BERITA
w w w. k o m n a s p e r e m p u a n . o r . i d
KOMNAS PEREMPUAN EDITORIAL
Edisi 15 DESEMBER 2014
16 Tahun Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
K
Dok. Komnas Perempuan
73 kabupaten/kota dan 28 omisi Nasional propinsi yang terlibat. Jumlah Anti Kekerasan penyelenggara ini mengalami terhadap Perempuan kenaikan signifikan, yaitu (Komnas Perempuan) dari 37 organisasi di 33 telah berusia 16 tahun. 16 Kabupaten/Kota di 21 tahun lampau, beberapa tokoh Provinsi di tahun 2010. perempuan mewakili kelompok Masyarakat Anti Kekerasan Komnas Perempuan menghadap ke Presiden B.J menyayangkan indikasi Habibie, meminta permintaan terjadinya tes keperawanan maaf negara atas terjadinya di Kepolisian (dan TNI) kekerasan seksual yang dialami dengan membuat pernyataan Diskusi “Refleksi 16 Tahun Rekam Juang Komnas Perempuan: Peran Strategis oleh mayoritas perempuan etnis sikap: “Hentikan Praktik Bersama dan Upaya Mengokohkan untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Tionghoa di Tragedi Mei ’98. Tes Keperawanan, Tunaikan Perempuan di Indonesia” Temuan Tim Gabungan Pencari Tanggung jawab Negara Fakta (TGPF) telah memverifikasi sejumlah kasus kekerasan seksual atas Pemenuhan Hak Bebas dari Diskriminasi dan dalam peristiwa itu. Sejarah 16 tahun kelam misteri, masih teringat Kekerasan terhadap Perempuan” (21/11/2014). Komnas hingga kini aktor intelektualnya belum terungkap. 16 tahun Perempuan juga menyayangkan diberlakukannya kebijakan peristiwa kekerasan seksual masih: Disangkal! 16 tahun Komnas diskriminatif di Aceh dengan hadirnya, Qanun Jinayat. Perempuan berupaya melawan upaya penyangkalan tersebut. Tak berselang lama, terjadi kasus kriminalisasi di Langsa. Ketika merayakan 16 tahun kelahirannya, Komnas Perempuan Perempuan yang sedang hamil mengalami perkosaan, mengundang perempuan yang pernah mendatangi presiden setelahnya tetap mengalami kriminalisasi dengan hukuman kala itu, termasuk mengundang mantan presiden B.J Habibie. cambuk atas tuduhan pelanggaran aturan daerah. Oleh Kehadiran mereka menjadi semangat untuk mengingat dan karenanya, Komnas Perempuan meminta pemerintah melawan lupa (15/10/2014). meninjau kembali segenap aturan daerah termasuk di Aceh. Dalam Pernyataan Sikap terkait Proses Hukum Beberapa kegiatan yang telah dilakukan, seperti Laporan terhadap Korban Perkosaan yang Dituduh Melakukan Pertanggungjawaban Publik Komisi Paripurna 2010-2014 Pelanggaran Aturan Daerah (Qanun) tentang Khalwat di (11/12/2014) dan launching naskah buku “Memecah Kebisuan: Aceh (29/11/2014), menyatakan: “Dalam situasi genting Agama Mendengar Suara Perempuan Korban Kekerasan Demi ini, Komnas Perempuan mendesak Presiden RI, Joko Keadilan: Respon Hindu, Buddha dan Khonghucu” (12/12/2014). Widodo, agar segera mengambil langkah-langkah sistematis Kegiatan penggalangan dana Pundi Perempuan, untuk Women’s untuk memperbaikinya secara mendasar, termasuk dengan Crisis Center, terus dilakukan. Komnas Perempuan turut serta membatalkan qanun jinayat (aturan daerah tentang hukum mementaskan Opera Clara karya Ananda Sukarlan, adopsi cerpen pidana) dan meninjau ulang pendelegasian kewenangan Seno Gumira Ajidarma, tentang gadis Tionghoa yang diperkosa kehakiman dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh.” pada Tragedi Mei ’98 (13-14/12/2014). Newsletter kali ini menyoroti Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (25 November-10 Desember) 2014 yang telah usai. Siaran pers terkait kampanye ini “RUU Kekerasan Seksual dan Sikap Proaktif Masyarakat untuk Penanganan Komprehensif bagi Perempuan Korban” (24/11/2014), menyatakan peningkatan jumlah mitra yang berpartisipasi. Setidaknya ada 137 organisasi,
Redaksi berharap, newsletter edisi 15 dapat melengkapi berbagai informasi yang tersedia di media website dan jejaring sosial yang dimiliki Komnas Perempuan. Semoga newsletter ini dapat menyelami khasanah pembaca untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan.n Arkian, Selamat membaca!
www.komnasperempuan.or.id 2014 EDISI 15 Berita Komnas Perempuan
| 1
AKTIVITAS Rabu Perempuan: Serba Serbi Pernikahan Antar Negara
K
KPC Melati juga mengedukasi perempuan Indonesia yang akan menikah dengan WNA mengenai pentingnya memiliki surat dan dokumentasi yang lengkap dan legal. Sedangkan untuk menghindari penipuan perkawinan, seorang WNA pun wajib memberikan surat keterangan lajang yang dikeluarkan oleh kedutaannya, termasuk segala kelengkapan surat yang berhubungan dengan hal-hal prosedural. Hal ini menjadi cara yang
DAFTAR ISI 1
Aktivitas
2, 4, 6, 9
Khusus
Rabu Perempuan bersama Komunitas KPC Melati
sangat ampuh untuk menghindari kejahatan perkawinan selain menghindari oknum pemeras. Mempelajari dengan baik hukum di negara calon pasangan juga sangat penting, karena jika terjadi KDRT atau perceraian, segera mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan. Diperlukan kemauan dan usaha yang besar dari perempuan Indonesia untuk melindungi dirinya dengan cara mengikuti tata tertib administrasi, melek hukum (terutama hukum yang membahas masalah KDRT dan hak-hak isteri) dan disarankan untuk membuat perjanjian pra-nikah .n (Mia Olivia)
Penanggung Jawab:
Editorial Fokus Utama
Dok. Komnas Perempuan
omnas Perempuan mengundang Rina Zoet dari keluarga Komunitas Perkawinan Campuran Melalui Tangan Ibu/ KPC Melati untuk membincangkan Rabu Perempuan dengan tema “Serba Serbi Pernikahan Antar Negara”(12/11/2014). KPC Melati didirikan atas keprihatinan dan berupaya memperjuangkan dwi kewarganegaraan anak yang lahir dari hasil perkawinan antara perempuan WNI dan WNA. Akhirnya pada tahun 2006 dikeluarkan peraturan bahwa anak yang lahir setelah 1 Agustus 2006, dari perkawinan campuran, memiliki dwi kewarganegaraan dan dapat memilih kewarganegaraannya sendiri setelah berusia 18 tahun (UU No 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan).
