2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
STRATEGI ENERGI
2.1.1
Kebijakan Energi Nasional Secara umum, porsi minyak bumiError! Reference source not found.
dari total pemenuhan energi nasional dengan melibatkan sumber-sumber energi lainnya masih sekitar 52%; suatu jumlah yang masih sangat tinggi. Energi MIX saat ini
Gas 29%
Batu bara 15%
Energi MIX tahun 2025
Batu bara 33%
Air 3% Gas 30%
Minyak bumi 52%
Gb 2.1 Gambar 2.1
Panas bumi 1%
Minyak bumi 20%
Panas bumi 5%
BBN 5% Lainlain 7%
Target Komposisi Energi MIX tahun 2025
Dengan memperhatikan kondisi Energi Nasional saat ini, maka diperlukan suatu upaya untuk mencari sumber-sumber minyak bumi baru atau memperbesar porsi pemakaian sumber energi lain atau mencari alternatif pengganti minyak bumi. Untuk mengantisipasi permasalahan energi nasional, melalui Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional telah ditetapkan beberapa sasaran kondisi energi nasional yang harus dipenuhi pada tahun 2025 seperti terlihat pada Gambar. 2.1. Pada gambar tersebut diperlihatkan bahwa porsi minyak bumi pada tahun 2025 harus dipangkas menjadi kurang dari 20% sementara porsi sumber energi lain diperbesar menjadi seperti nilai minimal yang tertera dalam gambar tersebut. Menarik untuk disimak dari target Energi Mix 2025 adalah munculnya energi baru dan terbarukan dalam porsi yang relatif signifikan seperti bahan bakar nabati (BBN) di mana biodiesel termasuk di dalamnya.
12 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
13
Gambar 2.2 Kontribusi BBN sebagai substitusi BBM 2010 Tabel 2.1 Roadmap Pengembangan Biofuel Tahun
2005-2010 211-2015 Pemanfaatan Pemanfaatan biodiesel biodiesel sebesar 10 sebesar 15% konsumsi % konsumsi solar solar 4,52 juta kilo liter 2,41 juta kilo liter Standard Buofuel Nasional Pemanfaatan Pemanfaatan bioetanol bioetanol sebesar 5 sebesar 10% konsumsi % konsumsi premium 2,78 juta kilo premium 1,48 juta liter kilo liter Pemanfaatan Pemanfaatan biokerosin 1 juta biokerosin 1,8 juta kilo kilo liter liter
2016-2025 Pemanfaatan biodiesel sebesar 20 % konsumsi solar 10,22 juta kilo liter
PPO untuk pembangkit listrik
Pemanfaatan PPO 0,4 juta kilo liter
Pemanfaatan PPO 0,74 juta kilo liter
Pemanfaatan PPO 1,69 juta kilo liter
Biofuel
Pemanfaatan biofuel sebesar 2 % energi mix 5,29 juta kilo liter
Pemanfaatan biofuel sebesar 2 % energi mix 9,84 juta kilo liter
Pemanfaatan biofuel sebesar 2 % energi mix 22,26 juta kilo liter
Biodiesel
Bioethanol
Biooil
Pemanfaatan bioetanol sebesar 15 % konsumsi premium 6,28 juta kilo liter Pemanfaatan biokerosin 4, 07 juta kilo liter
(sumber : ESDM, 2005)
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
14
Pentahapan Kewajiban Minimal Pemanfaatan Biodiesel
Tabel 2.2
Industri & Komersial
Transportasi Bersubsidi
Transportasi Non Subsidi
Pembangkit Listrik
2,5 % 2,5 % 5% 10 % 15 % 20 %
1% 1% 2,5 % 5% 10 % 20 %
1% 3% 7% 10 % 20 %
0,1 % 0,25 % 1% 10 % 15 % 20 %
2008 2009 2010 2015 2020 2025
(sumber : PerMen ESDM No.32, 2008)
Kapasitas Biodiesel
Tabel 2.3 NO 1.
Industri Biodiesel Enterindo Group
Lokasi Jakarta & Gresik
2008 120,000
2009 240,000
2.
Indobiofuel Energy
Merak
60,000
160,000
3.
Musimas
Medan
50,000
350,000
4.
Sumiasih
Bekasi & Lampung
100,000
200,000
5.
Wilmar
Dumai
700,000
1,050,000
6.
Permata Hijau
Duri
200,000
200,000
7.
Ganesha
Medan
3,000
10,000
8.
Multi Kimia I.P.
Bekasi
5,000
10,000
9.
Energy Altern Ind.
Jakarta
300
1,000
10.
Darmex Biofuel
Bekasi
150,000
150,000
11.
Asian Agri
Dumai
200,000
200,000
1,588,300
2,521,000
Total kapasitas (Juta Ton/ Tahun) (sumber : Kadin, 2009)
2.2
INDUSTRI KELAPA SAWIT
2.2.1. Tanaman Kelapa Sawit Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan klasifikasi secara ilmiah. Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut, Divisi
: Embryophyta Siphonagama
Kelas
: Angiospermae
Ordo
: Monocotyledonae
Famili
: Arecaceae (Palmae)
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
15
Subfamili
: Cocoideae
Genus
: Elaeis
Spesies
: 1. E. guineensis Jacq. 2. E. oleifera (H.B.K.) Cortes 3. E. odora
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelepah. Minyak dihasilkan oleh buah sawit. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Buah terdiri dari tiga lapisan: -
Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin
-
Mesoskarp, serabut buah
-
Endoskarp, cangkang pelindung inti
Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi (Pahan, 2008).
Gambar 2.3
Buah Kelapa Sawit.
(sumber: Profil Kelapa Sawit BP3, Departemen Pertanian, 2006)
Selektif dalam memilih bahan tanaman menjadi dasar penentuan nilai komersial perkebunan dan menentukan tingkat produktivitas dari balai benih yang telah bersertifikasi dan dijamin kemurnian benihnya.
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
16
Benih / jenis sawit yang dipakai adalah jenis varietas Tenera. Benih asli yang dihasilkan dari perkawinan varietas Dura, sebagai pohon induk menggunakan serbuk sari varietas Pisifera. Perkawinan inimenghasilkan tanaman varietas Tenera yang memiliki potensi produksi tinggi. Namun, buah dari varietas Tenera tidak dianjurkan untuk dijadikan bibit. Secara visual benih asli tidak dapat dibedakan dengan benih palsu. Diharuskan menggunakan benih asli. Ada beberapa macam persilangan varietas Dura x Pisifera yang dihasilkan dari sumber benih, tetapi umumnya potensi produuksinya tidak berbeda jauh. Berikut ini ciri-ciri dari buah varietas Dura, Pisifera, dan Tenera. Tabel 2.4 Ciri-Ciri Buah Dura, Pisifera, Dan Tenera Komponen Ketebalan cangkang (mm) % cangkang/buah %mesocarp/buah % inti/buah Kadar minyak
Dura 2-5 mm 20-50% 20-65% 4-20% Rendah
Pisifera Tidak ada Tidak ada 92-97% 3-8% Tinggi
Tenera 1-2,5mm 3-20% 60-90% 3-15% Sedang
2.2.2. Perkebunan Kelapa Sawit Kelapa sawit tumbuh dengan baik pada dataran rendah di daerah tropis yang beriklim basah, yaitu sepanjang garis khatulistiwa antara 23,5o lintang utara sampai 23,5o lintang selatan. Adapun persyaratan untuk tumbuh pada tanaman kelapa sawit sebagai berikut: -
Curah hujan ≥ 2.000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun dengan periode bulan kering (< 100 mm/bulan) tidak lebih dari 3 bulan.
-
Temperatur siang hari rata-rata 29-33 ºC dan malam hari 22-24 ºC.
-
Ketinggian tempat dari permukaan laut < 500 m.
-
Matahari bersinar sepanjang tahun, minimal 5 jam per hari.
Persebaran perkebunan kelapa sawit di dunia berada pada Afrika, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Asia Tenggara dan Pasifik Selatan. Malaysia dan Indonesia merupakan dua negara utama produsen minyak sawit yang menguasai sekitar 85% pangsa pasar dunia. .
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
17
Tabel 2.5 Luas Areal Dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Provinsi Dan Status Pengusaha. Jenis Tanaman : Kelapa Sawit / Oil Palm Tahun : 2010 **) No. Provinsi Perkebunan Rakyat Jumlah Rerata Luas Produksi Petani Kepemilikan ( Ha ) ( Ton ) ( KK ) ( Ha ) 1 2 3 4 5 6
Sumatera Jawa Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku + Indonesia
2.662.432 6.685.597 1.353.641 6.866 11.564 4.845 0 0 0 499.470 787.443 249.841 117.618 229.123 46.106 28.277 60.309 20.770 3.314.663 7.774.036 1.675.203
2 2 0 2 1 1 2
Perkebunan Negara
Perkebunan Swasta
Jumlah Total
Luas
Produksi
Luas
Produksi
Luas
Produksi
( Ha )
( Ton )
( Ha )
( Ton )
( Ha )
( Ton )
497.181 1.768.427 2.199.257 7.125.756 5.358.870 15.579.780 14.576 24.211 3.289 12.156 24.731 47.931 0 0 0 0 0 0 61.367 188.865 1.586.972 2.487.345 2.147.809 3.463.653 20.744 43.324 91.028 341.787 229.390 614.234 22.707 65.081 12.839 13.912 63.823 139.302 616.575 2.089.908 3.893.385 9.980.956 7.824.623 19.844.900
Keterangan : 1. Angka Estimasi **) 2. Ujud Produksi : Minyak Sawit / CPO
Direktorat Jenderal Perkebunan
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
18
Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia
Tabel 2.6 Jenis Tanaman
:
Jenis Produksi
:
Tahun
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 *) 2010 **)
Kelapa Sawit / Oil Palm Minyak Sawit / Crude Palm Oil (CPO)
Luas Area (Ha)
Produksi Minyak Sawit (Ton)
Produksi Inti Sawit (Ton)
Jumlah/
Jumlah/
Jumlah/
1.126.677 1.310.996 1.467.470 1.613.187 1.804.149 2.024.986 2.249.514 2.922.296 3.560.196 3.901.802 4.158.077 4.713.435 29.167.058 5.283.557 5.284.723 5.453.817 6.594.914 6.766.836 7.363.847 7.508.023 7.824.623
2.412.612 2.657.600 3.266.250 3.421.449 4.008.062 4.479.670 4.898.658 5.448.508 5.930.415 6.455.590 7.000.508 8.396.472 9.622.345 10.440.834 10.830.389 11.861.615 17.350.848 17.664.725 17.539.788 18.640.881 19.844.901
503.803 551.345 659.274 602.229 796.537 616.163 1.084.676 1.095.273 1.186.083 1.291.118 1.400.102 1.675.676 1.831.069 2.104.722 2.267.271 2.474.532 3.470.170 3.532.945 3.507.957 3.728.177 3.968.980
Keterangan : *) Sementara **) Estimasi
Direktorat Jenderal Perkebunan
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
19
Gambar 2.4
Penyebaran Lahan dan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia (sumber: Depperin, 2007)
Gambar 2.5
Luas Lahan Sawit dan Produksi Biodiesel di Indonesia (sumber: Kadin, 2009)
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
20
Kelapa sawit merupakan tanaman tahunan yang memiliki periode pertumbuhan vegetatif pada awal pertumbuhan. Periode ini dikenal dengan tanaman belum menghasilkan (TBM). Selama periode TBM, biaya yang dikeluarkan tanaman bersifat investasi jangka panjang. Biaya investasi tersebut memerlukan waktu pengembalian yang cukup lama, umumnya, mencapai titik impas pada tahun ke-9 sejak tanam. Hal tersebut diasumsikan dengan jangka waktu mulai menghasilkan TBS sekitar 30-36 bulan sejak tanam di lapangan dengan produksi per satuan luasnya sesuai dengan standar rata-rata nasional yang biasanya mengacu pada standar PPKS Medan. Adanya sifat usaha jangka panjang membutuhkan akumulasi modal dan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan usaha tanaman semusim, mengisyaratkan usaha perkebunan kelapa sawit ini harus dikelola dalam skala usaha yang memenuhi tingkat skala ekonomi. Skala ekonomi perkebunan kelapa sawit minimal seluas 6.000 ha. (Pahan, 2008) TBS mempunyai kandungan asam lemak bebas (ALB/FFA) sekitar 2% pada saat dipanen dan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu. Kadar ALB yang tinggi dalam minyak kelapa sawit (MKS) akan menurunkan kualitas MKS dan berdampak pada penurunan harga jualnya. Batasan kadar ALB yang dapat diterima untuk standar ekspor yaitu maksimal 5%. Sifat TBS yang tidak tahan disimpan di lapangan lebih dari 24 jam menyebabkan pengangkutan TBS yang telah dipanen harus dilakukan pada hari itu juga. Oleh karenanya, untuk mendapatkan mutu MKS yang baik, setiap perkebunan harus memiliki pabrik pengolahan sendiri di dalam kebun sehingga TBS dapat segera diangkut dan diolah. (Pahan, 2008)
2.2.2.1 Kriteria Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Lahan perkebunan kelapa sawit yang optimal harus mengacu pada 3 faktor, yaitu lingkungan, sifat fisik lahan, dan sifat kimia tanah atau kesuburan tanah. Kriteria keadaan tanah untuk pengusahaan kelapa sawit disajikan pada tabel pada halaman berikut :
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
21
Tabel 2.7 Sifat Fisik Tanah Untuk Tanaman Kelapa Sawit Sifat Tanah
Baik
Lereng (derajat) Kedalaman tanah (cm) Ketinggian air tanah (cm) Tekstur Struktur Konsistensi
Sedang
< 12 > 7,5 > 7,5 Lempung Kuat Gembur
Kurang
12-23 37,5-75 37,5-75 Berpasir Sedang Teguh
> 23 < 37,5 < 37,5 Pasir Lemah (masif) Sangat teguh
(sumber : publikasi PPKS, LPP, 2009)
Setiap berkurangnya kriteria baik pada lahan yang akan dibuka berarti lebih banyak input modal yang harus diberikan ke dalam sistem perkebunan tersebut. Klasifikasi wilayah untuk pengusahaan kelapa sawit yang mengacu pada tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: ‐
kelas I (baik) : wilayah dengan tanah yang mempunyai kriteria “baik” secara keseluruhan
‐
kelas II (cukup baik) : wilayah dengan tanah yang mempunyai kriteria “baik” dan ≤ 2 kriteria “kurang baik”
‐
kelas III (kurang baik) : wilayah dengan tanah yang mempunyai kriteria “baik”, 2 – 3 kriteria “kurang baik”, dan 1 kriteria “tidak baik”
‐
kelas IV (tidak baik) : wilayah dengan tanah yang mempunyai > 2 kriteria “tidak baik”
Kriteria kesesuaian lahan mengacu pada keadaan tanah dan kondisi agroklimat disajikan pada tabel berikut :
Tabel 2.8 No
Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Pengusahaan Kelapa Sawit
Unsur Kemampuan
S1
S2
S3
N
1
Zone agroklimat
A: 9/2
B2: 7-9/2-3
D1: 3-4/2
D2: 3-4/2-3
2
Oldeman
B1: 7-9/2
C1: 5-6/2
C2: 5-6/2-3
3
Ketinggian dari permukaan air
D3: 4-6/6; E1: 3/2; E2: 3/2-3; E3:
25-200 m
200-300 m
300-400 m
< 25 m
4
Bentuk daerah dan lereng
datar-ombak (< 10% (4,5°))
ombakgelombang (1022% (4,5°-10°))
gelombangbukit (2250% (10°-
bukit-gunung (>50% (>22,5%))
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
22
No 5 6 7
Unsur Kemampuan Batuan di permukaan dan dalam Kedalaman solum tanah Kedalaman air tanah
S1
S2
S3
N
< 10%
10 - 25%
25 - 50%
> 50%
> 100 cm
50 - 100 cm
25 - 50 cm
< 25 cm
> 100 cm
50 - 100 cm
25 - 50 cm
< 25 cm
liat berat, pasir berliat, pasir berdebu,
liat sangat berat, pasir kasar
8
Tekstur tanah
lempung berdebu, lempung
liat, liat berlempung, lempung berpasir
9
Struktur tanah
remah kuat, gempal sedang
remah sedang, gempal sedang
10
Konsistensi tanah
sangat gembur, tidak lekat
11
Kelas drainase
sedang
Erodibilitas Kemasaman tanah pH Kesuburan tanah
sangat rendah
teguh/keras, lekat cepat atau lambat agak tinggi
sangat teguh, sangat keras sangat cepat atau lambat,
12
gembur, agak lekat agak cepat atau lambat rendah/sedang
5,0 - 6,0
4,0 - 4,9
3,5 - 3,9
< 3,5
4,0 - 6,0
6,1 - 6,5
6,6 - 7,0
tinggi
sedang
rendah
> 7,0 sangat rendah
13 14 15
masif
sangat tinggi
(sumber: Pangudijatno, Panjaitan, & Pamin, 1985)
Penggolongan kelas kesesuaian lahan pada tabel di atas dapat disederhanakan seperti penjelasan berikut ini: ‐ kelas S1: Kesesuaian lahan tinggi, potensi produksi > 24 ton TBS/ha/tahun ‐ kelas S2: Kesesuaian lahan sedang, potensi produksi 19-24 ton TBS/ha/tahun ‐ kelas S3: Kesesuaian lahan terbatas, potensi produksi 13-18 ton TBS/ha/tahun ‐ kelas N: tidak sesuai, potensi produksi < 12 ton TBS/ha/tahun
2.2.2.2 Pembukaan Lahan Pembukaan lahan adalah kegiatan yg dilakukan mulai dari perencanaan tata ruang dan tata letak lahan sampai dengan pembukaan lahan secara fisik.
