4 mass body fat (MBF) dan lemak bawah kulit mahasiswi sebelum dan setelah intervensi. 3. Mengkaji perubahan profil lipid serum meliputi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida pada mahasiswi sebelum dan setelah intervensi. 4. Mengkaji perubahan status kebugaran meliputi daya tahan, kecepatan, kekuatan dan kelentukan mahasiswi sebelum dan setelah intervensi. 5. Mengkaji konsumsi energi dan protein mahasiswi sebelum dan setelah intervensi. Hipotesis 1. Terdapat perbedaan status gizi antropometri, biokmiawi, persentase lemak tubuh dan persentasi lemak bawah kulit pada kelompok pada latihan aerobik intensitas sedang (low impact) dengan frekuensi 2 kali 3 kali dan 4 kali dalam seminggu. 2. Terdapat perbedaan kebugaran pada kelompok pada latihan aerobik intensitas sedang (low impact) dengan frekuensi 2 kali 3 kali dan 4 kali dalam seminggu. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan pengetahuan dan teknologi serta memberikan informasi kepada masyarakat mengenai efektivitas pengaruh frekuensi latihan senam aerobik intensitas sedang (low impact) terhadap status gizi dan status kebugaran mahasiswi. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan memberi manfaat kepada mahasiswi untuk melakukan latihan senam aerobik intensitas sedang sesuai dengan kaidah latihan senam aerobik intensitas sedang sehingga hasilnya akan baik untuk kesehatan. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
2 TINJAUAN PUSTAKA Obesitas Kegemukan atau obesitas adalah dampak dari konsumsi energi yang berlebihan, dimana energi disimpan dalam tubuh sebagai lemak, sehingga akibatnya dari waktu ke waktu badan menjadi bertambah berat (Muchtadi 1996). Salah-satu kelompok usia yang rentan terhadap kegemukan adalah kelompok remaja (Tsiros et al. 2008). Masa remaja adalah tahap terakhir dari proses pertumbuhan dan perkembangan manusia. Kondisi seseorang pada masa dewasa banyak ditentukan oleh keadaan gizi dan kesehatan pada masa remaja (Husaini 1991).
5 Data dari dua survei di Amerika yang dilakukan oleh Lembaga Survei Gizi dan Kesehatan Nasional (NHANES) pada periode 1976-1980 dan 2007-2008 menunjukkan bahwa prevalensi kegemukan terus meningkat secara nyata pada beberapa kelompok usia salah-satunya usia remaja, yakni pada kelompok 12-19 tahun prevalensinya meningkat dari 5% menjadi 18.1% (Odgen et al. 2009). Berdasarkan Riskesdas 2010, status gizi pada kelompok usia di atas 18 tahun didominasi dengan masalah obesitas dan kegemukan. Angka obesitas dan kegemukan pada perempuan cenderung lebih tinggi dibanding laki-laki. Menurut Riyadi (2001) bahwa pengukuran status gizi dapat dilakukan dengan metode antropometri. Metode ini menggunakan pengukuran terhadap berat badan, tinggi badan, lingkaran bagian-bagian tubuh dan tebal lapisan kulit. Pengukuran tersebut bervariasi menurut umur dan derajat gizi. Antropometri dapat memberikan informasi tentang riwayat gizi masa lampau. Tingkat kegemukan atau obesitas dapat diketahui dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT) atau body mass index (BMI). Indeks masa tubuh (IMT) dihitung dengan cara membagi berat tubuh (kg) dengan kuadrat tinggi tubuh (m) atau IMT = BB / TB2 dengan keterangan BB adalah berat badan dan TB adalah tinggi badan. Batas baku nilai IMT (cut off point) dalam menentukan status gizi seseorang yang ditetapkan oleh Badan kesehatan dunia (WHO) tahun 2005 mengenai kategori IMT yang cocok untuk masyarakat Asia melalui tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Klasifikasi status gizi berdasarkan indek masa tubuh (IMT) untuk usia dewasa Kategori Underweight
BMI (kg/m2) < 18.5 kg/m2
Normal Overweight At Risk Obese I Obese II Sumber : WHO (2000).
18.5-22.9 kg/m2 > 23 kg/m2 23.0–24.9 Kg/m2 25.0- 29.9kg/m2 > 30.0 kg/m2
Risiko Kematian Rendah (tetapi resiko terhadap masalah klinis lain meningkat) Rata rata Rendah Meningkat Sedang Berbahaya
Remaja Istilah remaja adolesence berasal dari kata adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock, 1994). Monks et al. (1982) mengemukakan suatu analisis yang cermat mengenai semua aspek perkembangan dalam masa remaja yang secara global berlangsung antara umur12-21 tahun, dengan pembagiannya: (1) 12-15 tahun termasuk masa remaja awal, (2) 15-18 tahun termasuk masa remaja pertengahan, dan (3) 18-21 tahun termasuk remaja akhir. Masa remaja adalah periode yang penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia (Riyadi 2001). Pada periode ini banyak terjadi perubahan unik serta banyak pemantapan pola-pola dewasa. Remaja merupakan fase transisi
