Vslume
.
'
::,1'
,\-.\
tr
l,lnmnr UlTahun 2Bl5
0ffug
(ajian l(eilmuan Snsial dan pendidikan Edisi No.
0l
Volume I Tahun 2015
pelindung: Rektor Universitas lslam Nusantara
pembina: Dekan
Fakultas Keguruan dan llmu pendidikan Universitas lslam Nusantara
penasihat: Pemb. Dekan I Bidang Akademik Fakultas Keguruan dan llmu pendidikan Universitas lslam Nusantara Penanggung Jawab : Ketua Program Studi ppKn
Pimpinan Redaksi: Edi Kusnadi, S.pd,
M.pd. :
Mitra Bestari
:
7. Prof. Dr. Suwarma Al Muchtar, SH, M.pd. 2. Prof . Dr. Sapriya, M.Ed. 3. Prof. Dr. DediMulyasana, M.pd. 4. Prof. Dr. E. Mulyasa, M.pd. 7.
penyunting Ahli Dr. H. Hanafiah, M.Mpd.
:
2.
Dr. Odang Suparman, SH, M.Si.
3. 4.
Djem Bangun Mulya, Drs, M.p. Dito Hendro prakoso, MSIR,
5.
Eka Jayadiputra, S.pd, M.pd.
1.
Produksi & publikasi : Angger Saloko, S.pd. Dhinie Anggraeni Dewi, S.pd.
2.
MSCJ.
Volume
I
No.
0t
Tahun 201 S
-
^dHhr
|SSN 246G1 BO2
UTSC|D
MENGGALI MUTIARA PAPUA DI PULAU DEWATA (SURVEI DAMPAK KEBIJAKAN AFIR]VIASI PENDIDIKAN TINGGI DI DUA UNIVERSITAS NEGERI DI PROVINSI BALI) oleh:
Ardian Bakhtiar Rivai Program Studi ppKn Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Ahmad Dahlan yogyakarta
ABSTRACT This study aims to address the problem of non-optimal'results afirmation of papua students, academic achievement in public universities in Bali. This study ,r", o study design, justi/ied "orc by questionnaire' Research subiects involving 36 studentsl'in Udayana [Jniversity and t 5 students in Ganesha University of Education. The study concluded that th-ere are twofactors that affect to
afirmations Papua students' academic achievement. First, individual factors, namely, the prospective student academic achievement, expectations, adaptability, comfort motivation, preparation of learning and student effort in achieving learning outcomes. Secondly, environmental factors, namely, procedures, services, relationships among students, faculty treatment, and treatment of c'ollege education personnel ffirmation higher education prlouidrrr. Keywords: Aflirmative Action, Higher Education,
PENDAHULUAN
Bali 1
Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Pendidikan dan Kebudayaan telah melaksanakan."uruttilrrosr# pendidikan tinggi (Adik). T,ujuan utama dari q:laksana&- i*; adalah pemerintah m?lnpu meningkatkan kualitas
r-t
di papu4 Kementrian disebut sebagai afirmasi
afirmasi pendidikan tinggi ,r*4.,T;ti*'g"n".a.i muda papua yang
terdidik dan kompetitif. Dalam kiitanya dengan p"nia[utun-Galitas sumber daya manusia terdidik' maka salah satu bentuknya adalah aengan me'nghasilkan sarjana-sarjana dari papua yang memiliki kemampuan akademik yang setara J"ngun .&*u ruirva di Indonesia. ludl kenyataanya di lapangan, program afirmasi pendidikan tinggi ini ternyata belum secara maksimal memberikan dampak terhaiap kualitas .upui-t utua-Jirik .;;;; iupru ai universitas penyelenggara program afirmasi pendiaikan tinggi.-i"rauput banyak mahasiswa Papua yang capaian prestasi akademiknya .fo* dalam kaffiri sangat kurang dan kurang. Sehingga, kenyataan ini menimbulkan apa yang disebut sebagai "kesenjangan
mahasiswa afirmasi Papua dengan mahasiswa reguler puau muncul ada-lah mengapa mahasiswa afirmasi ripua
akademik,, antara Masalah yang kemudian bersaing secara akademik
,,iiu*nya.
betum;;il
dengan mahasiswa reguler, khususnya di universitas pr"g.iimenjawab permasalahan tersebut dengan membawa.mi[i
irtrt
oieali.
