..,
r
JURNALPELANGJIIMU VOLUME 2 NO. 5, MEI2009
Hubungan Tingkat Stres dengan Keparahan Akne Vulgaris Pada Pelajar Putri Madrasah Aliyah Negeri I Yogyakarta
Oleh: Muhammad Isman Jusuf r4'"'"-~~-·"'!.~"1!.....'··:i!ll.!':-.'~"i"'' 'o\<"!"c'>o'!'.f.>~~fo:.~ ~~v,~~""" "~~~ll<~:;:,~'l'.~'·'~"<':e'!l".,..,;o:;~~~~~
Abstract
:) 4 I~ l
Background: Acne vulgaris is a chronic folikel pilosebasea inflamation skin ·I disease. This often happens to adolescent. For adolescent pubercity become a central concern during their psysiological development, marked by increase in hormonal ~ secretion, particularly sex hormone, and stressfull conflicted ages. It is not surprising ' if those conflicts become one of the factors causing ane vulgaris to adolescent. Objective: This study aims to find out the correlation between stress and acne vulgaris to Madrasah Aliyah Negeri I Yogyakarta female students. Methods: This is a crossectional study. Data are taken from Madrasah Aliyah Negeri • I Yogyakarta female students, with consecutive sampling. Research is conducted:with questioner. • Result: From 70 respondent, there were 24,3% resistant to stress, 91,4% suffered l psychosocial stressor with varying degrees and 55 .7% suffered anxiety with vaying degrees. I 00% of respondent suffered non inflammatory lesions. After statistical analysis with pearson correlation, p<0,05, there is significant correlation between anxiety score, as stress manifestation, with non inflammatory lesions {r=0,255, p=0,033) and inflammatory lesions {r=0,261, p=0,029). Conclusions : This study concludes that there is a significant correlation between stress and acne vulgaris is to Madrasah Aliyah Negeri I Yogyakarta female students.
f
Keywords: Stress-Acne vulgaris-Female student
Pendahuluan Kulit merupakan bagian paling luar dari tubuh yang berfungsi biologik yakni sebagai pembalut, penutup dan pelindung organ-organ yang letaknya didalam. Kulit juga
..
- •..__. ,.
.. a::=--;;;:
-
berfungsi psikologik yakni memberi kesan estetik; alat ekspresi, dan sebagai batas antara individu dengan lingkungannya. (Borelli: 1971 cit. Nuhriawangsa: 1986). Kulit mempunyai hubungan erat dengan faktor psikologis .
1
JURNAL PELANGI IIMU VOLUME 2 NO. 5, ME/ 2009
Banyak ditemukan dalam klinik bahwa faktor psikologis mempunyai peranan penting dalam kejadian penyakit kulit Ini terbukti dengan ditemukannya 75% kasus-kasus dennatologi mempunyai latar belakang psikologis (Maramis, 1990). Faktor psikologis yang sangat penting dalam kejadian penyakit fisik lainnya adalah stresor psikologik, yaitu segala kejadian yang menimbulkan stres pada seseorang baik yang berasal dari luar individu maupun dari dalam individu itu sendiri.(Nuhriawangsa, 1986) Stres bisa merupakan salah satu dampak perubahan sosial dan merupakan salah satu akibat dari modernisasi yang biasanya diikuti oleh proliferasi teknologi, urbanisasi dan kompetisi individu. Kompetisi inilah ciri khas masyarakat yang menuju modernisasi. Di kalangan pelajar, kompetisi individu ini sangat gencar dilakukan, khususnya dalam bidang pendidikan dan kesempatan kerja. Besarnya jumlah kompetitor dalam bidang pendidikan dan kesempatan kerja, serta terbatasnya fasilitas, akan mengundang banyak kegagalan dan ini akan meningkatkan frustasi yang mampu melahirkan stres (Prawirohusodo: 1988). Apabila stres sudah sedenrikian besar, sehingga melebihi nilai
·-
ambang daya tahan terhada~ a, teijadilah gangguan fungsi satu atau beberapa organ. Bilamana stres tersebut berke-panjangan, gangguan yang semula bersifat fungsional, secara berangsur akan berubah menjadi kelainan organik permanen dan nyata. Berbagai stres kehidupan dapat mengakibatkan berbagai bentuk penyakit dan disebut penyakit psikosomatik, yakni penyakit atau keluhan pada satu atau beberapa organ, berlatar belakang stres. Dengan mengikuti jalan penrikiran tersebut, dapat dipaharni bahwa sebagian penyakit kulit, tennasuk akne vulgaris, adalah suatu penyakit psikosomatik (Hawari: 1997). Akne vulgaris adalah suatu proses peradangan kronik kelenjarkelenjar polisebasea (Suyoto: 1986). Keadaan ini sering dialami oleh mereka yang berusia remaja dan dewasa muda (Stawiski: 1995). Pada masa remaja, titik sentral fisiologiknya adalah masa pubertas, yang ditandai dengan peningkatan sekresi hormonal, khususnya hor-mon kelamin, dan suatu masa yang penuh konflik diantaranya ingin melepaskan diri dari pengaruh orang tua, mencari identitas diri, penyesuaian diri dalam pergaulan, penentuan pemilihan sekolah, dan kesiapan integritas diri dalam memasuki usia
~~~w~----------------
·~
JURNAL PELANGIIIMU VOLUME 2 NO. 5, MEl 2009
dewasa. Tidak mengherankan apabila konflik-konflik tersebut dapat menimbulkan stres dan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya akne vulgaris pada remaja (Prawirohusodo: 1989). Mengingat hal-hal di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian "apakah ada hubungan antara stres dengan keparahan akne vulgaris?"