3 5, 11
Sub Komisi Partisipasi Masyarakat: Andy Yentriyani, Arimbi Heroepoetri, Neng Dara Affiah Redaktur Pelaksana: Chrismanto Purba Kontributor: Ayub Wahyudi, Asma’ul Khusnaeny, Mia Olivia, Salamun Ali Mafaz,
Info Hukum
7
Pantau
8
Resensi
11
Glosarium
12
@KomnasPerempuan
Terobosan Kebijakan
12
Komnas Perempuan-Group
Alamat Redaksi: Jl. Latuharhary No. 4B, Jakarta 10310, Telp. (021) 3903963, Fax. (021) 3903922, www.komnasperempuan.or.id
Silakan kirim masukan dan kritik Anda ke:
[email protected] 2
| Berita Komnas Perempuan
EDISI 15 2014 www.komnasperempuan.or.id
FOKUS UTAMA Peluncuran Laporan dari Tim Gabungan Advokasi untuk Pemulihan Hak Pengungsi Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat Oleh Chrismanto Purba Redaksi Komnas Perempuan
Pada kesempatan ini Lili Pintauli (LPSK), memberikan rekomendasi bahwa, “Polda NTB agar memberikan kepastian hukum kepada Jamaah Ahmadiyah, dan memberikan perlindungan rasa aman terhadap pengungsi Ahmadiyah di NTB”. Sedangkan Maria Ulfah (KPAI) menerangkan masih terbatasnya akses pemulihan dan pemenuhan hak-hak dasar kepada para perempuan dan anak selama masa pengungsian, “Dampaknya ke anak adalah seperti sulitnya pengurusan hak akte kelahiran anak, hak kesehatan termasuk hak pendidikan karena anak ikut dipindahkan sekolahnya.” Maria Ulfah menambahkan bahwa selama ini masih terjadi diskriminasi dalam pelayanan publik. Masruchah, Wakil Ketua Komnas Perempuan, menjelaskan bahwa terjadinya kekerasan terhadap Ahmadiyah di NTB, mengungsi di selama bertahun-tahun di negeri sendiri, dan bahkan tidak mendapatkan akses pemenuhan kebutuhan sosial selama di pengungsian adalah akibat, “Ini bagian dari implikasi karena keyakinannya dianggap tidak benar, itu yang pertama. Selanjutnya yang kedua adalah konflik ini terjadi juga karena adanya nilai-nilai patriarki yang masih besar.” Respon Komnas Perempuan sendiri, sejak mulai adanya kasus Jamaah Ahmadiyah NTB ini adalah dengan terus mendorong pemenuhan tanggung jawab negara dalam perlindungan hak-hak warga negara khususnya perempuan untuk bebas dari kekerasan dan diskriminasi dengan: a). Melakukan pemantauan kondisi penyerangan terhadap
Dok. Komnas Perempuan
K
omisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bersama lembaga lainnya seperti Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Ombudsman Republik Indonesia menghelat acara peluncuran Laporan Tim Gabungan Advokasi Jamaah Ahmadiyah Nusa Tenggara Barat (NTB) di kantor Ombudsman (08/12/2014). Peluncuran laporan ini turut mengundang para wakil dari setiap lembaga tersebut sebagai narasumber. Komnas Perempuan diwakilkan oleh Masruchah (Wakil Ketua) dan Andy Yentriyani (Komisioner) yang menjadi moderator dalam acara tersebut. Laporan dari Tim Gabungan ini mengambil judul Pemulihan Hak Hak Pengungsi di NTB.
Tim Gabungan Advokasi untuk Pemulihan Hak Pengungsi Ahmadiyah di NTB menyampaikan laporannya
Jamaah Ahmadiyah NTB pada 24-29 Mei dan 2023 Agustus 2006; b). Melakukan peluncuran publik Laporan Pemantauan tentang Perempuan dan Anak Ahmadiyah Mengalami Diskriminasi Berlapis pada Mei 2008; c) Mengintegrasikan laporan kondisi perempuan Ahmadiyah dalam berbagai laporan Komnas Perempuan kepada Pemerintah Indonesia dan publik, serta ke komite HAM PBB diantaranya Laporan ke Komite CERD, Laporan ke Komite CEDAW, laporan Universal Periodic Review (UPR); d). Mengintegrasikan temuan kondisi perempuan dalam kasus penyerangan terhadap Jamaah Ahmadiyah NTB ke dalam laporan pemantauan Komnas Perempuan, termasuk melalui pelaporan Pelapor Khusus Komnas Perempuan tentang Kebebasan Beragama di Indonesia; e). Mengintegrasikan laporan kondisi perempuan dalam kasus penyerangan terhadap Jamaah Ahmadiyah NTB ke dalam laporan-laporan Komnas Perempuan di berbagai forum nasional dan internasional. Selain itu, “Komnas Perempuan pada bulan Desember ini juga akan bertemu dengan Tim Pelapor Khusus yang diketuai oleh Shinta Nuriyah Wahid. Sebelumnya Komnas Perempuan juga telah megadakan pelatihan/ workshop dengan Sekda dan Biro Hukum NTB,” ujar Masruchah. Pada bagian kesimpulan dari laporan ini, Komnas Perempuan juga menyatakan bahwa Perempuan Ahmadiyah telah mengalami pemiskinan. Masruchah membacakan setidaknya ada 3 hal penting yang mengenai hal tersebut: 1).Perempuan Ahmadiyah mengalami pemiskinan, karena diusir berulang kali dari tempat tinggal menyebabkan mereka kehilangan
www.komnasperempuan.or.id 2014 EDISI 15 Berita Komnas Perempuan
| 3
inisiatif dibolehkan mengurus KTP kepada Jamaah Ahmadiyah meskipun prosesnya memakan waktu yang cukup lama. Ombudsman NTB juga memiliki inisiatif mengadakan diskusi rutin dengan pihak bupati dan segenap pihak.
sumber penghidupan terutama kebun, sawah, rumah dan tempat usaha. Perempuan juga kesulitan memulai usaha yang baru karena tidak ada jaminan keamanan; 2). Perempuan Ahmadiyah mengalami penurunan terhadap akses kehidupan yang layak karena kerap mengalami gangguan dan ancaman ketika sedang berjualan di pasar, karena keyakinannya Ahmadiyah. Perempuan juga tidak bisa mengakses bantuan pemerintah karena tidak memiliki KTP; 3). Perempuan Ahmadiyah kesulitan mengakses bantuan kesehatan karena selalu berhadapan dengan berbagai pertanyaan terkait tempat tinggalnya di pengungsian dan pada akhirnya pertanyaan tentang keyakinannya Ahmadiyah.
