Lampiran 4
Topik/Pokok Bahasan
: Pengelolaan obat & peraturan perundangan di bidang farmasi
Pengampu
: dr. Rul Afiyah Syarif
Universitas Gadjah Mada
1
PENGELOLAAN OBAT dr. Rul Afiyah Syarif PENDAHULUAN Tujuan pembangunan di bidang obat adalah untuk menjamin tersedianya obat dengan jumlah dan jenis yang tepat sesuai dengan kebutuhan, dengan mutu terjamin dan tersebar secara merata dan teratur sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat atau lebih lanjut dikenal sebagai pengelolaan obat. Pengetahuan tentang pengelolaan obat harus dimiliki oleh setiap dokter terutama yang bekerja di Puskesmas maupun Rumah Sakit, agar mereka dalam menjalankan profesinya yang tidak lepas dari obat mampu menerapkan pengelolaan obat secara benar. Sebagai contoh ketika memberikan terapi, seorang dokter sering memberikan obat untuk membantu kesembuhan penyakit pasien. Di sini dokter perlu mengetahui lanhkah-langkah dalam pengelolaan obat antara lain bagaimana cara obat tersebut diperoleh, jumlah obat yang dibutuhkan, cumber dana dan cara penyimpanan Pengelolaan obat adalah suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut aspek perencanaan, pengadaaan, distribusi, penyimpanandan
penggunaan
obat
dengan
memanfaatkan sumber-sumber yang ada.Tujuan pengelolaan obat di kabupaten/kotamadya adalah terlaksananya optimasi penggunaan dana, melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi pengelolaan dan penggunaan obat secara tepat dan rasional. Pengelolaan obat di Puskesmas bertujuan terlaksananya peresepan yang rasional dan untuk pengembangan dan peningkatan pelayanan obat yang dapat menjamin penyerahan obat yang benar kepada pasien, tepat dosis dan jumlah, wadah obat yang baik sehingga menjamin mum obat, dan informasi yang jelas kepada pasien.
A. PERENCANAAN Perencanaan adalah suatu proses kegiatan seleksi/pemilihan obat dan menetukan jumlah obat dalam rangka pengadaan obat untuk tempat pelayanan kesehatan dan subunit pelayanan kesehatan lainnya. Perencanaan bertujuan untuk mendapatkan jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan kebutuhan, menghindari kekosongan obat meningkatkan penggunaan obat secara rasional dan meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Kegiatan pokok perencanaan meliputi : 1. Persiapan. memilih obat yang dibutuhkan a. Pemilihan jenis obat Untuk pelayanan kesehatan pemerintah, obat yang dipilih harus sesuai dengan jenis obat yang terdapat dalam Daftar Obat Essensial Nasional. Ada berbagai daftar obat yang mengacu dari DOEN yaitu Daftar Obat Inpres, Daftar Obat Universitas Gadjah Mada
2
Askes, Daftar Obat Transmigrasi, dan Daftar Obat Generik. Obat yang dipilih harus sesuai dengan kebutuhan di tempat pelayaan kesehatan Contoh : bila di tempat tersebut tidak pernah ada kasus malaria maka tidak perlu memilih obat tersebut. b. Kriteria pemilihan Sebelum memilih obat sebaiknya mengetahui gambaran pola penyakit, karakteristik pasien ( wanita hamil, anak-anak, usia lanjut) dan tenaga kesehatan yang melayani di wilayah pelayanan kesehatan tersebut. Hal ini berkaitan dengan jenis atau golongan obat yang akan dipilih. Sebagai contoh bila pemberi obat di suatu pelayanan kesehatan seorang paramedis tentu obat yang diberikan untuk tempat tersebut adalah obat yang pemberiannya tidak harus dengan resep dokter ( bebas atau bebas terbatas). Demikian pula bila pemakai obat sebagian besar adalah wanita hamil dan lansia obat yng dipilih adalah yang aman untuk orangorang tersebut. Kemudian
kumpulkan
informasi
tentang
daftar
obat
yang
tersedia
(PHB/Askes, transmigrasi), harga, dan pola penggunaannya c. Proses memilih obat Proses memilih jenis obat dapat dilakukan oleh seorang petugas maupun suatu komite yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu (dokter, apoteker, asisten apoteker, konsultan farmakologi, petugas administrasi). Keuntungan dibentuknya komite adalah mencegah keputusan bersifat subyektif. d. Memilih bentuk obat Obat tersedia dalam berbagai bentuk sediaan obat misalnya kapsul, tanlet, sirup, salep krim dan lain-lain. Kecenderungan memilih bentuk sediaan tertentu yang harganya mahal akan berakibat hanya sedikit jumlah obat yang didapatkan.
