1
BAB I
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Perkembangan ekonomi suatu negara menjadi salah satu pendorong
berkembangnya profesi akuntan di negara tersebut. Semakin maju kondisi ekonomi suatu negara maka masalah bisnis yang dihadapi akan semakin kompleks. Semakin kompleks masalah bisnis, kebutuhan akan informasi yang berkualitas akan semakin meningkat. Keakuratan dan kualitas informasi dibutuhkan perusahaan untuk meningkatkan kinerja, terutama kinerja keuangan, karena dengan melihat laporan keuangan dapat diambil kesimpulan apakah perusahaan tersebut berkinerja baik atau tidak. Akuntan adalah pihak yang memberikan peran besar dalam menyediakan informasi keuangan yang berkualitas. Salah satu tugas akuntan adalah menyusun laporan keuangan yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Sementara itu, pengguna laporan keuangan dibedakan menjadi dua, yaitu pihak internal dan pihak eksternal perusahaan. Pihak internal perusahaan terdiri dari pihak manajemen perusahaan. Sementara, pihak eksternal perusahaan terdiri dari shareholders (pemegang saham), kreditor, pemerintah, dan pihak lain di luar perusahaan yang memiliki kepentingan. Pihak internal perusahaan membutuhkan laporan keuangan untuk menilai kinerja manajemen dalam mengelola sumber daya perusahaan dan menilai efisiensi dan efektivitas sumber daya yang digunakan.
1
2
Sementara itu, pihak eksternal perusahaan membutuhkan laporan keuangan untuk menilai kinerja perusahaan dalam rangka keputusan investasi, pemberian pinjaman maupun penetapan pajak. Selanjutnya, menurut FASAB (Federal Accounting Standards Advisory Board, 1994) menyebutkan bahwa ada empat kelompok pemakai informasi keuangan, yaitu : “citizens (including news media, pressure groups, state and local legislatures and executives, analysts), the legislative branch (including their staff), and two groups in the executive branch, namely the senior memberes and the program managers. If the terms of federal financial reporting, they are assumed to have four „needs‟ : (1) budgetary integrity, (2) operating performance, (3) stewardship, (4) deterring fraud, waste and abuse.”
Di sisi lain, menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan menyebutkan bahwa laporan keuangan digunakan oleh pemakai yang berbeda-beda, seperti investor (pemegang saham), kreditor, karyawan, pemasok, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat. Pentingnya informasi yang terdapat dalam laporan keuangan menuntut penyusun laporan untuk menyajikan laporan keuangan yang berkualitas sehingga dapat berguna bagi para pemakai laporan tersebut. Menurut PSAK No. 1, laporan keuangan memiliki karakteristik kualitatif sebagai berikut : 1.
Dapat dipahami.
2.
Relevan.
3.
Keandalan.
4.
Dapat dibandingkan. Berikut penjelasan dari pernyataan di atas :
3
1.
Dapat dipahami Para pemakai laporan keuangan diasumsikan dapat memiliki pengetahuan tentang aktivitas ekonomi, bisnis, akuntansi serta kemauan untuk mempelajari informasi.
2.
Relevan Informasi dikatakan relevan jika informasi mempengaruhi keputusan ekonomi, membantu mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, dan masa depan.
3.
Keandalan Informasi yang terdapat dalam laporan keuangan bebas dari hal yang menyesatkan.
4.
