1
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1
Konstruksi Perkerasan Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-Iapisan yang diletakkan
diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-Iapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya. Pada gambar 3.1 terlihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata Po. Beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan ke tanah dasar menjadi PI yang lebih keeil dari daya dukung tanah dasar. Kendaraan Beban W
Konstruksi Perkerasan
..../.. .* .. *... . . . . . . .. *, .'"
.
PI
Gambar 3.l.Perkerasan Beban Roda Melalui Lapisan Perkerasan Jalan
Sumber : Sukirman, S, 1992.
Keterangan: Beban W
: beban sumbu roda
Po
: penyebaran beban pada bidang kontak
PI
: penyebaran beban Po
Beban lalu lintas yang bekeIja diatas konstruksi perkerasan dibedakan atas beban kendaraan berupa gaya vertikal, gaya rem kendaraan, berupa gaya horizontal dan pukulan roda kendaraan berupa getaran-getaran.
9
10
Karena sifat penyebaran gaya maka beban yang diterima oleh masing masing lapisan berbeda dan semakin kebawah semakin kecil. Lapis pennukaan harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang vertikal dan getaran, gaya rem, sedangkan lapis tanah dasar dianggap hanya menedma gaya vertikal saja. Oleh karena itu terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh masing-masing lapisan.
3.1.1
Lapisan Permukaan (Surface Course)
Lapisan permukaan adalah lapisan yang terletak paling atas yang berfungsi menahan beban roda kendaraan
baik
horizontal maupun
vertikal
dan
meneruskannya ke lapisan dibawahnya. Lapisan pennukaan bersifat kedap air dan merupakan lapis aus yaitu lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah aus.
3.1.2
Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
Lapis pondasi atas merupakan lapisan perkerasan yang terletak antara lapis pondasi bawah dan lapis pennukaan. Lapis pondasi atas berfungsi menahan gaya lintang dad beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya, lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah dan bantalan terhadap lapisan permukaan.
3.1.3
Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapis pcrkcrasan yang terletak antara lapis pondasi alas dan lanah dasar dinamakan lapis pondasi bawah. Lapisan ini berfungsi antara lain menebarkan beban roda ke tanah dasar. sebagai lapisan peresapan agar air tanah tidak terkumpul dipondasi dan sebagai lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan pondasi atas.
3.1.4
Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)
Lapisan tanah dasar merupakan lapisan tanah setebal 50 - 100cm sebagai perletakan pondasi bawah. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asH yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah yang didatangkan dad tempat lain dan dipadatkan atau tanah yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lain.
11
Karakteristik tanah dasar (subgrade) akan banyak berpengaruh terhadap perkerasan diatasnya, oleh karena itu mempersiapkan tanah dasar merupakan pekeIjaan yang harus dikeIjakan dengan sebaik mungkin dalam pembangunan konstruksi jalan raya. Apabila dijumpai tanah dasar yang kurang baik pada suatu proyekjalan, terlebih dahulu harus memperbaiki kualitas tanah dasar tersebut. Beberapa usaha perbaikan tanah dasar yaitu : 1. Seeara dinamis, yaitu usaha perbaikan dengan eara memadatkan tanah dasar
itu sendiri, 2. Memperbaiki gradasi ialah dengan menambahkan fraksi yang masih kurang, kemudian diaduk dan dipadatkan. Biasanya yang kurang ialah fraksi-fraksi berbutir kasar dan untuk ini bisa digunakan koral eampur pasir atau pasir saja, 3. Dengan sistem stabilisasi kimia ialah dengan menambahkan semen P.e., kapur atau bahan kimia lainnya, kemudian diaduk dan dipadatkan, 4. Membongkar dan mengganti, hal ini dilakukan bila tanah dasar jelek sekali, bila eara keempat ini juga masih dianggap terlalu mahal, maka eara terakhir ialah memindahkan trace jalan ke tempat lain yang memiliki daya dukung tanah dasamya lebih baik. (Soedarsono, D.D, 1979) Pemadatan yang baik diperoleh jika dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan kadar air tersebut konstan selama umur rencana. Hal ini dapat dicapai dengan perlengkapan drainasi yang memenuhi syarat. Dalam penelitian ini, penggunaan reruntuhan tembok dan beton bangunan diletakkan pada lapisan diatas subgrade. Lapisan ini harus memenuhi syarat mutu yang lebih baik dan mnah asal yang dipakai sebagai suhgrade. Dengan adanya lapisan perkerasan diatas subgrade ini akan memperkeeil biaya untuk lapisan subbase yang berada diatasnya, bahkan dapat meniadakan lapisan subbase, karena materiallapisan perkerasan semakin keatas maka harganya semakin mahal.