2. Perhitungan kebutuhan obat. Kegiatan ini dilakukan untuk menentukan jumlah obat yang akan dibeli. Ada 2 metode untuk memperkirakan kebutuhan obat, namun tidak ada yang terbaik/terburuk dari keduanya karena memang tidak ada metode yang terbaik untuk menentukan kebutuhan obat yaitu a. Metode konsumsi Metode ini didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk menghitung kebutuhan obat menggunakan metode ini diperlukan sumber data dan jenis data. Di Puskesmas, sumber data yang diperlukan adalah pencatatan dan pelaporan obat (LB1,LB4, Kartu stok) atau hasil pertemuan pars dokter puskesmas, Ka GFK dan instansi lain yang terkait. Jenis data yang dikumpulkan meliputi alokasi Universitas Gadjah Mada
3
Jana (Inpres, Askes, APBD TK I, H), daftar obat, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat hilang/rusak/kadaluwarsa, kekosongan obat dan stok pengaman.
Kelebihan metode ini : 1. Data akurat, metode paling mudah 2. Tidak perlu data penyakit dan standar pengobatan 3. kekurangan dan kelebihan obat sangat kecil
Kekurangan : 1. Sulit mengumpulkan data konsumsi obat dan jumlah kontak/kunjungan pasien 2. Tidak dapat untuk dasar penggunaan obat dan perbaikan peresepan 3. Sulit menetukan kelebihan/kekurangan/kehilangan obat
Rumus : A. Perkinaan kebutuhan obat 2003/2004 = Jumlah pemakaian tahun 2002/2003 + stok kosong
B. Rencana permintaan obat tahun 2003/2004 = Perkiraan kebutuhan obat 2002/2003 + kebutuhan obat lead time (waktu tunggu) — sisa stok
b. Metode Epidemiologi Metode ini didasarkan atas jumlah kunjungan, frekuensi penyakit dan standar pengobatan yang ada. Langkah-langkah metode ini adalah 1. Pengumpulan dan pengolahan data meliputi : menetukan jumlah penduduk yang akan dilayani dan menentukan jumlah kunjungan kasus berdasakan frekuensi penyakit 2. Menyediakan standar/pedoman pengobatan 3. Menghitung perkiraan kebutuhan obat
Kelebihan : 1. Perkiraan mendekati kebenaran 2. Dapat digunakan untuk program yang Baru 3. Penggunan standar pengobatan mendukung usaha memperbaiki penggunaan obat
Universitas Gadjah Mada
4
Kekurangan : 1. Membutuhkan waktu dan tenaga yang trampil 2. Sulit mendapatkan data penyakit 3. memerlukan sistem pencatatan dan pelaporan 4. pola penyakit dan pola preskripsi tidak selalu sama
Rumus :
A. Perkiraan kebutuhan obat tahun 2003/2004 = Perkiraan jumlah penyakit X standar Catatan : Standar = dosis per episode
B. Rencana permintaan obat 2003/2004 = Perkiraan kebutuhan + kebutuhan obat lead time — sisa stok B. PENGADAAN Pengadaan adalah proses menyediakan obat yang dibutuhkan di unit pelayanan kesehatan. Pengadaan obat yang efektif menjamin tersedianyan obat dengan jumlah yang tepat, harga yang layak dan terjamin kualitasnya. Tujuan pengadaan adalah untuk menyediakan obat dengan jenis dan jumlah yang tepat dan bermutu tinggi pada waktu yang tepat. Obat-obat tersebut dapat didapatkan dengan cara membeli, sumbangan, atau membuat di pabrik. Pengadaan obat di Puskesmas biasanya dengan cara membeli sendiri atau diberi dari pusat berdasarkan permintaan. Kegiatan pengadaan meliputi : 1 . Memilih metode pengadaan Dapat dilakukan melalui pelelangan terbatas, pelelangan umum, penunjukan langsung,
perundingan
kompetisi,
dan
pengadaan
langsung.