Dapat dibandingkan Untuk tujuan perbandingan antarperiode dan dengan entitas lain, maka pengukuran dan penyajian dari transaksi dan peristiwa yang serupa harus dilakukan secara konsisten antarperiode. Implikasi karakteristik kualitatif dapat dibandingkan adalah bahwa pemakai harus mendapat informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan untuk dapat mengidentifikasi perbedaan kebijakan akuntansi antarperiode. Akan tetapi, laporan keuangan yang disusun akuntan masih dipertanyakan
kualitasnya. Untuk memberikan jaminan bahwa laporan keuangan sebuah perusahaan tidak menyesatkan dan disusun berdasarkan standar yang berlaku umum di Indonesia, diperlukan suatu proses audit. Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan serta melaporkan derajat
4
kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan (Arens, et all, 2006). Audit dilakukan oleh auditor independen (Independent Auditor), yaitu akuntan publik bersertifikat atau Kantor Akuntan Publik (selanjutnya disingkat KAP) yang melakukan audit atas entitas keuangan komersial dan nonkomersial (Arens, et all, 2006). Auditing merupakan salah satu dari assurance service. Assurance service merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas suatu informasi (Mulyadi, 2008). Auditor merupakan profesi yang berlandaskan kepada kepercayaan dari masyarakat
atau
publik
yang
harus
dapat
dipertanggungjawabkan
secara profesional dengan memberikan hasil audit yang berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan akan transparansi dan kewajaran laporan keuangan. Transparansi dan kewajaran laporan keuangan harus diberikan kepada pihak yang berkepentingan, baik pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugasnya, auditor harus bertindak objektif dan independen berdasarkan standar dan kode etik profesi mereka. Dalam etika profesi akuntan publik (IAPI, 2009), bahwa ciri utama dari suatu profesi akuntan publik adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Selanjutnya, menurut Arens, et all (2006) menyatakan bahwa profesi akuntan publik memiliki tanggung jawab yang besar dalam melaksanakan pekerjaannya. Kewajiban hukum dalam dalam mengaudit diklasifikasikan ke dalam empat bagian, yaitu : (1) Kewajiban kepada klien, kewajiban hukum muncul karena adanya kegagalan dalam penugasan audit sesuai dengan kontrak, pelaksanaan audit tidak memadai, gagal dalam menemukan kesalahan dan pelanggaran
5
kerahasiaan; (2) Kewajiban kepada pihak ketiga, kewajiban hukum muncul jika terjadi kerugian pada pihak ketiga yang melakukan pengambilan keputusan berdasarkan laporan keuangan hasil audit yang menyesatkan; (3) Kewajiban sipil menurut undang-undang sekuritas federal, kewajiban muncul apabila pihak ketiga atau para penuntut berusaha mendapatkan ganti rugi dari pengadilan federal; (4) Kewajiban kriminal, kewajiban muncul ketika akuntan publik bekerja sama dengan klien melakukan tindakan kriminal. Auditor harus mematuhi Standar Auditing yang berlaku umum yang terdiri dari: (1) standar umum, (2) standar pekerjaan lapangan, dan (3) standar pelaporan. Dalam standar umum disebutkan bahwa audit harus dilakukan oleh orang yang sudah mengikuti pelatihan, memiliki kecakapan, independen, dan profesional. Kecakapan, independensi, profesionalitas, serta terdidik dan terlatih mutlak diperlukan oleh auditor. Kecakapan mengharuskan auditor untuk memiliki pendidikan formal di bidang auditing dan akuntansi, pengalaman praktik yang memadai bagi pekerjaan yang sedang dilakukan, serta mengikuti pendidikan profesional yang berkelanjutan. Independensi dibutuhkan untuk menjaga kepercayan para pemakai yang mengandalkan laporan audit. Sementara sebagai profesional, auditor tidak boleh bertindak ceroboh atau dengan niat buruk, tetapi mereka tidak juga diharapkan selalu sempurna (Arens, et all, 2006). Salah satu tugas auditor adalah melakukan pemeriksaan atau mengaudit laporan keuangan klien berdasarkan penugasan atau perikatan antara klien dengan akuntan publik. Dalam penugasan audit sering terjadi benturan-benturan yang dapat mempengaruhi independensi auditor. Auditor berada dalam kondisi yang
6
diibaratkan sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi, auditor harus tetap menjaga hubungan baik dengan klien. Di sisi lain, mereka juga harus menjalankan tugas sesuai dengan Standar Auditing yang berlaku umum. Klien sebagai pihak pemberi kerja berusaha mengkondisikan agar laporan keuangan perusahaan mendapat opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion). Opini wajar tanpa pengecualian diterbitkan bila kondisi-kondisi berikut terpenuhi (Arens, et all, 2006): 1.
Semua laporan – neraca, laporan laba-rugi, laporan laba ditahan, dan laporan arus kas, sudah termasuk dalam laporan keuangan.
2.
Ketiga standar umum telah dipatuhi dalam semua hal yang berkaitan dengan penugasan.
3.