3.2 Sistem K1asifikasi Tanah 3.2.1
Sistem K1asifikasi Tanah Sistem klasifikasi digunakan untuk mengelompokkan tanah-tanah sesuai
dengan prilaku umum dari tanahpada kondisi fisis tertentu. Seeara umum tanah
12
lempung dapat diklasifikasikan sebagai tanah kohesif, namun juga dapat didasarkan atas ukuran butiran tanah yang diperoleh dari analisis saringan dan indeks plastisitasnya. Terdapat dua sistem klasifikasi yang sering digunakan, yaitu Sistem klasiftkasi AASHTO (American Association o/State Highway and Transportation
Officials) dan uses (Unified Soil Classification System).
3.2.2
Sistem Klasifikasi AASHTO Sistem ini berguna untuk menenlukan kualitas tanah untuk perencanaan
timbunan jalan, subbase dan subgrade. Sistem ini ditujukan untuk maksud maksud dalam lingkup tersebut. Secara umum, sistem klasifikasi ini menilai tanah sebagai : 1. Lebih buruk untuk dipakai dalam pembangunan jalan apabila kelompoknya berada lebih kekanan dalam TabeI3.1, yaitu tanah A-6 lebih tidak memuaskan jika dibandingkan dengan tanah A-5, 2. Lebih buruk untuk dipakai dalam pembangunan jalan apabila indeks kelompoknya bertambah untuk sub kelompok tertentu, misal tanah A-6 (3) lebih tidak memuaskan dari pada tanah A-6 (1).
Dalam sistem ini tanah diklasifikasikan dalam tujuh kelompok besar yaitu A-I, A-2, A-3, A-4, A-5, A-6, dan A-7. Tanah A-I sampai A-3 adalah tanah berbutir (granular) dengan tidak lebih 35% bahan melalui saringan No. 200. Sedangkan tanah yang lebih dari 35% lolos saringan No. 200 diklasifikasikan kedalam A-4 sampai A-7.
Sistem klasifikasi ini berdasarkan kriteria : I. Ukuran butir # Kerikil, butiran tanah yang lolos saringan diameter 75 mm dan
tertahan saringan No. 10 (2 mm) # Pasir, butiran tanah yang lolos saringafi No. 10 (2 rnm) dan ttttahail saringan No. 200 (0,074 mm)
13
# Lanau dan lempung, butiran tanah yang lolos saringan No. 200
2. Plastisitas # Berlanau, butiran yang lolos saringan No. 200 mempunyai PI:::; 10 # Berlempung, butiran yang lolos saringan No. 200 mempunyai PI ~ 11
3. Bila ditemukan batuan (> 75 mm) didalam contoh tanah, maka batuan tersebut hams dikeluarkan terlebih dahulu dan prosentasenya dicatat.
Tabel 3.1 Klasifikasi tanah sistem AASHTO
Klasifikasi umum
Bahan-bahan (35% atau kurang melalui No. 200)
Bahan-bahan lanau-Iempung (Lebih dari 35% melalui No. 200) 1
A-1
Klasifikasi kelompok
A-1a
--
A-3
I
A·2
A·1b
A·2-4
-+---j---+----j Analisis salingan: Persen melalui: NO.10 NoAO No. 200
___
I
A·4
A·5
~I ,,.1 "7
A·6
A-7 A-7·S; A-7-6:
I
50 maks. 30 maks.[50 maks.!51 maks. 15 maks. 25 maks. 10 maks. 135 maks. 135 maks. 1.35 m~I:5 maks.!36 min. 136 min. 136 min. 136 min. I
n_.~_
I
I<arakteristik fraksi melalui ~~
.
BHIHS cair:
40 maks
1---~~ekSPla6Ii6~t~.:...
..~_ ~~~k6.
6 maks.
Indeks kelompok
J
0.,
... b I Jenls-jems alan pendukung utama
0
i 4111lin. 140 maks. I~ ~ maks.\40 meks'141 min 140 maks 141 maks. i 10 maks·I~~_._~~~k~_~~.~QI(G. 10 mal,".. 10 min. 11 min. 0
J
4maks.