Jamaah Ahmadiyah NTB, terhitung sejak tahun 1996, telah menjadi pengungsi selama 13 tahun. Setidaknya terdapat 9 kali penyerangan dalam skala besar yang telah mereka alami. Penyerangan terhadap Jamaah Ahmadiyah NTB yang dianggap terbesar dan banyak diliput media adalah pada tahun 2002. Dari sejumlah pengalaman akan penyerangan tersebut, maka tiap kali mengendus akan adanya serangan, beberapa perempuan memiliki kebiasaan menggali tanah di sekitar rumah mereka dan menguburkan beberapa peralatan rumah tangga mereka, harapannya ketika serangan dirasa mulai reda, mereka kembali mengambil dan menggunakannya kembali.n
Laporan dari Tim Gabungan ini nantinya akan diserahkan kepada Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri dan Presiden. Terdapat pemberitaan positif dari Nusa Tenggara Barat, dengan sudah ada
AKTIVITAS Kampanye Poster “Tanpa Bhinneka Bukan Indonesia” Bina Nusantara. Sedangkan puncak acara berlangsung tanggal 1 November dengan rangkaian diskusi kebhinnekaan bersama narasumber Nia Sjarifuddin (Aliansi Bhinneka Tunggal Ika), konser mini SIMPONI (Sindikat Musik Penghuni Bumi) dan lomba mewarnai untuk anak usia belia.
K
Dok. Komnas Perempuan
Sister in Islam di Komnas Perempuan
omnas Perempuan mengadakan Kampanye Poster Bhinneka dengan tema “Tanpa Bhinneka Bukan Indonesia” di Tebet Green (27/10-1/11). Tema ini diambil selain untuk merayakan Sumpah Pemuda juga untuk menemukan kembali makna kebersamaan dalam keberagamaan Sumpah Pemuda di kalangan pemuda dan remaja saat ini. Kegiataan ini menghadirkan sejumlah poster karya pengajar dan mahasiswa/i DKV Universitas
4
| Berita Komnas Perempuan
“Kita tidak protes saat naik kereta di dalamnya ada orang beragama apapun, suku apapun, warna baju, jenis rambut, bau badan, kita tetap naik kereta itu menuju kantor. Sampai di kantor kita pun akan menemukan perbedaan lagi, agama, suku, warna rambut, hobi, baju, sepatu dan sejuta perbedaan lainnya. Kita bisa menerima perbedaan itu, lantas kenapa kita harus ribut-ribut soal si A agama anu, si B suku anu saat di ruang publik yang lebih luas?,” ujar Nia Sjarifuddin saat menjadi narasumber. Menurutnya, ber-bhinneka merupakan hal lumrah. Konser mini dari SIMPONI menutup acara ini. Ini penampilan perdana SIMPONI setelah lagu Sister in Danger menjadi juara satu di Sounds of Freedom di London, Inggris (12/10/2014). n (Mia Olivia)
EDISI 15 2014 www.komnasperempuan.or.id
KHUSUS Laporan Pertanggungjawaban Paripurna Periode 2010-2014 Perkokoh Pengetahuan Mekanisme HAM Perempuan & Dukungan Bersama Hapuskan Kekerasan terhadap Perempuan untuk Bangsa Indonesia
K
omisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melaporkan bahwa di tengah banyaknya tantangan, ada 7 capaian utama kerja paripurna periode 2010-2014 yang penting bagi terciptanya kondisi yang kondusif untuk penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Ketujuh capaian itu adalah (a) perbaikan kerangka hukum dan kebijakan untuk memutus rantai pelembagaan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan, (b) penguatan perempuan korban kekerasan dan diskriminasi, (c) peneguhan komitmen negara untuk mendukung pemulihan korban, (d) bangunan pengetahuan yang semakin utuh tentang kekerasan terhadap perempuan, (e) peningkatan penyikapan masyarakat untuk turut menghapus kekerasan terhadap perempuan dan (f) penguatan kerja lintas institusi nasional untuk pemajuan pemenuhan hak-hak warga negara dan (g) sinergi dengan mekanisme HAM tingkat regional dan global. Capaian-capaian tersebut memperkuat kiprah kepemimpinan Komnas Perempuan sebagai lembaga nasional hak asasi manusia (LNHAM) dengan mandat khusus untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Dalam periode 2010-2014, situasi lokal, nasional dan internasional yang kompleks dan kerap kontradiktif menjadi tantangan kerja Komnas Perempuan. Kita bekerja dalam sistem reformasi dan otonomi daerah yang sedang mencari pola koordinasi dan pengawasan di tengah tumpang tindih praktik pelaksanaan kewenangan; posisi negara yang gamang di tengah menguatnya politisasi dan supremasi agama; isu hak asasi yang diadopsi dalam tataran formal ornamental, namun belum menjadi peradaban dan komitmen yang meresap dalam cara berbangsa dan tindak budaya; non state actor yang masih belum tersentuh tanggung jawab tetapi pengendali kebijakan; keberanian korban bersikap yang belum diimbangi dengan kesiapsiagaan negara merespon dan mendekatkan akses keadilan; masyarakat sipil yang sedang mencari format baru arah gerakan dengan skema politik yang berubah; dinamika regional dan internasional yang bisa menjadi peluang sekaligus tantangan; dinamika sosio-politik-ekonomi-budaya; dan juga geliat mekanisme HAM yang sedang mencari bentuk dan mengakarkan kerja. Di tengah situasi ini, Komnas Perempuan bersyukur bahwa kerja keras ini, pertama, membuahkan perbaikan kerangka hukum dan kebijakan yang penting untuk memutus rantai pelembagaan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan. Diantaranya, lahirnya UU No. 23 Tahun 2014 yang secara tegas meneguhkan prinsip non diskriminasi dalam penyusunan kebijakan dan Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materi yang menghapus batas waktu 180 hari untuk pengajuan judicial review sejak aturan daerah ditetapkan. Aturan-aturan ini sangat penting mengingat jumlah kebijakan diskriminatif atas nama agama