6 sebelum anak menjadi dewasa. Selama remaja perubahan-perubahan hormon mempercepat pertumbuhan tinggi badannya. Banyak para ahli mengemukakan berbagai pendapat mengenai batasan usia remaja. Dari berbagai pendapat tersebut disimpulkan bahwa secara teoritis dan empiris, rentang usia remaja berada dalam usia 12-21 tahun bagi wanita dan 13-22 tahun bagi pria. Jika dibedakan atas remaja awal dan akhir, maka remaja awal berada pada usia 12 atau 13 tahun sampai 17 atau 18 tahun dan remaja akhir pada rentang usia 17 atau 18 tahun hingga usia 21 atau 22 tahun (Panuju & Umami 1999). Pada masa ini terjadi keunikan pertumbuhan dan perkembangan yang karakteristiknya adalah sebagai berikut (Husaini 1989): 1. Pertumbuhan fisik yang sangat cepat (adolescent growth spurt) 2. Pertumbuhan dan perkembangan pada remaja putri terjadi lebih awal, yaitu pada usia 11-13 tahun, sehingga pada usia 13-14 tahun remaja putri terlihat lebih tinggi dan besar. 3. Pertumbuhan remaja putra dan putri berbeda dalam besar dan susunan tubuh sehingga kebutuhan gizinya pun berbeda. 4. Pertumbuhan fisik dan pematangan fungsi-fungsi tubuh adalah proses akhir dari masa remaja. Keadaan ini menentukan pada waktu dewasa seperti bertambah pendek atau tinggi, lamban atau energik, ulet atau pasrah. 5. Terjadi perubahan hormon seks. Remaja tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi juga tidak termasuk golongan dewasa atau orang tua sehingga remaja berada diantara anak-anak dan dewasa. Pada umumnya mereka masih belajar di sekolah menengah atau perguruan tinggi, Pertumbuhan cepat, perubahan emosional dan perubahan sosial merupakan ciri yang spesifik pada usia remaja (Monks et al. 1994 dalam Novikasari 2003). Pertumbuhan pada remaja segala sesuatunya cepat berubah dan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan ini menjadikan makanan sehari-hari penting baik kualitas maupun jumlahnya. Badan yang mengalami pertumbuhan perlu mendapat masukan zat-zat gizi dari makanan yang seimbang tetapi kenyataannya tidak selalu sejalan dengan tuntutan diantaraya jajanan yang kurang bergizi, makan makanan kaya energi tetapi rendah zat-zat gizi seperti gula-gula, coklat, fast food dan minuman berkarbonat sering dijumpai pada remaja. Pertumbuhan yang cepat ini biasanya diiringi pertambahan aktifitas fisik sehingga kebutuhan zat-zat gizi bertambah pula. Nafsu makan anak laki-laki yang lebih tinggi hingga tidak akan menemukan kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya, sedangkan anak perempuan lebih mementingkan penampilan sehingga akan lebih membatasi diri dalam memilih makanan. Mereka harus diyakinkan bahwa masukan zat gizi yang kurang akan berakibat pada kesehatannya (Pudjiadi 1997). Aktivitas Fisik, Olahraga dan Latihan Aktivitas Fisik Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal adalah kegiatan yang menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik seperti
7 berjalan, berlari, berolahraga dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik menentukan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (FKM-UI 2007). Menurut Hoeger dan Hoeger (2005) aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot skeletal dan membutuhkan pengeluaran energi. Obesitas berhubungan dengan penurunan level aktivitas fisik, dimana aktivitas fisik orang kurus akan bertolak belakang dengan orang obes. Penelitian yang dilakukan oleh Esperanza et al. (2000) di Mexico dan Amerika Serikat menunjukkan adanya indikasi penurunan aktivitas fisik akan meningkatkan prevalensi obesitas. Menurut Wirakusumah (1994), gaya hidup yang kurang menggunakan aktivitas fisik akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang. Aktivitas fisik diperlukan untuk membakar energi dalam tubuh. Bila pemasukan energi berlebihan dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang seimbang akan memudahkan seseorang untuk menjadi gemuk. Lebih lanjut, dikemukakan pula bahwa modernisasi yang terjadi saat ini menyebabkan segalanya dimudahkan dengan fasilitas-fasilitas teknologi yang berakibat pada terbatasnya gerak dan aktivitas, hidup terasa lebih santai. Penelitian di Jepang menunjukkan pada kelompok yang mempunyai kebiasaan olah raga berisiko 0,48 kali mengalami obesitas. Penelitian lain yang dilakukan terhadap anak di Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama menunjukkan bahwa mereka yang menonton televisi 5 jam perhari mempunyai risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibandingkan mereka yang menonton televisi 2 jam setiap harinya (Hidayati, Irawan, Hidayat 2009). Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam physical activity level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut FAO/WHO/UNU (2004) adalah PAL = (PAR x alokasi waktu tiap aktivitas) / 24 jam. Keterangan: PAL adalah Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik) dan PAR adalah Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis kegiatan per satuan waktu tertentu). Selanjutnya tingkat aktivitas fisik dikategorikan sebagai berikut: ringan dengan nilai PAL 1,40–1,69, sedang dengan nilai PAL 1,70-1,99, dan berat dengan nilai PAL 2,00-2,40 (FAO/WHO/UNU 2001). Olahraga Olahraga merupakan suatu kata yang sering diucapkan dan digunakan oleh sebagian besar orang dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian olahraga sendiri di masyarakat mengandung pengertian yang beragam, olahraga dapat diartikan sebagai melakukan aktivitas, atau dapat juga diartikan melakukan cabang olahraga, ungkapan ini sebanarnya kurang tepat apabila ditelaah dari definisi olahraga itu sendiri, sehingga terdapat perbedaan yang jelas antara aktivitas fisik, olahraga dan juga latihan. Pengertian olahraga menurut Giriwijoyo (2005) adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana yang dilakukan orang dengan sadar untuk meningkatkan kemampuan fungsionalnya, sesuai dengan tujuannya melakukan olahraga. Definisi ini menunjukkan bahwa pengertian olahraga berbeda dengan pengertian aktivitas fisik. Aktivitas fisik adalah segala aktivitas yang menghasilkan kalori dan memerlukan energi (Hoeger & Hoeger 2005).