Studi ini hadir untuk ilr;elaskan faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi.kesuksesan cipaian akademik rtrahasiswa afirmasi papua
dalam rangka meraih prestasi akademjk yang optimal. pada pri^ipnyi UatinJa ,nu.alah tentang capaian -gati akademik mahasiswa afirmasi ai dapat diiumurkun dulurn dua faktor. pertama faktor individu atau intemar mahasiswa, rn.nurut Mccormick atr. iior:1"0"r..";"ilrr,"-i keberhasilan capaian akademik mahasiswa aulu, r.onli;i- yi,,; terafirmasi, faktor individu mencakup beberapa har, yaitu motivasi, usaha, dan p"i-ri"p;;iri daram *Lryu,1uri- p.or.,
perkuliahan. Faktor yang kedua, yaitu faktor eksiernal ;;[iilgil;;" belajar mahasiswa. Masih menurut pemaparan Mccormick dkk (2013), dijelaskan luurrr"'u siuin dukurgan faktor internal 3'l
Jurnalllmiah
Volume
I
No. 01 Tahun 201 5
^ l-,lscc
- ISSN 2460-1802
individu mahasiswa afirmasi dalam berikhtiar dipengaruhi hal-hal seperti, hubungan vertikal dan fasilitas oleh universitas, serta yang terpentingjuga
hasil akademik yang optimal, juga mahasiswa afirmasi, dukungan universitas yang optimal.
Konsep berfikir McCormick dkk (2013) tentang apa yang mereka sebut sebagai quality of effort dan academic social integration menjadi bahan acuan bagi saya untuk menafsirkan afirmasi pendidikan tinggi di Bali saat ini menjadi sebuah proses yang berkesinambungan. Ukuran capaian akademik mahasiswa tidak saja hanya bisa diukur dari indeks prestasi kumulatif mereka selama studi, tetapi lebih daripada itu, McCormick dkk (2013) mensyaratkan bahwa capaian program afirmasi dampaknya berlaku dalam jangka waktu yang sangat panjang. Sehingga saya harug menyadari bahwa penelitian ini hanya mampu sebatas menangkap capaian mahasiswa afirmasi dalam jangka waktu yang sangat singkat dan dalam konteks yang sangat sempit. Sesungguhnya pemerintah telah lama menyadari bahwa kondisi pendidikan tinggi Papua relatif tidak setara dengan lulusanlulusan lain di Indonesia. Argumen ini didukung oleh Data
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (dalam Nizam, 2013) yang menunjukkan bahwa angka
partisipasi kasar pendidikan tinggi Papua hanya sqbesar 18,4o/o. Kondisi ini sekaligus menjelaskan apa yang disebut sebagai "anomali pembangunan". Tingginya produk domestik bruto (PDB) Papua tatrun 2010 yang mencapai 31,57 juta per kapita (dalam Nizam, 2013) tidak
serta merta berjalan beriringan terhadap peningkatan APf. di Papua Studi ini penting dilakuan i
I
karena dalam rangka ikhtiar menjawab keprihatinan kdndisi sumber daya manusia di Papua, maka salah satu bintuk solusinya adalah dengan meninlkatkan apa yang disebut sebagai angka partisipasi kasar pendidikan tinggi Papua. Angka partislpasi kasar (APK) pendidikan tinggi di Papua relatif lebih rendah daripada rata-rata APK nasional, sehingga sangat berpengaruh signifikan terhadap rendahnya Index Pembangunan Manusia (IPM) yang pada tahun 2011 hanya sebesar 64,94 atau peringkat terakhir di seluruh Indonesia (Bappenas, 2012).