dan moralitas terus meningkat, yaitu dari 154 kebijakan diskriminatif di tahun 2009 menjadi 365 kebijakan diskriminatif di tahun 2014. Komnas Perempuan juga turut mendorong ratifikasi Konvensi Migran (2012) dan memastikan perempuan menjadi perhatian UU Penanganan Konflik Sosial (2012). Kedua, Komnas Perempuan dapat menjadi mekanisme yang menguatkan upaya perempuan korban kekerasan dan diskriminasi memperjuangkan keadilan, misalnya melalui mekanisme surat dukungan, pemantauan dan penyikapan kritis terhadap berbagai kebijakan dan program pemerintah serta perilaku aparat negara. Kami berbangga dapat turut memfasilitasi langkah proaktif perempuan Ahmadiyah, Lajnaimaillah, untuk menyusun laporan independen ke komite CEDAW, dan perempuan penyandang disabilitas menyusun laporan bersama ke Komite HAM dalam kajian periodik pelaksanaan komitmen negara untuk pemenuhan hak sipil dan politik. Begitupula dengan yang dirasakan oleh perempuan Papua yang turut mengembangkan pendekatan anyam noken, yaitu pemaduan proses pemantauan dengan pemulihan. Ketiga, kerja bersama dengan komunitas korban dan pendamping juga menghasilkan peneguhan komitmen negara dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu, yaitu oleh Pemprov DKI dan Pemkot Solo dengan mendukung memorilisasi Tragedi Mei 1998 dan Pemkot Palu untuk pemulihan korban 1965. Peneguhan komitmen ini juga tampak dalam kerja bersama berbagai pemerintah daerah dalam hal penanganan perempuan korban, misalnya Maluku, Jawa Tengah dan Kalimantan Tengah, dan juga dalam mencegah lahirnya kebijakan diskriminatif, misalnya Pemprov Nusa Tenggara Barat dan Jawa Barat. Keempat, Komnas Perempuan melalui fungsi pemantauan, kajian dan refleksi dari pelaksanaan program kerja menghadirkan bangunan pengetahuan yang semakin utuh tentang kekerasan terhadap perempuan. Pengetahuan yang dimaksud a.l. tentang kekerasan seksual, pemiskinan perempuan, kekerasan dalam praktik budaya, mekanisme informal, hukum dan penghukuman, celah kerentanan dan perlindungan pekerja rumah tangga dan PRT migran, security sector reforms, dan pemulihan yang berbasis komunitas, serta melalui Catatan Tahunan yang terselenggara atas dukungan berbagai lembaga layanan bagi perempuan korban. Kelima, Komnas Perempuan berbangga karena semakin banyak kelompok masyarakat yang secara proaktif dan semangat kesukarelawanan menyambut guliran isu untuk ditangani bersama-sama. Situasi ini a.l. tampak dalam kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dimana pada tahun 2010 diikuti
www.komnasperempuan.or.id 2014 EDISI 15 Berita Komnas Perempuan
| 5
Di akhir periode ini, Komnas Perempuan mendorong pemerintah Indonesia untuk memprioritaskan (a) upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, (b) penanganan kebijakan diskriminatif, termasuk dalam konteks pelaksanaan otonomi khusus di Aceh dan intoleransi beragama, (c) penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu dan penanganan konflik yang mengintegrasikan penyelesaian kasus kekerasan terhadap perempuan, (d) mengawasi dan memperbaiki implementasi hukum dan kebijakan untuk memastikan akses perempuan korban atas keadilan, termasuk memastikan integrasi sungguh-sungguh pemahaman HAM dan keadilan gender dalam pendidikan untuk aparat penegak hukum dan aparat penyelenggara negara, serta kurikulum pendidikan nasioanl dan, (e) memperkuat dukungan bagi lembaga pengadalayanan untuk perempuan korban kekerasan dan bagi mekanisme HAM perempuan. Paripurna 2010-2014 secara khusus meminta dukungan dari semua pihak untuk kepemimpinan Komnas Perempuan di periode berikutnya, 2015-2019 untuk Indonesia bebas kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan. Jakarta, 11 Desember 2014. n
oleh 37 organisasi menjadi 137 organisasi di tahun 2014. Keenam, upaya menguatkan koordinasi lintas institusi semakin menampakkan wujud lewat, a.l., pelaksanaan Sidang HAM tahunan, pemantauan 3 LNHAM dan LPSK dalam kasus Sampang, dan kemudian bersamasama dengan ORI dalam kasus pengungsian Ahmadiyah di Transito, serta MoU Komnas Perempuan dengan Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Peradi. Sinergi dalam mengupayakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan juga menguat dalam kerjasama di tingkat regional dan internasional; lewat pelaporan berkala di mekanisme HAM PBB dan berbagai forum strategis. Seluruh upaya Komnas Perempuan telah menjadikan Komnas Perempuan sebagai salah satu wajah kepemimpinan Indonesia di dunia dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan, sebagaimana diakui a.l. oleh Komisioner Tinggi PBB untuk HAM dalam kunjungannya ke Indonesia, 2013.
