RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR :
/PER/M.KOMINFO/
/2009
TENTANG PENYELENGGARAAN KOMUNIKASI RADIO ANTAR PENDUDUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, Menimbang : a.
bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 40 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor: 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, telah diatur ketentuan tentang penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan sendiri, yang termasuk di antaranya penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan penyelenggaraan komunikasi radio antar penduduk;
b.
bahwa Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: 77 Tahun 2003 tentang Pedoman Kegiatan Komunikasi Radio Antar Penduduk yang berlaku saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan Hukum Masyarakat,sehingga perlu diganti;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk;
: 1.
Undang-Undang Nomor: 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor: 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 3881);
2.
Undang-Undang Nomor: 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor: 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 4437);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor: 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomuniaksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor: 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 3980);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor: 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit
Mengingat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3981); 5.
Peraturan Pemerintah Nomor: 39 Tahun 2001 tentang penyelenggaraan Dekonsentrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 4095);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor: 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor: 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 4974);
7.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor: 20 Tahun 2008;
8.
Keputusan Presiden Nomor: 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Presiden Republik Indonesia Nomor: 21 Tahun 2008;
9.
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 03/P/M.Kominfo/5/2005 tentang Penyesuaian Kata Sebutan Pada Beberapa Keputusan/Peraturan Menteri Perhubungan Yang Mengatur Materi Muatan Khusus di Bidang Pos dan Telekomunikasi;
10. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 25/P/M.KOMINFO/7/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Komunikasi dan Informatika; 11. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 29/P/M.KOMINFO/9/2008 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PENYELENGGARAAN KOMUNIKASI RADIO ANTAR PENDUDUK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
2
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1.
Komunikasi Radio adalah mempergunakan gelombang radio;
2.
Komunikasi Radio Antar Penduduk yang selanjutnya disebut KRAP adalah Komunikasi Radio yang menggunakan pita frekuensi radio yang telah ditentukan secara khusus untuk penyelenggaraan KRAP dalam wilayah Republik Indonesia;
3.
Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio;
4.
Stasiun KRAP adalah satu atau beberapa pesawat pemancar dan atau pesawat penerima termasuk perlengkapannya yang diperlukan di suatu tempat untuk menyelenggarakan penyelenggaraan KRAP.;
5.
Perangkat KRAP adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan penyelenggaraan KRAP;
6.
Izin KRAP yang selanjutnya disebut IKRAP adalah hak yang diberikan oleh Direktur Jenderal kepada seseorang yang memenuhi persyaratan untuk mendirikan, memiliki, mengoperasikan stasiun dan menggunakan frekuensi KRAP;
7.
Organisasi adalah Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI);
8.
Kartu Tanda Anggota adalah kartu tanda anggota yang diterbitkan dan ditandatangani oleh Ketua Umum RAPI;
9.
Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi;
10. Direktur Jenderal Telekomunikasi;
adalah
11. Direktorat Jenderal Telekomunikasi;
adalah
telekomunikasi
Direktur Direktur
dengan
Jenderal
Pos
dan
Jenderal
Pos
dan
13. Unit Pelaksana Teknis yang selanjutnya disebut UPT adalah UPT Monitoring Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio di lingkungan Ditjen Postel; 14. Kepala Balai Monitoring yang selanjutnya disebut Kepala Balmon adalah Kepala Balai Monitoring Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio Kelas I dan Kelas II di Lingkungan Ditjen Postel; 15. Kepala Loka adalah Kepala Loka Pengelolaan Frekuensi Radio di Lingkungan Ditjen Postel;
Spektrum
16. Unit Pelaksana Teknis Direktorat di Lingkungan Ditjen Postel yang selanjutnya disebut UPT adalah UPT Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio di lingkungan Ditjen Postel.
BAB II
3
PENYELENGGARAAN KRAP Pasal 2 Penyelenggaraan KRAP merupakan penyelenggaraan telekomunikasi khusus pada pita frekuensi radio tertentu yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 3 (1)
Penyelenggaraan KRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib memiliki IKRAP yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal.
(2)
IKRAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
(3)
Setiap pemegang IKRAP dapat memiliki perangkat KRAP lebih dari 1 (satu). Pasal 4
Setiap pemegang IKRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) wajib menjadi anggota Organisasi. Pasal 5 Pengurus Organisasi harus melakukan pembinaan terhadap calon dan anggotanya.