Alasan lain yang menjadi pendukung adanya kebijakan afirrrasi pendidikan tinggi Kemdikbud adalah kondisi pendidikan tinggi di Papua yang saat ini masih sangat jauh tertinggal. Baik itu dari sisi akreditasi, program studi, dan kualitas dosen. Pada tahun 2012, dari 127 program studi yang ada di Propinsi Papu4 74 program studi (58,2%) nya belum terakreditasi, dan 7 program studi sisanya telah habis masa akreditasinya (Kompas, 2013). Kondisi yang demikian ini semakin diperparah oleh sebagian bes'ar progftrm studi yang sudah diakreditasi nilainya masi C. sehingga sangat kecil peluang untuk membangun kualitas sumber daya manusia yang maksimal. Dari aspek dosen, ketertinggalan pendidikan tinggi di Papua terlihat dari jumlah dosen yang masih bergelar Sl sebesar 70%o (2.480 orarie) dari total 3.547 orang dosen. Yang sudah bergelar 52 hanya 28%o (979 orang), dan yang bergelar 53 baru lVo rtau 47 orang (Kompas, 2013). Parahnya tentang kondisi pendidikarr tinggi Papua saat ini akan semakin mengkhawatirkan apabila dibandingkan dengan UU l4lTahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang mengamanatkan kewajiban Dosen untuk bergelar minimal 52. Sehingg4 rendahnya kualitas dan mutu pendidikan tinggi di Papua mengharuskan adanya campur tangan pemerintah untuk melahirkan apa yang disebut sebagai kebijakan afirmasi ini.
Atas dasar keprihatinan tersebut, maka sangat relevan jika UU 12 Tahun 2012 tentatg Pendidikan Tinggi mengamanatkan adanya program afirmasi sebagai cara untuk mendorong akses pendidikan yang lebih luas kepada pemuda usia produktif yang berasal dari Papua.
Program Afirmasi Pendidikan Tinggi merupakan kerjasama antara Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen Dikli, Kemdikbud) dengan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B).
32
Volume
I No. 01 Tahun
201 5
- ISSN
^-HH
UISc(C
2460-1 802
TINJAUAN PUSTAKA Mewacanakan ffirmative action di pendidikan ting$i, menghadapkan kita kepada diskursus tentang penerapan kebijakan afirmasi dalam sistem: penerimaan (admission) di instansi
pendidikan tinggi. Secara umum terdapat dua mazhab lentang sistem penerimaan (admission) pendidikan ting[i. McGhee (2003) mernatakan mazhabiyang-aianut initansi pendid'ikan tinggi menjadi dua kelompok besar, yaitu mazhab elitism dan rtrereka yang menganut mazhab diversity (keberagaman). Tampaknya, pemetaan yang dilakukan oleh McGhee (2003) tersebut sangat relevan saya gunakan untuk membaca peta mazhab sistem kebijakan admisi di institusi pendidikan tinggi di Indonesia. Pertama, mazhab elitisme yang menganggap bahwa universitas harus merekrut mahasiswa berkualitas, individu yang kuat, sebagai instrumen untuk menguatkan institusi pendidikan tinggi (Bigalke & Neubauer,2009). Dalam pandangan mazhab ini, mahasiswa dianggap sebagai bentuk komoditi pendidikan tinggi untuk bisa memenuhi kebutuhan pasar. Sehingga, mazhab ini mensyaratkan adanya pendidikan tinggi yang terorganisir, merekrut personal yang tangguh, mudah dikelola, bemilai untuk dipromosikan, dan disukai oleh pasar (Bigalke & Neubauer, 2009). Menurut pandangan mazhab elitisme, universitas menjadi semacam tempat bertemunya sumber daya manusia yang hebat, berkualitas, dan memiliki daya saing tinggi. Sehinggq dengan adanya input sumber daya manusia berkualitas, maka pada prosesnya, akan terbangun semacam kompetisi sumber daya yang berkualitas yang bisa mengfrasilkan output lulusan yang berkualitas tinggi pula. Penekanan utama mazhab ini adalah adany'a capaian kualitas terbaik dari sebuah
universitas.