AKTIVITAS Workshop Penyusunan Naskah Buku Memecah Kebisuan
Dok. Komnas Perempuan
Komnas Perempuan bersama Tokoh Agama Merumuskan Naskah Buku Memecah Kebisuan
K
omnas Perempuan bersama tokoh agama melakukan workshop finalisasi untuk penyusunan naskah buku “Memecah Kebisuan: Agama Mendengar Suara Perempuan Korban Kekerasan Demi Keadilan” (1819/11/2014). Memecah Kebisuan ini merupakan kelanjutan dari periode tahun 2007-2009. Tahun 2014 ini, Komnas Perempuan kembali bekerjasama menyusun buku ini bersama Wanita Theravada Indonesia, Wanita Buddhis Indonesia, Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN), dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). 6
| Berita Komnas Perempuan
Di agama Buddha terdapat kisah para Theri dalam Brahmanisme, mengenai kelahiran anak laki-laki yang jauh lebih penting dibandingkan anak perempuan. Dalam tradisi Brahmanisme, perempuan hanya akan dihargai jika mampu memberikan keturunan laki-laki, setelah hadirnya Sang Buddha, maka perempuan tidak lagi memikul kewajiban hanya untuk melahirkan anak laki-laki. Sang Buddha menyatakannya dalam Suttanipata bagian dari Tipitaka, bahwa perempuan dapat lebih mulia daripada laki-laki. Sementara di dalam ajaran Hindu, posisi laki-laki dan perempuan begitu dimuliakan sebagai mitra membangun kehidupan di dunia (alam saka) dan kedamaian abadi di akhirat (alam niskala). Kitab suci agama Hindu mengajarkan agar setiap orang berbuat berdasarkan svadharma, yaitu kualitas profesi yang melekat pada dirinya. Agama Hindu pun tidak mengenal adanya dikotomi gender. Laki-laki dan perempuan diciptakan untuk tujuan Dharma dan melaksanakan svadharma. Mereka memiliki hak untuk memilih peran di dalam kehidupannya. Sehingga, kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh jenis kelamin atau kastanya. n (Salamun Ali Mafaz)
EDISI 15 2014 www.komnasperempuan.or.id
INFO HUKUM Workshop Pemahaman Gender Stereotype bagi Hakim Oleh Asmaul Khusnaeny Divisi Reformasi Hukum dan Kebijakan
P
emahaman perlindungan HAM serta perspektif gender para hakim yang minim dalam membuat sebuah keputusan akan semakin menghambat para perempuan korban untuk mencari keadilan. International Commission of Jurists (ICJ) for Asia and Pacific, lembaga kemanusiaan internasional untuk hakim se-Asia dan Pasifik bekerjasama dengan Pemerintah Kanada dan UN Women melakukan workshop yang bertujuan untuk menyusun casebook (kumpulan putusan hakim) yang mengintegrasikan CEDAW di dalamnya. Nantinya akan dihasilkan booklet Panduan bagi Para Hakim agar putusannya tidak mengandung gender stereotype. Workshop ini sebagai bagian dari kegiatan penelitian yang dilakukan untuk 8 negara ASEAN, antara lain Filipina, Thailand, Kamboja, Laos, Indonesia, Burma, Timor Leste dan Vietnam. Kegiatan ini berlangsung selama 2 hari di Bangkok-Thailand (1516/10/2014) Gambaran situasi menguatnya akar budaya patriarki yang melahirkan diskriminasi sebagai salah satu bentuk ketimpangan gender, sangat mempengaruhi pemikiran hakim dalam memutuskan perkara. Perempuan masih dianggap sebagai obyek, warga negara kelas dua, posisinya dipandang lebih rendah dibanding laki-laki sehingga perempuan tidak jelas di mata hukum (apalagi korban penyadang difable), prinsip pembelaan diri perempuan korban berbeda bila dibandingkan pelaku di dalam proses pengadilan. Gender stereotype dilekatkan pada tubuh perempuan, hal ini berdampak perempuan tidak memiliki independensi atas kediriannya. Mirisnya, Negarapun tetap melegitimasi perlakuan diskriminatif atas tubuh perempuan yang mewujud pada kebijakankebijakan publik. Merespon kondisi ini, dalam Sidang Komisi HAM PBB pada 3 Maret 2014, Navi Pillay mengatakan agar mendorong pemberantasan gender stereotype dalam pengadilan.
Sebenarnya ada 6 nilai prinsip Bangalore yang harus dimiliki oleh seorang hakim yakni: a) independen sebagai prasyarat pengadilan harus bebas dari ancaman langsung dan tidak langsung; b) imparsiality (tidak memihak); c) integrity; d) propriety; e) equality; f ) competence; dan diligence. Dari 8 negara ASEAN, Filipina dan Thailand dapat dijadikan sebagai contoh negara yang baik. Filipina telah memiliki Hukum RA 9710 sebagai implementasi dari Magna Charta of Women 2009. Pada tahun 2000, Filipina telah menggabungkan diskriminasi ke dalam implementasi hukum negara. Perkara Ang Ladlad LGBT Party vs Komisi Pemilu 2010, di mana putusan hakim setingkat Mahkamah Agung telah menerapkan prinsip CEDAW. Juga kasus kekerasan fisik Garcia vs Judges Drilon. Pengalaman baik yang sudah dilakukan di Filipina adalah mengeluarkan kasus PKDRT dari ranah privat ke ranah publik, juga mengatur marital rape. Thailand memiliki Bangkok Rules yang menerapkan kebutuhan khusus bagi narapidana perempuan yang memerlukan. Bangkok Rules mengatur tentang prinsipprinsip rehabilitasi, mengatur cara-cara alternatif untuk pelanggar perempuan dan anak, mengatur model penahanan bagi pelaku dengan melihat faktor-faktor seperti latar belakang pelaku seperti motif, pendidikan, dll. Bangkok Rules berisi pencegahan, penanganan pelaku, pemulihan bagi pelaku di tahanan. Administrasi yang ramah, membangun klinik sosial dan psikologi, mediasi dan pusat konsiliasi dan tidak ada konfrontasi di pengadilan, tersedianya pendamping psikologis bagi korban, termasuk pasca konsiliasi pasangan yang kemudian rujuk tetap berhubungan dengan konselor domestik agar mencegah terjadinya kekerasan berulang. Undang-Undang KDRT pada Pasal 4, pelaku KDRT dihukum 6 bulan dan denda, bila korban mengalami luka maka pelaku akan dipenjara selama 4 tahun, dan denda sebesar 40 ribu bath. Rekomendasi dari hasil workshop ini adalah: 1) Perlu tindak lanjut atau mendorong adanya Task Force Gender dalam institusi pengadilan; 2) Code of conduct untuk perilaku hakim untuk mengacu pada Bangalore Principle; 3) Isu budaya akan menjadi tantangan ke depan. n
www.komnasperempuan.or.id 2014 EDISI 15 Berita Komnas Perempuan
| 7
PANTAU Dari Diskusi Anyam Noken Papua Sampai Membesuk Eva Bande di Palu (Kampanye 16HAKtP 2014) Oleh Divisi Partisipasi Masyarakat
Dok. Komnas Perempuan
K16HAKtP di Papua berbarengan dengan Rapat Jaringan TIKI
K
omnas Perempuan bersama mitra kembali melaksanakan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan/ K 16HAKtP (25 November–10 Desember 2014). Terkait dengan kampanye tahun 2014 ini, Komnas Perempuan mengeluarkan siaran pers “RUU Kekerasan Seksual dan Sikap Proaktif Masyarakat untuk Penanganan Komprehensif bagi Perempuan Korban”(24/11/2014), yang menyatakan setidaknya ada 137 organisasi, 73 kabupaten/kota dan 28 propinsi yang terlibat. Jumlah penyelenggara ini mengalami kenaikan signifikan, yaitu dari 37 organisasi di 33 Kabupaten/Kota di 21 Provinsi di tahun 2010. Komnas Perempuan mengunjungi beberapa mitra yang mengadakan di Bandung, Tangerang, Maumere, Kendari, Palu dan Papua. Kendari Kampanye 16HAKtP di Kendari dilakukan oleh organisasi Rumpun Perempuan Sulawesi Tenggara (06/12/14). Sebanyak 50 peserta hadir dalam diskusi tematik bertemakan “Anti Kekerasan Perempuan dan Kesehatan Reproduksi”. Ninik Rahayu (Komisioner) menjelaskan, kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan seksual termasuk langkah advokasi yang selama ini dilakukan, seperti mendorong RUU Kekerasan Seksual. Di Kendari umumnya terjadi pelecehan seksual, KDRT dan pemerkosaan. Pada sesi tanya jawab, beberapa peserta mempertanyakan implementasi Perda No 14 Tahun 2007 tentang Pelayanan Terpadu Berbasis Gender terhadap Korban Kekerasan serta dana layanan korban yang hanya dialokasikan 4,5 juta/tahun.