8 Olahraga dapat dibagi berdasarkan sifat dan tujuannya menjadi olahraga kesehatan, olahraga rekreasi dan juga olahraga prestasi (Giriwijoyo 2005). Olahraga kesehatan adalah olahraga yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, olahraga rekreasi adalah olahraga yang dilakukan dengan aktivitas rekreasi, seperti naik gunung, outbond dan sebagainya, sedangkan olahraga prestasi adalah olahraga untuk menghasilkan kemampuan puncak yang dimiliki seseorang untuk mencapai prestasi yang maksimal. Olahraga kesehatan biasanya dilakukan dengan intensitas yang setingkat di atas intensitas gerak raga yang biasa dilakukan untuk pelaksanaan tugas kehidupan sehari-hari, sehingga setiap orang memiliki dosis olahraganya masing masing. Ada beberapa syarat umum dan khusus dari olahraga kesehatan. Untuk syarat umum yaitu massal, mudah, murah, meriah, manfaat dan aman (Giriwijoyo 2005). Massal yaitu olahraga kesehatan harus mampu menampung sejumlah besar peserta secara bersama-sama, mudah yaitu gerakannya mudah sehingga dapat diikuti oleh kebanyakan orang (peserta) yang menjadikan kemampuan dan keterampilan gerak dasar menjadi meningkat, murah yaitu peralatannya sangat minim atau bahkan tanpa peralatan sama sekali, meriah yaitu mampu membangkitkan kegembiraan dan tidak membosankan, manfaat dan aman yaitu manfaatnya jelas dirasakan oleh setiap peserta dengan tingkat umur dan derajat sehat dinamis yang berbeda-beda. Syarat khusus dari olahraga kesehatan antara lain yaitu homogen dan submaksimal dalam intensitas atau beban olahraganya, adanya kesatuan takaran atau dosis, adekuat dan bebas dari stress psikis. Homogen dan submaksimal dalam intensitas atau beban olahraganya yaitu olahraga dengan intensitas yang rata, tidak ada gerakan-gerakan dengan beban yang maksimal, tidak ada pengerahan kemampuan maksimal. Intensitas yang homogen diperlukan untuk mempermudah mengatur dosis olahraga secara tepat dan intensitas yang submaksimal diperlukan sebagai faktor keamanannya. Adanya kesatuan takaran atau dosis yaitu dapat diatur intensitas (dengan mengatur beban/kekuatan dan pengulangan) dan juga lama waktu atau durasi pelaksanaannya. Adekuat yaitu ada batasan tertentu mengenai intensitas dan waktu pelaksanaan olahraga kesehatan agar dapat menghasilkan manfaat, khususnya dapat meningkatkan kemampuan fungsional perangkat pendukung gerak dilaksanakan 2-5 kali seminggu (Giriwijoyo 2005), selain itu dapat mencapai intensitas antara 60-80% denyut nadi maksimal (DNM) sesuai umur. Bebas stress psikis yaitu dilakukan dengan santai tanpa beban emosional dan bukanlah suatu perlombaan atau pertandingan. Olahraga kesehatan mampu memelihara dan meningkatkan kemampuan fungsional jasmaniah pesertanya dengan pembebanan yang dapat diatur secara bertahap dalam dosis-dosis latihan. Dengan demikian terlihat bahwa olahraga kesehatan memang terutama menggarap aspek jasmaniah, tetapi dapat pula menjangkau aspek rohaniah dan aspek sosialnya sehingga olahraga kesehatan dapat memelihara dan bahkan meningkatkan derajat kesehatan. Olahraga kesehatan merupakan salah satu saja dari berbagai bantuk upaya pembinaan kesehatan, tetapi merupakan satu-satunya cara untuk meningkatkan derajat kesehatan dinamis, hal ini berarti untuk meningkatkan kemampuan fungsional jasmani (sehat dinamis) hanyalah dapat dilaksanakan bila ada kemauan untuk mendinamiskan dirinya sendiri dengan jalan melatih jasmani (tubuhnya)
9 mulai dengan intensitas yang rendah sampai intensitas yang memenuhi kriteria olahraga aerobik sesuai dengan umur seseorang. Fungsi olahraga kesehatan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan statis dan dinamis. Sehat statis adalah sehat pada waktu istirahat, sedangkan sehat dinamis adalah sehat pada waktu bergerak atau bekerja. Orang yang sehat dinamis pasti sehat statis sedangkan orang yang sehat statis belum tentu sehat dinamis. Olahraga kesehatan melatih fungsi alat-alat tubuh secara bertahap agar tetap normal pada waktu bergerak dengan sendirinya juga akan normal pada waktu istrahat. Oleh karena itu, olahraga kesehatan membuat orang menjadi lebih sehat dinamis, menjadi lebih mampu bergerak dan menjadi tidak mudah lelah. Sasaran olahraga kesehatan mempunyai 3 tahapan, yaitu sasaran minimal, sasaran antara dan sasaran utama (Giriwijoyo 2005). Sasaran minimal tujuan utamanya adalah memelihara dan meningkatkan kemampuan gerak yang masih ada dengan pemeliharaan dan mengusahakan meningkatkan luas pergerakan semua persendian (kelentukan/fleksibilitas) melalui latihan pemanasan pada semua persendian. Sasaran antara yaitu memelihara dan meningkatkan kemampuan otot untuk kemampuan gerakannya lebih lanjut. Latihan pada tahapan ini dapat dilakukan dengan gerakan statis dan dinamis. Gerakan statis dilakukan dengan kontraksi isometrik diikuti dengan pemanasan secara umum.Sedangkan untuk latihan dinamis dilakukan dengan melakukan gerakan-gerakan yang cepat, berulang-ulang dan dengan sentakan (latihan pliometrik) yang dilakukan secara bertahap dan tidak melebihi kemampuan pada saat itu. Sasaran utama dari olahraga kesehatan adalah memelihara kemampuan kapasitas aerobik yang telah memadai atau meningkatkan kemampuan aerobik untuk mencapai kategori minimal sedang. Olahraga aerobik memiliki ciri-ciri yaitu olahraga yang mengaktifkan otot sekitar 40% atau lebih, secara simultan dan serentak, dengan intensitas yang adekuat dan sesuai dengan umur dan dilakukan secara terus-menerus dengan waktu minimal 10 menit (Giriwijoyo 2005). Olahraga yang memenuhi kriteria sebagai olahraga aerobik antara lain lari/jogging, lari ditempat, renang, senam. Latihan Latihan adalah suatu proses kerja yang dilakukan secara sistematis, berkelanjutan, beban dan intensitas latihan makin hari makin bertambah yang pada akhirnya memberikan rangsangan secara menyeluruh terhadap tubuh dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental secara bersama-sama (Harsono 1997). Ada tiga aspek utama dalam latihan yang harus diperhatikan yaitu jenis latihan, intensitas latihan dan lamanya waktu latihan (Mougios 2006). Selama proses latihan fisik harus dapat menampakkan pengaruh yang positif terhadap kebugaran jasmani para olahragawan. Selama proses latihan akan ditemukan beberapa gejala gejala baik fisik maupun mental selama proses latihan itu berjalan seperti: kebosanan, jenuh, apatis, kekuatan otot, daya tahan meningkat, gesit dan berbagai pengaruh lainnya. Perlu disadari bahwa hal itu terjadi karena adanya perubahan perubahan dalam jaringan tubuh dan fungsi fungsi fisiologis, anatomis lainnya karena pengaruh dari latihan. Faktor-faktor tersebut haruslah diketahui dan dimonitor secara jelas penyebabnya hingga tidak menjadikan olahragawan itu frustasi, sehingga prestasinya kian hari kian menurun.