;
Adanya dukungan infrastruktur yang modern dan m{ndukung proses pendidikan tinggi yang berkompetisi menuju puncak tertinggi capaian akademid. Mazhab ini relatif lebih mengabaikan adanya pertimbangan kesetaraan ras minoritas yang terbelakang dalam hal kualitas sumber daya nya. Karena, menurut pandangan ini, mereka yang tidak memenuhi kriteria minimum kualitas akademik hanya akan menghambat proses perkembangan universitas dalam kompetisi global. Sehingga, hanya mereka yang kuatlah yang bisa menjadi bagian kompetisi di sebuah instansi pendidikan tinggi. Kedua, mazhab diversity, yang menganggap bahwa institusi pendidikan tinggi merupakan tempat untuk mengembangkan minat dan bakat dengan mengabaikan latar belakang struktur sosial dan ekonomi (Haydon, 2010). Mazhab ini mensyaratkan adanya intervensi pemerintah untuk mendorong dan membuka peluang bagi individu yang kurang mampu secara ekonomi atau kelompok minoritas yang kesulitan menjangkau akses pendidikan tinggi. Mazhab keberagaman menganggap bahwa institusi pendidikan tinggi adalah ruang tempat berkreasi, tempat untuk mengembangkan ide dan gagasan semua individu tanpa menghiraukan latar belakang personalnya. Haydon (2010) menjelaskani bahwa basis konsep mazhab ini sesungguhnya sangat dekat dengan apayang disebut sepagai konsep meritokrasi, konsep yang mengharuskan adanya apa yang disebut sebagai "educatiQnal equality". Universitas harus menampilkan adanya banyak variasi individu sebagai bentuk kesetaraan pendidikan, baik itu dari segi ras, agam4 budaya, ekonomi dan sosial. Sehingga, kelompokkelompok ras atau ekonomi kurang beruntung bisa juga menerima pendidikan seperti layaknya kelompok ekonomi atas yang memang sudah bisa survive secara mandiri tanpa adanya dukungan negara. Menurut pandangan konsep meritokrasi, institusi pendidikan tinggi merupakan tempat untuk berproses bagi mereka kelompok ras minoritas untuk dididik sebagai output lulusan yang baik. Logika meritokrasi merupakan antitesis dari pandangan mazhab elitisme ata:u para pemikir neo-liberal, jika menurut mazhab elitisme universitas diharuskan merekrut mahasiswa berkualitas tinggi. Maka menurut pandangan mazhab diversity (keberagaman), universitas justru harus merekrut mahasiswa berkualitas rendah dari kelompok-kelompok terbelakang untuk diproses sebagai lulusan yang berkualitas baik. Meski, harus secara jujur diakui, bahwa tentu saja kualitas lulusan yang dihasilkan akan memiliki perbedaan yang sangat jauh. Selain karena faktor input yang memang jelas berbeda, faktor proses juga menjadi bagian dari konsekuensi adanya pemahaman tentang mazhab meritokrasi ini. Dalam diskursus antara mazhab eltisme dan mazhab keberagaman, studi ini memposisikan diri untuk menganut faham keberagaman sebagai landasan
-Jurrial
Volume
I
No. 01 Tahun 2015
-
llmiah
^ CfScC
ISSN 2460-1802
i
cara untuk membangun tesis bahwa^kebijakan afirmasi penAifiimn tinggi Kemdikbud merupakan yang tepat dalim rangka membuka akses pendidikan tidggi mahasiswa asli Papua. Keprihatinan .uyitrrt*g rendahnya index pembangunan manusia Papua, dan jeratan rantai keminskinan yang .uOut tut u mengikai masyarakat Pup"u di alam yang kaya raya, menjadikan itu sebagai alasan mazhab utama, mengapa saya harus mengangkat topik ini. Tqrlepas dari perdebatan antala cara satu salah elitisme dan mazhab keberagaman, saya mencoba memfangun argumen bahwa
yang paling tepat untuk irembuka akses pendidikarl tinggi untuk Papua adalah dengan memUirikan kemudahan dan dorongan untuk masuk dalaln universitas negri berkualitas. l
merupakan Samuel dan William (21}z)menjelaskan bahwa aksps menuju pendidikan tinggi dari proteksi kesetaraan diperlukan dasa{itu, Atas ini. masiar"Uaisaat satu dari banyak dambaan lni action afirmative ras, entiso dan jenis kelamin daiam sistem admisi di univ&sitas' Sejarahny4 yang act" pertama tati iiAenarasikan pada tahun 1964 dalarn "Title VI of The Civil Rights masyarakat sipil bertujuan untuk mengembangian kepemimpinan antar rasial untuk masa depan menunjukkan ini yang lebih baik (Samuet aariWittiam,20Or). Realitas pendidikan tinggi saat Sehingga saja. besar kota-kota 6ufri"u tingkat partisipasi pendidikan tinggi masih didominasi oleh o'inequality eduaction"'-Kondisi *.*.rr.ul-k* apa yang disebut oleh Iliydon (2010) sebagai dari kalangan dimana partisipasi p.ni'idikun tinggi hanya didominasi oleh mereka yang berasal sangat ekonomi meningah ke atas, y*-f ...u.u fasilitas dan infrastruktur pendidikan sudah perkotaan di teknologi dan mendukung. Teriebih lagi adanya-kemudahan dukungagr informasi y*g ,"rnuiin menciptak-an adanya ketimpangan sosial dntara mereka yang berada di kota besar
i.n!*
mereka yang berada di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal.