Pelelangan/penawaran terbatas, bila hanya melibatkan pemasok dari pabrik/instansi tertentu yang memenuhi peryaratan yang ditentukan oleh peminta obat. Pelelangan umum, bila semua pabrik obat dapat mengikuti penawaran yang diberikan oleh si pembeli obat. Perundingan kompetisi yaitu pembeli memilih minimal 3 pemasok kemudian melakukan perundingan dengan para pemasok untuk mendapatkan harga obat yang termurah dan pelayanan terbaik Pengadaan langsung, merupakan metode paling sederhana tetapi biasanya mahal dengan cara membeli langsung pada pemasok dengan harga yang telah ditetapkan oleh pemasok atau berunding lebih dulu. Metode tni biasanya untuk obat-obat yang tidak diproduksi oleh pabrik lain. Metode pengadaan yang tepat berdampak pada perolehan obat dengan jumlah, waktu yang tepat dan harga yang wajar Universitas Gadjah Mada
5
2.
Memilih pemasok dan membuat dokumen kontrak. Kegiatan ini harus dilakukan secara hati-hati karena mempengaruhi kualitas dan biaya obat yang dibutuhkan
3.
Memantau/mengecek pesanan obat. Kegiatan ini bertujuan obat cepat dikirim, bila kedatangannya terlambat bisa segera ditangani.
4.
Menerima dan memeriksa obat. Kegiatan ini meliputi memeriksa obat yang diterima (nama/kemasan, jumlah obat, obat yang sudah atau belum diterima), membuat berita acara penerimaan obat, obat yang tidak memenuhi syarat dikembalikan ke pemasok , membuat catatan harian penerimaan obat.
5.
Melakukan pembayaran
Dalam pengadaan dapat muncul masalah-masalah antara lain jumlah obat tidak mencukupi kebutuhan karena anggaran obat terbatas, periaku pemasok kurang baik berakibat obat yang dipesan tidak sesuai permintaan/diganti, kualitas obat yang diberikan rendah sehingga obat mudah rusak, jadwal penerimaan obat tidak sesuai denga pesanan berakibat stok kosong.
Contoh jalur pengadaan obat di Puskesmas
Universitas Gadjah Mada
6
C. PENYIMPANAN Penyimpanan adalah kegiatan pengamanan dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman. Penyimpanan bertujuan memelihara mutu obat, mencegah kehilangan/kerusakan/pencurian/terbuang, menghindari penggunaan obat yang salah, menjaga kelangsungan persediaan, dan memudahkan pencarian dan pengawasan. Kegiatan dalam penyimpanan meliputi 1. Pengaturan tats ruang dan penyusunan stok obat Bertujuan untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan dan pengawasan a. Dasar arah arus penerimaan dan pengeluaran obat (FIFO = First In First Out, obat yang pertama/lebih dulu masuk dikeluarkan lebih dulu) b. Jenis obat yang disimpan (narkotik, obat luar, obat yang harus disimpan dalam suhu tertentu) c. Mengatur obat secara alfabetis dan menurut bentuk sediaan obat d. Menyusun stok obat 2. Pengamatan mutu obat Untuk mengamati adanya obat yang kadaluwarsa dan rusak. Diamati secara visual adanya perubahan yang muncul. 3. Pencatatan stok obat D. DISTRIBUSI Distribusi adalah rangkaian kegiatan dalam rangaka pengeluaran dan pengiriman obatobat yang bermutu dari gudang secara merata dan teratur untuk memenuhi permintaan unit pelayanan kesehatan. Kegiatan ini bertujuan penyebaran obat dapat terlaksana secara merata dan teratur dan menjamin mum dan efisiensi penggunaan obat. Kegiatannya meliputi melakukan distribusi dengan suatu sistem sesuai dengan jenis daerah tersebut ( misal sistem distribusi obat di kabupaten, sektor swasta, rumah sakit, dan lain-lain), perencanaan dan distribusi, pengiriman, menyiapkan dokumen pengiriman, memeriksa kualitas obat sebelum dikirim, dan mencatat setiap pengiriman obat pada kartu stok obat.. Contoh alur distribusi dapat dilihat di bawah ini.
