BAB IV ANALISIS PENERAPAN AKAD IJARAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN BINA AGROBISNIS DALAM PERSPEKTIF FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NOMOR 09/ DSN-MUI/ IV/ 2000
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan kurang lebih dua bulan, pengumpulan data pada penelitian ini didapat melalui observasi, dokumentasi dan wawancara. Wawancara dengan responden yaitu staff Pembiayaan Yang Diberikan (PYD) KJKS BMT Bahtera dan nasabah pembiayaan Bina Agrobisnis menggunakan akad ijarah. Lembar akad pembiayaan
merupakan
salah
satu
dokumentasi
yang
diperoleh.
Berdasarkan hasil data terhadap analisis penerapan akad ijarah pada produk pembiayaan Bina Agrobisnis dalam perspektif Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 9/ DSN-MUI/ IV/ 2000, berikut analisisnya: A. Rukun dan Syarat Ijarah 1. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain. Rukun dan syarat ijarah pada sighat ijarah dalam pelaksanaan akad ijarah pada produk pembiayaan Bina Agrobisnis kurang sesuai dengan fatwa DSN. Saat serah terima objek sewa, hanya dibuktikan dengan nota barang. Pada saat serah terima merupakan niat dari
67
68
kedua belah pihak dan tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang. Ijab dan qabul berupa pernyataan kedua belah pihak yang berkontrak. Namun pernyataan kedua belah pihak tidak dibacakan secara terperinci dan hanya dilakukan secara tertulis di lembar akad yang terdiri dari 19 pasal, sehingga kurangnya pemahaman nasabah terhadap akad yang tertera pada lembar akad. Lembar akad pembiayaan berfungsi sebagai bukti otentik dari kerjasama yang dilakukan apabila ada perselisihan atau suatu kelalaian di kemudian hari. 2. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi sewa/ pemberi jasa, dan penyewa/ pengguna jasa. Rukun dan syarat
ijarah pada pihak-pihak yang berakad
dalam pelaksanaan akad ijarah pada produk pembiayaan Bina Agrobisnis kurang sesuai dengan fatwa DSN. Hal ini dibuktikan dengan adanya pihak lain yang menyediakan barang sewa. Namun pihak lain tersebut hanya berhubungan langsung dengan nasabah atau penyewa barang. Seharusnya, pihak yang terlibat yaitu pihak yang berakad yaitu penyewa dan pemilik barang yang disewa.
69
3. Objek akad Ijarah, yaitu: a. Manfaat barang dan sewa, atau b. Manfaat jasa dan upah. Rukun dan syarat
ijarah pada objek akad
ijarah dalam
pelaksanaan akad ijarah pada produk pembiayaan Bina Agrobisnis sudah sesuai dengan fatwa DSN. Objek akad ijarah berupa alat-alat pertanian seperti traktor, diesel pengairan (genset), semprotan hama serta berupa lahan pertanian. Masing-masing dari objek akad ijarah tersebut mempunyai manfaat. Alat-alat pertanian bermanfaat untuk membantu proses kerja petani dalam mengolah lahan pertaniannya sedangkan lahan pertanian bermanfaat sebagai tempat mananam benih padi. Pada lembar akad menyebutkan bahwa objek yang diakadkan yaitu objek yang disewakan dan harga sewa yang disepakati kedua belah pihak. Syarat objek ijarah adalah manfaat (penggunaan asset dan sewa), barang yang disewa bukan barang haram serta harga sewa harus terukur.
B. Ketentuan Objek Ijarah 1. Objek Ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/ atau jasa. Ketentuan objek ijarah mengenai objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang/ atau jasa dalam pelaksanaan akad
70
ijarah pada produk pembiayaan Bina Agrobisnis sudah sesuai dengan fatwa DSN. Objek ijarah yang disewakan KJKS BMT Bahtera adalah manfaat dari penggunaan barang. 2. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak. Ketentuan objek ijarah mengenai manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak dalam pelaksanaan akad ijarah pada produk pembiayaan Bina Agrobisnis sudah sesuai dengan fatwa DSN. Manfaat barang sewa bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak. Pada lembar akad telah dijelaskan pada pasal 4 dengan mencantumkan biaya sewa dari manfaat barang sewa. 3. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan). Ketentuan objek ijarah mengenai manfaat barang atau jasa harus
yang bersifat
dibolehkan
(tidak
diharamkan)
dalam
pelaksanaan akad ijarah pada produk pembiayaan Bina Agrobisnis sudah sesuai dengan fatwa DSN, karena barang modal yang disewa oleh nasabah bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).
