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang pada tahun anggaran berikutnya.
jT
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Mei 2015
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P. S. BRODJONEGORO
Diundangkan di Jakarta Padatanggal 26 Mei 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA, ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO UMUM u.b.
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
A^ GIARTO
NIP 195904201984021001
791
LAMPIRAN IV
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SKESolOZ/PMK.07/2015 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANQAN NOMOR 115/PMK.07/2013 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK ROKOK
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
FORMAT SURAT SETORAN BUKAN PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
KPPN
(1)
SURAT SETORAN BUKAN PAJAK
Lembar ke-1 untuk
(SSBP)
WAJIB PAJAK/ BENDAHARA
Nomor
(2)
Tanggal
(3)
PENERIMA
KEREKENING KAS NEGARA NOMOR : A.
B.
(4)
1.
NPWP Wajib Setor/Bendahara
(5)
2.
Nama Wajib Setor/Bendahara
.(6)
3.
Alamat
1.
Kementerian/Lembaga
9
9
9
(8)
2.
Unit Organisasi Eselon I
0
0
0
(9)
3.
Satuan Kerja
9
9
9
2 |- 4
4.
Fungsi/Subfungsi/Program
0
0
0
5.
Kegiatan/Subkegiatan
00
00
6.
Lokasi
(7)
0
15
1
1
7
7
C.
Kode Akun dan Uraian Penerimaan
8
D.
Jumlah Setoran
Rp
(10)
7
0
0
0
0
0
0000
(12)
(13) 1
1
(14) Pembayaran Pajak Rokok ,-(15)
Terbilang
E.
)(16)
Surat Penagihan (SPN) atau Surat Pemindahan Penagihan Piutang Negara (SP3N)
tanggal
.(17).
Nomor
.(18).
.(19).
KPPN
Untuk Keperluan : (20).,
PERHATIAN
Bacalah dahulu peturrjuk pengisian formulir SSBP pada halaman belakang lembar ini. Diterima Oleh :
.(22).
•(21).
BANK PERSEPSI/KANTOR POS DAN GIRO
Tanggal
TandaTangan
J23L NIP
.(24).
Nama Terang
.(25).
(26). (27)...,
?
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
-2-
PETUNJUK PENGISIAN .
SURAT SETORAN BUKAN PAJAK
No.
URAIANISIAN
(1)
Diisi dengan kode KPPN (3) digit dan uraian KPPN Penerima Setoran (Diisi oleh petugas Bank/Pos Persepsi).
(2)
Diisi dengan nomor urut SSBP (Diisi oleh petugas Bank/Pos Persepsi).
(3)
Diisi dengan tanggal SSBP dibuat (Diisi oleh petugas Bank/Pos Persepsi).
(4)
Diisi dengan kode Rekening Kas Negara (Diisi oleh petugas Bank/Pos Persepsi).
(5)
Diisi dengan nomor NPWP Wajib Pajak Rokok/Wajib Setor (Diisi oleh Pembayar Pajak Rokok).
(6)
Diisi dengan Nama Wajib Pajak Rokok (Diisi oleh Pembayar Pajak Rokok).
(7)
Diisi dengan Alamat Jelas Wajib Pajak Rokok (Diisi oleh Pembayar Pajak Rokok).
(8)
Kode Kementerian/Lembaga diisi dengan angka 999 (Diisi oleh Pembayar Pajak Rokok).
(9)
Kode Unit Organisasi Eselon I diisi dengan angka 000 (Diisi oleh Pembayar Pajak Rokok).
(10)
Kode Satuan Kerja pengelola Pajak Rokok diisi dengan angka 999247 (Diisi oleh Pembayar Pajak Rokok).
(11)
Kode Fungsi/Subfungsi/Program diisi dengan angka 00.00.0000 (Diisi oleh Pembayar Pajak Rokok).
(12)
Kode Kegiatan/Subkegiatan diisi dengan angka 0000.0000 (Diisi oleh Pembayar Pajak Rokok).
(13)
Kode Lokasi diisi dengan angka 0151 (Diisi oleh Pembayar Pajak Rokok).
.
(14)
Kode Akun 6 (enam) digit diisi dengan angka 817711 (Diisi oleh Pembayar Pajak Rokok).
(15)
Diisi dengan Jumlah Rupiah Pembayaran Pajak Rokok (Diisi oleh Pembayar Pajak Rokok).
(16)
Diisi dengan Jumlah Rupiah Pembayaran Pajak Rokok yang dibayarkan dengan huruf (Diisi oleh Pembayar Pajak Rokok).
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
(17)
Diisi dengan Nomor SPPR atau dokumen lainnya (Diisi oleh Pembayar Pajak Rokok).
(18)
Diisi dengan tanggal SPPR (Diisi oleh Pembayar Pajak Rokok).
(19)
Tidak diisi (Dikosongkan).
(20)
Diisi dengan NPPBKC dan Kode Kantor Bea dan Cukai (Diisi oleh Pembayar Pajak Rokok).
(21) 8b (22)
Diisi dengan tempat/nama kota dan tanggal dibuatnya SSBP (Diisi oleh Pembayar Pajak Rokok).
(23)
Diisi dengan nama yang melakukan pembayaran Pajak Rokok (Diisi oleh Pembayar Pajak Rokok).
(24)
Tidak diisi (Dikosongkan).
(25)
Diisi dengan tanggal diterimanya pembayaran Pajak Rokok oleh Bank/Pos Persepsi (Diisi oleh petugas Bank/Pos Persepsi).
(26) 86 (27)
Diisi dengan Nama dan Tanda Tangan Penerima di Bank/Pos Persepsi serta stempel Bank/Pos Persepsi.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
BAMBANG P. S. BRODJONEGORO
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO UMUM
KEPALA BAGIAN T.U.' KEMENTERIAN
Ah~ GIARTol NIP 195904201984021001
LAMPIRAN VHA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA .
nomor 102/PMK. 07/2015 TENTANQ
„
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 115/PMK.07/2013 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK ROKOK
Wm^ •Viy.ci(«i". MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
FORMAT LAPORAN REALISASI PENYALURAN BAGI HASIL PAJAK ROKOK
( KOP SURAT PEMERINTAH DAERAH ) PEMERINTAH PROVINSI ..... (1) LAPORAN REALISASI PENYALURAN BAGI HASIL PAJAK ROKOK TRIWULAN ... (2) Nama Pemda
No.
(3)
dst
Tanggal Salur (4)
Nilai
(5)
dst
(6)
Jumlah
(7), tanggal (8) Gubernur/Pejabat lain yang ditunjuk,.
Nama NIP ...
(9) (10)
f
'
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
-2PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN REALISASI PENYALURAN BAGI HASIL PAJAK ROKOK
No.
URAIANISIAN
(1)
Diisi dengan nama Provinsi.
(2)
Diisi dengan nomor Triwulan.
(3)
Diisi dengan nama Kabupaten / Kota.
(4)
Diisi dengan tanggal salur bagi hasil Pajak Rokok.
(5)
Diisi dengan nilai salur bagi hasil Pajak Rokok.
(6)
Diisi dengan jumlah nilai salur bagi hasil Pajak Rokok.
(7)
Diisi dengan nama kota ditetapkannya nota.
(8)
Diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun ditetapkannya nota.
(9)
Diisi dengan Nama Gubernur/Pejabat lain yang ditunjuk.
(10) Diisi dengan NIP Gubernur/Pejabat lain yang ditunjuk.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
BAMBANG P. S. BRODJONEGORO
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO UMUM u.b.
:
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
ftl>GIARTO0
NIP 195904201984021001