Universitas Gadjah Mada
7
DISTRIBUSI OBAT DI INDONESIA
Universitas Gadjah Mada
8
E. PENGGUNAAN DAN PELAPORAN Penggunaan berupa penyerahan obat kepada pasien. Proses penggunaan obat dimulai dengan penetapan diagnosis dan penulisan resep obat yang rasional (diagnosis, dosis, dan lama pemberian tepat, harga murah) oleh dokter. Dihindari peresepan yang tidak rasional (polifarmasi, penggunaan salah/tidak efektif). Selanjutnya petugas kamar obat atau apotek akan menyerah kan obat sesuai yang ditulis dalam resep kepada pasien. Yang perlu diperhatikan dalam kegiatan ini adalah pengemasan obat, pemberian label dan informasikan pada pasien tentang bagaimana cara pemberian obat & dosis sehingga akan membuat pasien patuh/taat dalam mengkonsumsi obat. Pelaporan obat yang digunakan dapat dilakukan per triwulan atau per semester atau per tahun tergantung kondisi daerah/tempat pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim, 1997, Managing Drug Supply. The selection, Procurement, Distribution and Use of Pharmaceuticals, Second ed. Kumarian Press, USA 2. Anonim, 1996. Pengelolaan Obat di Tingkat Puskesmas, Dirjend.Pengawasan Obat dan Makanan Depke RI, Jakarta
Universitas Gadjah Mada
9
UNDANG-UNDANG FARMASI DAN KODE ETIK KEFARMASIAN DALAM KEDOKTERAN dr. Rul Afiyah Syarif PENDAHULUAN Sekarang ini, seorang dokter dalam menjalankan profesinya tidak cukup hanya trampil memeriksa, mendiagnosa dan menuliskan obat yang tepat dalam resep untuk pasien, namun juga perlu mengetahui dan memahami peraturan perundangan tentang obat dan kode etik kefarmasian, hak dan kewajiban dokter dalam pengelolaan obat, memahami dasar komunikasi/hubungan dan kerjasama dokter dengan komponen kesehatan. Karena ketidaktahuan terhadap peraturan-peraturan ataupun perundang-undangan yang berkaitan dengan menjalankan praktek kedokteran dapat berakibat fatal bagi dokter. Berikut ini adalah peraturan-praturan dan perundang-undangan yang sebaiknya dan harus diketahui oleh dokter. Menurut Per.Men.Kes (917/93) Ps. 1(1) yang dimaksud obat adalah sediaan/paduan bahan yang siap digunakan untuk mempenganthi/menyelidiki sistem fisiologi/keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Sedangkan Resep adalah permintaan tertulis dari dr, drg, drh kepada Apoteker Pengelola Apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundangan yang berlaku (Per.Men. Kes ( 919/93) Pasall(1)). Seorang dokter dalam menulis resep harus jelas dan lengkap (Per.Men.Kes 26/81 Pasal 10 "Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap "). Selain itu menurut Kep.Men.Kes No 280/1981 resep harus memuat : a. Nama, alamat & no izin praktek dr, drg, drh. b. Tgl penulisan R/, nama setiap obat atau komposisi obat c. Tanda R/ pada bag kiri setiap penulisan resep d. Tanda tangan/paraf dr penulis R/ sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. e. Jenis hewan/nama serta alamat pemilik untuk drh f.
Tanda seru dan paraf dokter untuk R/ yg mengandung obat dengan jumlah melebihi dosis maksimum.