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
23
Perencanaan tata ruang dan tata letak lahan merupakan bagian dari persiapan lahan untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit. Penelitian terhadap lahan juga diperlukan mengenai topografi, iklim, status dan tata guna lahan, tanah, jaringan saluran air dan sungai, jaringan jalan, serta perkampungan dan penduduk (Pahan, 2008). Teknik tebang dan bakar (slash and burn) merupakan metode yang sangat umum digunakan dan diaplikasikan secara luas dan turun-temurun dalam pembukaan lahan (forest-land clearing) untuk dijadikan sistem penggunaan lahan selain hutan di daerah tropis, termasuk Indonesia. Var Noordwijk (2001) menjelaskan bahwa penggunaan metode ini sangat umum digunakan dalam sistem perladangan berpindah dan untuk mengkonversi hutan alam ke tanaman perkebunan, seperti karet dan kelapa sawit. Teknik ini juga digunakan untuk mengkonversi hutan bekas tebangan ke perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman industri, atau transmigrasi. Pola umum pembukaan lahan dengan teknik tebang dan bakar diawali dengan penebangan dan penebasan seluruh vegetasi, dikeringkan secara alami, kemudian dilanjutkan dengan pembakaran. Kelemahan teknik tebang dan bakar adalah: ‐ Tergantung kepada cuaca untuk pengeringan secara alami ‐ Menyebabkan hilangnya bahan organik ‐ Meningkatnya laju erosi ‐ Mengurangi infiltrasi air ‐ Menyebabkan rusak dan hilangnya mikrofauna dan mikroflora tanah ‐ Merusak kondisi fisik dan kimia tanah ‐ Hilangnya fungsi penyerap karbon ‐ Menimbulkan polusi udara karena asap yang dihasilkannya Sedangkan kelebihan dari teknik tebang dan bakar ini adalah karena dianggap lebih murah, cepat dan praktis dibandingkan dengan teknik tanpa bakar. Salah satu alternatif pengganti teknik tebang dan bakar adalah teknik tanpa bakar. Var Noordwijk et al. (1995) mengusulkan teknik slash and mulch, dimana vegatasi tidak ditebang, namun ditumpuk dan dibiarkan terdekomposisi secara
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
24
alami dan berfungsi sebagai mulsa. Alasan utama penggunaan teknik tanpa bakar dalam pembukaan lahan adalah karena sistem ini dapat ‐ Mengembalikan kesuburan tanah ‐ Mempertahankan struktur tanah ‐ Menjamin pengembalian unsur hara ‐ Mencegah erosi permukaan tanah ‐ Membantu pelestarian lingkungan Penerapan teknik tanpa bakar dalam pembukaan lahan hutan mengandung dua kegiatan utama, yaitu penebangan dan penumpukkan. Kelemahan teknik ini adalah sangat tergantung pada alat berat (mekanis), sehingga hanya cocok untuk areal yang luas karena investasinya yang mahal. Sedangkan kelebihan teknik ini dalam aplikasinya tidak terlalu tergantung pada kondisi cuaca, dan jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan teknik tanpa bakar. (Onrizal, n.d.)
2.2.2.3 Pemupukan Kemampuan lahan dalam penyediaan unsur hara secara terus-menerus bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit yang berumur panjang sangatlah terbatas. Keterbatasan daya dukung lahan dalam penyediaan hara ini harus diimbangi dengan penambahan unsur hara melalui pemupukan. Tanaman terdiri dari 92 unsur, tetapi hanya 16 unsur esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Dari 16 unsur tersebut, unsur C, H, dan O diperoleh dari udara dan air (dalam bentuk CO2 dan H2O), sedangkan 13 unsur mineral esensial lainnya diperoleh dari dalam tanah dan secara umum digolongkan sebagai “hara”. Unsur hara makro (N, P, K, S, Ca, dan Mg) dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar yang kandungan (nilai) kritisnya antara 2-30 gram/kg berat kering tanaman. Unsur hara makro tersebut terdiri dari unsur hara utama (N, P, K) dan unsur hara sekunder (S, Ca, dan Mg). Unsur hara utama diberikan dalam bentuk pupuk pada seluruh jenis tanaman dan seluruh jenis lahan. Dalam hal ini, N diserap dalam bentuk ion NH4+, P dalam Kation P5+ dan K dalam kation K+. Sementara unsur hara sekunder hanya diberikan pada beberapa jenis tanaman
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
25
pada jenis lahan tertentu. Dalam hal ini, S diserap dalam bentuk anion SO42-, Ca dalam kation Ca2+ dan Mg dalam kation Mg2+. Unsur hara mikro (7 unsur) dibutuhkan dalam jumlah relatif kecil yang kandungan kritisnya berkisar antara 0.3 – 50 mg/kg berat kering tanaman. Dari unsur hara mikro ini, 5 unsur merupakan logam berat (Fe, Mn, Zn, Cu, dan Mo) yang diserap tanaman dalam bentuk kation divalen atau kelat, kecuali Mo yang diserap dalam bentuk anion divalent molibdat (MoO4). Dua unsur hara bukanlogam (Cl dan B) diserap tanaman dalam bentuk anion Cl- dan kation B3+ Beberapa unsur hara mineral memberikan pengaruh yang menguntungkan pada beberapa jenis tanaman, tetapi tidak bersifat esensial seperti Na, Si, Co, Cl, Al. Kebutuhan hara tanaman kelapa sawit sangat beragam dan terutama sekali tergantung pada potensi produksi (fungsi genetik dari bahan tanaman) dan faktor iklim. Pada kondisi iklim yang kurang menguntungkan, produksi TBS/ha menjadi jauh lebih rendah. Untuk mencapai produksi yang diinginkan, jumlah hara yang dibutuhkan tanaman dan yang harus ditambahkan dalam bentuk pupuk (organik dan/atau organik) tergantung pada tingkat kebutuhan haranya. Dengan kata lain, pemberian pupuk harus disesuaikan dengan tingkat ketersediaan hara dalam tanah yang dapat diserap tanaman. Hal tersebut dapat diperkirakan dengan metode diagnosis (analisis jaringan tanaman). Pupuk yang umum digunakan dalam perkebunan kelapa sawit adalah pupuk anorganik (pupuk buatan) dan pupuk organik. Sejumlah pupuk anorganik telah dikembangkan untuk menambah hara tanah sehingga dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman yang cukup tinggi. Umumnya, pupuk organik berupa garam mineral, kecuali beberapa pupuk seperti urea. Urea terdiri dari amida (senyawa organik) yang secara mudah dapat berubah menjadi garam mineral. Klasifikasi yang umum digunakan adalah pupuk tunggal dan pupuk majemuk yang umumnya hanya mencakup 3 hara makro NPK. Banyak pupuk tunggal yang sebenarnya memberikan lebih dari satu jenis hara, misalnya ammonium sulfat (ZA) yang mengandung N dan S. Kandungan hara dalam pupuk secara tradisional dinyatakan dalam bentuk oksida (P2O5) dan dalam bentuk unsur (N, P, dan K).
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
26
Pupuk Anorganik dan Kandungan Hara Utamanya
Tabel 2.9 Jenis Hara
Tipe Pupuk
Ammonium
Nitrat
Ammonium Nitrat Nitrogen (N) Amida Cair
Nitrogen (N)
Ammonia Ammonium Sulphate (ZA) Ammonium Bicarbonate Calcium Nitrate Sodium Nitrate Ammonium Nitrate Calcium Ammonium Nitrate Ammonium Sulphate Nitrate Urea Calcium Cyanamide Urea Ammonium Nitrate Solution
Majemuk
Hi-Kay Plus
Majemuk, lambat tersedia
Controlled released meister
Dapat larut dalam air Sebagian dapat larut dalam air Fosfat (P) Bereaksi lambat
Bereaksi sangat lambat
Kalium (K)
Nama Pupuk
Dapat larut dalam air dan bereaksi cepat
Single super phospate Super phospate 36 Triple super phospate Party acidulated phospate Dicalcium phospate (citrate soluble) Basic slag (citric acid soluble) Rock phospate (tepung halus) yang reaktivitas nya ditentukan dengan kelarutan asam format Muriate of potash (MOP/KCl) Potassium sulphate Potassium magnesium sulphate
Kandungan Hara Unsur % /Oksida N 80 N 21 S 24 N 17 N 16 N 16 N l.k. 34 N
21-27
N
26-30
N N
45-46 20
N
28-32
N P K Mg B N P K Mg P2O5 P2O5 P2O5 CaO
13 6 27 4 0.65 20 6 14 3 18-20 32 45 28
P2O5
l.k. 18
P2O5
14
P2O5
20
P2O5
29-34
CaO
35
K2O Cl K2O K2O Mg
60 50 50 40 6
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
27
Jenis Hara
Kalium (K)
Magnesium (Mg)
Tipe Pupuk Dapat larut dalam air dan bereaksi cepat
Abu janjang kosong (bunch ash)
Bereaksi cepat
Magnesium sulphate (Kieserite) Magnesium sulphate (epsom salts) Potassium magnesium sulphate
Bereaksi lambat Kalsium (Ca) Kelat (chelate)
Mangan (Mg)
Dapat larut dalam air & bereaksi cepat
Seng (Zn)
Dapat larut dalam air
Tembaga (Cu)
Dapat larut dalam air
Molibdenum (Mo)
MgO
27
Mg
10
K2O Mg MgO CaO CaO MgO Fe Fe Mn Mn Zn Zn Cu
40 6 18-20 50 50 1-3 9 6 24-32 13 23 4 8
Cu-sulphate (CuSO4)
Cu
23-25
Sodium borate decahydrate (borax) High grade fertilizer borate (HGFB) Ammonium molybdate Na-molybdate
B
11-22
B2O3
48
Mo Mo
40-50 40-50
Magnesium carbonate (dolomit) Limestone dust (LSD)
Besi
Boron (B)
Kandungan Hara Unsur % /Oksida N 0.37 P 0.04 K 0.91 Mg 0.08
Nama Pupuk
Dapat larut dalam air Dapat larut dalam air
Fe-EDTA Fe-EDDHA Mn-sulphate Mn-EDTA Zn-Sulphate Chelated zincopper
(sumber: Martin (1977) & Finck (1992))
Pupuk organik yang diaplikasikan secara teratur pada perkebunan kelapa sawit merupakan pupuk/limbah dari proses pengolahan kelapa sawit di pabrik dan limbah perkebunan yang berasal dari sisa-sisa daun kacangan yang sengaja ditanam pada saat pembukaan lahan. Pemberian bahan organik sebagai pupuk memberikan pengaruh yang sangat kompleks bagi pertumbuhan tanaman. Pengaruh bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman terutama karena kemampuannya memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah.
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
28
Tabel 2.10 Jenis Pupuk/ Limbah Organik di Perkebunan Kelapa Sawit Jenis Pupuk/ Limbah
Bentuk Pelepah kelapa sawit Daun kacangan Campuran dari sisa-sisa tanaman yang telah terdekomposisi Kacangan atau tumbuhan lain yang dibenam di dalam tanah Kotoran ternak seperti sapi, ayam, dll Janjang kosong (Wet) decanter solid Palm oil Mill effluent (POME)
Sisa-sisa tanaman Limbah Perkebunan
Kompos Pupuk hijau Pupuk kandang
Limbah dari proses pengolahan kelapa sawit
Padat Cair Bakteri legum pengikat N
Rhyzobium sp. Azotobacter sp. Beijerincka sp. Clostridium sp. Achromobacter sp. Pseudomonas sp. Mycorhiza vesikuler-arbuskuler Glomus sp.
Bakteri nonlegum pengikat N
Inokulan tanah
Cendawan pengikat P
(sumber: Pahan, 2008)
Pemupukan kelapa sawit dilakukan pada 3 tahap perkembangan tanaman, yaitu pada tahap pembibitan dan TBM yang mengacu pada dosis baku, tahap TM yang ditentukan berdasarkan perhitungan faktor-faktor dasar serta konsep neraca hara (nutrient balance). Dengan penerapan konsep neraca hara, dosis pupuk yang diberikan diperhitungkan dengan kebutuhan hara tanaman dan kemampuan lingkungan untuk menyediakan hara. Berdasarkan konsep ini, pupuk hanya diberikan sebagai penambah unsur-unsur hara yang kurang atau tidak dapat disediakan oleh lingkungan. Penerapan konsep ini bertujuan untuk menetapkan dosis pupuk dalam rangka penerapan teknologi bermasukan rendah (low input technology). Kisaran dosis pupuk kelapa sawit di Indonesia pada berbagai tingkatan umur dapat dilihat pada tabel di halaman berikut (dalam satuan kg/pokok/tahun) :
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
29
Tabel 2.11
Kisaran Dosis Pupuk Kelapa Sawit pada Umur Tertentu
Unsur N Hara Tahun Jenis Urea ZA Pupuk min 0.5 1.1 1 maks 0.7 1.35 min 0.7 1.5 2 maks 0.85 1.5 min 0.9 1.5 3 maks 1.25 1.5 min 0.9 1.5 3-5 maks 1.75 2.5 min 1 6-15 maks 3 min 1.5 >15 maks 2.5
P
K
Mg
TSP
MOP
Kieserit e
1.25 1.25 1.75 1.75 0.5 0.5 1 1 0.75 0.75 1 1 0.75 0.8 1.5 1 1.25 1 3.5 3 1.25 1 3 2
0.75 1.25 1 1.75 1.2 2.25 1.2 2.5 1.5 3.5 1.5 2.25
0.5 0.6 0.7 1 0.9 1.25 0.9 1 1 2 0.5 3
RP
B Abu janjang
Borak s 0.03 0.03 0.04 0.04 0.06 0.1
HGFB 0.02 0.03 0.03 0.03 0.05 0.05 0.05 0.1
2 4 2 3
(sumber: Ollagnier & Ochs, 1982, Suwandi et al., 1989, Suwandi & Chan, 1989, Siahaan, et al., 1990, Siahaan, et al., 1991)
2.2.2.4 Perlindungan Tanaman dengan Pestisida Pestisida
adalah
bahan-bahan
yang
dapat
membunuh
organism
pengganggu tanaman (hama, penyakit, dan gulma). Bahan-bahan ini dapat berupa zat kimia, mikroorganisme, maupun bahan tanaman lainnya. Berdasarkan sasarannya, pestisida dibagi menjadi lima golongan, yaitu sebagai berikut : ‐
Fungisida, untuk mengendalikan jamur pathogen
‐
Herbisida, untuk mengendalikan gulma
‐
Insektisida, untuk mengendalikan serangga
‐
Rodentisida, untuk mengendalikan tikus
‐
Akarisida, untuk mengendalikan tungau.
Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu sebagai berikut : ‐
Racun fisik, misalnya minyak mineral berat
‐
Racun protoplasmik, misalnya logam berat
‐
Racun penghambat metabolik, misalnya Rotenon, HCN, dan HZS
‐
Racun saraf, misalnya senyama fosfat organic dan analog DDT
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
30
Berdasarkan asal dan sifat kimianya, pestisida dibagi menjadi dua golongan, yaitu sebagai berikut : ‐
Pestisida sintetik, terdiri atas dua jenis anorganik (garam beracun seperti arsenat dan fluorida) dan organik (Hidrokarbon berklor (contoh: DDT), Fosfat organic (contoh: Parathion dan Malathion), serta Karbamat (contoh: Carbaril dan Carbofuran))
‐
Pestisida asal tanaman, misalnya Nikotin, Pyrethroid, dan Rotenon
Berdasarkan reaksinya, pestisida dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu sebagai berikut : ‐
Racun kontak, misalnya Paraquat. Paraquat diformulasikan sebagai dichloride salt. Paraquat memiliki rumus empiris C12H14N2Cl2 dengan nama kimia 1,1’-dimethyl-4,4’-bipyridylium ion dan berat molekul 257 gram/mol.
‐
Racun sistemik, misalnya Glyphosate. Glyphosate memiliki rumus empiris C3H8NO5P dengan berat molekul 169.07 gram/mol. Bahan aktifnya adalah isopropylamine salt
‐
Racun napas, misalnya H2S
2.2.3. Pengolahan Minyak dan Inti Sawit Fresh Fruits Bunch (FFB) atau Tandan Buah Segar (TBS) diolah di pabrik kelapa sawit untuk diambil minyak dan intinya. Minyak dan inti yang dihasilkan dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan produk setengah jadi. Crude Palm Oil (CPO) atau Minyak Kelapa Sawit (MKS) dan Crude Kernel Oil (CKO) atau Minyak Inti Kelapa Sawit (MIKS) harus diolah lebih lanjut untuk dijadikan produk jadi lainnya. Stasiun proses pengolahan TBS menjadi MKS dan IKS umumnya terdiri dari 6 stasiun utama: 1. Penerimaan buah (fruit reception) Sebelum diolah dalam PKS, TBS ditimbang di jembatan timbang, dan ditampung sementara di penampungan buah 2. Rebusan (sterilizer)
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
31
Proses perebusan TBS bertujuan untuk menghentikan perkembangan ALB/FFA,
memudahkan
pelepasan
brondolan
dari
tanda,
penyempurnaan dalam pengolahan minyak dan penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit. 3. Pemipilan (stipper) Proses ini merupakan proses untuk melepaskan brondolan dari tandan. 4. Pencacahan (digester) dan pengempaan (presser) Proses pencacahan dilakukan untuk mempersiapkan daging buah untuk pengempaan sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah.
Proses pengempaan dilakukan untuk memisahkan
minyak dari daging buah. 5. Pemurnian (clarifier) Pada proses ini, dilakukan pemurnian MKS dari kotoran seperti padatan, lumpur, dan air. 6. Pemisahan biji dan kernel (kernel) Proses yang dilakukan disini adalah untuk memperoleh biji sebersih mungkin 2.2.4. Agribisnis Kelapa Sawit Dalam konsep pertanian yang holistik, dianut pandangan bahwa setiap bagian tanaman sejak panen dapat dijadikan bahan dasar industri secara berantai. Paham ini melahirkan efek berganda (multiplier effects) yang disebut pohon industri pertanian. Pohon industri agribisnis kelapa sawit ditunjukkan pada gambar di halaman berikut :
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
32
Gambar 2.6
Pohon Industri Agribisnis Kelapa Sawit (sumber : Depperin, 2007)
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
33
Produk dari perkebunan kelapa sawit pada tingkat perkebunan yaitu buah yang berbentuk tandan buah segar (TBS). TBS diolah di unit ekstraksi yang berlokasi di perkebunan menjadi produk setengah jadi yang berbentuk minyak kelapa sawit (MKS), dan minyak kernel (MIKS). MKS dan MIKS dapat diolah menjadi bermacam-macam produk lanjutan dengan bermacam-macam kegunaan. Nilai tambah yang didapatkan sepanjang value chain agribisnis kelapa sawit didapat dari konversi bahan baku (sumber daya alam) menjadi bahan baku proses TBS, bahan setengah jadi MKS dan MIKS, dan bahan jadi (produk akhir, baik edible maupun nonedible). (Pahan, 2008). 2.2.5. Isu Lingkungan dalam Industri Kelapa Sawit Penebangan hutan merupakan konversi dari area hutan menjadi tujuan lain seperti pertanian, usaha perkayuan, urbanisasi, dan lainnya. Isu ini dikaitkan dengan pembukaan lahan baru dan hutan tropis telah dibuka untuk dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit dan akan menyebabkan dampak yang besar bagi stabilitas ekologi. Hutam tropis yang dibuka untuk perkebunan mempengaruhi habitat alami dari hutan ini seperti macan, badak Sumatra, serta gajah Asia. Hal ini akan mengancam kepunahan yang disebabkan oleh tingginya tingkat konversi pembukaan lahan. Kebanyakan pembukaan lahan di Asia Tenggara dilakukan dengan cara pembakaran hitan dimana hal ini akan menyebabkan banyak kebakaran hutan. Dilaporkan bahwa dari 5 juta hektar dari hutan alami di Indonesia, 3 juta diantaranya sudah dijadikan perkebunan kelapa sawit (Tan, Leen, Mohamed, Bhatia, 2007). International Union for Conservation of Nature and Natural Resources pada tahun melansir daftar merah spesies tumbuhan dan binatang liar yang terancam kepunahannya. Setidaknya terdapat 236 species tumbuhan dan 51 species binatang liar yang berada di Kalimantan sedang meningkat tren keterancamannya. Penyebab utamanya adalah pembabatan hutan untuk perluasan perkebunan kelapa sawit (Kelapa Sawit, 2007). Perluasan lahan perkebunan kelapa sawit yang merambah pada hutan primer dan lahan gambut merupakan faktor pendorong utama meningkatnya emisi gas rumah kaca Indonesia. Laju kerusakan hutan Indonesia saat ini adalah yang tercepat dibandingkan negara pemilik hutan lainnya di dunia, menjadikan
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
34
Indonesia penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia setelah Amerika dan China. Saat ini telah terjadi peningkatan titik api di Riau, propinsi yang sudah kehilangan banyak hutan gambut yang kaya karbon (Greenpeace, 2008). Isu lingkungan lingkungan mengenai kelapa sawit yang kian marak dan juga seruan untuk penyelamatan lingkungan semakin gencar dilakukan oleh organisasi-organisasi yang bergerak di bidang lingkungan. Pengembangan kelapa sawit
telah
mengarah
kepada
usaha
memperhatikan
lingkungan
dan
keberlangsungan industri kelapa sawit. Saat ini Pemerintah Indonesia telah mengadopsi prinsip-prinsip pengembangan perkebunan seperti tertuang dalam UU 18 tahun 2004 tentang Perkebunan yang mengatur restriksi pengembangan kelapa sawit untuk mencegah dampak negatifnya terhadap lingkungan. Saat ini juga, pemerintah mendukung usaha-usaha semua pemangku kepentingan menerapkan sustainable palm oil yang telah dirumuskan dalam forum RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil). 2.2.6. RSPO RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) adalah sebuah asosiasi nonprofit yang beranggotakan stakeholders dari tujuh sektor dalam industri kelapa sawit, yaitu -
penghasil CPO (MKS),
-
penjual/pembeli CPO,
-
perusahaan yang memproduksi consumer goods,
-
pedagang eceran,
-
bank dan investor,
-
lembaga non pemerintah yang bergerak di bidang lingkungan, dan
-
lembaga non pemerintah yang bergerak di bidang sosial,
untuk mengembangkan dan mengimplementasikan standar global untuk kelapa sawit yang berkelanjutan/sustainable. RSPO didirikan pada tahun 2004 sebagai respon atas kebutuhan dunia terhadap minyak kelapa sawit yang diproduksi secara berkelanjutan, dengan tujuan untuk mempromosikan pertumbuhan dan penggunaan produk minyak
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
35
kelapa sawit yang berkelanjutan dengan standar global yang dipercaya dan dengan kesepakatan perjanjian dengan para stakeholder. Pusat dari RSPO berkedudukan di Zurich, Switzerland. Sekretariat RSPO berada di Kuala Lumpur. Pada tahun 2006, didirikan RSPO Indonesia Liaison Office (RILO) untuk dapat mendukung Sekretariat RSPO dan untuk mempromosikan tujuan dari RSPO di Indonesia. 2.2.6.1 Struktur Organisasi RSPO RSPO dikelola oleh dewan eksekutif yang terdiri atas 16 anggota, yang ditunjuk dalam sebuah general assembly untuk periode selama 2 tahun. Dewan eksekutif terdiri atas masing-masing 2 orang dari setiap sektor, kecuali 4 orang untuk sektor perusahaan perkebunan kelapa sawit. RSPO mengangkat filosofi meja bundar dengan memberikan hak yang sama kepada setiap stakeholder untuk membawa isu yang spesifik, yang memfasilitasi para stakeholder dan pesaing bisnis untuk dapat bekerjasama dengan tujuan yang umum dan mengambil keputusan berdasarkan konsensus. Filosofi ini terlihat dari perwakilan dalam kursi dewan eksekutif yang merata serta working group untuk proyek yang secara merata dialokasikan pada tiap sektor. Ada dua tipe keanggotaan di dalam RSPO, yaitu ordinary members (dari tujuh sektor dalam industri kelapa sawit) dan affiliate members. Affiliate members adalah organisasi atau individu yang tidak secara aktif terlibat di dalam tujuh sektor tersebut, namun memiliki ketertarikan terhadap tujuan dan kegiatan dari RSPO (sebagai contoh, untuk akademis, penelitian, organisasi pengembangan, donator, dan sponsor). Struktur organisasi dalam RSPO digambarkan pada halaman berikut :
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
36
Gambar 2.7 Struktur Organisasi RSPO (sumber: RSPO, n.d.)
2.2.6.2 RSPO di Indonesia Pada saat ini ada tiga perusahan perkebunan yang telah menerima sertifikasi RSPO, yang pertama adalah PT. Musi Mas dengan produksi 45.000 ton, PT. Hindoli dengan produksi 45.000 ton, dan yang terakhir adalah PT. PP Lonsum dengan produksi terbesar yaitu 180.000 ton per tahunnya. Proses Sertifikasi di Indonesia membutuhkan waktu selama 4 tahun dan sertifikasi melingkupi delapan prinsip penilaian yang sangat ketat meliputi transparansi, kepatuhan hukum, tanggung
jawab
lingkungan,
penerapan
terbaik,
perbaikan
yang
berkesinambungan dan pertumbuhan ekonomis. Hal ini dilakukan untuk membuktikan perkebunan kelapa sawit tak merusak lingkungan dan masalah sosial. (London Sumatra, 2007). Anggota RSPO Indonesia adalah : - GAPKI
- Inti Indosawit Subur
- PT. Musim Mas
- HSBC Indonesia
- WWF-Indonesia
- PT. Tunas Baru Lampung Tbk
- Sawit Watch
- PT. Agro Bukit
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
37
- PT. Socfin Indonesia
- Permata Hijau Group
- PT. Agro Indomas
- Agro Jaya Perdana
- PT. SMART Tbk
- Sawit Mas Group
- PT. PP Lonsum Tbk
- Flora Sawita Chemindo
- Sumi Asih Oleochemical
- APOLIN
2.2.6.3 Inisiatif RSPO Dalam tujuannya untuk mengembangkan dan mengimplementasikan standar global untuk kelapa sawit yang berkelanjutan/sustainable, RSPO mempelopori beberapa inisiatif berikut (Kusumadewi, 2006): 1. Pendefinisian minyak kelapa sawit yang berkelanjutan RSPO telah mengembangkan principle & criteria (P&C) yang mendefinisikan
praktek
produksi
minyak
kelapa
sawit
yang
berkelanjutan. Standar ini mencakup kebutuhan hukum, ekonomi, lingkungan dan sosial untuk memenuhi produksi minyak kelapa sawit yang berkelanjutan. 2. Pertimbangan perbedaan antar Negara National interpretation adalah sebuah proses dimana stakeholder perwakilan dari sebuah Negara membentuk sebuah working group untuk memastikan kesesuaian antara P&C dan hukum, norma, serta nilai-nilai yang dianut oleh suatu Negara. 3. Keterlibatan smallholder Smallholder dalam industri palm oil adalah stakeholder yang penting bagi RSPO dan keanggotannya diusahakan dalam beberapa cara termasuk dengan pemotongan biaya keanggotaan. RSPO saat ini sedang mengembangkan panduan dan skema sertifikasi khusus bagi smallholder untuk mengaplikasikan P&C dalam produksi minyak kelapa sawit. 4. Keaslian minyak kelapa sawit yang berkelanjutan RSPO sedang mengembangkan sebuah sistem sertifikasi untuk dapat mengenali bahwa minyak kelapa sawit tersebut diproduksi secara berkelanjutan. Produk akhir di pasar dapat mengajukan tuntutan dari
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
38
penggunaan
atau
keterkandungan
minyak
kelapa
yang
telah
disertifikasi oleh RSPO, dalam kondisi bahwa minyak kelapa sawit yang digunakan di dalam product tersebut dapat ditelusuri hingga ke sumber perkebunan yang telah disertifikasi. 2.2.6.4 Skema Sertifikasi Pelaksanaan
sertfikasi
dilaksanakan oleh badan sertifikasi, yang
sebelumnya harus melewati prosedur yang telah ditentukan oleh RSPO untuk dapat dianggap layak dapat melakukan sertifikasi ini. Skema Sertifikasi terdiri atas tiga elemen utama (RSPO, 2007), yaitu: ‐
Standar sertifikasi Standar ini menunjukkan kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi untuk sertikasi. Produksi minyak kelapa sawit yang berkelanjutan dapat berjalan dengan
mengaplikasikan P&C dari RSPO dan juga indikator serta
panduannya. National interpretation mengenai indikator dan panduan internasional akan juga dikembangkan dalam usaha untuk menjaga dan mengendalikan kualitas dari indikator dan panduan yang akan menjadi sumber interpretasi resmi, terutama dalam konteks hukum. National interpretation akan membutuhkan persetujuan dari RSPO dengan langkah partisipasi (dengan persetujuan RSPO atas komposisi working group yang melibatkan stakeholder yang berasal dari sektor yang berbeda-beda), proses (pembuatan national interpretation oleh working group, uji coba lapangan, serta konsultasi umum), dan persetujuan (draft dari national interpretation diserahkan kepada RSPO untuk persetujuan secara formal). ‐
Kebutuhan akreditasi Ini adalah mekanisme persetujuan untuk memastikan bahwa organisasi yang melaksanakan sertifikasi adalah organisasi yang kompeten dan menghasilkan hasil yang konsisten dan dapat dipercaya. Beberapa mekanisme dalam persetujuan dan pengawasan badan sertifikasi adalah: akreditasi ISO Guide 65/66, akreditasi badan seritifkasi oleh sebuah badan sertifkasi nasional atau internasional, kesesuaian operasi badan akreditasi dengan ISO 17011:2004, penugasan badan sertifikasi untuk membantu
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
39
penanganan komplain mengenai RSPO, dan demonstrasi badan sertifikasi yang menjelaskan sistem akreditasi yang dimiliki telah sesuai dengan kebutuhan. ‐
Kebutuhan proses sertifikasi Proses ini menentukan apakah standar telah terpenuhi atau tidak. Proses ini dilakukan oleh sebuah badan sertifikasi (certification body).