10 Pelaksanaan latihan haruslah memperhatikan prinsip prinsip latihan yang menjadi acuan dalam melakukan suatu latihan. Harsono (1997) menjelaskan bahwa ada beberapa dasar dari program latihan fisik yang harus dilaksanakan untuk memperoleh hasil yang maksimal. Prinsip Overload (beban lebih) adalah suatu proses latihan yang menekankan pada pembebanan latihan yang semakin berat atau menambah jumlah beban latihannya. Setiap bentuk latihan, baik latihan untuk keterampilan teknik, taktik, fisik dan mental sekalipun haruslah berpedoman pada prinsip beban lebih ini. Latihan yang terlalu ringan artinya di bawah kemampuan yang dimilikinya, maka berapa lama latihan dilakukan dan betapa seringnya latihan dilakukan sampai bagaimanapun capainya mengulang-ngulang latihan itu, prestasinya tidak akan meningkat. Akan tetapi yang perlu diperhatikan pula ialah, meskipun beban latihan harus lebih berat, beban tersebut haruslah masih berada dalam batas batas kemampuan untuk dilakukan. Beban yang terlalu berat menyebabkan pengulangan tidak akan terjadi. Banyak orang yang tidak mau atau tidak berani untuk berlatih dengan beban latihan yang melebihi kemampuannya padahal mereka semua mampu untuk menanggung beban yang lebih berat dari pada yang diperkirakannya. Persoalan sebenarnya tergantung kepada kata hati (inner speaking). Kata hati mengatakan mampu untuk melakukan dan menyelesaikan latihan yang terlihat berat, sehingga latihan yang berat akan dapat diselesaikan. Persoalan sebenarnya adalah berakar pada perasaan semu, yakni adanya hambatan psikologis yang berpengaruh terhadap keterampilan fisik. Banyak orang yang sering kali memanjakan dirinya dengan perasaan negatif yang demikian, seakan akan merasa lemah atau tidak berdaya. Padahal mereka sebenarnya lebih kuat dan lebih mampu dari pada yang mereka rasakan atau pikirkan. Metode latihan merupakan suatu cara untuk mempercepat peningkatan prestasi, latihan tidak cukup hanya dilakukan secara motorik (dengan gerakan saja). Banyak penelitian yang membuktikan bahwa latihan motorik harus dibarengi dengan latihan nir-motorik (tanpa gerakan). Latihan nir-motorik bisa dilakukan dengan membayangkan gerakan yang akan dilakukan atau memvisualisasikan gerakan yang akan dipelajari. Para ahli mengatakan bahwa meskipun kita tidak bergarak, kita bisa memperbaiki perilaku kita. Syaratnya ialah kita harus mencurahkan konsentrasi dan pikiran kita secara intensif pada pola gerakan yang akan kita lakukan. Dalam latihan nir-motorik, konsentrasi mengenai gerakan yang akan dilakukan adalah sangat penting agar kita dapat memperoleh dimensi kognitif yang sangat kuat mengenai gerakan yang akan kita lakukan dan kita latih. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa selalu ada hubungan antara otak dan otot (brain-muscle connection). Misalnya saat kita akan mempelajari gerakan salto atau melempar bola. Dalam benak kita, kita harus bisa membayangkan gerakan tersebut sejelas mungkin, seakan akan kita bisa “melihat” dengan jelas gerakan yang kita lakukan. Intensitas latihan merupakan perubahan fisiologis (yang berkenaan dengan fungsi organ tubuh) dan psikologis hanyalah mungkin terjadi apabila latihan dilakukan secara intensif. Latihan intensif adalah bahwa proses latihan haruslah kian berat dengan cara menambah daya kerjanya, jumlah repetisi gerakan, serta kadar intensitas pengulangan gerak. Latihan yang ringan tidak akan dapat merangsang perubahan dalam fungsi organ tubuh maupun hal yang bersifat
11 kejiwaan. Batasan untuk menentukan kadar intensitas latihan khususnya untuk perkembangan daya tahan kardiovaskuler yaitu menghitung denyut nadi maximal (DNM) permenit dengan rumus denyut nadi maximal = 220-umur (Katch dan Mc Ardle 1983). Takaran denyut nadi maksimal seorang atlet olahraga prestasi intensitas latihannya sebaiknya antara, 80% hingga 95% dari DNM. Intensitas latihan juga ditentukan oleh lamanya berlatih dalam zona latihan. Seorang atlet harus berlatih dalam zona latihan selama 45 – 120 menit untuk benar benar disebut berlatih intensif. Seorang non atlet yang menganggap olahraga hanya untuk sekedar menjaga kesehatan atau memelihara kondisi fisiknya mempunyai intensitas latihan yang tidak perlu sebesar untuk atlet. Patokannya ialah 60-80 % dari DNM dan juga untuk waktu latihan pun tidak perlu seberat atlet yaitu antara 20 -30 menit saja berlatih dalam zona latihan. Kualitas latihan merupakan mutu dari latihan yang dilakukan. Berlatih secara intensif belum cukup menjamin tercapainya peningkatan prestasi, terutama jika latihannya tidak bermutu. Orang bisa saja berlatih keras, intensif, sampai habis tenaga, tetapi karena latihannya tidak bermutu, maka peningkatan prestasi pun tidak terjadi. Latihan yang bermutu memiliki beberapa ciri-ciri, yaitu: latihan atau drill yang diberikan oleh pelatih adalah benar benar bermamfaat dan sesuai kebutuhan atlet, koreksi yang tepat dan konstruktif selalu diberikan manakala atlet melakukan kesalahan kesalahan, pengawasan terhadap setiap gerakan dilakukan secara teliti, setiap kesalahan gerak segera diperbaiki. Latihan