Per.Men.Kes No 922 tahun '93 pasal 15 (3) menyatakan bahwa dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat. Selanjutnya pasal 16 ayat 1 menyebutkan
Universitas Gadjah Mada
10
apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeli ruan/penulisanresep tidak tepat, Apoteker hams memberitahukan kepada dokter penulis resep. Ayat 2 : apabila dalam hal dimaksud ayat (1), karena pertimbangan tertentu dari penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib menyatakannya secara tertulis/membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep. Pasal 17 ayat 3 masih dalam Per.Men.Kes. yang sama menyatakan resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan, petugas yang berwenang menurut perundangan yang berlaku. Per.Men.Kes. no 242 tahun '90 Pasal I ayat 3 meggolongkan obat menjadi obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, psikotropika, dan narkotika.
1. OBAT BEBAS Dijual bebas Tanda : lingkaran hijau dengan garis tepi warna hitam (SK MenKes 2380/83 pasal 3 ayat 1) Misal : Boorwater, Vitamin larut air, 2-4 salep 2. OBAT BEBAS TERBATAS Dijual bebas Tanda: lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (SK MenKes 2380/83 pasal 3 ayat 2) ada tanda peringatan P. No 1 sampai P.No 6 (SK Men Kes. No 6355/ 69), daftar W Misal : P no.1: Awas obat keras (AOK), bacalah aturan memakainya (Antimo, dulcolax tab, acetaminofen > 600 mg/tab P no.2: AOK, hanya untuk kumur, jangan ditelan (Gargarisma khan, betadin gargarisma) P no.3: AOK, hanya untuk bagian luar badan. (Antihistamin untuk luar, lasonil, merkurokrom) P no.4: AOK, hanya untuk dibakar (Rokok asma) P no.5: AOK, tidak boleh ditelan (SA.steril, dulcolax supp) P no.6: AOK, obat wasir jangan ditelan (anusol, varemoid)
3. OBAT KERAS Tanda : lingkaran bulat merah garis tepi hitam huruf K yang menyentuh garis tepi (Kep.Men.kes. No 02396/86 pasal 3 ayat 1)
Universitas Gadjah Mada
11
Hams mencantumkan pada etiket dan bungkus luar obat kalimat "Hams dengan resep dokter" (Kep.Men.Kes No 197/77) Daftar G, cara mendapatkan: 1. Hams dengan Resep dokter (injeksi & infusa, obat jantung, psikotropika) 2. Diserahkan Apoteker di Apotek untuk obat yang masuk sebagai Obat Wajib Apotek (OWA) 1 (Kep.Men.Kes: 347/90) dan OWA 2 (Kep.Men.Kes: 924/93) Obat keras hanya diserahkan kepada pasien dengan resep dokter, Apoteker, dokter, dokter gigi, dokter hewan, PBF berijin (Ordonansi Obat keras (Stbl. 419/49 pasal 3 ayat 1 dan 2)) 4. PSIKOTROPIKA Diatur dalam UU No 5 tahun 1997 PSIKOTROPIKA adalah zat/obat baik alamiah maupun sintetetis bukan narkotika , yg berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada sistem saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. (BAB I Ps.1 (1)) Penggolongan psikotropika (BAB II Ps 2 (2)): 1.
Psikotropika golongan I Untuk tujuan Ilmu Pengetahuan (IP), tidak untuk terapi, berpotensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan
2.
Psikotropika golongan II Dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan LP., berpotensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan
3.
Psikotropika golongan III Banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan. I.P, berpotensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan
4.
Psikotropika golongan IV Sangat luas digunakan dlm terapi dan/atau untuk tujuan I.P., berpotensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan
Bab II Pasal 4 : (1) Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/ ilmu pengetahuan (2) Psikotropika golongan I untuk tujuan ilmu pengetahuan (3) Selain pasal 4 ayat 2 psikotropika gol I dinyatakan sebagai barang terlarang.