Pasal 6 Setiap anggota Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 mempunyai tanggung jawab : a.
membantu pemerintah untuk mengatasi kebutuhan fasilitas telekomunikasi dalam hal keselamatan negara, jiwa manusia (SAR), ketertiban masyarakat, bencana alam, kecelakaan dan sebagainya;
b.
menerima dan menyalurkan berita-berita sebagaimana dimaksud pada huruf a kepada instansi/lembaga yang berhak menerimanya. Pasal 7
(1)
Stasiun KRAP harus dikenali dari nama panggilan yang setiap kali harus dipancarkan pada permulaan dan akhir komunikasi radio yang diselenggarakan.
(2)
Pancaran nama panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling sedikit setiap 3 (tiga) menit sekali dengan menggunakan abjad dan angka yang telah dibakukan secara internasional.
4
Pasal 8 (1)
Setiap pemegang IKRAP harus : a. memasang foto copy IKRAP pada perangkat KRAP; b. memasang papan nama panggilan pada stasiun tetap; c. memasang stiker nama panggilan pada stasiun KRAP bergerak darat; d. memperlihatkan IKRAP asli kepada petugas pemeriksa.
(2)
Bentuk, ukuran stiker dan papan nama ditetapkan bentuk KRAP-3 sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini. Pasal 9
(1)
Setiap pemegang IKRAP hanya diizinkan memiliki 1 (satu) tanda panggilan (callsign).
(2)
Tanda panggilan (callsign) Jenderal.
(3)
Tanda Panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk penyelenggaraan KRAP memiliki susunan prefix, kode daerah dan suffix.
(4)
Prefix sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah Juliet Zulu (JZ) yang merupakan tanda panggilan yang ditetapkan untuk seseorang atau Organisasi.
(5)
Suffix sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah susunan huruf AA sampai dengan ZZ dan AAA sampai dengan ZZZ.
(6)
Kode daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p. q. r. s.
KRAP ditetapkan oleh Direktur
Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam Provinsi Sumetera Utara Provinsi Sumetera Barat Provinsi Riau Provinsi Jambi Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Bengkulu Provinsi Lampung ProvinsiDaerah Khusus Ibu Kota Jakarta Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Tengah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Provinsi Jawa Timur Provinsi Bali Provinsi Nusa Tenggara Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Tengah
5
(01) (02) (03) (04) (05) (06) (07) (08) (09) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (18) (19) (20)
t. u. v. w. x. y. z. aa. bb. cc. dd. ee. ff. gg.
(7)
Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Tengah Provinsi Sulawesi Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Provinsi Maluku Provinsi Papua Provinsi Maluku Utara Provinsi Irian Jaya Barat Provinsi Banten Provinsi Kep. Bangka Belitung Provinsi Gorontalo Provinsi Kepulauan Riau Provinsi Sulawesi Barat
(21) (22) (23) (24) (25) (26) (27) (28) (29) (30) (31) (32) (33) (34)
Nomor kode daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yang berikutnya menyesuaikan dengan nomor pembentukan provinsi baru.
Pasal 10 Anggota Organisasi yang beroperasi di daerah lain, di luar provinsi tempat tinggalnya dalam menyebutkan nama panggilan harus menambahkan keterangan yang menyatakan dimana dan dalam penyelenggaraan apa stasiun tersebut dioperasikan. Pasal 11 (1)
Perangkat KRAP wajib memenuhi persyaratan teknis dan mendapat sertifikat.
(2)
Perangkat KRAP yang digunakan penggunaan komponen dalam negeri.
harus
mengutamakan
BAB III PERIZINAN Pasal 12 (1)
(2)
Jenis IKRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) meliputi : a.
izin baru;
b.
izin perpanjangan;
c.
izin pindah;
d.
izin penggantian.
Permohonan IKRAP diajukan oleh pemohon kepada Direktur Jenderal melalui Organisasi.
6
Pasal 13 IKRAP baru sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (1) huruf a diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang memenuhi persyaratan sesuai bentuk KRAP-1 sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini dengan melampirkan : a.
foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP);
b.
surat Keterangan Catatan Kepolisian dari Kepolisian setempat;
c.
surat pernyataan bersedia menjadi anggota Organisasi;
d.
pas foto terbaru ukuran 2 x 3 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
e.
foto copy bukti pembayaran biaya izin.
Pasal 14 (1)
Direktur Jenderal menerbitkan IKRAP baru setelah pemohon memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
(2)
IKRAP baru yang telah diterbitkan oleh Direktur Jenderal diserahkan kepada pemohon melalui Organisasi. Pasal 15
(1)
IKRAP perpanjangan sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (1) huruf b harus diajukan 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa laku izin.
(2)
Permohonan IKRAP perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal melalui Organisasi dengan melampirkan : a. b. c. d.