2.2.6.5 Interpretasi Nasional Interpretasi Nasional merupakan bagian dari dokumen generik Prinsip dan Kriteria untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan, yang digunakan sebagai pedoman penerapan dan sertifikasi produksi minyak sawit berkelanjutan yang telah disesuaikan dengan Hukum dan Peraturan Nasional Indonesia. Interpretasi nasional ini disusun berdasarkan kesepakatan dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) dari industri minyak sawit di Indonesia. Interpretasi nasional ini akan direview dengan mengikuti perubahan prinsip dan kriteria generik yang telah ditetapkan oleh RSPO, dimana ada delapan prinsip utama (Mei 2008) : Prinsip 1 : Komitmen terhadap transparansi Prinsip 2 : Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku Prinsip 3 : Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang Prinsip 4 : Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik Prinsip 5 : Tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati Prinsip 6 : Tanggungjawab kepada pekerja, individu-individu dan komunitas dari kebun dan pabrik Prinsip 7 : Pengembangan perkebunan baru secara bertanggungjawab Prinsip 8 : Komitmen terhadap perbaikan terus-menerus pada wilayahwilayah utama aktifitas.
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
40
2.3
BIODIESEL Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl
ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan. Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melewati proses ini, biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Secara definisi biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang dibuat dari minyak hayati (tumbuhan dan hewan), yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel.
(sumber : Andarwulan, et al; 2005)
Reaksi pembuatan biodiesel tersebut dinamakan transesterifikasi dan bertujuan untuk menurunkan viskositas dari minyak dengan cara mengubah minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Produk akhir dari transesterifikasi adalah methyl ester atau sering disebut biodiesel. Setelah melewati proses ini, biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus.
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
41
Proses Trans-esterifikasi :
Gambar 2.8 Proses Trans-esterifikasi Biodiesel adalah senyawa ester metil/ etil dan asam-asam lemak yang dihasilkan dari reaksi antara minyak nabati dengan metanol/ etanol. Minyak nabati yang merupakan sumber utama biodiesel dapat dipenuhi oleh berbagai macam jenis tumbuhan tergantung pada sumber daya utama yang banyak terdapat disuatu tempat/ negara. Sebagai contoh adalah minyak jagung, kanola, kelapa, dan kelapa sawit yang kemudian menghasilkan produk dengan nama SME (Soybean Methyl Ester), RME (Rapeseed Methyl Ester), CME (Coconut Methyl Ester), dan POME (Palm Oil Methyl Ester). Memperhatikan
adanya
harapan
dan
keinginan
biodiesel
dapat
dimanfaatkan dan dikembangkan menjadi bahan bakar yang alternatif di Indonesia, dapat diperkirakan bahwa dalam mengembangkan biodiesel di Indonesia sasaran yang diinginkan adalah dapat diwujudkannya penyediaan dan pemanfaatan biodiesel yang mempunyai ciri : ‐
Mampu menghasilkan biodiesel yang compatible dengan sistem peralatan yang akan menggunakannya (mesin–mesin diesel dan burner pada sistem penyedia kalor/ panas di industri) termasuk dengan sistem distribusi minyak solar yang ada.
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
42
‐
Memanfaatkan sumber daya alam domestik sebanyak mungkin baik dari segi jumlah maupun jenis bahan bakunya sehingga tingkat risiko akan ketergantungan kepada satu jenis bahan baku dapat dikurangi;
‐
Sistem penyediaan bahan baku dan pengolahan yang bersifat menyebar sehingga masing – masing daerah dapat mandiri dalam menyediakan bahan bakar yang dibutuhkannya dan dengan sendirinya dapat mengurangi beban biaya transportasi antara daerah penghasil dan konsumen;
‐
Memanfaatkan tehnologi pengolahan yang tidak terlampau canggih dan tidak capital intensive sehingga dapat mengurangi beban biaya transportasi antara daerah penghasil dan konsumen;
‐
Mampu menghasilkan lapangan kerja sebanyak mungkin sehingga pengembangan biodiesel berkontribusi secara berarti kepada upaya pembangunan ekonomi sosial.
2.3.1
Peran Biodiesel dalam Transportasi Biodiesel merupakan kandidat yang paling dekat untuk menggantikan
bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena ia merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol di mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan infrastruktur sekarang ini. Biofuel B5 merupakan campuran dari 95 persen solar (HSD) dengan 5 persen fatty acid methyl esters (FAME). Ini merupakan produk transesterifikasi dari crude palm oil. Biosolar merupakan nama dagang pertamina untuk biofuel B5 tersebut. Biosolar merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan. Secara umum, biosolar lebih baik karena ramah lingkungan, pembakarannya bersih, biodegradable, mudah dikemas dan disimpan, serta merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui. Selain itu, mesin atau alat yang menggunakan
biosolar
tidak
perlu
dimodifikasi.
Biosolar
juga
dapat
memperpanjang umur mesin dan menjamin keandalan mesin dengan lubrisitas atau pelumas maksimum 400 mikron. Bahan bakar yang berbentuk cair ini memiliki sifat menyerupai solar sehingga sangat prospektif untuk dikembangkan. Disamping sifatnya yang
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
43
menyerupai solar, biodiesel memiliki kelebihan dibandingkan dengan solar. Kelebihan biodiesel dibanding solar adalah sebagai berikut: merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (free sulphur, smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu global, setana number lebih tinggi (> 57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan minyak kasar, memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin; biodegradable (dapat terurai), merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbarui, dan meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi secara lokal. Keuntungan dan kerugian biodiesel minyak kelapa sawit : ‐
Melimpahnya bahan baku, produk CPO=20 juta ton/tahun, sedangkan untuk B-10 membutuhkan 2,5 juta ton/tahun CPO
‐
Memiliki penambahan nilai dan menyimpan devisa
‐
Diperdagangkan secara luas, pasar bebas
‐
Aman dipelihara, tidak ada produksi racun, dapat teruraikan, dan ramah lingkungan
‐
Angka cetane yang tinggi, proses pembakaran yang bagus, sedikit emisi gas (CO/CO2/SO2) ‐
Tidak memerlukan modifikasi mesin.
Kerugian dan keterbatasan : ‐
Harga CPO naik turun dan persaingan yang ketat dengan harga minyak fosil, terutama dengan di subsidinya harga bahan bakar
‐
Pasar dalam negeri sendiri lebih sulit dikembangkan tanpa dukungan dari pemerintah
‐
Ciri khusus PME adalah titik beku yang masih di atas 12O C
‐
Mudah teroksidasi, merusak bentuk, adanya perbedaan bahan bakar hayati (biodiversity).
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
44
FT diesel
DME & CNG
Biodiesel
Tabel 2.12
Perbandingan Alternatif Potensi Substitusi Minyak Solar di Indonesia Keunggulan
Kelemahan
Manfaat
Angka setana tinggi Modifikasi mesin minimal Tidak butuh infrastruktur Emisi polutan dan gas rumah kaca rendah Dapat produksi skala kecil Tehnologi dan barang modal dapat dipenuhi oleh lokal Angka sentana tinggi Emisi polutan dan rumah kaca relatif rendah Harga kompetitif Ketersediaan bahan mentah terjamin
Harga bahan mentah tinggi Ketersediaan bahan mentah masih terbatas Nilai kalor sedikit lebih rendah
Angka sentana tinggi Emisi polutan SO2 rendah Tidak butuh infrastruktur baru Modifikasi mesin nihil Ketersediaan bahan mentah terjamin (gas, batubara) Nilai kalor setara solar
Investasi besar Variasi spektrum produk lebar Harga produk tinggi
Menguatkan domestic security of supply Menambah lapangan kerja Meningkatkan ketertarikan antar sektor Akomodatif dengan isu otonomi daerah Meredam pencemaran udara Menguatkan domestic security of supply Meningkatkan pemanfaatan gas bumi di sektor transportasi Mengurangi pencemaran udara Menguatkan domestic security of supply Meningkatkan pemanfaatan gas bumi di sektor transportasi Mengurangi pencemaran oleh SO2
Butuh infrastruktur baru Modifikasi pada kendaraan Pengusahaannya berskala besar Nilai kalor agak rendah Bertekanan agak tinggi
Rintangan Berasal dari luar sektor Energu & sumber daya mineral Perlu koordinasi yang baik antar sektor Perlu ada sosialisasi, demonstrasi, dan standarisasi Membutuhkan pembangunan infrastruktur baru Ingat kegagalan utilisasi CNG / LPG Perlu sosialisasi, demonstrasi, standarisasi Kapasitas harus besar Harus di lokasi bercadangan gas besar
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
45
Tabel 2.13 No 1 2 3 4 5 6 7
Standar Biodiesel dari Eropa, Amerika Serikat dan Indonesia
Parameter Massa jenis pd 40°C, g/cm3 Viskositas kinematik pd 40 °C Angka setana Titik nyala (closed cup) Titik kabut Korosi tembaga (3 jam pada 50 °C) Residu karbon - dalam contoh asli - dalam 10 % ampas distilasi
Eropa (EN 14214)
Amerika (ASTM D6751)
Indonesia (SNI 04-7182-2006)
0,860-0,900
***
0,850 – 0,890
3,5-5,0
1,9-6,0
2,3 – 6,0
Min. 51 Min. 120 oC ***
Min. 57 130 oC ***
Min. 51 Min. 100 Maks. 18
***
Maks. No. 3
Maks. no 3
*** ***
Maks. 0,05% massa
Maks 0,05% massa Maks. 0,3% massa
8
Air dan sedimen
***
Maks. 0,05% volume
Maks. 0,05% vol.
9
Temperatur distilasi 90 %
***
Maks. 360 oC
Maks. 360 oC
10
Abu tersulfatkan
***
11
Belerang
Maks. 10 ppm
12
Fosfor
Maks 10 ppm
13
Angka asam
***
14
Gliserol bebas
***
15
Gliserin total
0,25%
16 17 18 19
Kadar ester alkil Angka iodium Kandungan methanol Uji Halphen
Min. 96,5% Maks. 120 Maks. 0,2 % ***
Maks. 0,02% massa Maks. 0,05% massa Maks. 0,001% massa Maks. 0,8 mg KOH/g Maks. 0,02% m/m Maks. 0,24% m/m *** *** *** ***
Maks.0,02% massa Maks. 100 ppm Maks. 10 ppm Maks.0,8 mgKOH/g Maks. 0,02% m/m maks. 0,24% m/m min. 96,5% m/m Maks. 115 *** Negatif
***Tidak ditentukan spesifikasinya
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
46
2.3.2 Mandat Penggunaan Bahan Bakar Nabati Prospek pemberdayaan bahan bakar alternati dalam hal ini BBN didorong atas adanya keputusan presiden No.5 Tahun 2006 yang berisikan target bauran energi nasional seperti yang terpaparkan pada gambar berikut ini.
Gambar 2.9 Target Bauran Energi Nasional (Sumber: Potensi Pengembangan BBN, Depperin, 2008)
Dari gambar di atas, terlihat bahwa proporsi BBN mencapai 5% yang dimana biodiesel termasuk di dalamnya. Proporsi yang lebih detail dari jenis BBN yang ada dalam hal ini biodiesel dan bioethanol sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No. 32 Tahun 2008 terlihat pada tabel berikut.
Tabel 2.14
Target Minimum Pengunaan Biodiesel untuk Berbagai Sektor
(Sumber: Potensi Pengembangan BBN, Depperin, 2008)
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
47
Tabel 2.15 Target Minimum Pengunaan Bioethanol untuk Berbagai Sektor
(Sumber: Potensi Pengembangan BBN, Depperin, 2008)
2.4
CAMPURAN BIODIESEL Biodiesel adalah bahan bakar yang dapat disintesa dari minyak nabati,
minyak hewan dan minyak nabati/hewan bekas pakai. Biodiesel dapat disintesa dengan mereaksikan 80-90% minyak nabati/hewan, 10-20% alkohol dan 0,351,5% catalyst. Reaksi pembuatan biodiesel tersebut dinamakan transesterifikasi dan bertujuan untuk menurunkan viskositas dari minyak. Produk akhir dari transesterifikasi adalah methyl ester atau sering disebut biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar yang stabil, bersifat mengurangi tingkat emisi gas buang, bercampur secara sempurna dengan minyak diesel mineral (solar) dan bekerja dengan baik pada semua jenis mesin diesel. Selain mengurangi emisi keunggulan biodiesel yang utama adalah tidak diperlukan modikasi mesin untuk menjalankan mesin disel. Biodiesel dapat dituang langsung kedalam tangki bahan bakar kendaraan. Biodiesel biasanya digunakan dalam bentuk campuran dengan minyak diesel. Biodiesel campuran atau BXX merupakan bahan bakar yang terdiri dari XX% biodiesel dan (100-XX)% minyak diesel. Contohnya adalah B100 merupakan biodiesel murni, sedangkan B30 merupakan campuran 30% biodiesel dan 70% minyak diesel. Pada prinsipnya biodiesel murni maupun campuran dapat digunakan pada semua jenis mesin diesel/kompresi termasuk kendaraan penumpang, truk, traktor, kapal, genset dan mesin industri lainnya. Blending yang tepat yaitu : ‐
Blending yang tepat adalah tradeoff antara kesesuaian bahan (material compatibility), car manufacture acceptance, biaya ekstra yang ditanggung pengguna, karakteristik emisi dan daya kelarutan
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
48
‐
Rekomendasi Wide World Fuel Chapter : 5% biodiesel blending tidak memerlukan perubahan terhadap engine
‐
Amerika Serikat telah mengimplementasikan 20% blending
‐
Indonesia yang berada di daerah tropis tidak memiliki permasalahan serius dengan Cold Flow Filter Properties dan Cold Start di mesin.
Macam-macam Metoda Pencampuran : Splash Blending Biodiesel dan solar dimasukkan kedalam suatu vessel secara terpisah. Aksi pencampuran terjadi pada saat agitasi dan pada tanki saat pengiriman ke pengguna.
Keunggulan • Murah dan secara teknis bagus • Dapat mencampur semua biodiesel ke dalam tanki BBM • Biodiesel dapat dimasukkan ke tanki storage kapanpun • Dapat diinjeksikan secara proportional • Investasi peralatan yang minimal
Kelemahan • Semua BBM yang telah dicampur tidak dapat lagi dijual sebagai murni BBM • Tanki perlu disirkulasi untuk mempertahankan suspensi yang optimal • Semua BBM yang telah dicampur tidak dapat lagi dijual sebagai murni BBM • Tanki perlu disirkulasi untuk mempertahankan suspensi yang optimal • Semua BBM yang telah dicampur tidak dapat lagi dijual sebagai murni BBM
Inline Blending Biodiesel ditambahkan ke aliran pipa diesel oil secara proportional sesuai dengan rasio blending yang dikehendaki. Aksi pencampuran terjadi dalam pipa dan selama bercampur pada saat pengiriman.
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
49
Keunggulan • • Murah dan secara teknis bagus • Beroperasi dengan instalasi pipa biodiesel dan connection loading line minyak diesel • Aliran dapat diatur dengan menggunakaan control valve dan pulse meter bagi yang menginginkan otomatisasi
•
Kelemahan Memerlukan line mixing yang agak panjang untuk memastikan complete mixing Mungkin diperlukan internal baffle sepanjang line pencampuran
•
Intank Blending Biodiesel dan diesel oil dimasukkan dalam suatu vessel secara simultan dari dua sumber yang terpisah tapi dengan tekanan dan flow rate yang tinggi sehingga tidak lagi memerlukan agitasi. Aksi pencampuran berlanjut pada saat pengiriman. Homogenitas sering kali dipertanyakan dalam metode ini. Untuk itu pengambilan sample density harus dilakukan.
Keunggulan • Murah
Kelemahan • Memerlukan pompa dengan tekanan tinggi untuk memasuikkan biodiesel • Seringkali pencampuran tidak homogen
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
50
Rack Injection Blending Keunggulan • Murah dan secara teknis bagus • Biodiesel dapat dicampur secara proportional • Menggunakan sistem otomatisasi yang ada dan loading arm yang ada. • Perubahan dapat dilakukan dengan pemrograman yang mudah • Mirip dengan metode pencampuran yang biasa digunakan dalam etanol pada bensin.