•. j·
Rancangan Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik observasional, yang jenisnya adalah penelitian potong lintang. Populasi Penelitian Sebagai populasi penelitian adalah semua pelajar putri Madrasah
Aliyah Negeri I Yogyakarta, yang terdaftar dalam tahun ajaran berjalan. Alasan pemilihan: Bahwa secara epidemiologis, wanita lebih sering mengalami· stres dibandingkan laki-laki. - · ' Bahwa Madrasah Aliyah Negeri I Yogyakarta berlokasi di pusat keramaian, sehingga para siswanya beresiko mengalami stres. Bahwa pelajar sekolah lanjutan tingkat atas tennasuk Madrasah Aliyah Negeri, dianggap dapat menjawab pert;anyaan berbentuk ~ kuesioner dengan baik. Besar Sampel Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus:
n = z2 .P.Q
d2
dimana n = besar sampel. Z = kuefisien kurva normal ditentukan oleh nilai a bila a= 0,05, maka z = 1,96 bila a= 0,0 1, maka z = 2,58 P proporsi yang hendak ditaksir. Q proporsi yang tidak terjadi (1-p) d tingkat presisi yang diinginkan. Berdasarkan rumus di atas, maka besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah: n = 1,962.0,5 .0,5 = 67 0,122
JURNAL PELANGI IIMU VOLYME 2 NO. 5, ME! 2009
Cara penentuan sampel: Pernilihan sampel ditetapkan secara consecutive sampling, dimana setiap subyek yang memenuhi kriteria pene-litian, dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi. Kriteria inklusi dan eksklusi Kriteria inklusi: Subyek bersedia ikut penelitian, Subyek seorang pelajar putri, Berusia antara 16- 18 tahun, Menderita akne vulgaris, Tempat predileksi akne vulgaris adalah di wajah. Kriteria eksklusi: Mempunyai skor kebohongan > 4, Tidak mengisi kuesioner secara lengkap, Tidak mengembalikan lembar kuesioner., dan tidak hadir saat penelitian. Variabel penelitian Variabel bebas dalam penelitian ini adalah :stres, toleransi stres dan stressor psikososial sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah derajat klinis akne vulgaris. Defmisi operasional 1. Yang dimaksud dengan stres adalah jawaban tak khas dari tubuh terhadap setiap situasi menekan yang menimpanya.
2. Toleransi stres adalah daya tahan individu terhadap stressor, yang diukur dengan MMRS-ST. 3. Stressor psikososial adalah: setiap keadaan atau peristiwa yang meneybabkan perubahan dalam kehidupan seseorang (anak, remaja atau dewasa), yang menuntut orang itu harus mengadakan adaptasi atau menanggulangi stresor yang timbul. Stressor psikososial diukur dengan IPSP. 4. Derajat klinis akne vulgaris adalah hasil diagnosis dokter terhadap kondisi akne vulgaris subyek, yang ditentukan dengan AAD grading. Cara analisis data Data hasil pengukuran, disajikan secara statistik deskriptif dengan tabulasi atau diagram. Datadata yang didapat dalam penelitian ini akan diolah dengan menggunakan uji statistik. Tujuan dilakukan uji statistik adalah untuk melihat apakah nilai yang diperoleh dari basil penelitian secara nyata juga terhadap pada nilai populasi atau tidak. Cara memilih uji statistik didasarkan atas tiga hal yaitu : tujuan, penelitian, jumlah variabel dan sifat data. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan terikat.
.r
.
d •.
''1
JURNAL PELANGI IIMU VOLUME 2 NO. 5, ME/ 1009
Jmnlah variabel ada 4 terdiri atas 3 variabel bebas dan 1 variabel terikat, sedangkan data bersifat numerik atau parametrik. Berdasarkan kriteria · di atas, maka uji statistik yang
digunakan adalah perhitungan regresi-korelasi Hasil 1. Karakteristik subyek r -
penelitian
L.......!
Tabel1 Distribusi P e Iajar · Putn· M a drasah Ar1yah N egen· I Yogylakarta B erdasarkan Umur Umur Jumlah Persentase 4,3% 14 3 27,1% 15 19 35,7% 16 25 23 32,9% 17 Jumlah 70 100%
I
I
t;
~
Tabel2 Distribusi Pelajar Putri Madrasah Aliyah Negeri I Yogyakarta berdasarkan Derajat Toleransi Stress Derajat Jumlah Persentase 24,3% 17 Kebal 47,1% 33 Kurang kebal 28,6% Tidak kebal 23 Jumlah 70 100%
[
i
r· • ¥ ·· r--~
.I
-
..