penelitian
ini
dilakukan
di
I
Universitas Pendidika{ Ganesha dan Universitas Udayana.
pendidikan Universitas pendidikan Ganesha merupakan salah satu felaksana program afirmasi Badung, Kabupaten di berlokasi Ufayana Universitas tinggi di Kabupaten Buleleng, sedangkan prJv-insi Bali yang ditunjuf oleh Kementrian Pendidikan & Kebudayaan.Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan teknik survei dan untuk menjastifikasi kondisi afirmasi di perguruan iinggi negeri di Bali diginakan teknik analisis statistik deskriptif. Penelitian ini melibatkan tiga Dalam ele,Irien p-enelitian, yaiti admisi, Lingkungan Belajar, dan Capaian Prestasi Akademik. pendidikan afirmasi mahasiswa (admission) untuk penerimaan mahisiswa penelitian ini sistem iinggi di provinsi Bali adalah tata cara maupyn sistem kemudahan yang digunakan ole! panitia p"n'J.i*u* mahasiswa baru (admisi) di Universitas Pendidikan Ganesha dan Universitas Uduy*u untuk melakukan kebijakan afirmasi pendidikan tinggi bagi calon mahasiswa yang berasal dari Papua. Untuk memahami bagaimana admisi afirmasi ini diimplementasikan, digunakan dua faktor sebagai basis analisisnya. Pertama faktor individu mahasiswa yang mJncakup prestasi akdemik saat SMA dan ekspektasi mahasiswa saat mengikuti program afirmasi'pendidikan tinggi. kedua, faltor lingkungan yang menjelaskan tentang prosedur pendaftaran afirmasi pendidikan tinggi di Bali, dan layanan birokrasi universitas penyelenggara afirmasi di Bali kepada mahasiswa
Papua.
j
HASIL DAN PEMBAHASAN I
Sebagai salah satu indikator ukuran untuk meng{ritung bagaimana caRaill mahasiswa afirmasi-pendidikan tinggi di Bati. Maka pengetahuan fnahasiswa yang saya jadikan acuan di studi ini uaAun dengan mengetahui bagaimana capaian lndeks prestasi mahasiswa semester dan kumulatif mahasiswa. Karena, capaian mahasiswa yang paling kongkit diwujudkan adalah dengan mengetahui bagaimana prestasi mahasiswa di perkuliahan.Berdasarkan hasil sensus, ditemukan bahwa 4l% mahasiswa mencapai IP semester termasuk dalam kategori amat kurang. Sedangkan l6olo masu dalam kategori kuiang, 39% termasuk dalam kategori cukup, 2olo masuk ategori baik, dan sisanyq 2% termasuk dalam kategori sangat baik. Untuk IP kumulatif, mahasiswa yang termasuk dulu* kategori amat kurang sebanyak 37o , 24o termasuk dalam kategori kuian[ 35o/o dalarn kategori cukup, dan sisanya 2Yo dalarn kategori baik, dan 2oh kategori sangat baik.