(3)
IKRAP asli terakhir; foto copy Kartu Tanda Anggota; pas foto terbaru ukuran 2 x 3 cm sebanyak 3 (tiga) lembar; foto copy bukti setor pembayaran IKRAP.
IKRAP perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan masa berlaku selama 5 (lima) tahun terhitung mulai tanggal IKRAP perpanjangan diterbitkan. Pasal 16
Izin pindah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c diajukan kepada Direktur Jenderal melalui Organisasi dengan mengisi formulir permohonan izin bentuk KRAP-2 sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini, dengan melampirkan : a. b. c.
IKRAP asli terakhir; Foto copy Kartu Tanda Anggota; Pas foto terbaru ukuran 2x3 cm sebanyak 3 (tiga) lembar.
7
Pasal 17 Izin penggantian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf d diajukan kepada Direktur Jenderal melalui Organisasi dengan mengisi formulir permohonan izin bentuk KRAP- 3 sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini, dengan melampirkan : a. b. c.
foto copy Kartu Tanda Anggota; pas foto terbaru ukuran 2 x 3 cm sebanyak 3 (tiga) lembar; bukti pernyataan hilang, rusak, dan lain-lain dari instansi yang berwenang. Pasal 18
(1)
Biaya izin dikenakan untuk IKRAP baru, perpanjangan, hilang dan/atau rusak.
(2)
Besarnya biaya IKRAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)
Biaya izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang seluruhnya disetor ke Kas Negara.
BAB IV PENGGUNAAN PERANGKAT KRAP Pasal 19 (1)
Perangkat KRAP hanya digunakan untuk komunikasi radio dalam negeri.
(2)
Stasiun KRAP dapat digunakan untuk penyelenggaraan : a. hubungan persahabatan dan persaudaraan antar sesama anggota; b. pembinaan, penyuluhan dan penyelenggaraan Organisasi; c. bantuan komunikasi dalam rangka penyelenggaraan kepramukaan, olah raga, sosial kemasyarakatan, dan penyelenggaraan kemanusiaan lainnya; d. penyampaian berita marabahaya, bencana alam, pencarian, dan pertolongan (SAR).
(3)
Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi adalah Bahasa Indonesia sesuai dengan etika dan tata cara berkomunikasi yang berlaku bagi KRAP baik lokal maupun nasional BAB V LARANGAN
8
Pasal 20 (1)
Stasiun KRAP dilarang digunakan untuk : a. memancarkan berita yang bersifat politik, SARA, dan atau pembicaraan lainnya yang dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban; b. memancarkan pemberitaan/berita yang bersifat komersial; c. memancarkan berita sandi, kecuali kode-10 (ten-code); d. berkomunikasi dengan stasiun KRAP yang tidak memiliki izin atau stasiun radio lain selain stasiun KRAP; e. disambungkan dengan jaringan penyelenggara telekomunikasi;
telekomunikasi
milik
f. memancarkan berita marabahaya atau berita lain yang tidak benar; g. memancarkan informasi yang tidak sesuai peruntukannya sebagai sarana komunikasi radio antara lain memancarkan musik-musik, menyanyi, pidato, dongeng, dan pembicaraan asusila; h. sarana komunikasi di pesawat udara atau kapal laut; i. sarana komunikasi bagi kepentingan dinas instansi pemerintah dan/atau swasta. (2)
Penggunaan pita HF dilarang disambungkan pada suatu penguat daya (external power amplifier) dengan cara apapun.
(3)
Penggunaan pita VHF dilarang disambung pada suatu penguat daya (external power amplifier) dengan cara apapun. BAB VI PITA FREKUENSI RADIO UNTUK PENYELENGGARAAN KRAP Pasal 21
(1)
Kanal frekuensi yang diizinkan pada pita HF (High Frequency) untuk pelaksanaan penyelenggaraan KRAP adalah frekuensi 26,960 MHz sampai dengan 27,410 MHz yang dibagi menjadi 40 kanal, yaitu : 9 Kanal 10 1 11 2 12 3 13 4 14. 5 15 6 16 7 17 8 18
27,065 MHz 27,075 26,965 27,085 26,975 27,105 26,985 27,115 27,005 27, 125 27,015 27, 135 27,025 27,155 27,035 27, 165 27,055 27,175
29. Kanal 30. 21. 31. 22. 32. 23. 33. 24. 34. 25. 35. 26. 36. 27. 37. 28. 38.
9
27,295 MHz 27,305 27,215 27,315 27,225 27,325 27,235 27, 335 27,245 27, 345 27,255 27, 355 27,265 27,365 27,275 27,375 27,285 27,385
19 20
(2)
27,185 27,205
39. 40.