- ' JURNAL PELANGI IIMU VOlUME 2 NO. 5, MEl 2009
Tabel3 Distribusi Pelajar Putri Madrasah Aliyah Negeri I Yogyakarta Berdasarkan Dera1at . Stressor PSikOSOSI"al Derajat Jumlah Persentase 8, 6% Tidak ada stressor 6 Sedikit stressor 24 34,3% 20 Stressor ringan 28,6% Stressor sedang 8 11, 4% 1,4% 1 Stressor berat 4,3% 3 Stressor sangat berat 11, 4% 8 Malapetaka Jumlah 70 100%
Tabel4 Distribusi Pelajar Putri Madrasah Aliyah Negeri I Yogyakartaberdasarkan derajat cemas Jumlah Derajat Persentase Tidak cemas 31 44, 3% Cemas ringan 13 18, 6% 25, 7%' Cemas sedang 18 Cemas berat 7 10% 1,4% Cemas luar biasa 1 100% 70 Jumlah TabelS Rerata Jumlah Lesi Akne pada Pelajar Putri Madrasah Aliyah Negeri I y ogy1akarta N Minimum Maximum Mean STDV Lesi Nonradang Radang Sisa Total
),
70 70 70 70
20.00 .00 .00 32.00
230.000 46.00 64.00 309.00
57.3429 6.3714 17.0143 81.0143
34.1008 9.0059 16.0195 47.9838
I .
1
....
JURNAL PELANGI IIMU VOLUME 2 NO. 5, MEl 2009
2. Hubungan stress dengan akne vulgaris
I
Tabel6 Hubungan derajat cemas sebagai manifestasi stress dengan jumlah lesi akne vulgaris ' Putn' Md pada PI a rasa hAr1yahNegen'IYogy!akarta e aJar 95 % ConfidienceStd. Std. Interval for Mean I N Mean Deviation Error Lower Upper Bound Bound Lesi Tidakemas 31 50.52 26.86 4.82 40.67 60.37 13 51.46 16.97 4.71 non Cemas ringan 61.72 41.20 18 64.11 33. 10 7.80 47.65 80.57 Cemas sedang rada ng Cemas berat 7 74.14 70.25 26.55 9.17 139.1 1 1 105.00 Cemas 1uar biasa 70 57.33 Total 34.11 4.08 49.19 65.46 30 5.00 Lesi Tidakcemas 8.58 1.54 1.85 6.15 rada Cemas ringan 13 5.00 4.24 1.18 2.44 7.56 18 8.61 10.22 2.41 ng Cemas sedang 3.53 13 .~ 7 5.43 Cemas berat 9.20 3.48 -3.08 13 .94 • Cemas luar biasa 1 33.00 Total 70 6.37 9.01 1.08 4.22 8.52 I 31 15.65 14.13 2.54 10.46 Lesi Tidakcemas 20.831 10.85 Cemas ringan 13 17.81 11.52 3.20 3.88 sisa 18 21.67 17.49 4.12 12.97 Cemas sedang 30.36 I 16.43 18.84 7.12 7 -1.00 33.85 Cemasberat Cemas luar biasa 1 60.00 70 Total 17.01 16.02 1.91 13.19 20.83 Lesi Tidak cemas 32.22 5.79 59.38 83.01 31 71.19 28.67 7.95 13 67.31 49.98 84.64 total Cemas ringan 18 94.39 48.12 Cemas sedang 11.34 70.46 118.32 Cemasberat 7 96.00 95.90 36.25 7.31 184.69 1 198.00 Cemas luar biasa 80.73 70 48.07 5.75 Total 69.27 92.19
r
Setelah diuji dengan tes anova, signiflkansi p <0,05, diperoleh hasil : lesi radang dengan derajat cemas, p = 0,200, lesi radang dengan
~~---, ~
derajat cemas, p = 0,022, lesi sisa dengan derajat cernas, p = 0,023 ~an lesi total dengan derajat cemas, p =
0,030.
- -
1
I•'
JURNAL PELANGI 1/MU VOLliME 2 NO. 5, MEl 2009 1.' .
t::
1':
:'
i!: I i:
Tabel7 Hubungan skor cemas sebagai manifestasi stress dengan jumlah lesi akne vulgaris _p_ada Pelajar Putri Madrasah Aliyah Negeri I Yogyakarta p Variabel R Skor cemas - lesi non radang 0 ,255 0,033 Skor cemas - lesi radang 0,261 0,029 Skor cemas - lesi sisa 0, 194 0,108 0,294 Skor cemas - lesi total 0,013 Uji statistik menggunakan korelasi product moment pearson signifikansi p < 0,05.