34
^
Volume
I
No. 01 Tahun 2015
-Jurnal
llmiah
U!SCC
- ISSN 2460-1802
45% 40% 3s%
30% 25%
20% 1-5%
70%
)
5% o%
w
0,1-1
7,1-2
(Amat
(Kurang)
2,1-2,9 (Cukup)
3,0-3,5 (Baik)
3,6-4,0 (Sangat Baik)
Kurang)
r :
ww,/
lP Semester
4L%
76%
39%
2%
2%
lP Kumulatif
37%
24%
33%
2%
2%
penge,ahuan
:;:;
l.].::ilJ::H,T
ff
-,-, ;:;ns un,uk,erben,uknva
",", tindakan seseorang. Pengitahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Pengetahuan sangat erat hubungannyu d"ngu, pendidikan, di mana diharapkan bahwa dengan pendidikan yan-g tinggi maka orang teisebJt .akan semakin luas pula pengetahuannya (Notoadmodjo, 2OO7). fingtat PengetahJan Menurut Notoadmodjo (20Q7), pengetahuan mempunyai 6 tingkat
sebagai berikut, p..tu.nu, Tahu (Know). Tahu dalam tingkat ini adalah mengingat kembali atau rangsangan irecaltl terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari
tirima. Kedua, Memahami (Comprehenti$n). Memahami artinya sebagai suatu L"--u*puu, untuk menjelaskan secara benar tentanel objek yang diketahui dan di mana dapat menginterprestasikan secara benar. Ketiga Aplifasi (Application). Aplikasi diafiikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun
yang telah
di
kondisi sebenarnya. Keempat, Analisis (Analysis). Adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kelima, Sintesis (Syntesis). Menunjukkan pada suatu kemampuan dalam melaksanakan atau menghubungkan bagianbagian didalam suatu keseluruhan yang baru. Keenam, Evaluasi (Evaluation). Evaluasi ini beikaitan dengan kemampuan untuk melakukan pgnilaian terhadap suatu materi atau objek.
Konsep kognitif (dari bahasa Latin cognosere, untuk mengetahui atau untuk mengenali) merujuk kepada kemampuan untuk memproses informasi, menerapkan ilmu, dan mengubah kecenderungan (Notoatmodjo, 2007). Kognisi juga mengacu pada suatu lingkup fungsi otak tingkat tinggi, termasuk kemampuan belajar dan ]mengingat; mengatur merencana dan memecahkan masalah; fokus, memelihara dan mengdlihkan perhatian seperlunya; memahami dan menggunakan bahasa; akurat dalam memahami lin$[
35
'--
OiSUB Volume
t
No.
01 Tahun 2015'ISSN 2460-1802 1
Perkembangankognitifmempunyaip?rPanpentingbagikeberhasilananakdalambelajar berpikir' Menurut ilr,,, u"tuiu. ,"tutu u".iruuutt!* J""g*. masalah berpikir perkembangan *eny-angLut "ktir# Svaodih dan Agustin (200g) perkembangrr-il"*nit, tetriaulannva' mungkin saja anak dan bagaimana kegiat)i";;rpiki, itu U"t"r:a.""6;il+ ud*yu pemecahan' Menyelesaikan suatu dihadapkan pada persoalan-persoalan yry yJttr"* paaa aiti anak' Sebelum anak mampu lebih..k;;;i;L oersoalan merupakan langkah yang
karena sebagian
menyelesaik*
p".rouluii."t pLriu"rr.*1tit.Ir*p"|" ""tut l;h*;
mencari cara penyelesaiannya'
kognitif adalah suatu \nerkembanean Husdarta dan Nurlan (2010) berpendapat (elanjutan) dari hasil-hasil *"-ffi-'u[tntg* proses menerus, n*rrur't*itryu tiOut gr"it-t*ii tersebut berbeda secara kualitatif anrata yang yang telah dicapai *i.rr."vi. kognitif atau melewati-lahapan-tah?p* perkembangan satu dengan y*g,u*. en# akan keseimbangan p"*Jttungun' an{ berusaha mencari periode perkembang; d;6 p"'ioa" pt'g;ifi;":P""g:l1if b*' Ketidakseimbangan antaxa struktur lcognitifnva dengan keperiode berikutnya' serta" merupatan transformasi memerlukan pengatiomodasian baru ' Ai.i.p'itry. bu.hu faktor kognitif mempunyai Berdasarkan beberapa pendapat di *u, 'k"ilt*im, un* Iur'u'I-U"ru,i*karena sebagian besar aktivitas peranan penting b"gt rnuraur, mgngingat dan berpikir' Perkembangan dalam belajar s"lutu'b"rhubungan dengan -ffi;;k"'i ldnloiasi terhadap dunia sekitar kognitif dimaksudkan ug* *-uk Tu-pu pengetahualr yang didapatkannya tersebut anak melalui panca inderanya sehingga dengan dapat melangsungkan hiduPnYa'