Kelemahan • Untuk investasi awal relatif mahal dibanding metode yang lain
Penyimpanan Rack Injection Blending Stabilitas : ‐
Oxidasi berpotensi terjadi pada penyimpanan dan transportasi B100
‐
Oksidasi pada B5 lebih berpotensi terjadi dari pada BBM murni
‐
Data untuk storage stability mengenai hal ini sangat terbatas dan hanya dilakukan secara parsial di beberapa negara saja
‐
Thermal Stability: Relatif tidak ada masalah
Kelarutan : ‐
FAME sebenarnya adalah merupakan mild solvent
‐
Sudah lama menjadi Senyawa organik low volatile untuk bahan pembersih
2.4.1
‐
Mampu melarutkan sludge yang sering timbul di tanki timbun BBM
‐
Mampu melarutkan kerak-kerak di tank, line dan cat
Estimasi Sifat Kimia Fisika Campuran Biodiesel Berikut ini akan diuraikan mengenai metode untuk estimasi sifat kimia
fisika campuran biodiesel (dengan solar). Metode yang digunakan adalah sederhana yaitu mengacu prinsip pencampuran antara senyawa hidrokarbon dan metode regresi linier. Sifat kimia fisika campuran diperlukan untuk mengevaluasi sejauh mana bahan bakar dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan pihak yang berwenang. Ditjen Migas telah menentukan spesifikasi van bakar mesin diesel, yaitu untuk Solar, Solar PERTAMINA DEX dan Bio-Solar (B5 & B10). Bahan bakar yang akan digunakan dalam penelitian ini hendaknya mengacu
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
51
spesifikasi Bio-Solar. Berikut ini adalah formulasi beberapa sifat kimia fisika yang penting, meliputi densitas, viskositas, bilangan setana dan nilai kalor. Densitas Densitas sebuah campuran yang terdiri dari senyawa hidrokarbon dapat diestimasi menggunakan sebuah formula yang sederhana berikut ini: 2
mix xi . i
(2.1)
Dimana densitas campuran (mix) berbanding lurus dengan jumlah perkalian antara densitas (i) dan komposisi bahan penyusun (xi). Untuk mendapatkan model densitas campuran dapat digunakan teknik regresi linier dimana data pengukuran densitas campuran dicocokkan (fitting) dengan data densitas dan komposisi bahan penyusun. Proses regresi linier dari data pengukuran densitas campuran solar-biodiesel menghasilkan persamaan yang berbentuk: 3
mix = m1 x1 . 1 + m2 x2 . 2 +b
(2.2)
Dimana x1: komposisi biodiesel dan x2: komposisi solar. Kemudian 1: densitas biodiesel dan 2 : densitas solar. Sedangkan m1 , m2 dan b adalah konstanta hasil regresi linier. Viskositas Estimasi viskositas campuran merupakan masalah dalam estimasi sifat fisika kimia, karena pada umumnya menghasilkan kesalahan yang cukup signifikan. Salah satu model yang dapat digunakan untuk estimasi viskositas adalah sebagai berikut: 4
Ln (mix ) xI . f(I )
(2.3)
Dimana mix : viskositas campuran dan I: viskositas komponen penyusun. f(I) merupakan fungsi dari viskositas yang dipilih secara trial-error. Dalam penelitian ini dipilih f(I)= ln (I). Proses regresi linier dari data pengukuran viskositas campuran akan didapat konstanta m1 , m2 dan b seperti pada persamaan (2.2).
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
52
Nilai Kalor 5
Nilai kalor menunjukkan energi yang dihasilkan dari proses pembakaran.
Nilai kalor biasanya mempunyai karakteristik campuran yang sederhana seperti berikut: 6 7
Hmix xi . HI
(2.4)
Dimana Hmix : nilai kalor campuran dan HI adalah nilai kalor komponen
penyusun. Untuk mendapatkan model yang teknik regresi linier juga dapat digunakan. Bilangan Setana Bilangan setana adalah ukuran kualitas penyalaan sebuah bahan bakar disel dalam keadaan terkompresi. Bilangan setana dari minyak disel konvensional dipengaruhi oleh struktur molekul hidrokarbon penyusun. Normal parafin dengan rantai panjang mempunyai bilangan setana lebih besar dari pada cyclo parafin, iso parafin, olefin dan aromatik. Bilangan setana komponen biodisel juga sangat bervariasi. Metyl esther dari asam lemak palmitat dan stearat mempunyai bilangan setana hingga 75, sedangkan bilangan setana untuk linoleat hanya mencapai 33. Untuk kemudahan, dipilih model sederhana untuk estimasi bilangan setana campuran, yaitu : 8
Pmix xi . PI
(2.5)
Dimana Pmix : bilangan setana campuran dan Pi adalah bilangan setana komponen penyusun. Jika teknik regresi linier diterapkan seperti pada persamaan (2), maka didapatkan konstanta m1 , m2 dan b. Metoda perhitungan sifat fisika campuran biodiesel menjadi kebutuhan dalam mengembangkan formulasi biodiesel yang dapat memenuhi kualitas standar yang ditetapkan.
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
53
2.5
EMISI TRANSPORTASI Biodiesel adalah bahan bakar alternatif pertama yang dipakai untuk
melengkapi evaluasi dari hasil emisi dan efek potensial kesehatan yang disampaikan ke Agen Perlindungan Lingkungan Negara Amerika di bawah pengawasan seksi Aksi Kebersihan Udara. Program-program ini termasuk pengujian emisi yang paling ketat yang pernah di protokoli oleh EPA untuk seritifaksi bahan bakar aditif di Amerika. Data yang di kumpulkan bersama tes ini melengkapi persedianaan yang paling mendalam tentang dampak kesehatan lingkungan manusia dan atribut bahwa teknologi saat ini akan memungkinkan. Sebuah survei hasil diberikan dalam tabel. Keseluruhan ozon (asap) membentuk potensi biodiesel lebih rendah dari solar. Ozon membentuk potensidari yang di jeniskan emisi hidrokarbon hampir kurang dari 50% pengukuran untuk bahan bakar diesel. Emisi sulfur pada dasarnya di eleminasi dengan biodiesel murni. Pembuangan emisi oksida sulfur dan sulfat (komponen utama hujan asam) dari biodiesel pada dasarnya di eleminasi dibandingkan dengan oksida sulfur dan sulfat dari diesel. Kriteria Polutan - polutan diturunkan dengan penggunaan biodiesel. Penggunaan biodiesel di timbunan tak termodifikasi N14 mesin diesel menghasilkan pengurangan besar dari hidrokarbon yang tidak terbakar, karbon monoksida dan macam-macam partikel.Emisi oksida nitrogen sedikit meningkat. Karbon Monoksida - pembuangan emisi karbon monoksida (gas beracun) dari diesel adalah 50% lebih rendah dibandingakan dengan emisi karbon monoksida dari diesel. Particulate Matter - Pernapasan partikulat telah terbukti berbahaya bagi kesehatan manusia. Pembuangan emisi partikulat dari biodiesel sebanyak 30 persen lebih rendah dibandingkan dari keseluruhan materi partikulat dari biodiesel. Hidrokarbon - pembuangan emisi total hidrokarbon (salah satu faktor dalam pembentukan lokal kabut asap dan ozon) adalah 93 persen lebih rendah dari biodiesel dibandingkan dengan bahan bakar solar.
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
54
Nitrogen Oksida - emisi Nox dari kenaikan atua penurunan biodiesel tergantung pada keluarga mesin dan percobaan keluarga dan uji coba prosedur. Emisi Nox ( salah satu faktor dalam pembentukan lokal kabut asap dan ozon) dari (100%) biodiesel murni meningkat di tes menjadi 13 persen. Namun, biodiesel dari kurangnya sulfur memungkinkan penggunaan teknologi kontrol Nox yang tidak dapat digunakan dengan diesel konvensional. Jadi, biodiesel emisi Nox dapat dikelola secara efektif dan efisien di eleminasi sebagai kepedulian menggunakan bahan bakar. Biodiesel mengurangi resiko kesehatan yang terkait dengan solar minyak bumi. Biodiesel emisi menunjukkan penurunan tingkat PAH dan PAH nitrited senyawa yang telah di identifikasikan sebagai penyebab kanker potensi senyawa. Dalam pengujian baru-baru ini, senyawa PAH berkurang sebesar 75 hingga 85 persen, dengan pengecualian benzo (a antrasena), yang diturunkan sekitar 50 persen. Target nPAH senyawa tersebut juga mengurangi secara dramatis bahan bakar biodiesel, dengan 2 nitroflourene dan 1- nitropyrene diturunkan menjadi 90 persen, dan sisanya dari nPAH senyawa diturunkan hanya pada tingkat-tingkat tertentu. Biodiesel untuk keamanan dan kesehatan lingkungan : ‐
Biodiesel tidak beracun. LD50 akut oral (dosis mematikan) adalah lebih besar dari 17,4 g / kg berat badan. Sebagai perbandingan, tabel garam (NaCl) adalah hampir 10 kali lebih beracun.
‐
Dalam 24-jam. uji tempel Manusia menunjukkan bahwa iritasi yang dihasilkan biodiesel murni iritasi sangat ringan. iritasi itu kurang dari hasil yang dihasilkan oleh sabun 4 persen dan solusi air.
‐
Dalam 96-jam. Lethal konsentrasi untuk bluegill biodiesel kelas ester metil lebih besar dari 1000 mg/L. Lethal konsentrasi pada tingkat ini umumnya dianggap "tidak penting" menurut NIOSH (National Institute untuk Keselamatan dan Kesehatan) pedoman dalam perusahaan Registry Dampak Bahan Kimia Beracun
‐
Biodiesel menurunkan sekitar empat kali lebih cepat dari diesel minyak bumi. Dalam 28 hari, degradasi biodiesel murni 85-88 persen dalam air. Dekstrosa (uji gula yang digunakan sebagai kontrol positif UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
55
ketika biodegradabilitas pengujian) terdegradasi pada tingkat yang sama.
Pencampuran
biodiesel
dengan
solar
mempercepat
biodegradabilitasnya. Misalnya, campuran 20 persen bahan bakar diesel menurunkan dua kali lebih cepat dari diesel sendiri. ‐
Titik flash bahan bakar didefinisikan sebagai temperatur di mana ia akan terbakar saat terkena percikan atau nyala. titik nyala Biodiesel yang lebih dari 125oC bahan bakar, jauh di atas titik nyala bahan bakar diesel berbasis minyak bumi sekitar 58oC. Pengujian menunjukkan titik nyala meningkat campuran biodiesel sebagai persentase kenaikan biodiesel. Oleh karena itu, biodiesel dan campuran biodiesel dengan minyak solar lebih aman untuk di tangani persediaannya, dan digunakan daripada bahan bakar solar konvensional.
2.5.1
Efek Kualitas Biodiesel Terhadap Unjuk Kerja Mesin Massa Jenis Massa jenis biodiesel tidak terlalu berhubungan dengan unjuk kerja mesin.
Massa jenis digunakan terutama untuk mengetahui volume dalam transportasi dan penyimpanan. Massa jenis biodiesel berbagai bahan baku di Indonesia dengan mudah memenuhi spesifikasi 0,850 – 0,890 g/cm3. Biodiesel dikenal memiliki bilangan setana biodiesel yang tinggi. Bilangan setana biodiesel sawit, jarak pagar dan kelapa coconut berturut-turut adalah 50-70, 51 dan 63 (Mittelbach, 2004) dan akan memenuhi spesifikasi (>51). Bilangan setana yang tinggi membuat pembakaran biodiesel lebih lembut dan sempurna (emisi rendah). Viskositas Viskositas merupakan faktor penting bagi biodiesel. Viskositas yang terlalu tinggi (melebihi spesifikasi) akan menimbulkan masalah bagi atomisasi dan pembakaran. Yang pada akhirnya menimbulkan deposit pada ujung injector. Konsekuensi dari fenomena ini adalah kehilangan tenaga dan kerusakan total pada mesin. Jika proses transesterifikasi biodiesel sawit, jarak pagar dan lain-lain cukup sempurna maka spesifikasi viskositas 2,3 – 6,0 cSt mudah dipenuhi. Viskositas biodiesel yang terlalu tinggi juga akan meningkatkan kelarutan dalam pelumas UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
56
mesin. Kelarutan biodiesel lebih dari 3,5% akan menurunkan viskositas secara drastis dan menyebabkan keausan logam yang tinggi. Kandungan Kalori Kandungan kalori biodiesel kira-kira 10% lebih rendah dari minyak diesel mineral. Oleh karena itu power dan torsi yang dihasilkan mesin juga lebih rendah. Kandungan kalori biodiesel dari berbagai bahan baku tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Meskipun komposisi asam lemak sangat bervariasi antara minyak nabati yang satu dengan yang lainnya. Titik Nyala Titik nyala biodiesel harus cukup tinggi, hal ini untuk menjamin keamanan dari bahaya kebakaran. Kebanyakan biodiesel B100 memiliki titik nyala lebih besar dari 150oC. Namun demikian sisa methanol dari proses pembuatan biodiesel akan menurunkan titik nyala secara signifikan. Meskipun penurunannya tidak akan lebih rendah dari 100oC (memenuhi spesifikasi), kandungan methanol sebesar > 0,2% akan membahayakan buat mesin dan komponen lainnya. Kehadiran methanol dalam biodiesel dapat merusak seal pompa bahan bakar dan menggangu proses pembakaran. Menjadi pertanyaan bagi standar biodiesel Indonesia yang tidak mencantumkan kandungan methanol dalam biodiesel karena standar titik nyala min. 100oC cukup beresiko dibanding standar biodiesel Amerika (min. 130oC) ataupun Eropa
(min. 12 oC) yang dilengkapi dengan
kandungan methanol maks. 0,2%. Penggunaan biodiesel coconut B100 pada mesin genset telah merusak seal dari sistem pelumasan sehingga menimbulkan kebocoran pelumas. Titik Kabut Titik Kabut biodiesel menjamin agar mesin diesel dapat beroperasi dengan baik pada temperatur lingkungan yang rendah. Standar nasional 18oC untuk titik kabut hanya berlaku untuk daerah tropis dan sekitarnya dimana suhu lingkungannya >25oC.
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
57
Korosi Tembaga Korosi tembaga berguna untuk mengetahui potensi komponen tembaga dalam sistem bahan bakar terhadap korosi karena kontak dengan biodiesel. Biodiesel pada umumnya tidak korosif terhadap tembaga namun yang dikhawatirkan adalah sebaliknya. Tembaga bersifat katalis terhadap reaksi oksidasi biodiesl yang akan membentuk endapan. Kandungan Sulfur Lain dengan minyak diesel mineral, biodiesel dapat dikatakan bebas sulfur atau kandungan sulfurnya sangat kecil jika dibuat dari minyak nabati dengan bantuan katalis asam sulfat. Selain itu ada kemungkinan bahan baku untuk biodiesel terkontaminasi sulfur. Standar Eropa EN 590 menyatakan bahwa bahan bakar dinyatakan bebas sulfur jika kandungannnya dibawah 10 ppm. Bahan bakar dengan sulfur tinggi sangat buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Kendaraan beroperasi dengan bahan bakar ber-sulfur tinggi akan menghasilkan emisi partikulat dan SO2 yang tinggi pula. Selain itu sulfur akan menurunkan kinerja alat pereduksi emisi (merusak catalytic converter) Kandungan Air Biodiesel kualitas tinggi tidak boleh mengandung air lebih dari 500 ppm. Kadar air dalam biodiesel tergantung dari proses pembuatannya yaitu pencucian. Oleh karena itu proses pengeringan dilakukan agar kandungan air dibawah 500 ppm. Air dalam biodiesel dapat meningkatkan pertumbuhan yang dapat menghasilkan padatan (sludge) dan pada akhirnya akan memblok filter bahan bakar. Air juga menyebabkan reaksi hidrolisa biodiesel menjadi asam lemak bebas yang akhirnya memblok filter bahan bakar1. Fenomena pengeblokan filter bahan bakar sering dialami kendaraan yang menggunakan biodiesel, sehingga dapat menurunkan tenaga mesin secara drastis.