Bab IV Pasal 14 (4) Universitas Gadjah Mada
12
Penyerahah psikotropika oleh apotek, RS, Puskesmas, dan balai pengobatan sebagaimana disebut dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan resep dokter
Bab IV Ps 14 (5) : Penyerahan psikotropika oleh dokter dilaksanakan dalam hal: 1. Menjalankan praktek terapi dan diberikan dgn suntikan 2. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat 3. Menjalankan tugas di daerah terpencil yg tdk ada apotek, dengan ijin Menkes/pejabat berwenang
Bab XIV: KETENTUAN PIDANA Ps. 59 (1) Barang siapa : a. Menggunakan psik.gol I selain dimaksud ps 4 ayat 2 b. Memproduksi/menggunakan psikotropika Golongan I c. mengedarkan psikotropika Golongan I d. Mengimport selain kepentingan Ilmu Pengetahuan e. Secara tanpa hak memiliki, menyimpan/membawa psikotropika Golongan I. DIPIDANA PENJARA paling sedikit 4 TH & palinglama 15 tahun Denda paling sedikit Rp 150.000.000,- dan paling tinggi Rp 750.000.000,--
(2) Jika terorganisasi Dipidana mati/penjara seumur hidup/ pidana penjara 20 th dan denda Rp 750.000.000,--
5. NARKOTIKA Diatur dalam UU. NO.22/97 NARKOTIKA : Zat/obat yang berasal dari tanaman/bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan/perubahan kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan KETERGANTUNGAN (Bab I Pasal 1)
KETERGANTUNGAN: Gejala dorongan untuk menggunakan narkotika secara terns menerus dan toleransi.
Universitas Gadjah Mada
13
Bab II. Pasal 2 (2) Narkotika digolongkan menjadi: Narkotika Golongan I : untuk tujuan pengembangan Ilmu Pengetahuan, tidak untuk terapi, berpotensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan (kokain, heroin) Narkotika Golongan II : berkhasiat pengobatan, sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/ untuk tujuan Ilmu Pengetahuan, berpotensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (metadon, morfin, petidin, opium) Narkotika Gol III : berkhasiat pengobatan, banyak digunakan dalam terapi dan/ tujuan pengembangan Ilmu Pengetahuan, berpotensi ringan mengakibatkan ketergantungan (kodein)
Pasal 3 : TUJUAN PENGATURAN NARKOTIKA (1)
Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/pengembangan ilmu pengetahuan (2)
Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika
(3)
Memberantas peredaran gelap narkotika
Pasal 4 : Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan Kesehatan dan/pengembangan ilmu pengetahuan. Pasal 5 : Narkotika golongan I hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang digunakan untuk kepentingan lainnya.
Bab III. PENGADAAN. Pasal 6 (1) Menteri Kesehatan mengupayakan tersedianya narkotika untuk pelayanan kesehatan/pengembangan ilmu pengetahuan. Pasal 9 (1) Narkotika golongan I dilarang diproduksi/digunakan dalam proses produksi, kecuali jumlah sangat terbatas untuk pengembangan ilmu pengetahuan dengan pengawasan ketat dari Menteri Kesehatan
Universitas Gadjah Mada
14
Bab V : PEREDARAN Ps.39: (1) Penyerahan narkotika hanya dilakukan oleh: *) Apotek
*) Puskesmas
*) Rumah sakit
*) Balai pengobatan *) Dokter
(2) . Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada: *) Rumah sakit
*) Balai pengobatan
*) Puskesmas
*) Dokter
*) Apotek lain
*) Pasien
(3) Rumah sakit, apotek, puskesmas, Balai Pengobatan, hanya dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan Resep dokter
(4) Penyerahan narkotika oleh DOKTER hanya dilakukan dalam : a. Menjalankan praktek dan diberikan melalui suntikan b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat dangan suntikan c. Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek
(5) Narkotika dalam bentuk suntikan sejumlah tertentu yang diserahkan dokter dimaksud ayat 4, hanya dapat diperoleh dari apotek
Universitas Gadjah Mada
15
Bab XII. KETENTUAN PIDANA Pasal 84: Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum: (1) Menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan I untuk orang lain, dipidana paling lama 15 tahun dan denda 750 juta (2) Menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan II untuk orang lain, dipidana paling lama 10 tahun dan denda Rp 500 juta (3) Menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan III, dipidana paling lama 5 tahun dan denda Rp 250 juta.