8
| Berita Komnas Perempuan
Selepasnya, Komnas Perempuan bertemu dengan para pendamping korban kekerasan seksual. Bentuk-bentuk kekerasan seksual yang ditangani diantaranya incest dengan pelaku ayah dan perkosaan dengan 1 pelaku dan banyak korban. Model penyelesaian selama ini korban dinikahkan oleh pelaku. Tindakan ini juga dilanggengkan oleh keluarga dan masyarakat lokal, agar ada “status perempuan dan anak”, baru setelah itu mereka cerai. Hal inilah yang justru tidak melindungi korban. Alhasil, kawin cerai bagi korban dan pelaku menjadi hal yang dianggap wajar di masyarakat. Minimnya rumah aman juga membuat pendamping korban terkadang harus bergantian melindungi korban dari pelaku, dengan menginapkan korban di rumah mereka. Tindak lanjut yang menjadi kebutuhan mendesak adalah kebutuhan rumah aman (shelter) bagi perempuan korban kekerasan, termasuk membangun sistem rujukan. Palu Kampanye 16HAKtP di Palu diinisiasi oleh Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah/ KPKPST (07-09/12/2014). Kunthi Tridwewiyani (Komisioner) menghadiri kegiatan ini. Hingga kini di Palu, hukum adat masih berlaku tidak sensitif pada perempuan korban. Andaikan ada seorang laki-laki beristri yang memperkosa perempuan lain, maka laki-laki itu dihukum harus membayar 1 ekor kerbau yang diserahkan kepada kepala Adat untuk “cuci kampung”. Setelahnya, Ia wajib membayar seekor kambing kepada istrinya sebagai permintaan maaf. Kepada korban perkosaan, ia hanya berkewajiban membayar uang ratusan ribu. Hukum-hukum adat yang tidak sensitif kepada korban juga dipicu oleh sangat minimnya kehadiran perempuan sebagai pemangku adat. Para pengambil keputusan adat adalah laki-laki. Komnas Perempuan juga beraudiensi ke Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) kota Palu dan Radar Sulteng. Selain diskusi dengan mitra, berkunjung ke media, dan dialog dengan para APH, Komnas Perempuan pun membesuk kawan Eva Bande di Lapas Kota Palu Papua Kampanye 16HAKtP di Papua berbarengan dengan Rapat Kerja Jaringan TIKI yang berlangsung selama 4 hari (03/12/14). Sebanyak 30 orang mengikuti diskusi Situasi
EDISI 15 2014 www.komnasperempuan.or.id
di Papua. Pendokumentasian tersebut melibatkan 1.765 perempuan Papua di 28 kabupaten dan memberikan ruang pada perempuan untuk bersuara tentang bagaimana mewujudkan tanah Papua yang damai. Esoknya, Komnas Perempuan menemui Ketua Majelis Rakyat Papua dan Sekda Papua untuk mendorong dukungan Pemerintah Daerah (Pemda) memfasilitasi perwakilan perempuan Papua dari 28 kabupaten agar dapat menghadiri launching pendokumentasian kasus-kasus kekerasan terhadap Perempuan di Jakarta. n
Kekerasan terhadap Perempuan di Papua yang dibuka oleh Yuniyanti Chuzaifah (Ketua Komnas Perempuan). Beliau mengatakan,“Dalam pendokumentasian Anyam Noken, sebanyak 1.765 perempuan Papua bersuara tentang Papua Tanah Damai”. Dalam situasi kekerasan terhadap perempuan di Papua, Sylvana Apituley (Komisioner) juga menambahkan 2 pendokumentasian yaitu “Stop Sudah Kekerasan terhadap Perempuan di Tanah Papua dan Anyam Noken Papua” yang dibuat teman-teman aktivis Papua bersama Komnas Perempuan yang dapat dijadikan bahan advokasi untuk mendorong adanya konsep Tanah Damai
AKTIVITAS Pelapor Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan “Merakit Bhinneka, Memulihkan Luka Bangsa”
K
Dok. Komnas Perempuan
omisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melalui Ketua Pelapor Khusus Kebebasan Beragama yaitu Ibu Shinta Nuriyah Abdurahman Wahid telah meluncurkan laporannya (22/12/2014). Pada kegiatan peluncuran Laporan Pelapor Khusus Komnas Perempuan tentang Kekerasan dan Diskriminasi terhadap Perempuan dalam Konteks Pelanggaran Hak Konstitusional Kebebasan Beragama: “Pengalaman dan Perjuangan Perempuan Minoritas gama Menghadapi Kekerasan dan Diskriminasi Atas Nama Agama” ini mengundang segenap narasumber dari beragam lembaga seperti Kementerian Agama, Komnas HAM, LPSK, Polri, Ombudsman RI, KPAI untuk memberikan responnya dari laporan yang telah dikeluarkan oleh Pelapor Khusus Komnas Perempuan ini. Selain itu Komnas Perempuan turut mengundang para komunitas korban dari Ahmadiyah Transito, GKI Yasmin, HKBP Ciketing, HKBP Filadelphia, Komunitas Syiah Sampang untuk membuka dialog dengan narasumber yang hadir. Pelapor Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan juga mengeluarkan siaran pers dengan tajuk: “Merakit Bhinneka, Memulihkan Luka Bangsa: Langkah Segera Negara untuk Tegakkan Hak Kemerdekaan Beragama dan Mengupayakan Kehidupan Perempuan Bebas dari Kekerasan dan Diskriminasi”
Laporan Pelapor Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
Pelapor khusus adalah mekanisme pemantauan independen yang dipilih oleh Komnas Perempuan untuk menjalankan mandatnya sebagai lembaga nasional HAM yg memfokuskan pada penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Temuan Pelapor Khusus mendasarkan diri pada hasil wawancara dan FGD dengan 407 narasumber, terdiri dari 301 adalah perempuan komunitas korban intoleransi yg tersebar di 40 kota/kabupaten di 12 provinsi. Pelaporan ini sekaligus menjadi cara Komnas Perempuan memperingati Hari Ibu 2014. n(Chrismanto Purba)