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
58
2.5.2
Efek Kualitas Biodiesel Terhadap Emisi Gas Buang Salah satu keunggulan biodiesel dibanding mineral adalah ramah
lingkungan (renewable, biodegradable & low emission) dan besifat non-toxic. Biodiesel merupakan satu-satunya bahan bakar alternatif yang telah selesai menjalani test health effect yang berat dari persyaratan The Clean Air Act. Biodiesel (100%) telah diteliti mengurangi emisi dibanding minyak diesel sebagai berikut mengurangi emisi partikulat 40-60%, emisi gas karbonmonoksida (CO) 10-50%, emisi gas hidrokarbon (HC) 10-50%, emisi aldehyde-aromatic 13% dan emisi gas beracun polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH, carcinogenic) 70-97%. Beberapa sifat kimia fisika biodiesel telah diidentifikasi memiliki korelasi dengan kandungan emisi gas buang, diantaranya bilangan iodine (kandungan rantai tak jenuh), panjang rantai hidrokarbon, densitas, bilangan setana, viskositas, kandungan oksigen. Bilangan Iodine Emisi NOX dikenal meningkat secara linier jika kandungan ikatan rangkap (bilangan iodine) meningkat. Kandungan ikatan rangkap biodiesel dari minyak sawit (BI= <50) dikenal termasuk yang paling rendah dibandingkan biodiesel dari minyak kedelai (BI=>100), kanola (BI= >100) dan minyak jarak (BI=>50). Sehingga diprediksi emisi NOx dari biodiesel sawit lebih rendah dibanding biodiesel berbahan baku lainnya. Sementara itu kandungan ikatan rangkat tidak terlalu berpengaruh terhadap kandungan emisi partikulat, demikian pula dengan emisi CO dan hidrokarbon. Panjang Rantai Hidrokarbon Telah diketahui bahwa memperpendek rantai karbon akan menurunkan titik didih, viskositas dan sifat lainnya. Dari pengujian biodiesel berbahan baku laurat (C12), palmitat (C16) dan stearat (C18) terbukti bahwa emisi NOx semakin tinggi jika rantai hidrokarbon semakin pendek. Namun demikian emisi NOx hasil pembaaran biodiesel laurat (C12) masih sama atau lebih rendah dari pembakaran minyak diesel mineral. Oleh karena itu memperpendek rantai hirokarbon merupakan strategi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas biodiesel.
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
59
Seperti dengan kandungan rantai rangkap, panjang rantai hidrokarbon juga tidak berpengaruh terhadap emisi partikel, CO dan hidrokarbon. Densitas Densitas biodiesel dipengaruhi oleh kandungan ikatan rangkap dan panjang rantai hidrokarbon. Secara umum telah dibuktikan bahwa semakin tinggi densitas semakin tinggi pula kadar emisi gas NOx dan emisi partikel juga tidak terlalu dipengaruhi oleh densitas. Namun demikian untuk densitas yang terlalu tinggi (>890 kg/m3) emisi partikel meningkat secara tajam. Hal ini karena bahan bakar dengan densitas terlalu tinggi akan menyulitkan aliran dan memperburuk atomisasi. Bilangan Setana Bilangan setana dipengaruhi oleh komposisi asam lemak penyusun biodiesel, oleh karena itu juga dipengaruhi oleh panjang rantai hidrokarbon dan kandungan rantai rangkap juga. Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi bilangan setanas semakin rendah kadar emisi NOX maupun partikel (demikian pula dengan CO dan hidrokarbon) Kandungan Oksigen Kandungan oksigen sangat penting dalam menentukan kadar emisi gas buang. Kandungan biodiesel murni (B100) memiliki rentang antara 9-12%. Namun untuk campuran biodiesel-solar, rentang kandungan oksigen menjadi lebar mulai dari 0% untuk B0 dan 12% untuk B100. Telah dibuktikan bahwa semakin tinggi kandungan oksigen dalam campuran biodiesel semakin sempurna pembakarannya sehingga semakin rendah emisi NOx, partikulat, CO dan hidrokarbon. 2.5.3
Efek Kualitas Biodiesel Terhadap Pembakaran Mesin Kandungan kalori dalam biodiesel sekitar 10% lebih rendah dibanding
minyak diesel mineral. Biodiesel mengandung sekitar 37 Megajoule per kg dimanan minyak diesel mineral mengandung 42 megajoule per kg. Meskipun demikian biodiesel memiliki efisiensi pembakaran yang lebih bagus sekitar 7% dibanding minyak diesel mineral, sehingga power dan torsi yang dihasilkan mesin
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
60
sedikit lebih rendah yaitu sekitar 5%. Dalam praktek, perbedaan dalm power dan torsi ini tidak terlalu dirasakan oleh pengendara kendaraan. Bilangan setana biodiesel berkisar antara 50 dan 60, tergantung dari bahan baku yang digunakan. Biodiesel berbahan baku dari lemak jenuh seperti, minyak hewan dan minyak goreng bekas akan memiliki bilangan setane yang lebih tinggi dari yang berbahan baku lemak tidak jenuh (kelapa sawit, kedelai, jagung dll). Efek dari
biodiesel yang mempunyai bilangan setana tinggi adalah
mempersingkat waktu penyalaan setelah dilakukan penyemprotan bahan akar. Hal ini akan memperlambat kenaikan temperatur dalam ruang bakar dan mengurangi kebisingan mesin. Hasil penelitian Lemigas mengenai kebisingan secara umum dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan bakar B30 tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kebisingan mesin.
2.5.4
Efek Biodiesel Terhadap Pelumasan Menurut penelitian, penambahan biodiesel sebanyak 0,4-5% kedalam
minyak diesel mineral akan meningkatkan pelumasan bahan bakar dan mesin. Komponen dalam pompa bahan bakar memerlukan sulfur yang terkandung dalam minyak diesel mineral sebagai pelilumas. Namun demikian, jika sulfur terbakar dalam mesin akan menghasilkan sulfur dioksida (SO2) yang merupakan komponen utama hujan asam. Regulasi bahan bakar internasional (Amerika, Eropa dan Jepang) telah membatasi kandungan sulfur dalam minyak diesel mineral. Oleh karena itu peran sulfur dapat digantikan oleh biodiesel (methyl ester dalam mempertahankan daya pelumasan bahan bakar). Hasil penelitian pada tahun 1980-an tentang pengaruh penggunaan biodiesel pada pelumas mesin menunjukkan bahwa pelumas mesin akan sedikit mengalami penurunan viskositas. Namun demikian hal ini tidak memperburuk kondisi pelumas maupun kondisi/tingkat keausan mesin. Beberapa penelitian justru terlalu melaporkan hal yang sebaliknya dimana tingkat keausan mesin lebih rendah, hal ini karena biodiesl sendiri merupakan pelumas yang bagus. Selain itu mesin diesel produksi mulai tahun 1990-an sudah dilengkapi ring piston yang dapat mengontrol jumlah kelarutan bahan bakar kedalam oli. Hasil penelitian tentang
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
61
penggunaan biodiesel sawit pada mesin melaporkan adanya penurunan jumlah partikel soot dalam oli dan tingkat keausan logam besi (Fe). Sebagain besar peneliti berpendapat bahwa jika menggunakan biodiesel sebaiknya periode penggantian oli dikurangi dari biasanya hal ini untuk mencegah efek penurunan viskositas 2.5.5
Emisi Kendaraan Bermotor Pada tanggal 23 September 2003 Menteri Negara Lingkungan Hidup
mengeluarkan keputusan yang menetapkan bahwa kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan yang sedang diproduksi harus mengalami uji emisi dengan prosedur uji yang baru dan harus memnuhi ambang batas yang lebih ketat (KEP141). Keputusan tersebut rencananya diberlakukan mulai tahun 2005. Tabel 4.7 memuat ambang batas emisi yang harus dipenuhi kendaraan bermotor kategori M dan N untuk penggerak motor bakar kompresi (diesel). Nilai ambang batas tersebut mengacu pada KEP-141 dimana metode uji yang digunakan adalah ECE R 83-04 atau lebih dikenal dengan Euro 2. Tabel 2.16 Batas Emisi Gas Buang untuk Penggerak Motor Bakar Diesel Kategori M Nilai ambang batas ECE R 83-04 No
Kategori
Parameter Metode uji ECE R 83-04
1
M1, GVW 2,5 ton, tempat duduk 5 tidak termasuk pengemudi M1, Tempat duduk 6-8 tidak termasuk pengemudi, GVW > 2,5 ton atau N1, GVW 3,5 ton a. Kelas I, RM 1250 kg
2 b. Kelas II, 1250 kg < RM 1700 kg c. Kelas III, RM >1700 kg
CO HC+NOx PM
1,0 gram/km 0,7 (0,9) gram/km 0,08 (0,1) gram/km
CO HC+NOx PM CO HC+NOx PM CO HC+NOx PM
1,0 gram/km 0,7 (0,9) gram/km 0,08 (0,1) gram/km 1,25 gram/km 1,0 (1,3) gram/km 0,12 (0,14) gram/km 1,5 gram/km 1,2 (1,6) gram/km 0,17 (0,12) gram/km
GVW: Gross Vehicle Weight=jumlah berat yang diperbolehkan; RM: Reference Mass=berat kosong kendaraan ditambah 100 kg
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
62
Dalam KEP 141 juga ditetapkan bahwa dalam pengujian wajib digunakan bahan bakar dengan spesifikasi menurut Economic Commission for Europe (ECE). Salah satu parameter dalam spesifikasi bahan bakar tersebut misalnya kandungan sulfur dalam minyak diesel tidak boleh melebihi 500 pm dan kandungan PAH (Poly Aromatic Hydrocarbon) maksimum 6% (m/m). Efek Campuran Biodiesel terhadap Emisi CO Pengukuran emisi gas buang kendaraan uji dilakukan menggunakan bahan bakar B0 Pertamina, campuran biodiesel sebesar 10, 20, 30 50% kedalam B0 Pertamina dan biodiesel murni (B100). Gambar 2.10 berikut merupakan hasil pengujian gas CO terhadap perubahan campuran biodiesel (B0, B10, B20, B30, B50 dan B100). Gas CO terbentuk karena adanya reaksi pembakaran yang tidak sempurna. Pencampuran biodiesel kedalam minyak disel mineral berarti menambah kadar oksigen dan hal ini menjadikan pembakaran menjadi lebih sempurna. Jika biodiesel murni B100 mengandung sekitar 10% oksigen maka dalam bahan bakar B10, B20, B30 dan B50 kira-kira terdapat 1%, 2%, 3% dan 5% oksigen. Sebagai akibat pembakaran yang lebih sempurna maka emisi CO akan menurun mengikuti jumlah penambahan biodiesel atau oksigen. Besar penurunan emisi CO terhadap penambahan biodiesel untuk B10, B20, B30, B50 dan B100 adalah berturut-turut 5%, 10%, 19%, 25% dan 29%. 1,0
35
30
0,9
Emisi CO
20 0,7 15 0,6
Penurunan Emisi CO
25 0,8
10 0,5
5
0,4
0 B0
B10
B20
B30
B50
B100
Komposisi Biodiesel Emisi CO, g/km
Penurunan Emisi CO , %
Gambar 2.10 Efek campuran biodiesel terhadap emisi CO
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
63
Efek Campuran Biodiesel terhadap Emisi HC Emisi HC terbentuk karena ada porsi bahan bakar yang tidak terbakar sebagai akibat terbentuknya campuran bahan bakar/udara terlalu miskin (terlalu banyak udara) untuk dapat terjadinya penyalan sendiri (auto-ignition). Atau hal yang sebaliknya terjadi yaitu terbentuknya campuran bahan bakar/udara yang terlalu kaya terlalu banyak (bahan bakar) untuk dapat terjadinya auto-ignition. Rantai karbon yang lebih panjang dan tidak mengandung aromatik menyebabkan bilangan setana dari biodiesel lebih tinggi dari B0. Oleh karena itu pencamuran biodiesel kedalam B0 akan meningkatkan bilangan setana dan akan memperbaiki kualitas pembakaran sehingga dapat menurunkan emisi HC. 0,14
80
0,12
70
Emisi Hidrokarbon
50
0,08 40
0,06 30
0,04
Penurunan Emisis HC
60
0,10
20
0,02
10
0,00
0
B0
B10
B20
B30
B50
B100
Komposisi Biodiesel
Emisi HC, g/km
Penurunan Emisi HC, %
Gambar 2.11 Efek Campuran Biodiesel Terhadap Emisi HC Gambar 2.11 memperlihatkan hasil pengujian emisi HC terhadap perubahan komposisi biodiesel. Emisi HC menurun secara konsisten dengan penambahan biodiesel. Tingkat penurunan emisi HC cukup signifikan untuk bahan bakar B10, B20, B30, B50 dan B100 adalah berturut-turut 12%, 48%, 59%, 62% dan 75%. Efek Campuran Biodiesel terhadap Emisi NOX Terbentuknya emisi NOX tergantung pada temperatur pembakaran dan kadar oksigen dalam campuran hasil pembakaran. Campuran biodiesel memiliki kemampuan penyalaan yang lebih cepat sehingga menyebabkan waktu penyalaan
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
64
yang lebih dulu/cepat. Hal ini mengakibatkan peningkatan temperatur dan tekanan ruang bakar yang pada akhirnya akan menstimulasi pembentukan NOX. Hasil pembakaran biodiesel biasanya menghasilkan emisi NOX yang lebih tinggi. Sifat kimia fisika seperti densitas dan bilangan setana juga turut menentukan kadar emisi NOX. Emisi NOX cenderung meningkat dengan kenaikan densitas dan menurunnya bilangan setana. Hasil pengujian pada gambar 2.12 menunjukkan bahwa penambahan biodiesel kedalam B0 telah menyebabkan sedikit penurunan emisi NOX. Selain dari faktor bahan bakar, emisi NOX juga ditentukan oleh jenis (teknologi) mesin yang digunakan dan siklus pengujian. Mesin uji yang digunakan pada penelitian ini adalah berteknologi modern (common rail) sementara itu pada pengujian sebelumnya yang juga menghasilkan penurunan emisi NOX dengan bahan bakar B30, menggunakan mesin non common rail. Secara umum pembentukan NOX sangat kompleks, dipengaruhi oleh faktor bahan bakar, teknologi mesin dan siklus pengujian. Pengujian biodiesel dari CPO menggunakan siklus EURO 2 menyebabakan penurunan emisi NOX pada teknologi mesin common rail. Penurunan emisi NOX (gambar 2.12) hasil pengujian dari bahan bakar B10, B20, B30, B50 dan B100 adalah berturut-turut 5%, 2.5%, 7.5%, 12% dan 26%. 1,4
30
1,2
1,0
Emisi NO X
20 0,8 15 0,6 10 0,4
Penurunan Emisi NOx
25
5
0,2
0,0
0
B0
B10
B20
B30
B50
B100
Komposisi Biodiesel Emisi NOX, g/km
Penurunan Emisi NOx, %
Gambar 2.12 Efek Campuran Biodiesel Terhadap Emisi NOX
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
65
Efek Campuran Biodiesel terhadap Emisi Partikel (PM) Biodiesel telah diketahui sangat signifikan dalam menurunkan emisi partikel. Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan penurunan partikel. Pertama adalah pencampuran biodiesel kedalam minyak diesel mineral akan menurunkan kadar senyawa aromatik. Senyawa aromatik merupakan penyususn minyak diesel (sekitar 30%) dan merupakan pembentuk utama partikel. Pencampuran biodiesel juga menurunkan kadar sulfur sehingga senyawa sulfat (penyusun partikel)
yang terbentuk dari proses pembakaran juga berkurang,
demikian pula dengan air yang menyerapnya. Kandungan oksigen dalam biodiesel juga membatasi pembentukan soot karena oksigen akan mengoksidasi daerah yang kaya bahan bakar. Namun demikian, biodiesel termasuk senyawa dengan tingkat penguapan yang kecil sehingga mudah terkondensasi dan akan meningkatakan kadar SOF (Soluble Organic Fraction) dalam partikel. Biodiesel akan meningkatkan komponen yang mudah menguap tetapi menurunkan komponen yang tidak menguap (soot) dari partikel. Secara keseluruhan penggunaan biodiesel akan menurunkan emisi partikel.