I
Fragmen wluan, kerikil, dan
pas~_
1~_m~:_11~~akS.~.6 maks ~O maks. I
Pasir ha/us
Kerikil dan pasir
be~anau.~~~mpung
I
,
Tanah berlanau
Tanah berlempung --_._~---
IFlgl:.ioll UnllllTI ,p.bil~ian
'allah
di-iSdr .. ' .
Sangat baik baik sampai baik 1
_
1,:'1'
-,' -~)
PI
1.1,'
1\ .. ij
PI
II - ':0 II. - 30
I'IP' Ilion pl,,:;iis
Sumber : Hardiyatmo, H.C, 1955, Mekanika Tanah.
sedang sampai buruk
14
Untuk menentukan tingkatan relatif dari bahan suatu sub kelompok maka dipakai indeks kelompok AASHTO (Group lndeks, GI). Indeks kelompok dapat dihitung dengan persamaan 3.1 dibawah ini : GI = (F- 35)(0,2 + 0,05 (LL - 40)) + (F - 15) (pI - 10)
( 3.1 )
Dimana:
3.2.3
GI
=
Indeks kelompok
F
=
Persentase butir yang lolos saringan No. 200
LL
=
Batas Cair
PI
= Indeks Plastisitas
Sistem Klasifikasi uses Sistem klasifikasi
tanah ini pertama kali diperkenalkan oleh
Cassagrande (1942), kemudian direvisi oleh kelompok teknisi USBR (United
State Bureau of Reclamation). Jika lebih dari 50% tertahan dalam saringan No. 200 maka diklasifikasikan kedalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) tetapi jika 50% lolos saringan No. 200 maka diklasifikasikan ke dalam tanah berbutir halus (lanau dan lempung).
3.3 Pengujian Bahan Lapis Pondasi Agregat sebagai bahan pondasi harus memenuhi persyaratan, sehingga harus dilakukan pemeriksaan yaitu :
a. Pemeriksaan Keausan Agregat (Abration Test) Pemeriksaan keausan agregat menentukan ketahanan agregat kasar terhadap keausan dengan menggunakan mesin Los Angeles. Perlunya test keausan dengan mengetahui daya tahan agregat yaitu ketahanan agregat untuk tidak hancur oleh gaya yang diberikan pada waktu penimbunan, pemadatan dan beban Jalu Jintas pada masa peJayanan jaJan raya. Uji abrasi menggunakan sampel sebanyak 5 kg, yang terdiri dari butiran agregat yang lolos saringan %" tertahan W' sebanyak 2,5 kg dan agregat yang lolos saringan W' tertahan 3/8" sebanyak 2,5 kg. Klasiftkasi keausan agregat dapat diJihat pada TabeJ 3.2.
.~
.-'
15 .
Tabe13.2 Klasifikasi Keausan Agregat ~
Tlngbt Keausan (%)
2°l
1 ' 2
15 -20 - 30
3
30 - 40
h-1....
Material "-~_·~-~---1
J
I
Balo lstimewa Batu Baik:
---J
Batu Cukup Baik:
Sumber : Bina Marg~ 1993_
b. Indeks Plastisitas (Plasticity Index) Indeks plastisitas (PI) adalah selisih batas cair dan batas plastis atau interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis atau menunjukkan sifat keplastisan tanahnya. Indeks plastisitas dinyatakan dengan persamaan 3.2.
(3.2 )
PT=LL-PL Keterangan : PI = Indek Plastisitas (%) LL = batas cair
(%)
PL = batas plastis
(%)
c. Batas Cair (Liquid Limit) Batas cair (LL) adalah air tanah atau agregat pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis yaitu batas atas dari daerah plastis. Batas cair ditentukan dengan pengujian Casagrande (1984).
d. Batas Plastis (Plastic Limit) Batas plastis adalah kadar air pada kedudukan anl.ara daerah plastis dan semi padat, yaitu prosentase kada.. air dimana tanah dengan diameter silinder 3,2 mm mulai retak-retak ketika digulung. Selanjutnya untuk lebihjelas dapat dilihat pada gambar 3.2.