KESIMPULAN
i
prestasi akademik mahasiswa sebagai pada hakikatnya untuk menjawab tentang ketercupai+ belum optimal' dapat
dampak kebijakan
dijelaskan
Bali vang lr"L*i bagaimana input mahasiswa ierkait iri.-'i"aifidi,
eapua ai pe.grr'*an ir"ggi
"i;;i oatu* orra-iattor.'pertama
akan melaksanakan
sma, ekspektasi saat aij"tusirfi;;, prestasi.rr"."t" saat juga bisa menjelaskan bagaimana adaptasi program afirmasi. rji ,rJ i"ir, faktor i.,oiriau kenyamanan ii Baii.-untuk mendukung adaptasi, mahasiswa dalam lingkungan baru *.r"ru mereka motivasi teihadap p".timbangan eari iirgf .*.;-1ai mereka ,rnt t< m"tut sinfi, studi di melanjutan untuk tG; iiitk" mereka m-emutuskantidak selama menempuh jenjang pendidikan langsung juga secara maka tinggi, studi jenjang sarjana pada progru- ,fi"":", ;;ailtk* ,n"ng.rnu* misi peningkatan kualitas diri menunjukkan uuguiJu; irotliruri -"r"ku'aJ* juga] melihat bahwa usaha mereka dalam mereka dalam hal akademik. Sehingga, ;ffi; individu mahasiswa afirmasi ini
afirmasi yang
memperispak"n p"rfuiiJun. faAa prinsip,i,n'irf,,i."inte.nul capaian prestasi a\aa'mit< llttasiswa tidak serta merta bisa digunakan untut mli.iastir*asi fuktot y*g kedua' yakni faktor dengT afirmasi. Namun, menjadi bagian y*g ti;tpitrhk; falctor *Juiit*u afirmasi Papua' Faktor kedua' yakni lingkungan di luar i"fAor-f*io. internal di Papua pendaftaran mahasiswa afirmasi lingkungan. ea*vu ruv** pros"drr d"i;;;;r;s afirmasi prggraT ttfat nasit output lulusan Bali juga sangat meniadi pedo-man Uugui*uiu universitas dalam
ini. selain irgu t"rt*f-iluguir*u. layanan birokrasi tentu memiliki mengahadapi mahasiswa afirmasi eupuulLg-;"t*".alamiah
pendidikan tinggi
;.rd;;
di oengan kehiJupan birokrasi diuniversitas
habituasi yang
Bali'
r"*k
belum optimalnya capaian
Sehingga, sampai pada kesimpulan bahwa lT"rJ"Iabperspektif ya,g menyeluruh' guii hutustan digunatan akademik mahasiswa ifirmasi Papua ai kualitas inputnya atau hanya
Tidak bisa hanya menjastifikasirya ttarrya-a"ngu" 9"g3t".*ui itu' bahwa capaian akademik rtbih"daripada dengan bentuk pror.rnyu di unjversitas.^'Nu*,n] capaian akademik jangka pendek saja' h*y;;;;;rt,k ini studi dalam yang digambarkan hanya tampak dalam yang ;e;ungguhnya -ru[u, afirmasi p^"rrdidikun tinggi Karena spirit tujuan capaian ,iJr.lu telah lulus sarjana, dan kembali ke jangka waktu v*g-rit,t'*"-U*iun nar_rjans. s; ilk program aun *"rrg*9qgt*. Papua. Tujuan capaian kampung mereka secara *utu,iiduk jfrga dapat dirasakan dampaknya afirmasi pendidikan tinggi tidaklut, t*ut adalah ini tinggi t"i.if.i J"ii prg,;i afirmasi pendidikan langsung. Karena perihal yang.paling 'Uiia ."-U..Jt"' to"t'i6uti terhadap ieningkatan kualitas sumber prog.ui- uir.tusi bagaimana daya manusia di PaPua'
Volume
I No. 01 Tahun 2075 - /SSN
cisuifl
2460-1 802