Gambar 2.13 Efek Campuran Biodiesel Terhadap Emisi Partikel Hasil pengukuran emisi partikel (Gambar 2.13) dari berbagai campuran biodiesel menunjukkan bahwa penambahan 10% biodiesel sudah menurunkan UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
66
tingkat partikel yang signifikan (39%). Penambahan biodiesel hingga 100% tetap akan memberi efek penurunan hingga sekitar 68%. Hasil ini juga memberikan indikasi bahwa penurunan partikel akan lebih efektif jika bahan bakar solar yang digunakan berkualitas rendah (menghasilkan partikel yang tinggi) atau mengandung aromatik dan sulfur yang tinggi. Efek Campuran Biodiesel terhadap Emisi CO2 & Konsumsi Bahan Bakar Emisi CO2 terbentuk akibat pembakaran bahan bakar secara sempurna. Semakin tinggi emisi CO2 per km atu per siklus semakin tinggi pula konsumsi bahan bakar. Biodiesel tidak hanya dikenal sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi CO, HC, partikel dan NOX yang lebih rendah tetapi juga merupakan bahan bakar yang efisien karena menghasilkan emisi CO2 atau konsumsi bahan bakar yang lebih rendah. Gambar 2.14 dan 2.15 menyajikan efek penggunaan biodiesel terhadap penurunan emisi CO2 dan konsumsi bahan bakar. 300
35
30
25
250 Emisi CO2
20
15
200 10
5
150
0
B0
B10
B20
B30
B50
B100
Komposisi Biodiesel
Penurunan Emisi CO2, %
Emisi CO2, g/km
Gambar 2.14 Efek Campuran Biodiesel Terhadap Emisi CO2
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
67
35
12
11
10
Konsumsi Bahan Bakar
25 9 20 8 15 7 10 6
Penurunan Konsusmsi Bahan Bakar
30
5
5
4
0
B0
B10
B20
B30
Konsumsi Bhn Bakar Pengukuran, L/Km
B50
B100
Penurunan Konsumsi Bahan Bakar, %
Gambar 2.15 Efek Campuran Biodiesel Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Penurunan emisi CO2 hasil pengujian dari bahan bakar B10, B20, B30, B50 dan B100 adalah berturut-turut 5%, 8%, 15%, 21% dan 31%. Sedangkan penurunan konsumsi bahan bakar adalah berturut-turut 6%, 9%, 16%, 22% dan 33%.
2.6
LIFE CYCLE ASSESSMENT Life Cycle Assessment (LCA) dikenal sebagai suatu metode analisis aspek
lingkungan dan kemungkinan dampak lingkungan yang berhubungan dengan sebuah produk, proses, atau jasa. 2.6.1
Karakterisitik Umum dari LCA Pada bagian ini akan dibahas mengenai definisi LCA, aplikasi dari LCA
serta batasan-batasannya. 2.6.1.1 Definisi LCA ISO 14040 mendefinisikan LCA sebagai kumpulan dan evaluasi dari input dan output serta potensi dampak lingkungan dari siklus hidup sebuah sistem produk. LCA merupakan alat bantu untuk mengAnalisis efek pada lingkungan dari setiap tahap dalam siklus hidup sebuah produk, mulai dari ekstraksi sumber daya, produksi material, produksi komponen, hingga produksi produk akhir tersebut, dan kegunaan produk bagi manajemen setelah produk tersebut sudah selesai diproduksi, entah dengan digunakan kembali, didaur ulang atau dibuang (berlaku dari cradle hingga grave). Keseluruhan sistem dari unit yang diproses yang termasuk dalam siklus hidup sebuah produk disebut sistem produk. Produk dapat berupa barang fisik dan jasa. UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
68
Efek lingkungan mencakup berbagai jenis dari dampak bagi lingkungan, termasuk ekstraksi dari berbagai jenis sumber daya, emisi bahan berbahaya dan penggunaan lahan dengan tipe yang berbeda. LCA harus diusahakan untuk memiliki nilai kuantitatif, sehingga semua dampak lingkungan yang dihasilkan dapat dilaporkan selengkap mungkin. Analisis cradle to grave menggunakan sebuah pendekatan holistik (Analisis secara keseluruhan), dimana Analisis ini akan mendeteksi dampakdampak yang telah terjadi atau akan terjadi di mana pun dan kapan pun. Selain itu, dengan Analisis cradle to grave ini, akan menghindari terjadinya problem shifting. Di dalam eco-design, memindahkan masalah ke tahap lain dalam siklus hidup produk, bukanlah merupakan solusi dari suatu masalah lingkungan. Beberapa aplikasi utama dari LCA adalah untuk -
MengAnalisis sumber masalah yang berkaitan dengan produk tertentu
-
Membandingkan rencana perbaikan dari sebuah produk
-
Merancang produk baru
-
Memilih produk terbaik di antara beberapa produk setara
Aplikasi yang sama dapat digunakan dalam level yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan strategi bisnis. 2.6.1.2 Batasan dari LCA Karakteristik utama dari LCA adalah sifat Analisis secara keseluruhannya, yang menjadi kekuatan utama dan juga pada waktu yang bersamaan, merupakan keterbatasannya. Jangkauan yang luas dalam melaksanakan LCA yang lengkap dari sebuah produk hanya dapat dicapai dengan menyederhanakan aspek lainnya. LCA tidak dapat mengukur suatu dampak lokal. LCA tidak menyediakan kerangka untuk sebuah studi penilaian resiko lokal yang mengidentifikasi dampak mana yang dihasilkan oleh fungsi dari sebuah fasilitas di tempat yang spesifik. Begitu pula dengan aspek waktu, LCA secara khas merupakan keadaan yang tetap, dan bukan sebuah pendekatan dinamis, maksudnya adalah untuk studi selama batasan waktu, semua kondisi termasuk teknologi dianggap tetap dan tidak berkembang. Model LCA berfokus pada karakteristik fisik dari aktivitas industri dan proses ekonomi lainnya, dan tidak termasuk mekanisme pasar, atau efek lain
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
69
dalam pengembangan teknologi. Secara umum, LCA menganggap semua proses bersifat linear, baik dalam ekonomi dan dalam lingkungan. LCA merupakan sebuah alat bantu berdasarkan pemodelan linear. LCA berfokus pada aspek lingkungan dari produk dan tidak berkaitan dengan karakteristik ekonomi, sosial dan lainnya. Dampak lingkungan sering didefinisikan sebagai dampak yang potensial, karena dampak lingkungan tidak ditetapkan dalam waktu dan tempat dan berkaitan dengan satuan fungsional yang telah didefinisikan. Meskipun LCA bertujuan untuk menjadi dasar yang bersifat ilmu pengetahuan, LCA tetap menggunakan beberapa asumsi yang bersifat teknis dan terpilih. Proses standarisasi ISO dalam melaksanakan LCA ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kesewenangan. Tujuan penting adalah untuk menggunakan asumsi dan pilihan ini setransparan mungkin. Yang terakhir, sebuah karakteristik yang sangat penting dan berkaitan dengan sifat dasar dari LCA sebagai sebuah alat analitis. LCA membantu menyediakan informasi untuk mendukung keputusan namun LCA tidak dapat menggantikan proses pengambilan keputusan itu sendiri. 2.6.2
Metodologi Metodologi dalam LCA terdiri atas empat fase utama:
-
Pendefinisan Tujuan dan Lingkup
-
Analisis Inventori
-
Pengukuran Dampak
-
Interpretasi
2.6.2.1 Pendefinisian Tujuan dan Lingkup Pendefinisian tujuan dan lingkup merupakan suatu fase untuk menentukan sebuah rencana kerja dari keseluruhan LCA. Fase ini terdiri atas tiga tahap : -
tahap pendefinisian tujuan,
-
tahap pendefinisian lingkup, pendefinisian fungsi,
-
tahap pendefinisian fungsi, unit fungsional, alternatif, dan aliran referensi.
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
70
Tahap pendefinisian tujuan terdiri atas pencanangan dan penyesuaian tujuan dari LCA, penjelasan tujuan dari studi dan penentuan penggunaan hasil oleh inisiator, praktisi, pemegang saham serta penentuan target dari hasil studi. Pada tahap pendefinisian lingkup, ditetapkan karakteristik utama dari studi LCA yang mencakup masalah seperti batasan temporal, geografis, dan teknologi, jenis dari Analisis dan level keseluruhan dari kecanggihan dari studi ini. Tahap terakhir dalam fase ini adalah pendefinisian fungsi, unit fungsional, alternatif dan aliran referensi. Unit fungsional mendeskripsikan fungsi utama dari sebuah sistem produk. Contoh sebuah fungsi adalah pengecatan dinding. Contoh unit fungsional sebuah pengecatan dinding dapat didefinisikan dalam bentuk : - luas area yang harus dicat - tipe dari dinding - kualitas hasil cat. Dalam dunia nyata, unit fungsional dari sebuah pengecatan dinding dapat berupa “pengecatan dinding seluas 20m2 dengan ketahanan termal sebesar 2 m2 K/W, dengan kualitas warna permukaan 98%, dan tidak membutuhkan pengecatan untuk 5 tahun ke depan.” Berdasar dari unit fungsional tersebut, dapat disusun beberapa alternatif dari sistem produk yang ekuivalen. Alternatif ini dapat berupa berbagai pilihan cara atau bahan yang digunakan untuk dapat memenuhi fungsi dan unit fungsional yang telah ditetapkan. Setelah disusun alternatif, kemudian disusun aliran referensi untuk sistem-sistem ini. Aliran referensi merupakan sebuah ukuran dari output yang dihasilkan oleh proses dalam setiap alternatif sistem produk, yang dibutuhkan untuk memenuhi fungsi yang ditunjukkan oleh unit fungsional. 2.6.2.2 Analisis Inventori Analisis inventori merupakan fase dimana sistem produk didefinisikan. Fase ini terdiri atas beberapa tahap: -
Pendefinisian batasan sistem ekonomi dan lingkungan
-
Pendefinisian diagram aliran
-
Penentuan format dan kategori data
-
Pengumpulan data
-
Validasi data
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
71
-
Peniadaan dan estimasi data
-
Pengambilan keputusan berkaitan dengan multifunctionality dan alokasi
-
Perhitungan Dalam LCA, semua masukan dan keluaran ekonomi pada semua aliran
diterjemahkan menjadi intervensi lingkungan. Intervensi lingkungan berhubungan dengan aliran yang memasuki sistem produk yang terlihat dari lingkungan tanpa transformasi manusia atau aliran material yang meninggalkan sistem produk yang dibuang ke lingkungan tanpa transformasi manusia. Untuk membuat batasan yang jelas mengenai sistem produk dan lingkungan dan antara aliran utama dan aliran lainnya, batasan ekonomi dan lingkungan harus didefinisikan secara eksplisit. Kegiatan pendefinisian diagram aliram menggambarkan garis besar dari semua proses unit utama yang dimodelkan termasuk hubungannya. Hal ini sangat membantu dalam memahami
dan menyelesaikan sebuah sistem untuk
mendeskripsikan sistem dengan menggunakan diagram aliran proses. Kunci utama dalam fase inventori adalah pengumpulan data. Hal ini biasanya berkaitan dengan jumlah data sekunder. Untuk menterjemahkan perbandingan ini secara konsisten, sebuah format data standar harus dikembangkan. Pengumpulan data sesuai dengan format yang sudah ditentukan, dilakukan untuk mengkuantifikasikan semua aliran yang berkaitan dengan proses. Proses ini dilanjutkan dengan pengecekan validitas dari data yang telah dikumpulkan. Berbagai alat bantu seperti keseimbangan masa, keseimbangan energi dan perbandingan data dari sumber lain dapat digunakan. Pada prinsipnya, sebuah LCA harus menelusuri semua proses yang berkaitan dalam siklus hidup pada sistem produk yang diberikan, dari crade to grave. Namun pada praktiknya, hal ini nampaknya tidak mungkin, bagaimana pun juga, biasanya beberapa aliran ditiadakan dan diabaikan karena kuran tersedianya data yang siap diakses. Pada umumnya, proses industri bersifat multifunctional, dimana output yang dihasilkan secara umum terdiri dari lebih dari 1 produk dan ada kemungkinan salah satu input bahan baku yang terdiri atas produk buangan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu keputusan untuk menentukan aliran ekonomi dan intervensi lingkungan mana yang akan dihubungkan dengan sistem produk.
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
72
Pada tahap terakhir, dilakukan proses perhitungan sebagai sebuah tindakan yang secara kuantitatif menghubungkan proses satu sama lain. 2.6.2.3 Pengukuran Dampak Pada fase pengukuran dampak, hasil dari Analisis inventori diproses dan diinterpretasikan dalam rangka dampak lingkungan. Pada fase ini terdiri atas tujuh tahap sebagai berikut: -
Pemilihan kategori dampak
-
Pemilihan metode karakterisasi: indikator kategori, model karakterisasi, dan faktor karakterisasi
-
Klasifikasi
-
Karakterisasi
-
Normalisasi
-
Pengelompokan
-
Pembobotan Pada fase pengukuran dampak, hasil dari Analisis inventori diterjemahkan
pada kontribusi bagi kategori dampak yang relevan seperti penipisan sumber daya abiotik, perubahan iklim, pengasaman, dan seterusnya. Ada tiga kelompok kategori dampak yang berbeda yang dapat dipilih berdasarkan kepentingan atas lingkungan dalam hubungannya dengan LCA dan ketersediaan metode karakterisasi. Pada kelompok pertama, kategori dampak dasar / baseline impact categories, terdiri atas 11 dampak: -
Penipisan sumber daya alam
-
Dampak dari penggunaan lahan (persaingan lahan)
-
Perubahan iklim/Climate change
-
Penipisan lapisan ozon stratosfer/Stratospheric ozone depletion
-
Dampak bahan beracun pada manusia/Human Toxicity
-
Dampak bahan beracun pada ekosistem/Ecotoxicity (3 dampak) Terdiri atas 3 dampak, yaitu dampak bahan beracun pada ekosistem air tawar/freshwater aquatic ecotoxicity, dampak bahan beracun pada ekosistem air laut/marine aquatic ecotoxicity, dampak bahan beracun pada terestrial/terrestrial ecotoxicity.
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
73
-
Pembentukan photo-oxidant
-
Pengasaman/acidification
-
Eutrophication
Pada kelompok kedua, kategori dampak yang spesifik sesuai pembelajaran / study-specific impact categories, terdiri atas 9 dampak, yaitu -
Dampak dari penggunaan lahan (Kerugian atas fungsi pendukung kehidupan, kerugian keanekaragaman hewan dan tumbuhan)
-
Dampak bahan beracun pada ekosistem/Ecotoxicity Terdiri atas 2 bagian, dampak bahan beracun pada endapan di ekosistem air tawar dan air laut
-
Dampak dari radiasi ion
-
Bau (Maladouruos air)
-
Kebisingan
-
Pemborosan energi panas
-
Hubungan sebab akibat
Pada kelompok ketiga, kelompok kategori lainnya, terdiri atas tiga dampak dan dapat ditambahkan sesuai keperluan: -
Penipisan sumber daya biotik
-
Pengawetan melalui proses pengeringan
-
Bau (Maladouruous water) Intervensi yang dicatat pada hasil analisis inventori dikuantifikasikan
dalam indikator umum. Untuk sebuah kategori dampak, sebuah metode karakterisasi terdiri atas sebuah indikator kategori, model karakterisasi, dan faktor karakterisasi. Berikut adalah metode karakterisasi dasar yang dikembangkan oleh Guinee et al. (2001) yang digunakan pada semua kategori pada baseline impact categories adalah sebagai berikut: -
Penipisan sumber daya abiotik / Depletion of abiotic resources Sumber daya abiotik adalah sumber daya alam (termasuk sumber daya energi) seperti bijih besi, minyak mentah, dan energi angin, yang tergolong tidak hidup. Penipisan sumber daya abiotik merupakan salah satu dari kategori dampak yang paling sering didiskusikan dan tersedia UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
74
banyak variasi metode yang dapat digunakan untuk mengkarakteristikkan kontribusi pada kategori ini. Tabel 2.17 Metode Karakterisasi Dasar untuk Dampak Penipisan Sumber Daya Abiotik Kategori dampak: Hasil LCI: Model Karakterisasi: Indikator Kategori: Faktor Karakterisasi: Satuan dari hasil indikator:
Penipisan sumber daya abiotik Ekstraksi mineral dan minyak bumi (dalam kg) Concentration-based reserves dan pendekatan rate of de-accumulation Penipisan dari cadangan terakhir berkaitan dengan penggunaan tahunan Abiotic Depletion Potential (ADP) untuk setiap ekstraksi dari mineral dan bahan bakar fosil (dalam kg antimony eq/kg ekstraksi) kg (antimony eq) (sumber: Guinee et al., 2001)
-
Dampak dari penggunaan lahan (persaingan lahan) / Impacts of land use (land competition) Kategori ini berhubungan dengan berkurangnya lahan/ kawasan sebagai sumber daya alam, sehingga untuk sementara waktu tidak dapat digunakan. Bisa juga diartikan adanya perubahan penggunaan tata ruang atau lahan. Contoh: kawasan hutang lindung dijadikan perkebunan.