27,395 27,405
Ketentuan penggunaan pita HF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut : a. pita frekuensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pita frekuensi yang digunakan bersama dan tidak khusus diperuntukkan bagi 1 (satu) orang pemegang IKRAP dan tidak pula dilindungi dari gangguan elektromagnetik yang merugikan; b. setiap kanal frekuensi KRAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk penyampaian berita gawat darurat; c. khusus frekuensi 27,065 MHz hanya digunakan untuk penyampaian berita gawat darurat; d. frekuensi sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan frekuensi dengan pita sisi tunggal atas (USB = Upper Side Pita) dengan gelombang pembawa di tekan (SSB SC = Single Side Pita Suppressed Carrier); e. kelas emisi yang diizinkan pada pita HF adalah J3E untuk komunikasi telepon radio; f. toleransi frekuensi maksimum untuk Stasiun Tetap Pita Sisi Tunggal (SSB) adalah sebesar 50 Hz, sedangkan Stasiun Bergerak adalah sebesar 40 Hz; g. daya pancar maksimum sebesar : 1. 12 Watt Peak Envelope Power (PEP); 2. PEP dalam hal ini ialah daya rata-rata yang dicatukan pada saluran transmisi antena oleh suatu pemancar selama satu periode dari frekuensi radio, pada puncak selubung modulasi yang terjadi pada kondisi operasi yang normal. h. Daya pancar sebagaimana dimaksud pada huruf h tidak boleh dilampaui dalam semua keadaan operasi dan semua keadaan modulasi karena daya pancar yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan pada sistem hubungan lainnya; i. pancaran tersebar (Spurious) dan gelombang harmonis maksimum sebesar 50 decibel di bawah daya pancar; j. lebar pita untuk setiap kanal adalah 2,8 KHz (2K80J3E); Pasal 22
10
(1)
Kanal frekuensi yang diizinkan pada pita VHF (Very High Frequency) untuk pelaksanaan penyelenggaraan KRAP adalah frekuensi 142.0375 MHz sampai dengan 143.5375 MHz.
(2)
Kanal frekuensi yang diizinkan pada pita VHF untuk pelaksanaan penyelenggaraan KRAP menggunakan pemancar ulang (Repeater) pada frekuensi : 1. RX : 142,000 MHz dan 142,025 MHz; 2. TX : 143,550 MHz dan 143,575 MHz.
(3)
Penggunaan pemancar ulang (repeater) keperluan Organisasi.
(4)
Penyelenggara KRAP pada pita frekuensi 142,0375 MHz sampai dengan 143,7875 MHz dibagi menjadi 60 kanal frekuensi, dengan spasi alur 25 KHz, sebagai berikut : Kanal 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
(5)
MHz 142,050 142,075 142,100 142, 125 142, 150 142, 175 142,200 142, 225 142, 250 142, 275 142.300 142,325 142,350 142,375 142,400 142,425 142,450 142,475 142,500 142,525 142,550 142,575 142, 600 142,625 142,650 142,675 142,700 142, 725 142, 775 142,775
Kanal 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60.
digunakan untuk
MHz 142,800 142,825 142,850 142,875 142,900 142,925 142,950 142,975 143,000 143,025 143,050 143,075 143,100 143,125 143,150 143,175 143,200 143,225 143,250 143,275 143,300 143,325 143,350 143,375 143,400 143,425 143,450 143,475 143,500 143,525
Ketentuan penggunaan pita VHF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut :
11
a. frekuensi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 merupakan frekuensi dengan gelombang pembawa modulasi frekuensi untuk komunikasi teleponi radio; b. pita frekuensi dengan kanal sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan pita frekuensi yang digunakan bersama dan tidak khusus diperuntukkan bagi satu orang pemegang izin dan tidak pula dilindungi dari gangguan elektromagnetik yang merugikan; c. setiap kanal frekuensi dapat penyampaian berita gawat darurat;
pula
digunakan
untuk
d. toleransi frekuensi maksimum : 1. stasiun tetap pancar ulang (repeater) dengan daya pancar maksimum 50 Watt, sebesar 20 bagian dari 106; 2. stasiun tetap dan stasiun bergerak dengan daya pancar maksimum 25 Watt, sebesar 15 bagian dari 106. e. daya pancar maksimum : 1. perangkat pancar ulang (repeater) : 50 Watt; 2. perangkat Induk : 25 Watt; 3. perangkat Genggam : 5 Watt. f. pancaran tersebar maksimum : 1. untuk perangkat pancar ulang (repeater) : 60 dicibel (1 milli Watt); 2. untuk perangkat induk dan perangkat genggam : 40 decibel (25 microwatt); g. lebar pita maksimum 16 kHz; h. kelas emisi yang diizinkan pada pita VHF adalah F3E untuk komunikasi telepon radio; BAB VI PERSYARATAN TEKNIK Pasal 23 Pemegang IKRAP harus menguasai cara pengoperasian perlengkapan atau peralatan stasiun radio yang digunakan.