www.komnasperempuan.or.id 2014 EDISI 15 Berita Komnas Perempuan
| 9
KHUSUS Anyam Noken Kehidupan: Keadilan, Perdamaian dan Keamanan Papua menurut Perempuan Oleh Chrismanto Purba Redaksi Komnas Perempuan
Dok. Komnas Perempuan
Komnas Perempuan melakukan audiensi dengan Pratikno selaku Mensekneg
K
omisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan bersama Program Pascasarjana Universitas Indonesia mengadakan Seminar Nasional “Anyam Noken Kehidupan: Keadilan, Perdamaian dan Keamanan Papua menurut Perempuan.” (20/12/2014). Kegiatan ini dihadiri oleh Yohana Susana Yembise (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), Andi Widjajanto dan Jaleswari Pramowardhani (Sekretaris Kabinet), Prof. Sulistyowati Irianto (Ketua Program Pascasarjana Universitas Indonesia) serta Yuniyanti Chuzaifah (Ketua Komnas Perempuan) dan Sylvana Maria Apituley (Gugus Kerja Papua Komnas Perempuan). Kegiatan yang dilakukan adalah peluncuran buku, pemutaran film dan diskusi. Pada sesi diskusi, Veronica yang sedang membangun WCC perempuan di Meropen untuk melakukan pendidikan kepada perempuan mengatakan,”Di kampung-kami 1 guru bisa mengajar sampai 4 kelas, saya mengharapkan agar pemerintah memperhatikan perempuan dengan baik, karena perempuan bisa sebagai guru, dokter, perawat, polisi dan merawat anak. Ini hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, kalau negara mau baik maka harus memperlakukan perempuan dengan baik. Saya titip,
10
| Berita Komnas Perempuan
Yohana Susana Yembise (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) memberikan kata sambutan
tolong perhatikan perempuan dengan lembaga yang sudah ada sehingga kebijakan yang selama ini menyisihkan perempuan tidaklah lagi diabaikan.” Sehari sebelumnya, Komnas Perempuan dan Program Pascasarjana Universitas Indonesia telah mengadakan pertemuan dengan Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia yang disambut oleh Pratikno selaku Menteri Sekretaris Negara(19/12/2014). Awalnya Komnas Perempuan mengajukan pertemuan kepada Presiden Jokowi namun beliau sedang mengadakan lawatan ke luar daerah. Komnas Perempuan diwakili oleh Yuniyanti Chuzaifah (Ketua), Sylvana Maria Apituley dan Saur Tumiur Situmorang (Komisioner dan Gugus Kerja Papua), Lily Danes (Sekjen) dan beberapa tokoh-tokoh perempuan nasional. Kehadiran Komnas Perempuan ini bersama dengan perempuan-perempuan Papua yang memaparkan beragam masalah yang selama ini terjadi di Papua, sekaligus mengundang pihak Presiden dan Mensekneg untuk menghadiri ”Seminar Nasional Anyam Noken Kehidupan: Keadilan, Perdamaian dan Keadilan Papua menurut Perempuan” yang akan dilaksanakan esok hari. n
EDISI 15 2014 www.komnasperempuan.or.id
RESENSI Rekam Juang Komnas Perempuan 16 Tahun Menghapus Kekerasan terhadap Perempuan Oleh Ayub Wahyudin Asisten Perencanaan, Monitoring dan Evaluasi
R
Komnas Perempuan berdiri pada era Reformasi yang ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto, yang lengser pada Kamis, 21 Mei 1998. Kebrutalan yang terjadi pada Tragedi Mei ‘98, diantaranya kerusuhan massal yang tak dapat dibendung, pemerkosaan terhadap 85 perempuan etnis Tionghoa, mendorong gerakan masyarakat anti kekerasan menjadi murka. Pada 15 Juli 1998, mereka bergerak dengan membawa 4000 tanda tangan menyampaikan keprihatinan kepada pemerintahan presiden B.J Habibie. Lahirnya Keputusan Presiden No. 181/1998 menjadi dasar hukum yang jelas terbentuknya Komnas Perempuan. Buku Rekam Juang Komnas Perempuan selain menjelaskan peristiwa sejarah secara detail, terdapat gagasan-gagasan serta strategi perempuan yang berupaya
menyintas dari sejarah penindasan melalui berbagai pendekatan. Negara, masyarakat, ngo, serta korban tak luput dari strategi tersebut. Apa yang disebut dengan kerja prioritas menjadi modal penting ditengah semrawutnya kebijakan yang masih sedikit berpihak pada perempuan korban, serta carutmarutnya sistem pemerintahan termasuk karena kurangnya pemahaman pemerintah terhadap NHRI (National Human Rights Institutions). Hal ini juga menjadi sebab angka kekerasan terhadap perempuan yang masih tinggi.
Dok. Komnas Perempuan
ekam Juang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menjadi bagian paling penting dalam upaya menegakkan keadilan bagi perempuan. Empat babak peristiwa di Indonesia, turut dirangkum di dalam buku ini, sejak masa kolonial Belanda sampai masa kolonial Jepang, masa pemerintahan Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin dan masa pemerintahan Orde Baru, yang semua era tersebut memiliki momentum terbentuknya gerakan perempuan seperti Organisasi Gerakan Perempuan, Barisan Puteri Asia Raya yang dibentuk kolonial Jepang, termasuk organisasi perempuan keagamaan seperti Aisyiyah, Muhammadiyah serta Wanita Katolik dan Muslimat NU. Terdapat juga organisasi perempuan pada anggota kepolisian serta TNI, seperti di Angkatan Laut dan Angkatan Udara, yakni Persatuan Istri Tentara (Persit) dan Persatuan Istri Angkatan Udara (PIA). Sedangkan dari partai politik muncul Partai Kebangsaan Indonesia bagian Wanita (Parkiwa), Gerakan Wanita Indonesia Sedar (Gerwis), Pergerakan Wanita Marhaenis, serta masih banyak lagi, sampai terbentuknya Komnas Perempuan di Era Reformasi.