16
Hatas Plastis
Hatas Susut
semi padat
padat
Hatas Cair
plastis
cair
penambahan kadar air
Gambar 3.2. Batas-Batas Atterberg Sumber : Hardiyatmo, H.C, 1992.
e. CDR (California Bearing Ratio) CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu beban (dapat berupa tanah atau material perkerasan jalan) dengan bahan standar pada kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sarna. Beban penetrasi pada bahan standar diperoleh daTi percobaan pada suatu batu pecah (sebagai bahan standar) yang dianggap mempunyai CBR 100%. Pembebanan dilakukan dengan piston diameter 2 inchi dan kecepatan penetrasi piston 0.05 inchi/menit. Nilai CBR adalah besarnya nilai CBR yang terjadi pada saat material berada pada kadar air optimum dan kepadatan maksimum. Nilai CBR akan meningkat apabila pemadatannya maksimum dan akan menurun bila pemadatan tidak maksimum. Syarat nilai CBR untuk subgrade adalah 4%. Nilai CBR subgrade ini nantinya merupakan acuan dalam perencanaan ketebalan struktur diatasnya. Selanjutnya hubungan antara CBR dan kadar air dijelaskan pada gambar
3.3.
17
-r-----.-.-
100
o 10
15
20
25
Kadar Air (%)
Gall1bar 3.3
Kuat geser diukur dengan CBR dan berat volume kering, terhadap kadar air untuk pemadatan di laboratorium. Sumber : Turnbull dan Foster, 1956.
18
r--,-----i
120
I
,...j
115
Berat
IlO
Volume
Kering
105
I
J
v~
I
1
1
(lb/ft3) 100
<)5
90
_
Lv _.v~
20
15
kadar'air
kelerangan :
1
V
. ___,_. _ _1 _ _ _ _--JIL.-~_ _ _____L
10
I
'r::l
A--'"
.L::!s:
o
o
25
(%~
~
55 pukulall per lupis
-€)
26 pukuhul per lapis
[3------EJ
0
.
12 ,~ul-ulan per lapi.s
6
pukulari per lapis
Lanjutan Gambar 3.3 Kuat geser diukur dengan CBR dan berat volume kering, terhadap kadar air untuk pemadatan di laboratorium. Sumber: Turnbull dan Foster, 1956.
Pengujian CBR ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepadatan tanah dan kekerasan material jalan raya yaitu dengan menentukan nilai CBR tanah atau eampuran agregat yang dipadatkan pada kadar air tertentu. Nilai CBR adalah hasil yang akan dieari dari pengujian laboratorium ini sebagai dasar pereneanaan perkerasan jalan. Nilai CBR menunjukkan kekuatan agregat berdasarkan kekerasannya. Perhitungan persamaan 3.3 dan 3.4 : a. CBR pada penetrasi 0,1"
TekananKoreksi(lbs / inch 2 )xl00% 1000
(3.3 )
19
b. CBR pada penetrasi 0,2" TekananKoreksi(/bs / inch 2 )xl00% 1500
f.
(3.4 )
Pengujian Pemadatan
Pengujian pemadatan bertujuan untuk mencapai hubungan kadar air dan berat volume dan mengevaluasi tanah atau agregat agar memenuhi persyaratan kepadatan. Proctor (1933) telah mengamati bahwa ada hubungan yang pasti antara kadar air dan berat volume kering supaya tanah atau agregat menjadi padat. Selanjutnya terdapat suatu nilai berat volume kering supaya optimum tertentu untuk mencapai nilai berat volume kering maksimumnya. Derajat
kepadatan
merupakan
perbandingan
tingkat
kepadatan
dilapangan dengan hasil proktor yang dilakukan dilaboratorium. Nilai kepadatan dilapangan hams mendekati nilai proktor yang dihasilkan dari uji dilaboratorium, sehingga didapatkan kepadatan yang maksimum. Kepadatan maksimum akan menghasilkan konstruksi yang mampu mendukung gaya-gaya muatan yang terjadi (daya dukung menjadi besar). Derajat kepadatan tanah atau agregat diukur dari berat volume keringnya.
Berat volume kering dapat dilihat dengan persamaan :
Yb
Yd=-
I +lV
Ketrangan : 'Y d
=
berat volume kering
'Yb
=
berat volume tanah basah
0)
=
kadar air
Berat volume tanah kering atau agregat setelah pemadatan tergantung pada jenis tanah atau agregatnya, kadar air dan usaha yang diberikan oleh alat pemadatan. Karakteristik kepadatan tanah atau agregat dapat dinilai dari pengujian standar laboratorium yang disebut pengujian Proctor.
-----
,