Bukti audit yang cukup memadai telah terkumpul, dan auditor telah melaksanakan penugasan audit ini dengan cara yang memungkinkannya untuk menyimpulkan bahwa ketiga standar pekerjaan lapangan telah dipenuhi.
4.
Laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
5.
Tidak terdapat situasi yang membuat auditor merasa perlu untuk menambahkan sebuah paragraf penjelasan atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit. Semakin memburuknya independensi auditor akhir-akhir ini menjadi
penyebab utama terjadinya kebangkrutan dan skandal korporasi di berbagai perusahaan di dunia. Hal ini dikarenakan pihak akuntan publik sebagai pemeriksa
7
laporan keuangan klien yang akan dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh pihak eksternal menyangkut dana yang ditanamkan pada suatu perusahaan ditengarahi berperilaku secara tidak profesional. Penelitian tentang independensi telah banyak dilakukan. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Sarkar dan Sarkar (2010) menemukan bahwa independensi auditor memainkan peran penting dalam tata kelola perusahaan. Selanjutnya, hasil penelitian Pany dan Reckers (1980) menunjukkan bahwa hadiah dapat mempengaruhi independensi auditor, meskipun jumlahnya sedikit. Banyaknya penelitian mengenai independensi menunjukkan bahwa independensi merupakan faktor penting bagi auditor untuk menjalankan profesinya. Skandal akuntansi yang terjadi di dunia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ternyata tidak lepas dari peran akuntan publik. Pelanggaran yang dilakukan oleh akuntan publik baik di luar negeri maupun di Indonesia masih terjadi hingga belakangan ini. Sebanyak 68 kasus pelanggaran yang dilakukan akuntan publik di Indonesia sejak tahun 2004 sampai dengan 2010, 40% pelanggaran yang dilakukan oleh akuntan publik berhubungan dengan kualitas audit yang diberikan oleh akuntan publik, dan sebesar kurang lebih 25% pelanggaran ini berhubungan dengan sikap independensi, spesialisasi di bidang industri klien, dan karakteristik personal dari seorang akuntan publik (R. Wedi Rusmawan K, 2012). Beberapa tahun terakhir, pelanggaran kode etik profesi akuntan banyak muncul ke permukaan. Berikut adalah fenomena buruknya kualitas audit yang terjadi pada beberapa KAP. Pelanggaran ini berakhir pada pembekuan izin akuntan publik di Indonesia tahun 2008 dan 2009. Fenomena buruknya kualitas
8
audit ini dapat dilihat dari pelanggaran terhadap Standar Auditing, Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang dilakukan oleh akuntan publik Drs. Thomas Iguna dalam pelaksanaan audit di Bank Global pada tahun 2004. Pembukuan merupakan bentuk dari kasus Bank Global. Akuntan publik Drs. Thomas Iguna mendapatkan sanksi pembekuan selama 12 bulan dan diwajibkan kembali mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Fenomena berikutnya, yaitu pelanggaran terhadap Standar Auditing dan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang dilakukan oleh akuntan publik Muhammad Zen dalam pelaksanaan audit umum atas laporan keuangan PT Pura Binaka Mandiri tahun buku 2007 yang berpengaruh secara signifikan terhadap laporan auditor independen. Akuntan publik Muhammad Zen dikenakan sanksi pembekuan izin akuntan publik selama 3 bulan. Adapun fenomena lain yang terjadi pada KAP Hans Burhanuddin Makarao, yang dikenakan sanksi pembekuan selama 3 bulan. Hal ini disebabkan karena yang bersangkutan belum sepenuhnya mematuhi Standar Auditing dan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam pelaksanaan audit umum atas laporan keuangan PT Samcon tahun buku 2008, yang dinilai berpotensi berpengaruh cukup signifikan terhadap laporan auditor independen. Selain kasus-kasus di atas, terjadi pula kasus PT Kimia Farma pada tahun 2001 memanipulasi laporan keuangan yang ikut meyeret nama akuntan publik Hans Tuanakotta dan Mustafa (HTM). Selain itu, ada pula kasus PT KAI yang muncul ke permukaan pada tahun 2005. Pada saat itu, laporan keuangan hasil audit PT KAI ditolak oleh Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao dalam Rapat
9