Pasal 24 (1)
Persyaratan teknik sebagaimana dimaksud dalam Peraturan ini merupakan persyaratan minimum bagi pelaksanaan penyelenggaraan KRAP.
12
(2)
Dalam hal diperlukan Direktur Jenderal dapat menetapkan : a. persyaratan tambahan; b. memperketat persyaratan teknik yang berlaku. Pasal 25
Pemegang IKRAP wajib mentaati bahwa pancaran yang dilakukan melalui perangkat pemancarnya tidak melebihi batas pita frekuensi, daya pancar, kelas emisi dan lebar pita yang ditetapkan untuk pelaksanaan penyelenggaraan KRAP. BAB VII SPESIFIKASI ANTENA Pasal 26 Sistem antena yang dipergunakan wajib memenuhi persyaratan yaitu : a.
polarisasi vertikal dan horisontal pada pita HF dengan panjang gelombang maksimum 5/8 lambda;
b.
polarisasi vertikal pada pita VHF dengan panjang gelombang maksimal 7/8 lambda;
c.
antena yang dipasang pada bangunan antena untuk stasiun tetap KRAP, ketinggian antenanya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1.
Antena KRAP yang didirikan di atas bangunan gedung bertingkat total ketinggian tidak boleh melebihi 11 (sebelas) meter dari permukaan tanah;
2.
Antena KRAP yang didirikan di sekitar stasiun radio pantai atau bandar udara, wajib memperhatikan ketentuan khusus yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam keselamatan pelayaran atau penerbangan;
3.
Antena KRAP yang didirikan di dalam dan di sekitar wilayah stasiun pantai atau bandar udara hanya boleh dilakukan dengan seijin Syahbandar atau pejabat yang berwenang di bandar udara tersebut.
d.
bangunan antena harus kuat, tidak membahyakan keamanan umum dan harus tunduk kepada peraturan tata kota atau ketentuan pemerintah daerah setempat;
e.
ketinggian antena stasiun bergerak KRAP, harus memperhatikan keamanan terhadap bahaya adanya jaringan arus listrik.
BAB VIII STASIUN PANCAR ULANG
13
Pasal 27 (1)
Untuk keperluan penyelenggaraan KRAP, Organisasi dapat mendirikan stasiun Radio Pancar Ulang (repeater) dengan syarat : b. mendapatkan izin dari Direktur Jenderal yang pengajuannya oleh Organisasi; c. membayar biaya hak penggunaan frekuensi radio sesuai ketentuan yang berlaku; d. memenuhi persyaratan teknis alat dan perangkat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(2)
Perizinan pendirian stasiun pemancar ulang (repeater) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengikuti ketentuan yang berlaku. BAB IX PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 28
(1)
Direktur Jenderal melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini.
(2)
Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal. SANKSI Pasal 29
(1)
Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 10, Pasal 20, Pasal 25 dan Pasal 26 dalam Peraturan Menteri ini dapat dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila Pemilik IAR tidak mengindahkan peringatan tertulis yang diberikan sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut dengan tenggang waktu peringatan masing-masing 15 (lima belas) hari kerja dalam bentuk AR-4 sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV Peraturan Menteri ini.
(3)
Sebelum memberikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Kepala Balmon/Loka dapat menghentikan sementara kegiatan KRAP yang bersangkutan.
(4)
Selain pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal dapat mencabut IKRAP milik anggota RAPI yang telah mendapat keputusan tetap dari Pengadilan Negeri atas pelanggaran pidana berat. BAB XI
14
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 30 (1)
IKRAP dan/atau tanda panggilan (call sign) lama masih tetap berlaku dan secara bertahap disesuaikan melalui koordinasi antar Kepala UPT dan RAPI Daerah setempat.
(2)
Dalam hal terdapat pengalokasian tanda panggilan (call sign) ganda harus dilakukan koordinasi antara Kepala Balmon/Loka dengan RAPI Daerah untuk penyelesaiannya. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 31
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 77 Tahun 2003 tentang Pedoman Kegiatan Komunikasi Radio Antar Penduduk dicabut dan dinyatakan tidak berlaku . Pasal 32 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : --------------------------------------------MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,
MOHAMMAD NUH No.
Jabatan
1.
Sekjen Depkominfo
2.
Direktur Jenderal Postel
3.
Kepala Biro Hukum & KLN
Paraf
15