Komnas Perempuan tumbuh dengan keberlanjutan tak pernah berhenti memproduksi pengetahuan, mengembangkan mekanisme pencarian fakta, pelapor khusus, surat dukungan. Selain itu mengembangkan sistem pemulihan melalui Pemulihan Dalam Makna Luas (PDML), Perumusan Materi Kebijakan Layanan Terpadu, Perlindungan Kelompok Rentan Diskriminasi Melalui Dukungan Kerja Organisasi Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), serta Mekanisme Penggalangan Dana untuk Pundi Perempuan. Komnas Perempuan mengupayakan terus kajian untuk Reformasi Hukum dan Kebijakan, Pendidikan Kampanye Publik seperti Mari Bicara Kebenaran dan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan/ K 16HAKtP, serta Pembentukan Gugus Kerja seperti Aceh dan Poso dan yang sekarang dilakukan adalah Gugus Kerja Papua (GK-Papua), Gugus Kerja Pekerja Migran (GK-PM), dan Gugus Kerja Perempuan dalam Konstitusi Hukum Nasional (GK-PKHN). Selain itu, Komnas Perempuan juga terus berupaya membangun pusat data yang merupakan bentuk perjuangan yang terus dikawal hingga saat ini. Buku ini, memberi semangat dan pencerahan tentang perjuangan Komnas Perempuan. Mendorong negara dan kesadaran publik untuk berjuang bersamasama menghapus Kekerasan terhadap Perempuan. Mengimplementasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.n
www.komnasperempuan.or.id 2014 EDISI 15 Berita Komnas Perempuan
| 11
Pundi Perempuan
GLOSARIUM
Jadilah Sahabat Pundi Perempuan
(WCC) lembaga Women’s Crisis Center p perempuan pengadalayanan terhada bertujuan agar korban. Pelayanan WCC mpu mengatasi perempuan korban ma sebagai dampak persoalan yang muncul inya. Dari kekerasan yang dialam pkan korban penanganan ini dihara lihan kepercayaan memperoleh (1) Pemu tang hakdiri; (2) Pemahaman ten an dan kesadaran haknya; (3) Pengetahu a mengatasi mengenai bagaimana car bil keputusan persoalan dan mengam gan dana kepada yang terbaik. Penggalan oleh Komnas WCC yang dilakukan Pundi Perempuan adalah wadah dana solidaritas dengan wadah Perempuan dilakukan dari publik untuk perempuan korban kekerasan. i Perempuan Dana diperuntukkan bagi pendampingan Pundi Perempuan. Pund a dalam dua korban dan rumah aman, dukungan pemulihan menghibahkan danany termin untuk perempuan korban dan keluarganya, dan termin. Masing-masing dukungan akses untuk kesehatan perempuan saran dana tiga lembaga dengan be pembela HAM. Program ini dimulai pada tahun per lembaga. mencapai 15 juta rupiah 2003 kerjasama Komnas Perempuan dan Indonesia agai sumber) (Dirangkum dari berb untuk Kemanusiaan (YSIK/IKA). Hingga saat ini Pundi Perempuan telah memberikan dukungan kepada 3 perempuan pembela HAM, 3 organisasi korban dan 52 organisasi penyedia layanan bagi korban perempuan, yang tersebar di 18 propinsi di Indonesia. Jadilah Sahabat Pundi Perempuan dan mendukung dengan cara: 1. Berpartisipasi dalam kegiatan publik Pundi Perempuan 2. Membeli alat kampanye Pundi Perempuan berupa, payung, kaos atau mug 3. Menyumbang secara tunai melalui kegiatan publik Pundi Perempuan atau dengan mentransfer ke rekening Pundi Perempuan atas nama Yayasan Sosial Indonesia Untuk Kemanusiaan:
a. Bank Niaga Cabang Jatinegara – Jakarta Timur No. Rek: 025-01-00098-00-3 A/n. Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan b. Bank. BCA Cab. Matraman No. Rek. 3423059008, A/n. Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan c. Bank Mandiri Cab. Salemba Raya No. Rek. 1230005290004, A/n. Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan Informasi lebih lanjut silakan hubungi: • Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) • Indonesia Untuk Kemanusiaan (IKA)
Jl. Cikini Raya No. 43 Jakarta Pusat 10330 Telp. +62 21 3152726 • Fax. +62 21 31937315 Email:
[email protected], Twitter: sahabatysik website: www.ysik.org Sahabat Ysik
12
| Berita Komnas Perempuan
Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Sebagai institusi nasional hak asasi manusia di Indonesia, Komnas Perempuan menjadi inisiator kegiatan ini di Indonesia. Aktivitas ini sendiri pertama kali digagas oleh Women’s Global Leadership Institute tahun 1991 yang disponsori oleh Center for Women’s Global Leadership. Setiap tahunnya, kegiatan ini berlangsung dari tanggal 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional. Dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM. Keterlibatan Komnas Perempuan dalam kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) telah dimulai sejak tahun 2001. (Dirangkum dari berbagai sumber)
TEROBOSAN KEBIJAKAN Disahkannya Perubaha n Atas UndangUndang Nomor 13 Tahu n 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban Pada tanggal 24 Septem ber 2014, Panja Komisi III DPR RI akhirnya mengesahkan Perubahan Atas UndangUndang Nomor 13 Tahu n 2014 tentang Lembaga Perlin dungan Saksi dan Korban, yakni menja di UndangUndang Nomor 31 Tahu n 2014. RUU ini mencakup sejumlah perubahan terkait dengan definisi isti lah, penguatan hak-hak saksi dan korba n termasuk prosedur pelaksanaanny a, serta penguatan kelembagaan dari LPSK . Disahkannya Perubahan Atas Undang -Undang Nomor 13 Tahun 2014 tersebut merupakan salah satu terobosan huku m, khususnya dengan diadopsinya “ke kerasan seksual” sebagai bentuk kejahatan dimana saksi dan korbannya berhak ata s perlindungan. Dengan diadopsinya hak korban dan saksi kekerasan seksual seb agai penerima manfaat perlindungan LP SK, UU yang telah disahkan ini memb erikan kepastian hukum bagi LPSK untuk memberikan perlindungan bagi siapap un yang menjadi saksi dan korban kekera san seksual. n
EDISI 15 2014 www.komnasperempuan.or.id
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memuat dua terobosan utama dalam mengatasi persoalan kebijakan diskriminatif, yaitu berisi ketegasan dan kejelasan tentang alasan pembatalan dan tentang tugas dan kewenangan pengawasan. Pertama, penegasan bahwa kebijakan dengan materi yang diskriminatif, harus dibatalkan karena bertentangan dengan kepentingan umum. Diskriminasi yang dimaksud adalah termasuk berdasarkan suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan, dan gender. Kedua, pembatalan tersebut dilakukan secara bertingkat terhadap kota/kabupaten, provinsi dan nasional. Selain mengawasi kebijakan di tingkat provinsi, menteri juga bertanggungjawab untuk membatalkan kebijakan diskriminatif di tingkat kota/ kabupaten jika tugas pengawasan tersebut tidak dilaksanakan oleh Provinsi. Dengan hadirnya UU 23 Tahun 2014 ini, UU NO. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. n