3. Hubungan toleransi stres dengan akne vulgaris Tabel8 Hubungan derajat toleransi stres dengan jumlah lesi akne vulgaris pada Pelajar Putri Madrasah Aliyah Negeri I Yogyakarta 95 % Confidience
N
Lesi non radang Lesi radang Lesi sisa
Lesi total
Kebal Kurang kebal Tidak kebal Total Kebal Kurang kebal Tidak kebal Total Kebal Kurang kebal Tidakkebal Total Kebal Kurang kebal Tidakkebal Total
17 33 20 70 17 33 20 70 17 33 20 70 17 33 20 70
Mean 46.47 58.21 65.10 57.33 4.06 8.12 5.45 6.37 6.65 19.64 21.50 17.01 57.18 86.00 92.05 80.73
Std. Deviation 16.27 28.47 49.68 34.11 4.28 11.77 5.91 9.01 8.14 16.21 17.45 16.02 24.88 44.98 61.52 48.07
Std. Error 3.95 4.96 11.11 4.08 1.04 2.05 1.32 1.08 1.97 2.82 3.90 1.91 6.03 7.83 13.76 5.75
Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 38.11 48.12 41.85 49. 19 1.86 3.95 2.69 4.22 2.46 13.89 13.33 13.19 44.39 70.05 63.26 69.27
54.83 68.31 88.35 65.46 6.26 12.29 8.21 8.52 10.83 25 .38 29.67 20.83 69.97 101.95 120.84 92.19
'I
JURNAL PELANGIIIMU VOLUME 2 NO. 5, ME! 2009
Setelah diuji dengan tes anova, signifikansi p < 0,05, maka diperoleh basil hubungan derajat toleransi stres dengan lesi non radang p = 0,252, hubungan derakat toleransi stres dengan
lesi radang, p = 0,280, hubungan derakat toleransi stres dengan lesi sisa, p = 0,007 dan hubungan derakat toleransi stres dengan lesi total p = 0,059
Tabel9 Hubungan skor toleransi stres dengan jumlah lesi akne vulgaris pada Pelajar Putri Madrasah Aliyah Negeri I Yogyakarta p Variabel r Skor toleransi stres - lesi non radang 0,139 0,250 0,047 Skor toleransi stres - lesi radang 0,697 0,269 0,024 Skor toleransi stres - lesi sisa 0,197 Skor toleransi stres - lesi total 0,101 Uji statistik menggunakan korelasi product moment pearson
signifikansi p<0,05.
4. Hubungan stresor psikososial dengan akne vulagris Tabel 10 Hubungan derajat stresor psikososial dengan jumlah lesi akne vulgaris a rasa bAr1yah Ne en"IYOJlYiakarta pada Pl. ea.Jar Putn"Md 95% Confidience Interval for Mean Std. Std. N Mean Deviation Error Upper Lower Bound Bound Lesi non radang
Tidak ada stesor
6
48.33
10.60
4.33
37.21
59.45
Sedikit stresor
24
54.08
40.43
8.25
37.01
71.16
Stresor ringan
20
53.55
34.60
7.74
37.36
69.74
Stresor sedang
8
70.13
34.67
12.26
41.14
99.11
Stresor berat
1
Stresor sangat berat
3
105.0 0
40.65
23.47
-28.64
173.31
72.33
L!l _ _.,__
... c"t
·r
1
JURNAL PELANGI 1/MU V.OL.UME 2 NO. 5, ME/ 2009
)'---
---
Lesi radang
Lesi sisa
Lesi total
Malapetaka
8
58.88
18.43
6.52
43.46
74.29
Total
70
57.33
34.11
4.08
4. 19
65.46
Tidak ada stesor
6
2.50
2.88
1.18
-52
5.527.19
Sedikit stresor
24
4.67
5.91
1.22
2. 15
7.34
Stresorringan
20
4.95
5.10
1.14
2.56
9.60
Stresor sedang
8
5.13
5.36
1.89
65
9.60
Stresor berat
1
33.00
Stresor sangat berat
3
19.67
20.43
11.79
-31.08
70.41
Malapetaka
8
10.88
15.08
5.33
-1.73
23.48
Total
70
6.37
9.01
1.08
4.22
8.52
Tidak ada stesor
6
9.67
6.80
2.78
2.53
16.80
Sedikit stresor
24
15.21
17.63
3.60
7.76
22.65
Stresor ringan
20
16.95
12.33
2.76
ll.l6
22.72
Stresor sedang
8
20.25
21.63
1.65
2.17
38.33
Stresor berat
I
60.00
Stresor sangat berat
3
26.33
16.04
9.26
-13.52
66.18
Malapetaka
8
16.00
12.22
4.32
5.78
26.22
Total
70
17.01
16.02
1.91
13.19
20.83
Tidak ada stesor
6
60.50
18.61
7.60
40.97
80.o3
Sedikit stresor
24
74.00
51.45
11.73
49.74
98.26
Stresor ringan
20
15.45
39.05
8.73
57.17
93.73
Stresor sedang
8
95.50
46.85
16.57
56.33
134.67
Stresor berat
1
Stresor sangat berat
3
198.0 0
66.30
38.28
-46.38
283.04
Malapetaka
8
118.3 3
25.74
9.10
64.23
107.27
Total
70
85.75
48.07
5.15
69.27
92.19
• J
80.73
·- v·
•I
~~--~------~~------~~ -~~-----------
JURNAL PELANGI IIMU VOLUME 2 NO. 5, ME/ 2009
Setelah diuji tes anova, signift.kansi p < 0,05, maka diperoleh basil hubungan derajat stresor psikososial dengan lesi non radang p = 0,618, hubungan derajat stresor psikososial
dengan lesi radang, p = 0,001, hubungan derajat stresor psikososial dengan lesi sisa, p = 0, 112 dan hubungan derajat stresor psikososial dengan lesi total p = 0,101. . 1
Tabelll Hubungan skor stresor psikososial dengan jumlah skor akne vulgaris . P utn. M ad rasah AI'1yah N egen. I Y 0~ akarta pad a P e1a)ar p Variabel r Skor stresor psikososial - lesi non radang 0,065 0,594 Skor stresor psikososial - lesi radang 0,411 0,000 Skor stresor psikososial - lesi sisa 0,004 0,974 Skor stresor psikososial - lesi total 0,124 0,306
..r
Pembahasan 1. Karakteristik subyek penelitian Dari hasil penelitian tabel 1 terlihat bahwa usia terbanyak penderita anke vulgaris adalah 16 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian/teori Klingman yang menyatakan bahwa onset timbulnya anke vulgaris terbanyak pada masa remaja, dengan prevalensi 100%, insidensi 30-66% dengan puncak insidensi pada usia 14- 17 tahun bagi wanita (Wasistaatrnadja, 1999: Widjaja: 1996). Hal ini sangat berasalan, karena pada masa remaja terjadi peningkatan produksi
hormon, khususnya hormon seks, di antaranya hormon androgen. Pada masa pra pubertas, folikel sebaseus masih berukuran kecil dan aktifitas minimal. Narnun saat menginjak remaja, folikel sebaseus mengalami hipertrofi dan hiperplasi serta mulai memproduksi sebum, karena hormon androgen yang diproduksi oleh kelenjar adrenal, testis dan ovarium dapat berpeng~h langsung pada target organ yaitu kelenjar sebac$)a (Fitzptrick: 1997, Suyoto: 1986). Wax (26%), skualene (12%), kolesterol (15%) dan asarn kolesterol (3%). Di antara lemak tersebut di atas, asam lemak bebas dan skualene bersifat komedogenik. Produksi
....