yang bermutu tetapi tidak intensif seringkali lebih bermanfaat ketimbang latihan yang intensif akan tetapi tidak bermutu. Bermutu tidaknya latihan tergantung pada kepandaian dan kejelian pelatih dalam merancang program latihan. Kekeliruan kebanyakan pelatih atau atlet adalah bahwa mereka lebih menekankan pada lamanya berlatih ketimbang pada mutu dan penambahan beban latihannya. Oleh karena itu, sebaiknya waktu latihan jangan berlangsung terlampau lama, pendek, berisi dan padat dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Variasi Latihan dapat dilakukan dengan latihan yang benar dan biasanya menuntut banyak waktu, pikiran dan tenaga sehingga bukan mustahil jika latihan yang intensif dan berkelanjutan kadang-kadang bisa menimbulkan rasa bosan berlatih (boredom). Rasa bosan yang timbul membuat gairah dan motivasinya biasanya menurun yang akan menjadi penyebab menurunnya semangat untuk kembali melakukan latihan dan untuk mencapai kondisi sehat dinamis pada diri seseorang. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha untuk mencegah kebosanan dalam berlatih, yaitu dengan menyelenggarakan dan merencanakan latihan latihan bervariasi sehingga seorang pelatih harus kreatif dan pandai merancang serta menerapkan berbagai variasi dalam latihannya. Senam Aerobik Olahraga yang sangat dianjurkan untuk keperluan kesehatan adalah aktivitas gerak raga dengan intensitas yang setingkat di atas intensitas gerak raga yang biasa dilakukan untuk kegiatan sehari-hari yaitu senam aerobik (Giriwijoyo 2004). Senam aerobik bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara kapasitas aerobik yang merupakan sasaran utama olahraga kesehatan, selain itu pada senam aerobik gerakannya dapat dibuat menjangkau seluruh persendian dan otot, gerakannya juga mempunyai dosis-dosis mulai dari yang paling ringan sampai gerakan yang
12 dapat meningkatkan kemampuan kekuatan dan daya tahan otot. Tujuan senam aerobik adalah untuk meningkatkan kapasitas aerobik, meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot serta meningkatkan luas pergerakan persendian (Giriwijoyo 2005). Pada hakikatnya olahraga senam aerobik adalah jenis olahraga kesehatan, yaitu gerakannya sub maksimal, tidak boleh melakukan gerakan maksimal atau eksplosif, tanpa henti minimal 10 menit, non kompetisi dengan frekwensi 3-5 kali dalam seminggu dan intensitasnya sedang adalah 60-80% denyut nadi maksimal (Giriwijoyo 2007). Secara umum latihan dalam senam aerobik disusun dalam empat fase latihan, yaitu fase warm up, fase skill review, fase aerobik dan fase cooling down (Sumardianto 2007). Dalam setiap fasenya, senam aerobik mempunyai tujuan dan manfaat khusus, sehingga apabila tidak dilakukan maka latihan tidak akan memperoleh hasil yang maksimal. Senam Aerobik Intensitas Sedang (Low Impact) Senam aerobik merupakan latihan yang menggunakan seluruh otot terutama otot-otot besar, secara terus-menerus, berirama, maju dan berkelanjutan. Biasanya, senam aerobik dilaksanakan dengan iringan musik untuk meningkatkan motivasi latihan, pengaturan waktu latihan, dan kecepatan latihan, serta menjaga agar latihan dapat dilakukan dengan gerakan yang bersamaan. Intensitas latihan dapat diatur dengan pengaturan tempo musik yang mengiringinya (Hodder & Stonghton 1997). Tempo yang digunakan dapat menjadi acuan dalam intensitas latihan yang dilakukan. Senam aerobik dibagi menjadi dua jenis yaitu aerobik intensitas rendah (low impact) dan intensitas tinggi (high impact). Senam aerobik intensitas rendah (low impact) adalah kedua kaki atau salah satu kaki selalu kontak dengan lantai, sehingga gerakan jogging diganti dengan gerakan jalan cepat (Sadoso 1996). Pelaksanaan senam aerobik intensitas rendah (low impact) dapat dilakukan setelah pemanasan 5-10 menit dengan tempo antara 100-120 ketukan permenit kemudian dilanjutkan dengan inti selama 20-30 menit dengan tempo 115-135 ketukan permenit. Pada senam aerobik terdapat variasi-variasi gerakan yang banyak terutama gerakan dasar pada kaki dan jalan dapat memenuhi kriteria CRIPE (continous, rhythmical, interval, progresif dan endurance) sehingga sesuai dengan tahapan kegiatan yang harus dilakukan. Selain itu senam aerobik yang dilakukan secara berkelompok akan memberi rasa senang pada anggota dan juga dapat memotivasi anggota yang lain untuk terus melakukan olah raga secara terus-menerus dan teratur (Soegondo 1995). Gerakan senam aerobik yang pertama kali diperkenalkan di Indonesia adalah gerakan dengan benturan-benturan keras dan gerakan yang energik yang dikategorikan dengan high impact. Pada gerakan, ini ada kalanya kedua kaki tidak berpijak, seperti gerakan melompat. Gerakan ini dimodifikasi oleh Sadoso tahun 1984, yaitu dengan salah satu kaki selalu berada di lantai guna mengurangi benturan-benturan yang keras. Modifikasi ini disebut dengan low impact atau soft impact (aerobik benturan ringan). Modifikasi ketiga disebut non impact, tanpa menggunakan benturan. Gerakan badan hanya berkisar antara Uitvaal (memindahkan berat badan) dan navere (gerak ngeper) (Soekarno et al. 1996).