Pasal 85 (1)
Barangsiapa tanpa hak dan melawan hukum menggunakan narkotika golongan I bagi diri sendiri dipidana penjara paling lama 4 tahun
(2)
Barangsiapa tanpa hak dan melawan hukum menggunakan narkotika golongan II dipidana penjara paling lama 2 tahun
(3)
Barangsiapa tanpa hak dan melawan hukum menggunakan narkotika golongan Idem Gol III : 1 tahun
Pasal 99: Dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp200 juta, bagi: Pimpinan RS, puskesmas,BP, sarana penyimpanan pemerintah, apotek dan dokter yg mengedarkan narkotika golongan II & III bukan untuk pelayanan kesehatan
HAK & KEWAJIBAN DOKTER TENTANG PENGELOLAAN OBAT SESUAI PERATURAN PERUNDANGAN Permenkes. No.385/89
Ps. 26 (1) Dokter dan dokter gigi dilarang : a. Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kode etik kedokteran. b. ......................... c. Memberikan atau meracik obat, kecuali suntikan (2) Larangan pada c tidak berlaku bagi dokter yang bertugas di puskesmas/daerah terpencil yang tidak ada apotek/menolong orang sakit dalam keadaan darurat
Daerah terpencil adalah daerah yang sulit komunikasinya meliputi wilayah yang luas serta berpenduduk jarang. Universitas Gadjah Mada
16
KODE ETIK KEFARMASIAN DALAM KEDOKTERAN KAITANNYA DENGAN HAL OBAT & RESEP APOTEKER :
Resep adalah rahasia tidak boleh dibicarakan kepada siapapun kecuali bila diperlukan untuk pembuktian kebenaran yaitu berdasarkan perintah pengadilan.
Tidak boleh mengubah obat yang tertulis dalam Resep, tanpa konsultasi dokter penulis Resep
Bila pasien mints nasehat tentang pengobatan disarankan menghubungi dokter, kecuali jika pertolongan amat diperlukan, sebatas pengetahuan dan kemampuannya
Menghindarkan dari tindakan/pemyataan yang menyebabkan pasien berkurang/hilang kepercayaan kepada dokter/Apoteker
DOKTER :
Kertas Resep jangan sampai digunakan orang lain
Jangan tinggalkan Resep kosong yang telah ditanda tangani
Berhubungan dengan apoteker bila terdapat kesalahan waktu memberi obat oleh apotek/sebaliknya.
Hal-hal berikut ini bertentangan dengan Etik Kedokteran : 1. Memberikan/meracik obat, kecuali suntikan 2. Menulis Resep hams obat produk dari perusahaan farmasi tertentu 3. Menjual obat ditempat praktek kecuali dengan ketentuan tertentu 4. Menjual contoh obat. HUBUNGAN TIMBAL BALIK (DOKTER-PASIEN-APOTEKER)
KOMUNIKASI DOKTER — PASIEN
o Anamnesis o Memeriksa keadaan pasien o Mendiagnosis o Memberikan terapi
Universitas Gadjah Mada
17
KOMUNIKASI DOKTER — APOTEKER
o Indikasi & KI obat, dosis, BSO, ESO, interaksi, cara & waktu.
KOMUNIKASI APOTEKER — PASIEN
o Manfaat obat dalam Resep o Cara penggunaan obat o Cara menyimpan obat o Cara mendapatkannya
KOMUNIKASI PASIEN — DOKTER
o Menanyakan tentang diagnosis dan terapi yang diberikan o Menanyakan resiko terapi o Menolak terapi yang diberikan bila pasien tidak setuju
KOMUNIKASI APOTEKER — DOKTER
o Ketidakjelasan penulisan Resep o Kekeliruan dalam dosis & cara pemakaian pada Resep
KOMUNIKASI APOTEKER — DOKTER
o Ketidakjelasan penulisan Resep o Kekeliruan dalam dosis & cara pemakaian pada Resep
Universitas Gadjah Mada
18
DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim, 1992. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan, PT. Saptamitra Widyadinamika, Jakarta 2. Anonim, 1997. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kesehatan, Depkes RI, Jakarta 3. Anonim, 1996. Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Bidang Obat, Dirjend.Pengawasan Obat dan Makanan, Depkes RI, Jakarta
Universitas Gadjah Mada
19