Tabel 2.18 Metode Karakterisasi Dasar untuk Dampak Penipisan Persaingan Lahan Kategori dampak: Hasil LCI: Model Karakterisasi: Indikator Kategori: Faktor Karakterisasi: Satuan dari hasil indikator:
Persaingan lahan Penggunaan lahan (dalam m2.yr) Pengumpulan tanpa pembobotan / Unweighted aggregation Penggunaan lahan 1 (tanpa dimensi) m2.yr (sumber: Guinee et al., 2001)
-
Perubahan iklim Perubahan iklim didefinisikan sebagai dampak dari emisi manusia pada radiative forcing (contoh: penyerapan radiasi panas) pada atmosfer. Kebanyakan dari emisi ini meningkatkan radiative forcing dan
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
75
meningkatkan suhu permukaan bumi. Hal ini dikenal sebagai efek gas rumah kaca. Tabel 2.19 Metode Karakterisasi Dasar untuk Dampak Perubahan Iklim Kategori dampak: Hasil LCI: Model Karakterisasi: Indikator Kategori: Faktor Karakterisasi: Satuan dari hasil indikator:
Perubahan iklim Emisi gas rumah kaca ke udara (dalam kg) Model yang dikembangkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang mendefinisikan potensi pemanasan global dari gas rumah kaca yang berbeda Infrared radiative forcing (W/m2) Potensi pemanasan global untuk jangka waktu 100 tahun mendatang(GWP100) untuk setiap emisi gas rumah kaca ke udara (dalam kg CO2 eq/kg emisi) kg (CO2 eq) (sumber: Guinee et al., 2001)
-
Penipisan lapisan ozon stratosfer Penipisan lapisan ozon stratosfer ini berkaitan pada penipisan lapisan ozon stratosfer sebagai hasil dari emisi yang disebabkan oleh manusia/anthropogenic. Hal ini menyebabkan semakin besarnya fraksi dari radiasi solar UV-B yang mencapai permukaan bumi, ini berpotensial pada dampak buruk pada kesehatan manusia, kesehatan hewan, ekosistem terrestrial, ekosistem aquatic, siklus biokimia, dan material.
Tabel 2.20 Metode Karakterisasi Dasar untuk Dampak Penipisan Lapisan Ozon Stratosfer Kategori dampak: Hasil LCI: Model Karakterisasi: Indikator Kategori: Faktor Karakterisasi: Satuan dari hasil indikator:
Penipisan lapisan ozon stratosfer Emisi gas yang berdampak pada penipisan ozon ke udara Model yang dikembangkan oleh World Meteorogical Organization (WMO), yang mendefinisikan potensi penipisan ozon dari beberapa gas berbeda Perusakan lapisan ozon Potensi penipisan ozon di keadaan tetap (ODP steady state) untuks setiap emisi ke udara (dalam kg CFC-11 equivalent/kg emisi) kg (CFC-11 eq) (sumber: Guinee et al., 2001)
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
76
-
Dampak bahan beracun pada manusia / Human Toxicity Kategori dampak ini berkaitan dengan dampak pada kesehatan manusia dari bahan-bahan berbahaya yang ada pada lingkungan.
Tabel 2.21 Metode Karakterisasi Dasar untuk Dampak Bahan Beracun pada Manusia Kategori dampak: Hasil LCI: Model Karakterisasi: Indikator Kategori: Faktor Karakterisasi: Satuan dari hasil indikator:
Dampak bahan beracun pada manusia Emisi bahan berbahaya ke udara, air, dan tanah (dalam kg) USES 2.0 model yang dikembangkan pada RVIM, yang mendeskripsikan fate, exposure, dan efek dari zat berbahaya, yang diadaptasikan untuk LCA Penyerapan harian bahan beracun yang dapat diterima Potensi Human toxicity (HTP) untuk setiap emisi dari bahan beracun ke udara, air, dan atau tanah (dalam kg 1,4dichlorobenzene eq/kg emisi) kg (1,4-dichlorobenzene eq) (sumber: Guinee et al., 2001)
-
Dampak bahan beracun pada ekosistem Kategori ini berhubungan dengan dampak dari bahan berbahaya pada ekosistem air tawar, air laut, dan terestrial. Area yang dilindungi adalah lingkungan dan sumber daya alam. Berikut adalah metode karakterisasi dasar untuk dampak bahan beracun pada ekosistem air tawar
Tabel 2.22 Metode Karakterisasi Dasar untuk Dampak Bahan Beracun pada Ekosistem Air Tawar Kategori dampak: Hasil LCI: Model Karakterisasi: Indikator Kategori: Faktor Karakterisasi: Satuan dari hasil indikator:
Dampak bahan beracun pada ekosistem air tawar Emisi dari bahan beracun pada udara, air, dan tanah(kg) USES 2.0 model yang dikembangkan pada RVIM, yang mendeskripsikan fate, exposure, dan efek dari substances berbahaya, yang diadaptasikan untuk LCA Prediksi konsentrasi lingkungan / Prediksi konsentrasi yang tidak berefek Freshwater aquatic ecotoxicity potential (FAETP) untuk setiap emisi dari bahan beracun ke udara, air, dan tanah (dalam kg 1,4-dichlorobenzene eq/kg emisi) kg (1,4-dichlorobenzene eq) (sumber: Guinee et al., 2001)
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
77
Tabel berikut menunjukkan metode karakterisasi dasar untuk dampak bahan beracun pada ekosistem air laut Tabel 2.23 Metode Karakterisasi Dasar untuk Dampak Bahan Beracun pada Ekosistem Air Laut Kategori dampak: Hasil LCI: Model Karakterisasi: Indikator Kategori: Faktor Karakterisasi: Satuan dari hasil indikator:
Dampak bahan beracun pada ekosistem air laut Emisi dari bahan beracun pada udara, air, dan tanah(kg) USES 2.0 model yang dikembangkan pada RVIM, yang mendeskripsikan fate, exposure, dan efek dari substances berbahaya, yang diadaptasikan untuk LCA Prediksi konsentrasi lingkungan / Prediksi konsentrasi yang tidak berefek Marine aquatic ecotoxicity potential (MAETP) untuk setiap emisi dari bahan beracun ke udara, air, dan tanah (dalam kg 1,4-dichlorobenzene eq/kg emisi) kg (1,4-dichlorobenzene eq) (sumber: Guinee et al., 2001)
Tabel berikut menunjukkan metode karakterisasi dasar untuk dampak bahan beracun pada ekosistem terestrial Tabel 2.24 Metode Karakterisasi Dasar untuk Dampak Bahan Beracun pada Ekosistem Air Terestrial Kategori dampak:
Dampak bahan beracun pada ekosistem terestrial
Hasil LCI:
Emisi dari bahan beracun pada udara, air, dan tanah(kg) USES 2.0 model yang dikembangkan pada RVIM, yang mendeskripsikan fate, exposure, dan efek dari substances berbahaya, yang diadaptasikan untuk LCA Prediksi konsentrasi lingkungan / Prediksi konsentrasi yang tidak berefek Terrestrial ecotoxicity potential (TETP) untuk setiap emisi dari bahan beracun ke udara, air, dan tanah (dalam kg 1,4-dichlorobenzene eq/kg emisi) kg (1,4-dichlorobenzene eq)
Model Karakterisasi: Indikator Kategori: Faktor Karakterisasi: Satuan dari hasil indikator:
(sumber: Guinee et al., 2001)
-
Pembentukan photo-oxidant Pembentukan photo-oxidant adalah pembentukan dari senyawa kimia reaktif (seperti ozon) akibat sinar matahari, dengan sumber utama yaitu polusi udara primer tertentu. Senyawa reaktif ini dapat melukai
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
78
manusia dan ekosistem dan dapat membahayakan tanaman pangan. Photooxidant dapat terbentuk pada lapisan troposfer dalam pengaruh sinar ultraviolet melalui proses oksidasi photochemical dari Volatile Organic Compounds (VOCs) dan karbon monoksida (CO) dengan adanya nitrogen oksida (NOx). Tabel 2.25 Metode Karakterisasi Dasar untuk Dampak Pembentukan Photo-Oxidant Kategori dampak:
Pembentukan photo-oxidant
Hasil LCI:
Emisi dari zat (VOC,CO) ke udara (dalam kg)
Model Karakterisasi:
Model UNECE Trajectory
Indikator Kategori:
Pembentukan lapisan ozon troposfer Photochemical ozone creation potential (POCP) untuk
Faktor Karakterisasi:
setiap emisi dari VOC atau CO ke udara (dalam kg ethylene eq./kg emisi)
Satuan dari hasil indikator:
kg (ethylene eq) (sumber: Guinee et al., 2001)
-
Pengasaman/ Acidification Polusi yang bersifat mengasamkan memiliki banyak dampak pada tanah, air bawah tanah, air di permukaan tanah, organisme biologi, ekosistem, dan material. Polusi yang bersifat mengasamkan yang paling utama adalah SO2, NOx, dan NHx.
Tabel 2.26
Metode Karakterisasi Dasar untuk Dampak Pengasaman
Kategori dampak: Hasil LCI: Model Karakterisasi: Indikator Kategori: Faktor Karakterisasi: Satuan dari hasil indikator:
Pengasaman Emisi dari polusi yang mengasamkan ke udara (dalam kg) RAINS10 model, yang dikembangkan pada IIASA, yang mendeskripsikan fate, deposition dari zat yang bersifat mengasamkan yang diadaptasikan untuk LCA Beban kritis pengasaman Acidification potential (AP) untuk setiap emisi yang bersifat mengasamkan ke udara (dalam kg SO2 eq./kg emisi) kg (SO2 eq) (sumber: Guinee et al., 2001)
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
79
-
Eutrophication Eutrophication mencakup semua dampak yang potensial pada tingkat nutrisi makro lingkungan yang berlebihan, seperti nitrogen (N) dan fosforus (P). Jumlah nutrisi yang berlebihan dapat menyebabkan pertukaran komposisi spesies yang tidak diinginkan dan peningkatan produksi biomass pada ekosistem air dan terestrial. Konsentrasi nutrisi yang tinggi dapat menyebabkan air di permukaan tidak dapat digunakan sebagai sumber air minum. Pada ekosistem air, peningkatan produksi biomasa dapat berakibat pada tingkat oksigen yang rendah, karena adanya tambahan konsumsi oksigen dalam dekomposisi biomasa (yang diukur sebagai BOD, biological oxygen demand).
Tabel 2.27
Metode Karakterisasi Dasar untuk Dampak Eutrophication
Kategori dampak: Hasil LCI: Model Karakterisasi: Indikator Kategori: Faktor Karakterisasi: Satuan dari hasil indikator:
Eutrophication Emisi dari bahan gizi ke udara, air, dan tanah (dalam kg) Prosedur stoikiometri, yang mengidentifikasi keseimbangan antara N dan P untuk sistem terestrial dan akuatik Endapan / Keseimbangan N/P dalam biomasa Eutrophication potential (EP) untuk setiap eutrophying emissions ke udara, air dan tanah (dalam kg PO43- eq/kg emisi) kg (PO43- eq) (sumber: Guinee et al., 2001)
Pada tahap klasifikasi, hasil Analisis inventori diklasifikasikan pada kategori dampak yang sesuai. Pada tahap karakterisasi, dilakukan perhitungan antara setiap hasil inventori dengan faktor karakterisasi yang sesuai pada kategori tersebut, dan kemudian perhitungan diolah untuk menghasilkan sebuah skor: hasil indikator. Sebuah kumpulan yang lengkap dari hasil kategori indikator menghasilkan sebuah profil lingkungan. ISO 14042 mendefinisikan normalisasi sebagai perhitungandari besarnya hasil indikator relatif terhadap informasi referensi. Tujuan utama dari menormalkan hasil kategori indikator adalah untuk pemahaman yang lebih baik mengenai kepentingan relatif dan besarnya hasil kepentingan terhadap setiap sistem produk dalam studi ini. UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
80
Dua tahap terakhir dalam fase ini, yaitu tahap pengelompokan dan pembobotan merupakan tahap yang optional. Tahap pengelompokan merupakan sebuah tahap yang menyatukan kategori dampak menjadi satu atau lebih kelompok, sedangkan tahap pembobotan menentukan faktor numerikal untuk setiap kategori dampak yang dinilai menurut kepentingan relatifnya.
2.6.2.4 Interpretasi Elemen utama dari fase ini adalah evaluasi hasil dan formulasi dari kesimpulan dan rekomendasi dari studi ini. Fase ini terdiri dari beberapa tahap: -
pengecekan mengenai konsistensi, dengan tujuan untuk menentukan apakah asumsi, metode, model dan data konsisten terhadap tujuan dan lingkup studi, mengenai siklus hidup produk dan opsi lainnya
-
pengecekan mengenai kelengkapan, dengan tujuan untuk memastikan semua informasi yang relevan dan data yang dibutuhkan untuk fase interpretasi sudah tersedia dan lengkap
-
Analisis kontribusi, dimana terjadi perhitungan kontribusi keseluruhan pada hasil dari berbagai faktor. Analisis ini menjawab pertanyaan tentang kontribusi dari aliran lingkungan, proses, dan dampak yang spesifik terhadap nilai akhir
-
Analisis gangguan, yang mempelajari efek dari perubahan kecil di dalam sistem dari hasil LCA
-
Analisis sensitivitas dan ketidakpastian Elemen ini menilai pengaruh dari hasil variasi dalam data proses, pemilihan model, dan variabel lainnya.
-
penarikan kesimpulan dan rekomendasi, dilakukan berdasarkan hasil dari langkah-langkah sebelumnya dari fase interpretasi
2.7
STOIKIOMETRI Stoikiometri merupakan bidang ilmu kimia yang mempelajari hubungan
kuantitatif antara zat-zat yang terlibat reaksi kimia, baik sebagai pereaksi maupun sebagai hasil reaksi. Stoikiometri juga mempelajari perbandingan massa dan jumlah mol antar antar unsur-unsur dalam suatu rumus kimia.
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.
81
2.7.1
Massa Atom Nilai massa atom relatif (Ar) diperoleh dengan membandingkan suatu
atom dengan massa atom yang lain. Sebagai pembanding, ditetapkan sebesar 1/12 dari massa satu atom C-12. Berikut adalah beberapa massa atom relatif dari beberapa unsur Tabel 2.28
Tabel Massa Atom Relatif
Unsur S N H O P Ca K Mg B Cl C Na
Ar (gram/mol) 32.064 14.0067 1.00797 15.9994 30.9738 40.08 39.102 24.312 10.811 35.452 12.01115 22.9898
(sumber: Tabel Periodik Unsur Kimia, n.d.) 2.7.2
Massa Molekul Nilai massa molekul (Mr) merupakan perbandingan massa molekul zat
dengan 1/12 massa 1 atom C-12. Massa molekul relatif suatu zat sama dengan jumlah massa atom relatif atom-atom penyusun molekul zat tersebut. 2.7.3
Rumus Empiris Rumus empiris atau rumus sederhana menyatakan perbandingan mol
unsur-unsur dalam suatu senyawa.
UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.