13 Dewasa ini berbagai macam variasi gerakan senam aerobik yang dapat dilakukan seperti aerobik hiphop, aerobik salsa, body pump, RPM, circuit training, high intensity interval training (HIIT) dan berbagai variasi gerakan lainnya yang dapat meningkatkan kebugaran tubuh seseorang. Variasi dari latihan ini sekarang banyak dilakukan di pusat-pusat kebugaran yang populer sebagai jasa latihan yang ditawarkan untuk masyarakat. Latihan aerobik dapat memberikan hasil yang diinginkan apabila dilakukan dengan frekuensi, intensitas serta durasi yang cukup. Frekuensi adalah jumlah latihan seminggu, intensitas adalah seberapa berat badan bekerja atau latihan dilakukan, dan durasi adalah lama setiap kali latihan (Giam & Teh 1993). Menurut American College of Sport Medicine (ACSM) intensitas latihan aerobik harus mencapai target zone sebesar 60-90% dari frekuensi denyut jantung maksimal atau Maximal Heart Rate (MHR). Berdasarkan MHR yang dicapai, intensitas latihan aerobik dapat dibagi menjadi: ringan (35-59% MHR), sedang (60-79% MHR), dan tinggi (80-89% MHR). Peningkatan intensitas latihan dapat dilakukan melalui penambahan beban latihan, yaitu dengan gerakan meloncatloncat, atau dengan mempercepat frekuensi gerak (Pollock & Wilmore 1990). Latihan aerobik sebaiknya dilakukan dengan frekuensi 3-5 kali seminggu, dengan durasi latihan 20-30 menit setiap kali latihan (Wilmore & Costill 1994). Giam & Teh (1993) mengatakan bahwa durasi latihan 15-30 menit sudah dinilai cukup, dengan syarat didahului 3-5 menit pemanasan dan diakhiri dengan 3-5 menit pendinginan, serta dilakukan secara terus menerus. Kontraksi otot yang terjadi memerlukan energi terutama berasal dari pemecahan cadangan ATP (adenosin trifosfat) yang terdapat di dalam otot rangka. ATP di dalam serabut otot diperoleh melalui tiga cara, jalur fosfokreatin-ATP, jalur glikolitik, dan jalur oksidatif. Jalur fosfokreatin-ATP dan jalur glikolitik, yang bersifat anaerobik, hanya menghasilkan sedikit ATP. Kedua jalur ini berlangsung pada awal aktivitas, sebelum sistem sirkulasi mampu memasok peningkatan kebutuhan oksigen ke otot. Tanpa pasokan oksigen, kedua jalur hanya dapat menyediakan energi selama 3 - 15 detik (Newsholme & Leech, 1984). Untuk aktivitas fisik yang lebih lama, misalnya senam aerobik, jalur oksidatif merupakan sumber utama produksi ATP. Pada jalur ini ATP diproduksi melalui oksidasi karbohidrat, yang bersumber dari diet maupun dari timbunan glikogen di dalam sel, dan oksidasi asam lemak bebas (free fatty acid =FFA) yang berasal dari hidrolisis trigliserid dari jaringan adiposa maupun dari diet (Wilmore & Costill 1994). Setiap molekul untuk oksidasi lemak memerlukan oksigen jauh lebih banyak dibandingkan dengan karbohidrat. Kebutuhan oksigen untuk aktivitas aerobik dicukupi oleh sistem kardiovaskuler dan respirasi (McArdle et al. 1996). Sistem kardiovaskuler mempunyai keterbatasan dalam memasok oksigen ke otot skelet. Pasokan oksigen akan kurang apabila kebutuhan oksigen untuk oksidasi energi selama latihan aerobik melebihi kemampuan sistem kardiovaskuler untuk memasok oksigen. Senam aerobik intensitas tinggi (SAIT) memerlukan ATP yang banyak dalam waktu singkat sehingga akan terjadi defisit oksigen ke otot yang aktif karena keterbatasan sistem kardiovaskuler dalam memasok oksigen. Akibat keterbatasan oksigen tersebut sumber energi utama untuk kontraksi otot pada SAIT adalah karbohidrat.
14 Pada senam aerobik intensitas ringan (SAIR) dengan waktu yang panjang memungkinkan sistem kardiovaskuler masih mampu memenuhi kebutuhan oksigen otot yang berkontraksi sehingga sebagai sumber energi utama untuk kontraksi otot adalah lemak. Adapun sumber energi pada senam aerobik intensitas sedang (SAIS) adalah karbohidrat dan lemak secara seimbang (McArdle et al. 1986; Wilmore & Costill 1994). Status Gizi Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbs) dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Status gizi seseorang tersebut dapat diukur dan dinilai sehingga dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik ataukah tidak baik (Riyadi 2006). Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang setinggi mungkin (Almatsier 2003). Menurut Supariasa (2001), penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penilaian status gizi secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu survey konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros dimana kata anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa 2001). Menurut Hartono (2006) bahwa pengukuran antropometri khususnya pengukuran berat badan, merupakan prinsip dasar pengkajian gizi dalam asuhan medik. Untuk mengkaji status gizi secara akurat, beberapa pengukuran yang spesifik juga diperlukan dan pengukuran ini mencakup indeks massa tubuh (IMT). Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Selain itu dapat digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Supariasa 2001). Penilaian status gizi dengan biokomia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan
15 bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faal dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Supariasa 2001). Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa 2001).
Profil Lipid Darah Pengukuran profil lipoprotein standar termasuk kadar total kolesterol, low density lipoprotein kolesterol (LDL-C), high density lipoprotein kolesterol (HDLC) dan total trigliserida. Pengukuran dapat dilakukan setelah subyek berpuasa 812 jam. Pengukuran LDL-kolesterol biasa dilakukan dengan menggunakan rumus Friedewald, yaitu: LDL-C= TC – (HDL-C) – (TG/5). Keterangan: LDL-C merupakan LDL-kolesterol, TC merupakan total kolesterol, HDL-C merupakan HDL-kolesterol dan TG merupakan trigliserida. Berikut adalah tabel karakteristik dan komposisi VLDL, LDL-C dan HDL-C. Tabel 2 Karakteristik dan komposisi very low density lipoprotein, low density lipoprotein, high density lipoprotein Karakteristik VLDL LDL HDL 0.951.019Densitas (g/ml) 1.063-1.210 1.006 1.063 Komposisi (%) Trigliserida 60 10 5 Kolesterol 10 50 20 Fosfolipid 18 15 25 Protein 10 25 50 Sumber: Mahan dan Escott-Stump (2008). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol dalam darah antara lain: usia, diet tinggi lemak jenuh dan kolesterol, genetik, hormon, berat badan, tingkat aktivitas fisik dan penyakit lain (Mahan dan Escott-Stump 2008). Berikut adalah tabel nilai profil lipid darah yang dianjurkan American Heart Association (2011). Tabel 3 Nilai profil lipid darah Profil lipid Kolesterol total Kolesterol LDL Kolesterol HDL Trigliserida Sumber: American Heart Association (2011).
Nilai normal < 200 mg/dl < 100 mg/dl > 40 mg/dl < 150 mg/dl
16 Kolesterol Total Kolesterol merupakan bentuk lipid yang tidak larut dalam darah, kecuali terikat oleh protein (Santoso dan Setiawan 2005). Total kolesterol mencangkup kolesterol yang yang berada dalam seluruh fraksi lipoprotein, yaitu 60-70% dibawa oleh LDL, 20-30% dibawa oleh HDL dan 10-15% dibawa oleh VLDL (Mahan dan Escott-Stump 2008). LDL (Low Density Lipoprotein) LDL merupakan pembawa kolesterol utama dalam darah. LDL-Kolesterol terbentuk dari pemecahan VLDL. Setelah LDL-Kolesterol terbentuk, 60% LDL dibawa oleh reseptor LDL menuju hati, adrenal dan jaringan lainnya. Jumlah dan aktivitas reseptor ini sangat mempengaruhi kadar LDL-kolesterol dalam darah. Diketahui penurunan 1 mg/dl LDL-kolesterol, menurunkan 1-2% resiko terkena penyakit jantung koroner. Berikut adalah tabel klasifikasi nilai LDL bagi orang normal. Tabel 4 Klasifikasi nilai LDL bagi orang normal Klasifikasi Optimal Hampir optimal Borderline High risk Very high risk Sumber: Mahan dan Escott-Stump (2008).