JURNAL PELANGIIIMU VOLUME 2 NO. 5, ME/2009
..
I·
sebum yang meningkat menyebabkan peningkatan unsur komedogenik, penyebab terjadinya lesi akne (Widjaja: 1996, Soepardiman: 1993). Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja yaitu remaja awal, remaja madya dan remaja akhir. Usia 16 tahun merupakan remaja madya. Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Selain itu ia berada dalarn kondisi kebingunan karena ia tidak tahu hams memilih yang mana (Sawono: 2000). Kita tahu remaja berusia 16 tahun duduk di kelas 2 sekolah lanjutan atas. Anak kelas 2 SLTA akan dihadapkan pada pernilihan jurusan di kelas 3 nanti. Ia akan rriemilih apakah masuk jurusan IPA. IPS atau budaya. Jika tidak dapat mernilih antara dua atau lebih macam kebutuhan atau tujuan, akan menimbulkan konflik. Konflik dibedakan atas: (1) konflik pendekatan penolakan, dimana individu dihadapkan pada suatu keadaan yang mengharuskan ia mengambil keputusan, tetapi ia tidak dapat, maju terus tidak beran~ mundur juga tidak menyenangkan, (2) konflik pendekatan ganda, dimana individu berusaha mencapai kedua-duanya, tetapi sukar baginya hams melepaskan salah satu atau
harus mengubah sikapnya terhadap salah satu dan 3) konflik penolakan ganda, dimana individu itu tidak menghendaki kedua-duanya karena keduanya tidak menyenangkan baginya tetapi ia harus memilih salah satu (Maramis: 1990). Konflikkonflik ini dapat menimbulkan stres dan merupakan salah satu sebab terjadinyajerawat pada remaja. Pada tabel 2, memperlihatkan hanya 17 orang (24, 3 %) yang kebal terhada[ stres sedangkan sisanya kurang dari tidak kebal terhadap stres. Toleransi stres pada setiap 1m orang berbeda-beda. Hal tergantwng pada keadaan somatopsiko-sosial orang itu. Ada orang yang peka terhadap stres tertentu, karena pengalaman dahulu yang tidak dapat diatasinya dengan baik. Tiap orang berlainan dalam penyesuaian dirinya terhadap stres, karena penilaiannya terhadap stres itu berbeda-beda (Sudiryato, 1997). Selain pengalaman dan penilaian kognitif, toleransi stres juga dipengaruhi oleh twntutan, pengaruh interpersonal dan keadaan stres (Smet, 1994). Pada tabel 3 memperlihatkan bahwa hanya 6 orang (8,6%) yang tidak mempunyai stresor, sisanya mempunyai stresor dengan derajat yang bervariasi. Stresor dapat berubah-ubah, sejalan dengan
1
'J
f
.,
JURNAL PELANGI IIMU VOLUME 2 NO. 5, ME/ 2009
,. )
'
perkembangan manusia, tetapi kondisi stres juga dapat tetjadi di setiap saat sepanjang kehidupan. Yang dapat menjadi stresor ada di dalam diri individu, keluarga, komunitas dan masyarakat (Smet, 1994). Stresor yang dapat menyebabkan stres biasanya masuk ke dalam salah satu atau lebih kategori berikut penstlwa traumatik, peristiwa yang tidak dapat dikendalikan, peristiwa yang tidak dapat diperkirakan, peristiwa yang menantang batas kemampuan dan konsep diri kita serta konflik internal Stresor (Atkinson et a/.,2000). psikososial akan menjadi stresor hila menimbulkan tekanan jiwa, menimbulkan konflik di dalarn diri sendiri atau konflik antara individu dengan orang lain, menimbulkan fiustasi dan menimbulkan krisis (Maramis, 1990). Pada tabel 4 menwtjukkan bahwa ada 31 orang (44,3%) yang tidak mengalami kecemasan, sisanya mengalami kecemasan dengan derajat yang bervariasi. Kecemasan merupakan respon paling umum dari stres, yang artinya sebagai emosi tidak menyenangkan, ditandai dengan kuatir, prihatin, tegang dan takut (Atkinson et a/., 2000). Dalam penjelasan terdahulu, dikatakan bahwa stresor dapat menimbulkan stres. Pada tabel 3, ada 64 orang