71
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah. Ketentuan objek ijarah mengenai kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah dalam pelaksanaan akad ijarah pada produk pembiayaan Bina Agrobisnis sudah sesuai dengan fatwa DSN. Objek sewa ijarah mempunyai kesanggupan memenuhi manfaat. misalnya berupa alat-alat pertanian yang bermanfaat untuk membantu kinerja petani dalam mengolah sawah atau lahan pertaniannya. Pemenuhan manfaat juga sudah sesuai syariah, dibuktikan dengan objek sewa bukan barang yang dilarang dalam syara’ serta jelas spesifikasinya. 5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa. Ketentuan objek spesifik
sedemikian
ijarah mengenai manfaat harus dikenali rupa
untuk
menghilangkan
jahalah
(ketidaktahuan) dalam pelaksanaan akad ijarah pada produk pembiayaan Bina Agrobisnis sudah sesuai dengan fatwa DSN. Objek ijarah berupa alat-alat pertanian dan lahan pertanian yang secara jelas sudah diketahui oleh anggota. Pada lembar akad juga dijelaskan mengenai manfaat secara spesifik, dalam hal manfaat guna usaha, penyerahan barang modal,
72
jangka waktu dan biaya sewa, pembayaran, dan lain sebagainya yang tertuang dalam pasal-pasal dalam akad. Hal tersebut dijelaskan untuk menghilangkan ketidaktahuan dari kedua belah pihak yang kelak bisa saja menimbulkan sengketa. 6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik. Ketentuan objek ijarah mengenai spesifikasi manfaat harus dinyatakan
dengan
jelas,
termasuk
jangka
waktunya
atau
identifikasi fisik dalam pelaksanaan akad ijarah pada produk pembiayaan Bina Agrobisnis sudah sesuai dengan fatwa DSN. Jangka waktu sewa yang diterapkan dalam akad ijarah pada pembiayaan Bina Agrobisnis yaitu selama empat bulan. Pada lembar akad,
jangka waktu
sewa serta spesifikasi
objek sewa telah dijelaskan di lembar akad pasal 4. Spesifikasi objek sewa dijelaskan dengan menyebutkan barang sewa berupa alat pertanian atau lahan pertanian. Bila berupa alat pertanian maka disebutkan pula nama alat, jenis, serta kondisi barang sewa. Sedangkan bila berupa lahan pertanian maka disebutkan luas dan kondisi lahan.
73
7. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga (tsaman) dalam jual-beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam ijarah. Ketentuan objek
ijarah mengenai sewa atau upah dalam
pelaksanaan akad ijarah pada produk pembiayaan Bina Agrobisnis sudah sesuai dengan fatwa DSN. Nasabah membayar biaya sewa kepada pihak BMT. Hal tersebut tertuang dalam lembar akad pasal 4 mengenai jangka waktu dan biaya sewa. “Pihak Pertama atau BMT dan Pihak Kedua atau Anggota sepakat, dan dengan ini saling mengikatkan diri satu terhadap yang lain, bahwa biaya sewa adalah sebesar .....”. Maksudnya bahwa sesuatu yang dijadikan harga dalam jual beli dijadikan sebagai biaya sewa dalam ijarah sesuai dengan kesepakatan. Dalam hal ini, biaya sewa atau ujrah yang ditetapkan pada pembiayaan Bina Agrobisnis sebesar dua puluh lima ribu rupiah tiap satu juta rupiah. Misalkan nasabah menyewa alat pertanian seharga lima juta rupiah. Ujrah yang dibayarkan tiap satu juta rupiah adalah dua puluh lima ribu rupiah. Jadi anggota membayar biaya sewa tiap bulan adalah dua puluh lima ribu dikali
74
8. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan objek kontrak. Ketentuan objek
ijarah mengenai pembayaran sewa atau
upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan objek kontrak dalam pelaksanaan akad ijarah pada produk pembiayaan Bina Agrobisnis kurang sesuai dengan fatwa DSN. Karena pada pelaksanaan akad ijarah, tidak dijelaskan secara pasti apakah pembayaran sewa boleh berbentuk jasa. Namun dalam lembar akad pasal 4 hanya menyebutkan mengenai pembayaran sewa dalam bentuk nilai mata uang. 9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat, dan jarak. Ketentuan objek
ijarah mengenai kelenturan dalam
menentukan sewa atau upah dalam pelaksanaan akad ijarah pada produk pembiayaan Bina Agrobisnis sudah sesuai dengan fatwa DSN. Pada praktik di lapangan, penentuan sewa diwujudkan dalam ukuran waktu, contohnya jangka waktu sewa. Sedangkan dalam ukuran tempat, contohnya luas area lahan pertanian yang disewakan. Penentukan sewa, pada lembar akad pembiayaan ijarah pasal 4 dinyatakan dalam ukuran jangka waktu pemanfaatan guna usaha (sewa-menyewa),
yang
berbunyi:
“...untuk
jangka
waktu
75
pemanfaatan guna usaha (sewa-menyewa) atas barang modal selama....”
C. Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah 1. Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa: a. Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan. b. Menanggung biaya pemeliharaan barang. c. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan. Kewajiban KJKS BMT Bahtera sebagai pemberi manfaat barang yaitu menyediakan barang yang disewakan kurang dengan fatwa DSN. Hal tersebut terbukti dengan adanya pihak lain yang menyediakan barang sewa. BMT hanya menyediakan pembiayaan untuk penyewaan. Kewajiban KJKS BMT Bahtera untuk menanggung biaya pemeliharaan barang tidak sesuai dengan fatwa DSN. Hal tersebut terbukti dari hasil peneliti mewawancarai nasabah yang mengunakan akad ijarah pada produk pembiayaan Bina Agrobisnis. Beliau berkata bahwa pemeliharaan traktor yang disewa dari BMT menjadi tanggung jawab beliau sepenuhnya.69 Penanggungan
biaya
pemeliharaan barang ditanggung oleh anggota namun tetap dalam
69
Wawancara dengan Bapak Rozak, Nasabah Pengguna Akad Ijarah Pada Produk Pembiayaan Bina Agrobisnis di KJKS BMT Bahtera Kantor Unit Warungasem, Senin 4 Mei 2015 Pukul 15.00.
76
pengawasan dari pihak BMT. Hal itu dijelaskan dalam lembar akad pasal 7. Sedangkan bilamana barang yang disewakan pada saat serah terima terdapat kecacatan, maka pihak BMT menjaminnya dengan cara mengganti objek sewa dengan yang baik (tidak cacat). Sehingga kewajiban KJKS BMT Bahtera untuk menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan, sudah sesuai dengan fatwa DSN. 2. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa: a. Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai akad (kontrak). b. Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiel). c. Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut. Menurut peneliti, sudah sesuai dengan fatwa DSN mengenai kewajiban anggota KJKS BMT Bahtera sebagai penerima manfaat barang atau jasa dengan cara membayar sewa atau upah dan bertanggung
jawab
untuk
menjaga
keutuhan
barang
serta
77
menggunakannya sesuai akad. Dalam pelaksanaannya, anggota KJKS BMT Bahtera
membayar sewa barang tiap bulan selama
jangka waktu sewa yaitu empat bulan. Beliau juga bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang dengan cara pemeliharaan, perbaikan atau pemeriksaan secara berkala. Anggota juga menanggung biaya pemeliharaan yang sifatnya ringan, misalnya dengan membersihkan bagian dari barang sewa yang terlihat kotor sekali. Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, anggota tetap bertanggung jawab atas kerusakan itu. Hal tersebut dijelaskan dalam lembar akad pasal 8b: “Menanggung risiko dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan barang modal serta berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membebaskan BMT dari beban atau kerugian apapun juga yang disebabkan karena kerusakan, gangguan, atau berkurangnya kemanfaatan barang modal, termasuk dan tidak terbatas yang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian anggota atau orang lain”. Sehingga kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut, tidak sesuai dengan Fatwa DSN.
78
D. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Menurut peneliti, mengenai hal tersebut sudah sesuai dengan Fatwa DSN. Dibuktikan pada lembar akad pasal 17 mengenai penyelesaian perselisihan menjelaskan bahwa apabila musyawarah untuk
mufakat
telah
diupayakan
namun
perbedaan
pendapat,
perselisihan atau sengketa tidak dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak yang berakad, maka penyelesaiannya melalui Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) menurut prosedur acara yang berlaku di dalam Badan Arbitrase tersebut, atau melalui Pengadilan Agama (PA). Para pihak sepakat bahwa pendapat hukum (legal opinion) atau putusan yang ditetapkan oleh Badan Arbitrase Muamalat Indonesia tersebut bersifat final dan mengikat (final and binding).