Nilai LDL ≤ 100 mg/dl ≤ 129 mg/dl 130-159 mg/dl 160-189 mg/dl ≥ 190 mg/dl
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kadar LDL adalah usia, genetik, diet, diabetes, obesitas dan lain-lain. Diet tinggi lemak jenuh dan kolesterol meningkatkan LDL-Kolesterol dengan berkurangnya kontrol reseptor LDLKolesterol dalam hati. Dengan demikian mengakibatkan semakin sedikitnya LDLKolesterol yang dibuang dari plasma darah sehingga kadarnya meningkat. Obesitas meningkatkan produksi lipoprotein yang mengandung apoB, yaitu VLDL dan LDL-Kolesterol. Oksidasi LDL-Kolesterol di pembuluh darah mempercepat proses aterogenesis dengan memperbanyak makrofag dan menstimulasi autoantibodi. Menurunkan LDL-kolesterol dapat mengecilkan ukuran lesi, menghambat pertumbuhan aterogenesis, serta mengurangi kematian. Seseorang yang memiliki faktor resiko tinggi sebaiknya mengontrol kadar LDL-kolesterolnya di bawah 70 mg/dl (Mahan dan Escott-Stump 2008). HDL (High Density Lipoprotein) Partikel HDL-Kolesterol mengandung lebih banyak protein dari lipoprotein lainnya. Apolipoprotein utama pada HDL-Kolesterol yang merupakan salah satu protein antioksidan yang membantu membuang kolesterol dari dinding pembuluh arteri menuju hati. Trigliserida Trigliserida dalam tubuh dapat diperoleh dari lemak makanan atau hasil perubahan unsur-unsur energi yang berlebihan seperti konsumsi karbohidrat
17 sederhana yang berlebih (Almatsier 2004). Nilai trigliserida dikaitkan dengan faktor resiko lain seperti intolerans glukosa, hipertensi, rendahnya kadar HDLkolesterol dan tingginya kadar LDL-kolesterol, yang memiliki hubungan dengan sindrom metabolik. Kadar trigliserida dapat diturunkan dengan adanya latihan aerobik intensitas sedang setelah melakukan latihan kekuatan (Dure 2008). Kebugaran Jasmani Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang berarti (Riyadi 2007). Menurut Giriwijoyo (2005) kebugaran jasmani sesungguhnya adalah derajat sehat dinamis tertentu yang dapat menanggulangi tuntutan jasmani dalam menjalankan tugas hidup sehari-hari dengan selalu masih mempunyai cadangan kemampuan untuk melakukan kegiatan aktivitas fisik ekstra serta pulih kembali sebelum menjalani tugasnya sehari-hari. Menurut Rejeski et al. (2009) bahwa olahraga yang dilakukan secara rutin, seseorang dapat mencapai tingkat kebugaran yang baik dan menjadi awet muda. Unsur-unsur kebugaran jasmani saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu: daya tahan, kekuatan, kecepatan, dan kelentukan (Moelek 1984). Unsur kebugaran jasmani ini merupakan unsur dasar dari kondisi fisik yang dimiliki oleh seseorang dan dapat meningkat dengan adanya latihan rutin yang dilakukan. Daya Tahan (Endurance) Daya tahan merupakan keadaan yang menekankan pada kapasitas melakukan kerja secara terus-menerus dalam suasana aerobik (Moelek 1984), sehingga dapat berlaku bagi seluruh tubuh, suatu sistem dalam tubuh, daerah tertentu dan sebagainya. Pada umumnya daya tahan yang paling banyak dibahas adalah daya tahan kardiovaskuler dan otot. Daya tahan kardiovaskuler merupakan faktor utama dalam kesegaran jasmani. Pengukuran daya tahan kardiovaskuler dapat dilakukan dengan mengukur aspek denyut nadi dan tekanan darah (Nurhasan 2007). Kedua aspek ini merupakan indikator yang menggambarkan mengenai kemampuan kardiovaskuler seseorang. Adapun pengukuran daya tahan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, diantaranya: berjalan, jogging, treadmill, sepeda ergometer, dayung ergometer dan sebagainya. Metode yang digunakan untuk mengukur daya tahan yaitu: Bleep Test, Cooper Test, Balke Test, Harvad StepTest dan berbagai macam metode lainnya. Faktor-faktor fisiologis yang mempengaruhi kemampuan daya tahan kardiovaskuler antara lain yaitu keturunan, usia, jenis kelamin dan juga aktivitas fisik yang saling mempengaruhi dan berhubungan antara satu dengan lainnya. Selain itu, daya tahan dapat ditingkatkan dengan metode latihan seperti continuousrun, interval run, speed play dan berbagai metode latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan.