(91,4%) yang stresor. Namwt di tabel 4 memperlihatkan bahwa hanya 39 orang (55,7%) yang mengalami kecemasan sebagai manifestasi stres. Bila kita berpegang pada teori bahwa stresor · dapat menimbulkan stres, seharusnya data pada tabel 3 dan 4 harus sama. Itu berarti jika ada 64 orang mempwtyai stresor, maka 64 orang mengalami kecemasan. Bukannya hanya 39 orang saja. Namun temyata dalam kehidupan ini, tidak semua orang akan mengalami stres hila dihadapkan pada stresor psikososial. Ada beberapa kondisi yang- mempengaruhi manifestasi stres ' stresor~ diantaranya potensi maturitas, edukasional, kondisi fisik, tipe kepribadian, sosio-budaya, dan situasi lingkungan (Soewadi, 1997). Stresor yang sama akan memberikan reaksi yang berbeda pada orang yang berlainan (Prawitasari, 1988). Pada tabel 5, menunjukkan bahwa seluruh subyek mempwtyai lesi non radang. Manifestasi klinis lesi non radang adalah komedo. Komedo ditimbulkan oleh androgen yang menyebabkan keratinisasi abnormal sehingga terjadi akumul~i lapisan keratin pada saluran folikel sebasea (Fitzpatrick: 1997, Suyoto: 1986). Lesi non radang sering dialami oleh penderita berusia muda (Fitzpatrick: 1997).
------~--~-~
·.,
JURNAL PELANGI IIMU VQ.LUME 2 NO. 5, MEl 2009
2. Hubungan stres dengan anke vulgaris
Pada tabel 6 yang menghubungkan derajat cemas sebagai manifestasi stres dengan jumlah lesi anke vulgaris, diperoleb basil bahwa ada perbedaan bermakna antara derajat cemas dengan jumlah lesi radang, antara derajat cemas jumlah lesi sisa dan antara derajat cemas dengan jumlah lesi total. Sedangkan antara derajat cemas dengan anke non radang, tidak ada perbedaan bermakna. Pada tabel 7 yang menghubungkan skor cemas sebagai manifestasi stres dengan jumlah lesi anke vulgaris, diperoleb basil bahwa ada bubungan bermakna antara skor cemas dengan jumlah lesi non radang, antara skor cemas dengan jumlah lesi radang dan ant~a skor cemas dengan jumlah lest total vulgaris. Sedangkan antara skor cemas dengan jumlah lesi sisa tidak ada hubungan bermakna. Dari kedua tabel di atas, terlihat bahwa ada hubungan stres dengan anke vulgaris yang ditunjukkan dengan jumlah lesi. Namun ada perbedaan hasil antara skor cemas dan derajat cemas terhadap jumlah lesi non radang. Pada tabel 6, antara derajat cemas dengan jumlah lesi non radang tidak ada perbedaan bermakna tetapi pada
..',.
tabel 7 antara skor cemas dengan jumlah lesi non radang ada bubungan bermakna. Hal llll disebabkan karena skor > 150 dianggap cemas. Stres mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua sistem neuroendokrin yaitu sistem simpatis dan korteks adrenal. Sistem saraf simpatis berespons terhadap inpuls saraf dari hipotalamus dan mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah pengendaliannya, sebagai contob meningkatkan kecepatan denyut jantung. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal ke medula adrenal untuk melepaskan epinefrin dan on epinefrin ke aliran darah. Sistem korteks adrenal diaktifasi jika hipotalamis mensekresi Corticotropin Releasing Factor (CRF). CRF akan mengaktifkan hipofisi mengeluarkan adrenocorticotropin (ACTH). ACTH dibawa melalui aliran darah ke korteks adrenal dan memacu pelepasan sekelompok hon~on, termasuk korticol. ACTH Juga memberi sinyal ke kelenjar endokrin lain untuk melepaskan sekitar 30 hormon. Terjadinya perubahan keseimbangan bonnon, yang selanjutnya akan menimbulkan perubahan fungsional pada berbadai organ target misalnya kelenjar lemak
',
•.
r
l JURNAL PELANGI IIMU VOLUME 2 NO. 5, ME! 2009
~
di bawah kulit wajah (Hawari: 1997, Greenspan: 1991 dan Putra: 1991). Salah satu patogenesis timbulnya anke vulgaris adalah adanya peningkatan asam lemak bebas yang bersifat kemodogenik. Hormon kortisol meningkatkan mobilisasi asam lemak dari jaringan lemak. Hal ini akan meningkatkan besarnya konsentrasi asam lemak bebas di dalam plasma. Mekanisme yang dipakai oleb kortisol untuk meningkatkan mobilisasi asam lemak belum diketahui, namun salah satu efek kortisol dalam peningkatan proses oksidasi asam lemak dalam sel, diduga berperan dalam peningkatan mobilisasi asam lemak. Hal ini dikarenakan proses oksidasi tersebut akan mengurangi pengangkutan glukosa yang dibutuhkan untuk penyimpanan dan mempertahankan jumlah trigliserida di dalam sel-sel lemak. Jika bahan ini tidak ada, maka sel-sel lemak akan mulai melepaskan asam-asam lemaknya(Ganong: 1995). ACTH mempengaruhi sekresi androgen adrenal. Hormon androgen dapat berpengarub langsung pada target organ yaitu kelenjar sebasea Kelenjar sebasea mengalami bipertrofi dan memperoduksi sebum. Produksi sebum yang meningkat, menyebabkan peningkatan unsur komedogenik, yang menimbulkan
.