Umum Pemegang Saham. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dalam laporan keuangan tersebut. Kasus ini juga menyeret akuntan publik yang melakukan audit umum atas laporan keuangan PT KAI yaitu KAP S. Manan. Terjadinya kasus-kasus kegagalan auditor seperti disebutkan di atas, telah menimbulkan sikap skeptis masyarakat menyangkut ketidakmampuan profesi akuntan publik dalam menjaga independensi. Jika melihat kasus PT Kimia Farma Tbk dan PT KAI yang telah disebutkan di atas, ikut terseretnya akuntan publik salah satunya disebabkan karena KAP maupun partner tersebut sudah memiliki hubungan kerja sama yang baik dengan perusahaan. Ini berhubungan dengan rotasi audit, semakin lama pemberian masa kerja baik kepada KAP maupun kepada partner, semakin besar kemungkinan hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas audit. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Mihaela, et all (2010) yang menemukan bahwa rotasi partner maupun KAP merupakan salah satu solusi terhadap ancaman hubungan jangka panjang antara auditor dan klien. Selanjutnya, menurut ketua Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) periode 2007-2012, Tia Adityasih, menyatakan bahwa rotasi audit yang diatur pemerintah sejak 2002 dan diperkuat dengan PMK. No. 17 tahun 2008, berdampak pada cost bagi KAP karena KAP kehilangan klien setelah enam tahun dan harus dilakukan rotasi, hal ini menyebabkan kulitas audit dapat menurun. Rotasi audit diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 17 tahun 2008, dimaksudkan agar tidak terjadi hemegoni dari KAP besar dan terjadi penyebaran KAP secara adil. Selain itu, rotasi juga dimaksudkan agar dapat menjaga independensi dan kualitas audit
10
(Aziz, 2011). Imhof (2003) mengajukan argumen bahwa untuk menyelesaikan masalah independensi KAP diperlukan rotasi audit yang bersifat mandatory. Selanjutnya, Imhof (2003) menyarankan bahwa rotasi audit setiap tiga tahun dapat menjadi salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan independensi. Kasus yang berkaitan dengan independensi dan rotasi audit menarik untuk diteliti, terutama pengaruhnya terhadap kualitas audit. Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti mengambil judul “Pengaruh Independensi Auditor dan Rotasi Audit terhadap Kualitas Audit (Studi pada Beberapa KAP di Kota Bandung, Jakarta, dan Cirebon)”.
1.2
Identifikasi Masalah Dari uraian di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1.
Seberapa besar pengaruh independensi auditor terhadap kualitas audit.
2.
Seberapa besar pengaruh rotasi audit terhadap kualitas audit.
3.
Seberapa besar pengaruh independensi dan rotasi audit terhadap kualitas audit.
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka dapat disampaikan tujuan
penelitian yang hendak dicapai yaitu: 1.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh independensi auditor terhadap kualitas audit.
11
2.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh rotasi audit terhadap kualitas audit.
3.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh independensi dan rotasi audit terhadap kualitas audit.
1.4
Kegunaan Penelitian Adapun penelitian ini dilakukan dengan harapan memberikan kegunaan bagi:
1.
Regulator (Pemerintah) Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi bagi regulator mengenai seberapa efektif dan efisien peraturan mengenai rotasi audit.
2.
Kantor Akuntan Publik (KAP) Penelitian ini diharapkan berguna bagi KAP khususnya bagi para auditor untuk mengetahui seberapa besar pengaruh independensi dan rotasi audit terhadap kualitas audit sehingga kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor semakin meningkat.
3.
Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi pihak akademisi
sehingga
mampu
mempersiapkan
mahasiswa/mahasiswi
berkualitas yang mampu bekerja di KAP dengan memiliki integritas yang tinggi pada profesinya. 4.
Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai pengaruh independensi dan rotasi audit terhadap kualitas audit, serta untuk memenuhi
12
salah satu syarat dalam menempuh ujian sidang akhir pada Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi Universitas Widyatama.
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang akan dibahas
dalam penyusunan skripsi ini, maka lokasi penelitian ini dilakukan pada beberapa KAP di kota Bandung, Jakarta, dan Cirebon dan dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 2015.