18 Kekuatan (Strength) Kekuatan dalam hal ini adalah kekuatan otot yang menggambarkan kemampuan maksimal yang dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot terhadap suatu tahanan atau beban (Moeloek 1984). Pada kontraksi otot memendek dan besarnya pemendekan bergantung pada beban yang harus ditahan. Latihan kekuatan dapat dilakukan dengan latihan angkat beban (weight training) dengan pembebanan yang sesuai dengan prinsip dan kaedah latihan. Kecepatan (Speed) Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan sejenis secara berturut-turut dalam waktu sesingkat-singkatnya atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu sesingkat-singkatnya (Harsono 1997). Banyak cabang olahraga yang menggunakan kecepatan sebagai komponen fisik yang esesensial. Kecepatan menjadi faktor penentu pada cabang olahraga seperti: nomor sprint, tinju, anggar dan beberapa cabang olahraga permainan. Kecepatan tergantung kepada beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu kekuatan, waktu reaksi dan fleksibilitas (Harsono 1997). Untuk melatih kecepatan yang dimiliki oleh seseorang tidak hanya harus memiliki kecepatan saja,tetapi juga harus memiliki kekuatan, kecepatan reaksi dan juga kelentukan. Faktor faktor yang mempengaruhi kecepatan yaitu kelenturan, tipe tubuh dan usia (Moeloek 1984). Kecepatan yang dimiliki seseorang akan menurun seiring dengan usia seseorang yang bertambah, kelenturan yang dimiliki seseorang yang berubah juga akan mempengaruhi kecepatannya dan juga tipe tubuh dari seseorang. Kelentukan (Fleksibility) Latihan kelentukan merupakan bagian dari latihan kerangka (skelet) khususnya latihan untuk memperluas pergerakan persendian, yang berarti meningkatkan kelentukan (Giriwijoyo 2005). Pengertian lain menyebutkan bahwa kelentukan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak sendi (Harsono 1997). Dengan demikian kelentukan berarti adanya kemampuan sendi dan otot untuk melakukan kontraksi seluas-luasnya. Kelentukan penting sekali dalam hampir semua cabang olahraga, terutama cabang-cabang olahraga yang menuntut banyak gerak sendi, seperti senam, loncat indah, anggar, gulat, atletik dan sebagainya. Selain itu kelentukan juga penting bagi semua kelompok umur, terutama orang-orang tua. Oleh karena itu kalau orang semakin tua, sendi, ligamen dan tendonnya menjadi kaku sehingga mengurangi kelentukannnya. Untuk itu orang tua penting untuk melakukan latihan kelentukan. Adapun manfaat dari latihan kelentukan adalah mengurangi kemungkinan terjadinya cedera pada otot dan sendi, membantu dalam mengembangkan kecepatan, koordinasi dan kelincahan, membantu perkembangan prestasi, menghemat pengeluaran tenaga (efisiensi) pada waktu melakukan gerakan gerakan dan membantu memperbaiki sikap tubuh (Harsono 1997). Terdapat empat metode latihan kelentukan, yaitu dinamis, statis, pasif dan PNF (Proprioceptor Neuromascular Facilitation). Metode dinamis dilakukan dengan melakukan renggutan-renggutan untuk mencapai sebesar mungkin luas pergerakan persendian melampaui batas kemampuan pada saat ini. Metode stastis
19 adalah tanpa adanya renggutan dengan maksud memperluas ruang gerak persendian dilakukan sejauh mungkin secara terus-menerus sesuai dengan kemampuan. Metode pasif adalah dengan melakukan metode statis dengan bantuan orang lain mendorong gerakan menjadi gerakan lebih lanjut sehingga menambah luas pergerakan persendian yang bersangkutan. Metode PNF adalah kelanjutan dari metode pasif dilanjutkan dengan gerakan lebih jauh, tetapi atlet tersebut harus melakukan perlawanan dan atas gerakan yang dilakukan sehingga pendorong menambah kekuatan dorongan sehingga kontraksi otot menjadi lebih kuat (Harsono 1997). Kerangka Pemikiran Olahraga kesehatan yaitu latihan senam aerobik yang dilakukan dengan baik dan rutin akan meningkatkan kebugaran tubuh (Budiharjo 2005). Senam aerobik intensitas sedang (low impact) dapat dilakukan setelah pemanasan 5-10 menit dengan tempo antara 100-120 ketukan permenit kemudian dilanjutkan dengan inti selama 20-30 menit dengan tempo 115-135 ketukan permenit. Latihan aerobik intensitas sedang yang dilakukan dengan frekuensi 3 kali seminggu ternyata akan menunjukkan hasil meningkatkan kebugaran jasmani seseorang (Sudarno 1992). Menurut Dehghan (2009) menunjukkan adanya pengaruh pemberian latihan aerobik intensitas sedang terhadap indek masa tubuh dan komposisi lemak tubuh dalam waktu 8 minggu. Penelitian lain yang dilakukan Anderson et al. (1991) melakukan penelitian dengan merekrut pria obesitas dan perempuan obesitas dalam tiga bulan program pelatihan fisik. Setelah tiga bulan program, baik pria maupun wanita kehilangan berat badan sekitar dua kilogram (kg) dengan penurunan 2,6-2,9 kg lemak tubuh. Latihan yang sesuai dengan kaidah yang benar akan dapat mencegah dan bahkan mengurangi kelebihan berat badan dan juga meningkatkan kebugaran jasmani adalah dengan olahraga kesehatan yaitu dengan latihan senam aerobik intensitas sedang (low impact) yang dilakukan 3x seminggu (Fauzi 1996). Kebugaran jasmani adalah derajat sehat dinamis tertentu yang dapat menanggulangi tuntutan jasmani dalam melaksanakan tugas hidup sehari-hari dan selalu masih mempunyai cadangan kemampuan (tidak lelah berlebih) untuk melakukan kegiatan fisik ekstra serta telah pulih kembali esok harinya saat melakukan tugas sehari-hari (Giriwijoyo, 2005). Aktifitas fisik yang dilakukan dengan rutin akan membuat tubuh menjadi bugar dan menjadi faktor protektif beberapa penyakit seperti hipertensi, jantung dan berbagai penyakit degeneratif lainnya (Moreira 2011). Giriwijoyo (2005) menyebutkan bahwa olahraga yang paling baik dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan adalah senam aerobik. Penelitian lain menyebutkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara latihan aerobik intensitas sedang dengan frekwensi 2 kali dalam seminggu dan juga 3 kali dalam seminggu dan berpengaruh nyata terhadap kebugaran jasmani (Suharjana dan Sumaryanti 2003). Dengan demikian peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pengaruh latihan aerobik intensitas sedang (low impact) dengan frekuensi kurang dari 3 kali seminggu (2 kali), 3 kali seminggu dan lebih dari 3 kali seminggu (4 kali)
20 terhadap status gizi dan juga kebugaran mahasiswi. Berikut ini adalah kerangka pemikiran dari penelitiaan ini :
Keterangan : Variabel yang diukur Variabel yang tidak diukur Gambar 1. Kerangka Pemikiran
3 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi eksperimental pretest dan postest dengan 3 kelompok perlakuan. Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswi yang berusia antara 18-21 tahun yang kemudian dipilih secara acak untuk menjadi sampel penelitian ini. Penempatan sampel pada kelompok perlakuan dilakukan secara acak (random assignment). Kelompok perlakuan I diberi latihan aerobik intensitas sedang (low impact) dengan frekuensi 2 kali dalam seminggu, kelompok II diberi latihan aerobik intensitas sedang (low impact) dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu, kelompok III diberi latihan aerobik intensitas sedang (low impact) dengan frekuensi 4 kali dalam seminggu. Ketiga kelompok ini mendapatkan perlakuan yang sama pada