..'
)•
I
. .:'·--""' ; " _tr_ __
terjadinya lesi akne (Fitzpatrick: 1997, Suyoto: 1986). Meningkatnya kadar bormon kortisol dan androgen dalam darah akan mempengaruhi tingkat keparahan anke vulgari~ , (Koo: 1995).
3. Hubungan toleransi stres dengan anke vulgaris Pada tabel 8 yang menghubungkan derakat toferansi stres dengan jumlah lesi anke vulgaris diperoleb basil bahwa ada perbedaan bermakna antara derajat toleninsi stres dengan jumlah lesi sisa. Sedangkan antara derajat toleranSI , stres dengan jumlab lesi non radang, antara derajat toleransi stres dengan jumlah lesi radang dan antara derajat toleransi stres dengan jumlah lesi total, tidak ada perbedaan bermakna. Pada tabel 9 yang menghubungkan skor toleransi stres dengan jumlah lesi anke vulgaris diperoleh basil bahwa ada bubungan bermakna antara derakat toleransi stres dengan jumlab lesi sisa. Sedangkan antara toleransi stres dengan jumlah lesi non radang, antara skor toleransi stres dengan jumlah lesi radang dan antara skor toleransi stres dengan jumlah lesi total, tidak ada bubungan bermakna. Dari kedua tabel di atas, terlihat bahwa ada bubungan
JURNAL PELANGI IIMU VOLUME 2 NO. 5, .MEl 2009
,.
,.
bermakna antara toleransi stres dengan anke vulgaris, khususnya jumlah lesi sisa. Lesi sisa merupakan peralihan akne dengan peradangan, selebihnya telah terjadi penyembuhan berangsur. Bentuk lesinya dapat berupa kista, sinus, skor atroftk, skor hipertropik, hiperpigmentasi (Rassner: 1995). Toleransi stres berbeda pada setiap orang. Hal m1 bisa dipengaruhi oleh penilaian kognitif, pengalaman, tuntutan, pengaruh interpersnonal dan keadaan stres (Smet: 1995). Stres intermitten yaitu stres yang pemaparannya kadangkadang dengan periode pemulihan, menyebabkan toleransi terhadap stres selanjutnya (Atkinson: 2000). Berdasarkan pola pemikiran di atas, dapat dipahami jika ada hubungan bermakna antara toleransi stres dengan lesi sisa.
4. Hubungan stresor psikososial dengan anke vulgaris Pada tabel 10 yang menghubungkan derajat stresor psikososial dengan jumlah lesi anke vulgaris diperoleh basil bahwa ada perbedaan bermakna antara derajat stresor psikososial dengan jumlah lesi radang. Sedangkan antara derajat stresor psikososial dengan jumlah lesi non radang, antara derajat psikososial dengan jumlah lesi sisa,
dan antara derajat stresor psikososial dengan jumlah lesi total, tidak ada perbedaan bermakna. Pada tabel 11, yang menghubungkan skor stresor psikososial dengan jumlah lesi anke vulgaris, diperoleh hasil bahwa ada hubungan bermakna antara skor stresor psikososial dengan jumlah lesi radang. Sedangkan antara skor stresor psikososial dengan jumlah lesi non radang, antara skor stresor psikososial dengan jumlah lesi sisa dan antara skor stresor psikososial dengan jumlah lesi total, tidak ada hubungan bermakna. Dari kedua tabel di atas, terlihat bahwa ada hubungan bermakna antara stresor psikososial dengan jumlah lesi radang. Faktor yang penting dalam proses inflamasi anke vulgaris adalah proptonebacterium acnes yaitu suatu diptheroid anaerobic yang ditemukan pada folikel sebasea. P. Acnes mengeluarkan produk ekstraseluler berupa lipase yang mengubah lemak menjadi asam lemak. Asa lemak dapat merusak dinding kelenjar sebasea, merembes pada jaringan sekitar kelenjar, sehingga menyebabkan peradangan. Selain P. Acnes juga mengeluarkan zat yang bersifat kemotaktis yang merangsang berkumpulnya lekosit pada daerah peradangan. Berkumpulnya lekosit
I
J '
,t
JURNALPELANGI /IMU VOLUME 2 NO.5, ME/ 2009
ini tidak meringankan peradangan bahkan memperberatnya, karena usaha lekosit membunuh P. Acnes menyebabkan semakin banyaknya enzim hidrolitik yang dilepaskan oleh bakteri yang mati (widjaja, 1996; Widodo, 1989). Bentuk lesi akne radang dapat beripa papul, pustula dan nodul (Rassner, 1995).Menurut teori reaksi stres dari Selye (1956) bahwa stresor akan mengakibatkan suatu rangkaian reaksi yang berulang yb disebut gejala adaptasi umum, yang terdiri dari atas 3 tingkatan yaitu tahap reaksi alarm, tahap resistensi dan tahap kehabisan tenaga. Jika tahap 1 beijalan dengan baik menyusul tahap 2 dimana akan teijadi penyesuaian diri terhadap lingkungan barn yang disebabkan stresor tadi. Dengan adanya kenaikan daya tahan ini, maka sebab akibat yang merugikan dari stresor tadi tidak berkurang dan dinetralkan. Tetapi sebaliknya hila akibat yang ditimbulkan oleh stresor tadi tidak berkurang atau tidak dapat dinetralisasi, maka akan terjadi tahap 3. Pada tahap ini cadangan daya adaptasi yang tersedia dalam diri organisme sudah terpakai habis dan akan menimbulkan berbagai penyakit, termasuk penyakit kulit (Asdie: 1997, Nuhriawangsa: 1986). Stresor psikososial menimbulkan respon stres. Stres selanjutnya