DAFTAR PUSTAKA As'ad, Muhammad. 2004. Perilaku Orgonisasi. Bumi Aksara. Jakarta Aantar, Saifuddin. 2005. Sikap Manusia: Teori dan Penguhtrannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Bappenas. 2012. Pembangunqn Daerqh Dalam Angka 2|,t2.Dtrektorat Pengembangan Wilayah, Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Dderah, Badan Perencanarm Pembangunan Nasional. Bigalke, Terance W. & Neubauer, Deane E.2O0g. Quali$ and the Public Good: An Inseparable Linkage. Dalam Higher education in Asia/Pacific: quafiq{ and the public good. Edited by Terance W. Bigalke and Deane E. Neubauer. Palgrave Macmillan. f.lew York. Danim, Sudarwan. 2004. Motivqsi, Kepemimpinan dan Efeklivitas Kelompok. Rineka Cipta. Jakarta Gallaher, Eboni M. Zamafi. Green, Denise O'Neil. Browri II, M Christopher. & Stovall, David O. 2009. The Casefor Afirmative action on Campus: Concepts of Equity, Considerations for Practice. Stylus Publishing. Virginia. Grin, John. & Loeber, Anne. 2007. Theories of Policy Learning: Agency, Structure, and Change. Dalam Handbook of Public Policy Analysis: Theory, Politics, and Methods. Edited by: Frank Fischer, Gerald J. Miller, mara S. Sidney. cRC Press Taylor & Francis Group. New york. Haydon, Graham. 2010. Meritouocy. Dalarn Educational Equality. edited by Graham Haydon. Continuum International Publishing Group. London. Husdarta. & Nurlan, Kusmaedi. 2010. Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik. Alfabeta.
Jakarta.
I
Bandung.
Johnson, David W. and Roger T. Johnson. 1984. Cooperqtion in the Classroon. A publication Interaction Book Company. Minnesota. Manullang. 1991. Pengembangan Motivasi Berprestasi. Pusat Produktivitas Nasional. Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Jakarta. McCormick, Alexander C. Kinzie, JiUian. & Gonyea, M. 2013. Student Engagement: Bridging Research and Practice to Improve the Quality of Education. Dalam Higher Education: Handbook of Theory and Research. Volume Editor: Michael B. Paulsen. Springer. New York.
McGhee, Patrick. 2003. The Academic Quality
Enhancing Higher Education in
Universities and Further Education Colleges. Kogan London. Miller, David. 2006. Nationolism.Dalarr The Oxford Handbooks of Political Theory. Edited by: John S. Dryzek, Bonnie Honig, dan Anne Phillips. Oxford University press. New york. Ni4m. 2013. Sharing Forum: Global Trends & Enriching Education to Prepare for Competitive Glocal Citizens. Power Point Seminar Nasional dan kongres Indostaff 2013. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilalat Kesehqtan. Rineka. Cipta. Jakarta.
Ormrod, J'E. 2003. Educational Psychologt, Developrng learners. Fourth edition.
Pearson
Education, Inc. New Jersey. Sardiman AM. 2007. Interaksi dan Motivosi Belajar Mengajar. Radja Grafindo Persada. Jakarta. Siagian, Sondang P.2002. Manajemen sumber Daya Manusiq. Bumi Aksara. Jakarta. Simanjuntak, Payaman, J. 2001. Ekanomi Swnber Drya Manusia. Lembaga Penerbit Fakultas Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan AnakUsia Dini.liericana Prenada Media Group. Jakarta.
Syaodih, Ernawulan.
&
Agustin, Mubair. 2005. Bimbinpan Konseling Untuk
Jakarta.
Aiak Usia Dini.
Universitas Terbuka. Tirtarahardja, Umar. & La Sulo. 1994. Pengantar pendidikhn Depdikbud. Jakarta. Usman, Moh. 2002. Menjadi Guru Progesional.pr. Remajd Rosdakarya. Bandung. Veithzal, Rivai. 2009. Manaiemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan (Daii Teori Ke praktik). Edisi satu.: PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Widoyoko, S.E.P. 2007. Pengembangan Model Evaluasi Pembelajaran IPSSMP.PPSUNY. I
Yogyakarta.
Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Grasindo. Jakarta. Wlodkowski, Raymond J. Judith, H. Jaynes. 2004. Hasrat untuk Belajar. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
&
37