E. Dewan Pengawas Syariah di KJKS BMT Bahtera KJKS BMT Bahtera mempunyai tiga posisi Dewan Pengawas Syariah. Dua diantaranya ditempati oleh ulama Pekalongan dan satu posisi DPS yang lain ditempati oleh dosen syariah dari STAIN Pekalongan yaitu Bapak Sam’ani, M.A. DPS adalah badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan
79
keputusan DSN di lembaga keuangan syariah. Salah satu yang menjadi tugas dan wewenang DSN ialah mengeluarkan fatwa.
Tujuan
pembentukan DPS ialah untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap aspek syariah yang ada di dalam Lembaga Keuangan Syariah. Dengan adanya DPS, sebenarnya KJKS BMT Bahtera sudah menjalankan usahanya sesuai dengan anjuran DPS. Namun pada pelaksanaannya, masih terdapat ketidaksesuaian dengan syariah. Agar mempermudah pemahaman mengenai kesesuaian penerapan akad ijarah pada produk pembiayaan Bina Agrobisnis dalam perspektif Fatwa Dewan Syariah Nasional No.09/DSN-MUI/IV/2000, berikut ringkasannya:
80
Tabel 4.1 Tabel Indikator Penilaian Point
A.
B.
Indikator Analisis
Rukun dan Syarat Ijarah 1. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain. 2. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi sewa/ pemberi jasa, dan penyewa/ pengguna jasa. 3. Objek akad Ijarah, yaitu: a. Manfaat barang dan sewa, atau b. Manfaat jasa dan upah. Ketentuan Objek Ijarah 1. Objek Ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/ atau jasa. 2. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak. 3. Manfaat barang atau
Sesuai Dengan Fatwa DSN
Kurang Sesuai Dengan Fatwa DSN
√
√
√ √
√
√
√
Tidak Sesuai Dengan Fatwa DSN
81
4.
5.
6.
7.
8.
jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan). Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga (tsaman) dalam jualbeli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam ijarah. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan objek kontrak.
√
√
√
√
√
82
9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat, dan jarak.
C.
Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah 1. Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa: a. Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan. b. Menanggung biaya pemeliharaan barang. c. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan. 2. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa: a. Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai akad (kontrak). b. Menanggung biaya
√
√
√ √
√
√
83
D.
pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiel). c. Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
√
√
F. Ketentuan Ujrah Dalam Akad Ijarah Pada Produk Pembiayaan Bina Agrobisnis70 KJKS BMT Bahtera dalam menetapkan ujrah pada pembiayaan Bina Agrobisnis terdapat ketentuan-ketentuan antara lain:
70
Wawancara dengan Bapak Anfal Assahiq, Staff PYD (Pembiayaan Yang Diberikan) KJKS BMT Bahtera Cabang Warungasem, Senin 4 Mei 2015 Pukul 16.00 WIB.
84
Pembiayaan yang disetujui semisal Rp.5.000.000,00 dengan jangka waktu empat bulan. 1. Pokok angsuran pembiayaan perbulan =Rp.5.000.000,00 : 4
= Rp.1.250.000,00
2. Ujrah perbulan (tiap pembiayaan Rp.1.000.000,00 dikenakan ujrah Rp.25.000,00) = (Rp5.000.000,00 : Rp.1.000.000,00) x Rp.25.000,00 = Rp. Total angsuran perbulan
125.000,00
= Rp. 1.375.000,00
Berdasarkan hasil analisis peneliti mengenai penerapan akad ijarah pada produk pembiayaan Bina Agrobisnis, baik dari akad, rukun dan syarat, prosedur serta proses yang dilakukan sebagian besar sudah sesuai dengan fatwa DSN, namun ada beberapa point yang kurang sesuai dan tidak sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nomor 9/ DSNMUI/ IV/ 2000. Point yang kurang sesuai dengan fatwa DSN yaitu point A1 pada sighat ijarah, A2 mengenai pihak-pihak yang berakad, B8 mengenai pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain), serta C1a mengenai kewajiban LKS untuk menyediakan barang. Point yang tidak sesuai dengan fatwa DSN yaitu pada point C1b kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa menyebutkan bahwa LKS
menanggung biaya pemeliharaan barang.
Namun
dalam
pelaksanaannya, biaya pemeliharaan barang ditanggung oleh anggota
85
dengan pengawasan dari pihak KJKS BMT Bahtera. Sedangkan pada point C2c kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa, menyebutkan bahwa jika terdapat kerusakan barang sewa bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, nasabah tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut. Namun dalam pelaksanaannya, nasabah tetap menanggung risiko kerusakan dalam bentuk apapun baik dikarenakan kelalaian pemakaian ataupun tidak.