,. I
El ·-
mengaktifkan sistem hipofisisadrenal, yang akan mempengaruhi sekresi androgen. Androgen akan mempengaruhi kelenjar sebasea. Kelenjar sebasea menghasilkan skuelene dan dioksidasi di dalani folikel . Hasil oksidasi tersebut mempengaruhi proses pembentukan komedo dan menurunkan kadar oksigen dalam folikel. Turunnya kadar oksigen tersebut, akan menguntungkan koloni mikroorganisme anaerob termasuk P. Acnes. P. Acnes yang memiliki kemampuan lipolitik dan menghasilkan faktor komota.ktilc yang berperan dalam proses • inflamasi anke vulgaris (Widjaja: 1996). KesimpuJan
Setelah melakukan penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pada Pelajar Putri Madrasah Aliyah Negeri I Yogyakarta: 1. Ada hubungan bermakna antara stres dengan keparahan anke vulgaris 2. Ada perbedaan bermakna antara derajat toleransi stres dengan I jumlah lesi sisa 3. Ada perbedaan bermakna antara derajat stresor psikososial denganjumlahlesiradang
·~
JURNAL PELANGI IIMU V9,Ll)ME 2 NO. 5, MEl 2009
Saran
l
• -
1. Dalam memberikan pengobatan terhadap penderita anke vulgaris, perlu pendekatan secara holistik. 2. Perlunya kerja sama para orangtua dengan pendidik dalam membantu remaja mengatasi permasalahan-permasalahannya
3. Diadakannya penelitian lanjutan untuk membahas hubungan stres dan anke vulgaris secara lebih luas dan mendalam
Daftar Pustaka
Asdie.
A.H, 1997, Stres Penyakit Psikosomatik dan Aneka Penyembuhannya, Pidato Pengukuhan Guru Besar FK- UGM.
Cara
Atkinson. R.L, Atkinson, R.C, Smith. E.E dan Bern. D.J, 2000, Pengantar Psikologi, Edisi Kesebelas, Jilid Dua, Interaksara. Bahar E, 1995, Stres dan Kesehatan, Makalah Seminar Hipertensi dan Stres serta Penatalaksanaannya Fitzpatrick. D, 1997, Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology Common and Serious Diseases, Third Edition, Me. Graw Hill Companies. Ganong. W.F, 1995, Review of Medical Physiology, Seventeenth Edition, A Lange Medical Book. Hawari. D, 1997, 1/mu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Cetakan III, PT. Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta. Kartono. K, 1990, Psikologi Perkembangan, Mandar Maju, Jakarta. Koo. J.Y, 1995, Skin Disorders, Dalam : Kaplan. H.I and Sadock. B.J, Comprehensive Textbook of Psychiatri, Sixth Edition, Williams & Wilins.
'•
r
·~
JURNAL PELANGI IIMU VOLUME 2 NO. 5, MEl 2009
Sehgal. V.N and Jain. S, 1994, Textbook of Clinical Dermatology, Jayne Brothers. Smet. B, 1994, Psikologi Kesehatan, Rasindo, Jakarta. Soepardiman. L, 1993, Akne Vulgaris, PB-IDI Jakarta. Soewadi, 1997, Simtomatologi dalam Psikiatri, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FKUGM. Stawiski. M.A, 1995, Akne dan Kondisi Terkait, Dalam: Price, S.A. dan Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta Suyoto, 1986, Akne Jenis dan Penatalaksanaannya, Dalam : Hardyanto (ed), ~ Kesehatan Kulit dan Kosmetika, Kumpulan Makalah Simposiurn. Tolman. E.L, 1992, Acne and Acneiform Dermatoses, Dalam : Moschella SL and Hurley H.J, Dermatology, Third Edition, W.B. Sounders Company.
t
Wasistaatmadja. S.M, 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, Penerbit Universitas Indonesia Wasistaatmadja. S.M, 1999, Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinifoma Dalam : Djuanda A, Hamzah. M & Aisah. S, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Cetakan III FK-UI. Wibisono. S, 1990, Cemas Konsep, Diagnosis dan Prinsip Terapi, Majalah Dokter Keluarga Vo. 9 hal23 - 30. Widjaja. E.S, 1996, Acne in Adolescence and Its Management, MDVI 23/4 SJlpl :33-39. Widodo. Y, 1989, Patogenesis Jerawat, Dalam : Soedarmadi & Wiraguna, Jerawat dan Penanggulangannya, Kumpulan Makalah Simposium, Laboratorium Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
-